DOSEN PENGAMPU :
DISUSUN OLEH :
(KELOMPOK 10)
TINGKAT I B
SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya dan
karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun
tema dari makalah ini yaitu “Norma-Norma Dalam Kehidupan Masyarakat”.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya
harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhoi segala usaha kita. Aamiin.
Penulis
DAFTAR ISI
COVER
............................................................................................................................................................
KATA PENGANTAR
............................................................................................................................................................
ii
DAFTAR ISI
............................................................................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN
............................................................................................................................................................
......................................................................................................................................................
......................................................................................................................................................
......................................................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
............................................................................................................................................................
......................................................................................................................................................
......................................................................................................................................................
......................................................................................................................................................
MASYARAKAT
......................................................................................................................................................
......................................................................................................................................................
10
............................................................................................................................................................
11
3.1 KESIMPULAN
......................................................................................................................................................
11
3.2 SARAN
......................................................................................................................................................
11
DAFTAR PUSTAKA
............................................................................................................................................................
12
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam interaksi sosial, hukum menampilkan suatu jaringan yang kompleks meliputi
dan menerima kehadiran komunitas yang sangat majemuk dan oleh karena itu interaksi sosial
juga semakin kompleks dan majemuk pula. Dalam berhubungan tersebut, terjadilah interaksi
sosial yang dinamis yang lama kelamaan karena pengalaman menjadi nilai-nilai sosial, yaitu
konsep-konsep abstrak yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar anggota kelompok
sosial tersebut.
Nilai-nilai tersebut merupakan hal-hal yang dianggap baik dan jelek di dalam
pergaulan hidup. Nilai-nilai sosial yang telah mencapai kemantapan di anggap sebagai
pedoman tata kelakuan anggota kelompok sosial. Nilai-nilai yang abstrak tersebut mendapat
bentuk yang konkrit di dalam norma atau kaidahkaidah sosial, termasuk di dalamnya norma
hukum.
Dalam melakukan interaksi sosial yang berupa pergaulan itu, manusia mempunyai
kebutuhan dan kepentingan. Kebutuhan itu dapat bersifat jasmaniah dan kebutuhan rohaniah,
sedangkan kepentingankepentingan itu dapat digolongkan kepentingan sendiri (individu) dan
kepentingan bersama (kelompok sosial).
2.1.1 Norma
Norma menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI ) berarti aturan atau
ketentuan yang mengikat warga kelompok dalam masyarakat, yang dipakai sebagai panduan,
tatanan, dan penegendali tingkah laku yang sesuai dan diterima. norma adalah kaidah atau
aturan yang disepakati dalam memberikan pedoman tingkah laku bagi para anggotanya dalam
mewujudkan sesuatu yang dianggap baik, benar, dan diinginkan. Singkatnya norma
adalah kaidah atau pedoman dalam mewujudkan suatu nilai. kaidah atau aturan itu biasanya
berwujud perintah dan larangan. Norma dapat dihasilkan dengan sesuatu ukuran yang harus
dipatuhi oleh seseorang dalam lingkungannya dengan sesama atau lingkungannya (Sri
Haryati. dkk, 2009:33). Norma dalam bahasa Arab sering disebut kaedah, dan dalam bahasa
Indonesia diterjemahkan dengan istilah pedoman.
Setiap norma mengandung perintah atau mengandung larangan untuk melakukan. Hal
itu diwujudkan dalam bentuk tertulis atau tidak tertulis oleh lembaga yang berwenang untuk
membentuknya. Pada sisi masyarakat, lembaga itu berupa kebiasaan- kebiasaan/ moral/
sopan-santun dan norma kesusilaan dan norma agama atau kepercayaan lembaga itu adalah
Tuhan. Sedangkan untuk norma hukum, lembaga itu adalah lembaga yang berwenang untuk
membentuk hukum itu, di Indonesia adalah Dewan Perwakilan Rakyat dan sebagainya
tergantung bentuk peraturan atau hukum tersebut.
2.1.2 Moral
Kata moral bersal dari latin mores yang artinya kebiasaan-kebiasaan, adab istiadat
yang kemudian berarti kaedah- kaedah tingkah laku. Seseorang (individu) yang tingkah
lakunya menaati kaedah-kaedah yang berlaku dalam masyarakat disebut baik secara moral,
dan jika sebaliknya jika tidak baik adalah amoral (immoral) (L. Pramuda. 1995:15). Sebagai
salah satu tokoh adalah Hans Kelsen sangat terpengaruh pandangan Immanuel Kant (Dardji
Darmodihardjo, 1976:55) Kant menjelaskan antara legalitas (norma hukum) dan
moralitas. Legalitas yang dipahami Kant sebagai kesesuaian atau ketidaksesuaian semata-
mata suatu tindakan dengan hokum atau norma lahiriah belaka. Kesusaian dan tidak
kesesuaian ini pada dasarnya sendiri belum bernilai moral, sebab dorongan batin sama sekali
tidak diperhatikan. Nilai moral baru diperoleh di dalam moralitas yang dimaksud Kant
dengan moralitas adalah kesusaian sikap dan perbuatan kita dengan norma atau hukum
batiniah kita yakni apa yang kita pandang sebagai kewajiban kita.
Kita dapat menyatakan moral bapak guru itu baik, tentu bukan karena bukan sekedar
kepandaiannya mengajar dikelas atau karena penguasaan ilmunya yang luas, tetapi penilaian
bahwa moralnya baik karena integritas pribadi bapak guru itu (secara keseluruhan) memang
sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia yang baik.
2.1.3 Etika
Setiap orang sudah pasti mempunyai moral, tetapi belum tentu setiap orang
mengadakan pemikiran secara kritis tentang moralnya. Pemikiran yang kritis tentang moral
inilah yang disebut etika. Istilah “Etika” berasal dari bahasa Yunani berasal dari kata “Ethos”
yang berarti kebiasaan, perilaku, kelakuan. Etika adalah ilmu pengetahuan filsafat tentang
perilaku manusia, dapat disebut ilmu kesusilaan atau ilmu akhlak (Listyo Sukamto, 1994:4).
Hampir senada pendapat ini menurut Prof. Drs. Sumarjo Wreksosuhardjo dalam bukunya
yang berjudul Pancasila Sebagai Etika Politik hal 1) menyatakan Etika adalah cabang filsafat
yang membicarakan masalah perilaku/ perbuatan manusia untuk dinilai dari segi baik-
buruknya. Studi filosofik atas manusia sebagai keutuhan menimbulkan cabang filsafat yang
dinamakan manusia atau philosophical anthropology.
Mengenai manusia ini apabila ditinjau secara filosofik aspek kognitif/ rasionalitasnya
menimbulkan cabang filsafat yang dinamakan epistimologi dan logika, apabila ditinjau
secara filosofik aspek emosionalitasnya menimbulkan cabang filsafat yang dinamakan
estetika, dan apabila ditinjau secara filosofik aspek konasi atau kemauannya menimbulkan
cabang filsafat yang dinamakan etika. Jadi persoalan etika itu adalah persoalan kemauan
manusia. Orang sanggup berbuat baik atau tidak itu erat kaitannya dengan masalah
keamauan, sebaliknya orang yang kemauannya kuat cenderung untuk tidak melakukan hal-
hal yang baik itu memerlukan perjuangan, maka dari tanpa adanya kemauan untuk berjuan,
seorang manusia (sebagai warga negara) tidak akan melaksanakan sesuatu yang berkaitan
dengan segi kemanusiaan.
Karena etika melakukan pemikiran kritis tentang moral, maka dapat dikatakan
bahwa moral adalah bagian dari cabang filsafat yang bernama etika itu. Sedangkan pengkaji
moral, etika selalu mendudukkan dirinya pada sudut yang netral. Ia tidak akan berpihak pada
salah satu tipe moral. Kendati demikian etika akan berusaha menerangkan karakteristik tiap-
tiap moral yang dikajinya, selanjutnya terserah kepada masing-masing individu atau pihak
masyarakat tertentu untuk memilihnya.
2.2.3 Tata Kelakuan ( Mores ) yaitu perilaku yang ditetapkan oleh masyarakat
sebagai perilaku yang baik dan diterima sebagai norma pengatur dan pengawas
anggota-anggotanya. Sanksi terhadap tata kelakuan tergolong berat. contoh seorang
pembentu rumah tangga melakukan perbuatan yang tidak pantas terhadap nyonya
majikannya. sanksinya bisa dipecat/diberhentikan.
2.2.4 Adat - istiadat ( custom ) yaitu pola-pola perilaku yang diakui sebagai hal
yang baik dan dijadikan sebagai hukum tidak tertulis dengan sanksi yang berat.
sanksi diberikan oleh orang yang tahu tentang seluk-beluk adat seperti masyarakat
dikenal istilah " tabu " atau " Pantangan " berarti sesuatu yang tidak boleh dilanggar,
seandainya tabu itu dilanggar berarti akan ada bencana menimpa kepada seluruh
warga dan sipelaku akan dikenakan sanksi yang berat.
2) Norma Kesusilaan adalah aturan yang bersumber dari hati nurani manusia tentang
baik dan buruknya suatu perbuatan.
Contoh norma kesusilaan berlaku jujur bertindak adil menghargai orang lain sanksi
bagi pelanggar norma kesusilaan tidak tegas karena hanya diri sendiri yang
merasakan, yaitu merasa bersalah, menyesal, malu dan sebagainya.
3) Norma Kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul dari hasil pergaulan
sekelompok manusia di dalam masyarakat dan dianggap sebagai tuntunan pergaulan
sehari-hari masyarakat. norma kesopanan relatif artinya apa yang dianggap sebagai
norma kesopanan berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan, atau waktu.
Contoh norma kesopanan menghormati orang yang lebih tua menerima sesuatu
selalu dengan tangan kanan tidak berkata-kata kotor, kasr, dan sombong tidak
meludah di sembarang tempat sanksi bagi pelanggar norma kesopanan tidak tegas,
hanya berupa cemoohan, celaan, hinaan, atau dikucilkan dan diasingkan dari
pergaulan.
4) Norma Hukum adalah pedoman hidup yang dibuat oleh lembaga negara atau
lembaga politik suatu masyarakat/ bangsa tujuan utama norma hukum adalah
menciptakan suasana aman dan tentram dalam masyarakat.
Contoh norma hukum harus tertib harus sesuai prosedur dilarang mencuri,
merampok, membunuh, dan lain-lain. sanksi bagi pelanggar norma hukum tegas,
nyata, mengikat, dan bersifat memaksa. mereka yang melanggar norma hukum akan
ditindak tegas oleh aparat penegak hukum dan diproses melalui persidangan di
pengadilan dan dikenai hukuman sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
Setiap pelanggaran hukum harus mendapatkan sanksi agar terwujud keadilan. Dan
setiap
putusan hukuman harus didasarkan atas rasa keadilan yang dipertanggungjawabkan di
hadapan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu dalam setiap putusan pengadilan ada
“irah-irah” putusan atau kepala kalimat yang mengawali putusan yang dibacakan hakim,
bunyi irah-irah tersebut adalah ”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa ...” Hal ini mengandung makna bahwa putusan yang diambil adalah putusan yang
bijaksana, dan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan Yang Maha Esa. Maka dalam
memutuskan suatu perkara, hakim tidak boleh sembarangan harus benar-benar berdasarkan
keadilan.
Keadilan dalam masyarakat akan terwujud jika seluruh warganya mematuhi norma-
norma yang berlaku, baik norma agama, kesusilaan, kesopanan, maupun norma hukum.
Norma hukum memiliki sifat memaksa yaitu wajib dipatuhi. Barang siapa melanggar
hukum akan dikenakan sanksi atau hukuman. Hukuman atau sanksi yang dikenakan pada
pelaku pelanggaran dibedakan menurut berat ringannya pelanggaran. Ada sanksi yang
berupa teguran atau peringatan, pengurangan hak-hak tertentu, pembatasan kebebasan
(penjara), denda, dan sanksi pidana, bahkan sampai pidana mati. Sifat norma hukum yang
memaksa, sanksinya jelas dan tegas, serta pelaku pelanggaran segera ditindak oleh aparat
penegak hukum, menjadikan norma hukum cenderung lebih ditakuti dibanding norma-
norma lain yang berlaku.
Lalu apa yang harus dilakukan jika seseorang mengetahui adanya pelanggaran hukum
dalam masyarakat? Sebagai warga masyarakat dan warga negara yang baik, tentu kita tidak
boleh berdiam diri, tetapi juga tidak boleh main hakim sendiri. Tindakan main hakim
sendiri jelas merupakan suatu pelanggaran hukum. Jika kita mengetahui seseorang
melakukan pelanggaran hukum, kita wajib melapor kepada pihak yang berwajib yaitu
kepolisian. Selanjutnya polisi yang akan bertindak menangani kasus pelanggaran hukum
tersebut. Tindakan warga masyarakat melaporkan peristiwa pelanggaran hukum maupun
kejahatan kepada pihak yang berwajib sangat membantu aparat penegak hukum. Hal ini
merupakan bentuk partisipasi warga masyarakat dalam upaya menegakkan hukum, dan
keadilan. Sebaliknya, jika warga masyarakat acuh tak acuh, tidak peduli terhadap peristiwa
pelanggaran hukum yang terjadi di lingkungannya, mengetahui tetapi berdiam diri, maka
sikap seperti ini menunjukkan tidak adanya partisipasi dalam upaya penegakan hukum,
untuk mewujudkan keadilan.
Pemberian hukuman kepada pelaku penggaran atau kejahatan hanya dapat dilakukan
setelah me- lalui proses persidangan di lembaga peradilan yaitu pengadilan. Lembaga
peradilan memegang peranan penting dalam menciptakan keadilan di tengah-tengah
kehidupan bermasyarakat, ber- bangsa, dan bernegara. Melalui lembaga peradilan, anggota
masyarakat yang merasa hak-hak- nya dilanggar dapat memperjuangkan hak-haknya
tersebut. Hal itu perlu dilakukan agar orang yang telah melanggar hak-hak orang lain
menerima hukuman yang setimpal sesuai dengan pelanggarannya.
Dalam hidup berkelompok itu terjadilah interaksi antar manusia. Interaksi yang kalian
lakukan pasti ada kepentingannya, sehingga bertemulah dua atau lebih kepentingan.
Pertemuan kepentingan tersebut disebut “kontak“. Menurut Surojo Wignjodipuro, ada dua
macam kontak, yaitu :
1) Kontak yang menyenangkan, yaitu jika kepentingankepentingan yang bertemu
saling memenuhi. Misalnya, penjual bertemu dengan pembeli.
2) Kontak yang tidak menyenangkan, yaitu jika kepentingan-kepentingan yang
bertemu bersaingan atau berlawanan. Misalnya, pelamar yang bertemu dengan
pelamar yang lain, pemilik barang bertemu dengan pencuri.
Norma-norma itu mempunyai dua macam isi, dan menurut isinya berwujud perintah
dan larangan. Perintah merupakan kewajiban bagi seseorang untuk berbuat sesuatu oleh
karena akibat-akibatnya dipandang baik. Sedangkan larangan merupakan kewajiban bagi
seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang tidak baik.
Ada bermacam-macam norma yang telah dikenal luas ada empat, yaitu:
a. Norma Agama ialah peraturan hidup yang harus diterima manusia sebagai
perintahperintah, larangan-larangan dan ajaran-ajaran yang bersumber dari Tuhan
Yang Maha Esa. Pelanggaran terhadap norma ini akan mendapat hukuman dari Tuhan
Yang Maha Esa berupa “siksa” kelak di akhirat.
b. Norma Kesusilaan ialah peraturan hidup yang berasal dari suara hati sanubari
manusia. Pelanggaran norma kesusilaan ialah pelanggaran perasaan yang berakibat
penyesalan. Norma kesusilaan bersifat umum dan universal, dapat diterima oleh
seluruh umat manusia.
c. Norma Kesopanan ialah peraturan hidup yang timbul dalam pergaulan antar
manusia dalam masyarakat. Akibat dari pelanggaran terhadap norma ini ialah dicela
sesamanya, karena sumber norma ini adalah keyakinan masyarakat yang bersangkutan
itu sendiri. Hakikat norma kesopanan adalah kepantasan, kepatutan, atau kebiasaan
yang berlaku dalam masyarakat. Norma kesopanan sering disebut sopan santun, tata
krama atau adat istiadat. Norma kesopanan tidak berlaku bagi seluruh masyarakat
dunia, melainkan bersifat khusus dan setempat (regional) dan hanya berlaku bagi
segolongan masyarakat tertentu saja. Apa yang dianggap sopan bagi segolongan
masyarakat, mungkin bagi masyarakat lain tidak demikian.
d. Norma Hukum ialah peraturan-peraturan yang timbul dan dibuat oleh lembaga
kekuasaan negara. Isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaanya dapat
dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat negara, sumbernya bisa berupa
peraturan perundangundangan, yurisprudensi, kebiasaan, doktrin, dan agama.
Keistimewaan norma hukum terletak pada sifatnya yang memaksa, sanksinya
berupa ancaman hukuman. Penataan dan sanksi terhadap pelanggaran peraturan-
peraturan hukum bersifat heteronom, artinya dapat dipaksakan oleh kekuasaan
dari luar, yaitu kekuasaan negara.
Hukum biasanya dituangkan dalam bentuk peraturan yang tertulis, atau disebut juga
perundang-undangan. Perundang-undangan baik yang sifatnya nasional maupun
peraturan daerah dibuat oleh lembaga formal yang diberi kewenangan untuk
membuatnya. Oleh karena itu, norma hukum sangat mengikat bagi warga negara.
Kaidah agama, kesusilaan, dan adat juga berisi suruhan yang sama. Dengan
demikian, tanpa adanya kaidah hukum pun dalam masyarakat sudah ada larangan untuk
membunuh sesamanya. Hal yang sama juga berlaku untuk “pencurian”, “penipuan”, dan
lain-lain pelanggaran hukum. Hubungan antara norma agama, kesusilaan, kesopanan dan
hukum yang tidak dapat dipisahkan itu dibedakan karena masing-masing memiliki sumber
yang berlainan. Norma Agama sumbernya kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Norma kesusilaan sumbernya suara hati. Norma kesopanan sumbernya keyakinan
masyarakat yang bersangkutan dan norma hukum sumbernya peraturan perundang-
undangan.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Nilai adalah sikap manusia dalam menilai segala sesuatu yang ada disekitarnya agar dapat
mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk sehingga dapat membantu dalam mengam
bil keputusan. Norma dibuat untuk melaksanakan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat yang
dianggap benar. Agar norma dipatuhi oleh masyarakat, norma dilengkapi dengan sanksi. Den
gan adanya norma dapat menciptakan kehidupan yang tertib dan teratur di dalam kehidupan
masyarakat.
Norma sering juga disebut dengan peraturan sosial. Norma menyangkut perilaku-
perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani interaksi sosialnya. Keberadaan norma
dalam masyarakat bersifat memaksa individu atau suatu kelompok agar bertindak sesuai
dengan aturan sosial yang telahterbentuk. Pada dasarnya, norma disusun agar hubungan di
antara manusia dalam masyarakatdapat berlangsung tertib sebagaimana yang diharapkan.
Norma juga tidak boleh dilanggar.
Oleh karena itu, norma begitu penting untuk diterapkan di masyarakat, baik norma
kesopanan, norma kesusilaan, norma hukum dan agama.
3.2 SARAN
Sebagai mahasiswa dan sebagai generasi penerus bangsa, alangkah baiknya jika kita
terus menjaga nilai dan norma baik dalam norma kesopanan, kesusilaan, hukum maupun
agama. Peran orang tua sangatlah penting untuk memberikan motivasi dan perhatian. Orang
tua hendaknya memberikan saran agar anak tidak terjerumus dalam hal-hal yang bersifat
negatif. Komunikasi juga berperan penting untuk memperlancar hubungan keterbukaan agar
anak dapat dituntun kearah yang benar. Lembaga-lembaga pendidikan juga disarankan untuk
meningkatkan pendidikan moral, etika, dan karakter agar seseorang dapat menyaring
pengaruh-pengaruh buruk,dan bisa membedakan antara yang benar dan salah serta apa yang
seharusnya mereka lakukan dan tidak lakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Drastawan, A.N. (2021). Kedudukan norma agama, kesusilaan, dan kesopanan dengan
norma hukum pada tata masyarakat Pancasila. Journal Komunitas Yustisia
Universitas Pendidikan Ganesha, 4 (3). 928-939.
Listyo Sukamto. 1994. Etika Pancasila dan 36 Butir P.4. Surakarta: UNS Press.
Sri Haryati. dkk. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan. Surakarta: PSG Rayon 13.