Anda di halaman 1dari 29

PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN 2022

RUMAH SAKIT UMUM MUHAMMAD ALI KASIM KABUPATEN GAYO LUES

Cetakan 1:

Januari 2022

Ketua Tim Penyusun:

dr. YUSLENY YUSUF, M.Ked(PD), SPPD

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmatnya
Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) dapat diselesaikan
dengan tepat waktu sesuai dengan kubutuhan Rumah Sakit Umum Muhammad Ali
Kasim Kabupaten Gayo Lues.

Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) ini yang mulai
dipergunakan pada tahun 2018 meliputi sasaran keselamatan pasien, standar
pelayanan berfokus pasien, standar manajemen rumah sakit, program nasional dan
Integrasi pendidikan kesehatan dalam pelayanan di rumah sakit.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Tim Penyusun yang telah berjuang untuk
menyelesaikan standar ini dengan baik. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan
kepada para kontributor yang telah memberikan masukan sangat berharga.

Semoga dengan dipergunakan Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien


(PMKP) ini, mutu pelayanan dan keselamatan pasien rumah sakit Umum Muhammad
Ali Kasim Kabupaten Gayo Lues.

Ketua Akreditasi
Rumah Sakit Umum Muhammad Ali Kasim
Kabupaten Gayo Lues

dr. SYAFWAN AZHARI, Sp.B


NIP.19830813 200904 1 005

2
DAFTAR ISI

Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Kebijakan PMKP
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
b. Tujuan
BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RUMAH
SAKIT UMUM MUHAMMAD ALI KASIM

BAB III
KONSEP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RSUMAK
KABUPATEN GAYO LUES
a. MUTU PELAYANAN RSUMAK KABUPATEN GAYO LUES
b. UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RSUMAK KABUPATEN GAYO
LUES

BAB IV
PENGENDALIAN KUALITAS PELAYANAN

BAB V
FOKUS UTAMA UPAYA PENINGKATAN MUTU

BAB VI
MONITORING DAN EVALUASI

BAB VII
PENUTUP

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

3
DAFTAR GAMBAR

1. Gambar Gambar 4.1. Diagram Tulang Ikan


2. Gambar 4.2. Siklus dan Proses Peningkatan PDSA
3. Gambar 4.3. Relationship Between Control and Improvement Under P-D-C-A
Cycle
4. Gambar 4.4 Siklus PDSA
5. Gambar 5.1 Diagram Manajemen Risiko
6. Gambar 5.2 Simbol yang Digunakan

4
DAFTAR TABEL

1. Tabel 5.1 Risk Priority Numbers (RPN)

5
PEMERINTAH KABUPATEN GAYO LUES
RUMAH SAKIT UMUM MUHAMMAD ALI KASIM
Jl. Pangur - Dabun Gelang
DABUN GELANG - 24655
E-mail : rsumuhammadalikasim@gmail.com

KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM MUHAMMAD ALI KASIM KABUPATEN GAYO LUES
NOMOR : PEG.800/ /SK.DIR/RSUMAK-GL/I/2021

TENTANG

PEMBERLAKUAN PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN


KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT
DI RUMAH SAKIT UMUM MUHAMMAD ALI KASIM
KABUPATEN GAYO LUES

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM MUHAMMAD ALI KASIM,

Menimban : a. bahwa Rumah Sakit Umum Muhammad Ali Kasim Kabupaten


g Gayo Lues selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas
pelayanan sesuai dengan standar pelayanan kesehatan dan
harapan masyarakat;
b. bahwa dalam upaya memberikan pelayanan bermutu di
Rumah Sakit Umum Muhammad Ali Kasim Kabupaten Gayo
Lues sangat dibutuhkan suatu Pedoman Peningkatan Mutu
dan Keselamatan Pasien;
c. bahwa sehubungan dengan pertimbangan pada huruf a dan b
di atas, dipandang perlu memberlakukan Pedoman
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit
Umum Muhammad Ali Kasim Kabupaten Gayo Lues.

Mengingat : 1. Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek


Kedokteran;

2. Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;

3. Undang - Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah


Sakit;

4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun


2001 tentang Pedoman Kelembagaan dan Pengelolaan
Rumah Sakit Daerah;

5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga


Kesehatan;

6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis;

7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran;
8. Peraturan……../2

6
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691 / MENKES / PER / VIII / 2011 Tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit;

9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 012


Tahun 2012 Tentang Akreditasi Rumah Sakit;

10. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/ Menkes/ SK/ II/


2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR TENTANG PEMBERLAKUAN


PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN
PASIEN RUMAH SAKIT DI RUMAH SAKIT UMUM
MUHAMMAD ALI KASIM KABUPATEN GAYO LUES
SATU : Memberlakukan Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien di Rumah Sakit Umum Muhammad Ali Kasim Kabupaten
Gayo Lues,diterbitkan oleh Unit Penjamin Mutu Rumah Sakit
Umum Muhammad Ali Kasim Kabupaten Gayo Lues
DUA : Kepala Unit Penjamin Mutu bertanggung jawab dalam
mensosialisasikan Pedoman Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien ke unit-unit kerja terkait dan
melaporkannya kepada Direktur Rumah Sakit Umum
Muhammad Ali Kasim Kabupaten Gayo Lues
KETIGA : Keputusan ini berlaku sejak ditetapkan, dengan ketentuan
apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini
akan diadakan pebaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Dabun Gelang


pada tanggal, 04 Januari 2021 M
20 Jumadil Awal 1442 H H

DIREKTUR,

dr. MUTIA FITRI, M.K.M


Pembina (IV/a)
NIP. 19840403 200904 2 009

LAMPIRAN : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM MUHAMMAD ALI KASIM


KABUPATEN GAYO LUES

7
NOMOR : PEG. 800/ /SK-DIR/RSUMAK-GL/I/2021
TANGGAL : 04 JANUARI 2021 M
20 JUMADIL AWAL 1442 H H

BAB I
PENGORGANISASIAN
Pasal 1

1. Direktur rumah sakit membentuk Komite PMKP atau bentuk organisasi lainnya untuk
mengelola kegiatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan sesuai dengan
uraian tugas.
2. Direktur rumah sakit menetapkan penanggung jawab data di tiap-tiap unit kerja.
3. Individu di dalam komite PMKP atau bentuk organisasi lainnya dan
penanggungjawab data telah dilatih serta kompeten.

BAB II
SISTEM MANAJEMEN DATA
Pasal 2

1. Rumah sakit mempunyai referensi yang dipergunakan untuk meningkatkan mutu


asuhan klinis dan proses kegiatan manajemen lebih baik.
2. Komite medis dan komite keperawatan mempunyai referensi peningkatan mutu
asuhan klinis terkini.
3. Rumah sakit mempunyai regulasi sistem manajemen data program PMKP yang
terintegrasi.
4. Rumah sakit menyediakan teknologi, fasilitas, dan dukungan lain untuk menerapkan
sistem manajemen data di rumah sakit sesuai dengan sumber daya yang ada di
rumah sakit.
5. Rumah sakit telah melakukan pengumpulan data dan informasi untuk mendukung
asuhan pasien, manajemen rumah sakit, pengkajian praktik profesional, serta
program mutu dan keselamatan pasien secara menyeluruh
6. Kumpulan data dan informasi disampaikan kepada badan di luar rumah sakit sesuai
dengan peraturan dan perundangan-undangan.
7. Rumah sakit berkontribusi terhadap database ekternal dengan menjamin keamanan
dan kerahasiaan.

BAB III
PELATIHAN PMKP
Pasal 3

1. Rumah sakit mempunyai program pelatihan PMKP yang diberikan oleh nara sumber
yang kompeten.
2. Pimpinan di rumah sakit termasuk komite medis dan komite keperawatan telah
mengikuti pelatihan PMKP.
3. Semua individu yang terlibat dalam pengumpulan, analisis, dan validasi data telah
mengikuti pelatihan PMKP, khususnya tentang sistem manajemen data.
4. Staf di semua unit kerja termasuk staf klinis dilatih sesuai dengan pekerjaan mereka
sehari-hari.
BAB IV
PEMILIHAN AREA PRIORITAS

8
Pasal 4

1. Komite PMKP memfasilitasi pemilihan prioritas pengukuran pelayanan klinis yang


akan dievaluasi.
2. Komite PMKP melakukan koordinasi dan integrasi kegiatan pengukuran mutu di unit
pelayanan serta pelaporannya.
3. Komite PMKP melaksanakan supervisi terhadap progres pengumpulan data sesuai
dengan yang direncanakan.
4. Direktur rumah sakit berkoordinasi dengan para kepala bidang/divisi dalam memilih
dan menetapkan prioritas pengukuran mutu pelayanan klinis yang akan dievaluasi.
5. Berdasar atas prioritas tersebut ditetapkan pengukuran mutu menggunakan indikator
area klinis.
6. Berdasar atas prioritas tersebut ditetapkan pengukuran mutu menggunakan indikator
area manajemen.
7. Berdasar atas prioritas tersebut ditetapkan pengukuran mutu menggunakan indikator
sasaran keselamatan pasien.

BAB V
PENGUKURAN MUTU
Pasal 5

1. Rumah sakit mempunyai regulasi pengukuran mutu dan cara pemilihan indikator
mutu di unit kerja yang antara lain meliputi butir.
2. Setiap unit kerja dan pelayanan telah memilih dan menetapkan indikator mutu unit
3. Setiap indikator mutu telah dilengkapi profil indikator
4. Setiap unit kerja melaksanakan proses pengumpulan data dan pelaporan.
5. Pengukuran mutu prioritas tersebut dilakukan menggunakan indikator-indikator mutu
sebagai berikut:
a. Indikator mutu area klinis (IAK) yaitu indikator mutu yang bersumber dari area
pelayanan;
b. Indikator mutu area manajemen (IAM) yaitu indikator mutu yang bersumber dari
area manajemen;
c. Indikator mutu Sasaran Keselamatan Pasien yaitu indikator mutu yang mengukur
kepatuhan staf dalam penerapan sasaran keselamatan pasien dan budaya
keselamatan
6. Pimpinan unit kerja melakukan supervisi terhadap proses pengumpulan data dan
pelaporan serta melakukan perbaikan mutu berdasar atas hasil capaian indikator
mutu.
7. Setiap indikator yang ditetapkan dilengkapi dengan profil indikator.
8. Profil indikator yang dimaksud ayat pasal meliputi:
a) judul indikator;
b) definisi operasional;
c) tujuan dan dimensi mutu;
d) dasar pemikiran/alasan pemilihan indicator;
e) numerator, denominator, dan formula pengukuran;
f) metodologi pengumpulan data;
g) cakupan data;
h) frekuensi pengumpulan data;
i) frekuensi analisis data;
j) metodologi analisis data;

9
k) sumber data;
l) penanggung jawab pengumpul data; dan
m) publikasi data
9. Direktur rumah sakit dan komite PMKP melakukan supervisi terhadap proses
pengumpulan dan analisis data.
10. Rumah sakit menetapkan evaluasi pelayanan kedokteran dengan melakukan
evaluasi panduan prak k klinis, alur klinis, atau protokol di prioritas pengukuran
mutu rumah sakit.
11. Hasil evaluasi dapat menunjukkan pengurangan variasi pada 5 (lima) panduan
praktik klinis, alur klinis atau protokol di prioritas pengukuran mutu rumah sakit.
12. Rumah sakit telah melaksanakan audit medis dan atau audit klinis pada panduan
praktik klinis/alur klinis prioritas di tingkat rumah sakit.

BAB VI
EVALUASI PELAYANAN KEDOKTERAN
Pasal 6

1. Rumah sakit menetapkan evaluasi pelayanan kedokteran


2. Evaluasi pelayanan kedokteran sebagaimana dimaksud dalam pasal ayat (1)
ditetapkan oleh Ketua Kelompok Staf Medis paling sedikit 5 (lima) prioritas sebagai
panduan standardisasi proses asuhan klinis yang dimonitor oleh Komite Medik.
3. 5 (lima) evaluasi pelayanan kedokteran sebagaimana dimaksud dalam pasal ayat
(2) dapat berupa panduan praktik klinis, alur klinis (clinical pathway), dan/atau
protokol klinis, dan/atau prosedur, dan/atau standing order.
4. Hasil evaluasi dapat menunjukkan pengurangan variasi pada 5 (lima) panduan prak
k klinis, alur klinis atau protokol di prioritas pengukuran mutu rumah sakit.
5. Rumah sakit telah melaksanakan audit medis dan atau audit klinis pada panduan
praktik klinis/alur klinis prioritas di tingkat rumah sakit.

BAB VII
ANALISIS DATA
Pasal 7

1. Rumah sakit mempunyai regulasi analisis data


2. Rumah sakit telah melakukan pengumpulan data, analisis, dan menyediakan
informasi yang berguna untuk mengidentifikasi kebutuhan perbaikan.
3. Analisis data telah dilakukan menggunakan metode dan teknik statistik yang sesuai
dengan kebutuhan.
4. Analisis data telah dilakukan dengan melakukan perbadingan dari waktu ke waktu di
dalam rumah sakit, dengan melakukan perbandingan database eksternal dari
rumah sakit sejenis atau data nasional/internasional, dan melakukan perbandingan
dengan standar serta prak k terbaik berdasar atas referensi terkini.
5. Pelaksana analisis data, yaitu staf komite PMKP dan penanggung jawab data di unit
pelayanan/kerja sudah mempunyai pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan
yang tepat sehingga dapat berpar sipasi dalam proses tersebut dengan baik.
6. Hasil analisis data telah disampaikan kepada direktur, para kepala bidang/divisi,
dan kepala unit untuk di tindaklanjuti.
7. Komite PMKP atau bentuk organisasi lainnya telah mengumpulkan dan
menganalisis data program PMKP prioritas.

10
8. Ada bukti direktur rumah sakit telah menindaklanjuti hasil analisis data
9. Ada bukti program PMKP prioritas telah menghasilkan perbaikan di rumah sakit
secara keseluruhan.
10. Ada bukti program PMKP prioritas telah menghasilkan efiiensi penggunaan sumber
daya.

BAB VIII
VALIDASI DATA
Pasal 8

1. Rumah sakit mempunyai regulasi validasi data.


2. Rumah sakit telah melakukan validasi data pada pengukuran mutu area klinis yang
baru dan bila terjadi perubahan sesuai dengan regulasi.
3. Rumah sakit telah melakukan validasi data yang akan dipublikasikan di web site
atau media lainnya termasuk kerahasiaan pasien dan keakuratan sesuai dengan
regulasi.
4. Rumah sakit telah melakukan perbaikan berdasarkan hasil validasi data.

BAB IX
MANAJEMEN RISIKO
Pasal 9

1. Rumah sakit mempunyai program manajemen risiko


2. Rumah sakit mempunyai dasar resiko ditingkat rumah sakit
3. Rumah sakit telah membuat strategi untuk mengurangi risiko yang ada,
4. Rumah Sakit telah melakukan analisis efek modus kegagalan setahun sekali pada
proses berisiko tinggi yang diprioritaskan.
5. Rumah sakit telah melaksanakan tindak lanjut hasil analisis modus dampak
kegagalan.

BAB IX
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 9

1. Rumah sakit telah membuat rencana perbaikan terhadap mutu dan keselamatan
berdasar atas hasil capaian mutu.
2. Rumah sakit telah melakukan uji coba rencana perbaikan terhadap mutu dan
keselamatan pasien.
3. Rumah sakit telah menerapkan/melaksanakan rencana perbaikan terhadap mutu
dan keselamatan pasien.
4. Tersedia data yang menunjukkan bahwa perbaikan bersifat efektif dan
berkesinambungan.
5. Bukti perubahan-perubahan regulasi yang diperlukan dalam membuat rencana,
melaksanakan, dan mempertahankan perbaikan.
6. Keberhasilan telah didokumentasikan dan dijadikan laporan PMKP.

11
DIREKTUR,

dr. MUTIA FITRI, M.K.M


Pembina (IV/a)
NIP. 19840403 200904 2 009

BAB I

12
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup


sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat
yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari Tujuan Nasional.
Untuk itu perlu ditingkatkan upaya guna memperluas dan mendekatkan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat dengan mutu yang baik dan biaya yang terjangkau.
Selain itu dengan semakin meningkatnya pendidikan dan keadaan sosial ekonomi
masyarakat, maka sistem nilai dan orientasi dalam masyarakatpun mulai berubah.
Masyarakat mulai cenderung menuntut pelayanan umum yang lebih baik, lebih
ramah dan lebih bermutu termasuk pelayanan kesehatan. Dengan semakin
meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan Rumah Sakit maka fungsi
pelayanan RSUMAK Kabupaten Gayo Lues secara bertahap perlu terus
ditingkatkan agar menjadi lebih efektif dan efisien serta memberi kepuasan kepada
pasien, keluarga maupun masyarakat.
Agar upaya peningkatan mutu pelayanan RSUMAK Kabupaten Gayo Lues dapat
seperti yang diharapkan maka perlu disusun Pedoman Upaya Peningkatan Mutu
Pelayanan RSUMAK Kabupaten Gayo Lues. Buku panduan tersebut merupakan
konsep dan program peningkatan mutu pelayanan RSUMAK Kabupaten Gayo Lues,
yang disusun sebagai acuan bagi pengelola RSUMAK Kabupaten Gayo Lues dalam
melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit. Dalam buku
panduan ini diuraikan tentang prinsip upaya peningkatan mutu, langkah-langkah
pelaksanaannya dan dilengkapi dengan indikator mutu.

1.2 Tujuan

Adapun maksud penyusunan pedoman agar tersedianya acuan atau panduan


bagi rumah sakit dalam melaksanakan perencanaan, pelaksanaan, dan
pengendalian serta pengawasan dan pertanggung jawaban penyelenggaraan mutu
pelayanan rumah sakit.
Pedoman ini disusun dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan di rumah sakit secara efektif, efisien dan berkesinambungan serta
tersusunnya sistem monitoring pelayanan rumah sakit melalui indikator mutu
pelayanan.

BAB II

SEJARAH PERKEMBANGAN UPAYA PENINGKATAN


MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT

Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan sebenarnya bukanlah hal yang


baru. Pada tahun (1820–1910) Florence Nightingale seorang perawat dari Inggris
menekankan pada aspek-aspek keperawatan pada peningkatan mutu pelayanan.
Salah satu ajarannya yang terkenal sampai sekarang adalah “hospital should do the
patient no harm”, Rumah Sakit jangan sampai merugikan atau mencelakakan pasien.

13
Di Amerika Serikat, upaya peningkatan mutu pelayanan medik dimulai oleh ahli
bedah Dr. E.A.Codman dari Boston dalam tahun 1917. Dr.E.A. Codman dan beberapa
ahli bedah lain kecewa dengan hasil operasi yang seringkali buruk, karena seringnya
terjadi penyulit. Mereka berkesimpulan bahwa penyulit itu terjadi karena kondisi yang
tidak memenuhi syarat di Rumah Sakit. Untuk itu perlu ada penilaian dan
penyempurnaan tentang segala sesuatu yang terkait dengan pembedahan. Ini adalah
upaya pertama yang berusaha mengidentifikasikan masalah klinis, dan kemudian
mencari jalan keluarnya.
Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American College of Surgeons
(ACS) menyusun suatu Hospital Standardization Programme.Program standarisasi
adalah upaya pertama yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan mutu
pelayanan. Program ini ternyata sangat berhasil meningkatkan mutu pelayanan
sehingga banyak Rumah Sakit tertarik untuk ikut serta. Dengan berkembangnya ilmu
dan teknologi maka spesialisasi ilmu kedokteran diluar bedah cepat berkembang. Oleh
karena itu program standarisasi perlu diperluas agar dapat mencakup disiplin lain
secara umum.
Pada tahun 1951 American College of Surgeon, American College of Physicians,
American Hospital Association bekerjasama membentuk suatu Joint Commision on
Accreditation of Hospital (JCAH) suatu badan gabungan untuk menilai dan
mengakreditasi Rumah Sakit.
Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan syarat minimal dan
essensial untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di Rumah Sakit, namun
telah memacu Rumah Sakit agar memberikan mutu pelayanan yang setinggi-tingginya
sesuai dengan sumber daya yang ada. Untuk memenuhi tuntutan yang baru ini antara
tahun 1953-1965 standar akreditasi direvisi enam kali, selanjutnya beberapa tahun
sekali diadakan revisi.
Atas keberhasilan JCAH dalam meningkatkan mutu pelayanan, Pemerintah
Federal memberi pengakuan tertinggi dalam mengundangkan “Medicare Act”. Undang-
undang ini mengabsahkan akreditasi Rumah Sakit menurut standar yang ditentukan
oleh JCAH. Sejak saat itu Rumah Sakit yang tidak diakreditasi oleh JCAH tidak dapat
ikut program asuransi kesehatan pemerintah federal (medicare), padahal asuransi di
Amerika sangat menentukan utilisasi Rumah Sakit karena hanya 9,3% biaya Rumah
Sakit berasal dari pembayaran langsung oleh pasien.
Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan, yaitu agar dapat lulus
akreditasi suatu Rumah Sakit harus juga mempunyai program pengendalian mutu yang
dilaksanakan dengan baik.
Di Australia, Australian Council on Hospital Standards (ACHS) didirikan dengan
susah payah pada tahun 1971, namun sampai tahun 1981 badan ini baru berhasil
beroperasi dalam 3 Negara bagian. Tetapi lambat laun ACHS dapat diterima
kehadirannya dan diakui manfaatnya dalam upaya peningkatan mutu pelayanan
sehingga sekarang kegiatan ACHS telah mencakup semua negara bagian.
Pelaksanaan peningkatan mutu di Australia pada dasarnya hampir sama dengan di
Amerika.
Di Eropa Barat perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan sangat tinggi,
namun masalah itu tetap merupakan hal baru dengan konsepsi yang masih agak kabur
bagi kebanyakan tenaga profesi kesehatan. Sedangkan pendekatan secara Amerika
sukar diterapkan karena perbedaan sistem kesehatan di masing-masing negara di
Eropa. Karena itu kantor Regional WHO untuk Eropa pada awal tahun 1980-an
mengambil inisiatif untuk membantu negara-negara Eropa mengembangkan

14
pendekatan peningkatan mutu pelayanan disesuaikan dengan sistem pelayanan
kesehatan masing-masing.
Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan buku tentang upaya
meningkatkan mutu dan penyelenggaraan simposium di Utrecht, negeri Belanda
tentang metodologi peningkatan mutu pelayanan. Dalam bulan Mei 1983 di Barcelona,
Spanyol suatu kelompok kerja yang dibentuk oleh WHO telah mengadakan pertemuan
untuk mempelajari peningkatan mutu khusus untuk Eropa.
Walaupun secara regional WHO telah melakukan berbagai upaya, namun pada
simposium peningkatan mutu pada bulan Mei 1989 terdapat kesan bahwa secara
nasional upaya peningkatan mutu di berbagai negara Eropa Barat masih pada
perkembangan awal.
Di Asia, negara pertama yang sudah mempunyai program peningkatan mutu dan
akreditasi Rumah Sakit secara nasional adalah Taiwan. Negara ini banyak menerapkan
metodologi dari Amerika. Sedangkan Malaysia mengembangkan peningkatan mutu
pelayanan dengan bantuan konsultan ahli dari Negeri Belanda,
Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah
dilakukan Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu yaitu
penetapan kelas Rumah Sakit pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan
No.033/Birhup/1972. Secara umum telah ditetapkan beberapa kriteria untuk tiap kelas
Rumah Sakit A,B,C, an D. Kriteria ini kemudian berkembang menjadi standar-standar.
Kemudian dari tahun ke tahun disusun berbagai standar baik menyangkut pelayanan,
ketenagaan, sarana dan prasarana untuk masing-masing kelas Rumah Sakit.
Disamping standar, Departemen Kesehatan juga mengeluarkan berbagai panduan
dalam rangka meningkatkan penampilan pelayanan Rumah Sakit.
Sejak tahun 1984 Departemen Kesehatan telah mengembangkan berbagai
indikator untuk mengukur dan mengevaluasi penampilan (performance) Rumah Sakit
pemerintah kelas C dan Rumah Sakit swasta setara yaitu dalam rangka Hari Kesehatan
Nasional. Indikator ini setiap dua tahun ditinjau kembali dan disempurnakan. Evaluasi
penampilan untuk tahun 1991 telah dilengkapi dengan indikator kebersihan dan
ketertiban Rumah Sakit dan yang dievaluasi selain kelas C juga kelas D dan kelas B
serta Rumah Sakit swasta setara. Sedangkan evaluasi penampilan tahun 1992 telah
dilengkapi pula dengan instrumen mengukur kemampuan pelayanan. Evaluasi
penampilan Rumah Sakit ini merupakan langkah awal dari Konsep Continuous Quality
Improvement (CQI). Berbeda dengan konsep QA tradisional dimana dalam monitor dan
evaluasi dititik beratkan kepada pencapaian standar, maka pada CQI fokus lebih
diarahkan kepada penampilan organisasi melalui penilaian pemilik, manajemen, klinik
dan pelayanan penunjang. Perbedaan yang sangat mendasar yaitu keterlibatan seluruh
karyawan.
Selain itu secara sendiri-sendiri beberapa Rumah Sakit telah mengadakan
monitoring dan evaluasi mutu pelayanan Rumah Sakitnya. Pada tahun 1981 RS Gatot
Subroto telah melakukan kegiatan penilaian mutu yang berdasarkan atas derajat
kepuasan pasien. Kemudian Rumah Sakit Husada pada tahun 1984 melakukan
kegiatan yang sama. Rumah Sakit Adi Husada di Surabaya membuat penilaian mutu
atas dasar penilaian perilaku dan penampilan kerja perawat. Rumah Sakit Dr. Soetomo
Surabaya menilai mutu melalui penilaian infeksi nosokomial sebagai salah satu indikator
mutu pelayanan. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menggunakan upaya penggunaan
obat secara rasional. Rumah Sakit Islam Jakarta pernah menggunakan pengendalian
mutu terpadu (TQC) dan Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle = QCC). Beberapa
Rumah Sakit lainnya juga telah mencoba menerapkan Gugus Kendali Mutu, walaupun
hasilnya belum ada yang dilaporkan.

15
Sejalan dengan hal di atas maka Departemen Kesehatan telah mengadakan
Pelatihan Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit pada beberapa Rumah Sakit.
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa kesadaran untuk meningkatkan
mutu sudah cukup meluas walaupun dalam penerapannya sering ada perbedaan.

BAB III

KONSEP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU


PELAYANAN RSUMAK KABUPATEN GAYO LUES

Mutu pelayanan rumah sakit merupakan derajat kesempurnaan pelayanan rumah


sakit untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan
yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan
potensi sumber daya yang tersedia di Rumah sakit secara wajar, efisien dan efektifserta
diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan
sosiobudaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan
konsumen.
Agar upaya peningkatan mutu didapat dilaksanakan secara efektif dan efisien maka
diperlukan adanya kesatuan bahasa tentang konsep dasar upaya peningkatan mutu
pelayanan.

A. MUTU PELAYANAN RSUMAK KABUPATEN GAYO LUES


1. Pengertian mutu
Pengertian mutu beraneka ragam dan di bawah ini ada beberapa pengertian
yang secara sederhana melukiskan apa hakekat mutu.
a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa.
b. Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan (commitment) yang
selalu dicurahkan pada pekerjaan
c. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan.
2. Definisi Mutu Pelayanan
Adalah derajat kesempurnaan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar
profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang
tersedia di rumah sakit secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara
aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosio budaya
dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan dan masyarakat
konsumen.
3. Pihak yang Berkepentingan dengan Mutu
Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu, yaitu:
a. Konsumen
b. Pembayar/perusahaan/asuransi
c. Manajemen
d. Karyawan
e. Masyarakat
f. Pemerintah
g. Ikatan profesi
Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan
kepentingannya terhadap mutu. Karena itu mutu adalah multidimensional.
4. Dimensi Mutu

16
Dimensi atau aspeknya adalah:
a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan Pasien
d. Kepuasan Pasien
e. Aspek Sosial Budaya

5. Mutu Terkait dengan Struktur, Proses, Outcome


Mutu pelayanan suatu rumah sakit merupakan produk akhir dari interaksi dan
ketergantungan yang rumit antara berbagai komponen atau aspek rumah sakit
sebagai suatu system. Menurut Donabedian, pengukuran mutu pelayanan
kesehatan dapat diukur dengan menggunkan 3 variabel:
1. Struktur, segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pelayanan
kesehatan seperti: tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan, teknologi, organisasi,
dan lain-lain. Pelayanan kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan input
yang bermutu pula.
2. Proses intetraksi profesional antara pemberi pelayanan dengan konsumen
(pasien). Adalah apa yang dilakukan oleh dokter dan tenaga profesi lain
terhadap pasien: evaluasi, diagnosis, perawatan, konseling, pengobatan,
tindakan, penanganan jika terjadi penyulit, follow up. Pendekatan proses adalah
pendekatan paling langsung terhadap mutu asuhan.
3. Hasil/Outcome,adalah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan yang
terjadi pada konsumen (pasien), termasuk kepuasan dari konsumen tersebut.
Adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan dokter dan tenaga profesi lain
terhadap pasien dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasan
terhadap provider.Outcome yang baik sebagian besar tergantung kepada mutu
struktur dan mutu proses yang baik. Sebaliknya outcome yang buruk adalah
kelanjutan struktur atau proses yang buruk.

RSUMAK Kabupaten Gayo Lues adalah suatu institusi pelayanan kesehatan


yang kompleks, padat pakar dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena
pelayanan di RSUMAK Kabupaten Gayo Lues menyangkut berbagai fungsi
pelayanan, serta mencakup berbagai tingkatan maupun jenis disiplin. Agar
RSUMAK Kabupaten Gayo Lues mampu melaksanakan fungsi yang demikian
kompleks, harus memiliki sumber daya manusia yang profesional baik di bidang
teknis medis maupun administrasi kesehatan. Untuk menjaga dan meningkatkan
mutu, RSUMAK Kabupaten Gayo Lues harus mempunyai suatu ukuran yang
menjamin peningkatan mutu di semua tingkatan.
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan RSUMAK Kabupaten Gayo Lues diawali
dengan penilaian akreditasi RSUMAK Kabupaten Gayo Lues yang mengukur dan
memecahkan masalah pada tingkat input dan proses. Pada kegiatan ini RSUMAK
Kabupaten Gayo Lues harus menetapkan standar input, proses, output, dan
outcome, serta membakukan seluruh standar prosedur yang telah ditetapkan.
RSUMAK Kabupaten Gayo Lues dipacu untuk dapat menilai diri (self assesment)
dan memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Sebagai kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya perlu ada latar ukur yang lain,
yaitu instrumen mutu pelayanan RSUMAK Kabupaten Gayo Lues yang menilai dan
memecahkan masalah pada hasil (output dan outcome). Tanpa mengukur hasil
kinerja RSUMAK Kabupaten Gayo Lues tidak dapat diketahui apakah input dan

17
proses yang baik telah menghasilkan output yang baik pula. Indikator RSUMAK
Kabupaten Gayo Lues disusun dengan tujuan untuk dapat mengukur kinerja mutu
RSUMAK Kabupaten Gayo Lues secara nyata.

B. UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RSUMAK KABUPATEN GAYO


LUES

Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan keseluruhan


upaya dan kegiatan secara komprehensif dan integratif memantau dan menilai mutu
pelayanan, memecahkan masalah-masalah yang ada dan mencari jalan keluarnya,
sehingga mutu pelayanan akan menjadi lebih baik.
Di rumah sakit upaya peningkatan mutu pelayanan adalah kegiatan yang
bertujuan memberikan asuhan atau pelayanan sebaik-baiknya kepada pasien.
Upaya peningkatan mutu pelayanan akan sangat berarti dan efektif bila mana upaya
peningkatan mutu menjadi tujuan sehari-hari dari setiap unsur di termasuk pimpinan,
pelaksana pelayanan langsung dan staf penunjang.
Upaya peningkatan mutu termasuk kegiatan yang melibatkan mutu asuhan atau
pelayanan dengan penggunaan sumber daya secara tepat dan efisien. Walaupun
disadari bahwa mutu memerlukan biaya, tetapi tidak berarti mutu yang lebih baik
selalu memerlukan biaya lebih banyak atau mutu rendah biayanya lebih sedikit.
Berdasarkan hal di atas maka disusunlah definisi dan tujuan dari upaya
peningkatan mutu pelayanan:
1. Definisi Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan
Adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan integratif yang
menyangkut input, proses dan output secara objektif, sistematik dan berlanjut
memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien, dan
memecahkan masalah-masalah yang terungkapkan sehingga pelayanan yang
diberikan di berdaya guna dan berhasil guna.
2. Tujuan Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan
Umum:
Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui upaya peningkatan mutu pelayanan
secara efektif dan efisien agar tercapai derajat kesehatan yang optimal.
Khusus:
Tercapainya peningkatan mutu pelayanan melalui:
a. Optimasi tenaga, sarana, dan prasarana.
b. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan
yang dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu sesuai dengan kebutuhan
pasien.
c. Pemanfaatan teknologi tepat guna, hasil penelitian dan pengembangan
pelayanan kesehatan.
3. Indikator mutu
Indikator mutu rumah sakit meliputi indikator klinik, indikator yang berorientasi
pada waktu dan indikator ratio yang berdasarkan pada efektifitas (effectivenes),
efisiensi (efficiency), keselamatan (safety) dan kelayakan (appropriateness).
4. Strategi
Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan maka disusunlah strategi
sebagai berikut:

18
a. Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip
mutu pelayanan sehingga dapat menerapkan langkah-langkah upaya
peningkatan mutu di masing-masing unit kerjanya.
b. Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya manusia di
Rumah Sakit Umum Muhammad Ali Kasim Kabupaten Gayo Lues, serta
upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan.
c. Menciptakan budaya mutu di Rumah Sakit Umum Muhammad Ali Kasim
Kabupaten Gayo Lues, termasuk di dalamnya menyusun program mutu
dengan pendekatan PDSA cycle.
5. Pendekatan Pemecahan Masalah
Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu proses siklus (daur) yang
berkesinambungan. Langkah pertama dalam proses siklus ini adalah identifikasi
masalah. Identifikasi masalah merupakan bagian sangat penting dari seluruh
proses siklus (daur), karena akan menentukan kegiatan-kegiatan selanjutnya dari
pendekatan pemecahan masalah ini.
Masalah akan timbul apabila:
a. Hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar yang ada terdapat
penyimpangan
b. Merasa tidak puas akan penyimpangan tersebut.
c. Merasa bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut.

Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah maka bisa dilakukan tindakan
perbaikan. Namun agar pemecahan masalah bisa tuntas, setelah diadakan
tindakan perbaikan perlu dinilai kembali apakah masih ada yang tertinggal. Dari
penilaian kembali maka akan didapatkan masalah yang telah terpecahkan dan
masalah yang masih tetap merupakan masalah sehingga proses siklus akan
berulang mulai tahap pertama.

19
BAB IV
PENGENDALIAN KUALITAS PELAYANAN

Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan menggambarkan diagram sebab


akibat atau diagram tulang ikan (fish-bone). Diagram tulang ikan adalah alat untuk
menggambarkan penyebab-penyebab suatu masalah secara rinci. Diagram tersebut
memfasilitasi proses identifikasi masalah sebagai langkah awal untuk menentukan fokus
perbaikan, mengembangkan ide pengumpulan data, mengenali penyebab terjadinya
masalah dan menganalisa masalah tersebut (Koentjoro, 2007). Diagram tulang ikan
diperlihatkan pada gambar 1.

Gambar 4.1. Diagram Tulang Ikan


Langkah-langkah menggambarkan diagram tulang ikan:
1. Masalah yang akan dianalisis diletakkan disebelah kanan (kepala tulang ikan)
2. Komponen struktur dan proses masalah diletakkan pada sirip ikan (manusia,
mesin/peralatan, metode, material, lingkungan
3. Kemudian dilakukan diskusi untuk menganalisa penyebab masalah pada setiap
komponen struktur dan proses tersebut.

Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus dilakukan untuk
menjamin tercapainya sasaran perusahaan dalam hal kualitas produk dan jasa
pelayanan yang diproduksi. Pengendalian kualitas pelayanan pada dasarnya adalah
pengendalian kualitas kerja dan proses kegiatan untuk menciptakan kepuasan
pelanggan (quality of customer’s satisfaction) yang dilakukan oleh setiap orang dari
setiap bagian di Rumah Sakit Umum Daerah Ende.
Pengertian pengendalian kualitas pelayanan di atas mengacu pada siklus
pengendalian (control cycle) dengan memutar siklus “Plan-Do-Study-Action” (P-D-S-A)
= Relaksasi (rencanakan – laksanakan – periksa –aksi). Pola P-D-S-A ini dikenal
sebagai “siklus Shewart”, karena pertama kali dikemukakan oleh Walter Shewhart
beberapa puluh tahun yang lalu. Namun dalam perkembangannya, metodologi analisis
P-D-S-A lebih sering disebuit “siklus Deming”. Hal ini karena Deming adalah orang yang
mempopulerkan penggunaannya dan memperluas penerapannya. Dengan nama
apapun itu disebut, P-D-S-A adalah alat yang bermanfaat untuk melakukan perbaikan
secara terus menerus (continous improvement) tanpa berhenti.
Konsep P-D-S-A tersebut merupakan panduan bagi setiap manajer untuk proses
perbaikan kualitas (quality improvement) secara terus menerus tanpa berhenti tetapi
meningkat ke keadaaan yang lebih baik dan dijalankan di seluruh bagian organisasi,
seperti tampak pada gambar 2.

20
Dalam gambar 2 tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan dan
pencarian sebab-sebabnya serta penetuan tindakan koreksinya, harus selalu
didasarkan pada fakta. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur
subyektivitas dan pengambilan keputusan yang terlalu cepat serta keputusan yang
bersifat emosional. Selain itu, untuk memudahkan identifikasi masalah yang akan
dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan selanjutnya perusahaan harus menetapkan
standar pelayanan.

Gambar 4.2. Siklus dan Proses Peningkatan PDSA


Hubungan pengendalian kualitas pelayanan dengan peningkatan perbaikan
berdasarkan siklus P-D-S-A (Relationship between Control and Improvement under P-
D-S-A Cycle) diperlihatkan dalam gambar 3. Pengendalian kualitas berdasarkan siklus
P-D-S-A hanya dapat berfungsi jika sistem informasi berjalan dengan baik dan siklus
tersebut dapat dijabarkan dalam enam langkah seperti diperlihatkan dalam gambar 4.

Plan Do Study
Action

Follow-
Corrective up
Action

Improvement

Gambar 4.3. Relationship Between Control and Improvement Under


P-D-C-A Cycle

(1) Plan
Acti Menentukan
(6) Tujuan dan
onn (2)
Mengambil sasaran
Menetapkan
tindakan Metode untuk
yang tepat Mencapai tujuan

Menyelenggarakan
(5) Pendidikan dan
Memeriksa latihan
Stud (4
akibat
y pelaksanaan )Melaksanakan (3)
pekerjaan Do
21
Gambar 4.4 Siklus PDSA
Keenam langkah P-D-S-A yang terdapat dalam gambar 4 di atas dapat dijelaskan
sebagai berikut :

a. Langkah 1. Menentukan tujuan dan sasaran → Plan


Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang ditetapkan.
Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh Kepala RS atau Kepala Divisi.
Penetapan sasaran didasarkan pada data pendukung dan analisis informasi.
Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus pula diungkapkan
dengan maksud tertentu dan disebarkan kepada semua karyawan. Semakin rendah
tingkat karyawan yang hendak dicapai oleh penyebaran kebijakan dan tujuan,
semakin rinci informasi.

b. Langkah 2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan → Plan


Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan berhasil dicapai
tanpa disertai metode yang tepat untuk mencapainya. Metode yang ditetapkan
harus rasional, berlaku untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan karyawan
untuk menggunakannya. Oleh karena itu dalam menetapkan metode yang akan
digunakan perlu pula diikuti dengan penetapan standar kerja yang dapat diterima
dan dimengerti oleh semua karyawan.

c. Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan → Do


Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja. Agar dapat
dipahami oleh petugas terkait, dilakukan program pelatihan para karyawan untuk
memahami standar kerja dan program yang ditetapkan.

d. Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan →Do


Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang dihadapi dan
standar kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang selalu dapat berubah.
Oleh karena itu, ketrampilan dan pengalaman para karyawan dapat dijadikan modal
dasar untuk mengatasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan karena
ketidaksempurnaan standar kerja yang telah ditetapkan.

e. Langkah 5: Memeriksa akibat pelaksanaan →Study


Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan dengan baik
atau tidak. Jika segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan
mengikuti standar kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat diabaikan. Hal yang harus
disampaikan kepada karyawan adalah atas dasar apa pemeriksaan itu dilakukan.
Agar dapat dibedakan manakah penyimpangan dan manakah yang bukan
penyimpangan, maka kebijakan dasar, tujuan, metode (standar kerja) dan
pendidikan harus dipahami dengan jelas baik oleh karyawan maupun oleh manajer.
Untuk mengetahui penyimpangan, dapat dilihat dari akibat yang timbul dari
pelaksanaan pekerjaan dan setelah itu dapat dilihat dari penyebabnya.

f. Langkah 6 : Mengambil tindakan yang tepat →Action


Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk menemukan
penyimpangan. Jika penyimpangan telah ditemukan, maka penyebab timbulnya
penyimpangan harus ditemukan untuk mengambil tindakan yang tepat agar tidak
terulang lagi penyimpangan. Menyingkirkan faktor-faktor penyebab yang telah

22
mengakibatkan penyimpangan merupakan konsepsi yang penting dalam
pengendalian kualitas pelayanan.
Konsep PDSA dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem yang efektif
untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas pelayanan yang akan
dicapai diperlukan partisipasi semua karyawan, semua bagian dan semua proses.
Partisipasi semua karyawan dalam pengendalian kualitas pelayanan diperlukan
kesungguhan (sincerety), yaitu sikap yang menolak adanya tujuan yang semata-mata
hanya berguna bagi diri sendiri atau menolak cara berfikir dan berbuat yang semata-
mata bersifat pragmatis. Dalam sikap kesungguhan tersebut yang dipentingkan bukan
hanya sasaran yang akan dicapai, melainkan juga cara bertindak seseorang untuk
mencapai sasaran tersebut.
Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan mencakup semua
jenis kelompok karyawan yang secara bersama-sama merasa bertanggung jawab atas
kualitas pelayanan dalam kelompoknya. Partisipasi semua proses dalam pengendalian
kualitas pelayanan dimaksudkan adalah pengendalian tidak hanya terhadap outcome,
tetapi terhadap hasil setiap proses. Proses pelayanan akan menghasilkan suatu
pelayanan berkualitas tinggi, hanya mungkin dapat dicapai jika terdapat pengendalian
kualitas dalam setiap tahapan dari proses. Dimana dalam setiap tahapan proses dapat
dijamin adanya keterpaduan, kerjasama yang baik antara kelompok karyawan dengan
manajemen, sebagai tanggung jawab bersama untuk menghasilkan kualitas hasil kerja
dari kelompok, sebagai mata rantai dari suatu proses.

BAB V
PRINSIP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN

Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek yang
akan ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang digunakan
untuk mengukur mutu pelayanan
Indikator adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi.
Indikator merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat perubahan.
Indikator yang baik adalah yang sensitif tapi juga spesifik.
Kriteria adalah spesifikasi dari indikator.
Standar:
 Tingkat kinerja atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang
berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung jawab
untuk mempertahankan tingkat kinerja atau kondisi tersebut.
 Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat
baik.
 Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu.
Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka harus
memperhatikan prinsip dasar sebagai berikut:
1. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan
 Keprofesian
 Efisiensi
 Keamanan pasien
 Kepuasan pasien
 Sarana dan lingkungan fisik
2. Indikator yang dipilih

23
a. Indikator lebih banyak untuk menilai proses dan outcome daripada input.
b. Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan kelompok daripada
untuk perorangan.
c. Dapat digunakan untuk membandingkan dengan Rumah Sakit lain, baik di dalam
maupun luar negeri.
d. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang dipilih untuk
dimonitor
e. Didasarkan pada data yang ada.
3. Kriteria yang digunakan
Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat menilai
indikator, sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan antara mutu baik dan
mutu tidak baik.
4. Standar yang digunakan
Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan:
a. Acuan dari berbagai sumber
b. Benchmarking dengan Rumah Sakit yang setara
c. Berdasarkan trend yang menuju kebaikan

BAB VI

FOKUS UTAMA UPAYA PENINGKATAN MUTU

Fokus utama upaya peningkatan mutu RSUMAK Kabupaten Gayo Lues


terintegrasi dengan Panduan Patient Safety RSUMAK Kabupaten Gayo Lues yang
menerapkan Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
A. Kepemimpinan dan Perencanaan
Pimpinan RSUMAK Kabupaten Gayo Lues dalam berperan aktif dalam kegiatan
peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
• Pimpinan bertanggung jawab atas mutu pelayanan RSUMAK Kabupaten
Gayo Lues.
• Pimpinan bertanggung jawab atas keselamatan pasien RSUMAK Kabupaten
Gayo Lues.
• Telah dibentuk panitia mutu dan keselamatan pasien untuk menjadi
‘penggerak’ dalam hal mutu dan keselamatan pasien.
• Mutu pelayanan dan keselamatan pasien menjadi prioritas agenda dalam
rapat jajaran direksi maupun rapat-rapat manajemen rumah sakit.
• Pimpinan melalui panitia mutu dan keselamatan pasien membuat
perencanaan dan pelaksanaan program kegiatan peningkatan mutu dan
keselamatan pasien. Tugas dan program kerja panitia mutu dan keselamatan
pasien secara lengkap dijabarkan dalam Pedoman Panitia Mutu dan
Keselamatan Pasien.
• Pimpinan mendukung peningkatan kompetensi sumber daya manusia di
RSUMAK Kabupaten Gayo Lues melalui pelatihan yang disesuaikan.
• Pimpinan memonitor kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien
melalui laporan dari panitia peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
• Pimpinan RS, dalam hal ini Direktur, melaporkan kegiatan peningkatan mutu
dan keselamatan pasien (dalam rapat evaluasi triwulan) dan setiap akhir
tahun (dalam laporan tahunan).

24
B. Manajemen Proses Klinik
Salah satu fokus kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien di
RSUMAK Kabupaten Gayo Lues adalah untuk mengurangi risiko dalam proses
asuhan klinis.
• Ditetapkan standar asuhan klinis melalui panduan praktik klinik dan atau
clinical pathway.
• Panduan praktik klinik dan atau clinical pathway dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan RSUMAK Kabupaten Gayo Lues.
• Panduan praktik klinik dan atau clinical pathway tersebut di review setiap
tahun dan dilakukan perbaikan apabila perlu.
• Melakukan audit medik minimal 1 x 1 tahun untuk melihat kepatuhan dan
adanya perbaikan.

C. Pengukuran, Evaluasi serta Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien.


RSUMAK Kabupaten Gayo Lues telah menetapkan indikator yang harus dipenuhi
oleh semua unit. Indikator tersebut terdiri dari Indikator Manajerial, Indikator Mutu
Pelayanan dan Indikator Patient Safety (Insiden yang harus dicatat). Indikator
patient safety terdapat dalam Panduan Patient Safety RSUMAK Kabupaten Gayo
Lues (indikator terlampir).

Pengumpulan data dan evaluasi Indikator Mutu dan Keselamatan Pasien:


• Setiap unit/bagian wajib melaksanakan kegiatan pemenuhan indikator kinerja
manajerial dan mutu yang sudah ditetapkan sesuai dengan
kebijakan/pedoman/acuan yang digunakan di rumah sakit (alur pelaporan
terlampir).
• Setiap unit/bagian wajib melaporkan kegiatan pemenuhan indicator kinerja
manajerial dan mutu yang sudah ditetapkan.
• Seluruh unit rumah sakit melaporkan hasil pencatatan tersebut kepada
Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien setiap bulan
• Unit yang terkait:
1. Bagian Pengadaan
2. Bagian HRD
3. Bagian Customer Service
4. Bagian Keuangan
5. Instalasi Rekam Medis
6. Instalasi Farmasi
7. Instalasi Laboratorium
8. Instalasi Radiologi
9. Instalasi Rehabilitasi Medik
10. Instalasi Gizi
11. Unit Pelayanan Darah
12. IPSRS
13. Instalasi Rawat Jalan
14. Instalasi Rawat Inap
15. Instalasi Kamar Operasi
16. Instalasi UGD
17. Instalasi ICU
18. Panitia PPI
19. Panitia Ponek

25
20. Panitia K3
21. Pelayanan TB
• Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RSUMAK secara berkala (paling lama
2 tahun) melakukan evaluasi pedoman, kebijakan dan prosedur keselamatan
pasien yang dipergunakan di RSUMAK
• Ditetapkan minimal 5 (dari seluruh indikator) indikator utama yang sensitif
untuk dianalisa lebih jauh sesuai dengan keadaan rumah sakit. Indikator
utama ini direview setiap tahun dan diganti apabila perlu. Pemilihan ini
didasarkan pada konsensus antara pimpinan dengan panitia mutu dan
keselamatan pasien.
• Kriteria pemilihan indikator utama adalah:
1. Proses utama yang kritikal
2. Proses risiko tinggi
3. Proses yang cenderung bermasalah

Validasi dan analisa Data Indikator Mutu dan Keselamatan Pasien:


• Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RSUMAK Kabupaten Gayo Lues
melakukan pencatatan kegiatan yang telah dilakukan dan membuat laporan
kegiatan kepada Direktur Rumah Sakit secara berkala.
• Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RSUMAK Kabupaten Gayo Lues
melakukan analisa terhadap kegiatan pemenuhan indikator, dengan cara
membandingkan secara internal, yaitu dengan bulan sebelumnya dan dengan
standar yang telah ditetapkan.
• Dilakukan validasi data oleh Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien apabila
terdapat:
1. Indikator atau proses yang baru diberlakukan
2. Kecenderungan peningkatan atau penurunan angka pemenuhan indikator
3. Terdapat variasi dari pencatatan pemenuhan indikator
4. Data yang dianggap meragukan
5. Secara berkala (3 bulan sekali) dilakukan terhadap semua data indikator
dan dilaporakan dalam laporan triwulan panita PMKP.
6. Secara berkala (1 bulan sekali) pada indikator utama.
• Validasi data dilakukan dengan menelusuri ke lapangan untuk melihat
bagaimana data dikumpulkan dan dicatat. Apabila diperlukan dilakukan
pengumpulan data kembali oleh individu yang berbeda.

Meningkatkan dan Mempertahankan Mutu dan Keselamatan Pasien: Manajemen


Risiko
Peningkatan mutu dan Keselamatan Pasien dilakukan dengan menggunakan
pendekatan proaktif dalam melaksanakan manajemen risiko di semua unit/bagian
RSUMAK Kabupaten Gayo Lues. Analisis risiko merupakan proses untuk mengenali
bahaya (hazard) yang mungkin terjadi dan bagaimana potensi kegawatan dari
bahaya tersebut.
Langkah-langkah manajemen risiko:
1) Identifikasi Risiko
2) Menetapkan prioritas risiko
3) Analisis risiko
4) Pengelolaan risiko
5) Evaluasi
Langkah manajemen risiko seperti yang digambarkan dibawah ini:

26
Gambar 5.1 Diagram Manajemen Risiko

Alat-alat manajemen risiko yang digunakan di RSUMAK Kabupaten Gayo Lues antara
lain:
1. Non statistical tools: untuk mengembangkan ide, mengelompokkan, memprioritaskan
dan memberikan arah dalam pengambilan keputusan. Alat-alat tersebut meliputi Fish
bone, Bagan alir, RCA, FMEA
2. Statistical tools seperti Diagram parato, lembar periksa (check sheet)

A. Root Causes Analysis (RCA)


Langkah-langkah melakukan RCA:
1. Investigasi kejadian
2. Rekonstruksi kejadian
3. Analisis sebab:mengidentifikasi penyebab masalah
4. Menyusun rencana tindakan
5. Melaporkan proses analisis dan temuan
B. Bagan alir/diagram alur/flow chart:
Digunakan untuk menggambarkan urutan langkah dari suatu proses spesifik yang
dipakai untuk mengidentifikasi masalah, menganalisis masalah serta menentukan
“ideal path” dalam perencanaan perbaikan.
Simbol-simbol yang digunakan pada Bagan Alir ditunjukan pada gambar dibawah ini:

Awal/ akhir
proses Penghubu
ng

Kegiatan
Keput
usan

27
Gambar 5.2 Simbol yang digunakan
C. FMEA (Failure Mode and Cause Analysis)
Suatu alat mutu untuk mengkaji suatu prosedur secara rinci dan mengenali
model-model adanya kegagalan/kesalahan pada suatu prosedur, melakukan
penilaian terhadap tiap model kesalahan/kegagalan dan mencari solusi dengan
melakukan perubahan disain/prosedur.
Delapan tahap FMEA (JCAHO, 2005)
1. Memilih proses yang berisiko tinggi dan membentuk tim
2. Membuat diagram proses atau alur proses dengan flow chart yang rinci
3. Untuk setiap kemungkinan kegagalan (failure mode), identifikasi efek yang
mungkin terjadi ke pasien (the effect)
4. Menetapkan kemungkinan tingkat keparahan dari efek tersebut ke pasien (RPN)
5. Melakukan root cause analysis dari failure mode
6. Desain ulang proses
7. Analisa dan ujicobakan proses yang baru
8. Terapkan dan awasi proses yang sudah didesain ulang tadi
Tabel 5.1 Risk Priority Numbers (RPN)
S O D
Severity (Keparahan) Occurence Detectable
(Keseringan) (Terdeteksi)
1. Minor 1. Hampir tidak pernah 1. selalu terdeteksi
2. Moderate terjadi 2. sangat mungkin
3. Minor Injury 2. jarang terdeteksi
4. Mayor Injury 3. kadang-kadang 3. Mungkin terdeteksi
5. Terminal 4. sering 4. Kemungkinan kecil
injury/death 5. sangat sering dan terdeteksi
pasti 5. Tidak mungkin
terdeteksi

Pelaksanaan :
RS memastikan bahwa seluruh staf yang terkait mampu melakukan analisis akar
masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa masalah tersebut terjadi untuk
kemudian menyusun rencana tindak lanjutnya.
1. Analisis akar masalah (RCA) dilakukan untuk melakukan identifikasi apabila
ditemukan permasalahan dalam pemenuhan indikator mutu dan manajerial
serta pengelolaan insiden.
2. Proses mengurangi risiko dilakukan paling sedikit satu kali dalam setahun dan
dibuat dokumentasinya, dengan menggunakan FMEA (Failure Mode and Effect
Analysis). Proses yang dipilih adalah proses dengan risiko tinggi.

BAB VII

MONITORING DAN EVALUASI

1. Seluruh jajaran manajemen RSUMAK Kabupaten Gayo Lues secara berkala


melakukan monitoring dan evaluasi program keselamatan pasien yang
dilaksanakan oleh Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RSUMAK Kabupaten
Gayo Lues.

28
2. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RSUMAK Kabupaten Gayo Lues secara
berkala (paling lama 2 tahun) melakukan evaluasi pedoman, kebijakan dan
prosedur keselamatan pasien yang dipergunakan di RSUMAK Kabupaten Gayo
Lues.
3. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RSUMAK Kabupaten Gayo Lues
melakukan evaluasi kegiatan setiap bulan dan membuat tindak lanjutnya.
4. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RSUMAK Kabupaten Gayo Lues
melakukan analisa pemenuhan indikator setiap tiga bulan dan membuat tindak
lanjutnya (laporan triwulan).
5. Alur pelaporan kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien

BAB VIII

PENUTUP

Pedoman yang disusun ini merupakan langkah awal sebagai pedoman/panduan


bagi rumah sakit untuk melakukan pengukuran, evaluasi dan tindak lanjut terhadap
Indikator RS. Pedoman ini diharapkan dapat diterapkan oleh RS dan menjadi pedoman
bersama dalam mengukur Indikator rumah sakit.
Hasil pengukuran indikator rumah sakit tersebut kedepannya diharapkan dapat
diakses dan dipublikasikan untuk perbaikan internal rumah sakit dan eksternal untuk
bukti akuntabilitas pada masyarakat. Buku pedoman ini masih dalam tahap
perkembangan sehingga tidak menutup kemungkinan adanya masukan demi
tercapainya perbaikan bagi buku pedoman ini.

Rumah Sakit Umum Muhammad Ali Kasim


Kabupaten Gayo Lues
Direktur,

dr. MUTIA FITRI, M.K.M


NIP. 19840403 200904 2 009

29

Anda mungkin juga menyukai