Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSIS


MEDIS TUMOR PAROTITIS DI RUANG B1
RSPAL Dr. RAMELAN SURABAYA

TUGAS INDIVIDU
Disusun sebagai Kelengkapan Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh:

AISYAH WULAN RACHMAWATI


NIM. 2230006

Dosen Pembimbing:
NISHA DHARMAYANTI, S. Kep., Ns, M.Si
NIP. 03045

PROGRAM PENDIDIKAN STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
TAHUN AJARAN 2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini:

Judul : Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Diagnosis


Medis Tumor Parotitis Di Ruang B1
RSPAL dr. RAMELAN Surabaya
Disusun oleh : Aisyah Wulan Rachmawati, S.Kep

NIM : 2230006

Program Studi : Pendidikan Profesi Ners

Tanggal Praktik Klinik : 28 November 2022 - 08 Januari 2023

Laporan Pendahuluan dibuat sebagai syarat untuk memenuhi Kompetensi Praktik


Keperawatan Medikal Bedah Semester I.
Surabaya, November 2022
Mahasiswa

Aisyah Wulan Rachmawati, S.Kep


NIM. 2230006

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

Nisha Dharmyanti, S. Kep., Ns, M.Si Nurhamdanah, S. Kep., Ns


NIP. 03045 NIP. 197305181994031006

Kepala Ruangan

LAPORAN PENDAHULUAN
Nurhamdanah, S. Kep., Ns
NIP. 197305181994031006
LAPORAN PENDAHULUAN

TUMOR PAROTITIS

I. Konsep Penyakit
1.1 Definisi Tumor Parotitis
Penyakit Gondongan (Mumps atau Parotitis) adalah suatu penyakit
menular dimana sesorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang
menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara telinga dan rahang
sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi
bagian bawah. Penyakit gondongan tersebar di seluruh dunia dan dapat
timbul secara endemik atau epidemik, Gangguan ini cenderung
menyerang anak-anak dibawah usia 15 tahun (sekitar 85% kasus) (Warta
Medika, 2012).
Penyakit parotitis atau gondongan adalah suatu penyakit menular
dimana sesorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang
kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara telinga dan rahang sehingga
menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian
bawah (Obi Andareto, 2015).
1.2 Etiologi Tumor Parotitis
Agen penyebab parotitis epidemika adalah anggota dari kelompok
paramyxovirus, yang juga termasuk didalamnya vi paramyxovirus, yang
juga termasuk didalamnya virus parainfluenza, measles, parainfluenza,
measles dan virus newcastle disease. Ukuran d Ukuran dari partikel
paramyxovirus ari partikel paramyxovirus sebesar 90 sebesar 90 – 300
mµ. 300 mµ. Virus telah diiso Virus telah diisolasi dari ludah, cairan
serebro lasi dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, spinal, darah,
urin, otak dan jaringan terinfeksi lain. Virus i otak dan jaringan terinfeksi
lain. Virus ini aktif ni aktif dalam lingkungan yang kering dalam
lingkungan yang kering tapi virus ini hanya dapat bertahan selama 4 hari
pada suhu ruangan. ruangan. Paramyxovirus dapat hancur Paramyxovirus
dapat hancur pada suhu <4 pada suhu <4 ºC, oleh formalin, eter, ºC, oleh
formalin, eter, serta pemaparan cahaya ultraviolet selama 30 detik. Virus
masuk dalam tubuhmelalui hidung atau mulut. Virus bereplikasi pada
mukosa saluran napas atas kemudian menyebar ke kalenjar limfa lokal
dan diikuti viremia umum setelah 12-25 hari (masa inkubasi) yang
berlangsung selama 3-5 hari. Selanjutnya lokasi yang dituju virus adalah
kalenjar parotis, ovarium, pancreas, tiroid, ginjal, jantung atau otak.
Virus masuk ke sistem saraf pusat melalui plexus choroideus lewat
infeksi pada sel mononuclear. Masa penyebaran virus ini adalah 2-3
minggu melalui dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan
jaringan terinfeksi lain. Virus dapat diisolasi dari saliva 6-7 hari sebelum
onset penyakit dan 9 hari sesudah munculnya pembengkakan pada
kalenjar ludah. Penularan terjadi 24 jam sebelum pembengkakan kalenjar
ludah dan 3 hari setelah pembengkakan menghilang (Sumarmo, 2008).
Lansia, sakit akut, penurunaan imunitas, penurunan produksi saliva
akibat dehidrasi maupun penggunaan obat-obatan imunosupresan
merupakan faktor yang beresiko tinggi untuk terjadinya parotitis
(Smeltzer, 2010). Penyebab parotitis adalah virus mumps ( Depkes,
2008). Virus ini adalah anggota kelompok paramiksovirus, yang juga
mencakup parainfluenza, campak, dan virus penyakit Newcastle. Hanya
deiketahui ada satu serotype. Biakan manusia atau sel ginjal kera
terutama digunakan untuk isolasi virus. Virus telah diisolasi dari ludah,
cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain (
Maldonado, 2000, dalam Suhardimansyah, 2013).
1.3 Patolofisiologi Tumor Parotitis
Parotitis tersebar diseluruh dunia dan dapat timbul secara endemic
atau epidemik. Gangguan ini cenderung menyerang anak-anak yang
berumur 2-12 tahun. Parotitis sangat jarang ditemukan pada anak yang
berumur kurang dari 2 tahun, hal tersebut karena umumnya mereka
masih memiliki atau dilindungi oleh antibodi yang baik. Anak yang
pernah menderita parotitis akan memiliki kekebalan seumur hidupnya.
Penularan atau penyebaran virus dapat ditularkan melalui kontak
langsung, percikan ludah, bahan muntah, mungkin dengan urine. Virus
masuk tubuh mungkin melalui hidung atau mulut, proliferasis terjadi di
parotis atau epitel traktus respiratory kemudian terjadi viremial, dan
selanjutnya virus berdiam di jaringan kelenjar atau saraf. Bagian yang
paling tersering terkena ialah glandula parotis. Perjalanan penyakit klasik
dimulai dengan demam, sakit kepala, anoreksia, dan malaise. Dalam 24
jam anak mengeluh sakit telinga yang bertambah dengan gerakan
mengunyah, esok harinya tampak glandula parotis membesar yang cepat
bertambah besar, mencapai ukuran maksimal dalam 1-3 hari. Biasanya
demam menghilang 1-6 hari dan suhu menjadi normal sebelum hilangnya
pembengkakan. Pembengkakan dapat disertai nyeri hebat, nyeri mulai
berkurang setelah tercapai pembengkakan maksimal berlangsung kira-
kira selama 6-10 hari. Adanya respon inflamasi sistemik memberikan
manifestasi peningkatan suhu tubuh. Manifestasi respon ketidak
nyamanan sakit kepala dan anoreksia memberikan manifestasi nyeri dan
ketidakseimbangan pemenuhan nutrisi.
1.4 Web Of Caussation Tumor Parotitis (Nurarif,Amin Huda., 2015)

1.5 Klasifikasi Tumor Parotitis


Ada dua macam klasifikasi dari parotitis, yaitu sebagai berikut :
1. Parotitis kambuhan, maksud kambuhan disini adalah, apabila pasien
yang sebelumnya telah terinfeksi, kemudian kambuh kembali. Anak-
anak yang biasanya terkena parotitis parotitis tipe ini adalah ketika
sampai pada usia antara 1 bulan hingga akhir usia kanak-kanak
(sampai 12 tahun).
2. Parotitis akut, tanda yang nampak dari parotitis akut ini adalah rasa
sakit yang tiba-tiba, kemerahan dan pembengkakan pada daerah
parotis. Tanda-tanda parotitis akut ini dapat timbul sebagai akibat
pasca-bedah yang dilakukan pada penderita terbelakang terbelakang
mental dan penderita usia lanjut. Hal mengenai mengenai pasca-
bedah ini apa khususnya apabila penggunaan anastesi umum lama
dan ada gangguan hidrasi.
1.6 Manifestasi Klinis Tumor Parotitis
Tidak semua orang yang terinfeksi oleh virus Paramyxovirus
mengalami keluhan, bahkan sekitar 30-40% penderita tidak menunjukkan
tanda-tanda sakit (subclinical). Namun demikian mereka sama dengan
penderita lainnya yang mengalami keluhan, yaitu dapat menjadi sumber
penularan penyakit tersebut.
Masa tunas (masa inkubasi) penyakit gondong sekitar 12-24 hari
dengan rata-rata 17-18 hari. rata-rata 17-18 hari. Adapun tanda Adapun
tanda dan gejala yang dan gejala yang timbul setelah terinfeksi timbul
setelah terinfeksi dan berkembangnya masa tunas dapat digambarkan
sebagai berikut (Obi Andareto, 2015) :
1. Pada tahap awal (1-2 hari) penderita gondong mengalami gejala,
demam (suhu badan 38,5-40ºC), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan
nafsu makan, nyeri rahang bagian belakang saat mengunyah dan
adakalanya disertai kaku rahang (sulit membuka mulut)
2. Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis)
yang diawali dengan pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian
kedua kelenjar mengalami pembengkakan\Pembengkakan biasanya
berlangsung sekitar 3 hari kemudian berangsur angsur mengempis.
3. Kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar dibawah rahang
(submandibula) dan kelenjar dibawah lidah (sublingual). pada pria
akil balik adakalanya adakalanya terjadi terjadi pembengkakan
pembengkakan buah akar (testis) (testis) karena penyebaran melalui
aliran darah.
1.7 Komplikasi Tumor Parotitis
Komplikasinya meliputi septicemia, osteomielitis mandibular,
ekstensi fasial, obstruksi jalan napas, mediastinitis, thrombosis vena
jugulris interna, dan disfungsi nervus fasialis. Gondongan telah
dilaporkan menyebabkan meningoensefalitis, pankretitis, orkitis,
miokarditis, perikarditis, arthritis, dan nefritis. Hampir semua anak yang
menderita gondongan akan pulih total tanpa penyulit, tetapi kadang
gejalanya kembali memburuk setelah sekitar 2 minggu. Keadaan seperti
ini dapat menimbulkan komplikasi, dimana virus dapat menyerang organ
selain kelenjar liur.Hal tersebut mungkin terjadi terutama jika infeksi
terjadi setelah masa pubertas.
Dibawah ini komplikasi yang dapat terjadi akibat penanganan atau
pengobatan yang kurang dini menurut Nelson (2010):
1. Meningoensepalitis: Penderita mula-mula menunjukan gejala nyeri
kepala ringan, yang kemudian disusul oleh muntah-muntah, gelisah
dan suhu tubuh yang tinggi (hiperpireksia). Komplikasi ini
merupakan komplikasi yang sering pada anak-anak
2. Ketulian: tuli saraf dapat terjadi unilateral, jarang bilateral walaupun
insidensinya rendah (1:15.000), parotitis adalah penyebab utama tuli
saraf unilateral, kehilangan pendengaran mungkin sementara atau
permanen.
3. Orkitis: peradangan pada salah satu atau kedua testis. Setelah
sembuh, testis yang terkena mungkin akan menciut. Jarang terjadi
kerusakan testis yang permanen Sehingga kemandulan dapat terjadi
pada masa setelah puber dengan gejala demam tinggi mendadak,
menggigil mual, nyeri perut bagian bawah, gejala sistemik, dan sakit
pada testis. Testis paling sering terinfeksi dengan atau tanpa
epidedimitis. Bila testis terkena infeksi maka terdapat perdarahan
kecil. Orkitis biasanya menyertai parotitis dalam 8 hari setelah
parotitis. Keadaan ini dapat berlangsung dalam 3 – 14 hari. Testis
yang terkena menjadi nyeri dan bengkak dan kulit sekitarnya bengkak
dan merah. Rata-rata lamanya 4 hari. Sekitar 30-40% testis yang
terkena menjadi atrofi. Gangguan fertilitas diperkirakan sekitar 13%.
Tetapi infertilitas absolut jarang terjadi.
4. Ensefalitis atau Meningitis: Peradangan otak atau selaput otak.
Gejalanya berupa sakit kepala, kaku kuduk, mengantuk, koma atau
kejang. 5-10% penderita mengalami meningitis dan kebanyakan akan
sembuh total. 1 diantara 400-6.000 penderita yang mengalami
ensefalitis cenderung mengalami kerusakan otak atau saraf yang
permanen, seperti ketulian atau kelumpuhan otot wajah.
5. Ooforitis: Timbulnya nyeri dibagian pelvis ditemukan pada sekitar
7% pada penderita wanita pasca pubertas
6. Pankreatitis: Peradangan pankreas, bisa terjadi pada akhir minggu
pertama. Penderita merasakan mual dan muntah disertai nyeri perut.
Gejala ini akan menghilang dalam waktu 1 minggu dan penderita
akan sembuh total. Nyeri perut sering ringan sampai sedang muncul
tiba tiba pada parotitis. Biasanya gejala nyeri epigastrik disertai
dengan pusing, mual, muntah, demam tinggi, menggigil, lesu,
merupakan tanda adanya pankreatitis akibat mumps.
7. Nefritis: Kadang-kadang kelainan fungsi ginjal terjadi pada setiap
penderita dan viruria terdeteksi pada 75%. Frekuensi keterlibatan
ginjal pada anak-anak belum diketahui. Nefritis yang mematikan,
terjadi 10-14 hari sesudah parotitis. Nefritis ringan dapat terjadi
namun jarang. Dapat sembuh sempurna tanpa meninggalkan kelainan
pada ginjal.
8. Tiroiditis: Walaupun tidak biasa, pembengkakan tiroid yang nyeri
dan difus dapat terjadi pada umur sekitar 1 minggu sesudah mulai
parotitis dengan perkembangan selanjutnya antibodi antitiroid pada
penderita.
9. Miokarditis: Manifestasi jantung yang serius sangat jarang terjadi,
tetapi infeksi ringan miokardium mungkin lebih sering daripada yang
diketahui. Miokarditis ringan dapat terjadi dan muncul 5–10hari pada
parotitis. Gambaran elektrokardiografi dari miokarditis seperti
depresi segmen S-T, flattening atau inversi gelombang T. Dapat
disetai dengan takikardi, pembesaran jantung dan bising sistolik.
10. Artritis: Jarang ditemukan pada anak-anak. Atralgia yang disertai
dengan pembengkakan dan kemerahan sendi biasanya
penyembuhannya sempurna. Manifestasi lain yang jarang tapi
menarik pada parotitis adalah poliarteritis yang sering kali berpindah-
pindah. Gejala sendi mulai 1-2minggu setelah berkurangnya parotitis.
Biasanya yang terkena adalah sendi besar khususnya paha atau lutut.
Penyakit ini berakhir 1-12 minggu dan sembuh sempurna.
11. Kelainan pada mata: Komplikasi ini meliputi dakrioadenitis,
pembengkakan yang nyeri, biasanya bilateral, dari kelenjar
lakrimalis; neuritis optik (papillitis) dengan gejala-gejala bervariasi
dari kehilangan penglihatan sampai kekaburan ringan dengan
penyembuhan dalam 10–20 hari; uveokeratitis, biasanya unilateral
dengan fotofobia, keluar air mata, kehilangan penglihatan cepat dan
penyembuhan dalam 20 hari; skleritis, tenonitis, dengan akibat
eksoftalmus; trombosis vena sentral.
1.8 Pemeriksaan penunjang Tumor Parotitis
1. Leukopenia dengan limfositosis relative
2. Didapatkan kenaikan kadar amylase dengan serum yang mencapai
puncaknya setelah satu minggu dan kemudian menjadi normal
kembali dalam dua minggu.
3. Sekurang-kurangnya ada 3 uji serum (serologic) untuk membuktikan
spesifik mumps antibodies : Complement fixation antibodies (CF),
Hemagglutination inhibitor antibodies (HI), Virus neutralizing
antibodies (NT).
4. Pada cairan serebro spinal terdapat leukositosis
5. Pleiositiosis mono nuclear (limfosit pada liquor spinalis) bisa
asimtomatik (Nelson, 2010).
1.9 Penatalaksanaan Tumor Parotitis
Parotitis merupakan penyakit yang bersifat self-limited (sembuh atau
hilang sendiri) yang berlangsung kurang lebih dalam satu minggu. Tidak
ada terapi spesifik bagi infeksi virus “Mumps” oleh karena itu
pengobatan parotitis seluruhnya simptomatis dan suportif. Pasien dengan
parotitis harus ditangani dengan kompres hangat, sialagog seperti tetesan
lemon, dan pijatan parotis eksterna. Cairan intravena mungkin diperlukan
untuk mencegah dehidrasi karena terbatasnya asupan oral. Jika respons
suboptimal atau pasien sakit dan mengalami dehidrasi, maka antibiotik
intravena mungkin lebih sesuai.
Berikut tata laksana yang sesuai dengan kasus yang diderita :
1. Penderita rawat jalan: penderita baru dapat dirawat jalan bila tidak
ada komplikasi (keadaan umum cukup baik).
A. Istirahat yang cukup, di berikan kompres
B. Pemberian diet lunak dan cairan yang cukup
C. Medikamentosa : Analgetik-antipiretikPenderita rawat inap
2. Penderita dengan demam tinggi, keadaan umum lemah, nyeri kepala
hebat, gejala saraf perlu rawat inap diruang isolasi.
A. Diet lunak, cair dan tidak kering
B. Analgetik-antipiretik
C. Berikan kortikosteroid untuk mencegah komplikasi.
3. Terapi komplikasi
A. Encephalitis: simptomatik untuk encephalitisnya. Lumbal pungsi
berguna untuk mengurangi sakit kepala.
B. Orkhitis
1) Istrahat yang cukup
2) Pemberian analgetik
3) Sistemik kortikosteroid (hidrokortison, 10mg/kg/24 jam,
peroralm, selama 2 – 4 hari)
4) Pankreatitis: terapi simptomatis dengan cairan yang cukup.
II. Konsep Asuhan Keperawatan
2.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dari proses
keperawatan dimana pengkajian ini mencakup pengumpulan data
subjektif dan objektif (misal tanda vital, anamnesis pasien atau keluarga,
pemeriksaan fisik) dan peninjauan informasi riwayat pasien yang
diberikan oleh keluarga/pasien, atau yang ditemukan pada rekam medik
(Herdman, 2018):
1. Identitas
A. Identitas Pasien: yang dikaji meliputi nama, umur, jenis kelamin,
alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, agama, status
perkawinan, alamat, tanggal masuk RS, diagnosismedis, dan
nomor RM (Rekam Medik)
B. Identitas Penanggungjawab: yang dikaji meliputi nama, umur,
alamat, pendidikan, pekerjaan, dan hubungan dengan klien
2. Keluhan Utama
Pada pasien tumor parotitis keluhan umum yang dikeluhkan
pasien adalah keluhan demam, nyeri di bawah telinga, bengkak, dan
sulit menelan.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan mengalami demam dan merasakan nyeri
pada belakang tel belakang telinga dan pipi. Beberapa hari Beberapa
hari kemudian ti kemudian timbul bengkak mbul bengkak dan
kemerahan kemudian menjadi sukar menelan dan nafsu makan
menurun, adanya rasa nyeri dan bengkak menyebar ke daerah pipi.
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji apakah pasien pernah mengalami mengidap penyakit
parotitis sebelumnya, adakah penyakit lain
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji riwayat keluarga adakah anggota keluarga yang mengalami
penyakit seperti yang dialami pasien, adakah anggota keluarga yang
mengalami penyakit kronis lainnya. Mengidap penyakit parotitis
sebelumnya, adakah penyakit lain seperti DM, HT, penyakit menular,
dll.
6. Keadaan Umum
A. Cara masuk
B. Keadaan umum
Pada pasien penyakit parotitis biasanya tidak terjadi penurunan
kesadaran (composmentis), untuk pemeriksaan tanda-tanda vital
yang dikaji yaitu tekanana darah, suhu, nadi, respirasi
C. Tanda-tanda vital
Tekanan darah menurun, nadi cepat, suhu dingin, pernapasan
lemah sehingga pengembalian darah 48 jam pertama tidak adekuat.
7. Pemeriksaan Fisik B1-B6
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada pasien dengan adalah
sebagai berikut:
A. B1 (Breathing)
Nafas normorespiratory, RR 12-20 x/menit, irama teratur,
tidak ada sesak nafas, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak
ada retraksi dinding dada, suara nafas normal.
B. B2 (Blood)
Pada system kardiovaskular dinilai biasanya pasien akan
mengalami takikardi karena efek dari nyeri yang dirasakan,
Perkusi: bunyi yang dihasilkan redup, auskultasi: ditemukan
bunyi jantung S1 dan S2 tunggal.
C. B3 (Brain)
Pada system saraf biasanya pasien compos mentis,
mengalami kecemasan dan terus menerus gelisah akibat
manifestasi klinis dari parotitis, sakit kepala dan kaku leher.
D. B4 (Bladder)
Pada tumor parotitis tidak ada gangguan, namun pada
komplikasi orkitis (peradanagn pada salah satu/kedua testis.
Setelah sembuh testis yang terkena mungkin akan menciut. Jarang
terjadi kerusakan testis yang permanen sehingga menyebabkan
kemandulan (Volpaton, 2004)
E. B5 (Bowel)
Pasien mengalami nyeri telan, nafsu makan menurun, Mulut
tampak kering, bising usus dalam batas normal (5-12 x/menit).
Tidak teraba skibala.
F. B6 (Bone)
Pasien tidak mengalami keterbatasan gerak, ROM aktif.
Terdapat tanda-tanda inflamasi di area submandibula berupa
kemerahan pada kulit, perabaan panas, pembesaran area sekitar
dan nyeri tekan.
2.2 Masalah Keperawatan
1. Nyeri akut
2. Defisit nutrisi
3. Risiko infeksi
4. Ansietas
5. Gangguan citra tubuh
6. Gangguan integritas kulit
2.3 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai
seseorang,keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah
kesehatan atau proseskehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa
keperawatan merupakandasar dalam penyusunan rencana tindakan
asuhan keperawatan (Dinarti &Muryant, 2017). Diagnosa yang mungkin
muncul:
1. Nyeri akut berhubungan dengan tindakan invasif (SDKI, D.0078, Hal:
174)
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan efek samping terapi
radiasi (SDKI, D.0129, Hal: 282)
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubhana struktur atau
bentuk tubuh (post op laminektomi) (SDKI, D.0083, Hal: 186)
2.4 Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri akut Setelah dilakukan intervensi Nyeri akut (SIKI, Hal: 485)
berhubungan dengan keperawatan selama 1 X 24 jam maka Intervensi utama
tindakan invasif nyeri akut menurun dengan kriteria Manajemen nyeri (SIKI, 1.08238, Hal: 201)
(SDKI, D.0078, Hal: hasil (SLKI, Hal: 174): Observasi
174) Luaran utama 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
Tingkat nyeri (SLKI, L.08066, Hal: intensitas nyeri
145) 2. Identifikasi skala nyeri
1. Kemampuan menuntaskan aktifitas 3. Identifikası respons nyeri non verbal
meningkat (5) 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
2. Keluhan nyeri menurun (5) nyeri
3. Meringis menurun (5) 5. Identifikasi pengetahuan dan keyaninan tentang nyeri
4. Sikap protektif menurun (5) 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
5. Gelisah menurun (5) 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
6. Kesulitan tidur menurun (5) 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
7. Menarik diri menurun (5) diberikan
8. Berfokus pada diri sendiri menurun 9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
(5) Terapeutik
9. Diaforesis menurun (5) 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
10. Perasaan depresi (tertekan) menurun nyeri (mis. TENS, hipnosis, akupresur, terapi musik,
(5) biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajınasi
11. Perasaan takut mengalami cedera terbimbing, kompres hangat atau dingin, terapi bermain)
berulang menurun (5) 2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu
12. Anoreksia menurun (5) ruangan, pencahayaan kebisıngan)
13. Perineum terasa tertekan menurun 3. Fasilitasi Istirahat dan tidur
(5) 4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
14. Uterus teraba membulat menurun strategi meredakan nyeri
(5) Edukasi
15. Ketegangan otot menurun (5) 1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
16. Pupil dilatasi menurun (5) 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
17. Muntah menurun (5) 3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri Anjurkan
18. Mual menurun (5) menggunakan analgetik secara tepat Ajarkan teknik
19. Frekuensi nadi membaik (5) nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
20. Pola napas membaik (5) Kolaborasi
21. Tekanan darah membaik (5) 1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
22. Proses berpikir membaik (5)
23. Fokus membaik (5) Intervensi Pendukung
24. Fungsi berkemih membaik (5) Pemberian analgesik (SIKI, 1.08243, Hal: 251)
25. Perilaku membaik (5) Observasi
26. Napsu makan membaik (5) 1. Identifikasi karakteristik nyeri (mis. pencetus, pereda,
27. Pola tidur membaik (5) kualitas, lokasi, intenstes, frekuensi, durasi)
Luaran tambahan 2. Identifikasi riwayat alergi obat
Kontrol nyeri (SLKI, L.08063, Hal: 58) 3. Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. narkotika, non-
1. Melaporkan nyeri terkontrol narkotik, atau NSAIO) dengan tingkat keparahan nyeri
meningkat (5) 4. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian
2. Kemampuan mengenali onset nyeri analgesik
meningkat (5) 5. Monitor efektifitas anaigesik
3. Kemmapuan mengenali penyebab Terapeutik
nyeri meningkat (5) 1. Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai
4. Kemampuan menggunakan tenik analgesia optimal, jika perlu
non farmakologis meningkat (5) 2. Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid
5. Dukungan orang terdekat meningkat untuk mempertahankan kadar dalam serum
(5) 3. Tetapkan target efektifitas analgesik untuk mengoptimalkan
6. Keluhan nyeri menurun (5) respons pasien
7. Penggunaan analgesik menurun (5) 4. Dokumentasikan respons terhadap efek analgesik dan efek
yang tidak diinginkan
Edukasi
1. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, jika perlu
2. Gangguan integritas Setelah dilakukan intervensi Gangguan integritas kulit (SIKI, Hal: 460)
kulit berhubungan keperawatan selama 1 X 24 jam maka Intervensi utama
dengan efek integritas kulit meningkat dengan Perawatan integritas kulit (SIKI, 1.11353, Hal: 316)
samping terapi kriteria hasil (SLKI, Hal: 158): Observasi
radiasi (SDKI, Luaran utama 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis,
D.0129, Hal: 282) Integritas kulit dan jaringan (SLKI, perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan
L.14125, Hal: 33) kelembaban, suhu lingkungan ekstrem, penurunan
1. Elastisitas meningkat (5) mobilitas)
2. Hidrasi meningkat (5) Terapeutik
3. Perfusi jaringan meningkat (5) 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
4. Kerusakan jaringan menurun (5) 2. Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
5. Kerusakan lapisan kulit menurun (5) Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama
6. Nyeri menurun (5) periode diare
7. Perdarahan menurun (5) 3. Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit
8. Kemerahan menurun (5) kering
9. Hematoma menurun (5) 4. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik
10. Pigmentasi abnormal menurun (5) pada kulit sensitive
11. Jaringan parut Nekrosis menurun (5) 5. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
12. Abrasi kornea menurun (5) Edukasi
13. Suhu kulit membaik (5) 1. Anjurkan menggunakan pelembab (mis, lotion, serum)
14. Sensasi membaik (5) 2. Anjurkan minum air yang cukup
15. Tekstur membaik (5) 3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
16. Pertumbuhan rambut membaik (5) 4. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
5. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
6. Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat
berada di luar rumah
7. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
3. Gangguan citra Setelah dilakukan intervensi Gangguan citra tubuh (SIKI, Hal: 459)
tubuh berhubungan keperawatan selama 1 X 24 jam maka Intervensi utama
dengan perubhana citra tubuh meningkat dengan kriteria Promosi citra tubuh (SIKI, 1.09305, Hal: 359)
struktur atau bentuk hasil (SLKI, Hal: 157): Observasi
tubuh (post op Luaran utama 1. Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap
laminektomi) Citra tubuh (SLKI, L.09067, Hal: 19) perkembangan
(SDKI, D.0083, Hal: 1. Melihat bagian tubuh membaik (5) 2. Identifikasi budaya, agama, jenis kelamin, dan umur terkait
186) 2. Menyentuh bagian tubuh membaik citra tubuh
(5) 3. Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan
3. Verbalisasi kecacatan bagian tubuh isolasi sosial
membaik (5) 4. Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri sendiri
4. Verbalisasi kehilangan bagian tubuh 5. Monitor apakah pasien bisa melihat bagian tubuh yang
membaik (5) berubah
5. Verbalisasi perasaan negatif tentang Terapeutik
perubahan tubuh menurun (5) 1. Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
6. Verbalisasi kekhawatiran pada 2. Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga diri
penolakan atau reaksi orang lain 3. Diskusikan perubahan akibat pubertas, kehamilan dan
menurun (5) penuaan
7. Verbalisasi perubahan gaya hidup 4. Diskusikan kondisi stres yang mempengaruhi citra tubuh
menurun (5) (mis, luka, penyakit, pembedahan)
8. Menyembunyikan bagian tubuh 5. Diskusikan cara mengembangkan harapan citra tubuh
berlebihan menurun (5) secara realistis
9. Menunjukkan bagian tubuh 6. Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang perubahan
berlebihan menurun (5) citra tubuh
10. Fokus pada bagian tubuh menurun
(5) Edukasi
11. Fokus pada penampilan masa lalu 1. Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan perubahan citra
menurun (5) tubuh
12. Fokus pada kekuatan masa lalu 2. Anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap citra
menurun (5) tubuh
13. Respon nonverbal pada perubahan 3. Anjurkan menggunakan alat bantu (mis. pakaian, wig,
tubuh membaik (5) kosmetik)
14. Hubungan sosial membaik (5) 4. Anjurkan mengikuti kelompok pendukung (mis. kelompok
sebaya)
5. Latih fungsi tubuh yang dimiliki
6. Latih peningkatan penampilan diri (mis. berdandan)
7. Latih pengungkapan kemampuan diri kepada orang lain
maupun kelompok
2.5 Implementasi Keperawatan
Menurut Rendy (2019), pelaksanaan keperawatan merupakan sebuah
fase dimana perawat melaksanakan rencana yang sudah dilaksanakan
sebelumnya. Pelaksanaan keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan
kreativitas perawat. Sebelum melakukan suatu tindakan, perawat harus
mengetahui alasan mengapa tindakan tersebut dilakukan. Beberapa hal
yang harus diperhatikan diantaranya tindakan keperawatan yang dilakukan
harus sesuai dengan tindakan yang sudah direncanakan, dilakukan dengan
cara yang tepat, aman, serta sesuai dengan kondisi pasien, selalu dievaluasi
mengenai keefektifan dan selalu mendokumentasikan menurut urutan
waktu. Aktivitas yang dilakukan pada tahap pelaksanaan dimulai dari
pengkajian lanjutan, membuat prioritas, menghitung alokasi tenaga,
memulai intervensi keperawatan, dan mendokumentasikan tindakan dan
respon klien terhadap tindakan yang telah dilakukan (Padila, 2019).
Pelaksanaan merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Dengan rencana
keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat, intervensi
diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan untuk
mendukung dan meningkatkan status kesehatan pasien. Tujuan dari
implementasi adalah membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. Perencanaan asuhan
keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik, jika klien mempunyai
keinginan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
Selama tahap pelaksanaan, perawat terus melakukan pengumpulan data
dan memilih asuhan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan
pasien.
Jenis-jenis tindakan pada tahap pelaksanaan adalah (Padila, 2019):
1. Secara mandiri (Independent)
Tindakan yang diprakarsai oleh perawat membantu pasien dalam
mengatasi masalahnya dan menanggapi reaksi karena adanya stressor.
2. Saling ketergantungan (Interdependent)
Tindakan keperawatan atas dasar kerja sama tim keperawatan
dengan tim kesehatan lainnya seperti: dokter, fisioterapi, dan lainlain.
3. Rujukan atau ketergantungan (Dependent)
Tindakan keperawatan atas dasar rujukan dan profesi lainnya
diantaranya dokter, psikiatri, ahli gizi, dan lainnya.
2.6 Evaluasi Keperawatan
Dalam evaluasi perawat menentukan respon pasien terhadap
intervensikeperawatan dan mengetahui sejauh mana tujuan telah dicapai
Jika hasiltidak terpenuhi, revisi mungkin diperlukan dalam pengkajian
(pengumpulan data), diagnosis keperawatan, perencanaan, atau
implementasi. Evaluasijuga merupakan penilaian ulang dan
menginterpretasikan data baru yangberkelanjutan untuk menentukan
apakah tujuan tercapai sepenuhnya,sebagian, atau tidak sama
sekali. Evaluasi memastikan bahwa klienmenerima perawatan yang
tepat dan kebutuhannya terpenuhi (Siregar, 2021). Menurut Rasyid (2018),
evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP
(subyektif, obyektif, assessment, planning). Komponen SOAP yaitu:
1. S (Subyektif) dimana perawat menemukan keluhan klien yang masih
dirasakan setelah dilakukan tindakan.
2. O (Obyektif) adalah data yang berdasarkan hasil pengukuran atau
observasi klien secara langsung dan dirasakan setelah selesai tindakan
keperawatan.
3. A (Assesment) adalah kesimpulan dari data subyektif dan obyektif
(biasanya ditulis dala bentuk masalah keperawatan).
4. P (Planning) adalah perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan
dihentikan, dimodifikasi atau ditambah dengan rencana kegiatan yang
sudah ditentukan sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. . (2018). NANDA International Nursing Diagnoses: definitions and


classification 2018-2020. EGC.
Nurarif,Amin Huda., H. K. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA. Medication.
Padila. (2019). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Nuha Medika.
Rendy & Margareth. (2019). Konsep Asuhan Keperawatan Fraktur Femur. EGC.
V. C., Manjas, M., & Rasyid, R. (2018). Distribusi Fraktur Femur Yang Dirawat
Di Rumah Sakit Dr.M.Djamil, Padang (2010-2012). Jurnal Kesehatan
Andalas, 6(3), 586. https://doi.org/https://doi.org/10.25077/jka.v6i3.742Silva
Black, J., & Hawks, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen
Klinisuntuk Hasil yang Diharapkan. Jakarta: Salemba Medika.
Dinarti, & Muryant, Y. (2017). Bahan Ajar Keperawatan:
DokumentasiKeperawatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Smeltzer, S. C. (2015). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.Timurtini, S.
(2019). Komplikasi Kanker Kolon.
Yayasan Kanker Indonesia. (2018). Harapan Terpadu World Cancer Day
2018.Buletin YKI.

Anda mungkin juga menyukai