Anda di halaman 1dari 5

Nama : Kornelius Simanjuntak

NIM : 200510053
Tingkat : III B

“ORANG FARISI VS PEMUNGUT CUKAI”


Homili Hari Minggu Biasa XXX
[Lukas18:9-14]

Apa maksud perumpamaan mengenai orang Farisi dan pemungut cukai dalam Luk
18:9-14 yang dibacakan pada hari Minggu Biasa XXX tahun C ini? Disebutkan pada awal
bahwa Yesus menyampaikan perumpamaan itu kepada beberapa orang yang "menganggap
diri benar" serta "memandang rendah semua orang lain" Terasa adanya imbauan agar orang
berani meninjau kembali gambaran tentang diri sendiri dan tentang sesama yang mewarnai
hubungan dengan Tuhan dan, khususnya di sini, menentukan cara berdoa.

Orang Farisi dan pemungut cukai.


Kedua tokoh dalam perumpamaan itu diceritakan sama-sama naik menuju ke Bait
Allah "untuk berdoa", untuk menghadap yang Mahakuasa dan membuka diri kepada-Nya,
bercerita kepada-Nya, menyampaikan beban batin kepada-Nya. Satu hal sudah dapat kita
peroleh dari kisah perumpamaan ini. Dia yang diam di tempat tinggi itu dapat didatangi. Dia
ada di sana dan siap mendengarkan. Giliran bagi yang datang: apa yang dibawakan kepada-
Nya itu sepadan dengan perhatian-Nya?
Marilah kita amati gerak-gerik orang Farisi itu. Ia memasuki Bait Allah dengan
kepercayaan diri yang tebal dan penuh perhitungan. Dikatakan dalam ayat 11, ia "berdiri dan
berdoa dalam hatinya". Dalam bahasa aslinya, maksudnya, ia "berhenti" di jalan masuk ke
Bait Allah sambil merencanakan apa yang akan dikatakannya dalam doanya nanti. (Dalam
teks Yunani, bentuk kata kerja "proseeykheto" dikenal sebagai imperfekt konatif, yakni
bentuk untuk mengatakan perbuatan yang baru dirancang, belum terlaksana.) Disusunnya
pokok-pokok yang nanti didoakannya. Kata-kata yang disebut dalam ayat 1112 sebetulnya
belum sungguh diucapkannya sebagai doa. Baru "sketsa"-nya dalam pikirannya walau sudah
jelas ke mana arahnya.
Ia bermaksud mengucap terima kasih kepada yang Mahakuasa karena ia tidak
bernasib sama dengan kaum pendosa. Ia merasa mendapat perlakuan istimewa dari-Nya
sehingga tidak perlu menjadi perampok, penjahat, orang yang tak punya loyalitas, apalagi —
boleh jadi sambil mengingat orang yang tadi dilihatnya — tidak seperti pemungut cukai yang
mengkhianati bangsa sendiri dengan memeras bagi penguasa asing. Dalam doanya nanti ia
juga bermaksud mengingatkan Tuhan bahwa ia berpuasa dua kali seminggu dan
mengamalkan bagi-Nya sepersepuluh dari semua penghasilannya. Ia merasa telah memenuhi
semua kewajibannya. Semua beres. Dan doa yang akan disampaikan nanti pasti akan menjadi
doa yang meyakinkan Tuhan pula. Begitu pikirnya.
Bagaimana dengan si pemungut cukai? Ia "berdiri jauh-jauh". Ia juga berhenti, tapi
berjauhan dari tempat orang Farisi tadi. Ia merasa tak pantas berada dekat dengan orang saleh
itu. Apalagi mendekat ke Tuhan sendiri. Apakah ia juga mau merencanakan sebuah doa?
Sulit, ia bahkan tidak berani memandang ke atas. Gagasan menghadap yang Mahakuasa
membuatnya gentar. Tidak seperti orang Farisi yang penuh kepercayaan diri itu. Meskipun
merasa butuh menghadap ke Bait Allah, pemungut cukai itu tidak menemukan apa yang bisa
disampaikannya nanti di sana. Ia tak punya apa-apa kecuali perasaan sebagai pendosa. Ia
berulang kali menepuk dada dan minta dikasihani - ia yang pendosa itu. Menurut sang Guru,
pemungut cukai tadi pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Tuhan, tetapi orang
Farisi itu tidak. Mengapa? Kiranya pemungut cukai tadi telah benar-benar berseru kepada
Tuhan dan la menjawab.
Dalam seruannya ia menyediakan dirinya sebagai penerima belas kasih-Nya. Tidak
demikian dengan orang Farisi tadi. Kemasan doa yang disiapkannya itu sarat dengan "aku...,
aku..., aku Dirinya sendirilah yang menjadi pokok doanya. Tuhan semakin tidak mendapat
tempat. Doanya mandul karena terlalu penuh dengan dirinya sendiri. Doa pemungut cukai itu
kabul karena membiarkan diri dipenuhi belas kasih dari atas. Pokok doanya ialah Tuhan
sendiri. Pembaca boleh ingat akan doa yang diajarkan Yesus sendiri. Doa Bapa Kami dalam
bahasa mana saja berpokok pada Bapa. Orang yang berdoa tidak pernah menjadi pokok
kalimat di mana pun dalam doa itu.
Catatan Lukas
Lukas memberi catatan ringkas yang besar artinya pada awal petikan ini.
Dikatakannya bahwa Yesus menyampaikan perumpamaan ini "kepada beberapa orang yang
menganggap diri benar dan merendahkan semua orang Iain". Kiranya di kalangan umat
pengarang Injil itu ada sekelompok orang yang yakin bahwa dengan menjalani serangkaian
tindakan kesalehan, mereka boleh merasa aman dan dekat kepada Tuhan. Tentu saja mereka
ini bukan sekadar berpura-pura. Namun Iambat laut timbul anggapan di antara mereka bahwa
orang-orang Iain jauh dari perkenan Tuhan.
Orang-orang itu dianggap patut dijauhi. Mereka semakin tidak diterima sebagai
sesama. Pendapat ini menjadi cara mengadili orang Iain, menjadi cara memojokkan orang
yang tidak disukai. Menjadi cara menjatuhkan hukuman sosial. Sulitnya kerap kali yang
dicap demikian juga sudah pasrah menerimanya. Mereka merasa diri patut disingkiri.
Syukurlah di dalam umat itu masih ada orang-orang yang mampu dan berani memikirkan apa
hal ini boleh dibiarkan terus. Apa kehidupan itu ya harus seperti itu? Apa yang Mahakuasa
juga memperlakukan orang demikian?
Mereka mencoba menerapkan bagaimana sikap Yesus Guru mereka dulu dalam
menghadapi keadaan ini. Di situ terlihat ingatan akan Yesus dan ajarannya bukan hanya
kenangan belaka melainkan Roh yang hidup dan mendewasakan batin. Inilah suara hati yang
makin bersatu dengan Roh Kristus yang hidup dalam batin orang, juga pada zaman ini. Pada
akhir perumpamaan itu Lukas juga masih menyertakan perkataan Yesus, ...slapa saja Yang
meninggikan diri, ia akan direndahkan dan siapa saja yang merendahkan diri akan
ditinggikan" (ayat 14).
Kata-kata ini sudah pernah muncul dalam Luk 14:11. Di sana diterapkan kepada
keinginan orang untuk mendapatkan kehormatan di mata orang. Sekarang dalam
perumpamaan orang Farisi dan pemungut cukai ini, kata-kata tadi diterapkan kepada orang
Yang mau meninggikan diri di hadapan Tuhan. Orang yang mencari kebesaran diri di mata
orang banyak dan di hadirat Tuhan akan mengalami kekecewaan karena kenyataannya nanti
jauh berbeda. Penghargaan yang mereka rasakan itu semu, tak bertahan lama karena mereka
akan digeser kalau ada orang lebih penting datang, atau keliru sama sekali karena Tuhan
tidak terkesan oleh omongan mengenai persembahan persepuluhan, mengenai puasa dua kali
seminggu, apalagi oleh kecongkakan batin yang merendahkan orang Iain.lkut menyampaikan
Kabar Gembira.

Kabar Gembira
Disarankan dalam ulasan mengenai orang yang berebut tempat terhormat di mata
orang banyak (Luk 14: 1.7-14) bahwa para murid diminta ikut mengusahakan tempat
terhormat bagi sebanyak mungkin orang sehingga tidak hanya satu orang saja yang bakal
mendapatkannya. Perumpamaan itu tidak dimaksud untuk mencela keinginan mendapatkan
tempat yang terhormat. Yang mau diajarkan ialah agar para murid tak tinggal diam melihat
orang berebut tempat paling terpandang. Semestinya mereka mencarikan tempat terhormat
bagi tiap orang karena bagi tiap orang ada tempat yang terhormat.
Bagaimana dengan perumpamaan orang Farisi yang mau mendapatkan kehormatan di mata
Tuhan dengan merendahkan orang lain? Orang Farisi ini hanya melihat satu jalan saja
mendapatkan perkenan dari atas. la sebetulnya membatasi kemerdekaan Tuhan. Para murid
dan orang banyak sudah tahu sikap itu bukan sikap yang terpuji. Walaupun demikian
perumpamaan ini bukanlah perumpamaan untuk mencela belaka, atau perumpamaan untuk
mengukur doa mana yang betul doa mana yang kurang baik.
Lalu? Yesus hendak mengajak berpikir bagaimana orang dapat sungguh mendapat
perkenan Tuhan dan menjadi tinggi di dalam pandangan-Nya, bukan besar di mata sendiri
atau di muka manusia. Digambarkan dalam perumpamaan ini doa yang kabul dan doa yang
mandul, doa yang tidak bisa didoakan dengan sungguh. Apa yang mesti dilakukan murid?
Tentunya mereka diharapkan membantu orang-orang agar doa bisa sungguh didoakan.
Inventarisasi kebaikan diri sendiri bukan bahan doa yang pantas disampaikan ke hadapan
Tuhan. Masakan doa penuh dengan aku begini, aku begitu, aku bersih, tak seperti kaum
penjahat itu! Jadi, doa pemungut cukai itu doa yang lebih baik? Marilah kita cermat
membaca dan menafsirkannya. Tidak disebutkan demikian. Yang dikatakan, orang seperti
pemungut cukai itu tadi pulang ke rumah dibenarkan. Rasarasanya pemungut cukai itu pun
masih butuh belajar berdoa. Mengakui diri pendosa satu hal, menjalankan hal yang
mengatasi keterbatasan ini masih bisa dikembangkan. Dan para murid diminta juga
membantu orang-orang yang seperti itu.
Murid-murid diutus memberi tahu mereka bahwa sikap mereka meminta belas kasih
Tuhan itulah yang membuat hidup mereka berharga. Ini Kabar Gembira buat mereka. Bila
orangorang ini dapat mengalami Kabar Gembira lebih jauh, mereka pasti akan lebih berani
mendekat kepada Dia yang Maharahim itu. Banyak orang di masa kini dapat merasa apa itu
hidup dalam kedosaan, apa itu takut pada Tuhan, tetapi kurang melihat bahwa la juga Tuhan
yang penuh kerahiman. Dan murid murid boleh merasa ikut bahagia diajak mengajarkan
kerahiman-Nya seperti Yesus sendiri pernah mengajarkannya kepada orang banyak.

Silingkit, Minggu 23 Oktober 2022


Frater yang Kerasulan
Ketua Dewan Stasi

P. Lumban Siantar
…………………………………………………
…………………………………………

Anda mungkin juga menyukai