Tim Penyusun
Yanto Suharto
Eko Hariadi
KOLABORASI
MODUL PELATIHAN DASAR
CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL
KOLABORASI
MODUL PELATIHAN DASAR
Calon Pegawai Negeri Sipil
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR v
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Deskripsi Singkat 3
C. Hasil Belajar 3
D. Indikator Hasil Belajar 3
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok 3
F. Manfaat 4
BAB II COLLABORATIVE GOVERNANCE 5
A. Pengertian Kolaborasi 5
B. Karakteristik dan Komponen Kolaborasi 7
C. Tujuan Kolaborasi 8
D. Jenis-Jenis Kolaborasi 8
E. Manfaat Kolaborasi 10
F. Kendala Kolaborasi 10
G. Governance 10
H. Collaborative Governance 13
1. Pengertian Collaborative Governance 13
2. Tujuan Melaksanakan Collaborative Governance 16
3. Dimensi Dalam Collaborative Governance 18
4. Proses Kolaborasi Dalam Collaborative Governance 23
I. Latihan 26
27
J. Rangkuman
iii
BAB III KONSEP JAKARTA SEBAGAI KOTA KOLABORASI (CITY 4.0) 28
A. Perkembangan Jakarta sebagai Kota Kolaborasi 28
B. Fenomena Jakarta sebagai Kota Kolaborasi 29
C. Latihan 31
D. Rangkuman 32
BAB IV NILAI-NILAI DASAR KOLABORASI 33
A. Nilai-nilai Dasar 33
B. Internalisasi Nilai-Nilai Dasar Kolaborasi 34
C. Latihan 38
D. Rangkuman 38
DAFTAR PUSTAKA 40
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peran pemerintah dalam memberikan layanan kepada masyarakat
mengalami pergeseran paradigma dari New Public Management (NPM) yang
orientasinya kepada kepuasan pelanggan kepada paradigma New Public
Service (NPS) yang lebih menekankan pada aspek kualitas pelayanan publik
dengan mengutamakan hasil akhir (outcome) yang berguna bagi masyarakat,
kualitas dan nilai, produk dan keterikatan terhadap norma. Pergeseran
paradigma ditandai dengan berubahnya peran pemerintah sebagai state sector
tidak lagi menjadi satu-satunya penentu dan pelaksana kebijakan dalam
pelayanan publik, melainkan ada keterlibatan secara langsung maupun tidak
langsung sektor-sektor lain yang ada di masyarakat, seperti private sector
(bisnis) dan civil society (masyarakat).
Saat ini Jakarta tengah bertransformasi menjadi kota yang lebih
baik, berevolusi untuk menjadi kota dengan ekosistem 4.0. Hal ini menuntut
semua unsur bertransformasi baik warga, pemerintah dan juga pekerjaan
semuanya ikut berubah. Di tahapan city 1.0 yakni tentang sosialisasi, bagaimana
kita menyampaikan informasi kepada publik dan publik mengikutinya. Pada
tahapan City 2.0, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menjadi penyedia atau
pelayan, sedangkan warganya menjadi customer sehingga tahapannya seperti
konsultasi. Kemudian, pada tahapan city 3.0 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
akan bertransformasi sebagai fasilitator dan warga sebagai partisipan. Dalam
proses ini yang ditekankan merupakan partisipasi warga. Tahapan city 4.0,
pemerintah sebagai kolaborator dan warga sebagai co-creator, dengan
penekannannya pada kolaborasi.
Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia memiliki sejumlah
permasalahan seperti kemacetan, banjir, sampah, polusi, kawasan kumuh,
terbatasnya ruang terbuka hijau, dan sebagainya, yang harus diselesaikan
1
2
B. Deskripsi Singkat
Modul ini membekali peserta untuk menerapkan kolaborasi dalam
pengelolaan kegiatannya melalui pembelajaran konsep Jakarta sebagai Kota
Kolaborasi, Collaborative Governance, dan nilai dasar dan budaya kolaborasi.
Mata pelatihan ini disajikan secara interaktif melalui metode ceramah
interaktif, tanya jawab, pemutaran film pendek, diskusi, role playing, simulasi,
dan penugasan. Keberhasilan peserta dinilai dari kemampuannya menerapkan
kolaborasi dalam dalam bentuk simulasi.
C. Hasil Belajar
Kompetensi dasar yang ingin dicapai melalui modul ini adalah peserta
mampu memahami penerapan kolaborasi dalam tata kelola pemerintahan.
F. Manfaat
Modul ini merupakan salah satu sumber belajar bagi peserta Pelatihan
Dasar CPNS dalam memahami dan memaknai nilai-nilai kolaborasi dan praktik
kolaborasi dalam penyelenggaraan pemerintahan khususnya di Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta sebagai solusi penyelesaian masalah-masalah terkait
pelayanan publik.
BAB II
COLLABORATIVE GOVERNANCE
A. Pengertian Kolaborasi
Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk
menggambarkan suatu pola hubungan kerja sama yang dilakukan oleh lebih dari
satu pihak. Ada sekian banyak pengertian tentang kolaborasi yang dikemukakan
oleh berbagai ahli dengan sudut pandang yang beragam. Beragamnya
pengertian tersebut didasari oleh prinsip yang sama yaitu mengenai
kebersamaan, kerja sama, berbagi tugas, kesetaraan, dan tanggung jawab.
Secara umum kolaborasi adalah hubungan antar organisasi yang saling
berpartisipasi dan saling menyetujui untuk bersama mencapai tujuan, berbagi
informasi, berbagi sumberdaya, berbagi manfaat, dan bertanggungjawab dalam
pengambilan keputusan bersama untuk menyelesaikan berbagai masalah.
Emily R. Lai menjelaskan, “Collaboration is the mutual engagement of
participants in a coordinated effort to solve a problem together. Collaborative
interactions are characterized by shared goals, symmetry of structure, and a high
degree of negotiation, interactivy, and interdependence.” (Pearson, 2011).
Definisi tersebut menjelaskan bahwa kolaborasi adalah keterlibatan
bersama dalam upaya terkoordinasi untuk memecahkan masalah secara
bersama-sama. Interaksi kolaboratif ditandai dengan tujuan bersama, struktur
yang simetris, negosiasi tingkat tinggi, lintas aktivitas dan adanya saling
ketergantungan.
Selanjutnya Grey dalam Fendt (2010) menyatakan bahwa kolaborasi
adalah sebuah proses ada kesadaran dari berbagai pihak yang memiliki
keterbatasan dalam melihat suatu permasalahan untuk kemudian mencoba
mengeksplorasi perbedaan tersebut untuk mencari solusi. (Fendt, 2010).
Pandangan ini menyebutkan bahwa karena adanya keterbatasan yang dimiliki
berbagai pihak, sehingga diperlukan kolaborasi untuk memecahkan masalah
secara bersama-sama. Adapun menurut Lindeke dan Sieckert (2005) kolaborasi
merupakan proses kompleks yang membutuhkan sharing pengetahuan yang
5
6
2. Komponen Kolaborasi
Adapun komponen utama yang terdapat dalam kolaborasi
menurut Djumara (2008) adalah:
1) Collaborative Culture. Seperangkat nilai-nilai dasar yang
membentuk tingkah laku dan sikap bisnis. Di sini yang
dimaksudkan adalah budaya dari orang-orang yang akan
berkolaborasi.
2) Collaborative Leadership. Suatu kebersamaan yang merupakan
fungsi situasional dan bukan sekedar hirarki dari setiap posisi yang
melibatkan setiap orang dalam organisasi.
3) Strategic Vision. Prinsip-prinsip pemandu dan tujuan keseluruhan
dari organisasi yang bertumpu pada pelajaran yang berdasarkan
8
C. Tujuan Kolaborasi
Dari beberapa literatur diketahui bahwa tujuan kolaborasi adalah :
1. Untuk memecahkan masalah secara bersama-sama.
2. Untuk mencapai tujuan bersama dengan saling membantu antara
satu dengan yang lainya.
3. Untuk mempercepat pencapaian tujuan secara bersama-sama.
4. Untuk meningkatan pelayanan pada masyarakat.
5. Untuk menciptakan sesuatu
D. Jenis-Jenis Kolaborasi
Berdasarkan beberapa referensi, terdapat tiga jenis bentuk kolaborasi
yang didasarkan perbedaan antara organisasi grup atau di dalam sikap grup,
yaitu:
1. Kolaborasi Primer.
Ciri utama dari kolaborasi primer adalah bahwa grup dan individu
sungguh-sungguh dilebur menjadi satu grup. Menurut Ahmadi (2004),
grup ini berisi seluruh kehidupan dari pada individu, dan masing-masing
9
E. Manfaat Kolaborasi
Manfaat kolaborasi adalah :
1. Mendapatkan inspirasi
2. Melatih kerjasama sebagai sebuah tim
3. Belajar satu sama lain
4. Lebih mengenal diri sendiri
5. Menyelesaikan masalah dengan cepat & mudah
6. Meningkatkan efisiensi
7. Kemudahan berkomunikasi
8. Memperluas networking
9. Menciptakan perubahan yang positif
F. Kendala Kolaborasi
Menurut Grey (1989) kolaborasi akan sulit dilakukan bila menghadapi
kendala-kendala sebagai berikut ini (Fatwadi, 2015).
1. Komitmen yang bertentangan dengan kolaborasi
2. Sejarah permusuhan yang dilandasi perbedaan ideologi dalam waktu
lama
3. Kondisi dimana kebijakan tidak memperhatikan alokasi sumber daya
(resources)
4. Perbedaan persepsi atas resiko
5. Kerumitan bersifat teknis
6. Budaya kelembagaan dan politik atau tidak memiliki legitimasi
7. Unilateral action (satu pihak memiliki power melakukan aksi sepihak)
G. Governance
Manajemen publik merupakan suatu rangkaian proses untuk mencapai
tujuan suatu organisasi dengan cara tujuan suatu organisasi dengan cara
melakukan fungsi merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan
mengendalikan sumberdaya yang ada pada suatu organisasi. Paradigma
Manajemen publik mengalami pergeseran-pergeseran sesuai dengan
11
Dalam laporan ini, Bank Dunia menekankan bahwa legitimasi politik dan
konsensus merupakan prasyarat bagi pembangunan berkelanjutan. Aktor yang
ada dalam sebuah Negara yaitu pemerintah, pebisnis dan civil society harus
bersinergi dalam membangun sebuah konsensus. Dengan demikian maka
peran negara tidak lagi bersifat regulatif, tetapi hanya sebatas fasilitatif. Oleh
karena itu, Abrahamsen dalam Wiratraman (tahun 2007) menjelaskan bahwa
legitimasi politik dan konsensus menjadi pilar utama bagi good governance versi
Bank Dunia ini hanya bisa dibangun dengan melibatkan aktor nonnegara yang
seluas-luasnya dan melimitasi keterlibatan negara atau pemerintah
(Wiratraman, 2007).
Sementara itu, The Commission on Global Governance mengartikan
governance sebagai “the sum of the many ways individuals and institutions,
public and private, manage their common affairs”, yaitu sejumlah cara atau jalan
bagi individu, lembaga, publik dan privat dalam mengelola urusan umum. Dalam
bahasa lain Weiss (Pratikno tahun 2007) mengatakan bahwa governance
merupakan proses yang berkelanjutan melalui mana perbedaan kepentingan
diakomodasi dan diwujudkan dalam praktek (Pratikno, 2007)
Governance merujuk kepada hubungan antara pemerintah/negara
dengan warganya sehingga memungkinkan berbagai kebijakan dan program
dapat dirumuskan, diimplementasikan, dan dievaluasi. Pergeseran government
ke governance dimaksudkan untuk mendemokratisasi administrasi publik.
Government menunjuk kepada institusi pemerintah terutama dalam kaitannya
dengan pembuatan kebijakan. Sementara itu, governance menunjuk kepada
keterlibatan Non Governmental Organization (NGO), kelompok-kelompok
kepentingan, dan masyarakat, disamping institusi pemerintah dalam
pengelolaan kepentingan umum, terutama dalam perumusan dan pelaksanaan
kebijakan publik. Berbagai kebijakan dan program diarahkan untuk memenuhi
kepentingan warga masyarakat dan dilakukan melalui tindakan kolektif dan
proses kolaboratif.
Governance menurut Kooiman (2007) sebagai sebuah konsepsi
tentang interaksi dalam memerintah, di mana interaksi itu sendiri merupakan
13
hubungan saling menguntungkan antara dua atau lebih aktor atau entitas
(Denok Kurniasih, 2017). Adapun menurut Kurniawan (2017) governance adalah
proses pembuatan kebijakan dimana kebijakan tersebut dilaksanakan
melibatkan negara (pemerintah), sektor privat maupun masyarakat madani
dalam proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan. Menurut Stoker dalam
Kurniawan (2017) terdapat lima prosisi mengenai governance yaitu :
1. Governance merujuk kepada institusi dan aktor.
2. Governance mengindentifikasikan kaburnya batas-batas dan
tanggungjawab mengatasi isu sosial dan isu ekonomi.
3. Governance mengindentifikasikan adanya ketergantungan hubungan
antara institusi terlibat.
4. Governance adalah mengenai self-governing otonom dari
aktor-aktor.
5. Governance menyadarkan untuk memperbaiki sesuatu tidak perlu
bergantung kepada kekuasaan pemerintah melalui perintah dan
kewenangannya (Dewi, 2019)
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut governance dapat dilihat
sebagai proses pembuatan kebijakan yang dilakukan oleh penyelenggara
pemerintah. Kebijakan yang ditetapkan membutuhkan kerjasama antar pihak
terkait yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan kolaborasi yaitu
meliputi pemerintah, swasta dan masyarakat dalam mencapai tujuan yang telah
disepakati sebelumnya.
H. Collaborative Governance
1. Pengertian Collaborative Governance
Chris Ansell dan Alison Gash mendefinisikan collaborative
governance sebagai berikut: A governing arrangement where one or
more public agencies directly engage non-state stakeholders in a
collective decision-making process that is formal, consensus-oriented,
and deliberative and that aims to make or implement public policy or
manage public programs or assets (Chris Ansell, 2007). Ansell dan
14
ESTATE
CIVIL
PRIVATE
SOCIETY
d. Proses Kolaborasi
Proses collaborative governance terkadang digambarkan
sebagai tahapan perkembangan. Menurut Ansell dan Gash proses
kolaborasi terdiri dari dialog face to face (face to face dialogue),
membangun kepercayaan (trust building), komitmen terhadap
proses (commitment to the process), pemahaman bersama
(shared understanding), dan hasil antara (intermediate outcomes).
I. Latihan
1. Jelaskan definisi, tujuan dan manfaat dari kolaborasi?
2. Jelaskan apa yang anda pahami tentang Collaborative Gonernance ?
27
J. Rangkuman
1. Kolaborasi adalah hubungan antar organisasi yang saling berpartisipasi
dan saling menyetujui untuk bersama mencapai tujuan, berbagi informasi,
berbagi sumberdaya, berbagi manfaat, dan bertanggungjawab dalam
pengambilan keputusan bersama untuk menyelesaikan berbagai
masalah.
2. Pihak-pihak yang menjadi entitas dalam berkolaborasi terdiri dari
government, civil society, dan private sector.
3. Paradigma manajemen publik mengalami pergeseran dari Old Public
Administration (OPA) berkembang menjadi New Public Management
(NPM) dan kemudian menjadi New Public Service (NPS) yang lebih
menekankan pada aspek kualitas pelayanan publik dengan
mengutamakan hasil akhir (outcome) yang berguna bagi masyarakat..
4. Governance adalah sejumlah cara atau jalan bagi individu, lembaga,
publik dan privat dalam mengelola urusan umum (The Commission on
Global Governance).
5. Collaborative governance adalah tata kelola pemerintahan yang
melibatkan aktor nonpemerintahan dalam sebuah proses pembuatan
kebijakan kolektif yang bersifat formal, berorientasi konsesus, dan
konsultatif dengan tujuan untuk membuat atau mengimplementasikan
kebijakan publik, mengelola program atau asset publik.
6. Collaborative governance terdiri dari empat variabel utama, yaitu kondisi
awal (starting conditions), desain kelembagaan (institutional design),
kepemimpinan (leadership), dan proses kolaboratif (collaborative
process).
BAB III
KONSEP JAKARTA SEBAGAI KOTA KOLABORASI (CITY 4.0)
28
29
Perkembangan kota pada tahap Jakarta 1.0 ditandai oleh interaksi antara
pemerintah dengan masyarakat berlangsung satu arah dalam bentuk sosialisasi
dimana pemerintah berperan sebagai administrator sedangkan masyarakat
hanya sebagai penghuni. Peran pemerintah pada tahap ini sangat dominan
dibandingkan aktor lainnya. Pada tahap ini pemerintah menjadi penyedia tunggal
fasilitas bagi warganya dan arah pemberian informasi bersifat satu arah dan
terbatas.
Tahap berikutnya Jakarta 2.0 ditandai oleh interaksi antara pemerintah
dengan masyarakat berlangsung dua arah dalam bentuk konsultasi dimana
pemerintah berperan sebagai penyedia jasa/layanan, sedangkan masyarakat
sebagai konsumen. Pada tahap ini peran masyarakat dan private sector mulai
meluas dan memiliki akses untuk memberikan feedback dalam perumusan
maupun evaluasi kebijakan pemerintah melalui dengar pendapat, musrenbang,
dan sebagainya.
Selanjutnya tahap Jakarta 3.0 ditandai oleh interaksi antara pemerintah
dengan masyarakat berlangsung partisipatif dimana pemerintah berperan
sebagai fasilitator sedangkan masyarakat dan private sector sebagai partisipan.
Pada tahap ini peran masyarakat dan private sector mulai lebih luas dan
dilibatkan untuk memberikan masukan dalam perumusan maupun evaluasi
kebijakan pemerintah melalui musrenbang dan berbagai forum diskusi
kebijakan.
Pada tahap akhir Jakarta 4.0 bentuk interaksi antara pemerintah dengan
masyarakat berlangsung secara kolaboratif dimana pemerintah berperan
sebagai kolaborator sedangkan masyarakat sebagai co-creator. Peran
masyarakat dan private sector lebih dominan dibandingkan pemerintah dalam
pengelolaan sektor publik.
29
30
C. Latihan
1. Apa ciri utama dari model kota 4.0?
2. Mengapa Jakarta memutuskan untuk menerapkan prinsip collaborative
governance dalam pengelolaan pembangunan?
3. Apa yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam
penerapan prinsip collaborative governance?
32
D. Rangkuman
1. Jakarta menetapkan komitmen untuk memperbaharui struktur perkotaan
yang disebut "Jakarta City Regeneration". Konsep ini meliputi
pembaharuan paradigma, fisik, dan sosial budaya. Jakarta City
Regeneration menggunakan model Kota 4.0, yang mana warga berperan
sebagai co-creator dan pemerintah sebagai kolaborator.
2. Pembangunan Jakarta membutuhkan banyak sumber daya dan tidak bisa
semuanya ditangani oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Untuk itu
diperlukan penerapan Collaborative Governance dalam mengatasi
berbagai masalah yang ada baik mulai dari aspek perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengoperasian dan pemeliharaan, serta
pengendalian pembangunan.
3. Upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalama
menerapkan Collaborative Governance antara lain: pembentukan Jakarta
Development Collaboration Network (JDCN) yang berperan sebagai
orkestrator kolaborasi pembangunan ; menerbitkan Peraturan Gubernur
Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 54 Tahun 2020 Tentang Budaya
Kerja untuk meningkatkan kinerja serta kualitas pelayanan publik guna
mendukung percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi.
BAB IV
NILAI-NILAI DASAR KOLABORASI
A. Nilai-nilai Dasar
Ada sejumlah nilai yang menjadi dasar dalam melakukan kolaborasi. Nilai
(value) tersebut harus menjadi pegangan bagi kolaborator sehingga apa yang
menjadi tujuan bersama dapat tercapai. Menurut Djumara (2008) terdapat tujuh
nilai dasar (The seven core values) yang digunakan untuk mengembangkan
hubungan kerja dengan konsep kolaborasi, yaitu;
1. Menghormati orang lain (Respect for people).
Landasan utama dari setiap organisasi adalah kepuasan masing-masing
individu. Setiap orang yang akan berkolaborasi menginginkan posisi yang
kuat dan adanya kesamaan. Mereka menginginkan kepuasan pribadi yang
tinggi dan atau lingkungan kerja yang mendukung dan mendorong kepuasan
terhadap dirinya.
2. Penghargaan dan integritas rnemberikan pengakuan, etos kerja (Honor and
integrity). Dalam banyak budaya, kehormatan dan integritas membentuk
perilaku individu.
3. Rasa memiliki dan bersekutu (Ownership and alignment).
Ketika semua pegawai merasa memiliki tempat kerjanya, pekerjaan dan
perusahaannya maka mereka akan memeliharanya dengan baik.
4. Konsensus (Consensus).
Ini adalah kesepakatan umum bahwa kegunaan yang amat besar adalah
hubungan kerja yang dilandasi oleh keinginan untuk menang-menang (win-
win amounts to).
5. Penuh rasa tanggung jawab dan tanggung-gugat (Full responsibility and
Accountability).
Dalam paradigma hirarki biasanya orang menjadi tertutup satu dengan yang
lainnya, karena uraian pekerjaannya, karena tugas-tugasnya dan karena unit
organisasinya. Faktanya setiap orang hanya akan bertanggung jawab pada
daftar tugas pekerjaannya saja.
33
34
LEMBAR KERJA
LK 01 : LEARNING JOURNAL
Petunjuk :
1. Bacalah modul dengan cermat
2. Buatlah learning journal secara perorangan dengan rambu-rambu sebagai
berikut :
LEARNING JOURNAL
Nama : …………………………….
No. Daftar Hadir : …………………………….
Jabatan : …………………………….
Unit Kerja : …………………………….
a. Pengalaman belajar :
(tuliskan pengalaman saudara dalam mempelajari materi ini, apa
motivasinya, bagaimana memulainya, bagaimana memahaminya, apa
yang saudara rasakan dan pikirkan setelah mempelajarinya)
b. Materi yang telah dipahami :
(buatlah resume materi yang sudah saudara pahami)
c. Materi yang belum dipahami :
(tuliskan topik-topik yang belum dipahami dan jelaskan kendala-
kendalanya)
d. Upaya untuk mengatasi kendala :
(tuliskan upaya yang saudara lakukan untuk mengatasi kendala tsb)
e. Upaya pengayaan :
(tuliskan upaya untuk menambah pengetahuan dan pemahaman melalui
sumber lain, sebutkan)
3. Dikumpulkan kepada penyelenggara secara kolektif paling lambat hari ini
pukul 23.59 WIB.
38
LK 02 : STUDI KASUS
Petunjuk :
1. Kerjakan secara kelompok
2. Baca dan cermati lah kasus berikut (pilih salah satu) atau silakan temukan
kasus yang lain.:
a. Kolaborasi dengan Pemprov DKI, Go-Tix Promosikan Wisata Jakarta - Katadata.co.id
b. DKI Gelar Pasar Keliling Berkonsep Piknik di Lapangan Banteng (sindonews.com)
3. Deskripsikan hal-hal berikut :
1) Identifikasi Aktor-aktor yang terlibat dan peran masing-masing
2) Identifikasi nilai-nilai kolaborasi
3) Mengapa kolaborasi ini dilakukan
4) Dampak apa yang dapat dirasakan dari kolaborasi ini
5) Tindakan apa yang akan saudara lakukan jika dilibatkan dalam
kolaborasi.
4. Buatlah bahan tayang untuk paparan
5. Masing-masing kelompok memaparkan hasil analisanya.
C. Latihan
1. Jelaskan nilai kolaborasi yang terkait dengan kepuasan diri !
2. Jelaskan nilai kolaborasi Recognition and Growth !
3. Kolaborasi Sosial Berskala Besar adalah inisiatif Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta, mengapa pemerintah melakukan langkah tersebut ?
D. Rangkuman
Terdapat tujuh nilai dasar (The seven core values) yang digunakan untuk
mengembangkan hubungan kerja dengan konsep kolaborasi, yaitu : 1) Respect
for people; 2) Honor and integrity; 3) Ownership and alignment; 4) Consensus;
5) Full responsibility and Accountability; 6) Trust-based Relationship; 7)
Recognition and Growth.
Kolaborasi Sosial Berskala Besar merupakan salah satu implementasi
kolaborasi dalam bentuk kerjasama yang melibatkan pihak pemerintah,
39
(n.d.).http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/21630/BAB%20II
%20KERANGKA%20TEORITIS.pdf?sequence=2&isAllowed=y
Andrew B. Whitford, S.-Y. L. (2010). Collaborative Behavior And The
Performance Of Government Agencies. International Public Management
Journal.
Ansell, C. (2014). Pragmatist Democracy: Evolutionary Learning as Public
Philosophy. New York: Oxford University Press, Inc.
Arrozaaq, D. L. (2016). Collaborative Governance (Studi Tentang Kolaborasi
Antar Stakeholders Dalam Pengembangan Kawasan Minapolitan di
Kabupaten Sidoarjo).
Carpenter, M. A. (2009). Stategic Management: A Dynamic Prespective. New
Jersey: Pearson Printice Hall.
Chris Ansell, A. G. (2007). Collaborative Governance in Theory and Practice.
Journal of Public Administration Research and Theory.
Connick, S. a. (2003). Outcomes of collaborative water policy making: Applying
complexity thinking to evaluation. ournal of Environmental Planning and
Management.
Denok Kurniasih, P. I. (2017). Collaborative Governance Dalam Penguatan
Kelembagaan Program Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat
(SLBM) Di Kabupaten Banyumas. Sosiohumaniora, Volume 19 No. 1.
Dewi, N. L. (2019). Dinamika Collaborative Governance Dalam Studi Kebijakan
Publik. Jurnal Ilmiah Dinamika Sosial Vol 3, No. 2.
Djumara, N. (2008). Negosiasi, Kolaborasi dan Jejaring Kerja. Jakarta: LAN RI.
Donahue, J. D. (2011). Collaborative Governance: provate roles for public goals
in turbulent times. New Jersey: Princenton University Press.
Fatwadi, M. (2015). Koordinasi Dan Kolaborasi. Jakarta: LAN RI.
Fawwaz Aldi Tilano, S. S. (2019). (Collaborative Governance Dalam Upaya
Keselamatan Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Di Kota Semarang .
Fendt, T. C. (2010). Introducting Electronic Suplly Chain Collaboration in China:
Evidence from Manufacturing Industries. . Berlin: Universitatsverlag der
Technischen Universitat Berlin.
40
41