Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Rumah sakit merupakan organisasi yang sangat kompleks dan juga komponen yang
sangat penting dalam upaya peningkatan status kesehatan bagi masyarakat. Salah satu fungsi
rumah sakit adalah menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan yang merupakan
bagian dari sistem pelayanan kesehatan dengan tujuan memelihara kesehatan masyarakat
seoptimal mungkin. Rumah sakit sebagai salah satu tatanan pemberi jasa pelayanan kesehatan
harus mampu menyediakan berbagai jenis pelayanan kesehatan yang bermutu, institusi
pelayanan kesehatan yang kompleks, padat karya, padat pakar dan padat modal (Ilyas, 2000).

Manajemen keperawatan adalah suatu proses menyelesaikan suatu pekerjaan melalui


perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dengan menggunakan sumber daya
secara efektif, efisien dan rasional dalam memberikan pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual yang
komprehensif pada individu, keluarga, dan masyarakat, baik yang sakit maupun yang sehat
melalui proses keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Asmuji, 2012).

Profesionalisasi keperawatan merupakan proses dinamis dimana profesi keperawatan


yang telah terbentuk mengalami perubahan dan perkembangan karakteristik sesuai dengan
tuntutan profesi dan kebutuhan masyarakat. Keperawatan sebagai pelayanan/asuhan profesional
bersifat humanistis, menggunakan pendekatan holistis, dilakukan berdasarkan ilmu dan kiat
keperawatan, berorientasi pada kebutuhan objektif klien, mengacu pada standar profesional
keperawatan dan menggunakan etika keperawatan sebagai tuntutan utama. Perawat dituntut
untuk selalu melaksanakan asuhan keperawatan dengan benar atau rasional dan baik atau etis
(Nursalam, 2011).

Menurut Grant dan Massey (1997) dan Marquis dan Huston (1998), jenis metode
pemberian asuhan keperawatan yang profesional ada 4 metode, yaitu metode fungsional, metode
kasus, metode tim, dan metode primer. Keempat metode tersebut dikenal dengan Model Praktik
Keperawatan Profesional (Nursalam, 2011). Pengembangan MPKP merupakan upaya banyak
negara untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan dan lingkungan kerja perawat. Di
berbagai negara, pengembangan ini mendapat dukungan yang besar dari Departemen Kesehatan
dan dari organisasi profesi (Hoffart dan Woods, 1996; Pearson, 1997). Pengembangan MPKP
juga menjadi strategi berbagai rumah sakit untuk membuat perawat betah bekerja di suatu rumah
sakit yang sering dikenal dengan istilah magnet hospital. (Scott, Sochalski, dan Aiken, 1999
dikutip oleh Sitorus, 2006). Adapun rumah sakit yang menerapkan pengembangan MPKP di
berbagai negara seperti Professional Practice Home (Iowa Veterans Home, 1967), Professional
Nursing Practice Model (Beth Israel Hospital, 1973), Unit Level Self Management Model (John
Hopkins Hospital, 1981), Nursing Development Units (Burford Hospital, 1983), Professionally
Advanced Care Team Model (Robert Wood Johnson Hospital, 1987), Shared Governance (St.
Luke’s Hospital, 1988), Transformational Model for the Practice of Professional Nursing
(Shadyside Hospital, 1993), dan Clinical Development Units Nursing (The Western Sydney Area
Health Service, 1996), (Sitorus, 2006). Di negara Indonesia, Model Praktik Keperawatan
Profesional pertama kali dikembangkan oleh RSUP Nasional dr. Cipto Mangunkusumo
(RSUPNCM).

Model pemberian asuhan keperawatan yang saat ini sedang menjadi trend dalam
keperawatan Indonesia adalah Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) dengan metode
pemberian asuhan keperawatan Modifikasi Primer. Dalam melaksanakan praktek profesi
departemen manajemen, kami mahasiswa profesi ners kelompok Edelweis mencoba
mengidentifikasi dan menganalisis Model Asuhan Keperawatan Profesional yang ada dan lebih
cocok untuk diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan di Ruang Edelweis Rumah Sakit
Umum Sembiring. Mengingat pentingnya fungsi manajemen dalam menjamin kelancaran dan
keberhasilan pelayanan keperawatan, maka konsep manajemen keparawatan perlu diwujudkan
secara nyata dalam tatanan praktek guna menjamin efisiensi, efektifitas, dan kualitas pelayanan
keperawatan yang di berikan kepada klien.

1.2 Tujuan

A. Tujuan Umum
Setelah melaksanakan praktek profesi manajemen keperawatan diharapkan mahasiswa
dan perawat mampu menerapkan dan melaksanakan supervisi klinis dalam manajemen metode
tim keperawatan pada klien sesuai standar fungsi, tugas, peran dan tanggungjawab secara
professional.

B. Tujuan Khusus

1. Mampu melakukan pengkajian terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan yang


dilaksanakan di ruang Edelweis. Mampu menganalisis atau mengidentifikasi
permasalahan manajemen keperawatan yang ada di ruang Edelweis. Mampu menentukan
prioritas masalah berdasarkan permasalahan yang teridentifikasi.
2. Mampu membuat rencana pemecahan masalah (plan of action) untuk mengatasi
permasalahan yang diprioritaskan.
3. Mampu melaksanakan kegiatan yang direncanakan pada plan of action.
4. Mampu menjadi manajer dalam pelaksanaan praktek model keperawatanan profesional
dengan menggunakan metode tim primer diruang Edelweis.
5. Mampu mengevaluasi hasil kegiatan yang telah direncanakan.

C. Manfaat

1. Bagi Mahasiswa

1. Mengaplikasikan dan mengintegrasikan konsep manajemen keperawatan dalam tatanan


praktek klinik dan pengembangan wawasan pengetahuan atau teori manajemen melalui
penerapan fungsi manajemen bangsal.
2. Memberikan kesempatan untuk berfikir kritis dalam menganalisa MPKP
3. Mengaplikasikan metode supervisi klinis dalam praktek manajemen keperawatan.
4. Memberikan pengalaman pada mahasiswa dalam bidang manajemen.

2. Bagi ruangan atau institusi rumah sakit


Dapat dijadikan sebagai sarana dukungan, masukan, atau pengembangan fungsi
manajemen bangsal guna mempertahankan dan peningkatan kualitas pelayanan keperawatan di
ruangan pada khususnya dan kualitas pelayanan rumah sakit pada umumnya.

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1. Konsep dan Proses Manajemen Keperawatan

1. Pengertian

Kata manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno “management”, yang artinya seni
melaksanakan dan mengatur. Manajemen merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif
dalam menjalankan suatu kegiatan yang diorganisasi. Manajemen juga diartikan sebagai suatu
organisasi bisnis yang difokuskan pada produksi dan banyak hal lain untuk menghasilkan suatu
keuntungan (Nursalam, 2012). Menurut Gillies (1986) dalam Nursalam (2012), manajemen didefinisikan
sebagai suatu proses dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain, sedangkan manajemen
keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui anggota staf keperawatan untuk memberikan asuhan
keperawatan secara professional.

Manajer keperawatan dituntut untuk merencanakan, mengorganisasi, memimpin, dan


mengevaluasi sarana dan prasarana yang tersedia untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang
seefektif dan seefisien mungkin bagi individu, keluarga, dan masyarakat. Pengertian Manajemen
Keperawatan menurut Harsey dan Blanchard (1977) dalam Suyanto (2008: 2), pengertian manajemen
adalah suatu proses melakukan kegiatan pencapaian tujuan organisasi melalui kerja sama dengan orang
lain. Manajemen keperawatan adalah suatu proses menyelesaikan suatu pekerjaan melalui
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dengan menggunakan sumber daya
secara efektif, efisien dan rasional dalam memberikan pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual yang
komprehensif pada individu, keluarga, dan masyarakat, baik yang sakit maupun yang sehat melalui
proses keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Asmuji, 2012).

2. Proses Manajemen Keperawatan

Proses manajemen keperawatan sejalan dengan proses keperawatan sebagai satu metode
pelaksanaan asuhan keperawatan yang profesional, sehingga diharapkan keduanya dapat saling
mendukung. Menurut Suyanto (2008) manajemen adalah sebagai suatu proses dapat dipelajari dari
fungsi-fungsi manajemen yang dilaksanakan oleh seorang manajer. Adapun yang dimaksud fungsi
manajemen adalah langkah-langkah penting yang wajib dikerjakan oleh seorang manajer untuk
mencapai tujuan. Masing-masing pakar mengidentifikasi fungsi manajemen yang berbeda-beda.
Keperawatan lebih sering mengadopsi fungsi manajemen menurut George Terry, yaitu :

a. Planning (Perencanaan)

Sebuah proses yang dimulai dengan merumuskan tujuan organisasi, sampai dengan menyusun
dan menetapkan rangkaian kegiatan untuk mencapainya. Melalui perencanaan akan dapat ditetapkan
tugas – tugas staf. Dengan tugas – tugas ini seorang pemimpin akan mempunyai pedoman untuk
melakukan supervisi dan evaluasi serta menetapkan sumber daya yang dibutuhkan oleh staf dalam
menjalankan tugas – tugasnya.

b. Organizing (Pengorganisasian)

Pengorganisasian adalah rangkaian kegiatan manajemen untuk menghimpun semua sumber


daya (potensi) yang dimiliki oleh organisasi dan memanfatkannya secara efisien untuk mencapai tujuan
organisasi.

c. Actuating (directing, commanding, coordinating) atau Penggerakkan

Penggerakan sebagai proses manajemen adalah proses memberikan bimbingan kepada staf
agar mereka mampu bekerja secara optimal dan melakukan tugas – tugasnya sesuai dengan ketrampilan
yang mereka miliki sesuai dengan dukungan sumber daya yang tersedia.

d. Controling (Pengawasan, Monitoring)

Pengawasan adalah proses untuk mengamati secara terus menerus pelaksanaan rencana kerja
yang sudah disusun dan mengadakan koreksi terhadap penyimpangan yang terjadi.

3. Komponen Sistem Manajemen Keperawatan

Manajemen keperawatan terdiri atas beberapa komponen yang saling berinteraksi. Pada
umumnya suatu sistem dicirikan oleh 5 elemen, yaitu input, proses, output, control dan mekanisme
umpan balik.

a. Input. Input dalam proses manajemen keperawatan antara lain berupa informasi, personel, peralatan
dan fasilitas.
b. Proses. Proses pada umumnya merupakan kelompok manajer dan tingkat pengelola keperawatan
tertinggi sampai keperawatan pelaksana yang mempunyai tugas dan wewenang untuk melakukan
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dalam pelaksanaan pelayanan
keperawatan.

c. Output. Elemen lain dalam pendekatan sistem adalah output atau keluaran yang umumnya dilihat dan
hasil atau kualitas pemberian asuhan keperawatan dan pengembangan serta kegiatan penelitian untuk
menindaklanjuti hasil atau keluaran.

d. Control. Control dalam proses manajemen keperawatan dapat dilakukan melalui penyusunan
anggaran yang proporsional, evaluasi penampilan kerja perawat, pembuatan prosedur yang sesuai
standar dan akreditasi.

e. Umpan balik. Selain itu, mekanisme umpan balik diperlukan untuk menyelaraskan hasil dan perbaikan
kegiatan yang akan datang. Mekanisme umpan balik dapat dilakukan melalui laporan keuangan, audit
keperawatan, dan survey kendali mutu, serta penampilan kerja perawat.

4. Ruang Lingkup Manajemen Keperawatan

Keperawatan merupakan disiplin praktik klinis. Manajer keperawatan yang efektif sebaiknya
memahami dan memfasilitasi pekerjaan perawat pelaksana. Menurut Suyanto (2008) Manajer
keperawatan mengelola kegiatan keperawatan meliputi:

a. Menetapkan penggunaan proses keperawatan.

b. Mengetahui intervensi keperawatan yang dilakukan berdasarkan doagnosa.

c. Menerima akontabilitas kegiatan keperawatan yang dilaksanakan oleh perawat .

d. Menerima akuntabilitas hasil kegiatan keperawatan.

Menurut Suyanto, 2008 keperawatan terdiri dari:

a. Manajemen Pelayanan Keperawatan Pelayanan keperawatan di Rumah Sakit dikelola oleh bidang
perawatan yang terdiri dari tiga tingkatan manajerial, yaitu:

1) Manajemen puncak (kepala bidang keperawatan)

2) Manajemen menengah (kepala unit pelayanan / supervisor)


3) Manajemen bawah (kepala ruang perawatan)

b. Manajemen Asuhan Keperawatan

Manajemen asuhan keperawatan yang dilakukan dengan menggunakan proses keperawatan


pada prinsipnya menggunakan konsep – konsep manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengendalian atau evaluasi.

2.2. Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP)

2.2.1. Definisi MPKP

Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur, proses dan nilai-
nilai profesional) yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan
termasuk lingkungan, yang dapat menopang pemberian asuhan tersebut (Hoffart dan Woods, 1996).
Sebagai suatu model berarti ruang rawat tersebut menjadi contoh teladan dalam praktik keperawatan
profesional. Pengembangan MPKP merupakan upaya banyak negara untuk memberdayakan
keperawatan dalam layanan kesehatan, terutama pada saat meningkatnya kebutuhan yang disertai
biaya tinggi dalam layanan kesehatan (Sitorus dan Yulia, 2006). Model Praktik Keperawatan Profesional
merupakan penataan struktur dan proses sistem pemberian asuhan keperawatan pada tingkat ruang
rawat sehingga memungkinkan pemberian asuhan keperawatan profesional (Ratna Sitorus dan
Rumondang Panjaitan, 2011).

Prinsip pemilihan metode penugasan ditinjau dari jumlah tenaga, kualifikasi staf dan klasifikasi
pasien. Pada pertengahan abag ke-19, metode penugasan kasus merupakan metode yang paling
popular. Kemudian muncul metode fungsional untuk menanggulangi kekurangan tenaga, lalu metode
tim diperkenalkan pada decade tahun 70-an. Kemudian mucul pula perawatan primer dan modul yang
juga dikembangkan. Berikut penjelasan metode penugasan yang ada :

1. Metode Kasus (1920)


Setiap pasien ditugaskan kepada semua perawat yang melayani seluruh kebutuhannya pada
saat ia dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift dan tidak ada
jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode
penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat, umumnya dilaksanakan untuk
perawat privat atau untuk perawatan khusus seperti : isolasi, intensive care.
Kelebihan : 1. Perawat lebih memahami kasus per kasus
2. Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah
3.Pelayanan keperawatan diberikan secara komprehensif sehingga
memungkinkan pelaksanaan keperawatan professional

Kekurangan : 1. Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanggungjawab

2. Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang
sama untuk melakukan perawatan sejumlah pasien yang ada.

2. Metode Fungsional (1950)

Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan sebagai
pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu karena masih terbatasnya jumlah dan
kemampuan perawat maka setiap perawat hanya melakukan satu sampai dua jenis intervensi,
misalnya merawat luka kepada semua pasien di bangsal. Metode ini dapat dikatakan sebagai
metode penugasan klasik dimana menitikberatkan kepada pembagian habis tugas sesuai dengan
kebutuhan pelayanan keperawatan saat itu. Metode ini menekankan kepada efisiensi
penyelesaian tugas, pembagian habis tugas, dan pengawasan kepada petugas.

Kelebihan : 1. Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas yang jelas
serta adanya pengawasan yang baik.

2. Sangat baik untuk Rumah Sakit yang kekurangan tenaga (efisiensi).

3. Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan


perawat pasien diserahkan kepada perawat junior dan atau belum
berpengalaman.

4. Tugas tindakan keperawatan akan cepat terselesaikan.

Kelemahan : 1. Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat karena


perawatan yang diberikan menjadi parsial sebatas penugasannya saja.

2. Pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan proses


keperawatan (berorientasi pada tugas, bukan asuhan keperawatan).

3. Persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang berkaitan dengan


ketrampilan saja.
3. Metode Perawatan Tim (sesudah 1950)
Metode pemberian asuhan keperawatan dimana seorang perawat profesional memimpin
sekelompok tenaga keperawatan dengan berdasarkan konsep kooperatif & kolaboratif
(Douglas, 1992). Metode ini diberikan oleh sekelompok perawat kepada sekelompok pasien.
Pelaksanaan metode ini dikembangkan untuk meningkatkan mutu pemberian asuhan
keperawatan yang lebih baik dengan jumlah staf yang ada.
Metode tim dilaksanakan atas dasar keyakinan bahwa :
1. Setiap pasien berhak menerima pelayanan terbaik.
2. Setiap perawat berhak menerima bantuan dalam melakukan tugasnya memberikan
asuhan keperawatan terbaik sesuai dengan kemampuannya.

Tujuan Metode Tim :


1. Memfasilitasi pelayanan keperawatan yang komprehensif.
2. Menerapkan penggunaan proses keperawatan sesuai standar.
3. Menyatukan kemampuan anggota tim yang berbeda-beda.

Penerapan Metode Tim


1. Kepala ruangan membagi jumlah tim keperawatan berdasarkan klasifikasi pasien.
2. Menilai tingkat ketergantungan pasien, melalui :
a. Setiap pagi, karu bersama katim menilai langsung pada masingmasing tim yang menjadi
tanggung jawabnya, atau
b. Setiap tim keperawatan (yang dinas malam) membuat klasifikasi pasien kemudian
diserahkan kepada karu/katim. Cara ini dapat lebih menghemat waktu.
3. Katim menghitung jumlah kebutuhan tenaga.
4. Karu dan katim membagi pasien kepada perawat yang bertugas sesuai kemampuan
perawat (pengetahuan dan keterampilan) Serah terima antar shift oleh karu, katim dan
semua perawat pelaksana yang dapat dilakukan melalui konfrens, atau keliling langsung ke
pasien (sebelum dan selesai dinas). Materi yang diserah terimakan yaitu laporan hasil
pengkajian, permasalahan, implementasi dan evaluasi. Selain itu perencanaan yang harus
dilanjutkan oleh tim yang akan bertugas.
5. Selesai konfrens, seluruh anggota tim mulai melakukan asuhan keperawatan langsung
maupun tidak langsung.
Konsep Metode Tim :
1. Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai
teknikkepemimpinan. Ketua tim bertanggung jawab untuk :
- Melakukan orientasi kepada pasien baru & keluarga.
- Membuat perencanaan.
- Melakukan penelegasian, supervise, dan evaluasi.
- Mengetahui kondisi pasien serta menilai tingkat kebutuhan mereka.
- Mengkaji setiap klien, menganalisa, menetapkan rencana keperawatan (renpra),
menerapkan tindakan keperawatan dan mengevaluasi rencana praktik.
- Mengkoordinasikan renpra dengan tindakan medis melalui komunikasi yang konsisten.
- Mengembangkan kemampuan perawat yang menjadi anggota timnya.
- Membagi tugas anggota tim dan merencanakan kontinuitas asuhan keperawatan melalui
konfrens.
- Membimbing dan mengawasi pelaksanan asuhan keperawatan oleh anggota tim.
- Menyelenggarakan konferensi.
- Bertanggung jawab terhadap kepala ruangan.
2. Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana keperawatan terjamin.
3. Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.
Anggota tim bertanggung jawab untuk :
- Memberikan asuhan keperawatan kepada pasien yang menjadi tanggung jawabnya.
- Bekerja sama antar anggota tim dan antar tim lain.
- Memberikan laporan kepada ketua tim tentang asuhan keperawatan yang telah dilakukan.
- Melaksanakan perawatan sesuai renpra yang dibuat katim.
- Bertanggung jawab atas keputusan keperawatan selama katim tidak ada di tempat.
- Memberikan perawatan total/komprehensif pada sejumlah pasien.
- Berkontribusi terhadap perawatan : observasi terus menerus, ikut ronde keperawatan,
berinterkasi dgn pasien & keluarga, berkontribusi dgn katim/karu bila ada masalah.
4. Peran kepala ruang penting dalam model tim. Model tim akan berhasil baik jika didukung
oleh kepala ruang. Kepala ruang bertanggung jawab untuk :
- Menentukan standar pelaksanaan asuhan keperawatan.
- Melaksanakan supervisi dan evaluasi bersama dengan ketua tim.
- Memberi pengarahan kepada ketua tim.
- Menjadi narasumber bagi tim.
- Membantu staf menetapkan sasaran dari ruangan.
- Mendorong kemampuan staf untuk menggunakan riset keperawatan.
- Memberi kesempatan katim untuk mengembangkan keterampilan kepemimpinan dan
managemen.
- Mengorientasikan tenaga baru.
- Menciptakan iklim komunikasi terbuka.

Penerapan metode tim dapat mengikuti beberapa anjuran berikut agar pelayanan yang
diberikan dapat dilaksanakan sebaik-baiknya :

- Jumlah tim dalam satu ruang berkisar antara 2 -3 tim.

- Besarnya tim ditentukan oleh jumlah tenaga yang ada di ruangan tersebut.

- Mengadakan konferensi dalam kelompok sekitar 5 – 10 menit setiap shift.

Kelebihan : 1. Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh.

2. Mendukung pelaksanaan proses keperawatan.

3. Memungkinkan komunikasi antar timsehingga konflik mudah diatasi dan


memberikan kepuasan kepada anggota tim.

Kelemahan : 1. Komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi
tim, yang biasanya membutuhkan waktu dimana sulit untuk melaksanakan pada
waktu-waktu sibuk (memerlukan waktu ).

2.Perawat yang belum terampil dan kurang berpengalaman cenderung untuk


bergantung/berlindung kepada perawat yang mampu. 3. Jika pembagian tugas
tidak jelas, maka tanggung jawab dalam tim kabur.
BAB III
ANALISA SITUASI
3.1 Pengumpulan Data

Kegiatan pengumpulan data ini dilakukan di Ruangan Edelweis Rumah Sakit Sembiring Deli Tua.
Pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal 17 – 20 Januari 2023 dengan menggunakan
metode observasi dan wawancara. Adapun yang menjadi sasaran dari pengumpulan data ini
adalah Man, Material, Method, dan Machine yang ada di ruangan Edelweis tersebut. Selain itu,
yang menjadi responden dalam pengumpulan data adalah perawat dan pasien.

A. Sumber Daya Manusia (M1-Man)

a. Struktur Organisasi

Instalasi Rawat Inap Edelweis dipimpin oleh Kepala Ruangan dan dibantu oleh CI (Clinical
Instructor), 2 Ketua Tim, 8 Perawat Pelaksana, Pegawai Administrasi 1 orang, serta Cleaning Service 3
orang. Adapun Struktur Organisasi Ruang Edelweis adalah sebagai berikut.

Anda mungkin juga menyukai