Anda di halaman 1dari 36

ADAPTASI ARSITEKTUR TIPE HYBRID TERHADAP PERMUKIMAN

BANTARAN SUNGAI DESA GALUMPANG

KABUPATEN TOLITOLI
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sesuai dengan perkembangan kota dan meningkatnya populasi penduduk,

beberapa tempat yang semula berada di pinggiran kota bergeser menjadi sebuah

daerah pusat kota atau bagian dari pusat kota. Tempat-tempat tersebut akan

menjadi strategis karena memiliki akses yang baik ke semua tempat di perkotaan,

hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh (Tarigan, 2006) bahwa suatu

lokasi menarik untuk di kunjungi atau tidak adalah karena tingkat aksesibilitas.

Karena tingkat aksessibilitas inilah yang menjadikan masyarakat tidak mau

meninggalkan tempat bermukimnya. Meskipun terkadang tempat yang berada di

tepi sungai tersebut menjadi daerah limpasan air sungai yang meluap ketika

volume air sungai meningkat karena curah hujan yang tinggi.

Keberadaan setiap sungai tidak sama pada setiap tempat, terkadang sungai

memberi manfaat yang besar bagi kehidupan atau memberi kerugian sebagai

contoh ketika air sungai meluap dan keluar dari badan sungai yang menyebabkan

banjir. Ketika kondisi ini terjadi pada lokasi yang bukan permukiman maka tidak

akan menimbulkan masalah, tetapi ketika hal ini terjadi pada permukiman maka

timbulah masalah seperti aktifitas keseharian terganggu dan terjadi kerugian

materi bahkan kerugian jiwa. Strategisnya tempat tersebut sangat dirasakan oleh

masyarakat yang tinggal dipermukiman tersebut, walaupun tidak untuk orang

yang melihat tempat tersebut rawan terhadap luapan air sungai.


Desa Galumpang memiliki sungai besar dengan kedalaman 2.5 meter yang

terkadang air sungai tersebut meluap dan merambat ke permukiman, di lokasi ini

terdapat daerah rawan limpasan luapan air sungai yang apabila ketika intensitas

hujan tinggi yang mengakibatkan debit air meningkat dan sungai meluap akan

sangat berdampak pada permukiman bantaran sungai, dikarenakan daerah tersebut

berada sangat dekat dengan sungai dan akan terendam lebih dalam dibanding

daerah lain. Ketika terdampak luapan air sungai daerah ini mengalami banyak

kerugian secara mikro, yaitu rusaknya rumah-rumah semi permanen berdinding

kayu, dan permanen (Gambar 1).

Gambar. 1
Dampak luapan air sungai galumpang
Sumber: facebook Banjir yang terjadi di desa Galumpang 2022

Masyarakat yang mendiami permukiman ini terutama pada daerah

bantaran sungai sudah sangat mengetahui kondisi daerah mereka yang menjadi

langganan luapan air sungai. Keberadaan air yang menggenangi permukiman ini

tidak kurang dari 1 x 24 jam akan segera surut, hanya saja pada saat air surut akan
terdapat sisa material yang tertinggal baerupa lumpur, tanaman dan, material lain

yang turut hanyut pada saaat banjir. Dengan kondisi ini terlihat beberapa

masyarakat telah membangun rumah mereka dengan konstruksi sistem panggung

yang digunakan pada rumah-rumah hunian di desa galumpang terutama yang

berada dibantaran sungai, walaupun sebagaian tidak (Gambar 2).

Gambar. 2 Hunian konstruksi panggung yang berada di bantaran sungai galumpang


Sumber: Dokumentasi Observasi Lapangan, 2022

Sistem panggung yang digunakan pada rumah-rumah hunian di Desa

Galumpang terutama yang berada di bantaran sungai memiliki kelemahan.

Dengan total kenaikan 1 Meter mengakibatkan ruang di bawah kolong rumah

menjadi tidak terpakai dan menjadi sumber penyakit dan ketika terjadi luapan air

sungai, maka masyarakat akan menyesuaikan ketinggian rumah mereka dengan

ketinggian air pada saat air sungai meluap. Akan tetapi seiring dengan berubahnya

ubahnya iklim dan intensitas hujan yang tinggi lantai hunian rumah-rumah

konstruksi panggung cepat atau lambat akan terendam juga oleh air. Akibatnya
masyarakat harus mengeluarkan biaya perawatan rumah yang cukup mahal karena

membutuhkan tiang pancang beton yang tinggi namun ini masih menjadi kendala

terhadap sebuah rumah tinggal karena tiang pancang beton tidak sesuai dan akan

sangat mahal hanya untuk sebuah pondasi rumah tinggal. Berdasarkan fakta

tersebut maka system panggung perlu disesuaikan dengan sistem sub struktur lain

agar dapat menanggapi meluapnya air di sungai galumpang dengan lebih baik

salah satunya dengan menggunakan sistem hibrida.

Elizabeth English (2017) mengemukakan bahwa sistem hybrid

architecture mempunyai banyak kelebihan apabila di bandingkan dengan

penggunaan sistem panggung. Yaitu seperti elevasi rumah akan tetap rendah saat

tidak terjadi banjir atau meluapnya air sungai, rumah dapat mengikuti ketinggian

air, lebih murah dibandingkan dengan sistem panggung dan tetap dapat

mempertahankan nilai lokal dari bangunan tersebut, maka dari itu sistem hibrida

merupakan solusi untuk diadaptasikan pada permukiman bantaran sungai

khususnya Desa Galumpang Dusun 1 terdiri dari RT. 1 dan RT. 2.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang bahwa masyarakat yang mendiami

permukiman ini sudah sangat mengetahui lingkungan tempat tinggal mereka yang

tidak dapat terhindari dari luapan air sungai galumpang. Keadaan ini membawa

pada rumusan masalah yang ada di kawasan permukiman bantaran sungai Desa

Galumpang sebagai berikut:


1. Bagaimana sistem struktur hybrid untuk model arsitektur hunian di

permukiman bantaran sungai desa galumpang dusun 1 RT 1 dan

RT 2 dalam merespon luapan air sungai Galumpang

2. Seperti apa tipe sub struktur hybrid dan penyesuaian elemen

arsitektur pada model hunian di Dusun 1 RT 1 dan RT 2 dalam

menanggapi meluapnya air sungai di desa galumpang?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dijabarkan diatas, maka tujuan

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui system struktur hybrid model arsitektur hunian di

permukiman bantaran sungai desa galumpang dusun RT 1 dan RT

2 dalam merespon luapan air sungai Galumpang

2. Mengetahui seperti apa tipe sub struktur hybrid dan penyesuaian

elemen arsitektur pada model hunian di Dusun 1 RT 1 dan RT 2

dalam menanggapi meluapnya air sungai.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritik, antara lain;

a. Menambah Pengetahuan pada akademisi mengenai

penyesuaian arsitektur hunian yang baik terhadap pemukiman

bantaran sungai.

b. Memunculkan kepekaan desain arsitektur yang lebih

disesuaikan dengan kondisi lingkungan.


c. Memunculkan kepekaan masyarakat tentang pentingnya

mendesain rumah yang menanggapi lingkungannya.

1.4.2 Manfaat praktis, antara lain;

a. Menjadi solusi desain untuk penanggapan rumah (permanent

shelter) yang ada di desa galumpang terutama di Dusun 1 RT 1

dan RT 2.

b. Memberikan alternatif desain rumah yang dapat beradaptasi

terhadap pemukiman bantaran sungai.


1.5 Tinjauan Peneltian Terdahulu

Tabel 1

Matrik Perbedaan dan Penyesuaian Peneliti Terdahulu Dengan Calon Peneliti

NO Nama Peneliti Spain Louis Senduk

1. Judul Penelitian Adaptasi Arsitektur


Tipe Hybrid Terhadap
Bencana Banjir Air
2. Metode Penelitian Deskriptif Kualitatif
3. Lokasi Penelitian Purwakarta
4. Tahun Penelitian 2018
5. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui sub
struktur untuk di
simulasikan pada
model hunian di
kampung pasir kole
dan mengetahui system
apung dalam merespon
banjir
1.6 Lingkup Pembahasan

Adapun ruang lingkup pembahasan dalam penelitian ini antara lain lebih

menekankan pada aspek fungsional hunian tipe hibrida dengan sistem apung yang

mampu beradaptasi dengan lingkungan disekitarnya khususnya permukiman di

bantaran sungai galumpang.

1.7 Sistematika Pembahasan

Sistematika penulisan Adaptasi Arsitektur Hybrid Terhadap Permukiman

Bantaran Sungai Desa Galumpang Kabupaten Tolitoli terdiri atas beberapa bab

yaitu:

BAB I : Pendahuluan, berisi gambaran latar belakang perlunya penelitian ini


dilakukan, dengan melihat berbagai potensi dan masalah yang muncul. Bab ini
juga mengemukakan,manfaat penelitian,tinjauan penelitian terdahulu,lingkup
pembahasan serta sistematika pembahasan.

BAB II : Kajian Pustaka, berisi tentang teori-teori yang berkaitan dengan


penelitian ini, juga mengemukakan studi-studi preseden,kajian wilayah penelitian
dan landasan teori yang digunakan dalam konsep perencanaan dan perancangan.

BAB III : Metode penelitian, berisikan uraian jenis penelitian, lokasi dan waktu
penelitian,populasi,sampel dan teknik pengambilan sampel,jenis dan sumber data,
teknik pengumpulan data instrumen penelitian(bahan dan alat),teknik analisis data

serta alur pikir penelitian.


BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Pengertian Judul

Pengertian Adaptasi Arsitektur Hybrid Terhadap Permukiman Bantaran

Sungai Galumpang

a. Adaptasi, adalah cara organisme dalam mengatasi tekanan lingkungan

sekitarnya untuk bertahan hidup.

b. Arsitektur Hybrid, merupakan konsep arsitektur yang

mengkombinasikan elemen arsitektur yang berbeda dengan tujuan

untuk menghasilkan suatu konsep baru dengan kualitas yang lebih

baik dari elemen penyusunnya.

c. Terhadap, Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata

Terhadap adalah kata depan untuk menandai arah. Arti lainnya

Terhadap adalah Kepada.

d. Permukiman, Menurut undang-undang adalah bagian dari lingkungan

hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang

mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai

penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan

perdesaan.

e. Bantaran, Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah

jalur tanah pada kanan dan kiri sungai (antara sungai dan tanggul).
f. Sungai, Menurut Wikipedia Sungai adalah aliran air alami, biasanya

air tawar, mengalir menuju samudra, laut, danau atau sungai lain.

g. Galumpang, adalah Ibukota Kecamatan Dakopemean, Kabupaten

Tolitoli, Provinsi Sulawesi Tengah.

2.1.2 Pengertian Rumah

Menurut (Rapoport, 1996) rumah adalah suatu tempat untuk

menampung kehidupan manusia untuk bertahan hidup, melindungi diri

terhadap cuaca yang ekstrim dan iklim yang keberadaannya sangat penting

dalam kehidupan manusia. Dikatakan juga bahwa rumah merupakan

sebuah bentuk karakter budaya yang sangat dipengaruhi oleh budaya serta

lingkungan setempat.

(Vitruvius, 1914) menyampaikan sejak dulu manusia selalu mencari cara

untuk berlindung atau melindungi dirinya terhadap gangguan binatang

buas, cuaca, suhu dan mempertahankan diri terhadap musuh. Ide awal

adalah ketika melihat bentukan alam berupa gue atau pohon yang dapat

melindungi dirinya terhadap hujan dan panas, terhadap kekurangan dari

bentukan alam tersebut manusia menambahkan lumpur atau alang-alang

untuk menutupinya dari hembusan angin. Seiring dengan berjalannya

waktu dan kepintaran yang dimiliki oleh manusia semakin meningkat,

maka hunian bentukan alam tersebut ditinggalkan dan membuat bangunan

sebagai tempat tinggal dengan menyesuaikan pada kondisi lingkungan

sekitar.
2.1.3 Tinjauan Tentang Kawasan Perumahan dan Permukiman

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun

1992 Tentang Perumahan dan Permukiman pada pasal 5 poin 1 tentang

perumhan bahwa setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati

dan menikmati atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang

sehat, aman, serasi, dan teratur.

Peraturan Daerah Kabupaten Tolitoli Nomor 16 Tahun 2012 Tentang

Rencana Tta Ruang Wilayah Kabupaten Tolitoli Tahun 2012 – 2032

Paragraf 8 Kawasan Peruntukan Permukiman Pasal 33 ayat 2 dan 3 :

Kawasan peruntukan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf a terdapat di kecamatan Baolan dan Galang. Kawasan

peruntukan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf b tersebar di seluruh Ibu Kota Kecamatan.

2.1.4 Pengertian Perumahan dan Permukiman

Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Pasal 1 Tahun 2011 tentang

perumahan dan kawasan permukiman, Permukiman adalah bagian dari

lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu kesatuan perumahan

yang mempunyai Prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai

penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan

perdesaan. Kemudian kawasan permukiman adalah bagian dari

lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan

perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat

tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung


perikehidupan dan penghidupan. Lingkungan hunian adalah bagian dari

kawasan permukiman yang terdiri atas lebih satu kesatuan permukiman.

2.1.5 Prasarana Sarana dan Utilitas Umum Perumahan

Klasifikasi Prasarana Sarana dan Utilitas Perumahan

1) Prasaranan, Sarana, dan Utilitas Perumahan

Berdasarkan Standar pelayanan minimal dalam Peraturan Menteri Negara

Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor :28 Ibid 42

22/PERMEN/M/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang

Perumahan Rakyat Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota cakupan

rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat dan

aman yang didukung dengan prasarana, sarana dan utilitas umum (PSU)

dengan ketentuan sebagai berikut :

a) Jalan

b) Pembuangan Limbah

c) Drainase dan Pengendalian Banjir

d) Persampahan

e) Air minum / Jaringan air bersih

f) Listrik dan Penerangan Jalan Umum

Perumahan yang tergolong primer lainnya diatur dalam penjelasan

Pasal 28 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang

Perumahan dan Kawasan Permukiman dimana dijelaskan bahwa yang

dimaksud dengan rencana kelengkapan prasarana sarana dan utilitas

paling sedikit Meliputi :


1. Prasarana :

a) Jalan

b) Sanitasi / Pembuangan Limbah

c) Drainase

2. Sarana :

a) Rumah Ibadah

b) Ruang Terbuka Hijau

3. Utilitas :

a) Jaringan Listrik

b) Jaringan Telepon

Sarana perumahan lainnya yang dapat digolongkan kedalam sarana

perumahan primer yang wajib adalah sarana lahan pemakaman.

2.1.6 Sungai

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai,

pengertian Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa

jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai

muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan.

A. Sempadan Sungai

Sempadan sungai atau floodplain terdapat diantara ekosistem

sungai dan ekosistem daratan. Berdasarkan Surat Keputusan

Presiden Republik Indonesia No. 32 Tahun 1990 tentang

Pengelolaan Kawasan Lindung, sempadan sungai didefinisikan

sebagai kawasan sepanjang kiri dan kanan sungai, termasuk sungai


buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat

penting untuk mempertahankan fungsi sungai. Daerah sempadan

mencakup daerah bantaran sungai yaitu bagian dari badan sungai

yang hanya tergenang air pada musim hujan dan daerah sempadan

yang berada di luar bantaran yaitu daerah yang menampung luapan

air sungai di musim hujan dan memiliki kelembaban tanah lebih

tinggi dibandingkan kelembaban tanah pada ekosistem daratan.

Banjir di sempadan sungai pada musim hujan adalah peristiwa

alamiah yang mempunyai fungsi ekologis penting dalam menjaga

keseimbangan lingkungan dan kesuburan tanah. Bantaran

ditentukan berdasarkan hubungan antara aliran banjir dan luas

profil alur bawah, biasanya 1.0 m – 1.5 m diatas elevasi muka air

rendah rata-rata. Sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri P.U

No. 63/PRT/1993. Yang disebut bantaran sungai adalah lahan pada

kedua sisi sepanjang palung sungai sampai dengan kaki tanggul

sebelah dalam, dan untuk peraturan mengenai garis sempadan

sungai yang diatur dala pasal 6 ditetapkan sekurang-kurangnya 3

meter disebelah luar sepanjang kaki tanggul, sedangkan dalam

pasal 8 penetapan garis sempadan sungai tak bertanggul di dalam

kawasan perkotaan didasarkan pada kriteria sungai yang

mempunyai kedalamana 3 m – 20 m, garis sempadan ditetapkan

sekurang – kurangnya 15 meter dihitung dari tepi sungai pada

waktu ditetapkan.
2.1.7 Banjir

Menurut Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Tahun

2002. Banjir dapat di definisikan sebagai aliran yang relatif tinggi dan

tidak tertampung lagi oleh air sungai atau saluran, sedangkan menurut

(Suripin, 2003) definisi banjir adalah suatu kondisi di mana air tidak

tertampung dalam saluran pembuang (palung sungai) atau terhambatnya

aliran air di dalam saluran pembuang, sehingga meluap menggenangi

daerah (dataran banjir) sekitarnya.

1. Faktor Penyebab Terjadinya Banjir

Ada beberapa faktor perubahan yang mengakibatkan mengapa

Banjir terjadi (Site, 2016)

a) Perubahan Lingkungan (alam)

Perubahan iklim merupakan faktor utama penyebab banjir yang

mengakibatkan pola hujan berubah dimana saat ini musim

penghujan datang dengan waktu yang lebih cepat serta

intensitas hujan yang tinggi. Akibatnya drainase yang ada tidak

mampu lagi menampung volume debit air dan tanah

mengalami penjenuhan.

b) Pemanasan Global

Pemanasan global merupakan salah satu yang

menyebabkan perubahan iklim yang memicu tidak teraturnya

pola hujan. Sehingga hujan sering terjadi dengan intensitas


yang tidak teratur kadang rendah dan kadang juga bisa sangat

tinggi. Intensitas hujan yang tinggi inilah yang memicu

terjadinya banjir, dan ketika curah hujan dengan intensitas

rendah juga dapat mengakibatkan kekeringan.

c) Perubahan Penggunaan Lahan

Perubahan Penggunaan Lahan otomatis juga terjadi

perubahan tutupan lahan. Penggunaan lahan itu ada

permukiman, sawah, tegalan, ladang dll. Sedangkan

tutupan lahan itu adalah vegetasi yang tumbuh diatas bumi.

Akibat dari perubahan penggunaan lahan inilah yang

menyebabkan semakin tingginya aliran permukaan dan

apabila terjadi curah hujan yang melampaui laju infitrasi

tanah.

Penebangan liar tanpa adanya reboisasi kembali yang

berkelanjutan terutama di area sekitaran sungai juga dapat

menyebabkan berkurangnya air tanah, sementara itu

kemampuan resapan air pada daerah tutupan lebih besar

dibandingkan daerah non-tutupan.

d) Keadaan geografis

Salah satu penyebab terjadinya banjir adalah keadaan

geografis suatu tempat yang mana pada daerah tersebut

merupakan dataran rendah atau di dataran banjir sehingga

sangat rentan terkena genangan dan seringnya tidak bisa


terhindarkan dari banjir. Terdapatnya hambatan pada aliran

sungai dan kemiringan dasar sungai yang tidak terlalu

miring menyebabkan kapasitas pengaliran sungai relatif

kecil.

2.1.8 Adaptabilitas Arsitektur Terhadap Banjir

1. Arsitektur Amfibi

Mengacu kepada (Elizabeth English, 2017), (Fenuta, 2010),

(Wijanarka, 2013) Bahwa arsitektur amfibi adalah arsitektur yang

dirancang memperhatikan adanya banjir yang mana strukturnya

menggunakan tipe apung gabungan (hibrida) dengan

mengkombinasikan tiang tambat dengan pondasi apung agar dapat

mengapung dan mengikuti ketinggian muka air pada saat banjir,

dan akan kembali menapak ke tempat semula ketika air banjir

surut.

Gambar 1.3 Ilustrasi rumah pada saat tanah kering dan


pada saat tanah berair atau banjir
Sumber : www.ikons.id

Oleh karena itu arsitektur amfibi dapat bergerak naik turun

pada posisi atau tempat yang sama. Untuk dapat mengapung saat
banjir diperlukan konstruksi apung pada sub-strukturnya. Material

apung yang digunakan pada konstruksi ini adalah styrofoam (EPS)

(Elizabeth English, 2017) concrete floating (beton Apung) (Fenuta,

2010) drum plastic (Wijanarka, 2013) dan batang kayu berdiameter

50 cm lebih, bambu, botol plastik atau gallon mineral, dan beton

kedap air berongga (hollow core wall) merupakan teknologi

terbaru (Kepala Laboratorium Arsitektur Kota dan Kawasan

Tepian Air, 2013). Untuk landasan atau tempat berpijak pada tanah

pada saat banjir surut diperlukan konstruksi landasan. Dan agar

dapat bergerak

secara vertikal

diperlukan

konstruksi

tiang tambat untuk

pemandu bangunan

bergerak secara

vertikal.
Gambar 1.4 Ilustrasi pengaplikasian material apung pada rumah amfibi
Sumber : Thriving with water : Developments in amphibious architecture in

north America

2.2 Studi Preseden

2.2.1 Maasbommel’s Amphibious Homes oleh Waterstudio and Dura

Vermeer

Gambar 1.5
Massbommel’s Amphibious Homes oleh Waterstudio and Dura Vermeer
Sumber : www.rumah.com

Perusahaan asal Belanda, Waterstudio dan Dura Vermeer

merampungkan contoh perumahan amfibi terkenal di Maasbommel,

daerah dekat Sungai Mass. Meskipun rumah berdiri di dasar sungai,

arsitektur dirancang sedemikian rupa sehingga rumah dan pondasi bisa


mengapung ketika banjir. Listrik dan saluran pembuangan tetap utuh

berkat pipa fleksibel.

2.2.2 The Greenhouse That Grows Legs oleh Between Art and Technology

Studio

Gambar 1.5 The


Greenhouse That Grows Legs oleh Between Art and Technology Studio
Sumber : www.rumah.com

Between Art and Technology Studio memutuskan untuk

mengambil pendekatan yang berbeda dalam desain mereka dari struktur

tahan banjir. Alih-alih membiarkan air mendorong struktur ke atas

Greeenhouse That Grows Legs menggunakan system mengangkat hidrolik


yang dapat meninggikan bangunan 800 milimeter dari tanah. Pemilik

rumah juga dapat memindahkan bangunan melalui remote control.


2.2.3 Bamboo Homes oleh H&P Architects
Gambar 1.5 Bamboo Homes oleh H&P Arcitects
Sumber : www.rumah.com

Terbuat dari bamboo lokal, rumah Jerami yang dibangun diatas

platform dibangun dari minyak daur ulang. Ini berfungsi sebagai

pelampung dan memungkinkan banjir untuk mengapungkan rumah.

2.2.3 FLOAT House oleh Morphosis


Gambar 1.5 Bamboo Homes oleh H&P Arcitects
Sumber : www.rumah.com

Rumah bersertifikat LEED Platinum ini dirancang oleh Morphosis

untuk Make it Right Foundation milik Brad Pitt di Lower Ninth WardNew

Orleans. Rumah 945 meter persegi ini menawarkan solusi untuk daerah

rawan banjir di seluruh dunia. Rumah dibangun dengan bahan fabrikasi

terbuat dari polystyrene foam dilapisi kaca yang diperkuan dengan serat

beton cukup ringan yang bisa berfungsi sebagai rakit ketika air meluap.

2.3 Kajian Wilayah Penelitian

2.3.1 Tinjauan Umum Lokasi Penelitian

A. Kondisi Geografis

Peta Kabupaten Tolitoli

Sumber:google

Kabupaten Tolitoli merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi

Tengah. Kedudukan kabupaten Tolitoli termasuk daerah potensial dan

strategis di provinsi Sulawesi Tengah dipandang dari stabilitas ideologi,


politik, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Letak Kabupaten

Tolitoli secara Astronomi terletak pada posisi 0,35’-1,20’ lintang utara

dan 120.312’-122,09’ bujur timur. Luas kabupaten tolitoli 4.079.77 km².

Berikut adalah batas-batas wilayah Kabupaten Tolitoli.

Sebelah Utara : Laut Sulawesi

Sebelah Selatan : Kabupaten Donggala dan Kabupaten

Parigi Moutong

Sebelah Barat : Selat Makassar yang memisahkan pulau

Sulawesi dengan pulang Kalimantan

Sebelah Timur : Kabupaten Buol

B. Kondisi Topografi

Kondisi Topografi Kabupaten Tolitoli terdiri dari dataran,

perbukitan hingga pegunungan. Posisi daerah yang ada di wilayah ini

tersebar pada ketiga bentang lahan tersebut dengan dataran sebagai

daerah terbesar yang menjadi permukiman masyarakat, wilayah pesisir

pantai serta kawasan lainnya terletak di kawasan hutan dan lembah

pegunungan. Kabupaten Tolitoli terletak pada ketinggian 0-2.500 meter

dari permukaan laut, dengan keadaan topografis dataran hingga

pegunungan sedang dataran rendah yang umumnya tersebar di sekitar

pantai dan letaknya bervariasi. Perhitungan luas peta ketinggian, ternyata

daerah dengan ketinggian 100-500 meter dari permukaan laut adalah

paling luas yaitu sebesar 192.748 hektar atau 47,24 persen yang tersebar

di seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Tolitoli. Sedangkan daerah


yang berada pada ketinggian >1.000 meter dari permukaan laut

berjumlah paling kecil yaitu sebesar 16.887 hektar atau 4,14 persen.

Selanjutnya hasil perhitungan luas peta ketinggian wilayah di Kabupaten

Tolitoli hingga tahun 2020, menggambarkan wilayah yang memiliki

ketinggian 0-100 meter dari permukaan laut seluas 105.963 hektar atau

sebesar 25,97 persen yang tersebar di seluruh wilayah kecamatan.

NO KECAMATA TINGGI WILAYAH JARAK KE


. N 0-100 100- 500- >1000 IBUKOTA
mdpl 500 1000 mdpl TOLITOLI(KM
mdpl mdpl )
1. Dampal 39,05 38,20 22,75 - 172
Selatan % % %
2. Dampal Utara 48,40 47,50 4,10% - 149
% %
3 Dondo 19,54 49,70 28,14 2,62% 93
% % %
4.. Ogodeide 35,10 24,90 40,00 - 52
% % %
5. Basidondo 27,89 20,85 19,03 32,22 62
% % % %
6. Baolan 30,70 38,90 20,40 10,00 -
% % % %
7. Lampasio 29,30 30,34 13,02 27,34 27
% % % %
8. Galang 24,50 48,50 22,50 4,50% 12
% % %
9. Tolitoli Utara 18,30 60,20 20,40 1,10% 79
% % %
10. Dako Pemean - - - - 24
11. Tolitoli 25,97 47,24 22,64 4,14% 100
% % %

C. Kondisi Klimatologi

Terdapat dua musim secara tetap mempengaruhi iklim di

Kabupaten Tolitoli yaitu musim Barat yang basah dan musim Utara yang

kering. Angin Barat bertiup antara bulan Oktober sampai bulan Maret

dan pada periode ini Kabupaten Tolitoli ditandai dengan musim

penghujan. Sedang Angin Utara bertiup antara bulan April sampai bulan

September, yang pada periode ini di Kabupaten Tolitoli terjadi musim

kemarau. Curah hujan disuatu tempat antara lain dipengaruhi oleh

keadaan geografi dan perputaran/pertemuan arus udara. Pada musim

hujan, angin bertiup agak menurun dibandingkan dengan keadaan angin

pada musim kering. Data klimatologi Kabupaten Tolitoli tahun 2020

Curah Hujan Tertinggi tercatat pada Stasiun Meteorologi Lalos Tahun

2020 terjadi pada Juni yaitu 727.30mm, sedangkan curah hujan terendah

terjadi pada bulan Maret dengan 24.6 mm, sementara itu kecepatan angin

berkisar antara 1.30 – 1.80 knot dan kecepatan angin tercepat terjadi pada

bulan Desember dengan kecepatan 10.80 knot.

2.4 Landasan Teori

Berikut adalah kajian teori yang berkaitan dengan Adaptasi

Arsitektur Hybrid Terhadap Permukiman Bantaran Sungai Galumpang.


2.4.1 Pengertian Rumah

Menurut (Rapoport, 1996) rumah adalah suatu tempat untuk

menampung kehidupan manusia untuk bertahan hidup, melindungi diri

terhadap cuaca yang ekstrim dan iklim yang keberadaannya sangat penting

dalam kehidupan manusia. Dikatakan juga bahwa rumah merupakan

sebuah bentuk karakter budaya yang sangat dipengaruhi oleh budaya serta

lingkungan setempat.

2.4.2 Tinjauan Tentang Kawasan Perumahan dan Permukiman

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun

1992 Tentang Perumahan dan Permukiman pada pasal 5 poin 1 tentang

perumahan bahwa setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati

dan menikmati atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang

sehat, aman, serasi, dan teratur.

2.4.3 Pengertian Perumahan dan Permukiman

Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Pasal 1 Tahun 2011 tentang

perumahan dan kawasan permukiman, Permukiman adalah bagian dari

lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu kesatuan perumahan

yang mempunyai Prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai

penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan

perdesaan.

2.4.4 Prasaranan Sarana dan Utilitas Umum Perumahan

Berdasarkan Standar pelayanan minimal dalam Peraturan Menteri

Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor :28 Ibid 42


22/PERMEN/M/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang

Perumahan Rakyat Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota cakupan

rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat dan

aman yang didukung dengan prasarana, sarana dan utilitas umum (PSU)

dengan ketentuan sebagai berikut :

g) Jalan

h) Pembuangan Limbah

i) Drainase dan Pengendalian Banjir

j) Persampahan

k) Air minum / Jaringan air bersih

l) Listrik dan Penerangan Jalan Umum

2.4.5 Sungai

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai,

pengertian Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa

jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai

muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan.

2.4.6 Banjir

Menurut Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Tahun

2002. Banjir dapat di definisikan sebagai aliran yang relatif tinggi dan

tidak tertampung lagi oleh air sungai atau saluran, sedangkan menurut

(Suripin, 2003) definisi banjir adalah suatu kondisi di mana air tidak

tertampung dalam saluran pembuang (palung sungai) atau terhambatnya


aliran air di dalam saluran pembuang, sehingga meluap menggenangi

daerah (dataran banjir) sekitarnya.


2.4.7 Adaptabilitas Arsitektur Terhadap Banjir

1. Arsitektur Amfibi

Mengacu kepada (Elizabeth English, 2017), (Fenuta, 2010),

(Wijanarka, 2013) Bahwa arsitektur amfibi adalah arsitektur yang

dirancang memperhatikan adanya banjir yang mana strukturnya

menggunakan tipe apung gabungan (hibrida) dengan

mengkombinasikan tiang tambat dengan pondasi apung agar dapat

mengapung dan mengikuti ketinggian muka air pada saat banjir,

dan akan kembali menapak ke tempat semula ketika air banjir

surut.
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

kualitatif. Penetlitian ini dilakukan menggunakan pola pikir deduktif dengang

berpikir berlandaskan pandangan umum ke khusus. Pola pikir ini melihat

pandangan umum bahwa daerah yang berhubungan langsung dengan air sungai

sudah pasti rawan terhadap permasalahan banjir. Masalah tersebut memicu

tindakan adaptasi terhadap lingkungan yang berbasis air.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi studi dalam penelitian ini adalah Desa Galumpang Kecamatan

Dakopemean Kabupaten Tolitoli Sulawesi Tengah

RT 2

RT 1

Gambar. 6 Peta Lokasi Desa Galumpang Kecamatan Dakopemean Kabupaten Tolitoli Sulawesi
Tengah

Sumber : Google Earth


3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan terhitung dari keluarnya SK judul. Penelitian
dilaksanakan mulai pada tanggal 24 November 2022 sampai dengan selesai.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi menurut (Nursalam) adalah keseluruhan dari variabel yang
menyangkut masalah yang ditelititi. Sehingga selama suatu variabel memiliki
hubungan dengan topik yang diteliti maka termasuk ke dalam populasi penelitian,
populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masyarakat yang ada di Desa
Galumpang khususnya yang berada di Dusun 1 RT. 1 dan RT. 2
3.3.2 Sampel Penelitian
Untuk mengambil sampel penelitian menggunakan teknik sampling.
Teknik ini dilakukan untuk menghemat waktu, tenaga, dan biaya, mengingat
kawasan studi sangat luas dan waktu studi yang terbatas. Teknik sampling ini
digunakan untuk menentukan jumlah sampel dari sejumlah populasi yang akan di
teliti. Populasi sendiri merupakan keseluruhan penduduk atau individu yang
dimaksudkan untuk diselidiki (Nazir, 1999). Sehubungan dengan hal tersebut,
sampel adalah sejumlah bagian populasi yang merupakan representatif
karakteristik dari populasi, sehingga hasil penelitian ini dapat kita generalisasikan
kepada populasi. Pada hasil penelitian sampel nantinya akan diambil dari
beberapa masyarakat Desa Galumpang khususnya di Dusun 1 RT. 1 dan RT. 2.
3.4 Jenis dan Sumber Data
Data-data yang dikumpulkan dalam penelitian meliputi data primer dan
data sekunder.
1. Data Primer
Data primer diperoleh dengan melakukan survey ke lokasi
penelitian dengan cara melakukan pengamatan langsung dan
mengambil data langsung dari lapangan. Mengidentifikasi lokasi
penelitian dengan mengacu pada teori-teori perancangan yang
mendukung terhadap penyelesaian desain.
2. Data Sekunder
Data Sekunder merupakan data pelengkap yang diperoleh dari
sumber-sumber lain yang berasal dari luar lokasi penelitian melalui
buku-buku literatur media, berita online dan instansi pemerintah
yang terkait dengan penyelesaian terhadap permasalahan banjir dan
adaptasi bangunan terhadap banjir dengan mempertimbangkan
ruang keselearasan antara perumahan dengan alam
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah secara
deskriptif kualitatif yaitu dengan teknik tiangulasi (observasi wawancara serta
studi dokumentasi) (Sugiyono,2018)
1. Observasi
Kegiatan observasi ini adalah langkah awal yang dilakukan oleh
peneliti dalam pelaksanaan penelitian dalam upaya pengumpulan
data serta informasi mengenai permasalahan penelitian. Observasi
dilakukan degan pengamatan terhadap lingkungan fisik ataupun
kegiatan yang sedang berlangsung serta adaptasi perumahan
bantaran sungai galumpang.
2. Teknik Wawancara
Wawancara ditujukan kepada responden dengan pertanyaan terkait
kondisi hunian ketika banjir, kondisi lingkungan, kerugian-
kerugian harta benda dan adaptasi hunian terhadap banjir.
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi yang dilakukan adalah dengan melakukan
pengambilan gambar bangunan dan lingkungan kawasan studi serta
mencari data kondisi lingkungan dan mengumpulkan data dari
sumber non-insani. Sumber ini terdiri dari dokumen dan rekaman
seperti surat kabar, naskah pribadi, dan foto-foto catatan kasus dan
lain sebagainya.
3.6 Alat dan Bahan
Dalam penelitian ini alat yang digunakan adalah:
1. Alat tulis untuk mencatat hasil survei lapangan dan sketsa lapangan
2. Kamera untuk mengambil data visual (gambar dan rekaman)
kondisi lokasi
3. Komputer/laptop untuk menyusun hasil penelitian
4. Printer untuk mencetak hasil penelitian dalam bentuk lembaran.
3.7 Analisis Data Penelitian
Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.
Teknik ini mengembangkan teori adaptasi arsitektur tipe hybrid dan
adaptasi perilaku berdasarkan fakta lapangan. Analisis data ini akan
memberikan kesimpulan generalisasi tentang kondisi banjir terhadap
permukiman dan tindakan adaptasi hunian bantaran sungai galumpang.
3.8 Alur Pikir Penelitian

Anda mungkin juga menyukai