Anda di halaman 1dari 3

PEMILU BUKAN KHAYALAN

Karya
Aziss Eko Wulan Santoso

Ada seorang pemuda dengan kumis tipis sukanya memakai baju yang berkerah sebut
dia dengan nama Poporazi. Poporazi lulusan Sarjana Pendidikan saking pintarnya dia kuliah
hampir delapan tahun hampir di DO. Dia keturunan dari keluarga kaya raya maksudnya kaya
warisan. Poporazi berkeinginan menjadi orang kaya tetapi dia tidak mau bekerja keras hanya
ingin kaya dengan cara instan.
Di kampung Poporazi sangat dihormati karena dia hanya salah satu lulusan Sarjana
Pendidikan di kampungnya, maklum Poporazi keturunan dari keluarga kaya warisan.
Poporazi selalu besar kepala karena banyak orang yang menghormati dia.
Setiap ngobrol dengan mayarakatnya dia selalu memamerkan ijazah sarjana
pendidikannya. Inti dari obrolannya kalau lulusan sarjana cari pekerjaan itu mudah. Ketika
asyik mengobrol ada salah satu temannya yang bernama Roni menyamperin Poporazi.
“Podo ngomongi opo? Roni bertanya dengan wajah tak bersalah
“Menengo wae iki low aku lagi cerito karo masyarakat yen lulusan Sarjana golek gawean
penak”. Kata Poporazi dengan rasa percaya diri.
“Buktikan” Roni sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Siap Mase” Poporazi menjawab dengan tegas.
***
Keesokan harinya Poporazi melamar suatu pekerjaan disebuah instansi sekolah dasar
dia langsung diterima karena di sekolah yang terletak di kampungnya banyak kekurangan
tenaga pendidik. Dia bekerja diinstansi sekolah dasar hanya bertahan beberapa bulan saja
dengan alasan gajinya sedikit.
Poporazi sudah tidak bekerja di instansi sekolah dasar dia menjadi pengangguran
sukses. Selama dua tahun tidak bekerja hanya kerjanya di kamar tidur. Sampai ditegur orang
tuamya.
“Tole (Tole merupakan nama panggilan untuk anak laki-laki) mbok golek gawean kono ojo
kor tura turu wae” Kata Ibunya
“ Iki lagi golek gawean lewat khayalan ku bu” Poporazi menjawab dengan rasa percaya diri.
Suatu ketika ada seorang anggota partai politik yang mempunyai rencana tahun depan
mau mencalonkan caleg sebut saja dia dengan nama Parji. Parji menawarkan pekerjaan untuk
Poporazi menjadi tim suksesnya. Dengan senang hati Poporazi menerimanya sebab sudah
lama menjadi pengangguran. Parji mempengaruhi Poporazi dengan janji manis.
“yen koe iso danai aku terus aku iso dadi legislatif uripmu pasti kepenak koe arep golek
gawean pasti ketompone” Parji berkata sambil senyum-senyum.
“Siap-siap” Poporazi dengan wajah penuh kebahagiaan.
***
Setahun kemudian sudah memasuki tahun pemilu. Parji ditetapkan sebagai caleg di
suatu partai. Parji mempunyai visi dan misi kalau banyak uang pasti banyak yang
memilihnya. Dalam pemikirannya Parji, tidak salah pilih menjadikan Poporazi menjadi tim
suksesnya. Dengan alasan Poporazi banyak uang dari warisannya bukan memanfaatkan dari
segi ilmunya. Parji menelpon Poporazi intinya mengajak bertemu disuatu tempat rumah
makan untuk membahas visi dan misinya.
Sesampai rumah makan Poporazi di hidangkan banyak makanan. Sambil menikmati
makanan ada obrolan santai tetapi serius.
Parji “Saya sekarang sudah ditetapkan sbagai Caleg Pop (Pop adalah nama panggilan
Poporozi)”
“Untuk uang sudah saya siapkan untuk dana kampanye” ucapan Poporozi dengan penuh
semangat.
Parji “Bagussssss, akan saya siapkan strategi khusus”
Setelah pertemuan dengan Parji, Poporazi memutuskan untuk pulang ke rumah
bertemu dengan keluarganya. Sesampai di rumah Poporazi bercerita kepada ibunya bahwa
Poporazi menjadi tim suksenya Parji dengan sepontan Ibunya kaget.
“Astaga Tole, ojo neko-neko jadi tim sukses”
“Seng tanang Bu, saya pasti menjadi orang sukses golek garapan penak”
“Mending kamu keluar saja dadi tim suksesnya Parji” Ibunya berkata dengan nada tinggi.
Poporazi kesal dan meninggalkan rumahnya.
Tanpa sepengetahuan orang tuanya Poporazi menjual sebagian warisannya untuk
persiapan kampanye Parji. Seiring berjalannya waktu orang tua Poporazi mengetahui
sebagian warisannya dijual. Orang tuanya marah besar dengan Poporazi. Poporazi dicari
kemana-mana tidak ketemu dan dihubungi lewat HP juga tidak bisa.
***
Memasuki bulan kampanya. Poporazi dikasih tambahan jabatan juru bicara oleh Parji
caleg. Setiap kampanye Poporazi menjual suaranya supaya masyarakat memilih Parji untuk
menjadi legislatif. Setiap hari berkeliling mempromosikan Parji kepada masyarakat supaya
banyak yang memilihnya. Pekerjaan Poporazi seperti seles barang. Supaya lebih meyakinkan
lagi Poporazi juga membagi-bagikan uang dengan alasan Parji caleg memberikan uang
sumbangan kepada masyarakat. Uang yang dibagikan itu adalah uang hasil penjualan
warisannya. Alat peraga kampanye juga dibiyayai oleh Poporazi. Setelah masa kampanye
hampir selesai uang warisan Poporazi sudah habis. Poporazi tiba-tiba memiliki rasa
kekawatiran tetapi dia menutupi dengan cara berkhayal kalau Parji menjadi legislatif aku
golek gawean penak.
***
Sudah memasuki hari pemungutan suara. Poporazi membentuk saksi disetiap TPS
untuk mengawasi perhitungan suara khususnya suara untuk Parji. Walaupun Parji yang
menjadi caleg yang bekerja keras adalah Poporazi. Saat pemilihan suara dimulai Poporazi
hanya mengawasi TPS di tempat tinggal Parji mengikuti dengan seksama sambil menulis
hasil penghitungan suara. Kotak suara mulai dibuka Poporazi mengalami keringat dingin.
Setiap perhitungan suara yang dibacakan ternyata yang memilih Parji suaranya sedikit tidak
sesuai dengan apa yang diharpkan Poporazi atau suaranya Jeblosssss. Dengan rasa yang
sangat khawatir Poporazi langsung menghubungi tim saksinya yang sudah di bentuk di setiap
TPS ternyata hasilnya juga sama yaitu Jeblossss semua. Mengetahui hasilnya jeblos semua
Poporazi pingsan karena di khayalannya Parji pasti banyak memilih. Setelah siuman Poporazi
menghubungi Parji tetapi tidak bisa dihubungi. Poporazi panik langsung ke rumah Parji
sesampai rumah Parji, Parji sudah pergi meninggalkan Poporazi karena Parji tidak siap
mengembalikan uang kepada Poporazi yang sudah digunakan dalam masa kampanya.
Semenjak kejadian itu Poporazi tidak siap menerima kekalahan walaupun hanya
menjadi tim sukses sehingga Poporazi menjadi gangguan jiwa. Istilah nasi sudah menjadi
bubur.

Anda mungkin juga menyukai