Anda di halaman 1dari 6

Teori dan Sejarah Perkembangan Agama Islam di Asia Tenggara menurut Para Ahli

Oleh: Corina H Ilmaniar

Banyak yang mengatakan Islam di Asia Tenggara adalah Islam yang ramah dimana umat Islam bisa
hidup secara damai di lingkungan yang majemuk di antara berbagai aliran dan agama-agama yang
berbeda. Islam di Asia Tenggara juga dikenal kaya akan berbagai corak budaya dan kesenian. Pada
tahun 1900an misalnya, Islam Asia Tenggara dijuluki oleh Media Internasional terkemuka seperti
Newsweek dan Majalah Times sebagai Islam dengan ‘Islam with Smiling Face’. Islam Asia Tenggara
ecara general telah dianggap sebagai merk damai dan moderat. Hal ini perlu dipromosikan secara terus
menerus kepada khalayak ramai Azra (2001).

Populasi Islam di Asia Tenggara sendiri juga sangatlah signifikan terutama karena kontribusi dari
Indonesia yang merupakan negara dengan populasi Islam terbesar dunia. Di Asia Tenggara tidak semua
negara didominasi oleh populasi muslim. Negara-negara seperti Singapura, Vietnam, Thailand, Laos,
Kamboja, dan Myanmar Islam menjadi populasi minoritas.

Menurut Azra (2002), wilayah Asia Tenggara terletak jauh dari pusat-pusat Islam di Timur Tengah. Ia
menyebutkan, jauhnya wilayah Nusantara dari timur tengah membuat proses islamisasi yang
berlangsung sangat berbeda dengan islamisasi yang terjadi di kawasan Afrika Utara, Asia Selatan dan
Timur Tengah yang dalam literatur banyak diistilahkan dengan Fath atau Futuh yang artinya
pembebasan dimana hal ini banyak melibatkan kekuatan militer. Meskipun penyebaran Islam di
kawasan Afrika maupun Timur Tengah tidak selalu berupa pemaksaan terhadap penduduk setempat.
Sebaliknya penyebaran agama Islam di Asia Tenggara memiliki pendekatan dengan cara damai dan
toleran serta tidak pernah disebut futuh yang disertai kehadiran kekuatan militer.

Para ahli memiliki pendapat yang berbeda mengenai siapa, kapan dan bagaimana Islam disebarkan di
kawasan Asia Tenggara. Ada yang mengatakan melalui jalan perdagangan, pernikahan, seni,budaya,
tasawuf, politik, pendidikan namun teori-teori yang berbeda tersebut tidak menafikan bahwa
penyebaran Islam di Asia Tenggara adalah dengan jalan damai. Secara garis besar ada tiga teori
mengenai siapa yang membawa Islam pertamakali ke Nusantara menurut para ahli.

1. Teori India: Banyak akademisi dari Belanda yang berargumen bahwa asal mula Islam di Nusantara
adalah berasal dari India. Teori ini bersandar pada asumsi bahwa kebudayaan Islam Nusantara
banyak yang ditengarai mirip dan terpengaruh oleh kebudayaan India. Hubungan Indonesia dan
India sudah terjalin sejak lama dan diperkirakan sudah dimulai pada abad ke 2 dan ini tercermin
juga dalam agama Hindu yang menjadi agama mayoritas di Asia Tenggara sebelum datangnya
Islam. Teori ini mengatakan bahwa pada saat India mendapat pengaruh Islam, hubungan dengan
Nusantara terus berlanjut secara kontinu sehingga hal tersebut membuka peluang masuknya Islam
ke Nusantara. Sarjana pertama yang mengemukakan teori ini adalah Pijnappel, seorang akademisi
dari Universitas Leiden (Drewes, 1968). Pijnappel menyatakan bahwa Islam di Nusantara berasal
dari wilayah Malabar dan Gujarat, dengan argumen banyak orang Arab yang bermazhab Syafi’i
yang menetap di wilayah tersebut dan kemudian membawa Islam ke Nusantara. Teori ini kemudian
dikembangkan oleh Snouck Hurgronje yang menyatakan bahwa pada awalnya Islam tersebar
dengan perantaraan para pedagang dari India baru kemudian disusul oleh para pendakwah dari Arab
yang kebanyakan adalah keturunan Nabi Muhammad SAW (Azra, 2013). Hurgronje bahkan
berpandangan bahwa Islam yang tiba di Indonesia bukanlah Islam yang murni karena sudah
dimodifikasi di India sehingga lebih mudah diterima. Moquette dalam Azra (2013), seorang sarjana
yang juga berasal dari Belanda menyatakan secara spesifik bahwa Islam di Nusantara ini berasal
dari Gujarat India. Hal ini menurutnya dapat dibuktikan dari bentuk batu nisan di daerah Pasai,
kawasan Aceh serta batu nisan yang ditemukan pada Makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik,
Jawa timur. Keduanya disinyalir mirip dengan bentuk batu nisan yang ada di Cambay Gujarat,
India. Teori India ini memiliki banyak sanggahan antara lain asumsi bahwa Gujarat (India)
merupakan tempat asal datangnya Islam di Nusantara adalah tidak tepat karena mazhab mayoritas
yang dianut umat Islam di Asia Tenggara adalah Mazhab Syafi’i sedangkan penduduk India adalah
bermazhab Hanafi dan Syi’ah (Shihab, 2009). Namun teori tersebut dapat dipatahkan oleh argumen
Marrison yang menjelaskan bahwa pada masa Islamisasi Samudera Pasai, yang raja pertamanya
wafat pada tahun 698 H/1297 M. Pada masa itu Gujarat dan Cambay masih merupakan kerajaan
Hindu. Jika Gujarat adalah pusat Islam, yang dari sana tempat berasal para penyebar agama Islam,
maka Islam pasti telah berkembang dan mapan di teritori tersebut sebelum kematian Sultan Malik
As Shalih, yakni sebelum 698 H/1297 M. Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut Morrison
berargumen bahwa para penyebar Islam di kepulauan Nusantara bukan berasal dari Gujarat namun
mereka berasal dari Pantai Coromandel pada akhir abad ke-13. Teori ini juga diamini oleh Arnold
dalam bukunya The Preaching of Islam. Dia berargumen bahwa mayoritas pemeluk agama Islam
di Nusantara berpegang kepada Mazhab Syafi’i, yang juga merupakan Mazhab dominan di
Coromandel dan Malabar pada masa tersebut. Yang harus digarisbawahi, Arnold menyatakan Islam
di Nusantara tidak hanya berasal dari satu tempat saja (India yakni Coromandel dan Malabar)
namun juga berasal dari jazirah Arab. Arnold menyatakan bahwa para pedagang Arab menyebarkan
Islam ketika mereka memiliki peran penting dalam perdangangan Barat-Timur sejak awal abad
Hijriah atau sekitar abad ke 7 dan 8 Masehi. Dengan mempertimbangkan fakta yang disebutkan
oleh sumber-sumber Cina, bahwa menjelang akhir abad ke 7 M seorang pedagang Arab menjadi
pemimpin sebuah pemukiman Arab Muslim di pesisir pantai Sumatera. Sebagian orang-orang Arab
ini dilaporkan melakukan perkawinan dengan wanita lokal sehingga membentuk sebuah komunitas
Muslim yang saling membaur. Menurut Arnold, 1880 anggota komunitas Muslim ini juga
berkontribusi dalam penyebaran Islam di Nusantara.
Teori kedua: Pelopor penyebaran Islam adalah bangsa Persia. Teori ini berargumen bahwa di bagian
Utara Aceh terdapat perkampungan Persia dari abad 15-M. Di dalam buku Encyclopedia Britannica
juga disebutkan adanya perkampungan kecil Persia di Sumatra bagian selatan pada abad ke-17M.
Orientalis Marrison menyebutkan bahwa banyak pengaruh bahasa Persia terhadap kehidupan istana dan
raja-raja begitu pula dengan karya-karya sastra serta cerita rakyat. Yang perlu dipertimbangkan juga
bahwa pada abad tersebut, negeri Persia sudah menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Islam dan
mereka justru merepresentasikan kebudayaan Arab bukan Persia, terutama pada jaman dinasti
Abbasiyah.

Teori ketiga: Pelopor penyebaran Islam adalah bangsa Arab. Teori ini dianut antara lain oleh Crawford
dan juga Arnold yang sudah dijelaskan sebelumnya. Sama seperti Arnold, Crawford juga menyebutkan
bahwa walaupun penyebaran Islam di Nusantara mayoritas dilakukan oleh orang-orang Arab namun
interaksi penduduk lokal dengan kaum muslim dari pantai timur India juga memiliki peran penting.
Menurut Keijzer yang dikutip dalam (Hasjmi 1989) Pandangan ini diperkuat antara lain dengan bukti
keberadaan orang-orang Arab di Pantai Barat Sumatra sejak tahun 674 M. Orientalis Hill juga
menyebutkan bahwa di wilayah Nusantara ini sudah terdapat banyak perkampungan Arab sejak abad
pertama Hijriah. Namun Islam mencapai kejayaannya di sekitar abad ke 7 H yakni sebagai sebuah
kesatuan politik yang mampu mengubah wajah Asia Tenggara. Prof Dr. Syed M. Naquib Al Attas juga
menolak teori yang menyatakan epigrafis Gujarat India adalah asal dari batu-batu nisan di Gresik dan
Pasai. Menurutnya sebelum abad ke-17 seluruh literatur keagamaan Islam yang relevan tidak mencatat
satupun pengarang Muslim India, atau karya yang berasal dari India. Pengarang-pengarang yang
dipandang kebanyakan sarjana barat berasal dari Persia ternyata berasal dari Arab, baik secara etnis
maupun kultural. Nama-nama dan gelar para pembawa Islam pertama di Nusantara juga menunjukkan
bahwa mereka adalah orang Arab atau Arab-Persia. Teori ini juga didukung oleh salah satu tokoh
Nasional yakni HAMKA yang juga mengambil sumber tulisannya yakni Sejarah Umat Islam IV dari
sumber sumber klasik seperti Hikayat Raja-raja Pasai dan Sejarah Melayu yang menjelaskan interaksi
langsung antara Nusantara dan Jazirah Arab.

Mengenai kapan Islam pertamakali datang ke Nusantara juga ada beberapa pandangan. Menurut Shihab
(2009), beberapa pandangan mengenai kapan permulaan datangnya Islam ke Nusantara secara garis
besar dapat dikategorikan menjadi dua kategori yakni

Teori Pertama: pandangan yang mengasumsikan datangnya Islam pada abad 7H atau 13 M. Teori ini
didukung oleh berita yang ditemukan dalam tulisan Marcopolo pada perjalanannya kembali ke Venesia
tahun 692 H (1292 AD), Marcopolo sempat singgah di semenanjung utara Pulau Sumatra dan
menegaskan adanya kesultanan Islam Samudera Pasai. Dari catatan Marcopolo tersebut disebutkan
bahwa Islam masuk ke Indonesia sejak abad ketujuh dan dimana ia menemukan para pedagang Muslim
Coromandel banyak mengislamkan penduduk Perlak. Bahkan ada seorang ahli hukum islam (syariah)
yang di tunjuk oleh raja Samudera Pasai untuk menjadi pengurus hal-hal yang bersifat mu’amalah
dalam kehidupan sehari-hari seperti hukum waris, jual beli, dan lainnya.

Teori yang pertama ini dalam buku tersebut disebutkan dapat disanggah yakni tidak ada indikasi,
apalagi bukti bahwa Islam masuk ke wilayah ini saat kunjungan Marcopolo pada abad ke 13 M. Justru
keberadaan pedagang-pedagang Muslim di tengah pergaulan penduduk setempat membuktikan bahwa
Islam sudah masuk Indonesia jauh sebelum kunjungan Marcopolo. Keberadaan kesultanan Islam juga
menunjukkan bahwa perkembangan Islam di wilayah ini telah berlangsung cukup panjang sebelumnya
melalui beberapa periode, Perkembangan ini bisa digambarkan sebagai sebuah proses yang dimulai
dengan kegiatan dakwah yang hanya bertujuan memperkenalkan Islam kemudian diikuti pembentukan
pusat pengaruh yang berjalan perlahan sampai akhirnya membangun kesultanan apabila masyarakat
sudah siap menerima.

Teori kedua menyatakan bahwa Islam pertama kali datang ke Nusantara pada abad pertama Hijriah atau
7 Masehi artinya pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Teori ini didukung oleh HAMKA, Badri
Yatim dalam bukunya Sejarah Peradaban Islam. Argumen ini lebih kuat dibandingkan teori
sebelumnya dengan beberapa bukti. Pertama adanya catatan resmi dari Cina Dinasti Tang tahun 618 M
yang mengatakan bahwa Islam sudah masuk wilayah timur jauh, termasuk kepulauan Indonesia. Hal
ini juga diperkuat dengan laporan Cina yang menyatakan di salah satu pulau di Laut Cina Selatan
terdapat kerajaan Ho Long. Catatan tersebut menyebutkan dikirimnya utusan Arab kepada kerajaan
tersebut yakni pada tahun 640M, 666,dan 674 M. Sementara kerajaan Ho Long sendiri menurut Shihab
(2009) terletak di Jawa Timur yang bernama Kerajaan Kalingga yang terkenal dengan kemajuan dan
kesejahteraan rakyat serta keeadilan pemerintahannya. Sementara yang mengutus oleh orang-orang
Cina dikenal dengan sebutan Tashih sebagai nama yang mereka kenal untuk kerajaan Arab. Jadi,
pengenalan diri kaum Arab terhadap kepulauan Nusantara setaraf dengan apa yang mereka ketahui
mengenai Cina, bahkan lebih luas.

Terlepas dari perbedaan dua teori tersebut, Samsu yang dikutip dalam Ibrahim (2018) menyatakan
bahwa penyebaran Islam di Asia Tenggara bukanlah proses yang terjadi dalam satu waktu, dan seketika.
Islam datang melalui beberapa gelombang sampai akhirnya bisa mencapai kejayaan yang mengubah
wajah masyarakat Asia Tenggara hingga saat ini, Periodisasi masuknya Islam menurut Muhammad
Samsu dapat dibagi menjadi 3 gelombang:

1. Gelombang pertama sekitar abad pertama tahun hijriah atau sekitar abad ke tujuh tahun masehi.
Kelompok Islam pendatang tersebut datang dari Basrah, Irak yakni ketika Dinasti Umayyah
menguasai daerah tersebut.
2. Gelombang kedua datang pada abad ke 7 Hijriah dan abad 13 M, dibawah pimpinan Syaikh
Jamaluddin Akbar Husaini sekitar 17 orang datang ke Gresik Jawa Timur. Di dalam rombongan
ini termasuk para wali songo generasi pertama yakni Maulana Malik Ibrahim, dan Maulana
Ishak.
3. Gelombang ketiga sekitar abad ke 9 H atau abad ke 16 Masehi, yakni kelompok Arabi dari
jazirah hadramaut Yaman. Kelompok yang datang ada sekitar 45 orang, dan mereka bertempat
tinggal di Aceh, Riau, Sulawesi, Ternate, Timor, Sumba dan daerah lainnya di Indonesia.

Penyebaran Islam di Asia Tenggara tidak bisa dilepaskan dari peran kerajaan Islam di masing-masing
wilayah itu sendiri. Pada masa itu kerajaan Islam memiliki peranan signifikan baik di bidang politik
maupun perdagangan karena kebanyakan dari kerajaan tersebut menguasai pelabuhan-pelabuhan utama
di wilayah Asia Tenggara. Salah satu kerajaan Islam awal yang berperan dalam masuknya Islam di
Nusantara antara lain adalah kerajaan Samudra Pasai yang berdiri sekitar tahun 1292 M. Nama rajanya
adalah Marah Silu yang kemudian merubah namanya menjadi Sultan Malik As Saleh setelah memeluk
Islam. Bukti adanya kerajaan ini adalah ditemukannya makam Raja Samudera Pasai di dekat Sungai
Pase berdekatan dengan Kota Lhokseumawe. Kerajaan Samudra Pasai pada masa tersebut menguasai
pusat perdangangan di Selat Malaka, dan sempat mengeluarkan mata uang tersendiri yang dinamakan
deureuham atau dirham dimana ini merupakan koin emas dan alat perdagangan tertua yang pernah
dikeluarkan oleh kerajaan Islam di Asia Tenggara. Selain Kerajaan Samudera Pasai ada pula kerajaan
Islam lain yakni Kerajaan Aceh. Salah satu yang terkenal adalah adalah Sultan Ali Mughayatsyah di
tahun 1514 M. Hal ini dibuktikan dengan adanya tulisan dari Nuruddin Ar-Raniry yakni Bustanus
Salatin.

Di Pulau Jawa Islam pertamakali ada di pulau Jawa dapat dibuktikan dengan adanya pemakaman Islam
di Desa Leran, sekitar 6 km dari Gresik Jawa Timur. Para arkeolog menyatakan bahwa makam tersebut
adalah peninggalan Islam tertua yang dapat ditemukan di Jawa hingga saat ini. Di bagian makam tertulis
tahun 431 H/1039M. Namun Islam di Jawa baru mencapai puncaknya sekitar abad ke 7 dan 9 H.
Suksesnya penyebaran agama Islam di Jawa tidak terlepas dari peran dakwah para ulama yang lebih
dikenal dengan Wali Songo, walaupun pada akhirnya para ahli memiliki versi yang berbeda mengenai
siapa saja yang yang termasuk anggota dari wali songo tersebut kerena secara jumlah para ulama
pendakwah Islam di Jawa lebih dari 9 orang. Pada masa tersebut berdiri kerajaan Islam pertama di Jawa
yakni kerajaan Demak yang dipimpin oleh Raden Patah.

Islam di Indonesia yang saat ini dikenal sebagai wajah Islam yang ramah, toleran dan multikultur, tidak
dapat dilepaskan dari faktor-faktor sejarah masa lampau bagaiman para pedagang dan pendakwah
membawa Islam ke Nusantara khususnya ke Indonesia dengan cara damai. Wajah Islam di Indonesia
adalah Islam yang kaya dan toleran yang seharusnya tetap dijaga hingga saat in dan seterusnya. Sebagai
bangsa tidak seharusnya kita melupakan faktor sejarah, walaupun banyak perdebatan mengenai siapa
pembawa agama Islam pertama di Nusantara atau kapan pertama kali Islam datang namun yang dapat
disimpulkan adalah Islam datang ke Nusantara dengan memanifestasikan rahmat dan cinta damai
sehingga ia dapat diterima dengan baik di masyarakat Nusantara yang majemuk dan multikultur. Hal
ini bisa menjadi pelajaran di masa kini bahwa kita harus tetap menjunjung nilai-nilai positif yang dibawa
oleh nenek moyang kita pada saat penyebaran agama Islam ke Nusantara yakni Islam yang berakhlak
mulia, yang membawa rahmat dan manfaat bagi sekitarnya.

Referensi:

Azra, Azyumardi. 2013. Jaringan Ulama Timur Tengah dan kepulauan Nusantara Abad XVII
dan XVIII. Bandung: Mizan.
Azra, Azyumardi. 2002. Islam Nusantara Jaringan Global dan Lokal. Depok: Mizan
Azra, Azyumardi. 2001. From IAIN to UIN: Islamic Studies in Indonesia, Islamic Studies and
Islamic Education in Contemporary Southeast Asia. Malaysia: Yayasan Ilmu.
Benda, Harry J. 1958. The Crescent and the Rising Sun: Indonesian Islam under the Japanese
Occupation The Hague & Bandung: van Hoeve
Drewes, GWJ. 1968. New Light on the Coming Islam to Indonesia?. Leiden: KITLV
Hayat, B. 2012. Kontribusi Islam terhadap Masa Depan Peradaban di Asia Tenggara. MIQOT,
192-204.
Ibrahim, Arfah. 2018. Islam in Southeast Asia. Ar Raniry International Journal of Islamic
Studies.
Shihab, Alwi. 2009. Akar Tasawuf di Indonesia. Depok: Pustaka IIman Mizan Media Group.
T.W. Arnold. 1950. The Preaching of Islam: A History of the Propagation of the Muslim Faith.
London: Constable

Anda mungkin juga menyukai