Anda di halaman 1dari 27

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI
Secara normal, tubuh memelihara suatu sistim dari pemeriksaan-pemeriksaan (checks)
dan keseimbangan-keseimbangan (balances) pada pertumbuhan sel-sel sehingga sel-sel
membelah untuk menghasilkan sel-sel baru hanya jika diperlukan. Gangguan atau kekacauan
dari sistim checks dan balances ini pada pertumbuhan sel berakibat pada suatu pembelahan
dan perkembangbiakan sel-sel yang tidak terkontrol yang pada akhirnya membentuk suatu
massa yang dikenal sebagai suatu tumor.3
Tumor-tumor bisa menjadi jinak atau ganas. Kanker adalah tumor yang
dipertimbangkan sebagai ganas. Tumor-tumor jinak biasanya dapat diangkat dan tidak
menyebar ke bagian-bagian lain tubuh. Tumor-tumor ganas, akan tumbuh secara agresif dan
menyerang jaringan-jaringan lain dari tubuh. Masuknya sel-sel tumor kedalam aliran darah
atau sistim limfatik menyebabkan menyebarnya tumor ke tempat-tempat lain di tubuh. Proses
penyebaran ini disebut metastasis. Karena kanker paru-paru cenderung untuk metastase,
maka tidak aneh bila kanker paru merupakan kanker yang sangat mengancam nyawa dan
merupakan satu dari kanker-kanker yang paling sulit dirawat. Kelenjar adrenal, hati, otak, dan
tulang adalah tempat-tempat yang paling sering menjadi tempat metastase untuk kanker
paru.3

Beberapa Jenis Tumor Paru Jinak

Tumor paru tidak selamanya ganas karena yang bersifat jinak juga bisa tumbuh di
organ pernapasan tersebut. Selain tidak menyebar ke bagian tubuh yang lain, tumor jinak
paru juga biasanya tidak membahayakan jiwa pengidap. Beberapa tumor paru di bawah ini
dikategorikan sebagai tumor jinak.
 Hamartoma
Hamartoma merupakan pertumbuhan berlebih dari sel-sel yang terlihat seperti tulang
rawan. Ini merupakan jenis paling umum dari tumor paru jinak. Meski perlahan-lahan
ukurannya akan membesar, namun hal tersebut biasanya tidak menimbulkan gejala.
Tipe ini yang paling sering ditemukan, biasanyya soliter. Bentuknya bulat seperti
kelereng, terbentuk dari jaringan mukosa, lemak maupun tulang muda. Biasanya
letaknya di perifer (pinggir)
 Papilloma
Papiloma merupakan tumor paru jinak yang tumbuh keluar dari permukaan jaringan.
Tumor jinak sel-sel skuamosa merupakan jenis paling umum dari papilloma paru.
Papiloma cenderung tumbuh di bronkus. Gejala akan muncul jika pertumbuhan tumor
paru jinak ini menghalangi aliran udara.
 Adenoma
Adenoma merupakan tumor jinak yang berasal dari sel-sel di kelenjar yang
melepaskan zat-zat lendir, hormon, atau cairan pelumas. Jika tumbuh di paru-paru,
mereka biasa dinamakan sesuai dengan tipe sel pembentuknya, seperti adenoma
alveolar dan adenoma pleomorfik. Tipe tumor paru jinak yang satu ini amat jarang
ditemukan. Adenoma bronchus Meliputi hingga separuh dari tumor jinak Paru.
Terbenttuk dari mukosa kelenjar dan duktus dari bronchus. Kelenjar mukosa adenoma
(mucous gland adenoma) adalah suatu contoh adenoma bronchial
 Leiomioma
Jika tumor jinak terbentuk dari sel-sel otot polos, maka sebutan untuknya adalah
leiomioma.

2. ETIOLOGI
Seperti umumnya kanker yang lain penyebab yang pasti dari pada kanker paru belum
diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik
merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh,
genetik dan lain-lain.1
Dari beberapa kepustakaan telah dilaporkan bahwa etiologi kanker paru sangat
berhubungan dengan kebiasaan merokok. Lombard dan Doering (1928), telah melaporkan
tingginya insiden kanker paru pada perokok dibandingkan dengan yang tidak merokok.
Terdapat hubungan antara rata-rata jumlah rokok yang dihisap per hari dengan tingginya
insiden kanker paru. Dikatakan bahwa, 1 dari 9 perokok berat akan menderita kanker paru. 3
Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang jika
dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.4
Laporan beberapa penelitian terakhir ini mengatakan bahwa perokok pasif pun akan
berisiko terkena kanker paru. Anak-anak yang terpapar asap rokok selama 25 tahun pada usia
dewasa akan terkena risiko kanker paru dua kali lipat dibandingkan dengan yang tidak
terpapar, dan perempuan yang hidup dengan suami/pasangan perokok juga terkena risiko
2
kanker paru 2-3 kali lipat. Diperkirakan 25 % kanker paru dari bukan perokok adalah berasal
dari perokok pasif.1
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan
penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker paru) berkaitan
dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen
etiologi operatif.5 Insiden yang tinggi juga terjadi pada pekerja yang terpapar karbonil nikel
(pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite dan orang–orang
yang bekerja dengan asbestos dan kromat juga mengalami peningkatan insiden. 2 Mereka yang
tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada mereka yang
tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari dan uap diesel dalam
atmosfer di kota.5

3. PATOFISIOLOGI
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia
hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya
pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia, hyperplasia dan displasia. Bila lesi
perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura,
biasanya akan timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus
vertebra.8
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi
ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus diikuti dengan supurasi di bagian distal.
Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.
Wheezing unilateral dapat terdengar pada auskultasi.8
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase,
khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti
kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.8

4. MANIFESTASI KLINIS
Pada fase awal kebanyakan kanker  paru tidak menunjukan gejala-gejala
klinis. Bila sudah menampakan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut.1
Gejala-gejala dapat bersifat 1:
1. Lokal (tumor tumbuh setempat)
a. Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
b. Batuk darah

3
c. Mengi karena ada obstruksi saluran napas
d. Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
e. Atelektasis
2. Invasi lokal
a. Nyeri dada
b. Sesak karena cairan pada rongga pleura
c. Invasi ke perikardium  terjadi tamponade atau aritmia
d. Sindrom vena cava superior
e. Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
f. Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
g. Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf simpatis
servikalis
3. Gejala Penyakit Metastasis
a. Pada otak, tulang, hati, adrenal
b. Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai metastasis)
4. Sindrom Para neoplastik (10% pada Ca Paru), dengan gejala:
a. Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam
b. Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
c. Hipertrofi osteoartropati
d. Neurologik : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
e. Neuromiopati
f. Endoktrin: sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia)
g. Dermatologik : eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh
h. Renal: Syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH)
5. Asimtomatik dengan kelainan radiologi

4
5. KLASIFIKASI
Berdasarkan level penyebarannya penyakit kanker paru-paru terbagi dalam dua kriteria:
1. Kanker paru primer
Memiliki 2 tipe utama, yaitu:
a. Small cell lung cancer (SCLC)
SCLC adalah jenis sel yang kecil-kecil (banyak) dan memiliki daya
pertumbuhan yang sangat cepat hingga membesar. Biasanya disebut “oat cell
carcinomas” (karsinoma sel gandum). Tipe ini sangat erat kaitannya dengan
perokok, Penanganan cukup berespon baik melalui tindakan kemoterapi dan
radioterapi.7 Stadium (Stage) SCLC ada 2 yaitu9:
 Stage terbatas (limited) jika hanya melibatkan satu sisi paru (hemitoraks)
 Stage luas (extensived) jika sudah meluas dari satu hemitoraks atau
menyebar ke organ lain
b. Non-small cell lung cancer (NSCLC).
NSCLC adalah merupakan pertumbuhan sel tunggal, tetapi seringkali
menyerang lebih dari satu daerah di paru-paru, 7 mencakup adenokarsinoma,
karsinoma sel skuamosa, karsinoma sel besar (Large Cell Ca) dan karsinoma
adenoskuamosa.9
Stage NSLCLC dibagi atas : Stage 0, IA, IB, IIA, IIB, IIIA, IIIB dan
IV yang ditentukan menurut International Staging System for Lung Cancer
1997, berdasarkan sistem TNM. 9

5
Kategori TNM untuk Kanker Paru 9:
T  : Tumor Primer   
To : Tidak ada bukti ada tumor primer
Tx : Tumor primer sulit dinilai, atau tumor primer terbukti dari penemuan
sel tumor ganas pada sekret bronkopulmoner tetapi tidak tampak secara
radiologis atau bronkoskopis.
Tis  : Karsinoma in situ
T1 : Tumor dengan garis tengah terbesar tidak melebihi 3 cm, dikelilingi
oleh jaringan paru atau pleura viseral dan secara bronkoskopik invasi
tidak lebih proksimal dari bronkus lobus (belum sampai ke bronkus
utama). Tumor sembarang ukuran dengan komponen invasif terbatas
pada dinding bronkus yang meluas ke proksimal bronkus utama.
T2  : Setiap tumor dengan ukuran atau perluasan sebagai berikut: :
 Garis tengah terbesar lebih dari 3 cm

6
 Mengenai bronkus utama sejauh 2 cm atau lebih distal dari
karina, dapat mengenai pleura visceral
 Berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif 
yang meluas ke daerah hilus, tetapi belum mengenai seluruh
paru.
T3    : Tumor sembarang ukuran, dengan perluasan langsung pada dinding
dada (termasuk tumor sulkus superior), diafragma, pleura mediastinum
atau tumor dalam bronkus utama yang jaraknya kurang dari 2 cm
sebelah distal karina atau tumor yang berhubungan dengan atelektasis
atau pneumonitis obstruktif seluruh paru.
T4   : Tumor sembarang ukuran yang mengenai mediastinum atau jantung,
pembuluh besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, karina, tumor yang
disertai dengan efusi pleura ganas atau tumor satelit nodul ipsilateral
pada lobus yang sama dengan tumor primer.
N : Kelenjar getah bening regional (KGB)
Nx : Kelenjar getah bening regional tak dapat dinilai
No : Tak terbukti keterlibatan kelenjar getah bening
N1  : Metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial
dan/atau hilus ipsilateral, termasuk perluasan tumor secara langsung
N2  : Metastasis pada kelenjar getah bening mediatinum ipsilateral dan/atau
KGB subkarina
N3 : Metastasis pada hilus atau mediastinum kontralateral atau KGB
skalenus/supraklavikula ipsilateral/kontralateral
M : Metastasis (anak sebar) jauh
Mx : Metastasis tak dapat dinilai
Mo : Tak ditemukan metastasis jauh
M1 : Ditemukan metastasis jauh. Nodul ipsilateral di luar lobus tumor primer
dianggap sebagai M1
2. Kanker paru sekunder
Merupakan penyakit kanker paru yang timbul sebagai dampak penyebaran
kanker dari bagian organ tubuh lainnya, yang paling sering adalah kanker
payudara dan kanker usus (perut). Kanker menyebar melalui darah, sistem limpa
atau karena kedekatan organ.7

7
Klasifikasi tumor paru menurut WHO tahun 2015
Epithelial tumours
1. Adenocarcinoma

 Lepidic adenocarcinoma

 Acinar adenocarcinoma

 Papillary adenocarcinoma

 Micropapillary adenocarcinoma

 Solid adenocarcinoma

 Invasive mucinous adenocarcinoma

 Mixed invasive mucinous and non-mucinous adenocarcinoma

 Colloid adenocarcinoma

 Fetal adenocarcinoma

 Enteric adenocarcinoma

 Minimally invasive adenocarcinoma


 Non-mucinous
 Mucinous
 Preinvasive lesions
 Atypical adenomatous hyperplasia
 Adenocarcinoma in situ
 Non mucinous
 Mucinous

2. Squamous cell carcinoma

 Keratinizing squamous cell carcinoma

 Non-keratinizing squamous cell carcinoma

 Basaloid squamous cell carcinoma

 Preinvasive lesion

 Squamous cell carcinoma in situ

8
3. Neuroendocrine tumours

 Small cell carcinoma

 Combined small cell carcinoma

 Large cell neuroendocrine carcinoma

 Combined large cell neuroendocrine carcinoma

 Carcinoid tumours

 Typical carcinoid

 Atypical carcinoid

 Preinvasive lesion

 Diffuse idiopathic pulmonary neuroendocrine cell hyperplasia

4. Large cell carcinoma


5. Adenosquamous carcinoma
6. Pleomorphic carcinoma
7. Spindle cell carcinoma
8. Giant cell carcinoma
9. Carcinosarcoma
10. Pulmonary blastoma
11. Other and unclassified carcinomas
 Lymphoepithelioma-like carcinoma
 NUT carcinoma
12. Salivary gland-type tumours
 Mucoepidermoid carcinoma
 Adenoid cystic carcinoma
 Epithelial-myoepithelial carcinoma
 Pleomorphic adenoma
13. Papillomas
 Squamous cell papilloma
 Exophytic
 Inverted
 Glandular papilloma
 Mixed squamous cell and glandular papilloma

9
14. Adenomas
Mesenchymal tumours
1. Pulmonary hamartoma
2. Chondroma
3. PEComatous tumours
 Lymphangioleiomyomatosis
 PEComa, benign
 Clear cell tumour
 PEComa, malignant
4. Congenital peribronchial
 Myofibroblastic tumour
5. Diffuse pulmonary lymphangionatosis
6. Inflammatory myofibroblastic tumour
7. Epitheloid haemangioendothelioma
8. Pleuropulmonary blastoma
9. Synovial sarcoma
10. Pulmonary artery intimal sarcoma
11. Pulmonary myxoid sarcoma with EWSR1-CREB1 translocation
12. Myoepithelial tumours
 Myoepithelioma
 Myoepithelial carcinoma

Lymphohistiocytic tumours
1. Extranodal marginal zone lymphoma of mucosa-associated lymphoid tissue (MALT
lymphoma)
2. Diffuse large B-cell lymphoma
3. Lymphomatoid granulomatosis
4. Intravascular large B-cell lymphoma
5. Pulmonary Langerhans cell histiocytosis
6. Erdheim-Chester disease

Tumours of ectopic origin


1. Germ cell tumours

 Teratoma, mature

10
 Teratoma, immature

2. Intrapulmonary thymoma

3. Melanoma

4. Meningioma, NOS

6.DIAGNOSIS

1. Anamnesis
Sesuaikan atau cocokkan dengan manifestasi dari Ca Paru yang dijelaskan
sebelumnya.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara menyeluruh dan teliti.. Tumor paru
ukuran kecil dan terletak di perifer dapat memberikan gambaran normal pada
pemeriksaan. Tumor dengan ukuran besar, terlebih bila disertai atelektasis
sebagai akibat kompresi bronkus, efusi pleura atau penekanan vena kava akan
memberikan hasil yang lebih informatif,2 pada 50% pasien NSCLC dan 25%
pasien SCLC didapatkan adanya sindrom vena cava.10
Pemeriksaan ini juga dapat memberikan data untuk penentuan stage kanker,
seperti pembesaran KGB (kelenjar getah bening) atau tumor diluar paru.
Metastasis ke organ lain juga dapat dideteksi dengan perabaan hepar,
pemeriksaan funduskopi untuk mendeteksi peninggian tekanan intrakranial dan
terjadinya fraktur sebagai akibat metastasis ke tulang. 2
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Untuk kanker paru pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat
dilihat bila masa tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang
mendukung keganasan adalah tepi yang ireguler, disertai identasi pleura,
tumor satelit. Pada foto, tumor juga dapat ditemukan telah invasi ke dinding
dada, efusi pleura, efusi perikard dan metastasis intrapulmoner.2

Gambaran radiologis Small Cell Lung Carcinoma (SCLC)

11
Tampak gambaran opasitas pada paru bagian kiri atas. Juga tampak gambaran nodul pada paru
kanan bagian bawah yang diduga deposit metastasis. Peningkatan opasitas pada paratracheal
paru kanan yang mengindikasikan limfadenopathy. Efusi pleura yang minimal dengan blunting
sudut costiphrenicus.

Tampak peningkatan opasitas pada hilus dan region peretracheal kanan dengan penebalan
garis paratracheal kanan. Pengurangan volume juga terlihat pada lobus bawah paru kanan.
SCLC sering muncul sebagai massa pada hilus atau mediastinal.

Gambaran radiologis Non Small Cell Lung Carcinoma

12
Tampak gambaran efusi pleura dan berkurangnya volume sekunder dari NSCLC
pada lobus basal paru kiri. Pemeriksaan pada cairan efusi pleura didapatkan hasil
maligna dan lesi tidak dapat dioperasi

NSCLC, kolaps pada puncak paru kiri yang hampir selalu disebabkan oleh
carcinoma endobronchial brokhogenik.

13
NSCLC, kolaps penuh pada paru kiri sekunder dari carcinoma bronkhogenik pada
bronkus utama kiri.

CT-Scan dapat menentukan kelainan di paru secara lebih baik daripada foto
toraks. CT-scan dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm secara
lebih tepat. Demikian juga tanda-tanda proses keganasan juga tergambar secara lebih
baik, bahkan bila terdapat penekanan terhadap bronkus, tumor intra bronkial,
atelektasis, efusi pleura yang tidak masif dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan
dinding dada meski tanpa gejala. Lebih jauh lagi dengan CT-scan, keterlibatan KGB
yang sangat berperan untuk menentukan stage juga lebih baik karena pembesaran KGB
(N1 s/d N3) dapat dideteksi. Demikian juga ketelitiannya mendeteksi kemungkinan
metastasis intrapulmoner. USG abdomen dapat melihat ada tidaknya metastasis di hati,
kelenjar adrenal dan organ lain dalam rongga perut.2

Kanan: CT scan posisi mediastinal pria 68 tahun dengan gejala batuk produktif dan
hemoptysis. Gambaran hiperdens, carcinoid endobonchial pada bronchus intermedius.

14
Kiri, CT scan potongan paru memperlihatkan kistik post obstuktif bronkiektasis yang
berat.

b. Bronkoskopi
Bertujuan diagnostik sekaligus dapat mengambil jaringan atau bahan
agar dapat dipastikan ada tidaknya sel ganas. Pemeriksaan ada tidaknya masa
intrabronkus atau perubahan mukosa saluran napas, seperti terlihat kelainan
mukosa tumor misalnya, berbenjol-benjol, hiperemis, atau stinosis infiltratif,
mudah berdarah. Tampakan yang abnormal sebaiknya di ikuti dengan
tindakan biopsi tumor/dinding bronkus, bilasan, sikatan atau kerokan
bronkus.2
c. Biopsi Aspirasi Jarum
Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan, misalnya
karena amat mudah berdarah, atau apabila mukosa licin berbenjol, maka
sebaiknya dilakukan biopsi aspirasi jarum, karena bilasan dan biopsi bronkus
saja sering memberikan hasil negatif.2
d. Sitologi sputum
Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah dan
murah. Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada di perifer,
penderita batuk kering dan tehnik pengumpulan dan pengambilan sputum
yang tidak memenuhi syarat. Dengan bantuan inhalasi NaCl 3% untuk
merangsang pengeluaran sputum dapat ditingkatkan. Semua bahan yang
diambil dengan pemeriksaan tersebut di atas harus dikirim ke laboratorium
Patologi Anatomik untuk pemeriksaan sitologi/histologi. Bahan berupa
cairan harus dikirim segera tanpa fiksasi, atau dibuat sediaan apus, lalu
difiksasi dengan alkohol absolut atau minimal alkohol 90%. Semua bahan
jaringan harus difiksasi dalam formalin 4%.2
e. Pemeriksaan Cairan Pleura (Kalau ditemukan efusi pleura)
Cairan efusi dapat bersifat transudat maupun eksudat, dan juga bersifat
hemoragik karena dapat dilewati sel-sel darah terutama eritrosit, kadar
glukosa rendah.

15
7. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari kanker paru antara lain:
1. Kanker Mediastinum
2. Tuberculosis

8. PENATALAKSANAAN
Manajemen terapi dibagi atas:
1. Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK = non small cell carcinoma)
2. Kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK = small cell carcinoma)

Kanker Paru jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK)


Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil terdiri dari berbagai jenis, antara lain:
 Karsinoma sel skuamosa (KSS)
 Adenokarsinoma
 Karsinoma sel esar (KSB)
 Jenis lain yang jarang ditemukan
 Kebijakan umum pengobatan KPKBSK
Pilihan pengobatan sangat tergantung pada stadium penyakit, tampilan umum
penderita, komorbiditas, tujuan pengobatan dan cost-effectiveness. Modalitas
penanganan yang tersedia adalah bedah, radiasi, kemoterapi, dan terapi target.
Pendekatan penanganan dilakukan secara integrasi multidisiplin.
 Bedah
Modalitas ini adalah terapi utama utama untuk sebagian besar KPKBSK, terutama
stadium I-II dan stadium IIIA yang masih dapat direseksi setelah kemoterapi
neoadjuvan. Jenis pembedahan yang dapat dilakukan adalah lobektomi,
segmentektomi dan reseksi sublobaris. Pilihan utama adalah lobektomi yang
menghasilkan angka kehidupan yang paling tinggi. Namun, pada pasien dengan
komorbiditas kardiovaskular atau kapasitas paru yang lebih rendah, pembedahan
segmentektomi dan reseksi sublobaris paru dilakukan. Kini, reseksi sublobaris sering
dilakukan bersamaan dengan VATS.
Intervensi menggunakan bronkoskopi berkembang dalam tahun-tahun terakhir,
terutama untuk obstruksi saluran pernapasan sentral (trakea dan bronkus) akibat
keganasan, dengan saluran bronkial sehat dan parenkim yang berfungsi dengan baik
16
distal dari stenosis. Penilaian sebab dan luas stenosis, dan permeabilitas saluran
bronchial distal dari stenosis dapat dilakukan menggunakan bronkoskopi fleksibel.
Fungsi permeabilitas dapat dinilai menggunakan pemeriksaan CT scan. Metode
bronkoskopi intervensi yang paling sering digunakan adalah dengan bronkoskopi
kaku (rigid bronchoscopy) dan pengeluaran massa secara mekanik, terutama untuk
massa proximal, intralumen. Komplikasi paling sering intervensi ini adalah
perdarahan.
Selain itu, bronkoskopi kaku juga dapat digunakan dengan terapi laser. Pada prosedur
ini, berbagai tipe gas seperti CO2 dan KTP digunakan untuk menimbulkan koagulasi
dan merusak tumor intralumen. Komplikasi yang sering terjadi adalah perforasi,
perdarahan dan fistula bronkovaskular. Bronkoskopi kaku juga dapat digunakan
dengan krioterapi untuk merusak jaringan maligna. Ini dilakukan dengan memberikan
suhu yang sangat rendah menggunakan expansi dari cairan gar kriogenik yang
menyebabkan dehidrasi, kristalisasi sel, apoptosis, dan iskemia jaringan. Metode yang
terakhir ini dianjurkan sebagai penanganan paliatif stenosis proksimal non-obstruktif
tanpa gangguan pernapasan akut. Kadang, aspirasi bronkial harus dilakukan setelah 1-
2 hari untuk mengeluarkan sisa jaringan tumor.
Teknik anestesi yang dapat digunakan adalah anestesi umum, dan dapat
dikombinasikan dengan anestesi regional (epidural, blok paravertebral).
 Radioterapi
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam tatalaksana kanker paru.
Radioterapi dalam tatalaksana Kanker Paru Bukan Sel Kecil (KPKBSK) dapat
berperan di semua stadium KPKBSK sebagai terapi kuratif definitif, kuratif
neoajuvan atau ajuvan maupun paliatif.
Indikasi/Tujuan
Radioterapi kuratif definitif pada sebagai modalitas terapi dapat diberikan
pada KPKBSK stadium awal (Stadium I) yang secara medis inoperabel atau
yang menolak dilakukan operasi setelah evaluasi bedah thoraks dan pada
stadium lokal lanjut (Stadium II dan III) konkuren dengan kemoterapi. Pada
pasien yang tidak bisa mentoleransi kemoradiasi konkuren, dapat juga
diberikan kemoterapi sekuensial dan radiasi atau radiasi saja. Pada pasien
Stadium IIIA resektabel, kemoterapi pre operasi dan radiasi pasca operasi
merupakan pilihan. Pada pasien Stadium IV, radioterapi diberikan sebagai

17
paliatif atau pencegahan gejala (nyeri, perdarahan, obstruksi). (NCCN
Kategori 2A).
Teknik, Simulasi dan Target Radiasi
Computed Tomography (CT) based planning menggunakan teknik Three
Dimensional Conformal Radiation (3D-CRT) merupakan standar minimal
radioterapi kuratif pada kanker paru, bila fasilitas tersedia. Teknologi lebih
canggih seperti IMRT/VMAT dan IGRT dapat digunakan, dan baik untuk
memberikan radioterapi kuratif dengan aman.
Proses simulator dengan CT-Scan, pasien diposisikan dengan menggunakan
alat imobilisasi, kontras intravena dengan atau tanpa kontras oral, dalam posisi
supine, kedua tangan di atas kepala untuk memaksimalisasi jumlah beam yang
dapat diberikan. Jika memungkinkan, simulasi 4 Dimensi (4D) sebaiknya
dilakukan untuk mendeteksi pergerakan internal struktur intra torakal. Jika
tidak memiliki alat simulasi 4D dapat menggunakan:
a. Simulasi dengan slow CT
b. Pengambilan CT saat inspirasi maksimal dan minimal
Pengambilan gambar pre kontras perlu dilakukan untuk membantu
delineasi. PET/CT scan membantu meningkatkan akurasi penentuan target
volume, terutama pada pasien dengan atelektasis signifikan dan jika kontras
intravena dikontraindikasikan. PET/CT sebaiknya dilakukan dalam jangka
waktu kurang dari 4 minggu sebelum perencanaan radiasi, dan apabila
memungkinkan dilakukan dalam posisi yang sama dengan posisi saat simulasi
radioterapi.
Energi foton yang direkomendasikan adalah 4 MV-10 MV, dianggap
cukup untuk menembus jaringan paru berdensitas rendah sebelum masuk ke
tumor.
Pendefinisian target radiasi harus berdasarkan terminologi
International Commission on Radiation Units and Measurements – 50,62,83
(ICRU-50,62,83); yaitu gross tumor volume (GTV), clinical target volume
(CTV) dan planning target volume (PTV). PTV mencakup ITV (memasukan
margin untuk pergerakan target) ditambah setup margun untuk
mempertimbangkan variablitias posisioning dan mekanik.

18
Agar delineasi dapat dilakukan dengan akurat, harus
mempertimbangkan hasil pemeriksaan fisik, CT scan dengan kontras, PET/CT
Scan, mediastinoskopi atau ultrasonografi endobronkial (EBUS).
Standar margin dari GTV ke CTV adalah 0,6-0,8 cm. Margin dari CTV
(atau ITV) ke PTV adalah 1-1,5 cm jika tidak ada fasilitas IGRT, seperti cone
beam CT (CBCT) atau EPID harian (kv imaging); 0,5-1 cm untuk 4D CT
planning atau CBCT; 0,5 cm jika 4DCT planning dan EPID harian; 0,3 cm
4DCT planning dan CBCT harian. Untuk fraksi konvensional, EPID harian
dan CBCT mingguan sering digunakan untuk margin CTV ke PTV 0,5 cm.
Belum ada konsensus khusus untuk delineasi target KPKBSK pasca
operasi. Beberapa senter radioterapi ada yang memasukkan KGB yang
terlibat, hilus ipsilateral, dan 1 stasiun KGB di atas dan di bawah KGB yang
terlibat (Trial ART, 2009).

Dosis radioterapi

19
20
 kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan sebagai modalitas neoadjuvant pada stadium dini, atau
sebagai adjuvant pasca pembedahan. Terapi adjuvant dapat diberikan pada KPKBSK
stadium IIA, IIB dan IIIA. Pada KPKBSK stadium lanjut, kemoterapi dapat diberikan
dengan tujuan pengobatan jika tampilan umum pasien baik (Karnofsky >60%; WHO
0-2). Namun, guna kemoterapi terbesar adalah sebagai terapi paliatif pada pasien
dengan stadium lanjut.
Ada beberapa jenis kemoterapi yang dapat diberikan. Lini pertama diberikan kepada
pasien yang tidak pernah menerima pengobatan kemoterapi sebelumnya (chemo
naïve). Kelompok ini terdiri dari kemoterapi berbasis-platinum dan yang tidak
mengandung platinum (obat generasi baru). Pilihan utama obat berbasis-platinum
adalah sisplatin, pilihan lain dengan karboplatin.
Efek samping sisplatin yang paling sering ditemukan adalah toksisitas
gastrointestinal. Pada pasien yang mengalami efek samping dengan sisplatin, dapat
diberikan karboplatin. Kemoterapi ini dapat ditoleransi dengan lebih baik oleh pasien
usia lanjut atau dengan komorbiditas berat. Efek samping karboplatin yang paling
sering berupa hematotoksisitas. Obat kemoterapi lini pertama tidak berbasis-platinum
yang dapat diberikan adalah etoposid, gemsitabin, paklitaksel, dan vinoralbin.
Kombinasi sisplatin dengan gemsitabin memberikan angka kehidupan paling tinggi,
namun respon paling baik adalah terhadap regimen sisplatin dengan paklitaksel.
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah febris neutropenia atau perdarahan
akibat supresi sum-sum tulang, hiponatremia atau hipomagnesemia, toksisitas ginjal,
dan neuropati perifer.
Kemoterapi lini kedua diberikan kepada pasien yang pernah mendapat kemoterapi lini
pertama, namun tidak memberikan respons setelah 2 siklus, atau KPKBSK menjadi
lebih progresif setelah kemoterapi selesai. Obat-obat kemoterapi lini kedua adalah
doksetaksel dan pemetreksat. Selain itu, dapat diberikan juga kombinasi dari dua obat

21
tidak-berbasis platinum. Kemoterapi lini ketiga dan seterusnya sangat tergantung pada
riwayat pengobatan sebelumnya.
 Terapi target
Terapi target diberikan pada penderita dengan stadium IV KPKBSK EGFR mutasi
positif yang sensitif terhadap EGFR-TKI. Terapi EGFR-TKI yang tersedia yaitu
Gefitinib, Erlotinib atau Afatinib.

 Terapi kombinasi
Terapi radiasi dan kemoterapi dapat diberikan pada kasus-kasus tertentu, terutama
yang tidak memenuhi syarat untuk menjalani pembedahan. Selain itu, terapi
kombinasi dapat diberikan dengan tujuan pengobatan pada pasien dengan tampilan
umum baik (Karnofsky >70%) dan penurunan berat badan minimal, dan pasien usia
lanjut yang mempunyai komorbiditas berat atau kontraindikasi operasi. Regimen
kemoterapi dan terapi radiasi dapat diberikan secara bersamaan (concurrent therapy),
selang-seling (alternating therapy), atau secara sekuensial. Hasil paling baik didapat
dari regimen concurrent therapy.
 Pilihan terapi berdasakan stadium
Stadium 0
Modalitas terapi pilihan adalah pembedahan atau Photo Dynamic Therapy
(PDT).
Stadium I
Modalitas terapi pilihan adalah pembedahan, yang dapat dilakukan bersamaan
dengan VATS. Bila pasien tidak dapat menjalani pembedahan, maka dapat
diberikan terapi radiasi atau kemoterapi dengan tujuan pengobatan. Selain itu,
juga dapat diberikan kombinasi terapi radiasi dengan kemoterapi. Pada
stadium IB, dapat diberikan kemoterapi adjuvant setelah reseksi bedah.
Stadium II
Terapi pilihan utama adalah reseksi bedah, jika tidak ada kontraindikasi.
Terapi radiasi atau kemoterapi adjuvant dapat dilakukan bila ada sisa tumor
atau keterlibatan KGB intratoraks, terutama N2 atau N3. Bila pasien tidak
dapat menjalani pembedahan, maka dapat diberikan terapi radiasi dengan
tujuan pengobatan. Kombinasi terapi radiasi dengan kemoterapi dapat
memberikan hasil yang lebih baik.

22
Stadium IIIA
Pada stadium ini, dapat dilakukan pembedahan (bila tumor masih dapat
dioperasi dan tidak terdapat bulky limfadenopati), terapi radiasi, kemoterapi,
atau kombinasi dari ketiga modalitas tersebut. Reseksi bedah dapat dilakukan
setelah kemoterapi neoadjuvant dan/atau dengan kemoterapi adjuvant,
terutama pada pasien dengan lesi T3-4, N1. Pada pasien yang tidak dapat
menjalani pembedahan, dapat dilakukan terapi radiasi sendiri dengan tujuan
pengobatan. Kombinasi terapi radiasi dengan kemoterapi dapat memberikan
hasil yang lebih baik. Jika ada keterlibatan kelenjar getah bening atau respons
buruk terhadap operasi, maka pemberian kemoterapi sendiri dapat
dipertimbangkan. Regimen ini terdiri dari 4-6 siklus pemberian obat
kemoterapi. Pada pasien dengan adenokarsinoma dan hasil uji mutasi gen
EGFR positif, dapat diberikan obat golongan EGFR-TKI.
Stadium IIIB
Modalitas pengobatan yang menjadi pilihan utama bergantung pada kondisi
klinis dan tampilan umum pasien. Terapi radiasi sendiri pada lesi primer dan
lesi metastasis ipsilateral dan KGB supraklavikula. Kemoterapi sendiri dapat
diberikan dengan regimen 4-6 siklus. Kombinasi terapi radiasi dan kemoterapi
dapat memberikan hasil yang lebih baik. Obat golongan EGFR-TKI diberikan
pada adenokarsinoma dengan hasil uji mutasi gen EGFR positif yang sensitif
EGFR-TKI.
Stadium IV
Tujuan utama terapi pada stadium ini bersifat paliatif.
Pendekatan tata laksana KPKBSK stadium IV bersifat multimodalitas dengan
pilihan terapi sistemik (kemoterapi, terapi target), dan modalitas lain
(radioterapi , dan lain-lain)
Catatan:
Regimen kemoterapi lini pertama adalah kemoterapi berbasis platinum (sisplatin atau
karboplatin) dengan salah satu obat generasi baru.
Sisplatin/Karboplatin + etoposid
Sisplatin/Karboplatin + gemsitabin
Sisplatin/Karboplatin + paklitaksel
Sisplatin/Karboplatin + doksetaksel
Sisplatin/Karboplatin + vinorelbine

23
Sisplatin/Karboplatin + pemetreksed
Regimen kemoterapi lini kedua adalah monoterapi doksetaksel, monoterapi
pemetreksed, atau kombinasi dari dua obat baru (regimen non-platinum). Pada kondisi
tertentu, untuk lini pertama dapat diberikan kemoterapi berbasis platinum (doublet
platinum lini pertama seperti di atas) ditambahkan anti-VEGF (bevacizumab). Pada
rekurensi, pilihan terapi sesuai metastasis. Modalitas yang dapat digunakan termasuk
radiasi paliatif, kemoterapi paliatif, atau bedah paliatif.
Kanker Paru jenis Karsinoma Sel Kecil (KPKSK)
Secara umum, jenis kanker paru ini dapat dibagi menjadi dua kelompok:
1. Stadium terbatas (limited stage disease = LD)
2. Stadium lanjut (extensive stage disease = ED)

Berbeda dengan KPBSK, pasien dengan KPKSK tidak memberikan respon yang baik
terhadap terapi target.
 Stadium terbatas
Pilihan modalitas terapi pada stadium ini adalah kombinasi dari kemoterapi berbasis-
platinum dan terapi radiasi toraks. Kemoterapi dilakukan paling banyak 4-6 siklus,
dengan peningkatan toksisitas yang signifikan jika diberikan lebih dari 6 siklus.
Regimen terapi kombinasi yang memberikan hasil paling baik adalah concurrent
therapy, dengan terapi radiasi dimulai dalam 30 hari setelah awal kemoterapi. Pada
pasien usia lanjut dengan tampilan umum yang buruk >2, dapat diberikan kemoterapi
sisplatin, sedangkan pasien dengan tampilan umum baik (0-1) dapat diberikan
kemoterapi dengan karboplatin. Setelah kemoterapi, pasien dapat menjalani iradiasi
kranial profilaksis (prophylaxis cranial irradiation, PCI).
Regimen kemoterapi yang tersedia untuk stadium ini adalah EP, sisplatin/karboplatin
dengan etoposid (pilihan utama), sisplatin/karboplatin dengan irinotecan. Reseksi
bedah dapat dilakukan dengan kemoterapi adjuvant atau kombinasi kemoterapi dan
radiasi terapi adjuvant pada TNM stadium dini, dengan/tanpa pembesaran kelenjar
getah bening.
 Stadium lanjut
Pilihan utama modalitas terapi stadium ini adalah kemoterapi kombinasi. Regimen
kemoterapi yang dapat digunakan pada stadium ini adalah: sisplatin/karboplatin

24
dengan etoposid (pilihan utama), sisplatin/karboplatin dengan irinotecan. Pilihan lain
adalah radiasi paliatif pada lesi primer dan lesi metastasis.

9. PROGNOSIS
Prognosis dari kanker paru merujuk pada kesempatan untuk penyembuhan dan
tergantung dari lokasi dan ukuran tumor, kehadiran gejala-gejala, tipe kanker paru,
dan keadaan kesehatan secara keseluruhan dari pasien.12
SCLC mempunyai pertumbuhan paling agresif, dengan suatu waktu
kelangsungan hidup median (angka yang ditengah-tengah) hanya dua sampai empat
bulan setelah didiagnosis jika tidak dirawat. (Itu adalah pada dua sampai empat bulan
separuh dari semua pasien-pasien telah meninggal). Bagaimanapun, SCLC adalah
juga tipe kanker paru yang paling ocalsive pada terapi radiasi dan kemoterapi. Karena
SCLC menyebar sangat cepat dan biasanya berhamburan pada saat diagnosis, metode-
metode seperti pengangkatan secara operasi atau terapi radiasi ocal berkurang efektif
dalam merawat tipe tumor ini. Bagaimanapun, ketika kemoterapi digunakan sendiri
atau dalam kombinasi dengan metode-metode lain, waktu kelangsungan hidup dapat
diperpanjang empat sampai lima kali.12 Namun, kelangsungan hidup secara
keseluruhan rata-rata pasien dengan pengobatan kombinasi hanya 12 bulan saja.1
Dari semua pasien-pasien dengan SCLC, hanya 5%-10% masih hidup lima
tahun setelah diagnosis. Kebanyakan dari mereka yang selamat (hidup lebih lama)
mempunyai tingkat yang terbatas dari SCLC.12 Pada non-small cell lung cancer
(NSCLC), hasil-hasil dari perawatan standar biasanya keseluruhannya jelek namun
kebanyakan kanker yang terlokalisir dapat diangkat secara operasi.

Bagaimanapun, pada tingkat I kanker dapat diangkat sepenuhnya, angka


kelangsungan hidup lima tahun dapat mendekati 75%. Terapi radiasi dapat
menghasilkan suatu penyembuhan pada suatu minoritas dari pasien-pasien dengan
NSCLC dan menjurus pada pembebasan gejala-gejala pada kebanyakan pasien-
pasien.12
Prognosis keseluruhan untuk kanker paru adalah jelek jika dibandingkan
dengan beberapa kanker-kanker lain. Angka-angka kelangsungan hidup untuk kanker
paru umumnya lebih rendah daripada yang untuk kebanyakan kanker-kanker, dengan
suatu angka keseluruhan kelangsungan hidup lima tahun untuk kanker paru sebesar

25
16% dibandingkan dengan 65% untuk kanker kolon, 89% untuk kanker payudara, dan
lebih dari 99% untuk kanker prostat.12

10. PENCEGAHAN
Penghentian merokok adalah langkah/tindakan yang paling penting yang dapat
mencegah kanker paru.3,12 Banyak produk-produk, seperti permen karet nikotin,
spray-spray nikotin, atau inhaler-inhaler nikotin, mungkin bermanfaat bagi orang-
orang yang mencoba berhenti merokok. Mengecilkan paparan pada merokok pasif
juga adalah suatu tindakan pencegahan yang efektif. Menggunakan suatu kotak tes
radon rumah dapat mengidentifikasi dan mengizinkan koreksi dari tingkat-tingkat
radon yang meningkat di rumah, yang juga dapat menyebabkan kanker-kanker paru.
Metode-metode yang mengizinkan deteksi dini kanker-kanker, seperti helical low-
dose CT scan, mungkin juga bermanfaat dalam mengidentifikasi kanker-kanker kecil
yang dapat disembuhkan dengan resection secara operasi dan pencegahan dari kanker
yang menyebar luas dan tidak dapat disembuhkan.12
Makan makanan yang mengandung buah-buahan dan sayuran. Pilih diet sehat
dengan berbagai buah-buahan dan sayuran. Makanan sumber vitamin dan nutrisi yang
terbaik. Hindari mengambil dosis besar vitamin dalam bentuk pil, karena mungkin
akan berbahaya.
Sebagai contoh, para peneliti berharap untuk mengurangi risiko kanker paru-
paru pada perokok berat memberi mereka suplemen beta karoten. Hasilnya
menunjukkan suplemen benar-benar meningkatkan risiko kanker pada perokok.12
Akhir-akhir ini pencegahan dengan chemoprevention banyak dilakukan, yakni
dengan memakai derivate asam retinoid, carotenoid, vitamin C, selenium dan lain-
lain. Jika seseorang berisiko terkena kanker  paru maka penggunaan betakaroten,
retinol, isotretinoin ataupun N-acetyl cystein dapat meningkatkan resiko kanker paru
pada perokok. Untuk itu, penggunaan kemopreventif ini masih memerlukan penelitian
lebih lanjut sebelum akhirnya direkomendasi untuk digunakan. Hingga saat ini belum
ada konsensus yang diterima oleh semua pihak.3

DAFTAR PUSTAKA

26
1. Kalantari Farhad, Sarami Abdollah, Shahba Nariman, Marashi seyed Kamal, Reza
Shafiezadeh. Prevalence of cancers in the National Oil Company employees referred
to Ahwaz health and industrial medicine in 5 years (Ministry of oil). Life Science
Journal. 2011;8(4):698-700] (ISSN:1097-8135).
2. Hudoyo, Achmad, dkk. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Kanker Paru
Kementrian Kesehatan Republic Indonesia. Jakarta: Bakti Husada
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003. Kanker Paru Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Di Indonesia. Jakarta
4. Landis SH, Mliiray T, Bolden S, Wingo PA. Cancer 1998. Ca Cancer J Clin 1998;
48:6-29.
5. Baron DN. Kapita Selekta Patologi Klinik, EGC, Jakarta, 1995: 227
6. Stover DE. Women, smoking and lung cancer. Chest 1998; 113:1-2.
7. Scottish Intercollegiate Guidelines network. Management of patients with lung
cancer. A national clinical guidelines. SIGN, Eidenburg, 2005.
8. Jusuf A, Harryanto A, Syahruddin E, Endardjo S, Mudjiantoro S, Sutandio N. Kanker
paru jenis karsinoma bukan sel kecil . Pedoman nasional untuk diagnosis dan
penatalaksanaan di Indonesia 2005. PDPI dan POI, Jakarta, 2005.
9. Price S.A, Wilson L.M., 1995. Patofisiologi. Buku 2. Edisi 4. EGC Jakarta. Hal. 1049
– 1051
10. National Collaborating Center for Acute Care. Lung cancer: The diagnosis and
treatment of lung cancer. Clinical Effectiveness Unit, London, 2005.
11. Division of Thoracic Oncology. Focus on Lung Cancer. 2006.
12. Suyono, Slamet, (2001), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3, Balai
Penerbit FKUI,Jakarta
13. Practice Guidelines in Oncology Non-small Cell Lung Cancer. Version 1.2002.
National Comprehensive Cancer Network (NCCN). 2002.

27

Anda mungkin juga menyukai