Anda di halaman 1dari 2

PANDANGAN LESBIAN, GAY DAN BISEKSUAL (LGB) TERHADAP STATUS GENDER DAN PERSAMAAN

HAK ASASI MANUSIA DI Yogyakarta, 2021

1.1 Latar belakang

Kita sudah tidak asing lagi dengan kata LGBT singkatan dari Lesbian, Gay, Biseksual, dan
Transgender. Yang kerap kali permasalahan ini ialah krisis identitas seksual yang menyeleweng,
entah karena kejiwaannya ataupun lingkungannya. Kelompok lesbian, gay dan biseksual adalah
masalah identitas seks (sexual identities), sedangkan transgender adalah masalah identitas gender
(gender identity). Isu terkini pada terkait dengan masalah kesehatan seperti IMS, merokok dan
pemakaian narkoba. Masalah psikologi seperti depresi atau bunuh diri dan masalah sosial yang
sering dialami kelompok LGBT adalah stigma dan diskriminasi.

Deklarasi Hak Asasi Manusia tahun 2006 di dalamya menyepakai tentang kesetaraan gender,
kependudukan dan HAM. Saat ini kelompok Lesbian, Gay dan Bisek di Indonesia, terutama gay
sedang memperjuangkan untuk memperoleh pengakuan atas keberadaannya, termasuk status
hukum gender, perkawinannya dengan sesama jenis, dan tuntutan untuk tidak memperlakukan
diskriminatif dalam kehidupan sosial. Bukti tentang masalah LGBT dalam masyarakat dilakukan
tahun 2013 oleh USAID dan UNDP yang mengungkapkan bagaimana subyek LGBT hidup dengan
berbagai keterbatasan sosial (UNDP,2014).

Maka, persoalan LGBT pada hakikatnya adalah persoalan yang sangat pelik dan kompleks
karena faktor penyebabnya juga beragam. Itu bisa dari luar, pengaruh pergaulan, lingkungan sosial.
Namun, itu juga bisa dari pengaruh dari dalam, faktor genetik bahkan bawaan sejak lahir. Jadi ini
persoalan yang kompleks dan pelik. Terlepas dari itu, Islam tegas mengharamkan hubungan seksual
sejenis yang tidak sah. Laki-laki dengan laki-laki, atau perempuan dengan perempuan, hubungan
sejenis seperti itu diharamkan dalam Islam. Hal ini menjadi kesepakatan semua ulama, tidak ada
perselisihan terkait hal ini.

Maka, menghadapi isu LGBT kita perlu mencermati bahwa sebagaimana keharaman perbuatan yang
lain seperti maksiat, minum-minuman keras, berjudi, dan sebagainya. Dulu, ada pandangan mereka
yang melakukan maksiat seperti itu dihukum dengan hukuman fisik. Misalnya, pencuri dipotong
tangannya atau dicambuk atau dirajam, hal-hal yang sifatnya fisik.

Lalu ada perubahan cara pandang ulama dalam melihat seperti ini. Islam adalah agama
kemanusiaan, agama yang memanusiakan manusia, maka cara menyikapi orang-orang yang berbuat
maksiat itu adalah dengan membedakan antara perbuatan dan orangnya.

Jadi dalam Islam, yang harus dihindari, yang harus dijauhi itu perbuatan maksiatnya. Sementara
pelakunya, mereka adalah manusia yang harus diberikan kasih sayang dan dijaga harkat dan
martabatnya. Justru mereka harus dirangkul karena mungkin karena kekhilafan atau satu dua hal
jadi melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak dibenarkan agama. Jadi, menyikapi hal ini,
perbuatan yang harus dihindari tapi manusianya harus tetap dijaga martabat dan derajatnya.

Anda mungkin juga menyukai