Akhir-akhir ini kita dikejutkan oleh maraknya pemberitaan media massa mengenai kelompok
homoseksual atau yang dikenal dengan sebutan LGBT (Lesbi, Gay, Biseksual dan
Transgender). Lesbian adalah istilah bagi perempuan yang mengarahkan orientasi seksualnya
kepada perempuan lainnya, Gay adalah istilah untuk merujuk laki-laki yang “menyukai”
sesama jenis (homoseksual), Biseksualitas merupakan ketertarikan romantis, ketertarikan
seksual, atau kebiasaan seksual kepada pria maupun wanita sekaligus, dan Transgender
merupakan ketidaksamaan identitas gender seseorang terhadap jenis kelaminnya yang
ditentukan, atau kelaminnya dari laki-laki menjadi perempuan. Transgender bukan
merupakan orientasi seksual. Hakikatnya LGBT ini bukan hal normal yang terjadi pada
manusia umumnya melainkan penyakit seksual dalam kehidupan seseorang.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang mengidap penyakit tersebut. Menurut
psikolog Elly Risman Musa, faktor penyebab itu di antaranya ialah lingkungan sosial.
Keberadaan ia pada lingkungan di mana homoseksual dianggap sesuatu yang biasa atau
umum menyebabkan seseorang memiliki wawasan yang salah terhadap hubungan antara pria
dan perempuan. Faktor lain yang mungkin membuat seseorang keluar dari fitrahnya adalah
pengalaman seks dini dimana seorang anak memperoleh pengetahuan seksnya melalui
gambar-gambar porno dari televisi, DVD, internet, komik ataupun media lain di sekitarnya.
Eksistensi kelompok ini terus dibangun dengan alasan Hak Asasi Manusia (HAM) tanpa
diskriminasi, mereka melegalkan hubungan bahkan perkawinanya sehingga melahirkan
sebuah identitas komunitas masyarakat baru. Padahal alasan ini salah kaprah, HAM mesti
dipahami untuk melindungi generasi manusia dari kehancuran dan ketimpangan sosial yang
akan terjadi di masa depan. Argumentasi mensahkan LGBT apalagi melindunginya jelas
melanggar HAM.
Dalam konteks sosial dan keagamaaan, LGBT dikatakan sebagai perilaku menyimpang.
Sebab fenomena tersebut tidak sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku dalam kelompok
masyarakat. LGBT dianggap sebagai sebuah cara yang tidak wajar demi mendapatkan
kepuasan seksual seagaimana yang dikatakan Robert M. Z. Lawang. Ia mendefinisikan
perilaku menyimpang sebagai sebuah tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang
berlaku dalam suatu sistem sosial (masyarakat). LGBT merupakan salah satu bentuk perilaku
menyimpang yang bukan hanya secara gamblang telah menyalahi norma-norma yang ada
dalam masyarakat namun juga turut mendorong terciptanya upaya sadar dari sebagian elemen
masyarakat untuk menekan perkembangan komunitas LGBT dalam suatu masyarakat.
Dampak LGBT
Selain berdampak pada faktor kesehatan, dampak negatif LGBT juga dapat dilihat dari sudut
pandang psikologis dan sosiologis. Dari sudut sosiologi, ia akan menyebabkan peningkatan
gejala sosial. Adanya gejala ini bisa merusakkan institusi keluarga dan membunuh keturunan.
Padahal kita tahu bahwa keluarga adalah unit dasar suatu masyarakat dalam sebuah bangsa
dan negara. Namun dengan fenomena LGBT yang menular ke seluruh masyarakat dunia,
termasuk negara kita, dapat dipastikan ia akan memberi efek negatif kepada institusi. Kondisi
ini tentunya akan mengakibatkan rasa kecewa di kalangan anggota keluarga yang lain, juga
berpotensi menimbulkan pertikaian sesama anggota keluarga dan kerabat.
Jika dilihat dari sisi psikologi, perilaku menyimpang ini turut mempengaruhi kejiwaan dan
memberi efek yang sangat kuat pada syaraf. Sebagai akibatnya pelaku merasa dirinya bukan
lelaki atau perempuan sejati, dan merasa khawatir terhadap identitas diri dan seksualitasnya.
Pelaku merasa cenderung dengan orang yang sejenis dengannya. Hal ini juga bisa memberi
efek terhadap akal, menyebabkan pelakunya menjadi pemurung.
Penolakan komunitas LGBT ini ditunjukan oleh beberapa tokoh di Indonesia yang mengecam
perilaku menyimpang tersebut. Misalnya anggota Dewan Pertimbangan Presiden
(Wantimpres) (K.H Hasyim Muzadi), Ketua Umum PBNU (K.H. Said Aqil Siradj), Mantan
Ketua Umum Majlis Ulama Indonesia (MUI) (Din Syamsudin), Ketua Umum PP
Muhamadiyah (Haedar Nasir) dan beberapa tokoh lainnya. Penilaian masyarakat yang
mengecam perilaku ini diberikan dalam beberapa bentuk. Dari sudut pandang agama, LGBT
dianggap sebagai dosa. Dari sudut pandang hukum, dilihat sebagai penjahat. Dari sudut
pandang medis dianggap sebagai penyakit, kelainan seksual ini juga dapat menyebabkan
seseorang terkena HIV.
Berdasarkan analisa di atas, sudah sepatutnya kita mewaspadai dan membentengi orang-
orang yang kita sayangi agar tidak terlibat dalam perilaku menyimpang tersebut. Alasannya
sangat sederhana, bahwa perilaku LGBT bertabrakan dengan agama dan menyalahi fitrah
manusia. Dalam bingkai Ke-Indonesiaan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, perilaku
menyimpang dan menimbulkan ketimpangan sosial apalagi dapat menghancurkan generasi
manusia tidak termasuk ke dalam HAM. Mungkin saja di negara sekuler, dalih HAM
terhadap perilaku menyimpang dapat dimaklumi sehingga mereka mendapatkan perlindungan
undang-undang.