Belakangan ini, isu tentang lesbian, gay, biseksual, transgender (LGBT) menjadi topik
trending, berbagai berita tentang LGBT beredar di Indonesia. Seperti pengibaran bendera
pelangi yang merupakan simbol LGBT di Indonesia, perilaku tersebut mendesak Kedutaan
Besar Inggris untuk menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Indonesia. Hal itu
menjadi ilegal di Indonesia serta merusak moral tradisi, adat budaya, serta agama yang dianut
mayoritas bangsa Indonesia. Lantas bagaimana kaum pelajar menghadapi fenomena LGBT ?
Pencegahan LGBT pada pelajar dilakukan sejak dini, pada sekolah diterapkan
edukasi, sebab hal itu mempengaruh yang sangat membawa dampak buruk di semua
kalangan, terutama para pelajar. Keberadaan tersebut sudah menjadi gerakan yang harus
perlu diwaspadai, gerakan mendukung orientasi seks sesama jenis ini bermula pada 1950-an
dengan suatu konsep semua aktifitas seksual yang dapat dinikmati maka dianggap normal.
Kini sudah pada tingkat pelegalan pernikahan sejenis, bahkan sudah ada kepala negara yang
tidak malu mengakui memiliki pasangan sejenis. Dalam aspek sosial, masyarakat pun harus
turut serta menyatakan penolakannya terhadap keberadaan LGBT, dan fungsi kontrol
masyarakat harus diperkuat sebagai pencegah. Masalah sekarang ini LGBT bukan hanya
ingin diakui, tapi menularkan gaya hidupnya, ini yang bahaya.
Perilaku seksual adalah hal yang diatur secara ketat dalam suatu ikatan perkawinan.
Pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 merumuskannya sebagai: “Ikatan lahir batin antara seorang
pria dan wanita dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa“. Perilaku seksual hanya diwadahi dalam perkawinan yang
merupakan “ikatan lahir batin” yang bertujuan membentuk keluarga berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa. Ia bukan sekedar catatan sipil, tapi lebih dari itu adalah pengurusan sebuah
tatanan kemasyarakatan.