Anda di halaman 1dari 2

SOAL PENGAYAAN

Materi : Teks Cerpen

Kelas : XI

PACARKU ADA LIMA

Karya: Dewi Lestari

Merayap pelan di Jalan Katamso, Jakarta, saat jam bubar sekolah merupakan
pelatihan observasi yang baik. Seolah mengamati dunia dalam mikroskop, kecepatan lambat
memungkinkan kita menangkap dengan detail jalanan yang berlubang, trotoar yang hancur,
angkot yang mengulur waktu untuk menelan penumpang sebanyak-banyaknya, pedagang
kaki lima yang bersesak memepet jalan aspal, dan manusia... lautan manusia. Di balik
kerumunan atap rumah, menyembul matahari yang membola sempurna. Oranye. Mata saya
seketika melengak ke atas, sejenak meninggalkan pemandangan Jalan Katamso yang menguji
kesabaran mental. Langit berwarna-warni khas senja. Campur aduk antara kelabu, biru, ungu,
merah jambu, jingga. Seketika saya bersua dengan sebuah rasa tak bernama. Kemurnian,
barangkali deskripsi paling mendekati. Banyak hal yang membuat kita jatuh cinta pada hidup.
Berkali-kali. Tak akan terukur dan tertakar akal mengapa kita jutaan kali mati dan lahir,
seolah tak berakhir. Sesuatu dalam mortalitas ini mengundang kita untuk kembali, dan
kembali lagi. Sesuatu dalam dunia materi, jasad, partikel, mengundang jiwa kita menjemput
tubuh untuk ditumpangi dan kembali mengalami.

1. Tentukan unsur interinsik yang ada dalam cerpen “Pacarku Ada Lima”!
2. Sebutkan dan jelaskan perwatakan tokoh-tokoh yang ada dalam cerpen “Pacarku Ada
Lima”!
3. Alur apakah yang digunakan penulis dalam cerpen “Pacarku Ada Lima”? Mengapa?
Jelaskan!

Balikui
Oleh: Putu Wijaya
Di hadapan sekitar tiga ratus mahasiswa di Hunter College, New York, Wayan harus
bercerita tentang Bali. Claudia Orenstein, pengajar teater Asia di perguruan tinggi negeri itu,
meminta Wayan tampil sekitar satu jam. "Boleh ngapain saja. Menari, menyanyi,
menjelaskan sesuatu, membaca cerpen, yah apa sajalah, asal Bali," kata Claudia. Wayan jadi
ngeper. Pertama bahasa Inggrisnya berantakan.
Membaca ia bolehlah, tetapi berbicara di depan orang-orang yang berbahasa Inggris, ia bisa
mati kutu. Di samping itu, apa yang mesti diceritakannya tentang Bali. Dalam daftar buku
wajib para mahasiswa tercantum buku yang sudah komplet menjelaskan Bali. Di antaranya
buku Kaja-Kelod yang ditulis oleh Doktor I Made Bandem dan Doktor Fritz de Boer.
Beberapa malam Wayan nyap-nyap. Ia mencoba membongkar-bongkar slide yang
dibawanya. Itu bisa mengisi waktu sekitar seperempat jam. Kemudian mungkin ia akan
memutar video pertunjukan sendratari Ramayana, kecak dance atau legong keraton.
Selanjutnya ia dapat menunjukkan beberapa gerakan tari Bali. Sisanya menjawab pertanyaan
kalau ada. Tapi begitu berdiri di podium, melihat ratusan pasang mata menatapnya, ia jadi
kelengar. Tidak hanya mata Amerika, juga ada mata Hong Kong, Jepang, Thailand, Filipina,
bahkan terselip satu dua mata orang Indonesia. Rencana Wayan buyar. Semuanya berantakan.
"Saya minta maaf karena bahasa Inggris saya, bahasa hancur lebur. Tetapi barangkali karena
itu saya terpilih berbicara di depan Anda semua. Karena paling tidak saya bisa menjadi
tontonan konyol," kata Wayan membuka kelas.
Para mahasiswa langsung tertawa berderai. Wayan terkejut. Ia tambah kecut hati, karena
pengakuan jujurnya ditertawakan. "Waduh saya jadi grogi, maaf mungkin saya harus permisi
ke belakang dulu," kata Wayan sambil menoleh kepada Claudia yang ikut duduk di deretan
mahasiswa, menembakkan kamera untuk dokumentasi. Para mahasiswa tertawa lebih keras.
Sumber: Suara Pembaruan, Edisi 11/03/2002

4. Siapakah tokoh utama yang ada dalam cerpen “Balikui”?


5. Pesan moral apakah yang ingin disampaikan penulis dalam cerpen “Balikui”?

Anda mungkin juga menyukai