Anda di halaman 1dari 5

Devia memiliki seorang Kakek yang dimana kakek ini adalah seorang mantan pejuang 45.

Devia beserta keluarganya yang merasa malu terhadap kelakukan si Kakek yang selalu
mengistimewakan bendera merah putih akhirnya angkat bicara dan terjadilah percecokan
antara kakek dan keluarga. Namun, berkat peristiwa itu, Devia menjadi tersadar akan
kerasnya perjuangan sang Kakek dalam merebut merah putih dari penjajah.

Panggung diatur layaknya siang hari di sebuah kantin sekolah menegah atas, tertata
beberapa meja dan kursi di sudut dan tengah panggung juga satu meja tempat ibu kantin
berjualan makanan. Meja dan kursi yang berada ditengah menghadap penonton dengan
Devia yang duduk dengan sebuah buku ditangannya yang terlihat sedang melamun. Meja
dan kursi yang berada di sudut panggung diisi oleh anak-anak yang sedang makan dan
berbincang-bincang. 

Harus datang dan menuju ke meja Devian dan beberapa saat kemudian kedua teman
mereka datang untuk bergabung bersama mereka terjadilah perbincangan antara semua
mereka di meja yang berada di tengah tanggung dan menghadap penonton

Harris: Hai Devia kamu sedang sendirian saja boleh aku duduk.
Devia: silahkan aja.

Ridho Mita dan Selva menghampiri mereka berdua.

Selva: Kalian sedang berbincang apa?


Devia: tidak ada.
Mita : Mengapa sejak pagi aku melihat wajahmu murung?
Selva   : benar itu, ada apa?
Devia   : Ah, tidak. Sebenarnya aku sedang merenung tentang sejarah kemerdekaan
Indonesia yang pernah diceritakan kakekku.
Ridho  : Ooo.. jadi kamu ini sedang galau karena masa lalu...sudahlah yang lalu biarkan
berlalu saja.
Devia : Kalian pernah berpikir tidak, jika kita para generasi muda yang sekarang ini sudah
melupakan bangsa kita sendiri? Melupakan bagaimana perjuangan para pahlawan yang
sudah berjuang untuk meraih kemerdekaan Indonesia dari tangan para penjajah? Kalian
pernah tidak berpikir, Tahu apa kita tentang bangsa ini? Siapa saja pahlawan kita, baik
nasional ataupun revolusi? Semuanya?
Harris  : Aku hanya mengetahui Ir. Soekarno sang Bapak Proklamator yang lain aku.
(tampak sedih dan nada suara melemah an menunduk)
Devia   : Aku ingin menceritakan sesuatu kepada kalian.
Selva   : tentang apa? (terlihat penasaran)
Devia   : Kejadiannya sudah beberapa hari lalu, kejadian ini yang membuat aku menjadi
sadar jika selama ini aku tidak pernah peduli dan ingin mengetahui dan menghargai bangsa
ku sendiri.
Selva  : Memangnya ada apa?
Mita     : Benar, ceritakanlah.
Devia   : Baiklah, Jadi
Pada babak ini panggung akan diubah menjadi di depan teras rumah Devia, Terdapat satu
buah dua buah kusi dan satu meja. Secangkir teh di atas meja dan korang di tangan kakek
yang sedang duduk di kursi. Kemudian munculah Rahma dari dalam rumah dengan
membawa sebuah kotak yang berisi sebuah bendera.

 Rahma             :  Pak, ini sudah saya ambil dan bersihkan benderamu dari gudang. (seraya
menyodorkan sebuah kotak berisi Bendera Merah Putih)
Kakek              : Terima kasih, besok sudah tanggal berapa ya?
Rahma             : Tanggal 13 Agustus pak, mengapa? Akan memasang bendera lagi di depan
rumah?
Kakek              : Benar, sebentar lagi tanggal 17 Agustus. (sambal menatap kearah penonton
dengan ekspresi bahagia dn enuh harapan)
Rahma             : Ya ampun Bapak... (nada tinggi) Sudah berapa kali Rahma katakan soal ini
pak, janganlah memasang bendera jauh-jauh hari, kita akan memasang benderanya tepat
tanggal 17 Agustus saja, malu tahu tidak, dilihat oleh orang-orang kampung rumah kita
selalu saja beda sendiri.
Kakek              : Kamu itu, hanya mendengarkan pendapat orang saja yang di pikirkan
Rahma, sudahlah! Pokoknya Bapak akan memasang bendera ini. (berdiri dan pergi masuk
kedalam rumah untuk membawa bedera serta tiangnya)
Rahma             : (mendengus kesal dan ikut masuk kedalam rumah)

Beberapa saat kemudian kakek Riana muncul dengan sebuah tiang dan bendera yang
dibutuhkan dan mulai memasang bendera di depan rumah mereka. Setelah selesai Devia
dan Oni (teman Devia) datang dari samping panggung menuju rumah.
Devia               :  Kek, baru selesai memasang bendera ya?
Kakek              : (sebelum masuk seraya berkata) Devia, jangan biarkan ibumu melepas
benderanya ya! (sambal berjalan dan sedikit berteriak)
Devia               : Baik kek. (dengan ragu-ragu)
Oni                  : Devia, kakek kamu lucu ya, sayang sama benderanya seperti sayang sama
seorang istri saja hahaha.
Devia               : Hehehe.... iya beliau memang orangnya seperti itu.
Devia               : Sudahlah, bukankah kau dan aku berencana untuk megerjakan tugas?
tetapi malah mengobrol disini. (sedikit terlihat mengalihkan pembicaraan)
Oni                  : Benar juga. (diringi tawa oleh mereka berdua)
 Devia               : Ayo masuk.
Cahaya mulai meredup dan tirai ditutup perlahan.
Babak ini diatur dengan latar belakang ruang makan keluarga. Terdapat meja dan empat
kursi dan ada makanan yang tersaji di atas meja dan perabotan pendukung lainnya di area
panggung. Para tokoh sedang menikmati makan malam bersama dan terjadi perdebatan
diantara mereka.
Devia               : Ibu kenal Pak Ruslan, kakek Oni? (berusaha memulai percakapan) Dia juga
pejuang angkatan 45. Dulu menurut cerita pernah berjuang bersama kakek. Tapi orangnya
sederhana saja ya Bu. Tidak pernah menunjukkan atau memamerkan dirinya padahal dia
dulunya seorang mantan pejuang.
Kakek              : Ruslan memang tentara tapi tidak pernah ikut perang, dia ditugaskan di
bagian logistik. Jadi, hanya mengetahu soal makanan dan suplai perlengkapan saja. Bilang
sama Oni, temanmu itu, kalau kakeknya tentara yang takut sama senjata. (dengan suara
tegas dan tatapan tajam sambil melanjutkan makan)
Devia               : Kakek! Apa kakek tidak sadar kelakuan kakek tadi itu membuat aku malu
sama temanku. Bendera saja di perlakukan seperti tuan putri. (merasa kesal kepada sang
kakek)
Kakek              : Kalian itu yang tidak mengerti, anak sekarang apa yang diketahui soal
sejarah. Bendera itu simbol perjuangan, dahulu sangat sulit untuk melihatnya berkibar
dengan damai. (menghentikan makan dan mulai mengeraskan suara)
Reyhan            : Tapi perkataan Devia ada benarnya juga Pak, Bapak lama-lama
memperlakukan bendera seperti memperlakukan benda keramat saja, lebih baik Bapak
menghabiskan waktu dengan lebih banyak ibadah kepada--Nya. (berusaha menegahi dan
meredam amarah kakek)
Rahma             : Sudahlah Mas, percuma kamu memberitahu Bapak dia tidak akan
mendengarkan ucapan kita walaupun kita sudah berkali-kali memperingatkan, yang ada di
pikirannya hanya bendera, itu- itu saja. (dengan nada menyindir)

Kakek              : Kalian pikir aku sudah tidak waras apa? Kalian memang tidak pernah ikut
berjuang merebut negara dari penjajah, itulah mengapa kalian tidak akan merasakan
bagaimana rasanya merdeka dari penjajahan. Dulu kami harus mempertaruhkan hidup mati
kami demi memerdekakan Bangsa ini, semua kami kerahkan hingga titik darah
penghabisan. (berdiri dan terlihat marah)
Reyhan            : Iya Pak saya mengerti. Kita boleh cinta kepada negara dan bendera, tapi
jangan sampai berlebihan seperti itu, saya lihat Bapak mulai berlebihan dalam
memperlakukan bendera.
Kakek              : Kenapa? Kamu takut aku mulai gila begitu? Itu kan yang ada di kepalamu?
(berdiri dari tempat duduk)
Reyhan            : Maaf bukan itu yang saya maksud. Lebih baik sekarang bapak duduk dulu.
(ikut berdiri dan Rahma juga ikut menengkan sang kakek dan Devia diam menatap mereka
bingung)
Rahma             : Kami hanya khawatir kalau bapak mulai mengeramatkan bendera, itu kan
syirik. (kembali duduk dan ingin melanjutkan makan)
Kakek              :  Kalian ini semakin keterlaluan, menuduh aku musyrik. Dengarkan, untuk
merebutkan bendera merah putih ini, tidak gampang, banyak temanku yang mati, mati Man,
dibunuh sama penjajah. Teman-temanku harus mati karena mereka cuma mau mengibarkan
selembar kain merah putih yang menjadi symbol perjuangan dan semnagat kami. (nada
sedikit sedih) Kalau aku memperlakukan bendera ini dengan istimewa, bukan berarti aku
menganggapnya keramat, apalagi menyembahnya, itu salah besar!
Reyhan                        : Lalu kenapa setiap tangga 17 Agustus bapak selalu bersujud
kemudian berdoa sambil mendekap bendera?
Kakek              : Setiap melihat merah putih aku selalu bersyukur kepada Allah karena masih
diberi kesempatan untuk mengibarkannya sepuas hatiku tanpa rasa takut harus dibunuh
musuh. Demi Allah, untuk bendera juga aku harus membunuh sesama manusia, membunuh
saudara-saudaraku sebangsa yang pernah berjuang bersama-sama melawan penjajah,
seperti pemberontak RMS, APRA bahkan yang satu keyakinan DI/TII. (kembali berdiri dan
sedikit terbatuk-batuk karena berusa berbicara dengan tegas)
Sudahi saja pak, mari kita lanjutkan makan. (membujuk agar kakek duduk kembali)

Kakek              : Tidak, aku lupa sesuatu, aku lupa kalau kemerdekaan yang telah kami rebut
untuk Indonesia saat ini telah memudahkan, sehingga kali yang tua, apa lagi yang muda
sudah tidak mau memandang negeri sendiri, yang di taunya hanya negeri orang. Tidak
pernah mau memandang atau pun peduli kepada saudara-saudaranya yang tidak
seberuntung mereka, Kemana? Kemana? Kemerdekaan yang kami rebut atas nama merah
putih? Bukan kalian yang malu, tapi aku yang kecewa. (dalam keadaan duduk)
Kakek              : Ingat...ingat perkataanku yang satu ini, kemerdekaan yang kalian rasakan
saat ini, tak lain dan tak bukan merupakan hasil pengorbanan kami, dan seharusnya yang
melanjutkan perjuangan kami adalah KALIAN!!!! (berdiri kemudian pergi meninggalkan
ruang makan)
 Para tokoh melanjutkan makan dalam keadaan hening sesaat dan seketika tirai ditutup
perlahan dan cahaya meredup.
Panggung diatur seperti pada saat cerita dimulai yatu kembali ke kantin sekolah, tertata
beberapa meja dan kursi di sudut dan tengah panggung juga satu meja tempat ibu kantin
berjualan makanan. Meja dan kursi yang berada ditengah menghadap penonton dengan
para tokoh yang masih berdiam dan terlihat sedang merenung bebrapa saat hingga lampu
latar menyorot mereka. Meja dan kursi yang berada di sudut panggung diisi oleh anak-anak
yang sedang makan dan berbincang-bincang. 
Selva   :  Aku jadi merinding.
Devia   : Aku juga jadi tersadar oleh kata-kata kakekku.

Mita     : Ternyata pejuang indonesia, lebih hebat dari pada tokoh-tokoh anime, walaupun
kalah ganteng. (dengan gaya yang centil) .

Harris  : Kalau dipikir-pikir, apa yang kakek kamu katakan itu sangatlah benar, kemerdekaan
yang kita rasakan sekarang tidak lepas dari pengorbanan para pahlawan kita. Aku jadi malu,
aku kan sering bolos kalau lagi upacara bendera, padahal di sanalah kita mestinya
menumbuhkan rasa patriotisme kita, dan menghormati bendera merah putih yang di
perjuangkan dengan begitu kerasnya.
Ridho  : Kalau begitu, ayo kita janji... Mulai detik ini, kita semua yang ada di sini harus lebih
mencintai bangsa kita sebagai penghargaan terhadap perjuangan pejuang kita yang sudah
merebut merah putih dan kemerdekaan dari para penjajah.
Mita     : Ridho, Harris, baru kali ini kata-kata kalian terdengar bijak sekali?
Ridho dan Harris: Kami memang bijak yeee... (serentak)
Selva   : Kalian setuju tidak ini?
Harris dan Ridho: Jelas, Setuju!! (berteriak dengan semangat penuh)
Devia   : Tunggu, sepertinya aku butuh bantuan kalian.
Mita     : Bantuan? Untuk apa?
Devia   :  Aku ingin meminta maaf kepada kakek dan aku rasa tanggal 17 agustus adalah
hari yang tepat.
Selva   : Kami pasti akan membantumu, dan kita juga bisa mulai menerapkan janji kita
bukan?
Mita, Harris, dan Ridho: Jelas!!(semua berteriak semangat)
Harris  : Aku memiliki ide, bagaimana jika kita menyiapkan kejutan dengan membuat
upacara di depan rumahmu Dev.
Devia   : Itu ide yang bagus, dan kita dapat meminta bantuan teman-teman bukan?
Ridho  : Benar, kita akan mempersiapkan segala keperluan dan petugasnnya.
Mita     : Tetapi, apakah kakekmu tidak mengikuti upacara di suatu tempat?
Devia   : Kakek selalu hormat pada bendera yang beliau pasang didepan rumah, seperti
yang aku ceritakan pada saat yang bersamaan dengan waktu upacara di Istana Merdeka.
Selva   : Baik, kita akan membuat acara ini berjalan baik.
Harris  : Ayo, semangat!!!(mengepalkan tangan ke atas)
Cahaya mulai meredup dan perlahan-lahan tirai mulai tertutup.
Setting pada siang hari saat upacara kemerdekaan akan berlangsung hingga selesai. Devia
dan teman-teman sudah memakai seragam sekolah dan bebaris rapi menghapad tiang
bendera yang sudah dipasang. Sang kakek sangat terkejut dan bangga ternyata anak-anak
muda Indonesia masih memiliki kesadaran dan mampu menjadi contoh bagi orang lain. 
Harris              : Kepada Sang Merah Putih. Hormat... Gerak!!
Semua tokoh dalam keadaan hormat dan back sound lagu Kebangsaan Indonesia Raya
diputar. Setelah selesai para tokoh dan peserta upacara saling berbahagia. Setelah para
peserta upacara pergi ke arah belakang panggung. Devia meminta maaf kepada kakeknya.
dan mereka semua berjanji akan selalu menjadi para generasi penerus yang baik dalam
pikiran dan perilaku. Semua diam hingga lampu latar dihidupkan.
Kakek              : Kakek tidak menduga bahwa kalian semua yang telah melakukan hal ini.
Devia               : Kakek, Devia minta maaf kepada kakek, saya sadar bahwa saya sebagai
generasi muda seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai patriotisme dan nasionalisme.
Kakek              : Tak mengapa Dev, kakek cukup bangga dengan apa yang kalian lakukan
saat ini. Menghapuskan segala pemikiran kakek tentang kalian anak muda yang tidak
pernah peduli dengan bangsa ini.
Harris              : Itu sudah seharusnya menjadi kewajiban kami kek.
Mita                 : Benar, memang seharusnya kami para penerus bangsa ini yang
menerapkan sikap-sikap yang sesuai dengan nilai-nilai perjuangan dan Pancasila.
Ridho              : Terima kasih kek, Sudah mengajarkan hal yang sangat berharga untuk kami.
Kakek              : Hanya itulah yang ddapat kakek berikan, hanya nasihat.
Selva               : Peristiwa yang memperlihatkan ketika di robeknya bendera biru Belanda
yang hanya menyisakan warna merah putih memang sungguh perjuangan yang berat.
Devia               : ya, benar, simbol perjuangan yang abadi. Kami berjanji kek untuk selalu
melindungi kehormatan bangsa kita di mata dunia. Apa kalian setuju?
Harris, Ridho, Mita, dan Selva           : SETUJU!! (berteriak secara bersamaan)
 Cahaya mulai redup dan perlahan tirai mulai tetutup.

Anda mungkin juga menyukai