Anda di halaman 1dari 33

AUTOMATIC TRANSMISSION

A. PENDAHULUAN
Para pengguna kendaraan saat ini tidak hanya mendambakan kendaraan dengan
performa mesin yang tinggi, konsumsi bahan bakar yang efisien dan ramah lingkungan. Akan
tetapi saat ini mereka juga mempertimbangkan aspek kenyamanan, keamanan dan kepraktisan
dalam penggunaannya. Salah satu yang menjadi titik perbaikan dan pengembangan teknologi
untuk memenuhi hal tersebut adalah pada bagian transmisi pada kendaraan.
Transmisi manual mengharuskan kita untuk menginjak kopling dan melakukan
perpindahan gigi untuk menyesuaikan dengan kecepatan dan beban kendaraan serta kondisi
jalan yang dilalui. Hal ini membuat pengemudi lebih cepat merasa lelah dan selain itu adanya
hentakan yang mungkin terjadi saat dilakukan perpindahan gigi ini menyebabkan
ketidaknyamanan bagi penumpang dan pengemudi itu sendiri. Oleh karena itu saat ini
dikembangkan transmisi otomatis, dimana pada jenis transmisi ini pengemudi tidak perlu
menginjak kopling untuk melakukan perpindahan gigi. Pengemudi hanya perlu melakukan
pemindahan posisi selector atau tuas transmisi sesuai dengan kondisi jalan dan arah kendaraan
yang diinginkan (maju atau mundur). Selain itu pada transmisi otomatis, perpindahan gigi yang
terjadi akan berlangsung lebih halus dan sesuai dengan kondisi pengendaraan. Hal ini
menjadikan pengemudian menjadi lebih mudah dan dapat mengurangi tingkat kelelahan
pengemudi serta meningkatkan kenyamanan pengendaraan.

B. PRINSIP KERJA TRANSMISI OTOMATIS


Secara umum transmisi otomatis dapat dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu torque
converter, unit planetary gear dan sistem kontrol hidrolik. Torque converter merupakan kopling
fluida yang dapat secara otomatis dapat memutus dan menghubungkan putaran mesin ke
transmisi. Perbandingan gear rasio didapat dari rasio yang terjadi karena adanya salah satu
komponen pada planetary gear yang dikunci oleh brake (rem) dan clutch (kopling) pada
transmisi. Di mana kerja dari brake dan clutch tersebut diatur secara hidrolik oleh sistem
kontrol hidrolik berdasarkan posisi selector lever (tuas transmisi), putaran mesin, dan beban
kendaraan. Dengan pengontrolan secara hidrolik tersebut, gear rasio yang didapat akan lebih
sesuai dengan kondisi pengendaraan dan memungkinkan terjadinya perpindahan gigi yang
lebih halus.

Gambar 1. Selector lever


Pengemudi dapat memilih beberapa mode pengendaraan dengan cara memindahkan posisi
selector lever (tuas transmisi). Berikut merupakan salah satu contoh mode pengendaraan pada
kendaraan yang menggunakan transmisi otomatis:

 P (Park)
Saat tuas transmisi (selector lever) diposisikan pada posisi ini, parking pawl akan
mengunci posisi parking ring gear yang berhubungan langsung dengan output shaft
transmisi sehingga kendaraan tidak dapat bergerak maju ataupun mundur. Pada posisi ini
kendaraan dapat di start.
 R (Reverse)
Apabila selector lever diposisikan pada R, maka kendaraan akan berjalan mundur.
NB: Jangan melakukan starting mesin pada pada posisi ini.
 N (Neutral)
Posisi netral memungkinkan untuk melakukan start, di mana pada posisi ini putaran dari
mesin tidak diteruskan sampai output transmisi.
 D (Drive)
Pada posisi D, gear dapat berpindah secara otomatis. Misal untuk transmisi otomatis
yang memiliki empat percepatan maka posisi gear dapat berpindah secara otomatis dari
posisi gigi 1 sampai dengan 4. Di mana perpindahan posisi gear tersebut akan
disesuaikan dengan kondisi beban dan kecepatan kendaraan secara otomatis. Pada posisi
D saat terjadi deselerasi maka tidak akan terjadi engine brake.
NB: Jangan melakukan starting pada posisi ini.
 Manual Second (2)
Pada posisi ini, posisi gear hanya bisa berubah secara otomatis hanya pada posisi gear 1
dan 2. Perbedaan yang terjadi pada gear posisi ini dengan posisi pada D adalah pada
posisi ini akan memungkinkan terjadinya engine brake saat terjadi deselerasi.
NB: Jangan melakukan starting pada posisi ini.
 Manual Low (L)
Saat tuas transmisi dipindah pada posisi L, maka gear akan berpindah ke posisi gear 1
dan setelah itu tidak dapat berpindah ke gear 2, 3 atau 4 sampai tuas transmisi
dipindahkan pada posisi mode yang lain. Pada posisi ini akan terjadi engine brake saat
terjadi deselerasi.
NB: Jangan melakukan starting pada posisi ini.

C. KOMPONEN DAN CARA KERJA TRANSMISI OTOMATIS


1. Planetary Gear Unit
Gear Rasio
Gear rasio pada unit planetary gear didapat dengan cara mengunci salah satu
komponen dari unit planetary gear yang terdiri dari sun gear, ring gear, pinion gear dan
planetary carier.
Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004
Gambar 2. Planetary gear unit
Gear rasio didapat dengan cara membandingkan jumlah gigi pada output gear dengan
jumlah gigi pada input gear. Pada unit planetary gear jumlah gigi karier didapat dengan
menjumlahkan banyaknya gigi pada sun gear dan ring gear. Perhitungan gear rasio pada
unit planetary gear adalah sebagai berikut:

Zc = Zr + Zs
Dimana: Zc = jumlah gigi karier
Zr = jumlah gigi ring gear
Zs = jumlah gigi sun gear

Sebagai contoh, apabila suatu planetary gear unit dengan jumlah gigi pada ring gear
(Zr) adalah 52 dan jumlah gigi pada sun gear (Zs) adalah 23. Ketika sun gear dikunci dan
ring gear beroperasi sebagai input, jadi gear rasio dari planetary gear unit tersebut adalah
sebagai berkut:
Gear rasio = jumlah gigi pada output gear
jumlah gigi pada input gear
= Jumlah gigi karier (Zc)
Jumlah gigi ring gear (Zr)
= 52 + 23 = 1,4423
52
Berikut merupakan kemungkinan yang akan terjadi apabila salah satu komponen dari
planetary gear unit ditahan dengan input putaran yang berbeda-beda terhadap besarnya
putaran, torsi dan arah putaran outputnya.
Tabel 1. Kombinasi input dan output pada planetary gear terhadap kecepatan putar, torsi
dan arah putaran.
Komponen Input Output Hasil pada output Arah putaran
yang ditahan Kecepatan Torsi output
Putar
Ring Gear Sun Gear Carrier Berkurang Bertambah Sama dengan
putaran input
Carrier Sun Gear Bertambah Berkurang
Sun Gear Ring Gear Carrier Berkurang Bertambah Sama dengan
Carrier Ring Gear Bertambah Berkurang putaran input
Carrier Sun Gear Ring Gear Berkurang Bertambah Berlawanan
Ring Gear Sun Gear Bertambah Berkurang dengan
putaran output

Aliran Tenaga Mekanik (Mechanical Power Flow) pada Transmisi Otomatis Empat
Percepatan
Transmisi otomatis empat percepatan untuk mesin depan dengan penggerak roda
belakang biasanya digunakan pada Mercedes Benz dan Nissan. Transmisi jenis ini memiliki
tiga planetary gear yaitu sebuah overdrive gear set, forward gear set dan reverse gear set.
Masing-masing planetary gear tersebut terdiri atas ring gear, pinion gear dan sun gear. Input
putaran dari planetary gear adalah dari torque converter. Masing-masing komponen pada
planetary gear dapat dikunci, dihubungkan satu sama lain dan dibebaskan untuk membuat
perbandingan gear rasio yang dikehendaki. Komponen yang melakukan hal tersebut terdiri
dari tiga buah multiple clutch, dua buah band brake dan sebuah first gear one way roller
clutch. Berikut merupakan penampang dari transmisi otomatis dengan empat percepatan.

Sumber: Heinz Heisler, 1989


Gambar 3. Penampang dari transmisi otomatis dengan empat percepatan
Tabel 2. Brake dan clutch yang bekerja pada setiap posisi pengendaraan

Range Drive High Second Forward Overdrive Low One Ratio


Clutch and Gear Clutch Band and Way
DC Reverse Band FC Brake Reverse Clutch
Clutch Brake ODB Brake OWC
(H+R)C 2GB (L+R)B
P and N - - - - - - - -
First D Applied - - Applied - - Applied 2,4:1
Second Applied - Applied Applied - - - 1.37:1
D
Third D Applied Applied - Applied - - - 1:1
Fourth - Applied - Applied Applied - - 0.7:1
D
Reverse Applied Applied - - - Applied - 2.83:1
R
Sumber: Heinz Heisler, 1989

 Gigi pertama (first gear) pada posisi D


Saat selector atau tuas transmisi berada pada posisi D, putaran mesin diteruskan ke
overdrive pinion gear melalui output shaft dan pinion gear. Torsi kemudian dibagi ke over
drive ring gear dan sun gear, kedua komponen ini saling berhubungan karena dihubungkan
oleh direct clutch. Oleh karena itu overdrive pinion gear dicegah untuk berputar pada
sumbunya sehingga overdrive gear set berputar menjadi satu kesatuan tanpa adanya reduksi
putaran. Kemudian torsi akan diteruskan dari overdrive ring gear ke intermediate shaft.
Dengan diaktifkannya forward clutch plates maka torsi akan diteruskan ke ring gear pada
forward gear set dengan arah putaran searah putaran jarum jam. Hal ini menyebabkan
pinion gear juga berputar searah dengan putaran jarum jam dan menggerakkan dua buah
sun gear berlawanan arah putaran jarum jam. Forward planetary gear carrier berhubungan
dengan output shaft sehingga pinion gear akan menggerakkan sun gear daripada berputar
mengelilingi sun gear. Putaran yang berlawanan dengan arah putaran jarum jam dari sun
gear menyebabkan reverse planet gear berputar searah jarum jam. Dengan adanya one way
clutch yang menahan reverse planet carrier, maka ring gear pada reverse planetary gear
berputar berlawanan dengan arah putaran sun gear dan output shaft berputar searah dengan
putaran jarum jam dengan putaran yang lebih lambat dengan rasio 2,46 : 1.
Sumber: Heinz Heisler, 1989
Gambar 4. Aliran tenaga gigi pertama pada posisi D

 Gigi kedua pada posisi D


Pada posisi ini, direct dan forward clutch diaktifkan. Pada waktu yang sama second
gear band brake menahan double sun gear dan reverse pinion carrier untuk tidak berputar.
Torsi mesin diteruskan melewati overdrive gear set sama seperti pada posisi gigi pertama.
Melalui intermediate shaft dan forward clutch, torsi mesin diteruskan ke ring gear pada
forward planetary gear set. Hal ini menyebabkan pinion gear berputar mengeliling sun gear
karena sun gear ditahan supaya tidak berputar oleh (H+R)C. Pinion gear berputar searah
jarum jam dan karena pinion gear berhubungan dengan planetary carrier yang langsung
berhubungan output shaft maka output shaft juga akan berputar searah dengan putaran
jarum jam, di mana pada posisi ini terjadi reduksi putaran rasio sebesar 1.46 : 1.
Sumber: Heinz Heisler, 1989
Gambar 5. Aliran tenaga gigi kedua pada posisi D

 Gigi ketiga pada posisi D


Dengan posisi tuas selector transmisi pada posisi D, tekanan hidrolik akan bekerja
pada direct clutch, high and reverse clutch dan forward clutch. Sama seperti pada posisi gigi
pertama dan kedua, torsi mesin akan diteruskan melalui over drive gear set yang berputar
menjadi satu kesatuan ke high and reverse multiplate clutch dan forward clutch yang
keduanya diaktifkan secara bersamaan. Sesudah itu high and reverse multiplate clutch akan
memutar double sun gear searah putaran jarum jam dan forward clutch juga akan memutar
ring gear pada forward planetary gear set searah dengan putaran jarum jam. Hal ini
menyebabkan forward gear set berputar menjadi satu kesatuan karena internal dan eksternal
gear berputar pada arah dan kecepatan yang sama. Output shaft akan diputar melalui carrier
pada forward gear set dan pada posisi ini tidak terjadi reduksi putaran atau dapat disebut
direct drive dengan rasio 1 : 1.
Sumber: Heinz Heisler, 1989
Gambar 6. Aliran tenaga gigi ketiga pada posisi D

 Gigi keempat pada posisi D


Pada posisi ini, overdrive band brake, high and reverse clutch dan forward clutch
akan diaktifkan. Berdasarkan kondisi ini, torsi disalurkan melalui input shaft ke overdrive
carrier menyebabkan pinion gear berputar mengelilingi sun gear yang posisinya ditahan
supaya tidak berputar. Hasilnya, over drive ring gear akan berputar searah jarum jam
dengan putaran yang lebih cepat dibandingkan dengan putaran input dari carrier. Torsi
kemudian diteruskan ke intermediate shaft ke forward planetary gear yang dikunci secara
bersama-sama oleh high and reverse clutch dan forward clutch. Sehingga forward gear set
berputar sebagai satu kesatuan, kemudian melalui forward planetary carrier diterukan ke
output shaft. Pada posisi ini putaran input dipercepat sebesar 30%, atau gear rasio yang
terjadi adalah sekitar 0.7 :1.
Sumber: Heinz Heisler, 1989
Gambar 7. Aliran tenaga gigi keempat pada posisi D

 Gigi mundur (Posisi R)


Pada posisi selector ini ketiga clutch dan low and reverse multiple brake diaktifkan.
Torsi mesin akan diteruskan dari input shaft melewati overdrive gear set melalui forward
gear set yang dikunci melalui intermediate shaft ke reverse sun gear searah dengan putaran
jarum jam.
Karena reverse planetary carrier ditahan oleh low and reverse multiple brake,
sehingga pinion gear berputar berlawanan dengan arah jarum jam pada sumbunya. Hal ini
juga menyebabkan ring gear juga berputar berlawanan dengan arah putaran jarum jam.
Output shaft yang dihubungkan langsung dengan ring gear tersebut berputar pada arah
putaran yang sama yaitu berlawanan dengan putaran jarum jam. Keadaan ini menyebabkan
kendaraan dapat bergerak mundur, pada posisi ini gear ratio yang terjadi adalah 2.18 : 1..

Sumber: Heinz Heisler, 1989


Gambar 8. Aliran tenaga gigi mundur (posisi R)

2. Sistem Kontrol Hidrolik (Hidraulic Control System)

Efektifitas kinerja dari transmisi otomatis tergantung dari sistem hidrolik yang
bertanggung jawab terhadap perubahan rasio gear tergantung dari kondisi jalan dan posisi pedal
gas yang merepresantasikan besarnya tenaga mesin yang dikeluarkan. Perubahan dari satu gear
rasio ke gear rasio yang lain kira-kira membutuhkan waktu satu detik atau kurang. Oleh karena
itu hydraulic control valve harus didesain agar dapat mengatur tekanan fluida sehingga sesuai
dengan tekanan kerja dari piston yang merubah tekanan fluida menjadi gerakan mekanik untuk
memberikan tenaga pada masing-masing clutch dan band brake dalam waktu yang cepat dan
presisi. Komponen dari sistem hidrolik pada transmisi otomatis adalah sebagai berikut:

Pompa Oli (Oil pump)


Oil pump berfungsi untuk menyuplai seluruh kebutuhan fluida bertekanan pada
transmisi otomatis baik itu suplai ke torque converter, clutch dan brake, sistem kontrol hidrolik
dan keperluan untuk pelumasan planetary gear pada transmisi otomatis. Komponen ini
digerakkan oleh torque converter, di mana center drive gear digerakkan oleh torque converter
drive hub. Saat center drive gear berputar maka driven gear juga akan berputar dengan arah
putaran yang sama. Crescent ditempatkan diantara kedua gear tersebut untuk memisahkan
saluran masuk dan saluran keluar. Saat gear berputar searah putaran jarum jam, tekanan pada
saluran masuk pompa menjadi rendah karena terjadi perubahan volume diantara drive gear dan
driven gear yang semakin membesar dan hal ini menyebabkan ATF masuk ke dalam
pompa(proses hisap). Pada bagian lain dari crescent ruangan yang terjadi diantara drive gear
dan driven gear semakin menyempit dan hal tersebut akan menekan fluida ke saluran keluar
(proses tekan)

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 9. Pompa oli

Regulating valve

Katup ini menyesuaikan tekanan fluida dari pompa untuk semua sirkuit hidrolik atau
saluran di transmisi. Fungsi dari katup ini adalah untuk mengurangi beban mesin dan daya yang
hilang. Jika tekanan dipertahankan tinggi, maka akan menyebabkan perpindahan gigi yang
kasar dan akan menciptakan lebih banyak panas yang dapat mempercepat kerusakan pada sifat
dan karakteristik dari ATF. Selain itu juga dapat menambah daya yang digunakan untuk
menggerakkan pompa dan hal tersebut dapat menambah konsumsi bahan bakar. Oleh karena itu
dengan mengurangi tekanan, daya yang diperlukan untuk memutar pompa menjadi lebih sedikit
dan mengurangi panas yang dihasilkan.
Besarnya tekanan memiliki efek langsung pada kekuatan kopling dan rem. Tekanan
harus dibuat tinggi saat dilakukan akselerasi, gigi pertama dan saat gigi mundur. Sebaliknya,
saat kecepatan kendaraan dan beban kendaraan rendah maka tekanan fluida diturunkan. Output
dari katup ini disebut dengan line pressure, yang pada gambar di bawah ditunjukkan dengan
warna merah. Posisi dari primary regulator valve ditentukan oleh throttle pressure, line pressure
and tegangan/kekuatan pegas. Kekuatan pegas akan menekan katup ke atas untuk memperoleh
tekanan fluida (line pressure) yang lebih besar. Line pressure diteruskan ke bagian atas katup
dan melawan tegangan pegas untuk mengurangi besarnya tekanan fluida (line pressure). Secara
keseluruhan efek yang terjadi adalah terjadinya keseimbangan antara line pressure dan
kekuatan pegas.

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 10. Regulating valve

Pada bagian dasar dari katup, throttle pressure bekerja untuk mendorong katup ke atas
dan meningkatkan tekanan fluida (line pressure). Line pressure juga dibuat tinggi pada saat gigi
mundur dipilih. Line pressure dari manual valve secara langsung bekerja pada bagian bawah
dari katup dan mendorong ke atas, hal ini menyebabkan meningkatnya line pressure kira-kira
sebesar 50 %.

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 11. Regulating valve pada posisi R
Selector Lever
Pengemudi kendaraan dengan transmisi otomatis dapat memilih mode pengendaraan dengan
memindahkan posisi selector lever sesuai dengan yang dikehendaki. Sebenarnya dengan
memindah posisi selector lever maka pengemudi sama saja dengan memindah jalur fluida pada
hidrolik kontrol sistem melalui manual valve.

Speed and load sensing valve


Untuk melakukan dan menetukan perpindahan gigi yang sesuai dengan kondisi
pengendaraan, maka diperlukan penyensoran terhadap putaran dan beban pada mesin. Output
torsi mesin secara sederhana dideteksi oleh throttle valve yang dihubungkan dengan pedal gas
baik secara langsung maupun tidak langsung melalui vakum diafragma yang akan menyensor
perubahan tekanan pada intake manifold. Di mana perubahan dari vakum tersebut merupakan
tanda adanya perubahan beban pada mesin. Terjadinya perubahan vakum tersebut akan
merubah posisi dari throttle valve yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan output
tekanan fluida yang kemudian disebut dengan throttle pressure.
Perubahan kecepatan kendaraan diukur oleh centrifugal regulating valve yang
menyensor putaran output shaft transmisi dan merubahnya menjadi informasi dalam bentuk
tekanan fluida yang disebut dengan governor pressure. Governor pressure akan meningkat dan
menurun tergantung dari kecepatan kendaraan. Throttle pressure dan governor pressure
dihubungkan dengan setiap gear shift valve sehingga hal ini memungkinkan terjadinya
perubahan gigi yang lebih sesuai dengan kecepatan dan beban kendaraan, dengan mengaktifkan
clutch dan brake (sesuai dengan posisi gigi). Di mana governor pressure apabila semakin besar
tekanannya maka akan menyebabkan terjadinya perpindahan gigi ke atas dan sebaliknya bagi
throttle pressure apabila semakin besar tekanannya maka akan menyebabkan terjadinya
perpindahan gigi ke posisi yang lebih rendah.
Sumber: Heinz Heisler, 1989
Gambar 12. Centrifugal regulating valve (Governor)
Gear shift valve

Pergerakan dari valve ini akan menutup atau membuka saluran sehingga hal ini akan
memungkinkan terjadinya pemilihan sirkuit hidrolik yang akan diaktifkan. Pemilihan sirkuit
hidrolik sama dengan pemilihan clutch atau brake yang akan diaktifkan sehingga terjadi
perubahan gear rasio sesuai dengan kecepatan kendaraan dan beban kendaraan.
Pergerakan gear shift valve dikontrol oleh throttle pressure pada satu sisi bersama
dengan pegas dan disisi lain adalah governor pressure. Jadi perubahan posisi dari shift valve
dipengaruhi oleh ketiga hal tersebut. Perbedaan output torsi mesin akan menghasilkan
perbedaan besarnya throotle pressure dan juga akan merubah governor pressure hal ini akan
menyebabkan terjadinya perpindahan gigi. Saat beban mesin tinggi (high throttle pressure)
akan menunda terjadinya perpindahan gigi ke atas. Ketika beban mesin rendah (low throttle
pressure) dan kecepatan kendaraan yang tinggi (high governor pressure) akan mempercepat
terjadinya perpindahan gigi ke atas dan mencegah terjadinya perpindahan gigi ke bawah.
Sumber: Heinz Heisler, 1989
Gambar 13. Prinsip kerja dari gear shift valve

Komponen pengunci planetary gear (holding device)

Perpindahan gigi atau perubahan gear rasio terjadi karena terdapat komponen dari
planetary gear unit yang ditahan atau dikunci. Komponen yang berfungsi untuk melakukan hal
tersebut adalah brake dan clutch. Berikut merupakan penjelasan dari komponen tersebut:

 Clutch
Jenis clutch yang digunakan adalah jenis multiple clutch tipe basah. Komponen ini
berfungsi untuk mengunci dua komponen dari planetary gear unit secara bersama-sama atau
menghubungkan dua buah komponen secara cepat dan halus. Kerja dari multiple clutch ini
apabila terdapat tekanan yang masuk ke piston cylinder maka piston check ball akan terdorong
dan menutup saluran check valve sehingga piston akan terdorong karena adanya tekanan yang
bekerja pada piston tersebut. Gerakan piston tersebut akan menekan disk dan plate sehingga
multiple clutch akan menghubungkan putaran antara dua komponen. Di mana saat tekanan
fluida yang masuk ke piston cylinder dibebaskan, hal ini akan menyebabkan check ball terlepas
dari dudukan check valve karena tekanan yang menahan chek ball pada dudukan check valve
sudah berkurang dan adanya gaya sentrifugal yang bekerja pada check ball karena adanya
putaran dari clutch. Saat check ball terlepas dari dudukan check valve maka sisa tekanan yang
terdapat pada piston cylinder akan dibebaskan. Piston akan kembali ke posisinya semula karena
adanya tekanan dari pegas.

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 14. Kerja dari clutch pada transmisi otomatis

 Brake
Tekanan fluida dirubah menjadi gerakan mekanik untuk menekan brake band oleh piston.
Saat fluida bertekanan bekerja dan masuk ke dalam piston cylinder dan menekan piston
maka brake band akan tertarik dan menahan brake drum. Saat tekanan fluida dibebaskan
maka piston akan kembali ke posisi semula karena adanya tekanan dari pegas pengembali.

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 15. Kerja dari brake pada transmisi otomatis
 One Way Clutch
One way clutch berfungsi untuk mengunci putaran hanya pada salah satu arah saja.
Terdapat dua jenis one way clutch, yaitu tipe roller dan tipe sprag. Kedua jenis one way
clutch tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah.

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 16. One way clutch tipe roller

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 17. One way clutch tipe sprag

Mekanisme Lock up pada torque converter


Lock-up pada transmisi otomatis full hidrolik dikontrol oleh governor pressure dan line
pressure. Lock-up hanya terjadi pada posisi top gear. Terdapat dua valve yang mengatur kerja
dari lock up pada torque converter yaitu relay valve dan signal valve. Relay control valve
mengontrol distribusi ATF yang menuju torque converter. Line pressure dan pegas akan
menahan relay valve ke bawah. Signal valve menutup line pressure dari 3-4 shift valve.
Governor pressure akan meningkat saat kecepatan kendaraan juga meningkat dan hal tersebut
akan menekan signal valve ke atas. Hal ini menyebabkan line pressure dapat melewati signal
valve dan menuju bagian bawah dari relay valve. Keadaan ini menyebabkan relay valve
bergerak ke atas dan merubah aliran ATF yang menuju torque converter yang sebelumnya
melewati bagian depan lock-up clutch (kopling lock-up) menjadi melewati bagian belakang
lock-up clutch yang menyebabkan pemukaan lock-up clutch berkaitan dengan converter
housing (casing dari torque converter).
Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004
Gambar 18. Mekanisme lock-up

Pengontrolan dan aliran fluida pada transmisi otomatis empat percepatan


 Gigi pertama
Saat manual valve berada pada posisi D (drive position), fluida bertekanan disuplay
oleh oil pump ke pressure regulating valve. Kemudian dibagi, sebagian disalurkan ke torque
converter, dan line pressure yang keluar dari manual valve dihubungkan dengan forward clutch
sehinga clutch ini bekerja. Pada waktu yang sama line pressure dari pressure regulating valve
melewati 3-4 shift valve dan akan mengaktifkan drive clutch dan membebaskan tekanan dari
over drive band servo sehingga tidak aktif. Line pressure juga diarahkan ke governor valve dan
vacuum throttle valve. Di lain pihak output tekanan dari throttle valve yang sering disebut
dengan throttle pressure diteruskan ke bagian yang berpegas pada 2-3 dan 3-4 shift valve. Pada
bagian yang lain, line pressure dari manual valve bekerja pada bagian berpegas dari 1-2 shift
valve. Saat transmisi masih berada pada posisi gigi pertama, one way clutch akan bekerja
sehingga mencegah reverse planetary carrier berputar.
Sumber: Heinz Heisler, 1989
Gambar 19. Pengontrolan dan aliran fluida pada gigi pertama

 Gigi kedua
Saat manual valve masih pada posisi D (drive position), keadaannya masih sama pada
posisi gigi pertama, di mana overdrive dan forward clutch saling berhubungan, kecuali saat
kecepatan kendaraan meningkat dan tekanan dari governor pressure cukup untuk mendorong 1-
2 shift valve melawan tekanan pegas dan throttle pressure. Hasilnya line pressure akan
diarahkan ke second gear band servo dan mengaktifkan second gear brake dan menyebabkan
forward dan reverse sun gear di tahan untuk tidak berputar.
Apabila terjadi pengurangan kecepatan kendaraan atau beban kendaraan bertambah, hal
ini akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara kekuatan pegas dan throttle
pressure dengan governor pressure. Di mana pada posisi tersebut maka kekuatan pegas dan
governor pressure lebih besar dari pada governor pressure. Sehingga sirkuit hidrolik akan
dikembalikan ke kondisi gigi pertama, sehingga menyebabkan gigi transmisi akan diturunkan
dari gigi ke dua ke gigi pertama.
Sumber: Heinz Heisler, 1989
Gambar 20. Pengontrolan dan aliran fluida pada gigi kedua
 Gigi ketiga
Saat kecepatan kendaraan lebih tinggi pada posisi D (drive position), governor pressure
akan meningkat sampai titik dimana governor pressure akan dapat mengalahkan kekuatan dari
tekanan pegas dan throttle pressure pada 2-3 shift valve. Hal ini menyebabkan line pressure
dapat mengalir ke high and reverse clutch dan mengatifkannya. Pada waktu yang sama line
pressure tekanan pada second gear band servo dibebaskan. Akibatnya overdrive dan forward
planetary gear saling berputar menjadi satu kesatuan sehingga input putaran dari torque
converter akan langsung diteruskan ke output transmisi tanpa adanya reduksi putaran. Apabila
throttle pressure rendah maka akan menyebabkan terjadinya perubahan gigi ke atas dan ketika
beban kendaraan bertambah (high throttle pressure) maka akan mempercepat terjadinya
perpindahan gigi ke bawah.
Sumber: Heinz Heisler, 1989
Gambar 21. Pengontrolan dan aliran fluida pada gigi ketiga

 Gigi keempat
Apabila kecepatan kendaraan semakin tinggi pada posisi D, governor pressure akan
semakin tinggi dan akan bekerja pada 3-4 shift valve. Hal ini akan mneyebabkan adanya aliran
line pressure ke overdrive band servo dan forward clutch sehingga brake dan clutch tersebut
aktif. Pada waktu yang sama drive clutch juga diaktifkan. Berdasarkan hal tersebut maka akan
terjadi peningkatan kecepatan yang ditransfer ke output shaft transmisi.
Sumber: Heinz Heisler, 1989
Gambar 22. Pengontrolan dan aliran fluida pada gigi keempat

 Gigi Mundur (R)


Saat manual valve berada pada posisi R (reverse position), line pressure dari manual
valve akan diteruskan ke 2-3 shift valve untuk membebaskan second gear band servo yang
menyebabkan brake tersebut tidak aktif. Pada waktu yang sama line pressure diteruskan ke low
and reverse clutch. Manual valve juga menyuplai tekanan ke low and reverse band brake
melalui 1-2 shift valve untuk menahan reverse planetary carrier untuk tidak berputar. Line
pressure yang berasal dari pressure regulating valve diteruskan ke 3-4 shift valve untuk
membebaskan tekanan pada overdrive brake servo sehingga brake tersebut tidak aktif dan
mengaktifkan drive clutch.
Sumber: Heinz Heisler, 1989
Gambar 23. Pengontrolan dan aliran fluida pada gigi mundur

D. ELECTRONIC CONTROL TRANSMISSION (ECT)


Transmisi otomatis dengan pengontrol elektronik (ECT) merupakan transmisi otomatis
yang menggunakan sistem kontrol elektronik untuk mengontrol transmisi. Transmisi ini hampir
sama dengan transmisi otomatis dengan kontrol hidrolik, kecuali untuk valve body dan sensor
kecepatan. Transmisi ini memiliki beberapa komponen elektronik seperti sensor, elektronik
kontrol unit, dan aktuator. Sensor berfungsi untuk memonitor kecepatan kendaraan, posisi
selector lever dan posisi bukaan katup throttle. ECU bertugas untuk mengontrol kerja dari
clutch dan brake berdasarkan data masukan dari sensor dan mengontrol waktu perpindahan gigi
serta mengontrol kerja dari mekanisme lock up pada torque converter. Melalui pengontrolan
secara elektronik ini, timing dan posisi perpindahan gigi menjadi lebih akurat atau sesuai
dengan kecepatan dan beban kendaraan apabila dibandingkan dengan transmisi otomatis
dengan pengontrolan hidrolik (full hydraulic control transmission). Hal ini akan meningkatkan
kenyamanan pengendaraan, meningkatkan efisiensi konsumsi bahan bakar, selain itu dengan
pengontrolan secara elektronik maka sistem pada transmisi otomatis dapat disesuaikan atau
disinkronkan kinerjanya untuk mendukung kinerja dari sistem yang lain.
Tombol pemilih pola pengendaraan (driving pattern select switch)
Tombol pemilih pola pengendaraan digunakan untuk menentukan pola pengendaraan
yang diinginkan, di mana terdapat dua pilihan yaitu normal atau power. Berdasarkan posisi dari
tombol ini, ECU akan menentukan pola perpindahan gigi dan bekerjanya mekanisme lock up.
Perpindahan gigi ke atas pada mode power akan terjadi pada kecepatan tinggi tergantung dari
besarnya bukaan throttle. Sebagai contoh, perpindahan ke gigi tiga terjadi ketika throttle
membuka 50 % pada kecepatan 37 mph pada saat mode normal dan sekitar 47 mph pada mode
power.

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 24. Driving pattern select switch

ECU memiliki "PWR" terminal tetapi tidak memiliki "normal" terminal. Ketika mode
"Power" dipilih, tegangan 12 volt akan berhubungan dengan terminal "PWR" dari ECU dan
lampu power akan menyala. Ketika mode "Normal" dipilih, tegangan pada "PWR" adalah 0
volt. Ketika ECU menangkap signal 0 volt pada terminal, maka ECU akan menganggap mode
normal dipilih.
Neutral Start Switch
ECU ECT menerima informasi posisi tuas transmisi atau selector lever dari shift
position sensor yang terletak pada neutral start switch.

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 25. Neutral start switch
ECT ECU hanya memonitor posisi T dan L. jika salah satu terminal terdapat tegangan
12 volt yang menuju ECU maka ECU akan menganggap bahwa transmisi dalam posisi netral, 2
atau L. Jika ECU tidak menerima sinyal 12-volt pada terminal "T 'atau" L, "ECU menentukan
bahwa transmisi dalam kisaran "D". Selain untuk mengetahui posisi tuas selector, neutral start
switch mencegah terjadinya starter kecuali pada posisi Park (P) atau posisi netral (N). Dalam
posisi parkir dan netral, kontinuitas terjadi antara terminal "B" dan "NB" dari neutral start
switch diilustrasikan di bawah ini.

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 26. Penampang neutral start switch
Throttle Position Sensor
Sensor ini dipasang pada throttle body untuk menyensor seberapa besar bukaan throttle
dan kemudian mengirimkan data ini ke ECU. Throttle Position Sensor mengganti peranan
throttle pressure pada transmisi otomatis dengan pengontrol hidrolik. Informasi bukaan throttle
ini digunakan oleh ECU untuk mengetahui besarnya beban mesin untuk mengontrol waktu
perpindahan gigi dan mengontrol waktu mekanisme lock up bekerja.
Ada dua jenis throttle position sensor apabila dibedakan berdasarkan bagaimana mereka
terhubung ke ECT ECU. Yang pertama adalah jenis tidak langsung karena terhubung langsung
ke ECU mesin, dan ECU mesin kemudian memberikan informasi posisi throttle ke ECT ECU.
Tipe kedua adalah tipe langsung yang terhubung langsung ke ECT ECU.

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 27. Throttle position sensor tipe tidak langsung
Tipe tidak langsung
TPS ini mengubah sudut bukaan katup throttle menjadi sinyal tegangan. Memiliki
empat terminal: VC, VTA, IDL dan E. Tengangan 5 volt dikeluarkan oleh ECU mesin ke
terminal VC. Besarnya bukaan throttle diketahui oleh ECU dari tegangan dari terminal VTA.
Tegangan ini meningkat secara linear dari 0 volt pada posisi throttle tertutup sampai 5 volt pada
saat throttle terbuka penuh.
ECU mesin mengubah tegangan VTA menjadi satu dari delapan sinyal bukaan throttle
untuk diinformasikan ke ECT ECU. Sinyal-sinyal ini terdiri dari berbagai kombinasi tegangan
tinggi dan rendah di terminal ECT ECU seperti yang ditunjukkan dalam tabel di bawah ini.
Daerah yang diarsir dari tabel mewakili tegangan rendah (sekitar 0 volt). Daerah putih yang
mewakili tegangan tinggi (L1, L2, U: sekitar 5 volt, IDL: sekitar 12 volt).

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 28. Grafik signal yang dihasilkan TPS
Ketika katup throttle benar-benar tertutup, titik kontak untuk sinyal IDL
menghubungkan IDL dan terminal E, mengirimkan sinyal ke ECT ECU untuk
menginformasikan bahwa throttle tertutup penuh. Saat ECT ECU menerima sinyal L1, L2 dan
D, ECT ECU memberikan tegangan output dari 1 sampai 8 volts di terminal TT atau ECT
diagnostic check connector. Sinyal tegangan bervariasi tergantung pada sudut pembukaan
throttle dan memberikan informasi kepada teknisi apakah ada atau tidak sinyal pembukaan
throttle.

Tipe langsung
Dengan TPS jenis ini, sinyal input langsung dikirim ke ECT ECU. Tiga titik kontak
yang dapat bergerak memutar dengan katup throttle, memungkinkan kontak L1, L2, L3 dan
IDL untuk membuat dan memutus rangkaian dengan kontak E (ground). Sinyal tegangan yang
diberikan ke ECT ECU menunjukkan posisi throttle seperti pada TPS jenis tidak langsung.

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 29. Throttle position sensor tipe langsung
Water Temperature Sensor
Water temperature sensor memiliki fungsi untuk menyensor temperature air pendingin.
WTS ini menggunakan thermistor NTC yang memiliki sifat tahanannya akan turun seiring
dengan kenaikan temperature. Ketika temperature air pendingin masih dibawah temperatur
kerja, kinerja mesin akan semakin berat apabila transmisi bergeser ke overdrive atau
mekanisme lock up bekerja. ECU mesin memonitor temperature air pendingin dan
mengirimkan sinyal ke terminal OD1 dari ECT ECU. ECU akan mencegah terjadinya
perpindahan gigi ke posisi overdrive dan bekerjanya mekanisme lock up sampai temperature air
pendingin mencapai temperature kerja mesin.

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 30. Throttle position sensor tipe langsung

Speed Sensors
Untuk memastikan bahwa ECU ECT menerima informasi kecepatan kendaraan yang
benar setiap saat, maka pada kendaraan dipasang dua buah speed sensor. Untuk meningkatkan
akurasi, ECU ECT terus membandingkan dua sinyal dari kedua speed sensor tersebut untuk
melihat apakah sinyal yang diberikan sama antara kedua speed sensor tersebut. Sensor
kecepatan digunakan untuk menggantikan posisi governor pressure yang digunakan pada
transmisi otomatis dengan pengontrol hidrolik.
Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004
Gambar 31. Speed sensors

Main Speed Sensor (No. 2 Speed Sensor)

Main speed sensor terletak pada rumah transmisi. Sebuah rotor magnet yang dipasang
pada poros output. Ketika poros output transmisi berputar maka akan menghasilkan sinyal.
Sinyal ini dikirim ke ECU, yang digunakan oleh ECU sebagai pertimbangan untuk melakukan
perpindahan gigi dan mengaktifkan mekanisme lock up. Dimana sinyal yang dihasilkan adalah
satu sinyal untuk setiap satu putaran poros output transmisi.

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 32. Main dan backup speed sensors

Back- Up Speed Sensor (No.1 Speed Sensor)


Back-up speed sensor terletak pada meter kombinasi yang digerakkan oleh kabel
speedometer. Sensor ini terdiri dari sebuah electrical reed switch dan piringan reluktor magnet.
Saat kabel speedometer berputar maka reluktor magnet juga berputar dan tiap gigi reluktor
akan berpapasan pada electrical reed switch Kekuatan magnet akan membuka dan menutup
reed switch dan akan menghasilkan empat sinyal untuk setiap satu kali putaran kabel
speedometer.
Selain menggunakan magnet, sensor ini juga dapat menggunakan tipe photocoupler
yang menggunakan phototransistor dan pemancar cahaya (LED). LED dan phototransistor
dipisahkan oleh piringan berlubang dimana piringan berlubang digerakkan oleh kabel
speedometer. Sinyal yang dihasilkan berjumlah empat pulsa untuk setiap sekali putaran kabel
speedometer.
Speed Sensor Failsafe
Apabila kedua sensor bekeja normal maka sinyal yang berasal dari main speed
sensorlah yang digunakan oleh ECU setelah dibandingkan dengan back-up speed sensor untuk
menentukan waktu perpindahan gigi. Ketika terjadi ketidak normalan pada main speed sensor
maka ECU menggunakan sinyal yang dihasilkan oleh back-up speed sensor

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 33. Speed sensors failsafe

Stop Light Switch


stop light switch ditempatkan pada pedal rem, ketika pedal rem ditekan maka akan
mengirimkan sinyal ke terminal STP dari ECT ECU sebagai informasi bahwa pedal rem sedang
ditekan. ECU akan mencegah aktifnya mekanisme lock up ketika pedal rem ditekan.

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 34. Stop light switch
Overdrive Main Switch
Overdrive main switch terletak pada selctor lever (tuas transmisi). Sehingga
mengijinkan pengemudi untuk mengontrol overdrive secara manual. Ketika switch ini
diaktifkan maka ECT akan memindahkan gigi ke posisi overdrive. Ketika dimatikan ECT akan
mencegah terjadinya perpindahan gigi ke posisi overdrive.

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 35. Overdrive main switch

O/D Main Switch ON


Ketika O/D switch pada posisi On, kondisi saklar malah terbuka jadi arus dari baterai
akan mengalir ke terminal OD2 dari ECT ECU seperti yang terlihat pada gambar di bawah.
Tegangan pada terminal OD2 pada kondisi tersebut adalah 12 Volt.

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 36. Overdrive main switch On

O/D Main Switch OFF


Ketika O/D switch dalam keadaan off, saklar akan berada dalam kondisi tertutup
sehingga arus dari baterai akan mengalir ke ground dan pada terminal OD2 akan terdeteksi
tegangan 0 Volt. Selain itu O/D indikator akan mati.
Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004
Gambar 37. Overdrive main switch Off

Solenoid Valve
Solenoid valve merupakan komponen yang mengontrol aliran sirkuit hidrolik
berdasarkan perintah dari ECT ECU dengan membuka dan menutup saluran fluida. Solenoid
valve no 1 dan 2 berfungsi unutk mengontrol perubahan gigi sedangkan solenoid no 3 berfungsi
untuk mengontrol mekanisme lock up pada torque converter.

Solenoid Valve No. 1 and No. 2


Kedua solenoid ini dipasangkan pada valve body dan aktif atau tidaknya solenoid ini
diatur berdasarkan sinyal dari ECT ECU. Dengan melakukan pengaturan terhadap kedua
solenoid valve tersebut, jalur sirkuit hidrolik dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan. Solenoid
no 1 dan no 2 dalam keadaan normal adalah tertutup dan apabila diberi arus listrik maka
plunger akan tertarik dan membuka saluran fluida.

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 38. Solenoid valves

Solenoid Valve No. 3


Solenoid valve ini dipasang pada bagian luar transmisi atau valve body. Solenoid ini
mengontrol operasi dari mekanisme lock up.
Solenoid Valve No. 4
Solenoid ini adalah solenoid normally closed yang mengontrol perubahan gigi ke low 4-
wheel drive. Solenoid ini dikontrol oleh ECT ECU, low 4-wheel drive dipilih pada saat
kecepatan kendaraan dibawah 18 mph dengan bukaan throttle yang sedikit.

Pengontrolan Mekanisme Lock-Up


Mekanisme lock up dapat dioperasikan pada mode normal dan power oleh ECT ECU.
ECU akan menghidupkan solenoid no. 3 tergantung dari kecepatan kendaraan dan besarnya
bukaan throttle. Lock up kontrol valve merubah tekanan fluida untuk menekan piston pada
torque converter supaya dapat berhubungan atau tidak dengan lock up clutch. Solenoid no. 3
akan diaktifkan apabila terjadi tiga kondisi seperti dibawah terjadi secara bersamaan:
 Posisi gigi transmisi berada pada posisi gigi kedua, gigi ketiga atau overdrive (posisi
selector lever pada D)
 Kecepatan kendaraan dan posisi bukaan throttle berada pada atau di atas spesifikasi yang
telah tersimpan dalam ECU.
 ECU tidak mendapatkan signal yang berfungsi untuk mencegah terjadinya lock up.

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 39. Diagram pengontrolan mekanisme lock-up

ECU akan mencegah atau menunda terjadinya lock up apabila terjadi kondisi dibawah
ini:
 Stop light switch On
 Temperature air pendingin belum mencapai temperature kerja.
 Kontak poin IDL pada throttle position sensor tertutup.
 Keceptan kendaraan turun sekitar 6 mph atau lebih di bawah kecepatan yang telah
ditetapkan.

Stop light switch and IDL contacts are monitored in order to prevent the engine from
stalling in the event that the rear wheels lock up during braking. Coolant temperature is
monitored to enhance drivability and transmission warm-up. The cruise control monitoring
allows the engine to run at higher rpm and gain torque multiplication through the torque
converter.
Stop ligt switch dan kontak IDL pada throttle position sensor dimonitor untuk
mencegah mesin untuk terjadinya stalling yang terjadi ketika roda belakang kendaraan terkunci
saat terjadinya pengereman. Temperatur pendingin dimonitor unutk meningkatkan kemampuan
pengendaraan dan pemanasan transmisi. Cruise control memonitor untuk mengijinkan mesin
untuk melaju pada putaran tinggi dan meraih torsi yang berlipat dari torque converter.

Neutral to Drive Squat Control


Ketika transmisi dipindah dari posisi N ke posisi D, ECU mencegah untuk terjadinya
perpindahan langsung ke gigi pertama akan tetapi dipindah terlebih dahulu ke gigi ke dua atau
ketiga. Ini bertujuan untuk mengurangi terjadinya perpindahan gigi yang kasar dan hentakan.

Engine Torque Control


Untuk menghindari terjadinya perpindahan gigi yang kasar, timing pengapian ditahan
sejenak selama proses perpindahan gigi untuk mengurangi torsi mesin. TCCS dan ECT ECU
memonitor putaran mesin melalui signal Ne dan putaran output shaft dari poros transmisi
(speed sensor no. 2) Kemudian menentukan seberapa lama pengapian ditunda tergantung dari
posisi mode pengendaraan yang dipilih dan sudut pembukaan throttle.
DAFTAR PUSTAKA

Heinz Heisler. (1989). Advanced Vehicle Technology. United Kingdom : The Bath Press, Avon.
Sullivan, Kevin R. (2004). Simpson Planetary Gear Unit. http:// www.autoshop101.com.
Sullivan, Kevin R. (2004). Gear Selection and Function. http:// www.autoshop101.com.
Sullivan, Kevin R. (2004). Transmission Oil Pump. http:// www.autoshop101.com.
Sullivan, Kevin R. (2004). Valve Body Circuits. http:// www.autoshop101.com.
Sullivan, Kevin R. (2004). Electrical Control. http:// www.autoshop101.com.
Sullivan, Kevin R. (2004). Electronic Control Transmission (ECT). http:// www.autoshop101.com.

Anda mungkin juga menyukai