Anda di halaman 1dari 15

TEKNIK SHUNT CABLE DALAM UPAYA MEREDUKSI RESISTANSI PROTEKSI

PETIR TOWER SUTT

OLEH :
ANDREANSYAH AKHBAR
181202019151459

PROGRAM STUDI SISTEM TENAGA

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

UNIVERSITAS WIDYAGAMA MALANG

2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 70 kv adalah bagian dari jaringan transmisi
tenaga listrik yang berfungsi untuk menyalurkan tenaga listrik bertegangan tinggi dari
pembangkit ke gardu induk atau dari gardu induk ke gardu induk yang lainnya. Pada
kenyataannya di lapangan, seringkali perencanaan dan pembangunan yang di lakukan tidak
sesuai dengan standar-standar yang berlaku. Salah satu contohnya yaitu pembangunan gardu
induk yang tidak sesuai dengan konsep koordinasi isolasi. Pada IEC – 71-1 disebutkan
tentang tegangan lebih dan koordinasi isolasi, bahwa “Koordinasi Isolasi merupakan
pemilihan kekuatan listrik dari peralatan dan aplikasinya, yang berhubungan dengan tegangan
yang akan timbul di dalam sistem di mana peralatan harus mampu menahan tegangan
tersebut dengan memperhitungkan karakteristik dari peralatan proteksi, sedemikian rupa
sehingga dapat mengurangi ancaman tegangan lebih yang akan timbul pada peralatan secara
teknis dan ekonomis.”
Dalam menyalurkan tenaga listrik tidak menutup kemungkinan akan terjadi
gangguan, salah satu gangguan yang tidak dapat diprediksi yaitu gangguan sambaran petir,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Petir merupakan fenomena alam yang terjadi di
atmosfer pada waktu hujan karena adanya perbedaan potensial antara awan dan bumi atau
antara awan dan awan.
Bila terjadi tegangan lebih akibat petir, besarnya nilai tahanan pentanahan tower
SUTT 70 KV harus sesuai dengan ketentuan yang diperbolehkan yaitu tidak boleh lebih atau
sama dengan 5 Ohm sesuai dengan standar Keputusan Direksi PT PLN (Persero)
PDM/STT/10:2014. Untuk itu dibutuhkan suatu sistem pentanahan dan berkelanjutan pada
tower SUTT.
Gardu Induk Wlingi - Blitar memiliki 39 tower yang mensuplai wilayah di sekitar
Kabupaten Blitar. Tidak menutup kemungkinan pada menara SUTT 70 Kv transmisi Wlingi
– Blitar ada tahanan pentanahan yang tidak sesuai dengan standar sehingga dapat merusak
peralatan isolasi pada saat terjadi sambaran petir. Salah satu contoh pada tower T17 yang
memiliki tahanan pentanahan lebih dari 5 Ohm yang seharusnya segera diperbaiki.
Sambaran petir pada menara transmisi tegangan tinggi menyebabkan tegangan
induksi pada saluran dan dapat menimbulkan kegagalan isolasi jika amplitudo tegangan nya
melebihi Basic Insulation Level (BIL) isolasi peralatan serta komponen tenaga listrik yang
digunakan.
Dalam studi evaluasi dan koordinasi isolasi tegangan lebih transient akibat sambaran
petir ini menitikberatkan pada penentuan tingkat isolasi dari hantaran, menentukan Basic
Insulation Level (BIL) dari peralatan, dan pemilihan penangkap petir (Lightning Arrester)
sehingga dalam setiap kondisi operasi, kualitas pelayanan penyediaan tenaga listrik dapat
dicapai dengan baik.
Dengan demikian di dalam penulisan tugas akhir ini penulis ingin melakukan pembahasan
proteksi sambaran petir di sistem transmisi dengan pentanahan yang sesuai dengan standar
agar menghindari gangguan yang mungkin dapat terjadi akibat petir. Berdasarkan alasan
tersebut maka penulis menjadikan masalah ini sebagai bahan skripsi ini dengan judul
“TEKNIK SHUNT CABLE DALAM UPAYA MEREDUKSI RESISTANSI
PROTEKSI PETIR TOWER SUTT”.
1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan


beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana upaya perbaikan yang dilakukan agar pentanahan pada tower T17
70 KV pada transmisi Wlingi – Blitar sesuai standar yang ditetapkan sehingga
dapat mengalirkan tegangan induksi petir dengan baik tanpa mengganggu
sistem?

2 Tujuan

1. Upaya perbaikan tahanan pentanahan tower 70 KV agar sesuai dengan standar


yang ditetapkan.
2. Mendapatkan nilai tegangan induksi yang timbul jika terjadi sambaran petir
langsung pada menara saat sesudah dan sebelum perbaikan nilai tahanan
pentanahannya.
3 Batasan Masalah

Mengingat permasalahan yang cukup luas dan menghindari permasalahan yang


melebar yang tidak relavan dengan pembahasan masalah. Maka, diberikan batasan – batasan
masalah sebagai berikut :
1. Hanya membahas sistem perencanaan sistem pentanahan tower 70 kV
menggunakan metode pentanahan langsung Ground Steel Wire.
2. Hanya membahas sistem pentanahan tower 70kV pada transmisi
3. Pada studi ini tidak membahas tentang proteksi selain pentanahan.
4 Hipotesis
Upaya alat yang di gunakan dapat mereduksi arus petir dengan baik,sehingga tidak
merusak sistem yang ada di tower SUTT 70 kv sehingga sistem penyaluran listrik tidak
terganggu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Petir

Petir merupakan proses alam yang terjadi di atmosfer pada waktu hujan (thunder
storm). Muatan akan ter konsentrasi di dalam awan atau bagian dari awan dan muatan
yang berlawanan akan timbul pada permukaan tanah di bawahnya. (Babu & Patel, 2021)

Gambar 2.1. Awan saat akan terjadi sambaran petir1 Awan saat terjadi sambaran petir

Jika muatan bertambah, beda potensial antara awan dan tanah akan naik, maka
kuat medan di udara pun akan naik. Jika kuat medan ini melebihi kuat medan diantara
awan-awan tersebut maka akan terjadi pelepasan muatan. Pada awan yang mempunyai
ketinggian 1-2 km di atas tanah dapat menghasilkan tegangan 100 MV. (Zoro, 2018)
(McSharry et al., 2003)
2.2 Back Flashover (BFO)

Back Flashover (BFO) terjadi akibat petir menyambar Kawat Tanah (KT) atau Ground
Steel Wire pada tengah atau seperempat gawang atau petir menyambar langsung pada
menara. Kedua sambaran ini akan menyebabkan arus petir mengalir ke menara dalam bentuk
gelombang berjalan menuju kaki menara dan masuk ke sistem pembumian, dipantulkan balik
ke menara dan terjadi lewat denyar atau Flashover pada isolator yang dapat mengganggu
penyaluran daya listrik akibat pecahnya isolator di menara.Ilustrasi BFO dapat dilihat pada
(Gambar 2.2). (Zoro, 2018) (McSharry et al., 2003)
Gambar 2.2 Sambaran langsung ke menara menyebabkan BFO
Dalam perjalanan arus impuls petir ini ke sistem pembumian, arus ini akan melewati
menara yang memiliki induktansi menara, yaitu L dalam µH/m. Adanya L pada menara akan
menghasilkan tegangan yang tinggi akibat setiap sambaran petir selalu memiliki kecuraman
gelombang arus petir, yakni V = L. di/dt dalam kiloVolt.
2.3 Landasan Permasalahan

Berdasarkan permasalahan yang ada dan fakta yang ditemukan di lapangan, Back
Flashover (BFO) pada isolator saat gangguan terjadi disebabkan karena pembumian surja
petir tidak maksimal, yaitu dipengaruhi oleh 2 hal antara lain:

1. Nilai tahanan pentanahan kaki tower lebih dari 5 ohm [SK DIR 0520-1].
2. Besarnya resistansi (R) dan induktansi (L) pada tower dapat mempengaruhi
besarnya tegangan yang timbul pada tower.(Andrean & Murdiya, 2019a)
3. Nilai induktansi yang tinggi dipengaruhi oleh resistansi pada tower seperti kualitas
struktur baja yang berusia di atas 20 tahun maupun kondisi sambungan yang tidak
sempurna akibat kotor,cat dan korosi.(Andrean & Murdiya, 2019b)

Dimana

Ip : Arus petir (kA)


Rf : Tahanan pentanahan tower (Ohm)
L : Induktansi tower (µH/Micro Henry)
di/dt : Kecuraman arus petir (kA/µs)
Vt = I x Rf + L x di/dt
𝑆𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟:𝑍𝑜𝑟𝑜,𝑅.2018.𝑆𝑖𝑠𝑡𝑒𝑚 𝑃𝑟𝑜𝑡𝑒𝑘𝑠𝑖 𝑃𝑒𝑡𝑖𝑟 𝑃𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑖𝑠𝑡𝑒𝑚 𝑇𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝐿𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖𝑘

Gambar 2.3.1Statistik kecuraman arus petir (di/dt) tropis dan sub-tropis

𝑆𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟:𝑍𝑜𝑟𝑜,𝑅.2018.𝑆𝑖𝑠𝑡𝑒𝑚 𝑃𝑟𝑜𝑡𝑒𝑘𝑠𝑖 𝑃𝑒𝑡𝑖𝑟 𝑃𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑖𝑠𝑡𝑒𝑚 𝑇𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝐿𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖?

Gambar 2.3.2 Statistik arus puncak (i) tropis dan sub-tropis


Berdasarkan rumusan teori di atas, untuk menghilangkan Black Flash Over dengan cara
memperkecil nilai tahanan pentanahan kaki tower dan induktansi jalur pembumian agar
mendapatkan nilai tegangan sekecil mungkin pada tower.
BAB 3
PERANCANGAN DAN PEMBUATAN MODUL

3.1. Desain I-GRASS

Desain untuk pemasangan jalur rambat Independent surja petir melalui fasilitas sisi
Cold Arching Horn. Dilaksanakan dengan pemasangan Lead/jalur pembumian secara terpisah
terhadap kawat tanah dan struktur tower dengan menggunakan kabel A3CS (All Alumunium
Alloy Conductor Shielded) dan digantung menggunakan isolator NGK 120 kN yang memiliki
tahanan isolasi yang baik. Lead A3CS dihubungkan pada Arching Horn sisi Cold yang
selanjutnya diketanahkan dengan A3CS/GSW/konduktor bekas ke arde pentanahan yang
sudah disediakan sebelumnya (Lampiran 12). Menggunakan kabel A3CS dikarenakan kabel
tersebut memiliki Shield/isolasi, sehingga tidak perlu dipasang isolator tumpu pada Travers.
Disisi lain, A3CS memiliki kelebihan yakni nilai induktansi yang rendah sehingga dapat
meminimalkan nilai Vt (tegangan jatuh) dapat dilihat pada (Tabel 3.1). Dengan catatan nilai
hasil ukur pentanahan harus sesuai standar SKDIR 0520.

Tabel 3.1 Pertimbangan Nilai Induktansi kawat Al (SPLN 64 1985)

Pada jalur pembumian ini dipasang Counter untuk mengetahui jumlah sambaran yang
berhasil diketanahkan pada I-GRASS ini. Monitoring dan evaluasi tetap dilaksanakan secara
periodik oleh petugas lapangan (GROUND PATROL) dan dituangkan dalam format
Checklist.

3.2. Monitoring Kinerja I-GRASS

Monitoring kinerja inovasi I-GRASS dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:

- Secara rutin

Inspeksi dilakukan rutin setiap hari atau dilakukan bersamaan dengan inspeksi rutin
tower dengan aplikasi Srintami oleh petugas Ground Patrol wilayah kerja yang terpasang I-
GRASS. Hasil inspeksi dilaporkan pada petugas HARJARGI untuk selanjutnya diteruskan
kepada HARJAR.
- Secara Emergency
Inspeksi dilakukan jika dibutuhkan sesuai kondisi saat petir terindikasi menyambar untuk
mendapatkan data Counter bertambah atau tidak.
- Evaluasi rutin
Jika data Counter pada I-GRASS bertambah, dilakukan cek data sambaran petir pada aplikasi
VAISALA secara Tentative mingguan. Apabila terjadi sambaran berdekatan
dengan tower yang terpasang alat tersebut, terbukti I-GRASS telah bekerja dan mampu
mengetanahkan surja petir dengan baik tanpa menjadi gangguan Back Flashover (BFO)
sehingga sistem aman. Sambaran petir pada aplikasi VAISALA dapat dilihat pada
(Gambar 3.2).

Gambar 3.2 Tampilan aplikasi VAISALA

3.3. Standar Pemasangan I-GRASS

Pemasangan I-GRASS berdasarkan pemetaan daerah yang sering tersambar petir yang
diambil dari aplikasi VAISALA, karena dimungkinkan setiap tahun kuat arus sambaran petir
selalu berbeda-beda dan letak pun berubah-ubah. Pastikan nilai pentanahan memilki hasil
ukur dibawah standar [SK DIR 0520-1], jika di atas standar lakukan pengusulan untuk
dilakukan perbaikan pentanahan dengan sistem kombinasi standar pada SPLN T5.004:2010
untuk pembuatan arde Counterpoise dan pemasangan jalur rambat Independent surja petir.
Arde Counterpoise ditanam pada tanah bebatuan dengan kedalaman 1,5 meter, kemudian
bebatuan tersebut digantikan dengan tanah yang memiliki konduktifitas yang baik. Pada dasar
lubang ditambah besi siku 705 sepanjang 1 meter yang ditancapkan tegak lurus dan dikaitkan
dengan elektroda Counterpoise. Elektroda Counterpoise menggunakan material Cu Ø 55 mm
sepanjang 30 meter yang dilingkarkan membentuk spiral menggunakan siku 505 berbentuk
palang sepanjang 1 meter. Desain arde Counterpoise dapat dilihat pada (Lampiran 5).
Perbaikan nilai tahanan kaki tower dengan metode Counterpoise yang dipasang di tapak kaki
tower dilaksanakan sebagai langkah awal dalam implementasi I-GRASS (Gambar 3.3.1).
𝑆𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟:Dokumentasi Penulis

Gambar 3.3.1 Proses pemasangan arde Counterpoise

Setelah media Grounding memiliki hasil ukur dibawah nilai standar, selanjutnya dilakukan
pemasangan Jumper koneksi dari Arching Horn sisi Cold dan disambungkan ke tarikan jalur
pembumian yang terpisah dari struktur tower tepat di tengah tower, kemudian dihubungkan
dengan menggunakan PG klem. Desain pemasangan dapat dilihat pada (Gambar 3.3.2)

𝑆𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟:Dokumentasi Penulis

Gambar 3.3.2 Proses koneksi dari sisi Arching Horn sisi Cold ke pentanahan.
FLOWCHART
MULAI

STUDI
LITERATUR

PENGADAAN BAHAN

PEMBUATAN MODUL

PENGUMPULAN
DATA

PENGAPLIKASIAN
MODUL

HASIL ANALISA
MONITORING MODUL
PEMASANGAN MODUL

SELESAI
Langkah awal proses yang akan dilakukan adalah
Sistematika penulisan laporan penelitian ini disusun menjadi beberapa bab sebagai
berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi pendahuluan yang menjelaskan latar belakang,
perumusan masalah ,tujuan, metodologi penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI
Pada bab ini berisi tinjauan pustaka, yaitu kajian jurnal penelitian
pendukung, pengertian secara umum tentang proteksi petir pada tower
SUTT, pada bab ini juga di jelaskan gangguan yang terjadi jika tower
SUTT terkena sambaran petir
BAB III : PERANCANGAN MODUL
Pada bab ini akan di jelaskan tahapan proses perancangan dan
pemasangan modul serta konsep kerangka penelitian yang digunakan
untuk proteksi petir pada tower SUTT. Dengan adanya metodologi
penelitian ini di harapkan dapat memberikan petunjuk dalam
menjawab rumusan permasalahan penelitian.
BAB IV : HASIL & PEMBAHASAN
Pada bab ini berisi pembahasan dan analisa hasil dari implementasi
upaya untuk mereduksi nilai resistansi pada tower SUTT
BAB V : PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dari sistem yang dibuat dan saran untuk
kepentingan umum secara lebih lanjut
JADWAL KEGIATAN

MINGGU
NO KEGIATAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Studi literatur x x
2 Pembuatan x x
konsep
3 Pengadaan x x
bahan
penelitian
4 Pembuatan x x
modul
5 Pengujian x
modul
6 Pengaplikasian x
pada stub
tower
7 Analisis data x
8 Laporan x
9 Pembuatan x
artikel
10 Seminar hasil x
DAFTAR PUSTAKA

Zoro, R. (2018). Sistem Proteksi Petir Pada Sistem Tenaga Listrik. Remaja Rosdakarya.

Surat Keputusan Direksi 0520-1 Tentang Pedoman Pemeliharaan Jaringan.


buku panduan SPLN T5.004:2010.
buku panduan SPLN 64 tahun 1985.
Zoro, R. 2018. Sistem Proteksi Petir Pada Sistem Tenaga Listrik
https://id.wikipedia.org/wiki/Petir
Andrean N. dan Murdiya F. 2019. Analisis Korelasi Kawat Tanah dengan Tahanan
Pentanahan terhadap Back Flashover

Sadovic. 2009. Sadovic Lightning Performance Computation (Online).


https://www.slideshare.net/c.rocherieux/sadovic-lighting-performance-computation. Diakses pada
26 Maret 2020.
Luntungan,R P, Lily, S P, Glanny M C M. 2018. Analisa Daerah Lindung dan Grounding
pada
Tower Transmisi Akibat Terjadinya Back Flashover. Journal Teknik Elektro dan Komputer
Vol.
7 No. 3

Anda mungkin juga menyukai