Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Dalam penyaluran sistem tenaga listrik, tegangan yang dibangkitkan oleh
generator terbatas dalam belasan kilovolt, sedangkan transmisi membutuhkan
tegangan dalam puluhan sampai ratusan kilovolt, sehingga antara pembangkit dan
transmisi dibutuhkan trafo daya step up. Oleh karena itu, semua perlengkapan
yang terpasang di sisi sekunder trafo ini harus mampu memikul tegangan tinggi.
Tegangan transmisi dalam puluhan sampai ratusan kilovolt sedangkan konsumen
konsumen membutuhkan tegangan ratusan volt sampai dua puluhan kilovolt,
sehingga diantara transmisi dan konsumen dibutuhkan trafo daya step down.
Semua peralatan yang terpasang di sisi primer trafo ini, juga harus memikul
tegangan tinggi. Trafo – trafo daya beserta perlengkapannya inilah yang disebut
Gardu Induk.(Bonggas L Tobing, 2003, hal : 3)
Gardu Induk Waru merupakan salah satu Gardu Induk di wilayah APP
Surabaya dan merupakan Gardu Induk terbesar di Jawa Timur yang melayani
kebutuhan listrik di wilayah Surabaya dan Sidoarjo. Gardu Induk Waru adalah
Gardu Induk pasang dalam dan pasang luar, yang artinya Gardu Induk ini terdiri
dari Gardu Induk outdoor dan indoor yang saling berhubungan satu sama lain.
Untuk menjaga keandalan dan kontinuitas penyaluran suatu system tenaga
listrik, maka di dalam perencanaan suatu gardu induk perlu mempertimbangkan
adanya gangguan – gangguan tegangan lebih (over voltage) seperti surja hubung
dan gelombang petir yang dapat merusak isolasi peralatan – peralatan yang
terpasang di gardu induk. Maka dari itu sistem koordinasi isolasi adalah penting
untuk diperhatikan.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka perlu dianalisa tentang sistem
koordinasi peralatan yang diterapkan terhadap jenis gangguan yang mungkin akan
terjadi.

1
2

1.2 Rumusan Masalah


Sesuai dengan latar belakang yang telah diuraikan, pembahasan ini akan
lebih ditekankan pada:
1. Apakah BIL (Basic Insulation) peralatan di Gardu Induk Waru
sudah aman terhadap tegangan lebih ?
2. Apakah penempatan arrester pada gardu induk Waru sudah
optimal dan dapat melindungi peralatan dari gangguan
tegangan lebih ?
3. Apakah koordinasi isolasi yang diterapkan pada gardu induk
Waru sudah baik ?

1.3 Pembatasan Masalah


Agar pembahasan ini lebih terarah sesuai dengan perumusan masalah
maka pembahasan dibatasi pada hal-hal berikut :
1. Hanya membahas koordinasi peralatan tegangan tinggi 150
kV pada gardu induk Waru.
2. Untuk arrester yang dibahas pada tugas akhir ini adalah dari
Line Bangil 150 kV dan Buduran 150 kV.
3. Untuk Transformator yang dibahas pada tugas akhir ini adalah
transformator 5.

1.4 Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan akhir ini adalah :
1. Mengetahui apakah BIL (Basic Insulation) peralatan di Gardu
Induk Waru sudah aman terhadap tegangan lebih.
2. Mengetahui apakah penempatan arrester pada gardu induk
Waru sudah optimal dan dapat melindungi peralatan dari
gangguan tegangan lebih
3. Mengetahui apakah koordinasi isolasi yang diterapkan pada
gardu induk Waru sudah baik
.
3

1.5 Sistematika Penulisan


Dalam pengerjaan penulisan Tugas Akhir ini, penulis berusaha untuk tidak
menyimpang dari prosedur yang telah ditetapkan. Oleh karena itu saya berusaha
semaksimal mungkin dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini sehingga dapat
tersusun Tugas Akhir dengan judul seperti disebutkan di muka yang berisi pokok-
pokok bahasan seperti berikut :
BAB I. PENDAHULUAN
Membahas tentang pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan
masalah, batasan masalah, tujuan,dan sistematika penulisan..
BAB II. LANDASAN TEORI
Membahas tentang dasar teori yang sesuai dan dibutuhkan untuk tugas
akhir ini.
BAB III. METODOLOGI
Metodologi berisi tentang flowchart pengerjaan tugas akhir/skripsi ini,
serta data – data lapangan yang diperlukan guna pengerjaan tugas akhir /
skripsi ini.
BAB IV. ANALISA
Membahas koordinasi isolasi peralatan tegangan tinggi pada gardu induk
Waru indoor dan outdoor.
BAB V. PENUTUP
Penutup berisi tentang kesimpulan dan saran-saran dari tugas akhir ini,
secara ringkas dan jelas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tegangan abnormal


Meskipun tidak ada standar tertentu dari tegangan abnormal yang harus
diperhitungkan dalam perencanaan GI secara umum dapat diikhtisarkan adanya
gelombang petir, tegangan frekuensi rendah, dan surja hubung (Arismunandar dan
Kuwahara, 1975, hal : 37).

2.1.1. Gelombang sambaran petir


Sambaran langsung yang mengenai ril dan peralatan dalam GI adalah yang
paling hebat diantara gelombang berjalan lainnya yang datang ke GI. Ia
menyebabkan tegangan lebih sangat tinggi yang tidak mungkindapat ditahan oleh
isolasi yang ada. Cara yang banyak dipakai untuk mencegah hal ini adalah dengan
memperkuat perlindungan terhadap petir dengan kawat tanah di atas GI dan
saluran transmisi di atasnya (Arismunandar dan Kuwahara, 1975, hal : 37).
Sambaran induksi dapat terjadi bila awan petir ada di atas peralatan yang
berisolasi. Awan ini menginduksikan muatan listrik dalam jumlah besar dengan
polaritas yang berlawanan dengan awan petir itu. Ini menimbulkan muatan terikat.
Bila terjadi pelepasan terhadap awan petir itu, maka muatan terikat itu kembali
bebas dan menjadi gelombang berjalan yang besarnya tergantung pada keadaan
pelepasan itu. Meskipun tegangan induksi berubah – ubah tergantung dari
keadaan , kebanyakan besarnya antara 100 – 200 kV, muka gelombang nya lebih
dari 10 µs dan ekor gelombang 50 – 100 µs. Karena itu sambaran induksi tidak
begitu berbahaya bagi peralatan tegangan tinggi, meskipun ia merupakan ancaman
bagi peralatan distribusi (Arismunandar dan Kuwahara, 1975, hal : 37).
Sambaran dekat adalah gelombang berjalan yang datang ke GI dari
sambaran petir pada saluran transmisi pada titik yang jaraknya hanya beberapa
kilometer dari GI. Besarnya dibatasi oleh tegangan lompatan dari isolator saluran
itu bila rambatanya sepanjang saluran melalui beberapa tiang. Tetapi peredaman
dari kecuraman muka gelombang adalah sangat kecil, sehingga gelombang itu
tetap curam, jika jarak rambatan pendek. Pada beberapa keadaan , harga puncak

4
5

gelombang mencapai 120-130% dari BIL peralatan GI dan kecuraman gelombang


mencapai 500 kV/µs. Namun karena ril GI tegangan tinggi yang besar kapasitansi
statiknya mencapai beberapa ribu ataupun beberapa puluh ribu pF, maka
kecuraman muka gelombang sering mengalami penurunan yang lumayan juga
(Arismunandar dan Kuwahara, 1975, hal : 37).
Jika perisaian pada GI dan saluran transmisinya cukup baik, gelombang
tegangan yang datang ke GI itu adalah sambaran petir yang jauh. Gelombang
berjalan yang jauh ini mungkin berasal dari sambaran langsung pada saluran, dari
sambaran induksi, dari sambaran dari lompatan balik dari tiang atau dari tengah
gawang. Dalam semua keadaan ini , gelombang ini berjalan sepanjang saluran
dengan kecepatan cahaya (300m/µs). Harga puncak dari surja aslinya dibatasi
oleh tegangan lompatan dari isolator saluran. Selama merambat itu harga puncak
dan kecuraman nya mengalami penurunan yang cukup banyak oleh adanya
peredaman dan distorsi karena korona dan peredaman oleh effek kulit pada
penghantar. Makin pendek ekor gelombang, makin terasa peredaman itu; ia
berubah dengan cara yang rumit tergantung dari polaritas (lebih besar untuk
polaritas positif), harga puncak, besarnya penghantar, adanya kawat tanah di
atasnya, bentuk gelombang dan sebagainya. Oleh Foust dan Menger dijabarkan
rumus empiris berikut: (Arismunandar dan Kuwahara, 1975, hal : 38).
e = eₒ / (1+ K eₒ X) (2.1)
dimana:
e = harga puncak (kV) setelah merambat X km
eₒ = tegangan surja asal (kV)
K = faktor atenuasi (km ¯¹ kV¯¹ )
= 0.0001 untuk gelombang 20 µs
= 0.0002 untuk gelombang 5 µs
= 0.004 untuk gelombang terpotong (chopped)

2.1.1.1. Proses terjadinya sambaran petir


Sampai sekarang gejala alam petir masih merupakan salah satu faktor
yang paling berbahaya bagi dunia kelistrikan, hal ini terbukti dari sebagian besar
gangguan listrik disebabkan oleh petir. Sementara manusia sampai saat ini baru
6

bisa untuk mengurangi dan membatasi kekurangan – kekurangan yang terjadi


pada peralatan listrik akibat sambaran petir, baik sambaran langsung maupun
tidak langsung. Petir merupakan gejala alamiah yang terjadi akibat kegagalan
medium udara yang yang berfungsi mengisolir antara awan dan bumi. Gejala alam
ini sulit sekali untuk dihilangkan, terutama untuk daerah – daerah dengan curah
hujan tinggi. Karena sebagian besar kejadian petir tidak lepas dari hujan.
Kejadian petir ini bermula dari mengumpulnya awan di atas bumi dalam
ketinggian tertentu. Pada awan tersebut muatan positif mengumpul pada bagian
atas dan muatan negatifnya berada pada bagian bawah. Karena bumi dapat
dikatakan sebagai benda yang bermuatan positif pada permukaanya, maka muatan
negatif yang berada pada bagian bawah awan akan tertarik muatan positif yang
ada di permukaan bumi. Proses mengalirnya muatan dari awan menuju bumi
inilah yang dinamakan petir. Jadi petir merupakan lompatan / loncatan elektron
dari awan yang berupa kilatan dan umumnya disertai dengan suara yang
bergemuruh.
Muatan cenderung mengumpal pada tempat yang runcing, sehingga petir
cenderung pula menuju pada tempat tersebut. Mengingat besar/banyaknya
elektron yang mengalir, maka di sini akan mengalir pula arus yang besar sekali,
bahkan nilainya bisa mencapai ratusan kilo ampere.
Pada sistem tenaga listrik yang dipasang di atas tanah, maka
kemungkinannya akan sangat besar sekali terkena sambaran petir, dan karena arus
listrik yang terjadi sangat besar, maka sistem tenaga listrik perlu dipasang
pengaman yang sesuai agar pelayanan sistem tenaga listrik ke konsumen tetap
andal. Mengingat keadaan awan yang bermuatan tersebut tidak merata di seluruh
angkasa dan demikian pula tentang konsentrasinya, maka hal ini akan
mempengaruhi cara masuk dan sambaran terhadap sistem tenaga listrik/benda lain
yang berada di permukaan bumi.(Hendratmoko, 1997, hal:5)

2.1.1.2. Gelombang berjalan


Bila salah satu saluran transmisi tersambar petir, maka pada tempat itu
akan terjadi tegangan lebih (tegangan impuls) yang disebabkan oleh pelepasan
muatan petir. Tegangan lebih ini mempunyai bentuk gelombang aperiodik yang
7

teredam (damped aperiodic). Sampai saat ini penyebab adanya gelombang


berjalan yang diketahui adalah :
a. Sambaran kilat secara langsung pada kawat.
b. Sambaran kilat tidak langsung pada kawat (induksi)
c. Operasi pemutusan (switching operation)
Semua penyebab di atas menyebabkan surja tegangan dan surja arus. Dari
sudut energi dapat dikatakan bahwa surja pada kawat disebabkan adanya
penyuntikan atau penambahan energi secara tiba – tiba pada kawat.
Kecepatan merambat gelombang berjalan tergantung dari konstanta –
konstanta kawat. Pada kawat di udara kecepatan merambat kira – kira sama
dengan kecepatan cahaya yaitu 300 meter per mikrodetik. Sedangkan untuk
kawat tanah kira – kira 150 meter per mikrodetik.(Romadhon, 2012, hal : 5)

2.1.1.3. Bentuk dan spesifikasi gelombang berjalan


Bentuk umum dari gelombang berjalan digambarkan sebagai berikut :
(Hutauruk, 1989, hal : 4)

Gambar 2.1 : Bentuk gelombang berjalan


Sumber : Hutauruk (1989, hal : 4)

Spesifikasi dari suatu gelombang berjalan :


a. Puncak (crest) gelombang, E (kV), yaitu amplitudo maksimum dari
gelombang.
b. Muka gelombang,t1 (mikrodetik), yaitu waktu dari mula sampai puncak.
Dalam praktek ini diambil dari 10% E sampai 90 % E.
c. Ekor gelombang, yaitu bagian di belakang puncak. Panjang gelombang, t2
8

(mikrodetik), yaitu waktu dari permulaan sampai titik 50% E pada ekor
gelombang.
d. Polaritas, yaitu polaritas dari gelombang positif atau negatif.

2.1.1.4. Kecepatan merambat gelombang


Apabila suatu gelombang energi listrik merambat sepanjang kawat dengan
konstanta L dan C, maka gelombang tegangan dan arus merambat dengan
kecepatan yang sama. Kedua besaran ini dihubungkan oleh suatu faktor
proporsional yaitu karakteristik kawat tersebut.
Untuk menentukan cepat rambat gelombang digunakan persamaan:
1
v² = cm/ detik (2.2)
L sC

Pada kawat udara dengan jari – jari r dan tinggi h di atas tanah ,
L = ( 1 + 2 ln 2h/r ) 10–9 henry /cm (2.3)
2

10—11
C= farad / cm (2.4)
18 Sn 2h/r
Untuk kabel :
v = 3 . 108 / √є m/ detik (2.5)

umumnya harga permitifitas (є) adalah 2,5 – 4 (Hutauruk, 1989, hal : 4).

2.1.1.5. Impedansi Surja


Impedansi Surja merupakan nilai impedansi yang didapat pada saat terjadi
surja baik itu surja petir atau surja hubung. Yang juga merupakan perbandingan
antara tegangan dan arus pada gelombang surja yang merambat.
Persamaannya adalah :
z = ƒL/C (2.6)
Dimana :
Z = impedansi surja (Ω)
L = Induktansi (henry /cm)
C = Kapasitansi (farad / cm)
9

Besar Impedansi surja untuk kawat udara = 400-600 Ω dan untuk kabel = 50 – 60
Ω (Hutauruk, 1989, hal : 4).

2.1.1.7. Pantulan pada gelombang berjalan


Bila gelombang berjalan menemui titik peralihan, misalnya : hubungan
terbuka, hubungan singkat, atau perubahan impedansi, maka sebagian gelombang
itu akan dipantulkan dan sebagian lagi akan diteruskan ke bagian lain dari titik
tersebut (Hutauruk, 1989, hal : 26).
Gelombang yang datang dinamakan gelombang datang atau incident
wave, dan kedua gelombang lain yang timbul pada titik peralihan tersebut
dinamakan gelombang pantulan atau reflected wave dan gelombang terusan atau
transmitted wave, dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 : pantulan pada gelombang berjalan


Sumber : Hutauruk (1989, hal : 26)

Dari gambar 2.2 dapat dijelaskan :


e1 : gelombang datang atau incident wave
e’1 : gelombang pantulan atau reflected wave
e”1 : gelombang terusan atau transmitted wave
z1 : impedansi surja kawat 1
z2 : impedansi surja kawat 2
10

Untuk dua kawat dengan impedansi z1 dan z2 berlaku persamaan :

Z2 – Z1
e’1 = x e1 (2.7)
Z2+ Z1

dan persamaan :

Z2
e”1 = 2 x x e1 (2.8)
Z1+ Z2
Dimana :
e1 : gelombang datang atau incident wave
e’1 : gelombang pantulan atau reflected wave
e”1 : gelombang terusan atau transmitted wave
z1 : impedansi surja kawat 1
z2 : impedansi surja kawat 2

2.1.2. Tegangan abnormal dengan frekuensi rendah


Tegangan abnormal dengan frekuensi rendah ini bermacam – macam :
a. Tegangan akibat effek feranti.
b. Tegangan yang terjadi akibat beban lepas (load rejection).
c. Penguatan sendiri dari generator.
d. Kenaikan tegangan dari fasa yang sehat pada waktu ada
gangguan i-fasa ke tanah pada system.
e. Tegangan abnormal karena lepas sinkron.
f. Tegangan abnormal pada waktu hilang gangguan I – fasa ke
tanah pada system dengan pembumian Petersen , atau pada
system dengan pembumian Petersen yang mempunyai
saluran transmisi pada satu tiang bersama – sama dengan
system yang lain mengalami gangguan I – fasa ke tanah.
g. Tegangan abnormal yang disebabkan oleh osilasi harmonis
dari rangkaian yang terganggu karena kejenuhan inti
transformator dan sebagainya.
11

Meskipun banyak macamnya, tetapi pada umumnya tegangan abnormal


yang terjadi pada system tenaga listrik diperkirakan tidak sehebat surja petir dan
surja hubung, sehingga perencanaan isolasi peralatan kebanyakan didasarkan
kepada dua surja ini. Namun karena tegangan abnormal frekuensi rendah pada
umumnya berlangsung lebih dari beberapa milidetik, sukar mengamankannya
dengan arester. Yang terpenting adalah mengusahakan agar gelombang frekuensi
rendah yang terjadi pada system serendah mungkin , karena perkiraan nilai
tegangan abnormal itu merupakan dasar utama dalam penentuan tegangan dasar
(rated voltage) dari arester (Arismunandar dan Kuwahara, 1975, hal : 38).

2.1.3. Tegangan surja hubung


Mekanisme pokok dari terjadinya surja hubung adalah sebagai berikut:
a. Peristiwa pukulan kembali (restriking phenomena) di dalam
pemutusan arus kapasitif dari saluran transmisi tanpa beban atau
kapasitor tenaga.
b. Peristiwa terpotongnya arus pembangkitan pada transformator
tenaga.
c. Penutupan kembali dengan cepat (high speed reclosing).
d. Pemutusan arus gangguan
e. Pemutusan yang tak serentak pada saklar pemutusan tenaga 3 – fasa.
Besarnya surja hubung ini, menurut hasil pengujian di lapangan dan
analisa teoritis, sangat berubah dengan keadaan rangkaian dari sistemnya, cara
pengetanahan titik netralnya, kemampuan pemutus bebannya dan
sebagainya.Besarnya surja ini dinyatakan oleh suatu faktor tegangan lebih :
(Arismunandar dan Kuwahara,1975, hal : 39)
√3 Emas (2.9)
kft = x
2 E
Dimana :
Kft = faktor tegangan lebih fasa ke tanah
Emax = tegangan maksimum sesudah operasi hubung
E = tegangan sistem fasa ke fasa
12

Faktor ini sering juga diberi nama per unit surja hubung. Variasi nilai
faktor ini dalam praktek cukup besar, antara 1,2 – 4,0 pu. Biasanya harga yang
dihitung dari alat penganalisa gejala peralihan (Transient Network Analyzer,
didingkat TNA) lebih tinggi dari harga pengujian sebenarnya di lapangan. Hal ini
disebabkan karena representasi pada TNA terlalu pesimistis. Hal ini perlu
diperhitungkan dalam design isolasi peralatan.
Daya isolasi terhadap surja hubung (dinyatakan sebagai pu tegangan
sistem)menurun sebagai fungsi dari tegangan sistem. Tegangan lebih surja hubung
lebih rendah dari daya isolasi tersebut. Karena itu tegangan lebih harus dikurangi
bila tegangan sistem dinaikan. Untuk tegangan sistem maksimum 145, 245, 365,
765 kV tegangan lebih yang diperbolehkan adalah, berturut – turut 4,5 ; 3,6; 3,0;
dan 2,1 pu. Untuk sebuah saluran 765 kV yang panjangnya 109 km surja hubung
yang terjadi pada penutupan cepat saluran tersebut adalah 1,8 pu. Dari
pengalaman ini diperkirakan bahwa penakanan surja hubung sampai 1,5 pu pada
tegangan sangat tinggi sekali dimungkinkan.
Faktor tegangan lebih yang biasa dipakai dalam praktek dalam
perencanaan isolasi saluran transmisi di Jepang adalah 2,8 pu untuk sistem dengan
pembumian efektif dan 3,3 pu untuk sistem dengan pembumian impedansi tinggi
dan sampai 4 pu untuk sistem tanpa pengetanahan. Bentuk gelombangnya yang
biasa dipakai adalah yang bermuka gelombang beberapa puluh µ detik sampai 1 m
detik (Arismunandar dan Kuwahara,1975, hal : 39).

2.2. Jenis Gardu Induk


Gardu induk adalah suatu instalasi yang menjadi pusat penerimaan dan
penyaluran tenaga listrik pada tegangan yang berbeda. Pada gardu induk terdapat
peralatan – peralatan listrik yang mempunyai fungsi : (Arismunandar dan
Kuwahara,1975, hal : 1)
1. Untuk transformasi tenaga listrik tegangan tinggi ke tegangan tinggi
lainnya atau ke tegangan menengah.
2. Untuk pengaturan daya ke gardu – gardu induk lainnya melalui tegangan
tinggi dan ke gardu – gardu distribusi melalui feeder tegangan
menengah.
13

Adapun jenis – jenis gardu induk menurur tempat pemasangannya sebagai


berikut :
1. Gardu induk pasangan luar ( Conventional )
GI jenis pasang luar terdiri dari peralatan tegangan tinggi pasangan
luar, misalnya, transformator utama, peralatan penghubung (switchgear),
dan sebagainya, yang mempunyai peralatan control pasang dalam, seperti
meja penghubung (switchboard) dan batere. GI untuk transmisi, yang
mempunyai kondensator sinkron pasangan dalam pada sisi tersier trafo
utama dan trafo pasangan dalam umumnya disebut juga sebagai jenis
pasangan luar. Jenis pasangan luar memerlukan tanah yang luas. Namun
biaya konstruksinya murah, dan pendinginannya mudah. Karena itu GI
jenis ini biasa dipakai di pinggir kota (suburb) dimana harga tanah murah.
2. Gardu induk pasangan dalam
Dalam GI jenis pasangan dalam ini, baik peralatan tegangan tinggi
seperti trafo utama, peralatan penghubung dan sebagainya, maupun
peralatan kontrolnya seperti meja penghubung dan sebagainya terpasang di
dalam. Meskipun ada sejumlah kecil peralatan terpasang di luar GI ini
disebut juga sebagai jenis pasangan dalam. Bila sebagian dari peralatan
tegangan tingginya terpasang di bawah tanah, GI itu dapat disebut jenis
pasangan setengah bawah tanah (semi underground type). Jenis pasangan
dalam dipakai di pusat kota, dimana harga tanah mahal, dan di daerah
pantai di mana ada pengaruh kontaminasi garam. Di samping itu jenis ini
mungkin dipakai untuk menjaga keselarasan dengan daerah di sekitarnya,
juga untuk menghindari kebakaran dan gangguan suara.
3. Gardu Induk jenis setengah pasang luar
Adalah Gardu Induk yang sebagian peralatan tegangan tingginya
terpasang didalam gedung. Gardu Induk jenis ini dipakai bermacam
macam corak dengan pertimbangan pertimbangan ekonomis, pencegahan
kontaminasi garam, pencegahan gangguan suara berisik akibat korona dan
pencegahan dari kebakaran.
14

4. Gardu Induk pasang bawah tanah


Adalah Gardu Induk yang semua peralatan terpasang dalam
bangunan bawah tanah. Alat pendinginnya biasanya terletak diatas tanah.
Kadang kadang ruang kontrolnya juga diatas tanah. Biasanya Gardu Induk
jenis ini digunakan di daerah dimana tanah sukar didapat atau kota yang
sangat ramai. Kebanyakan dibangun dibawah jalan raya.
5. Gardu Induk Jenis ( Portable ) Mobil
Gardu jenis ini biasanya digunakan hanya dalam keadaan ada
gangguan di suatu GI guna mencegah beban lebih berkala dan guna
pemakaian sementara di tempat pembangunan GI ini banyak juga dipakai
untuk kereta listrik. GI ini tidak dipakai secara luas, melainkan sebagai
transformator atau peralatan penghubung yang mudah dipindah pindah di
atas kereta atau truck untuk memenuhi kebutuhan dalam keadaan darurat.

2.3. Peralatan Gardu Induk


2.3.1. Transformator Utama
Trafo utama dipakai untuk menurunkan atau menaikkan tegangan. Di GI
ia menurunkan tegangan, di pusat pembangkit ia menaikkan tegangan. Ada 2 jenis
transformator : 1 fasa dan 3 fasa. Akhir – akhir ini banyak terlihat kemajuan
dalam teknik pembuatan trafo, dan keandalan yang semakin baik. Trafo 3 fasa
banyak dipakai karena menguntungkan. Demikian pula halnya dengan pengubah –
penyadap – berbeban, kemampuannya makin baik lebih awet dan pemeliharaanya
mudah. Oleh karena itu makin banyak dipakai pengubah – penyadap – berbeban
untuk GI tegangan sangat tinggi. Untuk system rangkaian tertutup (loop) kadang –
kadang dipakai transformator dengan pengubah fasa berbeban untuk mengatur
aliran daya (Arismunandar dan Kuwahara,1975, hal : 2).

Gambar 2.3. Transformator tenaga


15

Tabel 2.1. Perbandingan berbagai jenis gardu induk

Jenis
Item

Pasangan Luar Pasangan Dalam Bawah Tanah


Saluran Transmisi yang Terutama Bawah Hanya Bawah
keluar Atas Tanah Tanah Tanah
Keselarasan dengan Cocok untuk Cocok untuk daerah Cocok untuk
lingkungan daerah jalur perumahan jalan - jalan
yang ramai dan
Hijau dan daerah banyak gedung
Industri dan daerah Industri tinggi
Pencegahan terhadap
gangguan agak sukar Mudah Mudah

Suara
Pencegahan terhadap sukar, perlu
kebakaran Mudah Mudah hati – hati
sukar di daerah sukar, perlu
Pencegahan terhadap banjir yang rendah Mudah hati – hati
sukar, perlu hati –
Pencegahan terhadap salju hati tidak perlu tidak perlu
sukar, perlu hati –
Pencegahan terhadap debu hati tidak perlu tidak perlu

dan pengotoran garam

Daerah yang diperlukan Besar sedang Kecil

mudah atau sukar dibangun Mudah agak sukar agak sukar

Waktu pembangunan Singkat agak lama Lama


cocok bila harga cocok bila
Harga tanah tanah cocok bila harga tanah harga tanah

Murah Mahal mahal sekali

Operasi dan pemeliharaan Mudah agak sukar agak sukar


Sumber :Arismunandar A, Kuwahara S, 1975 ,hal : 2
16

2.3.2 Peralatan Penghubung


Saluran transmisi dan distribusi dihubungkan dengan GI, Jadi GI ini
merupakan tempat pemusatan dari tenaga yang dibangkitkan dan interkoneksi dari
system transmisi dan distribusi dari para langganan. Saluran transmisi dan
distribusi ini dihubungkan dengan riil (bus) melalui transformator utama ; setiap
saluran memiliki pemutus beban (circuit breaker) dan pemisah (disconnect
switch) pada sisi keluarnya. Pemutusan beban ini dipakai untuk menghubungkan
dan melepaskan beban. Jika terjadi gangguan pada saluran transmisi atau alat lain,
pemutus beban dipakai untuk memutuskan beban secara otomatis. Jika saluran
transmisi dan distribusi, transformator, pemutus beban dan sebagainya mengalami
perbaikan atau pemeriksaan, pemisah dipakai untuk memisahkan saluran dan
peralatan tadi. Pemutus beban dan pemisah dinamakan peralatan penghubung
(switchgear) (Arismunandar dan Kuwahara,1975, hal : 3).

2.3.2.1 Rel / Busbar


Rel berfungsi sebagai titik pertemuan/hubungan trafo-trafo tenaga, SUTT
dan peralatan listrik lainnya untuk menerima dan menyalurkan tenaga listrik /daya
listrik. Bahan dari rel ini umumnya terbuat dari tembaga (bar copper atau hollow
conductor), ACSR, Almalec atau aluminium (bar alluminium atau hollow
conductor).

Gambar 2.4 Rel atau busbar


2.3.2.2 Circuit Breaker (CB) / PMT
Circuit Breaker atau Saklar Pemutus Tenaga (PMT) adalah suatu peralatan
pemutus rangkaian listrik pada suatu sistem tenaga listrik, yang mampu untuk
membuka dan menutup rangkaian listrik pada semua kondisi, termasuk arus
17

hubung singkat, sesuai dengan ratingnya. Juga pada kondisi tegangan yang normal
maupun tidak normal.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu PMT agar dapat melakukan
hal-hal diatas, adalah sebagai berikut: (Tobing ,2003, hal : 14)
1. Mampu menyalurkan arus maksimum sistem secara terus-
menerus.
2. Mampu memutuskan dan menutup jaringan dalam keadaan
berbeban maupun terhubung singkat tanpa menimbulkan kerusakan
pada pemutus tenaga itu sendiri.
3. Dapat memutuskan arus hubung singkat dengan kecepatan tinggi
agar arus hubung singkat tidak sampai merusak peralatan sistem,
membuat sistem kehilangan kestabilan, dan merusak pemutus
tenaga itu sendiri
Berikut ini adalah jenis-jenis PMT atau Circuit Breaker berdasarkan
pemadaman busur api :
1. Saklar PMT Minyak
Pada saat kontak dipisahkan, busur api akan terjadi didalam
minyak, sehingga minyak menguap dan menimbulkan gelembung
gas yang menyelubungi busur api, karena panas yang ditimbulkan
busur api, minyak mengalami dekomposisi dan menghasilkan gas
hydrogen yang bersifat menghambat produksi pasangan ion. Oleh
karena itu, pemadaman busur api tergantung pada pemanjangan
dan pendinginan busur api dan juga tergantung pada jenis gas hasil
dekomposisi minyak.

Gambar 2.5. Pemadaman busur api pada pemutus daya minyak


Sumber : Tobing (2003, hal : 33)
18

Kelemahannya adalah minyak mudah terbakar dan


kekentalan minyak memperlambat pemisahan kontak, sehingga
tidak cocok untuk sistem yang membutuhkan pemutusan arus yang
cepat.

2. Saklar PMT Udara Tekan


PMT udara tekan dirancang untuk mengatasi kelemahan
pada PMT minyak, yaitu dengan membuat media isolator kontak
dari bahan yang tidak mudah terbakar dan tidak menghalangi
pemisahan kontak, sehingga pemisahan kontak dapat dilaksanakan
dalam waktu yang sangat cepat. Saat busur api timbul, udara
tekanan tinggi dihembuskan ke busur api melalui nozzle pada
kontak pemisah dan ionisasi media diantara kontak dipadamkan
oleh hembusan udara tekanan tinggi Tobing, 2003, hal : 34.

Kontak

Isolasi

Busur api

Udara Isolasi

Isolasi

Kontak

Gambar 2.6. Pemadaman busur api pada pemutus daya udara hembus
Tobing (2003, hal : 34)
19

3. Saklar PMT vakum (Vacuum Circuit Breaker)


Pada PMT vakum, kontak ditempatkan pada suatu bilik
vakum. Untuk mencegah udara masuk kedalam bilik, maka bilik
ini harus ditutup rapat dan kontak bergeraknya diikat ketat dengan
perapat logam Tobing, 2003, hal : 35.

Gambar 2.7. Kontak pemutus daya vakum.


Sumber : Tobing (2003, hal : 35)

Jika kontak dibuka, maka pada katoda kontak terjadi emisi


thermis dan medan tegangan yang tinggi yang memproduksi
elektron-elektron bebas. Elektron hasil emisi ini bergerak
menuju anoda, elektron-elektron bebas ini tidak bertemu
dengan molekul udara sehingga tidak terjadi proses ionisasi.
Akibatnya, tidak ada penambahan elektron bebas yang
mengawali pembentukan busur api. Dengan kata lain, busur api
dapat dipadamkan.

4. Saklar PMT Gas SF6 (SF6 Circuit Breaker)


Media gas yang digunakan pada tipe ini adalah gas SF6
(Sulphur hexafluoride). Sifat gas SF6 murni adalah tidak berwarna,
tidak berbau, tidak beracun dan tidak mudah terbakar. Pada suhu
diatas 150º C, gas SF6 mempunyai sifat tidak merusak metal,
plastic dan bermacam bahan yang umumnya digunakan dalam
pemutus tenaga tegangan tinggi.
20

Sebagai isolasi listrik, gas SF6 mempunyai kekuatan


dielektrik yang tinggi (2,35 kali udara) dan kekuatan dielektrik ini
bertambah dengan pertambahan tekanan. Sifat lain dari gas SF6
ialah mampu mengembalikan kekuatan dielektrik dengan cepat,
tidak terjadi karbon selama terjadi busur api dan tidak
menimbulkan bunyi pada saat pemutus tenaga menutup atau
membuka.

Saklar PMT SF6 ada 2 tipe, yaitu:


1) PMT Tipe Tekanan Tunggal (Single Pressure Type), PMT
SF6 tipe ini diisi dengan gas SF6 dengan tekanan kira-kira
5 Kg/cm2. Selama pemisahan kontak-kontak, gas SF6
ditekan kedalam suatu tabung yang menempel pada kontak
bergerak. Pada waktu pemutusan kontak terjadi, gas SF6
ditekan melalui nozzle dan tiupan ini yang mematikan
busur api.
2) PMT Tipe Tekanan Ganda (Double Pressure Type), dimana
pada saat ini sudah tidak diproduksi lagi. Pada tipe ini, gas
dari sistem tekanan tinggi dialirkan melalui nozzle ke gas
sistem tekanan rendah selama pemutusan busur api.

2.3.2.3 Saklar Pemisah / Disconnecting Switch (DS)


Disconnecting switch atau pemisah (PMS) adalah peralatan pada sistem
tenaga listrik yang berfungsi sebagai saklar pemisah yang dapat memutus dan
menyambung rangkaian dengan arus yang rendah (± 5A) atau dalam keadaan
tidak berbeban. PMS tidak boleh dimasukkan atau dikeluarkan jika PMT dalam
keadaan masuk. Hal ini untuk mencegah timbulnya bunga api listrik yang
merusak peralatan yang didekatnya. Untuk tujuan tertentu pemisah penghantar
atau kabel di lengkapi dengan pemisah tanah (pisau pentanahan/earthing blade).
Umumnya antara pemisah penghantar atau kabel dan pemisah tanah terdapat alat
yang disebut interlock. Dengan terpasangnya interlock ini maka kemungkinan
kesalahan operasi dapat dihindarkan.
21

Gambar 2.8. Saklar pemisah


Sesuai dengan fungsinya, pemisah dapat dibagi :
1. Pemisah Tanah (Pisau Pentanahan) / Earthing Switch (ES).
Berfungsi untuk mengamankan peralatan dari sisa tegangan
yang timbul sesudah SUTT diputuskan atau induksi
tegangan dari penghantar atau kabel lainnya. Hal ini perlu
untuk keamanan bagi orang yang bekerja pada peralatan
instalasi.
2. Pemisah Peralatan.
Berfungsi untuk mengisolasikan peralatan listrik dari
peralatan lain atau instalasi yang bertegangan. Pemisah ini
harus dimasukkan atau dibuka dalam keadaan tanpa beban.

2.3.2.4. SF6 Gas Insulated Switchgear (GIS)


SF6 gas insulated switchgear (GIS) telah digunakan sejak tahun 1969.
Rating tegangannya dimulai dari 7,2 kV sampai 800 kV dengan breaking current
sampai 63 kA. Dan pada keadaan yang khusus bisa mencapai 80 kA. Peralatan
GIS bisa digunakan di gardu induk yang memiliki luas wilayah kecil, ataupun
besar.
22

Keuntungan dari SF6 gas insulated switchgear adalah : ukuran yang tidak
terlalu besar, tidak terlalu berat, memiliki tingkat keandalan yang tinggi,aman
terhadap tegangan sentuh, dan perawatan yang rendah.
Semua komponen dari GIS seperti busbar, disconnectors, circuit breaker,
transformator instrumen, dan sambungan – sambungannya semua terletak di
dalam suatu enclosure yang dibumikan atau tabung yang dibumikan yang di
dalamnya diisi dengan gas sulfur hexaflouride SF6.( Switchgear Manual 8th
edition Asea Brown Boveri)

Gambar 2.9 : Gas Insulated Switchgear


Sumber : http://www.csanyigroup.com/wp-
content/uploads/posts/_Voltage%20Equipment/High/Siemens%208DN8.jpg

2.3.3 Peralatan Pelindung


Peralatan pelindung (protective device) dalam arti yang luas, di samping
pemutus beban dan rele pengaman adalah sebagai berikut :
Arrester mengamankan peralatan GI terhadap tegangan lebih abnormal
yang bersifat kejutan (surja,surge), misalnya kejutan petir dan surja hubung
(switching surge). Akhir – akhir ini arrester jenis tiupan – magnetis umum
dipakai.
Beberapa peralatan netral sering dipakai di titik netral transformator untuk
pengaman pada waktu terjadi gangguan tanah. Tahanan pembumian netral dipakai
untuk menekan tegangan lebih abnormal dan untuk memastikan bekerjanya rele
pengaman. Kumparan pemadam busur api (kumparan Petersen) dipakai untuk
menghilangkan atau memadamkan busur api tanah secara otomatis, atau reactor
23

pembumian netral dipasang untuk kompensasi arus kapasitif urutan fasa nol.
Sering pula dipasang arrester pada titik netral transformator untuk pengaman
isolasinya.
Bila terjadi gangguan (hubung-singkat) tanah atau gangguan petir,
potensial tanah dari GI mungkin naik abnormal sehingga membahayakan orang
atau binatang yang ada di dekatnya, atau menyebabkan kerusakan alat. Untuk
menghindarkan resiko ini, ditanamlah penghantar pengetanahan dengan tahanan
tanah yang diusahakan sekecil mungkin. Semua peralatan dan bangunan luar
dihubungkan pada peralatan pembumian tadi.
Di dalam GI dipasang peralatan perisaian (shielding device) berupa kawat
tanah atas (overhead ground wire) guna melindungi peralatan gardu terhadap
sambaran petir langsung (Arismunandar dan Kuwahara, 1975, hal : 4.)

2.3.3.1 Lightning Arrester ( LA )


Arrester adalah peralatan proteksi terhadap peralatan listrik terhadap
tegangan lebih yang disebabkan oleh surge petir atau surja hubung (switching
surge). Alat ini bersifat sebagai bypass disekitar isolasi yang membentuk jalan
yang mudah dilalui oleh arus kesistem pentanahan sehingga tidak menimbulkan
tegangan lebih yang tinggi sehingga tidak merusak peralatan listrik.

Gambar 2.10. Lightning arrester


24

Arrester pada keadan normal sebagai isolator, bila dilintasi tegangan


akibat surge petir atau hubung melebihi specifikasi tegangan pelepasanya maka
resistance turun dan LA bersifat conductor. Setelah surja hilang arrester dengan
cepat kembali menjadi isolator

2.3.3.1.1. Prinsip kerja arester


Alat pelindung yang paling sempurna adalah arrester (lightning
arrester ; kadang – kadang juga disebut surge diverter). Pada pokoknya arrester ini
terdiri dari dua unsur : sela api (spark gap) dan tahanan tak linear atau tahanan
kran (valve resistor); keduanya dihubungkan secara seri. Batas atas dan bawah
dari tegangan percikan diteentukan oleh tegangan system maksimum dan oleh
tingkat isolasi peralatan yang dilindungi. Seringkali persoalan ini dapat
dipecahkan hanya dengan mengetrapkan cara – cara khusus pengaturan tegangan
(voltage control). Oleh karena itu sebenarnya arrester terdiri dari tiga unsur : sela
api, tahanan kran atau tahanan katup, dan system pengaturan atau pembagian
tegangan (grading system). Sebagai diutarakan di muka, bila persoalannya hanya
melindungi isolasi terhadap bahaya kerusakan karena gangguan dengan tidak
mempedulikan akibatnya terhadap pelayanan, maka cukup dipakai sela batang
yang memungkinkan terjadinya percikan pada waktu tegangan mencapai keadaan
bahaya. Dalam hal ini, tegangan system bolak – balik akan tetap mempertahankan
busur api sampai pemutus-bebannya dibuka. Dengan menyambung sela api ini
dengan sebuah tahanan, maka mungkin apinya dapat dipadamkan. Tetapi bila
tahanannya mempunyai harga tetap, maka jatuh – tagangannya menjadi besar
sekali sehingga maksud untuk meniadakan tegangan – lebih tidak terlaksana,
dengan akibat bahwa maksud melindungi isolasi pun gagal. Oleh sebab itu
dipakailah tahanan kran, yang mempunyai sifat khusus bahwa tahanannya kecil
sekali bila tegangannya dan arusnya besar. Proses pengecilan tahanan berlangsung
cepat sekali yaitu selama tegangan lebih mencapai harga puncaknya. Tegangan
lebih dalam hal ini mengakibatkan penurunan drastis daripada tahanan sehingga
jatuh tegangannya dibatasi meskipun arusnya besar (Arismunandar, 2001, hal :
108)
25

Bila tegangan lebih habis dan tegangan normal tinggal, tahanannya


naik lagi sehingga arus susulannya dibatasi sampai kira – kira 50 ampere. Arus
susulan ini akhirnya dimatikan oleh sela api pada waktu tegangan sistemnya
mencapai titik nol yang pertama sehingga alat ini bertindak sebagai sebuah kran
yang menutup arus; dari sini didapatkan nama tahanan kran. Pada arrester modern
pemadaman arus susulan yang cukup besar (200-300 A) dilakukan dengan
bantuan medan magnet. Dalam hal ini, maka baik amplitude maupun lamanya
arus susulan dapat dikurangi dan pemadamannya dapat dilakukan sebelum
tegngan system mencapai harga nol (Arismunandar, 2001, hal : 109)

Gambar 2.11 : Bagian – bagian lightning arrester


Sumber : Arismunandar (2001, hal : 108)

2.3.3.1.2. Rating Arrester


Tingkat pengenal / rating arester didasarkan pada :
1) Tegangan dasar arrester
Tegangan dasar arrester adalah tegangan dimana penangkap petir
atau arrester masih dapat bekerja sesuai dengan karakteristiknya.
Arrester tidak boleh bekerja pada tegangan maksimum sistem yang
26

direncanakan, tetapi masih mampu memutuskan arus ikutan dari


sistem secara efektif.
Untuk mengetahui tegangan dasar arrester harus diketahui
tegangan maksimum sistem dengan persamaan : (Tobing, 2003, hal
: 74)
Vm = 1,1 x V nom (2.10)
Dan untuk tegangan dasar arrester menggunakan persamaan:
(Tobing, 2003, hal : 75)
V arester = Vm x koefisien pentanahan (2.11)
Pada sistem yang diketanahkan efektif, nilai koefisien pentanahan
adalah 80%.
Tabel 2.2 : Karakteristik Kerja arester
Tegangan

Pengenal Impuls Tegangan Puncak

Tegangan Maksimum

Arester KV

KV (Puncak) 3000 10000


5000 Ampere E0 (KV) R (Ohm)
(Puncak) Ampere Ampere

S I S I S I S I S I S I
121 390 390 301 320 375 350 290 415 6
133 430 328 350 380 320 6
145 460 350 408 408 342 6.6
169 540 423 490 490 410 8
182 585 440 510 510 430 8
195 610 470 545 545 455 9
285 830 645 745 745 625 12
276 900 685 795 795 665 13
345 1250 835 930 930 805 13 15
390 1330 870 995 995 860 17
440 1550 960 1270 1270 942 19
Sumber : Romadhon (2012, hal : 32)
27

2) Arus Pelepasan Nominal


Arus pelepasan nominal adalah arus surja yang dapat mengalir
melalui arrester setelah tembusnya sela seri tanpa merusak atau
merubah karakteristik dari penangkap petir.Besarnya arus
pelepasan ini adalah: (Arismunandar, 2001, hal : 125)
2V–Va
Ia = (2.12)
Z
Dimana:
Ia = arus pelepasan arester (kA)
V = besarnya tegangan surja yang datang (kV)
Va = tegangan terminal arester (kV)
z = impedansi surja dari kawat transmisi (Ω)
3) Tegangan Pelepasan
Tegangan pelepasan arrester adalah karakteristik yang paling
penting dari penangkap petir untuk perlindungan peralatan dalam
gardu. Tegangan pelepasan atau tegangan kerja ini menentukan
tingkat perlindungan dari penangkap petir tersebut. Jika tegangan
kerja arrester ada di bawah BIL dari peralatan yang dilindungi,
maka dengan faktor keamanan yang cukup perlindungan peralatan
yang optimal dapat diperoleh.
Tegangan pelepasan arrester didapatkan dengan persamaan:
(Romadhon, 2012, hal : 35)
Ea = Eo + ( I x R) (2.13)
28

2.3.3.1.3. Jarak antara Arrester dan Alat yang Dilindungi


Meskipun yang paling baik adalah menempatkan arrester sedekat
mungkin dengan alat yang dilindungi, tetapi dalam praktek kadang – kadang hal
ini tidak dimungkinkan. Jika jarak itu terlalu jauh, tegangan abnormal yang
sampai pada terminal dari peralatan akan lebih tinggi dari tegangan pelepasan
arrester. Hubungan antara tegangan terminal dari alat yang dilindungi dan jarak
dari arrester , dengan memisalkan hanya ada satu saluran dan gelombang yang
datang berbentuk segitiga, adalah sebagai berikut : (Hutauruk ,1989, hal : 113)
ep = ea + 2A S/v (2.14)
dimana:
ep = tegangan terminal dari peralatan yang dilindungi (kV)
ea = tegangan pelepasan dari arrester (kV)
A = kecuraman muka gelombang dari gelombang yang datang
(kV/µs)
v = kecepatan rambat gelombang yang datang (m)
S = jarak dari arrester ke alat yang dilindungi (m)

2.3.3.1.5. Penerapan Arester


Agar pemakaian arester dalam koordinasi isolasi dapat
memberikan hasil yang maksimal perlu diturut azas – azas berikut :
(Arismunandar, 2001, hal : 120)
a) Sebagai disinggung dimuka tegangan dasar 50 c/s daripada arester
dipilih sedemikian rupa sehingga nilainya tidak dilampaui pada
waktu dipakai, baik dalam keadaan normal maupun hubungan
singkat.
b) Arester ini akan memberikan perlindungan bila ada selisih
(margin) yang cukup antara tingkat arester dan peralatan. Daerah
perlindungan harus mempunyai jangkau (range) cukup untuk
melindungi semua peralatan gardu yang mempunyai BIL yang
sama dengan BIL yang harus dilindungi arester, atau lebih tinggi
dari daerah perlindungan.
29

c) Arester harus dipasang sedekat mungkin dengan peralatan utama


dan tahanan tanahnya rendah.
d) Kapasitas termis arester harus dapat meneruskan arus besar yang
berasal dari simpanan tenaga yang terdapat dalam saluran yang
panjang.
e) Jatuh tegangan maksimum dari arester dipakai sebagai tingkat
perlindungan arester (bukan jatuh tegangan rata – rata)
f) Sebuah harga tegangan pelepasan arus-petir harus ditetapkan untuk
menentukan tingkat perlindungan arester yang harus
dikoordinasikan dengan BIL. Sekarang dipakai dua macam arus :
5000 A dan 10000 A. Pada sebuah sistem di Amerika Serikat
hanya dipakai arus 5000 A oleh karena arester dengan kapasitas ini
dipandang cukup memenuhi syarat.
g) Pengaruh dari sejumlah kawat (multiple lines) dalam melindungi
kegawatan petir pada gardu perlu diperhatikan pada pengetrapan
arester.
h) Bila ada keragu – raguan mengenai kemampuan 50 c/s dari arester,
maka sejumlah presentase ditambahkan pada harga yang dihitung
atau ditetapkan untuk arester. Sekarang masih dipakai tambahan
10% sebagai faktor keamanan, juga untuk menanggulangi
kemungkinan bahwa bila arester bekerja sebuah tegangan peralihan
mungkin tertumpuk pada tegangan 50 c/s ; tegangan ini harus
diinterupsikan oleh arester tersebut.

2.3.4 Panel hubung dan trafo ukur


Panel – hubung merupakan pusat syaraf bagi suatu GI. Pada panel hubung
inilah operator dapat mengamati keadaan peralatan, melakukan operasi peralatan,
serta pengukuran – pengukuran tegangan, arus, dan daya , dan sebagainya setiap
waktu. Bila terjadi gangguan, panel – hubung itu membuka pemutus – beban
secara otomatis melalui rele pengaman dan memisahkan bagian yang terganggu.
Karena tegangan dan arus tidak dapat diukur langsung sisi tegangan tinggi, maka
trafo instrument mengubahnya menjadi tegangan dan arus yang rendah, dan
30

sekaligus memisahkan alat – alat ukur tadi dari sisi tegangan tinggi. Ada tiga jenis
transformator ukur : transformator tegangan, transformator arus, dan
transformator tegangan dan arus. (Arismunandar dan Kuwahara, 1975, hal : 3)
1. Transformator Arus ( CT )
Transformator arus berfungsi untuk mentransformasikan
besaran arus primer menjadi arus sekunder biasanya pada sisi
sekunder arusnya sebesar 5 atau 1 ampere yang berfungsi untuk
sensing rele proteksi atau untuk metering.transformator arus dapat
diklasifikasikan berdasarkan kontruksi dan pasangannya.

Gambar 2.12. Transformator arus

2. Transformator Tegangan (PT)


Transformator tegangan merupakan suatu transformator
yang berfungsi untuk menurunkan tegangan tinggi atau menengah
menjadi tegangan rendah sesuai dengan rasio tertentu sesuai
dengan alat ukur atau alat-alat pengaman.

Gambar 2.13. Transformator tegangan


31

2.4. Koordinasi Isolasi


Persoalan isolasi adalah salah satu dari beberapa persoalan yang terpenting
dalam teknik tenaga listrik pada umumnya, dan teknik tegangan tinggi pada
khususnya, oleh karena ia menyangkut persoalan pokok bidang teknik, yaitu
ekonomi. Isolasi yang dipakai dalam setiap peralatan tenaga listrik, terutama
peralatan tegangan tinggi, merupakan bagian terbesar dari pada beaya yang
diperlukan untuk membuat peralatan tersebut. Oleh sebab itu pemakaian isolasi
haruslah rasionil, artinya tingkat isolasi yang ada (yang dipakai dalam system
tenaga listrik atau masyarakat) harus didasarkan atas norma – norma tertentu dan
dengan jumlah tingkat yang tertentu pula. Kecuali itu pemakaian isolasi harus se-
ekonomis mungkin, dengan tidak mengurangi kemampuanya sebagai isolator. Di
pihak lain dikenal alat – alat pelindung yang dipasang guna melindungi peralatan
tersebut (artinya : isolasinya) dari bahaya – bahaya tegangan lebih luar dan dalam.
Dengan menggabungkan kedua konsepsi di atas, maka terjadilah konsepsi
sintese koordinasi isolasi yang dapat didefinisikan sebagai korelasi antara daya
isolasi alat – alat dan sirkuit listrik di satu pihak dan karakteristik alat – alat
perlindunganya di lain pihak, sehingga isolasi tersebut terlindung dari bahaya –
bahaya tegangan lebih secara ekonomis. Koordinasi isolasi dinyatakan dalam
bentuk langkah – langkah yang diambil untuk menghindarkan kerusakan terhadap
alat – alat listrik karena tegangan lebih dan membatasi lompatan (yang tak dapat
dihindarkan karena alasan – alasan ekonomi) sehingga tak menimbulkan
kerusakan. Caranya ialah menentukan korelasi yang diperlukan antara daya isolasi
alat – alat listrik dan karakteristik alat – alat pelindung terhadap tegangan lebih,
yang masing – masing ditentukan oleh tingkat ketahanan impuls dan tingkat
perlindungan impulsnya. Koordinasi isolasi mempunyai dua tujuan : perlindungan
terhadap peralatan dan penghematan (ekonomi). Oleh karena perlindungan
bertujuan untuk ekonomi pula, maka kedua tujuan tersebut dapat disatukan
menjadi satu tujuan : ekonomi. Hal ini berlaku untuk semua masalah dalam
bidang perlindungan. Dalam hal koordinasi isolasi, yang dituju adalah sebuah
system tenaga listrik yang bagian – bagiannya, masing – masing satu sama lain,
mempunyai daya isolasi yang diatur sedemikian rupa, sehingga dalam setiap
kondisi operasi, kualitas pelayanan (penyediaan) dicapai dengan biaya
32

seminimum mungkin. Dalam faktor biaya harus dimasukkan biaya pertama


peralatan (first cost), biaya kerusakan, biaya pelayanan berhenti (outages), biaya
peralatan cadangan (spare), dan biaya penurunan dan penaikan kualitas pelayanan.
Sebelum perang dunia ke-1 koordinasi isolasi mendapat perhatian sedikit
sekali dan sukar dapat dilaksanakan karena tidak adanya data pokok yang
diperlukan. Sedikit sekali diketahui mengenai karakteristik petir dan saluran
transmisi dan pengaruhnya pada peralatan tenaga. Lebih kurang lagi pengetahuan
para insinyur mengenai daya isolasi peralatan itu sendiri terhadap petir, dan
karakteristik alat – alat pelindung (terutama arrester petir) serta pengetrapanya
belum benar – benar dimengerti. Akibatnya ialah bahwa cara mengisolasi adalah
cara mencoba – coba belaka, sehingga ada bagian – bagian yang isolasinya
kurang, sedangkan ada bagian – bagian yang isolasinya berkelebihan. Di Amerika
Serikat tendensinya pada waktu itu adalah menaikkan isolasi pada pada jala – jala
transmisi dan mengurangi isolasi peralatan di gardu. Hal ini tentu mengakibatkan
banyaknya lompatan api terjadi pada peralatan tersebut. (Arismunandar, 2001, hal
: 103)
Dalam masa tigapuluh tahun sesudah itu dilakukan penyelidikan dan riset
yang menghasilkan :
a. Penemuan sifat petir pada transmisi dan karakteristiknya pada
waktu mendekati gardu.
b. Penentuan daya isolasi peralatan, bukan saja peralatan yang
berisolasikan udara, misalnya isolator dan bushing, tetapi juga
peralatan yang lebih sulit dan mahal, seperti trafo, bushing
istimewa, dll.
c. Penentuan tegangan impulse standar dan cara pengujian trafo untuk
menentukan daya impulsenya.
d. Karakteristik alat – alat pelindung terutama arrester; dari hasil –
hasil pengujian di lapangan surja arus petir (besar dan kecepatan
naiknya) ditetapkan; tingkat perlindungan arrester ditentukan dan
dipakai dalam koordinasi isolasi.
e. Dengan ditetapkannya gelombang impulse standar dan dengan
diketemukannya osilograp maka didapatkan data lain yang
33

diperlukan guna memecahkan persoalan koordinasi isolasi,


misalnya karakteristik volt – waktu dari isolasi dan peralatan,
tingkat perlindungan dari arrester untuk bentuk gelombang yang
beraneka ragam, karakteristik impuls dari udara (isolator,bushing,
dsb).
f. Penentuan tingkat isolasi impuls dasar (Basic Impulse Insulation
Level, disingkat BIL) yang didefinisikan sebagai ‘ tingkat – tingkat
patokan (reference level) dinyatakan dalam tegangan puncak
impuls dengan gelombang standar.’
Untuk meningkatkan kehandalan dari saluran transmisi, cara terbaik
adalah dengan memperkuat isolasinya. Namun ini berarti bahwa isolasi saluran
tersebut menjadi lebih kuat dibandingkan isolasi peralatan gardu induk, dan
gelombang yang merambat ke dalam gardu induk itu menjadi terlalu besar
sehingga dapat membahayakan peralatan gardu induk itu sendiri. Sebaliknya jika
tingkatan isolasi dari saluran itu terlalu banyak diturunkan, maka gangguan akan
lebih banyak terjadi dan kehandalan saluran tersenut akan menurun. Oleh karena
itu perlu diperhitungkan penyesuaian tingkat isolasi secara menyeluruh dengan
mengingat kemampuan pengaman dari arrester, pentingnya rangkaian dan faktor-
faktor ekonomis.
Tingkatan aman sebuah perlindungan yang telah diterapkan pada suatu
peralatan disebut Protective Margin. Protective Margin dapat dihitung dengan
persamaan berikut : (Arismunandar,2001, hal : 134)
PM = (BIL − 1) x 100% (2.15)
IR

Dimana:
PM = Protective Margin
BIL = Basic Insulation Level
IR = Residual Volt
Rasionalisasi dari pada daya isolasi suatu sistem dan implementasi dari
pada koordinasi isolasi menyangkut prinsip-prinsip tertentu yang di dalam
prakteknya berupa aturan-aturan sebagai berikut : (Arismunandar,2001, hal : 103)
1. Arrester petir (lightning arrester) dipakai sebagai alat pelindung
pokok; ini berakibat bahwa tegangan – lebih harus ditentukan
34

untuk peralatan yang harus dilindungi oleh arrester ini. Oleh karena
arrester adalah alat yang peka terhadap tegangan maka
pemakaiannya harus disesuaikan dengan tegangan system.
2. Tegangan sistem mempunyai tiga harga :
a) Tegangan nominal; yaitu tegangan kawat kira-kira yang
membedakan sebuah system dengan yang lain.
b) Tegangan dasar (rated); yaitu tegangan perencanaan dimana
alat tersebut dapat dipakai secara kontinu.
c) Tegangan maksimum; yaitu tegangan yang dapat ditahan
oleh alat yang bersangkutan dan di mana arrester dipasang.
3. Ada dua macam sistem : yang netralnya diisolasikan (isolated
neutral system) dan yang dibumikan secara efektif (effectively
grounded system). Pada kedua sistem ini tegangan-transmisi
maksimumnya dapat mencapai 105% dari tegangan dasar.
4. Tegangan dasar (rating) yang dipakai pada arrester adalah tegangan
maksimum frekuensi rendah (50 c/s) di mana arrester tersebut
bekerja dengan baik. Pada sistem terisolasi, arrester harus
mempunyai tegangan dasar maksimum tidak melebihi tegangan
dasar penuh atau arrester 100%. Pada sistem yang dibumikan,
tegangan dasar maksimum dari pada arrester dapat diturunkan
menjadi 80% dari tegangan sistem maksimum. Cara dan aplikasi
khusus memungkinkan pemakaian arrester 75-80%.
5. Dalam penentuan isolasi trafo, dipakai isolasi yang dikurangi
(reduced insulation), yaitu tingkat isolasi yang lebih rendah dari
pada apa yang telah ditetapkan dalam standar
6. Dua unsur utama koordinasi isolasi yang penting ialah karakteristik
volt waktu dari isolasi yang harus dilindungi dan karakteristik
pelindung dari arrester. Hukum yang dipakai ialah bahwa harus ada
selisih yang cukup besar antara tingkat perlindungan dan tingkat
daya isolasi yang harus dilindungi, dimanapun keduanya
ditempatkan dalam gardu, tanpa melupakan faktor penghematan
yang menjadi tujuan koordinasi isolasi. Pada tegangan tinggi sekali
35

(EHV, UHV) ada dua pasang karakteristik yang perlu diperkatikan,


satu untuk surja petir dan satu lagi untuk surja hubung.
Dengan karakteristik isolasi dan karakteristik arrester dapat disusun suatu sistem
pengaman yang terkoordinasi. Tegangan operasi proteksi harus lebih kecil dari
tegangan tembus isolasi. Koordinasi antara kemampuan isolasi dan pengaman
sistem ditentukan dengan Basic Insulation Level (BIL).

Tabel 2.3 : Tingkat BIL Berdasrkan Tegangan Sistem


Kelas Referensi BIL 80% BIL
(kV) (kV) (kV)
1.2 30 24
8.7 75 60
12 95 76
23 150 120
34.5 200 160
66 250 200
49 350 280
92 450 360
115 550 440
138 650 520
161 150 600
180 825 660
196 900 720
230 1050 840
260 1175 940
287 1300 1040
345 1550 1240

Sumber : Arismunandar (2001, hal :104)

2.4.1. Karakteristik Isolasi


2.4.1.1. Lengkung Volt-Waktu
Sesudah diberikan ketentuan mengenai karakteristik alat – alat
pelindung, maka sekarang akan dibahas jenis – jenis tegangan petir atau surja lain
yang akan dilindungi oleh arrester tersebut. Surja pada kawat transmisi dapat
36

menyerupai lengkung A pada gambar bila ia sampai ke gardu. Tergangtung pada


besarnya surja yang dating, maka ia dapat dating kepada gardu sebagai gelombang
yang curam terpotong pada mukanya (lengkung B), atau sebagai gelombang
curam yang terpotong kira – kira 3 µs pada ekornya (lengkung C), atau ia dapat
dating berbentuk gelombang penuh (lengkung D). Lengkung E, yang didapat
dengan menghubungkan ketiga puncak dari tiga gelombang ke atas, merupakan
karakteristik volt – waktu dari isolasi yang harus menahan bermacam – macam
gelombang tegangan yang dating pada gardu. Lengkung ini juga melalui titik –
titik lompatan api pada puncak (lengkung F) dan lompatan api 50% (lengkung G).
Jadi, lengkung volt – waktu adalah lengkung yang menghubungkan puncak –
puncak tegangan lompatan api bila sejumlah impuls dengan bentuk tertentu
ditrapkan pada isolasi; dengan perkataan lain, lengkung volt – waktu adalah
tempat kedudukan titik – titik dengan koordinat. (Arismunandar,2001, hal : 114)

Gambar 2.14 : lengkung volt – waktu


Sumber : Arismunandar (2001, hal :115)

2.4.1.2. Karakteristik Trafo


Lengkung volt-waktu di atas adalah lengkung dasar yang dipakai
sebagai pegangan dalam pengujian impuls terhadap trafo tenaga yang sudah
diterapkan selama lebih dari 40 tahun yang lalu. Sekarang biasanya yang diuji
adalah semua trafo tenaga 138 kV ke atas, dengan memakai dua macam bentuk
37

gelombang saja; gelombang cepat (lengkung B) dan gelombang penuh (lengkung


D), oleh karena gelombang bentuk C hanya menentukan satu titik saja pada
lengkung isolasi daripada trafo.
Dahulu dalam pengujian di pabrik tegangan impuls ditrapkan
dengan trafo dalam keadaan dieksitasikan pada tegangan dasarnya. Hal ini
mengakibatkan sukarnya deteksi daripada hubung singkat, sehingga kebiasaan ini
akhirnya ditiadakan. Tetapi peniadaan eksitasi menurut penyelidikan mengurangi
kegawatan pengujian (severity of test) kira – kira 10 sampai 14%. Faktor ini tidak
dapat diabaikan karena tendensinya sekarang adalah mengurangi daya isolasi.
(Arismunandar,2001, hal : 115)
Pengujian terhadap trafo dilakukan terutama karena trafo adalah
alat yang termahal dalam gardu, sehingga kegagalannya berarti keluarnya dari
pemakaian yang memakan waktu dan uang.
Tingkat impuls sebagai diutarakan di muka dapat ditentukan oleh
a) Tegangan gagal dari isolasi utama (terhadap tanah)
b) Tegangan gagal dari isolasi lainnya (antara lilitan dan
gulungan)
c) Tegangan lompatan api dari bushing
d) Kombinasi dari tegangan – tegangan di atas
Karakteristik impuls dari isolasi – dalam (internal) berbeda dengan
isolasi di udara dalam dua hal. Pertama, perbandingan impuls (kegagalan
minimum terhadap impuls dibagi kegagalan terhadap 50 c/s) untuk isolasi trafo
adalah 2,1 sampai 2,2 sedang untuk sela batang, isolator dan bushing kira – kira
1,5 atau kurang. Kedua, tegangan gagal dari isolasi (utama) trafo tidak banyak
berubah dengan waktu sesudah beberapa mikrodetik. Oleh karena bushing
merupakan bagian yang vital dari trafo, lompatan api impulsnya harus
diperhatikan waktu menetapkan tingkat isolasi trafo. Karakteristik volt – waktu
dari bushing sedikit berbeda dari isolasi trafo. Pada umumnya, bushing
mempunyai lompatan api lebih tinggi pada waktu – waktu pendek, sedang pada
waktu – waktu panjang lompatan apinya mungkin lebih tinggi atau lebih rendah
dari gulungan trafo. Daya impuls dari gulungan sama untuk gelombang positif dan
38

negatif, sedang untuk bushing lompatan api kritisnya mungkin lebih tinggi untuk
satu polaritas (Arismunandar,2001, hal : 116).

2.4.1.3. Karakteristik Lompatan Api dari Isolator


Isolator gantung dan isolator peralatan memegang peranan penting
dalam koordinasi peralatan gardu, tidak hanya dalam penentuan tingkat isolasi
tetapi juga dalam penentuan besarnya surja yang memasuki gardu. Isolator
gantung biasanya terdiri dari tiga unit berdiameter 10 inci dalam satu gandeng
dengan jarak 5 ¾ inci. Isolator peralatan biasanya terdiri dari dua macam pedestal
dan post. Karakteristik dari kedua macam isolator tertera pada gambar (impuls
1,5 x 40 positif untuk isolator gantung) dan gambar (impuls 1,5 x 40 positif untuk
isolator peralatan) (Arismunandar,2001, hal : 118)

Gambar 2.15 : karakteristik isolator


Sumber : Arismunandar (2001, hal :118)
39

2.4.1.4. Karakteristik Impuls Alat – Alat Gardu Lainnya


Kecuali trafo tenaga, di dalam gardu induk juga terdapat trafo
instrument, pemutus (circuit breaker), pemisah (disconnect-switches), dan isolator
riil yang dapat terkena petir. Pada beberapa gardu sekarang juga terdapat reactor
(inductor) dan alat – alat pengatur. Semua alat ini harus dilindungi dan untuk itu
mereka harus memenuhi ketentuan – ketentuan BIL sebagai tertera pada tabel .
Pengujian ketahanan impuls untuk alat – alat ini dapat dilihat pada tabel – tabel
standar (Arismunandar,2001, hal : 118)

2.4.2. Memburuknya isolasi


Sebuah faktor yang perlu diperhatikan dalam menganalisa karakteristik
isolasi adalah kemungkinan memburuknya selama dipakai. Karakteristiknya
mungkin baik sekali pada waktu masih baru, tetapi apakah sifat ini dapat
dipertahankan sesudah dipakai selama 10, 20, atau 50 tahun? Porselin sedikit
sekali memburuknya selama dipakai, demikian pula minyak dan serat (pada trafo).
Meskipun isolator jaman sekarang dapat dikatakan memenuhi syarat bila
dipelihara dan dirawat dengan baik, tetapi faktor pemburukan harus diingat waktu
menentukan selisih (margin) antara daya isolasi alat dan tingkat perlindungannya
(Arismunandar,2001, hal : 117).
BAB III.
METODOLOGI

3.1 Waktu dan tempat penelitian


Penelitian dilaksanakan pada awal semester genap Politeknik
Negeri Malang 2012 – 2013, hingga akhir semester genap 2012 – 2013 di
Kota Malang dan Sidoarjo dengan bantuan PLN APP Surabaya.

3.2 Studi literature


Studi literature dilakukan dengan mencari teori – teori pendukung
dalam landasan pemilihan tugas akhir ini baik melalui buku dan sumber –
sumber di internet ataupun dari penelitian terdahulu.

3.3 Observasi dan wawancara


Dalam pengambilan data, dilakukan observasi data pada PLN APP
Surabaya dan Gardu Induk Waru untuk mengetahui data peralatan pada
switchyard.
Selain itu dilakukan wawancara kepada supervisor Gardu Induk
Waru, untuk melengkapi keperluan data yang lainnya.

40
41

3.4 Flowchart Pengerjaan


42

Keterangan Flowchart

1. Persiapan adalah mempersiapkan bahan materi yang akan dipergunakan


dalam penyusunan tugas akhir.
2. Pembuatan dokumen adalah pembuatan proposal tugas akhir yang akan
diajukan dalam seminar proposal.
3. Setelah proposal tugas akhir disetujui, maka langkah selanjutnya adalah
pengumpulan data yang akan digunakan dalam pengerjaan tugas akhir,
jika data sudah lengkap maka dilakukan pengolahan data berupa
perhitungan – perhitungan secara teoritis. Apabila data belum lengkap
maka dilakukan pengumpulan data ulang.
4. Analisa adalah membandingkan hasil perhitungan secara teoritis dengan
keadaan di lapangan sesuai dengan data yang terkumpul di lapangan.
5. Jika data yang dianalisa sesuai dengan standar atau perhtungan secara
teoritis, maka tugas akhir selesai, apabila belum sesuai dengan standar atau
perhitungan teoritis, maka dilakukan perhitungan ulang.
43

3.5 Flowchart Pembahasan


44

Keterangan Flowchart

1. Perhitungan cepat rambat gelombang ada 2 yaitu untuk penghantar udara


dan kabel.
2. Perhitungan Impedansi surja untuk menentukan rating arester.
3. Perhitungan sambaran masuk ke GI untuk mengetahui besar gelombang
puncak yang masuk ke GI
4. Perhitungan rating arester untuk membandingkan dengan data lapangan
5. Perhitungan BIL peralatan untuk dibandingkan dengan standard yang ada.
6. Perhitungan protection margin untuk menentukan koordinasi isolasi sudah
baik atau belum.
7. Perhitungan jarak arrester untuk mengetahui jangkauan maksimal
perlindungan arester
45

3.6 Pengumpulan Data

3.6.1 Sekilas GI Waru


Gardu Induk Waru adalah Gardu Induk 150 kV, 70 kV dan 20 kV yang
dijaga dan disupervisi secara terus menerus oleh Operator. Ditinjau dari
peralatannya Gardu Induk Waru merupakan Gardu Induk GIS ( Gas Insulated
Switchgear ) yang selanjutnya disebut GIS. Waru dan juga kombinasi Gardu
Induk Konvesional. Dari pemasangan peralatan adalah Gardu Induk Kombinasi
Pasangan Dalam dan Luar yang berfungsi sebagai Gardu Induk Slack dan
Distribusi.
Instalasi tegangan tinggi 150 kV, 70 kV dan Incoming 20 kV Trafo dijaga
dan disupervisi oleh petugas dari PT. PLN (Persero) P3B RJTB UPT Surabaya
yang selanjutnya disebut Operator UPT.
Gardu Induk Waru disebut juga Gardu Induk Master, karena sebagai pusat
koordinasi dari Gardu Induk Tanpa Operator ( GITO ) yang ada diwilayah kerja
Gardu Induk Master Waru, yaitu :
1. GITO. Rungkut ( GI. Rungkut )
2. GITO. Buduran ( GI. Buduran )
3. GITO. Babadan ( GI. Babadan )
4. GITO. Maspion ( GI. Industri Maspion / Konsumen )
5. GITO. Ispat Indo ( GI. Industri Ispat Indo / Konsumen )
Gardu Induk Waru memiliki tegangan kerja 150 kV, 70 kV dan 20 kV.
Gardu Induk Waru menerima daya listrik dari Pembangkit dan Gardu Induk yang
ditransmisikan melalui Saluran Udara Tegangan Tinggi ( SUTT ) 150 kV yang
ditampung dalam sistem Bus Bar 150 kV, yaitu Bus A dan Bus B. Setelah
diterima kemudian ditransmisikan lagi ke beberapa Gardu Induk melalui SUTT
150 kV dan 70 kV dengan uraian sebagai berikut :
46

1. Sisi Terima sistem 150 kV :


a. PLTGU Gresik ( 2 Penghantar / Circuit, Double Conductor )
melalui GIS.Tandes, GIS. Sawahan ke GIS. Waru ( T/L Bay 150 kV Sawahan 1 &
2)
b. PLTGU Gresik ( 2 Penghantar / circuit, Single Conductor )
melalui GIS.Tandes, GIS. Darmo Grand ke GIS. Waru ( T/L Bay 150 kV Darmo
Grand 1 & 2 )
c. PLTU Gresik ( 2 Penghantar / circuit, Double Conductor )
langsung ke GIS. Waru ( T/L Bay 150 kV Gresik 1 & 2 )
d. GITET 500 kV Surabaya Barat ( 2 Penghantar / circuit,
Double Conductor ) melalui GIS. Karang Pilang ke GIS. Waru ( T/L Bay 150 kV
Karang Pilang 1 & 2 )
2. Sisi Kirim sistem 150 kV :
GI. Rungkut ( 2 Penghantar / Circuit, Double Conductor ) melalui T/L Bay
150 kV Rungkut 1 & 2
GI. Ispat Indo( 2 Penghantar / circuit, Single Conductor ) melalui T/L Bay
150 kV Ispat Indo1 & 2 ( GI. Konsumen )
GI. Buduran ( 1 Penghantar / circuit, Double Conductor ) melalui T/L Bay
150 kV Buduran
GIS. Bangil ( 1 Penghantar / circuit, Double Conductor ) melalui T/L Bay
150 kV Bangil
3. Sisi Kirim sistem 70 kV :
GI. Maspion ( 1 Penghantar / Circuit, Double Conductor ) melalui T/L
Bay 70 kV Maspion ( GI. Konsumen )
GI. Buduran ( 1 Penghantar / circuit, Double Conductor ) melalui T/L Bay
70 kV Buduran
47

Adapun Transformator yang ada di Gardu Induk Waru adalah :

i. Trafo IBT 1 – 150 / 70 kV – 39 MVA – MEIDENSHA

ii. Trafo IBT 2 – 150 / 70 kV – 39 MVA – MEIDENSHA

iii. Trafo Distribusi 3 – 150 / 20 kV – 33 MVA – XIAN

iv. Trafo Distribusi 4 – 150 / 20 kV – 60 MVA – PASTI

v. Trafo Distribusi 5 – 150 / 20 kV – 50 MVA – XIAN

vi. Trafo Distribusi 6 – 150 / 20 kV – 50 MVA – PAUWELS

vii. Trafo Distribusi 7 – 150 / 20 kV – 30 MVA – PAUWELS


48

3.6.2 Data Peralatan


3.6.2.1. Peralatan Indoor 150 KV

1. HITACHI GAS INSULATED SWITCHGEAR

Gambar 3.1 : GIS Waru

TYPE FORM : FAC 150 - DC2 – 40


STANDARD : IEC 517 - 1975
RATED VOLTAGE : 170 kV
RATED FREQUENCY : 50 Hz
RATED NORMAL CURRENT : 2000 A
RATED INSULATION LEVEL : LIGHNING IMPULSE : 750 kV
POWER FREQUENCY : 325 kV

Gambar 3.2 :Nameplate GIS Waru


49

2. CIRCUIT BREAKER
STANDARD : IEC Pub. 56
RATED VOLTAGE : 170 kV
RATED SHORT – CIRCUIT BREAKING CURRENT : 40 kA
RATED FREQUENCY : 50 hZ
LIGHTNING IMPULSE : 750 kV
POWER FREQUENCY : 325 Kv
RATED BREAKING TIME : 3 CYCLES
RATED OPENING TIME : 0.03 s
RATED CLOSING TIME : 0.15 s
RATED SHORT-TIME CURRENT : 40 kA 1 s
WEIGHT : 6500 kg

Gambar 3.3 :Nameplate CB


50

3. CURRENT TRANSFORMER
NOMINAL CURRENT PRIMARY : 2000-1000 A
NOMINAL CURRENT SECONDARY : 5 A
BASIC INSULATION LEVEL : 750 kV
NOMINAL VOLTAGE : 150 Kv
BURDEN : 30 VA

Gambar 3.4 :Nameplate CT

4. DISCONNECTING SWITCH
STANDARD : IEC Pub 129
RATED VOLT : 170 kV
RATED CURRENT : 2000 A
RATED FREQUENCY : 50 Hz
RATED SHORT TIME CURRENT : 40 kA 1 s
RATED IMPULSE WITHSTAND VOLTAGE : 750 kV
DATE : 1995

Gambar 3.5 :Nameplate DS


51

3.6.2.2. Peralatan Outdoor 150 KV

1. LIGHTNING ARRESTER

MERK : HITACHI
TYPE : ZLA – X 15 C
I DISCHARGE : 10 kA
RATED VOLTAGE : 150 kV
BIL : 750 kV

Gambar 3.6 : LA pada GI Waru

2. CVT

MERK : HAFELLY
TYPE : CVE 170
V NOMINAL PRIMER : 150 kV
V NOMINAL SEKUNDER :
110 kV
BIL : 750 kV

Gambar 3.7 : CVT pada GI Waru


52

3. CURRENT TRANSFORMER

MERK : HEAFELLY
TYPE : 10 SK 170
I NOMINAL PRIMER :
2000 – 1000A
I NOMINAL SEKUNDER : 5 A
RATED VOLTAGE : 170 kV
BIL : 750 kV
YEAR : 1991

Gambar 3.8 : CT pada GI Waru


53

4. TRANSFORMATOR TENAGA
TRAFO 5 (XIAN)

Gambar 3.9 : Transformator pada GI Waru

XIAN TRANSFORMER
TRANSFORMER TYPE SFZ-50000/150
NOMINAL RATING MVA 50 MVA
FREQUENCY HERTZ 50 Hz
INSTALLATION OUTDOOR
COOLING SYSTEM ONAN-ONAF
PHASE 3
MANUFACTURED 1995
STANDARD 1EC 76 – 1976
VOLTAGE 150/20
BIL 650 kV
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Dari pembahasan mengenai studi koordinasi peralatan tegangan tinggi 150

kV pada Gardu Induk outdoor dan indoor di Waru didapatkan kesimpulan sebagai

berikut :

1. Pada jarak sambaran 1 km dari gardu induk, harga puncak

gelombang yang datang adalah sebesar 1071,429 kV dan pada jarak

4 km dan 8 km harga puncak gelombang yang datang berturut – turut

adalah 810,811 kV dan 612,245 kV. Hal ini menunjukkan bahwa

semakin jauh jarak sambaran yang menuju gardu induk, maka

gelombang puncak yang datang akan semakin kecil, maka hubungan

antara jarak sambaran dan besarnya puncak gelombang yang datang

adalah berbanding terbalik.

2. Pemilihan tingkat isolasi dasar (BIL) peralatan 150 kV outdoor dan

indoor di GI Waru sudah aman terhadap tegangan lebih. Dari

perhitungan nilai BIL dari transformator didapatkan BIL sebesar kV

dan pada keadaan di lapangan dipilih BIL sebesar 650 kV, hal ini

sudah sesuai dengan standar SPLN 7A :1978. Untuk perhitungan

BIL peralatan outdoor yaitu CT dan CVT memiliki nilai yang sama

dengan peralatan Indoor (Compartiment GIS) yaitu sebesar 660 kV,

pada keadaan sebenarnya dipilih BIL sebesar 750 kV hal ini juga

sudah sesuai dengan standar SPLN 7A :1978.

74
75

3. Penempatan Lightning arrester pada Gardu Induk Waru sudah dapat

melindungi peralatan dari tegangan lebih, walaupun menurut

perhitungan jarak maksimal untuk transformator dan peralatan GIS

tidak memenuhi. Faktor gelombang pantul yang terjadi pada

sambungan antara overhead line dan kabel underground wire yang

memiliki impedansi surja yang berbeda dapat menurunkan tegangan

terusan ”transmitted wave” yang menuju ke GIS dan Transformator

melalui underground wire, dari 1071 kV menjadi 173,571 kV , dan

hal ini tidak melebihi BIL dari peralatan yaitu 650 dan 750 kV.

4. Penempatan arrester pada Gardu Induk Waru, sudah optimal dalam

melindungi peralatan, karena tanpa menempatkan arrester di dekat

transformator dan hanya menempatkan lightning arrester di line

masuknya saluran transmisi, sudah dapat melindungi seluruh

peralatan.

5. Koordinasi Isolasi di Gardu Induk Waru 150 kV sudah baik, karena

dari hasil perhitungan protection margin untuk peralatan indoor dan

outdoor yaitu CT dan CVT memiliki protection margin yang sama

yaitu 87 % dan untuk transformator memiliki protection margin 62

%. Hal ini menurut buku teori sudah memenuhi nilai minimal dari

protection margin dari peralatan yaitu 20%.


76

5.2. Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya, dapat digunakan software

ATP/EMTP untuk menentukan koordinasi isolasi suatu gardu

induk, dan membandingkan hasilnya dengan perhitungan manual.

Anda mungkin juga menyukai