Anda di halaman 1dari 28

ANALISIS KEANDALAN LIGHTNING ARRESTER PADA JARINGAN TRANSMISI

150 kV GARDU INDUK LOPANA (AMURANG)

Oleh:

TIMOTHY C. SUMARAUW

16021103071

PROGRAM STUDY TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO

2023
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang

Di Indonesia tegangan jaringan listrik memiliki tegangan yang berbeda-beda, sesuai


dengan tegangan yang dihasilkan. Fungsi dari transmisi yaitu mengirimkan energi listrik
dari pusat yaitu pembangkit listrik lalu dikirimkan ke pusat beban melalui saluran
transmisi, agar energi listrik sampai ke pusat beban dari pembangkit tenaga listrik yang
berada cukup jauh dari pusat beban.

Pada saluran transmisi khususnya saluran udara tegangan tinggi (SUTT) pastinya
melewati daerah-daerah yang rawan terjadinya sambaran petir. Besar kemungkinan
sambaran petir akan menyambar saluran transmisi karena tiang transmisi yang juga
dibangun tinggi. Sambaran petir yang menyambar saluran udara tegangan tinggi sangat
berbahaya, karena surja petir yang masuk ke gardu induk dan dapat mengakibatkan
peralatan yang ada pada gardu induk rusak, terutama transformator. Karena transformator
merupakan peralatan yang memiliki peran penting dalam gardu induk.

Agar peralatan pada gardu induk dapat dilindungi seperti transformator dari gangguan
surja petir, dimana surja petir yang dapat menyebabkan terjadinya tegangan lebih, maka
di gunakan arester, dengan pemilihan lokasi yang sesuai, arester tersebut terpasang di
dekat transformator dan juga di dekat penghantar.

Lightning arrester sendiri merupakan suatu alat pengaman/proteksi untuk peralatan


dari tegangan lebih yang disebabkan oleh surja petir. Dalam kondisi normal lightning
arrester berfungsi sebagai isolator, apabila terjadi gangguan surja petir alat ini akan
berubah menjadi konduktor yang mengalirkan arus surja ketanah dan akan berubah lagi
menjadi isolator jika keadaan sudah normal, sehingga peralatan berfungsi sesuai dengan
kinerjanya.

Maka dari itu digunakan proteksi tegangan lebih yang disebabkan oleh surja petir.
Pada penulisan ini akan menekankan terhadap analisa tegangan lebih yang muncul dari
transmisi ke gardu induk 150 kV.
1.2 Permasalahan Penelitian
1.2.1 Ruang Lingkup Masalah

Pada skripsi ini membatasi agar ruang lingkup yang dibahas pada penelitian
ini berhubungan dan terarah dengan yang dibahas, adapun batasan masalahnya
tentang tegangan lebih yang masuk pada gardu induk dari transmisi dan alat
pelindung tegangan lebih.

1.2.2 Rumusan Masalah


1. Belum diketahuinya tegangan surja petir yang masuk ke gardu induk dari saluran
transmisi.
2. Cara mengatasi tegangan surja petir agar tidak merusak transformator pada gardu
induk tegangan tinggi?
1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Menghitung berapa besarnya tegangan surja petir yang masuk ke gardu
induk dari saluran transmisi.
b. Untuk pemanfaatan arrester melindungi tegangan surja petir agar tidak
merusak transformator.
2. Manfaat Penelitian
a. Agar pelindung tegangan lebih dapat bekerja secara efektif dalam
melindungi transformator pada gardu induk dari tegangan lebih.
b. Dapat menjadi referensi untuk pembaca mengenai tegangan lebih akibat
gangguan surja yang muncul pada gardu induk.
BAB II
Landasan Teori
2.1 Tinjauan Pustaka
Untuk menyelesaikan tugas akhir ini, penulis berpedomankan dari beberapa
penelitian yang diambil dari hasil-hasil penelitian orang lain yang memiliki kaitannya dengan
kajian dengan yang penulis lakukan ini. Salah satu penelitian yang berkaitan dengan
tegangan lebih yang muncul pada gardu induk yaitu penelitian yang dilakukan oleh Nurul
Hidayatullah berjudul “Kemampuan Arrester Untuk Pengaman Tranfomator Pada Gardu
Induk Srondor 150 kV”. Penelitian ini mengkaji kemampuan arrester dengan menentukan
jarak arrester pada Gardu Induk Srondor 150 kV. Pada penelitian ini dilakukan perhitungan
metode diagram tangga untuk menentukan tegangan lebih yang muncul pada transformator
dan perhitungan jarak penempatan arrester untuk mengamankan transformator. Hasil
penelitian ini yaitu jarak dari pemasangan arrester 3 meter masih mampu melindungi
transformator dari surja petir dan surja hubung 1000 kV.
Penelitian yang dilakukan oleh Nanda Saputra yang berjudul „‟Analisa Penggunaan
Arrester Sebagai Pengaman Transformator Pada Gardu Induk 150 kV Padang Luar‟‟.
Penelitian ini dilakukan perhitungan tegangan impulse yang masuk ke transformator
menggunakan diagram tangga dan perhitungan jarak aman pemasangan dari arrester. Dari
Hasil perhitungan diagram tangga tegangan impulse yang diakibatkan dari surja petir masih
dapat diamankan oleh arrester dan tegangan yang masuk ke transformator masih dibawah
BIL transformator sehingga transfomator aman. Dari hasil penelitian menyatakan bahwa
jarak pemasangan arrester masih dibawah jarak maksimum sehingga transfomator masih
aman.
Penelitian yang dilakukan Nur Kholis yang berjudul „‟Unjuk Kerja Arrester Tipe
HLMN 136 Untuk Pengaman Reaktor 7R1 Pada Gardu Induk 500 kV Di UPT Semarang‟‟.
Penelitian ini dilakukan kajian dan perhitungan diagram tangga untuk menentukan tegangan
lebih dan perhitungan jarak antara arrester dan alat yang dilindungi, sehingga peralatan yang
diamankan dapat bekerja dengan optimal. Hasil dari penelitian ini waktu berlansungnya
percikan masih berada dalam batas aman dan jarak pemasangan arrester dapat melindungi
reaktor, dimana berdasarkan perhitungan tegangan yang terjadi pada reaktor masih dibawah
BIL reaktor.
2.2 Teori Pendukung
2.2.1 Proses Terjadinya Surja Petir
Menurut teori secara umum awan terdiri dari daerah muatan positif dan negatif.
Pusat-pusat muatan ini menginduksikan muatan berpolaritas berlawanan ke awan
terdekat atau ke bumi. Gradient potensial di udara antara pusat-pusat muatan di awan atau
antara awan dan bumi tidak sama tetapi gradient itu muncul di bagian konsentrasi muatan
tinggi. Pada saat gradient tegangan tinggi disaat titik konsentrasi muatan dari awan sudah
diatas harga tembus udara yang terionisasi, hal tersebut membuat udara di daerah
konsentrasi tekanan tinggi mengionisasi. Muatan mengalir menuju dari pusat muatan ke
dalam kanal terionisasi, untuk mempertahankan gradient tegangan pada ujung kanal dan
melakukan proses tembus listrik. Disaat muatan sepanjang pinggir awan menginduksi
muatan lawan ke bumi, maka sambaran petir akan menuju ke bumi terlihat pada gambar
2.1.

Gambar 2.1 Muatan lawan pada bumi diinduksi oleh muatan sepanjang pinggir awan.

Selanjutnya lidah petir akan timbul dari arah bawah meluas dari awan menuju
bumi dapat dilihat pada gambar 2.2
Gambar 2.2 Lidah petir merambat menuju bumi.
Sambaran ke arah atas terbentuk, disaat lidah petir mendekati bumi, biasanya dari
titik tertinggi disekitarnya. Apabila lidah petir kearah bawah dan kearah atas bertemu
dapat dilihat pada gambar 2.3, awan ke bumi akan terhubung dan terbentuk sehingga
energi muatan awan dibuang menuju dalam tanah.

Gambar 2.3 Kilat sambaran balik dari bumi ke awan


Jaringan listrik disekitar sambaran petir ke tanah dapat diinduksi oleh
muatanmuatan (Abdul Syakur, 2009). Meskipun muatan bumi dan awan dinetralisir.
Gelombang yang disebabkan oleh sambaran petir (surja petir) ini dapat terjadi karena
berbagai macam sebab berdasarkan dengan jenis sambaran petirnya, antara lain:
a. Sambaran Langsung
Sambaran lansung adalah jenis sambaran yang langsung mengenai peralatan pada
gardu induk atau sepanjang kawat hantaran transmisi daya listrik. Sambaran ini
merupakan sambaran yang sangat bahaya dibandingkan gelombang berjalan lainnya yang
masuk menuju GI. Hal ini dikarenakan sambaran tersebut membuat overvoltage dan
kemungkinan isolasi tidak dapat menahan.
b. Sambaran Induksi
Sambaran induksi merupakan jenis sambaran yang terjadi apabila awan petir ada
di atas peralatan yang memiliki isolasi. Muatan listrik akan diinduksi awan dengan
polaritas yang berlawanan dengan awan petir tersebut dalam jumlah besar. Hal tersebut
akan memunculkan muatan yang terikat. Apabila awan petir melepaskan muatan tersebut
maka muatan terikat tersebut kembali bebas dan besar gelombang berjalan yang terjadi
sesuai situasi pelepasannya. Tergantung dari pelepasannya meskipun tegangan induksi itu
beubah-ubah. Walaupun sambaran induksi dapat mengancam peralatan, kebanyakan
besarnya tidak begitu membuat peralatan rusak.
c. Sambaran Dekat
Sambaran dekat yaitu sambaran petir yang menyambar saluran transmisi yang
mengakibatkan munculnya gelombang berjalan, sehingga masuk ke gardu induk. Jarak
sambaran ini biasanya tidak jauh dari gardu induk. Nilainya dibatasi oleh tegangan
flashover dari isolator saluran apabila sepanjang saluran merambat pada beberapa tiang.
d. Sambaran Jauh
Sambaran jauh adalah sambaran yang terjadi apabila perisaian dari gardu induk
dan saluran transmisi sangat baik, kemungkinan gelombang tegangan yang masuk ke
gardu induk merupakan akibat sambaran petir jauh. Asal dari gelombang 8 berjalan yang
jauh dari sambaran lansung pada saluran, sambaran induksi, dan sambaran lompatan
balik dari tiang (Kholish, 2006).
2.2.2 Bentuk dan Spesifikasi Gelombang Surja Petir
Bentuk umum gelombang surja petir menurut standar IEC (International
Electrotechnical Commision) seperti pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Bentuk gelombang surja petir


Keterangan:
Vs = Tegangan puncak (kV)
Tt = Ekor gelombang 50 µs (µs)
Tf = Muka gelombang 1,2 µs (µs)
V‟ = Tegangan Lebih ±0,05 x Vs
Spesifikasi dari suatu gelombang surja petir adalah sebagai berikut:
a. Puncak (crest) gelombang, Vs (kV), yaitu amplitude maksimum dan gelombang.
b. Muka gelombang, Tf (µs), yaitu waktu ditempuh dari permulaan sampai puncak
gelombang.
c. Ekor gelombang, Tt (µs), yaitu bagian dari permulaan sampai setelah puncak
gelombang hingga 50% puncak gelombang.
d. Polaritas, yaitu polaritas dari gelombang (positif dan negatif).

Bentuk gelombangnya biasanya dinyatakan dalam bentuk tegangan dan waktu, Tf


(dalam mikrodetik) menyatakan waktu muka gelombang (wave-front), dan Tt (dalam
mikrodetik) menyatakan waktu ekor gelombang (wave-tail). Secara lebih jelas, muka
gelombang (Tf) adalah waktu yang diperlukan oleh gelombang tegangan tersebut untuk
mencapai harga puncak maksimumnya dan ekor gelombang (Tt) adalah waktu total dari
saat mulainya gelombang terjadi sampai kesuatu saat seketika gelombang tersebut turun
hingga mencapai harga tegangan setengah dari harga tegangan puncaknya (maksimum).
Setengah puncak gelombang adalah titik-titik pada muka dan ekor dimana
tegangannya adalah setengah. Kecuraman muka gelambang yaitu kecepatan naiknya
tegangan pada muka gelombang. Kecuraman muka rata-rata agar mudahnya dinyatakan
untuk perbandingan antara tegangan puncak dan lamanya muka gelombang.
2.2.3 Tegangan Lebih
Tegangan lebih yaitu tegangan yang hanya dapat ditahan dalam waktu yang
terbatas. Tegangan lebih petir disebabkan karena sebab luar. Petir dapat terjadi di:
1. Antara awan dan tanah.
2. Diantara awan-awan.
3. Antara pusat muatan di dalam awan.
Lebih banyak pelepasan muatan terjadi diantara awan-awan dan di dalam awan,
dibandingkan pelepasan muatan yang terjadi pada antara awan ke tanah, namun benda-
benda di permukaan tanah dapat mengalami kerusakan akibat dari petir awan tanah ini.
Petir adalah fenomena alam yang dapat muncul ke bumi saat waktu hujan, di
dalam awan muatan akan terkonsentrasi lalu muatan yang berlawanan pada permukaan
tanah akan timbul dibawahnya.
Apabila muatan bertambah, beda potensial antara awan dan tanah akan
mengalami kenaikan, akan naik juga kuat medan di udara. Apabila kuat medan disekitar
awan lebih banyak dari kuat medan, pelepasan muatan akan terjadi (Tri Cahyaningsih,
2009).
Tegangan lebih terdiri dari dua jenis berdasarkan bentuknya:
1. Tegangan lebih periodic.
2. Tegangan lebih aperiodic.
Ditinjau berdasarkan penyebabnya tegangan lebih terdiri dari dua jenis:
1. Sebab dalam (Internal over voltage).
2. Sebab luar (External over voltage).
Tegangan lebih berdasarkan sumbernya berdasarkan IEC, diakibatkan oleh:
1. Tegangan lebih petir yang diakibatkan oleh sistem.
2. Tegangan lebih sementara yang diakibatkan oleh system.
3. Tegangan lebih surja hubung akbibat operasi pembukaan maupun operasi
penutupan.
Gangguan dapat membuat terhentinya penyaluran daya listrik pada suatu sistem
tenaga listrik. Rusaknya isolasi merupakan salah satu penyebab gangguan yang mungkin
terjadi, akibat operasi pensaklaran maupun surja hubung yang dipengaruhi oleh tegangan
lebih. Maka dari itu perlu perhatian khusus pada sistem proteksi dalam operasi sistem
tenaga listrik terhadap tegangan lebih (Artono Arismunandar , 1990)

Dalam suatu sistem, tegangan operasi memiliki batas tertinggi diatas tegangan
nominalnya yaitu tegangan maksimum, pada dasarnya tidak melebihi 1,1 kali tegangan
nominal. Apabila tegangan sistem merupakan tegangan bolak balik, maka tegangan
maksimum sistem memiliki nilai puncak yaitu tegangan maksimum.
2.2.4 Pelindung Tegangan Lebih
Pelindung tegangan lebih bekerja dengan cara membatasi surja yang masuk lalu
mengalirkannya ke tanah. Alat pelindung tegangan lebih harus dapat menahan tegangan
sistem, 50 c/s untuk waktu yang tidak terbatas, dan harus dapat melakukan surja arus
dengan tidak merusakkan alat pelindung. Alat pelindung tegangan lebih yang baik
mempunyai “Protective ratio” yang tinggi, yaitu perbandingan antara tegangan surja,
maksimum yang diperbolehkan saat pelepasan dan tegangan sistem 50 c/s maksimum
yang dapat ditahan sesudah discharge, sela sekring (fuse gap), tabung pelindung
(protector tube) dan macammacam arrester (Kholish, 2006).
2.2.4.1 Tanduk Api (Arcing Horn)
Arcing horn berbentuk tanduk api terpasang pada ujung tanah dan ujung tanah
dari isolasi atau groundingnya. Bentuknya sedemikian rupa tanduk api, apabila busur api
terjadi disaat gangguan tidak akan mengenai isolator flashover itu terjadi.

a. Fungsi Arcing-horn
Arcing horn berfungsi untuk melindungi insulator pada transformator, sehingga
disaat flashover yang terjadi pada gandengan isolator atau bushing agar busur api tidak
merusak isolator atau bushing, dimana dapat menyebabkan gangguan operasional. Media
pelepasan busur api dari tegangan lebih pada kawat penghantar pada jarak yang
diinginkan berfungsi memotong tegangan lebih apabila terjadi: sambaran petir, gangguan,
switching, sehingga dapat mengamankan peralatan pada gardu induk terutama
transformator.

Gambar 2.5 Bentuk Arcing Horn


b. Panjang Gap Arcing Horn
Tingkat trip-out petir sebelum dan sesudah dilakukan perbaikan, tahanan kaki
menara ditunjukan sebagai fungsi gap arcing horn dan panjang. Frekuensi dari tripout di
tower yang memiliki panjang gap aring horn antara 0,9 m-1 m lebih tinggi dari menara
yang memiliki panjang gap arcing horn yaitu 1,3 m sebelum dan sesudah dilakukan
perbaikan tahanan kaki tower. Hal tersebut oleh tegangan lompatan api menurun dengan
menurunnya panjang dari gap arcing horn (Yusreni Warmi, 2019)

2.2.4.2 Arrester
Arrester adalah kunci dalam koordinasi isolasi suatu sistem tenaga listrik. Apabila
surja masuk ke gardu induk, maka arrester akan bekerja, dimana arrester akan men
discharge serta mengurangi tegangan lebih yang akan masuk ke peralatan gardu induk
terutama transformator. Setelah surja dlepaskan oleh arrester, maka arus akan mengalir
karena adanya tegangan sistem, dimana arus ini disebut arus dinamik. Arrester harus
mempunyai ketahanan termis yang cukup terhadap energi dari arus susulan ini dan harus
mampu memutus. Apabila disaat arrester discharge, tegangan sistem dan arus dinamik
terlalu tinggi, maka arrester itu mungkin tidak mampu memutuskan arus susulan.

Syarat yang harus dipenuhi oleh arrester adalah sebagai berikut:


a) Tegangan pelepasan dan tegangan percikan merupakan tegangan pada terminalnya di
saat pelepasan harus cukup rendah, sehingga arrester dapat mengamankan isolasi
peralatan. Tegangan percikan disebut tegangan sela. Tegangan pelepasan disebut
tegangan sisi.
b) Arrester harus dapat bekerja memutuskan arus dinamik dan dapat bekerja terus
seperti awalnya. Tegangan sistem memiliki batas dimana pemutusan arus susulan ini
masih mugkin, disebut tegangan dasar dari arrester (Artono Arismunandar, 1972)

Surja mungkin merambat di konduktor pada saat peristiwa sebagai berikut:


a) Surja petir mengalir di dalam konduktor phasa, akibat kegagalan sudut perlindungan
petir.
b) Pentanahan yang tinggi diakibatkan backflashover.
c) Proses switching DS.
d) Gangguan phasa-tanah, ataupun fasa-fasa baik pada di gardu induk maupun pada
saluran transmisi (Dewa Putu Yudha Prawira, 2018).

Disaat terjadi surja, gelombang berjalan merambat pada saluran transmisi dengan
kecepatan mendekati kecepatan cahaya. Surja dengan panjang gelombang dalam orde
mikro detik berbahaya jika nilai tegangan surja yang tiba di peralatan lebih tinggi dari
level TID (Tingkat Isolasi Dasar) peralatan. Arrester berfungsi memotong tegangan surja
dengan cara mengalirkan arus surja ke tanah dalam waktu yang sangat singkat dimana
pengaruh follow current tidak ikut serta diketanahkan.

Arrester dapat dapat melindungi peralatan dari tegangan lebih yang diakibatkan
surja hubung. Arrester akan bekerja apabila surja hubung masuk ke gardu induk.
Arrestrer akan melepaskan muatan listrik serta mengurangi tegangan lebih yang
mengenai perlatan gardu induk. BIL dari arrester harus dibawah BIL dari transformator,
supaya apabila terjadi flashover, maka flashover diharapkan terjadi di arrester dan dapat
diatasi oleh arrester sehingga transformator dapat aman.

Tabel 2.1 Penetapan Tingkat Isolasi Transformator dan Arester

Tegangan Nominal
Spesifikasi Sistem
20 kV 66 kV 150 kV
Tegangan tertinggi
24 kV 72,5 kV 170 kV
untuk pralatan
Pentenahan netral Tahanan Tahanan Efektif
Tegangan pengenal
20 kV 66 kV 150 kV
transformator
Tingkat Isolasi Dasar
125 kV 325 kV 650 kV
transformator
Tegangan pengenal
21 kV /24 kV 75 kV 138 kV /150 kV
lightning arrester
Arus pelepasan nominal
5 kA 10 kA/5 kA 10 kA
lightning arrester
Tegangan pelepasan
76 kV / 87 kV 270 kV 460 kV / 500 kV
lightning arrester
Tegangan percikan
starndar lightning 76 kV / 87 kV 370 kV 460 kV / 500 kV
arrester

2.2.4.3 Bagian-bagian Arrester


1. Elektroda
Arrester memiliki dua elektroda, yaitu elektroda atas dan elektroda bawah. Untuk
elektroda atas terhubung dengan bagian yang bertegangan sedangkan elektroda bawah
terhubung ke tanah.
2. Spark gap
Bagian ini akan mengalami busur, jika tegangan lebih yang diakibatkan oleh surja
petir maupun surja hubung terjadi pada arrester.
3. Tahanan Katup
Arrester menggunakan tahanan yaitu suatu jenis material yang sifat tahanannya
dapat berubah bila mendapatkan perubahan tegangan.

2.2.4.4 Karakteristik Arrester


Sebagai alat pengaman dari tegangan lebih, arrester memiliki beberapa
karakteristik yaitu:
1) Arrester tidak boleh bekerja disaat tegangan sistem dalam keadaan normal.
2) Arrester harus break down (tembus) secara cepat apabila tegangan pada sistem
yang masuk pada arrester diatas tegangan normal.
3) Agar peralatan pada gardu induk aman dari tegangan lebih, disaat break down
arus pelepasan tidak boleh diatas arus pelepasan nominal.
4) Setiap gelombang transient dengan tegangan puncak yang lebih tinggi dari
pada tegangan tembus pandang arrester harus mampu mengaktifkan arrester
untuk mengalir ke tanah.
5) Arrester tidak boleh rusak ketika arrester bekerja terpa arus ke tanah.
6) Arrester harus memiliki impedansi yang besar disaat tegangan operasi normal.
7) Disaat tegangan transient mengalami penurunan dibawah tegangan tembus
arrester, arus harus diputuskan secara cepat dengan frekuensi yang normal.

Karakteristik arrester yang perlu diketahui dengan jelas sebagai berikut:


1. Tegangan yang mucul pada arrester tidak boleh melampau tegangan dasar
2. Arrester memiliki karakteristik yang dibatasi oleh tegangan bila dilalui oleh berbagai
macam arus petir.
3. Arrester mempunyai batas termis. Batas termis merupakan kemampuan untuk
melakukan arus surja yang beulang-ulang tanpa menaikkan suhu arrester tersebut.
Arrester yaitu proteksi surja petir yang mempunyai tegangan dasar, sehingga tidak
boleh tegangan yang masuk pada arrester diatas tegangan dasar arrester tersebut,
walaupun disaat kondisi tegangan normal maupun hubung singkat. Karena arrester
bekerja harus disaat hubung singkat, sebab arrester ini harus menanggung tegangan
sistem normal dan tegangan lebih transient.
Karakteristik pembatas tegangan impulse arrester yaitu besar tegangan yang dapat
ditahan arrester pada terminal saat menyalurkan arus tertentu, besar tegangan ini berubah
dengan besarnya arus. Karakteristik ini harus dapat dikenal pada waktu yang singkat
seperti disaat apabila terjadi percikan pada sela bila arrester mulai bekerja, sebelum arus
mulai mengalir.
Batas termisnya yaitu kemampuan untuk melakukan arus surja hubung, tanpa
menaikan suhunya. Walaupun kemampuan dari arrester untuk menyalurkan arus sudah
mencapai 65.000-100.000 ampere, akan tetapi kemampuan arrester untuk melakukan
surja hubung terutama apabila saluran menjadi panjang dan berisi tenaga besar adalah
lebih penting lagi.
Agar tekanan pada isolasi dapat dibuat serendah mungkin suatu sistem
perlindungan tegangan lebih perlu memenuhi persyaratan seperti berikut:
1. Dapat membuang tegangan lebih ke tanah tanpa terjadi hubung singkat ke tanah.
2. Arus susulan dapat diputuskan.
3. Memiliki tingkatan perlindungan yang rendah.
2.2.4.5 Pemilihan Arrester
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam memilih arrester:
a. Kekuatan isolasi dari alat yang harus dilindungi dan karakteristik impuls dari petir.
b. Tegangan maksimum yang mungkin timbul pada jepitan arrester. Tegangan
maksimum kawat ke tanah biasanya diambil 110% dari tegangan jala-jala.
c. Pada arrester jenis ekspulsi, arus hubung singkat sistem harus diperhatikan.
d. Jenis arrester.
e. Faktor external yaitu normal atau tidak normal kondisi luar (2000 meter atau lebih
diatas permukaan laut), suhu dan kelembapan yang tinggi serta pengotoran.
f. Faktor ekonomi.
2.2.4.6 Prinsip Kerja Arrester
Arrester ini terdiri dari dua unsur: spark gap dan tahanan tangki linier, spark gap
dan tahanan tangki linier dihubungkan secara seri. Dimana batas atas dan batas bawah
dari tegangan percikan ditentukan oleh tegangan sistem maksimum dan oleh BIL
peralatan yang dilindungi. Arrester memiliki tiga unsur: sela api, tahanan katup dan
sistem pengaturan.
Apabila arrester hanya digunakan untuk melindungi isolasi terhadap bahaya
kerusakan gangguan dengan mengabaikan akibatnya terhadap pelayanan, maka hanya
memakai sela batang yang memungkinkan terjadinya percikan pada waktu teganya
mencapai keadaan bahaya. Dalam hal ini tegangan sistem bolak balik akan tetap
mempertahankan busur api sampai PMT bebannya dibuka. Dengan menyambungkan sela
api ini dengan tahananya mencapai harga tetap, maka jatuh tegangannya menjadi naik,
maka perlindungan isolasipun gagal. Oleh sebab itu dipakailah tahanan kran, yang
mempunyai sifat khusus bila tahananya kecil sekali bila tegangan dan arusnya naik.
Untuk mengecilkan tahanan secara cepat dapat dengan selama tegangan lebih mencapai
harga puncaknya. Tegangan lebih dalam hal ini mengakibatkan penurunan drastis dari
pada tahanan sehingga jatuh tegangannya dibatasi meskipun arusnya besar.
Apabila tegangan impuls hilang dan tegangan normal tinggi, tahanannya naik lagi,
maka arus susulan dibatasi sampai seiktar 50 amper. Arus susulan ini akhirnya
dihilangkan oleh sela api pada saat tegangan sistemnya mencapai titik nol yang pertama
sehingga alat ini bertindak sebagai kran yang dapat menghambat arus dari sanalah nama
tahanan kran. Setiap arrester bekerja tidak selalu arus susulan terjadi. Hal ini akan mudah
dipahami karena arus susulan dipadamkan pada saat arus tidak ada (Dr. Ir. Dipl. Ing. H.
Reynaldo Zoro, 1986).
2.2.4.7 Jenis-Jenis Arrester
1. Arrester Jenis Ekspulsi atau Tabung Pelindung (Protektor Tube)
Arrester jenis ekspulsi terdiri dari dari sela percik diluar udara dan berada didalam
tabung serat. Apabila ada tegangan impulse muncul pada jepitan arrester kedua sela
percik, baik itu yang didalam maupun yang diluar tabung serat, tembus seketika dan
membentuk jalan penghantar dalam bentuk busur api. Sehingga arrester menjadi
konduktor dengan impedansi yang rendah dan melakukan surja arus dan arus daya sistem
bersamaan. Panas muncul diakibatkan mengalirnya arus petir menguapkan sedikit bahan
tabung serat, sehingga gas yang ditimbulkannya menyembur pada api dan mematikannya
pada waktu arus susulan melewati titik nol.
Arus susulan arrester tipe ini dapat mencapai arus susulan yang tinggi sekali,
tetapi akan tetapi lama terjadi arus susulan ini tidak melebihi 1 atau 2 gelombang. Akan
tetapi tegangan percik impulse lebih tinggi dari arrester jenis katup. Dimana jenis arrester
ekspulsi ini banyak digunakan pada saluran transmisi.

Gambar 2.6 Bentuk Arrester Jenis Ekspulsi


2. Arrester Jenis Katup (Valve Type)
Ada tiga macam arrester jenis ini yaitu arrester sela aktif, arrester tanpa sela
percik dan arrester sela pasif.
a. Arrester Katup Sela Pasif
Arrester jenis ini merupakan arrester yang memiliki effisiensi yang baik dan
dari segi ekonomi mahal. Umumnya arrester jenis ini dipakai pada sistem tegangan 3
kV – 312 kV dan dirancang untuk mengalirkan arus petir diatas 100 kA, dan
berfungsi sebagai mengamankan gardu induk dan transformator.

Gambar 2.7 Arrester Katup Sela Pasif


b. Arrester Katup Sela Aktif
Dilihat dari sisi konstruksi, jenis arrester katup sela aktif ini memiliki
konstruksi yang mirip dengan arrester katup sela pasif. Untuk perbedaan dapat dilihat
dari metode pemadaman busur api pada sela percik. Cara kerja pada arrester katup
sela aktif yaitu memperpanjang dan mendinginkan busur api dengan cara
membangkitkan medan magnet pada sela percik. Arrester katup sela aktif terdiri dari
sela utama, kumpulan sela bantu dan resistor non-linear. Semuanya dimasukkan
dalam tabung isolasi poselen.
c. Arrester Katup Tanpa Sela Percik
Bentuk arrester jenis tanpa katup tidak menggunakan sela percik, arrester jenis
ini menggunakan resistor non-linear yang berasal dari logam oksida. Dalam sehari-
hari arrester jenis ini biasa disebut Arrester MO. Resistor non-linear dibuat dari
beberapa kolom logam oksida. Satu kolom dari resistor non-linear dibuat dari
beberapa lempeng logam oksida yang disusun bertindih atau secara listrik terhubung
seri. Lempeng oksida logam berbentuk silinder, memiliki diameter 30 sampai 100
milimeter. Sedangkan panjangnya 20 sampai 45 milimeter. Medium logam memiliki
fungsi menghubungkan dua kolom logam oksida dan sekaligus juga sebagai
pendingin. Arrester jenis katup tanpa sela percik ini memiliki kekurangan dari segi
mengalirkan arus bocor kontinu ke tanah, menyerap energi yang besar dan
mengandung kapasitansi yang dibentuk dari piring-piring logam.

Gambar 2.8 Bentuk Arrester Katup Tanpa Sela Percik


2.2.4.8 Jarak Penempatan Arrester
Arrester dipasang pada ujung saluran transmisi dimana terdapat gardu dan
transformator. Agar arrester dapat melindungi peralatan gardu induk terutama
transformator dengan baik, sebaiknya arrester diipasang berdasarkan jarak tertentu dari
transformator. Jarak arrester dengan transformator berpengaruh terhadap besarnya
tegangan yang datang pada transformator. Apabila diletakkan jauh, maka tegangan yang
datang pada peralatan dapat melebihi tegangan kerjanya.
Walaupun sebaiknya penempatkan arrester dipasang sedekat mungkin dengan alat
yang dilindungi, tetapi kenyataanya hal ini kadang-kadang tidak memungkinkan. Adapun
tujuan arrester dipasang sedekat mungkin dengan peralatan yang dilindungi adalah
sebagai berikut:
a) Bertujuan meminimalisir terjadinya tegangan impuls yang merambat pada
kawat penghubung arrester dengan peralatan yang dilindungi.
b) Mencegah agar tegangan impulse tidak masuk pada transformator, yang
berakibat membuat transformator rusak.
c) Kawat penghubung antara arrester dengan transformator yang cukup
panjang, induktansi kawat penghubung harus diperhitungkan. Apabila
terdapat kapasitor pada terminal peralatan yang dilindungi, maka
kecuraman gelombang tegangan impuls yang menuju peralatan akan
berkurang.
2.2.5 Gelombang Berjalan Pada Saluran Transmisi
Sambaran petir yang terjadi pada suatu saluran transmisi akan menimbulkan surja
petir, yaitu dalam bentuk arus dan tegangan. Dari sudut pandang energi, surja petir
merupakan penyuntikan energi tiba-tiba yang akan merambat pada saluran. Kecepatan
merambat gelombang berjalan tergantung dari konstanta-konstanta kawat. Pada kawat di
udara, kecepatan merambat ini sekitar 300 meter permikro detik jadi sama dengan
kecepatan cahaya pada kawat tanah kira-kira 150 meter per mikro detik.
Impuls yang merambat pada kawat transmisi merupakan gelombang berjalan.
Berikut ini didefinisikan suatu impuls tegangan yaitu:
𝑽 = 𝒇𝟏 (𝒕) 𝒆 (𝒙/𝒗) 𝒑 + 𝒇𝟐 (𝒕) −(𝒙/𝒗) 𝒑 (2.1)
Dimana: 𝑥 adalah jarak rambat gelombang (m)
𝑣 adalah kecepatan rambat gelombang (m/detik)
𝑝 adalah paktor impedansi surja (ohm)
Menurut teori (Taylor), persamaan 2.1 dapat diubah dalam bentuk berikut.
𝑽 = 𝒇𝟏 (𝒕 + 𝒙/ ) + 𝒇𝟐(𝒕 + 𝒙/𝒗 ) (2.2)
Arti fisis dari persamaan 2.5 adalah gelombang berjalan, karena untuk suatu harga
t dapat dihitung harga x, sehingga berlaku 𝒕 ± 𝒙/𝒗 =konstan. Dengan demikian
gelombang berjalan tersebut terdiri dari dua yaitu:
1. 𝒇 (𝒕 + 𝒙/𝒗 ) adalah gelombang maju
2. 𝒇 (𝒕 – 𝒙/𝒗 ) adalah gelombang mundur
Kedua gelombang ini mempunyai kecepatan rambat yang sama yaitu 𝑣.
Sedangkan secara gambar dapat dijelaskan pada gambar 2.9 dibawah ini:

Gambar 2.9 Gelombang maju dan mundur pada saluran


2.2.6 Pantulan Pada Gelombang Berjalan
Bila suatu gelombang berjalan sampai pada titik perubahan impedansi maka
sebagian gelombang dipantulkan dan bagian yang lain diteruskan. Gelombang yang
datang disebut gelombang datang (incident wave) dan gelombang yang dipantulkan
disebut gelombang pantul (reflected wave) dan gelombang yang diteruskan disebut
gelombang terusan (transmitted wave). Ketiga gelombang ini dapat dilihat pada gambar
2.10

Gambar 2.10 Gelombang dengan titik peralatan


Keterangan
𝑒1 adalah gelombang datang
𝑒1′ adalah gelombang pantul
𝑒1′′ adalah gelombang terusan
𝑍1 adalah impedansi surja pada gelombang datang
𝑍2 adalah impedansi surja pada gelombang terusan
2.2.7 Pantulan Berulang
Dalam kasus-kasus yang dihadapi, saluran pada daerah tertentu terdiri potongan-
potongan yang pendek, dalam hal ini terjadi karena adanya sepotong kabel, sepotong
kawat tanah, proses pengisian dan pelepasan pada saluran, arrester dan lain-lain. Dalam
keadaan jarak yang pendek terjadi pantulan gelombang yang berulang-ulang ini agar
jejaknya dapat diikuti dengan jelas, maka telah diperkenalkan suatu diagram tangga
(lattice diagram) yang disebut juga dengan diagram waktu-ruang.
Sebelum kita menganalisis diagram tangga ini, didefinisikan suatu konstanta agar
masalah dapat dipandang lebih sederhana, yaitu:
- 𝑎 adalah konstanta pantul untuk gelombang datang dari kanan
- 𝑎′ adalah konstanta pantul untuk gelombang datang dari kiri
- 𝑏 adalah konstanta terusan untuk gelombang datang dari kanan
- 𝑏′ adalah konstanta terusan untuk gelombang datang dari kiri
- 𝛼, 𝛽 adalah konstanta redaman pada saluran
Selanjutnya diambil contoh suatu saluran dengan tiga titik peralihan. Antara titik
peralihan disebut dengan potongan/seksi dan titik peralihan ditandai dengan angka
numerik yang dimulai dari satu. Konstanta gelombang, baik pantul maupun terusan tiap
seksi diberi indeks yang sesuai dengan nomor titik peralihannya.
Selanjutnya, akan dijelaskan prosedur untuk membuat diagram tangga sebagi
berikut:
1. Letakkan titik peralihan dengan skala sesuai dengan waktu yang
dilewatkan tiap potongan/seksi.
2. Skala waktu vertikal dipilih pada bagian kiri diagram, yang dimulai dari
atas, waktu pertama adalah nol.
3. Dilukis jalan gelombang secara diagonal, dibuat garis-garis gelombang
sejajar.
Menggambar sesuai dengan aturan diatas, akan mendapatkan keuntungan sebagai
berikut.
1. Semua gelombang menurun dalam perambatannya.
2. Posisi gelombang suatu saat dapat ditentukan, yaitu sesuai dengan waktu
vertikal.
3. Jumlah tegangan pada suatu titik adalah superposisi dari semua
gelombang yang sampai pada titik itu.
4. Asal mula gelombang pada suatu titik dapat ditentukan, gelombang mana
yang datang dan yang mana berkomposisi.
5. Dengan mengikuti redaman akan selalu dapat dihitung seberapa jauh
turunnya gelombang dalam perambatannya pada tiap potongan/seksi.
Dengan diagram tangga ini dapat dilihat posisi dan arah gerak dari tiap
gelombang datang, gelombang pantul dan gelombang terusan pada saluran itu untuk
setiap saat. Disamping itu, ditunjukkan juga pengaruh dari redaman dan distorsi dapat
sekaligus diikutsertakan pada waktu membuat diagram tangga itu (Hutauruk,T.S., 1991)
BAB III
Data dan Perhitungan
3.1 Data Lightning Arrester
 Data name plate arrester yang terpasang di ujung saluran penghantar:
Pabrik :AREVA surge arrester
Tahun Pembuatan :2007
Tipe :PSC 150 YL
Tegangan Nominal :120 Kv
Tegangan Operasi :150 Kv
Arus Nominal Discharge :10 kA
Arus Maksimal Discharge :40 kA/ 0,2s
Frekuensi :50 Hz
 Data name plate arrester yang terpasang didepan Transformator Daya:
Pabrik :ABB
Tahun Pembuatan :2007
Tipe :PSC 150 YL
Tegangan Nominal :120 kV
Tegangan Operasi :150 kV
Arus Nominal Discharge :10 kA
Arus Maksimal Discharge :40 kA/ 0,2s
Frekuensi :50 Hz

3.2 Ranting Tegangan Pengenal Arrester


Berdasarkan persamaan di atas didapatkan :

Koefisien pentanahan GI Lopana = 0,75Ω

Tegangan dasar sistem = 150 kV

𝟏𝟐𝟑 𝟓 𝑽
3.3 Data Spesifkasi Transformator
 Spesifkasi Transformator
Merk :PAUWELS
Type :pauwels transformers (trafo daya)
Made in :Indonesia
Serial Number :05P0085
Year Manufacture :2006
Instalation :trafo daya step down
Standard :IEC60076
Nominal Rating KVA :20 mvA
Cooling System :Oil Natural Air Natural (ONAN) / Oil Natural Air
Force (ONAF)
Frequency Hertz :50 Hz
Phase :3 fase (RSTN)
Ambient Temp. Max :
Temp rise Oil :
Temp rise Winding :
3.4 Data Hari Guruh Kabupaten Minahasa Selatan Tahun 2022
DATA HARI GURUH TAHUN 2022
Bulan Tahun Jumlah Sambaran
Januari 2022 8
Febuari 2022 7
Maret 2022 12
April 2022 20
Mei 2022 21
Juni 2022 19
Juli 2022 12
Agustus 2022 11
September 2022 11
Oktober 2022 25
November 2022 23
Desember 2022 14
Total Sambaran 183
Potensi Gangguan Sambaran Petir
Berdasarkan persamaan di atas didapatkan :

𝟐 𝟒𝟓 /Km/Tahun

3.5 Single Line Diagram GI Lopana

3.6 Data Insulator


Material :porcelin
Jenis pemasangan Isolator :bushing isolator
Posisi Pemasangan :vertikal
Tegangan Flashover :1.028 kV
Tegangan :150 kV
3.7 Data Spesifikasi dari Transmisi Gardu Induk
Tinggi tiang :36 m
Konduktor :ACSR (Alumunium Conductor Steel Reinforced cable)
Luas Penampang Konduktor :

3.8 Tegangan Kerja Arrester

Tegangan kerja atau tegangan pelepasan arrester ditentukan berdasarkan tabel


Maximum Residual Voltage dan tabel penetapan tingkat isolasi transformator dan
penetapan penangkap petir sesuai lampiran. Untuk tegangan sistem 150 kV dan tegangan
pengenal 138 kV, tegangan pelepasan arrester adalah UA = 460 kV

3.9 Data Arching Horn


Tegangan Flashover Insulator: 1.028 kV

Tegangan lompatan api pada arcing horn 𝑽𝒇 𝒙

𝟏 𝟐 𝒙

𝟐𝟓 𝟐 𝑽

Impedansi Surja Petir (Zc) pada kawat penghantar penghubung


Impedansi Zs dengan menggunakan rumus:

Data

a. Luas penampang =

b. Tinggi tiang (h) = 36m

c. jari-jari (r) = 0,0873m

Jadi,

𝑍
Kecepatan Gelombang petir SUTT

a. Induksi (L) dengan rumus:

[ ]𝑥 𝑒

[ ] 𝑒

b. Kapasitansi (C) dengan rumus:

𝑎 𝑎

𝑎 𝑎

𝑎 𝑎

Jadi nilai pada kecepatan Gelombang petir, yaitu:

𝑣

𝑣

Kecepatan yang terjadi pada SUTT (Saluran Udara Tegangan Tinggi)


sebanding dengan kecepatan cahaya sebesar .
BAB IV
Hasil dan Analisa
4.1 Hasil Perhitungan

TABEL HASIL PERHITUNGAN

No Jenis Perhitungan Hasil

1 Potensi Gangguan Sambaran Petir 27,45/km/tahun

2 Tegangan Tertinggi Isolator 925,2 kV

3 Impedansi Surja 402,95Ω

4 Tegangan Pengenal 123,75 kV

5 Tegangan Kerja 460 kV


DAFTAR PUSTAKA
WILDAN HIDAYAT, JAKARTA 2020, Evaluasi Kondisi Lightning Arrester Di Gardu Induk
Jatirangon Dengan Metode Pengujian Tahanan Isolasi Dan Tahanan Pembumian Dalam Rangka
SLO (Sertifikasi Laik Operasi). INSTITUT TEKNOLOGI – PLN

Abdul Syakur, A. W. (2009). Kinerja Arrester Akibat Induksi Sambaran Petir Pada Jaringan
Tegangan Menengah 20 kV

Bonggas L.Tobing. (2012). Peralatan Tegangan Tinggi. Erlangga.

Hutauruk,T.S. (1991). Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja,Jakarta,Penerbit Erlangga.

Yusreni Warmi, T. O. (2019). Analisa Pengaruh Panjang Gap Arcing Horn Terhadap Jumlah
Trip-Out Pada Saluran Transmisi 150 kV Payakumbuh-Koto Panjang

Maruli Ch.M. Barasa (2017) Analisis Kinerja Lightning Arester Pada Jaringan Transmisi 150 kV
Sistem Minahasa Khususnya Pada Penyulang Kawangkoan – Lopana ,Teknik UNSRAT

Anda mungkin juga menyukai