Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Gardu induk merupakan salah satu bagian dari sistem tenaga listrik yang
berpotensi mengalami gangguan yang disebabkan oleh sambaran petir, yaitu
tegangan impuls petir, tegangan impuls hubung buka, dan tegangan impuls petir
terpotong dan arus gangguan. Tegangan impuls dan arus gangguan yang
ditimbulkan dapat merusak fungsi peralatan sistem tenaga listrik, sehingga
tegangan impuls dan arus bocor yang ditimbulkan harus dialirkan ke bumi untuk
mendapatkan batas keamanan peralatan sistem tenaga listrik dan tubuh manusia
disekitar area gardu induk.
Sistem pentanahan (grounding system) menjadi bagian dari sistem tenaga
listrik yang memiliki fungsi mengetanahkan apabila terjadi muatan tegangan atau
arus lebih sehingga dapat meminimalisir gangguan yang ditimbulkan. Untuk nilai
pentanahan yang ideal harus memenuhi syarat dengan nilai R mendekati nilai 0
atau ≤ 5 Ohm. Tegangan dan arus gangguan diatas tidak mengalir kedalam tanah
diakibatkan karena kegagalan isolasi peralatan dan nilai tahanan pentanahan yang
cukup besar.
Sambaran petir merupakan salah satu gangguan yang cukup berbahaya
tehadap sistem tenaga listrik di Indonesia, hal ini dapat terjadi dikarenakan
aktivitas petirnya tertinggi di dunia dan amplitudo arus puncak petirnya relatif
lebih besar atau sebagian besar lebih tinggi dari isolasi yang diterapkan pada
sistem tenaga listrik yang ada. Dengan tingginya jumlah sambaran petir pertahun
dan amplitudo arus puncak petirnya mencapai ratusan kilo Ampere, maka sangat
diperlukan perhatian ekstra terhadap dampak yang mungkin dapat
ditimbulkannya. Salah satu dampak yang dapat ditimbulkannya adalah besarnya
tegangan lebih yang akan terjadi pada saat petir tersebut menyambar. Tegangan
lebih ini dapat terjadi, baik akibat sambaran langsung maupun sambaran tidak
langsung dan semuanya akan merasakan adanya tegangan lebih pada saat struktur

1
yang terbuat dari metal disekitar sambaran tersebut. Pengaruh sambaran petir itu
bisa menyebabkan terganggunya kontinuitas pelayanan daya terhadap konsumen
akibat kerusakan pada peralatan sistem tenaga listrik. Untuk mengatasi gangguan
yang mungkin terjadi salah satu komponen yang di perhatikan adalah sistem
pembumian.
Jika sistem pembumian kurang baik maka akan terjadi kenaikan tegangan
pada setiap titik pembumian. Apabila hal ini tidak ditanggulangi besar
kemungkinan akan terjadi kegagalan isolasi pada GI tersebut. Untuk itu
menentukan besar resistansi pembumian, impedansi impuls perlu dilakukan serta
pengaruhnya terhadap sistem pembumian GI. Berdasarkan uraian di atas, Penulis
tertarik melakukan penelitian dengan judul “STUDI ANALISA PENGARUH
PETIR PADA SISI G.I INDARUNG PADANG..... Tbk”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang dikemukan tersebut, maka dapat dirumuskan
suatu permasalahan yaitu :

1. Apa pengaruh sambaran petir terhadap Gardu induk Indarung padang.


2. Mengevaluasi pentanahan Gardu induk Indarung padang.
3. Melakukan Pengambilan data pada Pentanahan Gardu Induk Indarung padang.

1.3 Batasan Masalah


Dari identifikasi rumusan masalah yang ada dan untuk memperoleh gambaran
yang jelas tentang ruang lingkup penelitian dan kedalaman pembahasan, maka
penelitian ini akan membatasi masalah :
1. Penelitian ini hanya meneliti sistem pentanahan Gardu induk Indarung padang
2. Penelitian ini hanya melakukan pengaruh petir terhadap sisi G.I Indarung
Padang.
3. Penelitian ini hanya membahas efek yang terjadi pada sambaran petir terhadap
peralatan sistem tenaga listrik.
4. Penelitian ini membahas pengaruh pentanahan terhadap sambaran petir.

2
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk :
1. Untuk mendapatkan nilai tahanan pentanahan pentanahan untuk
mengamati efek yang ditimbulkan sambaran petir pada sisi Gardu induk
Indarung padang.
2. Mengevaluasi sistem pertanahan GI Gardu Induk untuk Mengamankan
atau mengurangi tegangan lebih terutama akibat sambaran petir.

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini adalah :
1. Untuk menambah ilmu pengetahuan tentang sistem pertanahan Pada Gardu
Induk Indarung padang.
2. Untuk mengetahui efek sambaran petir pada sistem tenaga listrik terutama
pada sisi Gardu Induk Indarung padang.

1.6 Sistematika Penulisan


BAB I PENDAHULUAN
Menjelaskan tentang latar belakang, permasalahan, batasan permasalahan,
tujuan penulisan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tentang pengertian dan teori-teori penunjang yang berhubungan dengan
masalah diatas.
BAB III METODE PENELITIAN
Menjelaskan tentang metode penelitian, peralatan yang diteliti,objek
penelitian ,lokasi, serta data spesifikasi transformator dan data kelistrikan gedung.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Meliputi pengolahan data tentang hasil perhitungan pengaruh pengoperasian
beban-beban non linear dan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang terkandung
dalam proses yang diteliti.

3
BAB V PENUTUP

Berisikan tentang kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan analisa data


dari hasil pengamatan dan pembahasan skripsi serta saran-saran yang bersifat
membangun.

4
BAB II
TINJUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Tegangan Induksi


Tegangan dalam ilmu kelistrikan adalah perbedaan potensial listrik antara dua
titik dalam rangkaian listrik, dan dinyatakan dalam satuan volt.
Induksi adalah gejala timbulnya gaya gerak listrik didalam suatu kumparan /
konduktor bila terdapat perubahan fluks magnetic pada konduktor bila tersebut
atau bila konduktor bergerak relative melintasi medan magnetic.
Induksi ditimbul karena adanya medan magnit yang ditimbulkan di
sepanjang penghantar yang dialiri arus petir. Besar intensitas induksi dipengaruhi
dengan besar kecuraman maksimum arus petir atau ( di / dt ) max dengan adanya
medan magnet ini disekitar peghantar arus petir tersebut menimbulkan tegangan
induksi pada titik-titik medan magnet tersebut dirasakan. Kuat medan magnit
yang ditimbulkan arus petir pada penghantar penyalur dirasakan pada jarak r
dinyatakan :
i
H= (A/m) (2.1)
2 πr
Dimana :
H = Medan magnet (A/m)
i = Arus maksimum petir (A)
r = Jarak penghantar penyalu petir dengan penghantar logam
.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tegangan induksi, yaitu :
a) Banyaknya lilitan kumparan,
b) Kecepatan menggerakkan magnet, dan kuatnya medan magnet.
c) Perubahan medan magnet disebabkan oleh perubahan kerapatan Garis
Gaya Magnet.

Perubahan medan magnet dapat terjadi jika :

5
a) Magnet digerakkan dalam kumparan (contoh: Dinamo Sepeda)
b) Kumparan digerakkan dalam medan magnet (contoh: Generator)
c) Kumparan dihubungkan dengan arus bolak-balik (contoh: Transformator)
d) Perubahan garis gaya magnet yang semakin rapat menyebabkan medan
magnet yang semakin besar. Sebaliknya, perubahan gaya magnet yang
semakin kurang rapat menyebabkan medan magnet yang semakin lemah.
Arus Induksi adalah arus yang terjadi akibat adanya perubahan kuat medan
magnet atau perubahan jumlah garis gaya magnet dalam kumparan atau arus
induksi adalah arus yang terjadi karena tegangan induksi.
Arus listrik induksi dihasilkan dengan memutar-mutar kumparan diantara
kutub-kutub magnet.
2.2 Petir
Peristiwa petir merupakan gejala alam yang tidak bisa dicegah oleh manusia.
Petir adalah suatu fenomena cahaya yang terang benderang yang dihasilkan oleh
tenaga listrik alam yang terjadi diantara awan-awan atau awan ketanah, sering
terjadi bila cuaca mendung atau badai, petir merupakan peristiwa alam yaitu
proses pelepasan muatan listrik ( electrical discharge ) yang terjadi di atmosfer.
Petir biasanya menyambar objek yang tertinggi pada suatu daerah.
Secara fisika petir merupakan gejala alam yang bisa kita analogikan dengan
sebuah kapasitor raksaa, dimana lempeng pertama adalah awan ( bisa lempeng
negative atau lempeng positif ) dan lempeng kedua adalah bumi ( dianggap
netral).
Penangkal petir adalah rangkaian jalur yang difungsikan sebagai jalur atau
jalan bagi petir menuju ke permukaan bumi, tanpa merusak benda-benda yang
dilewatinya.

2.3 Sistem Transmisi Gardu Listrik


Saluran Transmisi pada sistem tenaga listrik merupakan media yang
digunakan untuk mentransmisikan energi listrik dari pusat tenaga listrik hingga ke
sistem distribusi. Pada sistem transmisi, energi listrik yang disalurkan berjarak
cukup jauh, Itu mengapa tegangan yang ditransmisikan dinaikkan ke tegangan

6
ekstra tinggi 500 kV atau tegangan tinggi 150 kV untuk mengurangi rugi-rugi
daya pada saat energi tersebut dihantarkan, dan selanjutnya kita akan membahas
peran terhadap gardu induk.
Gardu Induk adalah sub sistem dari sistem transmisi atau penyaluran tenaga
listrik. Sebagai subsistem dari sistem transmisi tenaga listrik, peranan Gardu
Induk sangat besar. Jadi, pengoperasian Gardu Induk ini tidak bisa dipisahkan
sama sekali dari sistem transmisi listrik. Gardu Induk juga bisa diibaratkan
sebagai terminal atau stasiun transmisi, di mana tegangan listrik bisa diatur
apabila tegangan turun. Masih banyak fungsi yang dimiliki oleh Gardu Induk ini,
selengkapnya bisa Anda simak ulasan di bawah ini.
 Fungsi gardu induk
Gardu Induk memang memegang peranan penting dalam sistem transmisi
listrik, dari pembangkit ke konsumen.Berikut beberapa fungsi yang dimiliki oleh
Gardu Induk:
 Mentransformasikan tegangan, di mana Gardu Induk bisa menaikkan
serta menurunkan tegangan.
 Mengatur aliran listrik dari satu transmisi ke transmisi lain, untuk
kemudian didistribusikan kepada konsumen.
 Mengukur dan mengawasi operasi sekaligus mengamankan sistem
tenaga listrik.
 Mengatur pelayanan beban ke Gardu Induk lain sekaligus ke Gardu
Distribusi.
 Media untuk menurunkan dan mengubah tegangan transmisi menjadi
tegangan distribusi.
 Media untuk telekomunikasi.
Dari beberapa fungsi di atas, fungsi utama dari Gardu Induk adalah untuk
mentransformasikan tegangan dari pembangkitan. Hal ini karena transmisi daya
membutuhkan tenaga yang besar, sedangkan pembangkit hanya bisa
membangkitkan listrik sekitar 6-20 kV saja.

7
2.4 Gardu Induk
Gardu induk merupakan salah satu bagian dari sistem tenaga listrik yang
berpotensi mengalami gangguan yang disebabkan oleh sambaran petir, yaitu
tegangan impuls petir, tegangan impuls hubung buka, dan tegangan impuls petir
terpotong dan arus gangguan. Tegangan impuls dan arus gangguan yang
ditimbulkan dapat merusak fungsi peralatan sistem tenaga listrik, sehingga
tegangan impuls dan arus bocor yang ditimbulkan harus dialirkan ke bumi untuk
mendapatkan batas keamanan peralatan sistem tenaga listrik dan tubuh manusia
disekitar area gardu induk.
Gardu Induk merupakan sub sistem dari sistem penyaluran (transmisi) tenaga
listrik, atau merupakan satu kesatuan dari sistem penyaluran (transmisi),
Penyaluran (transmisi) merupakan sub sistem dari sistem tenaga listrik. Berarti,
gardu induk merupakan sub-sub sistem dari sistem tenaga listrik. Sebagai sub
sistem dari sistem penyaluran (transmisi), gardu induk mempunyai peranan
penting, dalam pengoperasiannya tidak dapat dipisahkan dari sistem penyaluran
(transmisi) secara keseluruhan.
Gardu Induk sebagai salah satu komponen pada sistem penyaluran tenaga
listrik memegang peranan yang sangat penting karena merupakan penghubung
pelayanan tenaga listrik ke konsumen.
.4.1 Fungsi Gardu Induk
Fungsi gardu induk adalah:
 Menerima dan menyalurkan tenaga listrik sesuai dengan kebutuhan
pada tegangan tertentu dengan aman dan dapat diandalkan
 Penyaluran daya ke gardu induk lainnya dan gardu – gardu distribusi
melalui penyulang tegangan menengah.
 Dari tegangan ekstra tinggi ke tegangan tinggi (500 KV/150 KV).
 Dari tegangan tinggi ke tegangan yang lebih rendah (150 KV/ 70 KV).

8
 Dari tegangan tinggi ke tegangan menengah (150 KV/ 20 KV, 70
KV/20 KV).
 Dengan frequensi tetap (di Indonesia 50 Hertz).
 Untuk pengukuran, pengawasan operasi serta pengamanan dari sistem
tenaga listrik.
 Pengaturan pelayanan beban ke gardu induk-gardu induk lain melalui
tegangan tinggi dan ke gardu distribusi-gardu distribusi, setelah
melalui proses penurunan tegangan melalui penyulang-penyulang
(feeder- feeder) tegangan menengah yang ada di gardu induk.
 Untuk sarana telekomunikasi (pada umumnya untuk internal PLN),
yang kita kenal dengan istilah SCADA.

.4.2 Jenis Gardu Induk


Jenis Gardu Induk bisa dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu :
 Berdasarkan besaran tegangannya.
 Berdasarkan pemasangan peralatan
 Berdasarkan fungsinya.
 Berdasarkan isolasi yang digunakan.
 Bedasarkan sistem (busbar).

Dilihat dari jenis komponen yang digunakan, secara umum antara GITET
dengan GI mempunyai banyak kesamaan. Perbedaan mendasar adalah :

 Pada GITET transformator daya yang digunakan berupa 3 buah


tranformator daya masing – masing 1 phasa (bank tranformer) dan
dilengkapi peralatan reaktor yang berfungsi mengkompensasikan daya
rekatif jaringan.
 Sedangkan pada GI (150 KV, 70 KV) menggunakan Transformator
daya 3 phasa dan tidak ada peralatan reaktor.

Berdasarkan besaran tegangannya, terdiri dari :


 Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) 275 KV, 500 KV.

9
 Gardu Induk Tegangan Tinggi (GI) 150 KV dan 70 KV.

.4.3 Peralatan Pada Gardu Induk


 Busbar atau Rel
Merupakan titik pertemuan/hubungan antara trafo-trafo tenaga,
Saluran Udara TT, Saluran Kabel TT dan peralatan listrik lainnya untuk
menerima dan menyalurkan tenaga listrik/daya listrik. Ada beberapa jenis
konfigurasi busbar yang digunakan saat ini, antara lain:
 Sistem cincin atau ring.
Semua rel/busbar yang ada tersambung satu sama lain dan membentuk
seperti ring dan cincin.

gambar 2.1 Sistem Cincin atau ring


 Busbar Tunggal atau Single busbar
semua perlengkapan peralatan listrik dihubungkan hanya pada satu /
single busbar pada umumnya gardu dengan sistem ini adalah gardu induk
diujung atau akhir dari suatu transmisi.

Gambar 2.2 Sistem busbar tunggal atau single busbar

 Busbar Ganda atau double busbar

10
Adalah gardu induk yang mempunyai dua / double busbar . Sistem ini
sangat umum, hamper semua gardu induk menggunakan sistem ini karena
sangat efektif untuk mengurangi pemadaman beban pada saat melakukan
perubahan.

Gambar 2.3 Sistem Busbar Ganda atau double Busbar.


 Busbar satu setengah atau one half busbar
gardu induk dengan konfigurasi seperti ini mempunyai dua busbar
juga sama seperti pada busbar ganda, tapi konfigurasi busbar seperti ini
dipakai pada Gardu induk Pembangkitan dan gardu induk yang sangat
besar, karena sangat efektif dalam segi operasional dan dapat
mengurangi pemadaman beban pada saat melakukan perubahan sistem.
Sistem ini menggunakan 3 buah PMT didalam satu diagonal yang
terpasang secara seri.

Gambar 2.4 Sistem Busbar satu setengah atau one half busbar

11
 Ligthning Arrester biasa disebut dengan Arrester dan berfungsi sebagai
pengaman instalasi (peralatan listrik pada instalasi Gardu Induk) dari
gangguan tegangan lebih akibat sambaran petir (ligthning Surge)
maupun oleh surja hubung ( Switching Surge ).
4.2.4.4.4Transformator instrument atau Transformator ukur
Untuk proses pengukuran digardu induk diperlukan tranformator instrumen.
Tranformator instrument ini dibagi atas dua kelompok yaitu:
 Transformator Tegangan
Transformator tegangan adalah trafo satu fasa yang menurunkan tegangan
tinggi menjadi tegangan rendah yang dapat diukur dengan Voltmeter yang
berguna untuk indikator, relai dan alat sinkronisasi.
 Transformator arus
Digunakan untuk pengukuran arus yang besarnya ratusan amper lebih yang
mengalir pada jaringan tegangan tinggi. Jika arus yang mengalir pada tegangan
rendah dan besarnya dibawah 5 amper, maka pengukuran dapat dilakukan secara
langsung sedangkan untuk arus yang mengalir besar, maka harus dilakukan
pengukuran secara tidak langsung dengan menggunakan trafo arus (sebutan untuk
trafo pengukuran arus yang besar). Disamping itu trafo arus berfungsi juga untuk
pengukuran daya dan energi, pengukuran jarak jauh dan rele proteksi.
 Transformator Bantu (Auxilliary Transformator)
Trafo yang digunakan untuk membantu beroperasinya secara keseluruhan
gardu induk tersebut. Dan merupakan pasokan utama untuk alat-alat bantu seperti
motor-motor listrik 3 fasa yang digunakan pada motor pompa sirkulasi minyak
trafo beserta motor motor kipas pendingin. Yang paling penting adalah sebagai
pemasok utama sumber tenaga cadangan seperti sumber DC, dimana sumber DC
ini merupakan sumber utama jika terjadi gangguan dan sebagai pasokan tenaga
untuk proteksi sehingga proteksi tetap bekerja walaupun tidak ada pasokan arus
AC.
Transformator bantu sering disebut sebagai trafo pemakaian sendiri sebab
selain fungsi utama diatas, juga digunakan untuk penerangan, sumber untuk sistim
12
sirkulasi pada ruang baterai, sumber pengggerak mesin pendingin (Air
Conditioner) karena beberapa proteksi yang menggunakan elektronika/digital
diperlukan temperatur ruangan dengan temperatur antara 20ºC -28ºC.
Untuk mengopimalkan pembagian sumber tenaga dari transformator bantu adalah
pembagian beban yang masing-masing mempunyai proteksi sesuai dengan
kapasitasnya masing-masing. Juga diperlukan pembagi sumber DC untuk kesetiap
fungsi dan bay yang menggunakan sumber DC sebagai penggerak utamanya.
Untuk itu disetiap gardu induk tersedia panel distribusi AC dan DC.
 Sakelar Pemisah (PMS) atau Disconnecting Switch (DS)
Berfungsi untuk mengisolasikan peralatan listrik dari peralatan lain atau
instalasi lain yang bertegangan. PMS ini boleh dibuka atau ditutup hanya pada
rangkaian yang tidak berbeban. Mengenai Sakelar pemisah akan dibahas pada
postingan selanjutnya.
 Sakelar Pemutus Tenaga (PMT) atau Circuit Breaker (CB)
Berfungsi untuk menghubungkan dan memutuskan rangkaian pada saat
berbeban (pada kondisi arus beban normal atau pada saat terjadi arus gangguan).
Pada waktu menghubungkan atau memutus beban, akan terjadi tegangan recovery
yaitu suatu fenomena tegangan lebih dan busur api, oleh karena itu sakelar
pemutus dilengkapi dengan media peredam busur api tersebut, seperti media udara
dan gas SF6. Mengenai PMT atau CB ini sudah dibahas pada artikel sebelumnya.
 Sakelar Pentanahan
Sakelar ini untuk menghubungkan kawat konduktor dengan tanah / bumi
yang berfungsi untuk menghilangkan/mentanahkan tegangan induksi pada
konduktor pada saat akan dilakukan perawatan atau pengisolasian suatu sistem.
Sakelar Pentanahan ini dibuka dan ditutup hanya apabila sistem dalam keadaan
tidak bertegangan (PMS dan PMT sudah membuka)
 Kompensator
Kompensator didalam sistem Penyaluran tenaga Listrik disebut pula alat
pengubah fasa yang dipakai untuk mengatur jatuh tegangan pada saluran
transmisi atau transformator, dengan mengatur daya reaktif atau dapat pula
dipakai untuk menurunkan rugi daya dengan memperbaiki faktor daya. Alat

13
tersebut ada yang berputar dan ada yang stationer, yang berputar adalah
kondensator sinkron dan kondensator asinkron, sedangkan yang stationer adalah
kondensator statis atau kapasitor shunt dan reaktor shunt.
 Peralatan SCADA dan Telekomunikasi
Data yang diterima SCADA (Supervisory Control And Data Acquisition)
interface dari berbagai masukan (sensor, alat ukur, relay, dan lain lain) baik
berupa data digital dan data analog dan dirubah dalam bentuk data frekwensi
tinggi (50 kHz sampai dengan 500 kHz) yang kemudian ditransmisikan bersama
tenaga listrik tegangan tinggi. Data frekwensi tinggi yang dikirimkan tidak
bersifat kontinyu tetapi secara paket per satuan waktu. Dengan kata lain berfungsi
sebagai sarana komunikasi suara dan komunikasi data serta tele proteksi dengan
memanfaatkan penghantarnya dan bukan tegangan yang terdapat pada penghantar
tersebut. Oleh sebab itu bila penghantar tak bertegangan maka Power Line Carrier
(PLC) akan tetap berfungsi asalkan penghantar tersebut tidak terputus. Dengan
demikian diperlukan peralatan yang berfungsi memasukkan dan mengeluarkan
sinyal informasi dari energi listrik di ujung-ujung penghantar. Materi ini akan
dibahas lebih lanjut pada artikel selanjutnya.
 Rele Proteksi dan Papan Alarm (Announciator)
Rele proteksi yaitu alat yang bekerja secara otomatis untuk mengamankan
suatu peralatan listrik saat terjadi gangguan, menghindari atau mengurangi
terjadinya kerusakan peralatan akibat gangguan dan membatasi daerah yang
terganggu sekecil mungkin. Kesemua manfaat tersebut akan memberikan
pelayanan penyaluran tenaga listrik dengan mutu dan keandalan yang tinggi.
Sedangkan papan alarm atau announciator adalah sederetan nama-nama jenis
gangguan yang dilengkapi dengan lampu dan suara sirine pada saat terjadi
gangguan, sehingga memudahkan petugas untuk mengetahui rele proteksi yang
bekerja dan jenis gangguan yang terjadi.

2.5 Sistem Pembumian Gardu Induk


Menentukan sistem pembumian gardu induk yang berfungsi dengan baik dari
keseluruhan pemasangan pembumian dan mempunyai arti untuk mengalirkan arus

14
gangguan ke tanah. Itu sangat penting bahwa pembumian gardu induk memiliki
tahanan pembumian yang rendah, agar kapasitas arus terjaga dan orang terlindung
dari bahaya. Semua pagar gardu induk di konstruksi dan dipasang pembumian
grid yang bertujuan untuk menjaga masyarakat dan orang yang bekerja.

2.6 Sistem Pembumian Grid


Peralatan gardu induk sebaiknya dipasang pembumian grid dengan
penghantar yang besar berguna untuk memperkecil tahanan pembumian dan batas
tegangan diantara peralatan dan permukaan tanah pada nilai yang diijinkan
Pembumian grid merupakan salah satu sistem pembumian yang banyak digunakan
pada gardu induk karena mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan
sistem pembumian lainnya.
Beberapa keuntungan tersebut antara lain pemasangannya lebih mudah
terutama pada daerah berbatu, gradien tegangan pada sistem pembumian grid akan
lebih rata.Sistem pembumian grid dilakukan dengan cara menanamkan batang –
batang konduktor sejajar dengan permukaan tanah pada kedalaman tertentu.
Batang batang konduktor tersebut terhubung satu dengan yang lainnya, sehingga
membentuk beberapa buah mesh.. Distribusi tegangan tergantung pada jarak
elektroda paralel, makin besar jarak elektroda maka terdistribusi tegangannya
makin tidak rata dan makin dekat jarak elektroda paralel maka terdistribusi
tegangannya semakin merata.

Menurut Schwarz’s nilai tahanan sistem penegentanahan gabungan/GRID-


ROD ( R g ) dapat ditentukan dengan cara menentukan terlebih dahulu tahanan
pengentanahan Grid ( R1) tahanan penegentanahan Rod ( R2) dan tahanan
pengetanahan bersama ( Rm ¿ sebagai berikut :

15
Gambar 2.5 Pentanahan sistem Grid-Rod (sumber IEEE Std 80,2000:168)

Tahanan pengentanhan grid ( R1) menggunaan persamaan :

2 Lc K 1 × Lc
R 1=
ρ
πLc [( )
ln
a'
+
√A
−K 2
] (2.1)

Tahanan pengentanahan rod R2 menggunakan persamaan :

ρ
R 2= ¿ (2.2)
2 π n R LR

Tahanan pengentanhan bersama ( Rn ) menggunakan persamaan :

2 Lc K 1 × LC
Rm =
ρ
πLc [( )
ln
Lr
+
√A
−K 2+1
] (2.3)

Sehingga total unutuk nilai tahanan penegentanahan untuk sistem


gabungan/Grid-Rod ( R g) dapat menggunakan persamaan :

R1 R 2−Rm2
R g= (2.4)
R 1+ R 2−2 R m

Dimana :

Rg = Tahanan pengentanahan (Ω)


ρ = Tahanan jenis tanah (Ω-m)
LC = Panjang total konduktor grid (m)

A = Luas area sistem pengentanahan (m 2)


LR = Panjang total konduktor rod (m)

Lr = Panjang panjang konduktor rod (m)


nR = Jumlah konduktor batang/rod (Ω)

a' = √ a ×2 h, untuk konduktor yang ditanam pada


kedalaman h (Ω)
h = Kedalaman penanaman konduktor (m)

16
a = Diameter konduktor pengentanhan grid (m)
b = Diameter konduktor pengentanhan rod (m)
K 1 dan K 2 = Koefisien yang tergantung dari perbanding panjan dan
lebar
.6.1 Tahanan Pembumian
Pembumian yang ideal harus memberikan nilai tahanan pembumian
mendekati nol atau ≤ 1 ohm untuk gardu induk bertegangan tinggi (ANSI/IEEE
Std 80 – 2000). Sebagai perkiraan pertama, sebuah nilai minimum dari tahanan
pembumian gardu induk pada tanah yang seragam (uniform) untuk lapisan
pertama (permukaan tanah) saja dapat dihitung dengan persamaan :

ρ π
R g=
4 √ A
(2.5)

Dimana :

R g= Tahanan pembumian gardu induk (Ohm)

A = Luas area pentanahan grid (m2)


ρ = Tahanan jenis tanah (Ohm-m)
Kemudian, pada lapisan kedua dengan adanya gabungan antara grid dan
batang rod untuk tanah yang seragam, jumlah konduktor grid dan konduktor
batang rod yang ditanam pada kedalaman tertentu sehingga diperoleh persamaan
seperti dibawah ini menurut Laurent, P. G., 1951 dan Nieman, J, 1952:

ρ π ρ
R g=
4 √ +
A LT
(2.6)

Dimana :

LT = total dari panjang konduktor yang tertanam(m)


Menurut Sverak , selanjutnya dari persamaan 2 dimasukkan nilai pada
efek kedalaman grid.

1 1 1
R g=ρ
[ +
LT √ 20 A
1+ (
1+h √20/ A )] (2.7)

17
Dimana :

h = kedalaman penanaman konduktor (m).

Menurut Schwarz Kaitan yang dapat diikuti pada persamaan dalam


menentukan tahanan total pembumian yang tanahnya homogen yang terdiri dari
grid horizontal dan penghantar rod vertikal. Persamaan schwarz dapat dilanjutkan
untuk mengetahui tahanan kawat penghantar pembumian disebut R1, pada
tahanan pembumian grid keseluruhan disebut R2, Rm merupakan tahanan diantara
kumpulan penghantar grid dan kumpulan pembumian rod – rod sedangkan Rg
merupakan tahanan pembumian dapat dilihat pada persamaan 4

R1 × R2−R m 2

R g= (2.8)
R 1 × R 2−2 × Rm

Tahanan penghantar pembumian grid dapat dilihat pada persamaan 4

2 Lc k 1 × Lc
R 1=
ρ
π Lc[( )
ln
a'
+
√A
−K 2
] (2.9)

Dimana :

ρ = Tahanan jenis tanah dalam satuan (Ω.m)


Lc = Total panjang penghantar keseluruhan grid yang terhubung
dalam satuan (m)
a ' =√ A × 2h umtuk kedalaman penghantar dalam satuan m atau a '
adalah penghantar di permukaan tanah dalam satuan (m)
A = area bagian penghantar dalam m 2

k 1 , k 2 = koefisien

Untuk mencari nilai tahanan rod pembumian dapat dilihat persamaan 2.10

4 LR 2k × L R
R 2=
ρ
[( )
2 π n R LR
ln
b
−1+ 1
√A
( √ n R −1 )
2
] (2.10)

18
Dimana :

LR = panjang setiap rod dalam satuan (m)


2b = diameter rod dalam satuan (m)
n R = area A letak penamaan rod

Mutu tahanan pembumian antara R1 dan R2 yaitu Rm dan dapat di tuliskan


pada persamaan 2.11

ρa 2 Lc k 1 × L c
Rm =
π Lc[( )
ln
a'
+
√A
−K 2+1
] (2.11)

.7 Tahanan Jenis Tanah


Faktor keseimbangan antara tahanan pembumian dan kapasitansi disekeliling
adalah tahanan jenis tanah yang direpresentasikan dengan ρ. Harga tahanan jenis
tanah pada daerah kedalaman yang terbatas tidaklah sama. Beberapa faktor yang
mempengaruhi tahanan jenis tanah yaitu:
 Keadaan struktur tanah antara lain ialah struktur geologinya, seperti tanah
liat, tanah rawa, tanah berbatu, tanah berpasir, tanah gambut dan sebagainya.
 Unsur kimia yang terkandung dalam tanah, seperti garam, logam dan
mineral – mineral lainnya.
 Kelembaban tanah seperti basah atau kering
 Temperatur tanah dan jenis tanah.
Besar tahanan pembumian pada sistem pembumian ditentukan oleh tahanan
jenis tanah. Jadi pada suatu perencanaan sistem pembumian, harus dilakukan
terlebih dahulu pengukuran tahanan jenis tanah di tempat tersebut. Berdasarkan
harga tahanan jenis tanah tersebut, maka selanjutnya dibuat perencanaan sistem
pembumiannya.

.8 Bahaya – Bahaya Yang Timbul Pada Gardu Induk Pada Keadaan


Gangguan Tanah
Secara umum kita tinjau bahaya – bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh
tegangan atau arus listrik terhadap manusia mulai dari yang ringan sampai

19
paling yang berat yaitu pingsan atau mati.Ringan atau berat bahaya yang
timbul, tergantung dari faktor – faktor dibawah ini sebagai berikut:

 Tegangan dan kondisi orang terhadap tegangan tersebut.


 Besarnya arus yang melewati tubuh manusia.
 Jenis arus, searah atau bolak – balik.
Pada sistem tegangan tinggi sering terjadi kecelakaan terhadap manusia,
dalam hal terjadi tegangan kontak langsung atau dalam hal manusia berada
didalam suatu daerah yang mempunyai gradien tegangan yang tinggi. Sebenarnya
yang menyebabkan bahaya tersebut adalah besarnya arus yang mengalir dalam
tubuh manusia.
Arus gangguan ini akan mengalir melalui bagian – bagian peralatan yang
terbuat dari logam dan juga mengalir dalam tanah disekitar gardu induk. Arus
gangguan tersebut dapat menimbulkan gradien tegangan diantara peralatan,
peralatan
dengan tanah dan juga gradien tegangan pada permukaan tanah itu sendiri.
Untuk menganalisa lebih lanjut akan ditinjau beberapa kemungkinan terjadinya
tegangan dan kondisi orang yang sedang berada di dalam dan sekitar gardu induk
tersebut.
Untuk menganalisa keadaan ini maka diambil beberapa pendekatan sesuai
dengan kondisi orang yang sedang berada didalam atau sekitar gardu induk
tersebut pada saat terjadi kesalahan ke tanah. Pada hakekatnya tegangan selama
mengalirnya arus gangguan tanah dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Tegangan sentuh
b. Tegangan langkah

.8.1 Tegangan Sentuh


Tegangan sentuh adalah tegangan yang terdapat diantara suatu obyek
yang disentuh dan suatu titik berjarak 1 meter, dengan asumsi bahwa objek
yang disentuh dihubungkan dengan kisi-kisi pembumian yang berada di
bawahnya, seperti yang terlihat pada Gambar 1 menurut IEEE 80 - 2000.

20
Gambar 2.6 Tegangan Sentuh

Manusi dengan berat badan 50 dan 70 kg yang berada diantara satu objek
dapat dihitung tegangan sentuh pada persamaan 8 dan 9 dibawah ini.

0,157
Et 70=( 1000+1.5Cs . ρs ) (2.12)
√t
0,116
Et 50=( 1000+1.5Cs . ρs ) (2.13)
√t
Dimana :
Et 50 = tegangan sentuh untuk berat badan manusia 50 kg
Et 70 = tegangan sentuh untuk berat badan manusia 70 kg
Cs = faktor reduksi nilai resistivitas permukaan tanah

ρs = tahanan jenis permukaan material (lapisan batu koral),Ohm-m


t = waktu gangguan tanah (waktu kejut) ,detik
Apabila tidak ada pengaman yang digunakan pada lapisan permukaan
dimana Cs = 1 dan ρs =ρ

Cs dapat dianggap sebagai faktor koreksi untuk menghitung efektif kaki


perlawanan di hadapan dengan ketebalan hingga permukaan material. Nilai Cs
dapat digunakan 5 % dari nilai analisa metode menurut (Thapar, Gerez, and
Kejriwal). Faktor reduksi dari nilai resistivitas permukaan tanah diformulasikan

21
ρ

C s=1−
( ( ))
0,09 1−
ρs (2.14)
2hs +0,09

Dimana :
hs = ketebalan lapisan batu koral ( m)
ρ = tahanan jenis tanah (Ohm-m)
ρs = Tahanan jenis permukaan material lapisan batu koral (ohm-m)

Tabel 2. Tegangan sentuh yang diizinkan dan lama gangguan


berdasarkan IEEE Std 80 – 2000.

Lama
Gangguan (t) Tegangan Sentuh Yang Diizinkan (Volt)
NO (detik)

1 0,1 1980

2 0,2 1400

3 0,3 1140

4 0,4 990

5 0,5 890

6 1 626

7 2 443

8 3 362

22
Untuk pembumian grid dengan model bujur sangkar maupun empat persegi
panjang (rectangular grid) menurut IEEE Std 80-2000 mempunyai batasan :

1. Jumlah konduktor parallel dalam satu sisi kurang dari 25(n<25),


2. 0,25<h<2.5 dengan h adalah kedalaman penanaman konduktor (m),
3. d<25 m, dadalah diameter penghantar (m)
4. D>2.5 m, D adalah jarak antar konduktor parallel (m).

.8.2 Tegangan Langkah

Tegangan langkah adalah yang timbul diantara dua kaki orang yang
sedang berdiri di atas tanah yang sedang dialiri oleh arus kesalahan ketanah
.manusia dengan berat badan 50 dasn 70 kg dapat dihitung trgsngsn lsngks pada
persamaan 11 dan 12 dibaawah ini.

Ganbar 2.7 Sistem Grid Jarak Jauh

23
0,116
E s 50=( 1000+ 6 Cs . ρs ) (2.15)
√t
0,157
E s 70=( 1000+ 6 Cs . ρs ) (2.16)
√t
Tegangan langkah maksimum diperkirakan terjadi lebih dari jarak 1 m,
mulai dan memperluas luar konduktor permeter pad sudut yang membagi dua
sudut yang paling ekstrim dari grid. Untuk kedalaman biasa dari 0,25 m<h<2,5m (
sverak[B132]), Ks adalah

1 1 1 1
Ks= ( + + [1−0.5n−2 ]
π 2× h D+h D ) (2.17)

Dimana :
Ks = faktor geometrik tegangan langkah
h = kedalaman grid (m)
suatu usaha dilakukan untuk memperluas persamaan ini untuk termasuk
penggunaan batang tanah. Jika Lc merupakan pajang konduktor grid total dan LR
merupak total panjang dari semua batang kecil tanah , maka untuk grid dengan
batang atau tanpa batang tanah.

Dimana:

ρ × K s × K i × IG
E S=
0,75 LC +0,85 LR
(2.18)

Dimana :
E S 50 = tegangan langkah untuk berat badan manusi untuk 50 kg

E S 70 = tegangan langkah untuk berat badan manusia 70 kg

Tabel 3 Tegangan langkah yang di izinkan dan lama gangguan berdasarkan IEEE

Std 80-2000.

24
Tegangan Langkah yang
No
Lama Gangguan (t) (detik) Diijinkan (Volt)

0,1 7000
1
0,2 4950
2
0,3 4040
3
0,4 3500
4
0,5 3140
5
1 2216
6
2 1560
7
3 1280
8

.8.3 Tegangan Sentuh Logam Dengan Logam


Perbedaan teganagan antara logam atau bagian struktur GI yang mungkin
disentuh langsung oleh tangan ke tangan atau kontak tangan dengan kaki seperti
yang terlihat pada gambar 2.7

Batas-batas tegangan sentuh ogam dengan logam berasal dari perrsamaan


tegangan sentuh. Persamaan 8 dan 9 hubungan logam dengan logam , kedua
tangan dengan tangan , tangan dengan kaki , akan menghasilkan ρ s = 0

Dengan subsitusi ρ s = 0 , tahanan kaki menurut persamaan 8 dan sembilan ,


dengan batas tegangan sentuh antara logam dengan logam di dapat persamaan
menjadi :

 Untuk berat badan 50 Kg


116
Emm-sentuh 50 Kg =
√t s
 Untuk berat badan 70 Kg
157
Emm- sentuh 70 Kg
√ts
Dimana Emm adalah tegangan sentuh logam dengan logam .

25
.8.4 Tegangan Mesh
Tegangan mesh merupakan salah satu bentuk tegangan sentuh. Tegangan
mesh didefenisikan sebagai tegangan peralatan yang dibumikan terhadap tengah-
tengah daerah yang di bentuk konduktor kisi-kisi selama gangguan tanah.
Teganagan mesh ini menyatakan tegangan tertinggi yang mungkin timbul sebagai
tegangan sentuh yang dapat dijumpai dalam sistem pembumian GI.

Nilai tegangan mesh tergantung faktor geometrik , Km ;faktor koreksi Ki,


tahanan pada ρ dan rata-rata arus per unit dengan panjang sistem pembumian
penghantar (IG/LM) dapat dilihat pada persamaan 17

ρ× K m × K i × I G
Em =
Lm
(2.18)

Dimana :
Ki = faktor koreksi tegangan mesh untuk nilai pertambahan arus
pada grid,
Km = faktor geometrik tegangan mesh ,

ρ × Km × Ki × IG
Em =
LR
(
L c + 1.55+1.22
[ √ ])
L2R + LY2
LR

(2.19)

Faktor geometrik Km dapat ditulisakan pada persamaan 19.

( D+2 h )2
Km=
1

ln
[ D2
( + −
h K
)
+ ii × ln
16× h ×d 8× D× d 4 × d K h
8
(
π ( 2 × N −1 ) )]
(2.20)

Untuk grid-grid dengan parameter pembumian rod atau grid-grid dalam


sudut rod pembumian, sebagai parameter dan bagian luar area grid

Kii = 1dengan pembumian rod = 1.

26
Untuk grid-grid tanpa pembumian rod-rod atau grid-grid dengan beberapa
rod-rod tidak dipasang pada sudut dituliskan pada persamaan 20

1
K ii = 2 (2.21)
( 2× n ) n

Untuk grid acuan dapat dituliskan pada persamaan 21 dibawah ini

1
K h=
h (2.22)
√ 1+
ho

Ho = 1 m( referensi kedalaman jaring-jaring)

Menurut Thapar , Gerez , Balakrishnan penggunaan 4 grid dapat efektif


pada penghantar grid yang di parallel dengan sebutan n.dapat dibentuk menjadi
bujur sangkar maupun 4 persegi panjang (rectangular grid ) atau penomoran yang
tidak beraturan grid-grid pada penghantar parallel yang eqivalen dengan bujur
sangkar grid dituliskan pada persamaan 22.

n=na ×n b × nc × nd (2.23)

Dimana :

2× L c
n a=
Lp

Lp
n b=
√ 4
√A

0.7× A
L × Ly
n c= x
A [ ] Lx × Ly
(2.24)

Dm
n d= 2y (2.25)
2x +¿ L
√L ¿

Dimana :

27
A = Area grid dalam (m²)

Lx = Panjang maksimum dari arah grid x satuan (m)

Ly = Panjang maksimum dari arah grid y satuan (m)

Dm = Jarak maksimum antara 2 grid satuan (m)

.8.5 Kenaikan Tegangan Tanah

Kenaiakan tegangan tanah adalah maksimun tegangan listrik pada


pembumian gardu induk grid yang mungkin ada relatif terhadap jarak nilai
pembumian diasumsikan seperti tegangan pada pembumian.

GPR = I g x R g(2.26)

Dimana :

Ig = Arus rms grid simetris (A)

Rg = Tahanan pembumian grid (Ω)

.8.6 Arus Grid Maksimum

Arus grid maksimum adalah arus terbesar yang mengalir pada rangkaian
pembumian grid saat terjadi gangguan fasa ke tanah.

Ig = Sf x I f
(2.27)

dengan

Ig
Sf =
3 x 10

Arus grid maksimum juga dipengaruhi oleh faktor decrement (Df),


lamanya waktu gangguan (t f ) sehingga nilai perencanaan dari arus gangguan
maksimum didefinisikan :

IG = D f x Ig (2.28)

28
Ig = Sf x I f (2.29)

IG = Df x Sf x 3 x I 0

Dimana :

IG = Arus grid maksimum (A)

DF = Decrement factor, nilainya ditentukan berdasarkan waktu


gangguan

= 1 (untuk waktu gangguan 0.5 detik)

Cp = Arus grid simetris (A)

If = Nilai rms dari arus arus gangguan tanah (A)

= 0.7 (untuk gardu induk yang berkawat tanah)

Io = arus gangguan urutan nol (A)

.8.7 Arus Gangguan Simentri Ditanahkan

Arus gangguan simetris If = 3 Io gunanya kita akan dapat menggunakan


jenis kawat yang akan digunakan pada pembumian grid.

E
Io =
3 x Rf + ( R 1+ R 2+ R 0 ) + j( X 1+ X 2+ X 0)

untuk gangguan 115 kV di Bus maka dipakai rumus :

3 E √3
3Io =
3 x Rf + ( R 1+ R 2+ R 0 ) + j( X 1+ X 2+ X 0)

Untuk ukuran kawat yang mampu menahan besarnya titik lebur sehingga
direncanakan menggunakan kawat tembaga yang solid, maka dipakai persamaan.

Akcmil = I KA x K f x √ t c (2.30)

d2
A = 3,14 x (2.31)
4

29
Dimana :

t c = Waktu arus dalam (s)

K f = Konstanta bahan

I KA = Arus gangguan

A = Ukuran kawat penghantar

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metodelogi Penelitian Skripsi

30
Pada bab ini terlebih dahulu penulis meneliti untuk mendapatkan bahan data
skripsi ini. Diawali dengan studi pustaka, melakukan observasi ke gardu induk
indarung padang, untuk mendapatkan bahan dalam penelitian skripsi ini. Penulis
juga melakukan diskusi dengan pembimbing lapangan kerja serta dengan dosen
pembimbing saat proses skripsi ini berlangsung. Adapun metode penelitian yang
digunakan penulis dalam penelitian ini, diantaranya sebagai berikut :
 Studi Pustaka
Mengkaji beberapa teori yang berhubungan langsung dalam penelitian skripsi
ini, serta mengkaji teori-teori yang mendukung dalam penyelesaian masalah
dalam penelitian skripsi ini. Adapun beberapa teori itu didapat dari sumber bacaan
seperti jurnal ilmiah, buku cetak, ebook dan beberapa penelitian terdahulu.
 Observasi
Pengumpulan data untuk penelitian skripsi ini secara langsung didapat dari
tempat objek penelitian skripsi ini, dengan cara menanyakan langsung ke pegawai
setempat yang ahli dibidangnya. Data-data yang menjadi bahan penelitian ini
didapat dari gardu induk indarung padang.
 Diskusi
Berdiskusi langsung dengan dosen pembimbing skripsi dan pegawai di gardu
induk indarung padang yang ahli dibidangnya serta berkompeten di bidang
proteksi dan setting relay diferensial pada trafo tenaga.

.2 Alat dan Bahan


.2.1 Alat

Alat yang digunakan untuk melakukan penelitian sistem pentanahan di


gardu induk indarung padang antara lain :
1. Laptop
2. Microsoft Offfice
.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian sistem pentanahan gardu induk


Indarung antara lain :
1. Data kinerja sistem pentanahan gardu induk Indarung padang.

31
2. Data komponen-komponen sistem pentanahan gardu induk yang terpasang di
gardu Indarung padang.
3. Data kontruksi sistem pentanahan gardu induk Indarung padang

.3 Metode Pengumpulan Data


Dalam metode penelitian ini penulis menjelaskan tentang alur penelitian yang
digunakan dalam penulisan tugas akhir ini. Dengan menggunakan metode
penelitian suatu masalah lebih tertata sesui alur dan memudahkan dalam
memcahkan suatu masalah. Pada penelitian tugas akhir in di jelaskan
menggunakan Flow Chart, sehingga alur penelitian pada tugas akhir ini adalah
sebagai berikut :

3.2.1 Studi Kasus


Studi kasus merupakan strategi penelitian di mana di dalamnya peneliti
menyelidiki secara cermat dan peneliti menumpulkan informasi secara lengkap
dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data berdasarkan waktu
yang telah ditentukan ( John Caswell 2009).Studi kasus dalam tugas akhir yang
digunakan dalam penelitian ini atara lain :
a. Studi literatur
Dalam penelitian ini penulis mengkaji teori- teori yang mendukung dalam
pemecahan masalah yang diteliti baik dari jurnal ilmiah, hasil penelitian
sebelumnya untuk mendukung penelitian dan mendapatkan data – data yang
diinginkan.
b. Studi Diskusi
Dalam penelitian ini penulis melakukan konsultasi kepada dosen pembimbing
Teknik Elektro, Universitas Ekasakti Padang dan pihak pihak lain untuk
membantu terlaksanakannya penelitian ini.

c. Studi Observasi
Dalam hal ini peniliti pengumpulkan data- data penelitian yang ada di
lapangan untuk mendapatkan data- data yang diperlukan dalam penelitian ini.

32
Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian

.4 Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan dengan cara studi literatur yaitu dengan
mencari data dengan mencari referensi yang relefan dengan kasus atau
permasalahan yang ditemukan. Referensi tersebut berisikan tentang
pengambilan data penelitian yang ada di gardu induk, pengambilan data ini
sebagai referensi dan melihat secara nyata yang dilakukan oleh pihak gardu
induk saat pemeliharaan pada sisitem pentanahan gardu induk. Setelah
melakukan pengujian secara langsung pada peralatan gardu induk pada saat
pemeliharaan oleh pihak gardu induk.Penkajian langsung dapat dijadukan acuan
sebagai dasar untuk bahan analisa yang akurat.
Metode pengambilan data pada penelitian ini menggunaka beberapa teknik
33
yang mengabungkan data yang diambil pada objek penelitian untuk memperoleh
data yang tepat dan valid dalam kata lain memiliki tingkat eror yang lebih kecil.
Beberapa teknik yang dipakai dalam pengumpulan data dalam penelitian ini :
a. Metode Wawancara
Metode wawancara digunakan penulis untuk menunjang pengambilkan data
dengan melakukan beberapa pertanyaan kepada staf atau petugas di gardu induk
indarung Penulis menggunakan penelitian ini untuk memperoleh data mengenai
upaya yang dilakukan untuk mengurangi gangguan yang terjadi pada sistem
proteksitrafo yang ada di Gardu Induk.
b. Metode Dokumentasi
Metode ini digunakan penulis untuk memperoleh data secara nyata tentang
bagaimana kontruksi pemasangan sistem pentanahan di Gardu Induk indarung
padang.

Dengan kedua metode tersebut peneliti mendapatkan hasil yang jelas dan
nyata terhadap kondisi serta keadaan nyata sistem pentanahan di gardu induk.
Setelah melakukan pengujian secara langsung pada peralatan gardu induk pada
saat pemeliharaan oleh pihak gardu induk. Penkajian langsung dapat dijadukan
acuan sebagai dasar untuk bahan analisa yang akurat.

.5 Metode Analisi Data


Data telah diperoleh dari pengambilan data di gardu induk indarung padang,
dianalisis dengan menggunakan teknik deskriptif pesentase. Teknik ini adalah
untuk mendeskripsikan atau memberi hasil dari hasil penelitian yang bersifat
kuantitatif dari hasil penelitian yang diperoleh.
Beberapa langkah yang digunakan antara lain :
1. Metode wawancara
Penulis mengambil data selain data yang sudah ada di gardu induk indarung
padang penulis juga menggunaka metode wawancara dengan memberi beberapa
pertanyaan kepada staf atau petugas di gardu induk indarung padang.
2. Metode dokumentsi
Penulis mengambil data secara nyata dengan mengabadikan moment yang

34
terjadi sebenarnya yang terjadi di lapangan.

.5.1 Pengolahan Data menggunakan Microsoft Word 2010


Software ini merupakan aplikasi untuk pengolahan data yang telah di
analisis dan untuk membuat dokumen dengan mudah. Dengan sofware ini
memudahkan dalam mengolah data-data yang telah diperoleh dilapangan maupun
data dari jurnal.
Data yang di peroleh dari gardu induk indarung padang, berupa data mentah
yang akan di anakn diolah dengan software microsoft word untuk dapat dianalisis
oleh penulis. Data- data tersebut diolah berupa grafik dan presentase gangguan
yang terjadi di gardu induk indarung padang dalam beberapa tahun terakhir.

3.5.1 Hasil Analisis


Hasil penelitian diperoleh setelah melakukan analisa data yang telah
diperoleh setelah menganalisis sistem kerja pentanahan . Jika hasil tersebut tidak
memenuhi standart yang di tetapkan oleh pada gardu induk maka melakukan
pengecekan ulang parameter-parameter yang ada di gardu induk apakah ada
kesalahan dalam melakukan pengujian atau pada peralatan sistem pentanahan
gardu induk yang tidak sesuai standar kelayakan.

DAFTAR PUSTAKA

35
David Hidayat, “Analisis sistem pentanahan peralatan pada gardu induk 150 kv
mariana”, No. 3, 2020.
Harun, Nasrul. (2015). Sistem Penangkal Petir WareHouse Indarung VI PT.
Semen Padang. Jurnal Teknik Elektro ITP. Vol. 4. No. 2. Hal. 50 – 55.
Ivanky, gilang rahmad, and soewono, soetjipto, “ Evaluasi pentanahan gardu
induk plumpang terhadap tegangan langkah akibat sambaran petir”, Vol 2, 2019.
Karuna, Hangga, “Evaluasi keamanan pada Sistem Pertanahan gardu induk 150
KV jajar”, vol 2,2014.
Octaviantojaoga, Geraldy and-, Umar,S.T.,M.T, “Evaluasi keamanan pada sistem
pentanahan Gardu Induk 150 KV Manisrejo Kota Madiu”,vol 2, 2020.
Pranoto, Agus, dkk. (2018). Analisa Sistem Pertanahan Gardu Induk teling
Dengan Konstruksi Grid (Kisi-kisi). Jurnal Teknik Elektro dan Komputer. Vol. 7.
No. 3. Hal. 189- 198.
Rauf, Rosnita. (2014). Studi Pemanfaatan Listrik Untuk Menaikan Tahanan
Pentanahan Kaki Manusia Pada Area Gardu Induk PT Semen Padang. Jurnal
Teknik Elektro. Vol. 3. No. 2. Hal. 85-94.
Riyanto, Agus, dkk. (2019). Analisis Sistem Pertanahan Jaringan Gardu Induk
150 KV PT Bekasi Power Cikarang. Ejournal Kajian Teknik Elektro. Vol. 4. No.
1. Hal. 57- 70. EISSN: 2502-8464.
Syofian, Andi. (2013). Sistem Pentanahan Grid pada Gardu Induk PLTU Teluk
Sirih. Jurnal Momentum. Vol. 14. No. 1. Hal. 36-45. ISSN: 1693-752X.

36

Anda mungkin juga menyukai