Anda di halaman 1dari 20

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Didalam penyaluran energi listrik pada jaringan transmisi dan distribusi tidak lepas dari adanya gangguan yang dapat mengganggu proses penyaluran energi listrik, baik itu gangguan dari dalam atau gangguan dari luar. Untuk itu diperlukan alat-alat proteksi untuk memproteksinya. Salah satu gangguan dari luar yang menyebabkan kegagalan pada peralatan di jaringan transimisi yaitu sambaran petir. Peralatan yang biasa digunakan untuk memproteksi gangguan akibat sambaran petir di sebut Lightning Arrester yang dipasang pada gardu-gardu induk dan juga dijaringan-jaringan transmisi. Yang berfungsi untuk melindungi peralatanperalatan di gardu induk dan jaringan-jaringan transmisi dari tegangan surja (baik surja hubung maupun surja petir) dan pengaruh follow current. Pada Sistem Minahasa terdapat beberapa daerah yang sering mengalami sambaran petir, salah satunya daerah antara Gardu Induk Tomohon dan Gardu induk Teling. GI teling merupakan salah satu gardu induk di sistem minahasa dengan sistem tegangan 70 kV, sedangkan GI Tomohon merupakan gardu induk yang memiliki 2 sistem tegangan yaitu sistem tegangan 70 kV dan 150 kV serta berfungsi sebagai penghubung 2 sistem tegangan pada sistem minahasa karena mempunyai trafo IBT. Akibat sambaran petir pada daerah ini mengakibatkan Lightning Arresternya tidak bekerja dan membuat seluruh sistem minahasa menjadi collapse/Black Out. Oleh karena itu, saya mengajukan judul tugas akhir Analisa Rating Lightning Arrester di Jaringan Transmisi 70kV Tomohon Teling.

1.2 Perumusan Masalah Masalah-masalah yang dirumuskan adalah sebagai berikut: 1. Bagaiman potensi sambaran petir pada jaringan-jaringan tenaga listrik di sistem minahasa. 2. Penentuan jenis dan rating yang tepat dari lightning arrester. 1

3. Pengaruh gangguan tegangan lebih

1.3 Pembatasan Masalah 1. Lightning Arrester yang di gunakan khusus yang terletak dijaringan transmisi. 2. Untuk daerah lingkup penelitian pada jaringan transmisi 70 kV tomohon teling. 3. 4. Gangguan tegangan lebih dibatasi hanya untuk surja petir. Untuk penentuan rating dari Lightning Arrester berdasarkan sistem yang ditanahkan langsung.

1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penulisan adalah dapat menganalisa rating yang tepat dari Lightning Arrester yang dipasang dijaringan transmisi Tomohon - Teling supaya dapat memproteksi lebih baik akibat dari sambaran petir.

1.5 Manfaat Penelitian 1. Menambah ilmu pengetahuan bagaimana mekanisme terjadi petir. 2. Menambah ilmu pengetahuan dalam bidang teknik tenaga listrik tentang tegangan lebih pada jaringan akibat pengaruh surja petir dan surja hubung. 3. Menambah referensi dibidang elektroteknik yang berhubungan dengan analisa dan perhitungan rating dari lightning arrester.

I. 6. Metodologi Penelitian 1 Melakukan studi literatur melalui pengumpulan literatur-literatur yang berhubungan dengan penulisan tugas akhir ini. 2 3 Melakukan observasi dilapangan, dengan melihat permasalahan yang ada. Diskusi dengan dosen pembimbing, dosen-dosen lain, teman-teman mahasiswa mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan penulisan. 4 5 Melakukan pengumpulan data Melakukan pengolahan data yang diperoleh sehubungan dengan pembahasan. 2

Melakukan penulisan berdasarkan data dan pengolahan data serta analisa data.

I.7. Sistematika Penulisan Tugas Akhir Bab I : Pendahuluan. Berisi latar belakang, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan, metode penulisan laporan dan sistematika penulisan. Bab II : Landasan teori berisi teori pendukung tugas akhir

Bab III : Metodologi penelitian Bab IV : Pembahasan. Berisi pembahasan dari data-data yang dikumpulkan di lapangan, Bab V : Penutup. Berisi kesimpulan dan saran dari laporan.

BAB II LANDASAN TEORI


Gangguan yang terjadi pada sistem tenaga listrik sangat beragam besaran dan jenisnya. Gangguan dalam sistem tenaga listrik adalah keadaan tidak normal dimana keadaan ini dapat mengakibatkan terganggunya kontinuitas pelayanan tenaga listrik. Secara umum klasifikasi gangguan pada sistem tenaga listrik disebabkan oleh gangguan dari dalam dan dari luar. Dimana gangguan yang berasal dari dalam merupakan gangguan yang berasal dari dalam sistem itu sendiri, contohnya kerusakan material peralatan akibat proses penuaan, sedangkan gangguan yang berasal dari luar merupakan gangguan dari luar sistem tersebut seperti sambaran petir. Untuk gangguan akibat sambaran petir akan mengakibatkan tegangan lebih pada jaringan. 2.1 Tegangan Lebih Dalam pengoperasian sistem tenaga listrik perlu perhatian khusus pada sistem proteksi terhadap tegangan lebih. Tegangan lebih adalah tegangan yang hanya dapat ditahan untuk waktu yang terbatas. Tegangan lebih berdasarkan sumbernya menurut IEC, ditimbulkan oleh : a. Tegangan lebih petir (lightning over voltage) pada peralatan listrik baik sambaran langsung, tidak langsung, maupun secara induksi. b. Tegangan lebih surja hubung (switching over voltage) baik akibat operasi penutupan maupun operasi pembukaan saklar. c. Tegangan lebih sementara (temporary over voltage) disebabkan gangguan disistem Untuk bentuk gelombang dari tegangan lebih akibat surja petir dan surja hubung merupakan tegangan yang naik dalam waktu singkat sekali disusul dengan penurunan yang lebih lambat, namun yang membedakan antara surja hubung dan surja petir adalah waktu kenaikan tegangan. Dimana pada surja petir lebih cepat sekitar 12/50 s sedangkan surja hubung sekitar 50/500 s Dapat dilihat pada grafik di gambar 2.1

Gambar 2.1 Bentuk gelombang surja petir dan hubung. t1 = muka gelombang, t2 = ekor gelombang

2.2 Mekanisme Terjadinya Petir Petir merupakan proses alam yang terjadi diatmosfir pada waktu hujan. Muatan akan terkonsentrasi didalam awan atau bagian dari awan dan muatan yang berlawanan akan timbul pada permukaan tanah bawahnya. Jika muatan bertambah, beda potensial antara awan dan tanah akan naik, maka kuat medan diudara pun akan naik. Jika kuat medan ini melebihi kuat medan di antara awan-awan tersebut maka akan terjadi pelepasan muatan

Gambar 2.2 Pelepasan Muatan


(Sumber : Dr.Ir. R Zoro Proteksi Terhadap Tegangan Lebih Pada Sistem Tenaga Listrik, 1987)

Kuat medan yang diperlukan untuk memulai aliran(streamer) adalah EB = 1040 kV/m, pada awan yang mempunyai ketinggian 1 - 2 km di atas tanah dapat menghasilkan tegangan 100 MV.

Gambar 2.3 Mekanisme terjadinya petir


(Sumber : Dr.Ir. R Zoro Proteksi Terhadap Tegangan Lebih Pada Sistem Tenaga Listrik, 1987)

2.3 Penangkapan Petir di Saluran Transmisi Suatu saluran transmisi di atas tanah dapat dikatakan membentuk bayangbayang listrik pada tanah yang berada di bawah saluran transmisi itu. Lebar bayangbayang listrik untuk suatu saluran transmisi telah ditentukan oleh Whitehead, yaitu:

W b 4h 1,09 meter ............................................... (2.1)


Dimana, b = jarak pemisah antara kedua kawat tanah,meter (bila kawat tanah hanya satu, b=0) h = tinggi rata-rata kawat tanah diatas tanah, meter

Gambar 2.4 Lebar jalur perisaian terhadap sambaran kilat


(Sumber : T.S Hutahuruk Gelombang berjalan dan Proteksi Surja, 1991)

Jadi, untuk luas bayang-bayang untuk 100 km panjang saluran transmisi,

A 100 (km) b 4h 1,09 10 -3 (km) ............................ (2.2)


atau,

A 0,1 b 4h 1,09 km 2 per 100 km saluran

.................. (2.3)

2.4 Jumlah Sambaran Petir ke Bumi Dalam perencanaan pengaman terhadap sambaran petir, angka kepadatannya harus ditinjau dulu, untuk menentukan mutu pengaman yang akan dipasang. Hal tersebut dapat diketahui dengan mempergunakan peta hari guruh pertahun (Iso Keraunic Level). Kemudian cari harga korelasinya dengan kepadatan petir ditanah. Semakin besar harga kepadatan sambaran petir pada suatu daerah, maka kegagalan perlindungan dari saluran transmisi atau gardu induk semakin besar. Banyak para penyelidik memberikan perhatian dengan memberikan rumus-rumus tersendiri. Untuk indonesia digunakan rumus sebagai berikut:

N 0,15 IKL
Dimana, N IKL

................................................ (2.4)

= Jumlah sambaran per km2 per tahun = Jumlah hari guruh per tahun 7

Untuk jumlah sambaran pada saluran transmisi sepanjang 100 km adalah,

NL N A
Atau

................................................... (2.5)

N L 0,015 IKL b 4h 1,09 sambaran per 100 km per tahun

...... (2.6)

2.5 Tegangan Lebih Oleh Surja Petir Bahaya tegangan lebih yang dapat terjadi pada power sistem (hantaran udara, menara,gardu induk) dapat berupa sambaran langsung dan tidak langsung. 2.5.1 Sambaran langsung pada kawat fasa Sambaran langsung ke kawat fasa dapat menyebabkan timbulnya tegangan lebih pada fasa lainnya sebagai akibat adanya kopling magnetis dari sistem. Tegangan ini juga dapat menyebabkan flash over pada isolator udara.

VL ZL

IS 2

..................................................... (2.7)

Dimana : VL = Tegangan lebih pada fasa IS = Arus petir ZL = Impedansi kawat fasa Muatan yang dilepas oleh petir pada kawat akan mengalir kedua arah dalam bentuk gelombang berjalan.

Gambar 2.5 Pelepasan muatan oleh petir pada kawat fasa


(Sumber : Dr.Ir. R Zoro Proteksi Terhadap Tegangan Lebih Pada Sistem Tenaga Listrik, 1987)

2.5.2 Sambaran langsung pada menara Sambaran langsung pada menara akan menyebabkan terjadinya kenaikan tegangan, jika tegangan terpaan petir melebihi tegangan tembus isolator (flash over) yang dapat menyebabkan terjadinya Back Flash Over.

VG

2 VL ........................................................(2.8) 3
di VG ...........................................(2.9) dt

VM I S . R E L

Dimana : IS = arus petir L = induktansi menara RE = tahanan kaki menara l = Tinggi menara VL = Tegangan sistem

Gambar 2.6 Sambaran langsung pada menara


(Sumber : Dr.Ir. R Zoro Proteksi Terhadap Tegangan Lebih Pada Sistem Tenaga Listrik, 1987)

2.5.3 Sambaran langsung pada menara dengan kawat tanah. Sambaran petir terhadap kawat tanah seperti pada Gambar 2.7 dapat menimbulkan gelombang berjalan pada tiang. Gelombang tersebut menjadi besar setelah dipantulkan dari tanah sehingga tegangannya sangat tinggi sehingga dapat menyebabkan isolator flashover dan juga menyebabkan Back Flash Over. 9

Gambar 2.7 Sambaran langsung pada menara dengan kawat tanah


(Sumber : Ir. M Djiteng Operasi Sistem Tenaga Listrik, 1990)

2.5.4 Sambaran langsung pada gardu Sambaran langsung pada gardu dapat menyebabkan kerusakan peralatan sehingga terhentinya pelayanan daya dalam waktu lama. Untuk melindungi gardu dengan kawat tanah, batang-batang konduktor, dan pentanahan yang baik. 2.5.5 Sambaran Tidak Langsung Sambaran tidak langsung dapat terjadi karena : Induksi elektromagnetis(arus) akibat terjadinya pelepasan muatan dekat sistem Induksi elektrostatis akibaat adanya awan bermuatan diatas hantaran udara.

Gambar 2.8 Sambaran tidak langsung


(Sumber : Dr.Ir. R Zoro Proteksi Terhadap Tegangan Lebih Pada Sistem Tenaga Listrik, 1987)

Muatan yang diinduksikan ke konduktor : Q = C.V ; dimana : V = E.h 10

2.6 Lightning Arrester Lightning Arrester merupakan peralatan yang didesain untuk melindungi peralatan lain dari tegangan surja (baik surja hubung maupun surja petir) dan pengaruh follow current.

Gambar 2.9 Skematik diagram level tegangan yang mungkin timbul pada peralatan gardu induk, menggunakan LA ataupun tidak (1.p.u.=2.Us/3 )
(Sumber : PLN Buku Petunjuk Operasi dan Pemeliharan Peralatan, 1984)

Sebuah arrester harus mampu bertindak sebagai isolator, mengalirkan beberapa miliampere arus bocor ke tanah pada tegangan sistem dan berubah menjadi konduktor yang sangat baik, mengalirkan ribuan ampere arus surja ke tanah, memiliki tegangan yang lebih rendah daripada tegangan withstand dari peralatan ketika terjadi tegangan lebih, dan menghilangan arus susulan yang mengalir dari sistem melalui arrester (power follow current) setelah surja petir atau surja hubung berhasil ditanggulangi. 2.6.1 Jenis-jenis arrester Berdasarkan peletakannya arrester dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu sebagai berikut: a. Arrester Saluran Transmisi Dipasang baik paralel dengan isolator pada tower (umumnya diserikan dengan spark gap) atau dipasang pada konduktor sebagai pengganti damper dilengkapi dengan disconnector Switch. Untuk tipe gap sulit untuk memonitor kondisi arrester karena tidak dilengkapi dengan counter, yang dapat 11

dilaksanakan adalah monitoring kondisi tanduk api untuk menentukan apakah telah terjadi proses discharge.

a. Tipe gap

b. Tipe tanpa gap

Gambar 2.10 Arrester di Saluran Transmisi


(Sumber : PLN Buku Petunjuk Operasi dan Pemeliharan Peralatan, 1984)

Sementara untuk arrester tanpa gap, dipasang pada konduktor terhubung ke ground, dilengkapi dengan disconnector switch (yang akan bekerja bila telah terjadi arus di atas nilai nominalnya), arrester line jenis ini juga dilengkapi dengan counter sehingga memudahkan proses monitoring b. Arrester Gardu Induk Merupakan Arrester kebanyakan yang terpasang di Gardu Induk, menurut material penyusun housing, material Gardu Induk dibedakan menjadi: 1. isolator porselen 2. isolator polimer

(1)

(2)

Gambar 2.11 Lightning Arrester di Gardu Induk


(Sumber : PLN Buku Petunjuk Operasi dan Pemeliharan Peralatan, 1984)

12

2.6.2 Prinsip Kerja Arrester Pada saat terjadi gangguan tegangan lebih akibat surja petir, maka harga tahanan dari arrester akan naik dengan cepat jika tegangan dan arus naik. Tegangan sisa ( Residual Voltage atau tegangan yang timbul diantara terminal arrester pada saat terjadinya tembus tegangan) akan dibatasi walaupun arus yang mengalir cukup besar. Sebelum tegangan terpa mencapai trafo, dalam waktu 0,25 s tegangan terpa akan mencapai harga tegangan kerja dari arrester, sehingga arrester bekerja. Tegangan terpa yang naik dengan cepat ini menyebabkan energi terpa di lepas ke tanah, dengan demikian tegangan terpa yang masuk ke peralatan yang dilindungi sudah tidak membahayakan sistem.

Gambar 2.12 Cara kerja lightning arrester.


(Sumber : Dr.Ir. R Zoro Proteksi Terhadap Tegangan Lebih Pada Sistem Tenaga Listrik, 1987)

2.7 Koordinasi Isolasi Korelasi antara kemampuan isolasi peralatan-peralatan listrik dan sirkuit listrik di satu pihak dan alat-alat pelindung dilain pihak sedemikian sehingga isolasi dari peralatan terlindung dari bahaya-bahaya tegangan lebih secara ekonomis disebut sebagai koordinasi isolasi dari sistem tenaga listrik. 13

Gambar 2.13 Kurva Koordinasi Isolasi


(Sumber : Dr.Ir. R Zoro Proteksi Terhadap Tegangan Lebih Pada Sistem Tenaga Listrik, 1987)

Koordinasi Isolasi yang baik akan menjamin kurva dari peralatan harus selalu berada diatas kurva alat pelindung (Lightning Arrester / Penangkap Petir) pada seluruh daerah pada kurva tersebut. Masalah koordinasi isolasi pada sistem tenaga menyangkut hal-hal sebagai berikut : 2.7.1 Penentuan Isolasi Hantaran Penentuan isolasi dari hantaran harus mempertimbangkan kemungkinan tegangan lebih petir, tegangan lebih switching dan tegangan lebih frekuensi jala-jala. Misalnya, pada sistem tegangan tinggi di atas 123 kV dapat direncanakan keandalan sistem terhadap bahaya sambaran petir dengan cara: - Penggunaan kawat tanah ( < 150 ) - Tahanan kaki menara yang rendah ( < 10 ) 2.7.2 Menentukan Basic Insulation Level (BIL) dari Peralatan Daya tahan dari kekuatan isolasi adalah tegangan puncak akibat impuls dan switching yang masih dapat ditahan oleh isolasi. Daya Tahan Isolasi ini disebut sebagai BIL (Basic Insulation Level) atau TID (Tingkat Isolasi Dasar) dari peralatan isolasi tersebut.

Untuk setiap sistem tegangan, Basic Insulation Level (BIL) telah ditentukan sesuai dengan standar internasional yang berlaku. Berikut ini merupakan salah satu standar isolasi level. 14

Tabel 2.1 Standar Insulation Levels for 52 kV Um < 300 kV

2.7.3 Pemilihan dan Letak dari Arrester Mengingat peran arrester dalam suatu sistem tenaga adalah sebagai pelindung pada suatu peralatan dari gangguan petir. Untuk itu pemilihan arrester harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1. Penentuan Tegangan Lebih Frekuensi Jala-jala Umumnya tegangan lebih sistem yang di perhitungkan adalah tegangan lebih sistem karena gangguan satu phasa ke tanah dalam menentukan tegangan pengenal dari penangkap petir.

2. Perkiraan Besarnya Tegangan Nominal Arrester (UA) (Nominal Voltage Arrester) Rating dari arrester biasanya dinyatakan dalam dalam frekuensi dan nilai tegangan dalam kV. Dimana tegangannya adalah tegangan nominal atau tegangan pengenal (UA) yang juga merupakan tegangan disaat penangkap petir masih dapat bekerja sesuai dengan karakteristiknya. Penangkap petir tidak dapat bekerja pada tegangan maksimum sistem yang direncanakan, tetapi masih mampu memutuskan arus ikutan dari sistem secara efektif. 15

Tegangan pengenal dari suatu penangkap petir (rating arrester) adalah : UA = Tegangan rms phasa ke phasa tertinggi x koefisien pentanahan = Tegangan rms phasa x 1,10 x koefisien pentanahan ... (2.10)

Dimana : - Tegangan sistem tertinggi umumnya diambil harga 110% dari harga tegangan nominal sistem. - Koefisien pentanahan merupakan perbandingan antara

tegangan rms phasa ke tanah dalam keadaan gangguan pada tempat dimana penangkap petir dipasang, dengan tegangan rms phasa ke phasa tertinggi dari sistem dalam keadaan tidak ada gangguan.

Ada 2 macam tegangan pengenal berdasarkan sistemnya, yaitu : Sistem yang ditanahkan langsung, koefisien pentanahannya 0,8. Penangkap petir ini disebut sebagai penangkap petir 80%. Sistem yang tidak ditanahkan secara langsung, koefisien pentanahannya 1. Penangkap petir ini disebut sebagai penangkap petir 100%.

3. Penentuan Arus Pelepasan Nominal (Nominal Discharge Current) Arus pelepasan nominal adalah arus dengan harga puncak dan bentuk gelombang tertentu yang digunakan untuk menentukan kelas dari arrester sesuai dengan kemampuan arus dan karakteristik pelindungnya. Berikut merupakan spesifikasi dari Nominal Discharge Current: - Menurut standard inggris/eropa (IEC) 8s/20s. - Menurut standard Amerika 10s/20s dengan kelas PP 10 kA; 2.5 kA dan 1.5 kA. a. Kelas arus 10 kA, untuk perlindungan gardu induk yang besar dengan frekuensi sambaran petir yang cukup tinggi dengan tegangan sistem diatas 70kV. b. Kelas arus 5 kA, untuk tegangan sistem dibawah 70kV. 16

c. Kelas arus 2.5 kA, untuk gardu-gardu kecil dengan tegangan sistem dibawah 22 kV, dimana pemakaian kelas 5 kA tidak lagi ekonomis. d. Kelas arus 1.5 kA, untuk melindungi trafo-trafo kecil. Untuk arus pelepasan dalam peristiwa gelombang berjalan dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut:

Ia
Dimana : Id

2 U d - U si Z

..................................... (2.11)

= Arus Pelepasan Arrester [kA]

Ud = Tegangan gelombang datang [kV] Usi = Tegangan kerja / Tegangan Sisa [kV] Z = Impedansi gelombang dari kawat []

4. Tegangan Pelepasan (Tegangan Kerja) dari Lightning Arrester Tegangan kerja atau tegangan pelepasan merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat perlindungan dari penangkap petir. Jika tegangan kerja penangkap petir ada di bawah BIL dari peralatan yang dilindungi, maka faktor keamanan yang cukup untuk perlindungan peralatan yang optimum dapat diperoleh. Tegangan kerja tergantung pada : - Arus pelepasan dari arrester - Kecuraman gelombang arus (di/dt) 5. Faktor Perlindungan (Protection Margin) Faktor perlindungan adalah besar perbedaan tegangan antara BIL dari peralatan yang dilindungi dengan tegangan kerja dari arester. Pada waktu menentukan tingkat perlindungan peralatan yang dilindungi oleh arester umumnya diambil harga 10% diatas tegangan kerja dari arester, tujuannya untuk mengatasi kenaikan tegangan pada kawat penghubung dan toleransi 17

pabrik. Besar faktor perlindungan ini umumnya 20% dari BIL peralatan untuk arester yang dipasang dekat peralatan yang dilindungi. FP = BIL peralatan Tingkat perlindungan arester ............(2.12) Dimana : Tingkat perlindungan arester = Usi + 10% ( panjang kawat + toleransi pabrik) 6. Jarak Lindung Arester Sebuah gelombang terpa yang berjalan menuju gardu akan dipotong amplitudonya oleh arester hingga hanya mempunyai amplitudo sebesar tegangan kerja dari arester itu sendiri. Tegangan gelombang datang maksimum yang terjadi pada trafo setelah pantulan pertama adalah :

U t U si 2
Ut Usi V L

du L ................................... (2.13) dt V

= tegangan gelombang datang pada trafo [kV] = tegangan kerja arester/penangkap petir [kV] = kecepatan rambat gelombang [di udara : 300 m/ s] = jarak antara trafo ke penangkap petir [m]

du/dt = kecuraman dari gelombang datang [kV/s]

Jika Ut adalah harga tegangan dari BIL trafo, maka jarak lindung dari arester tersebut adalah:

U t - Usi .V du ........................................... (2.14) 2. dt

Gambar di berikut ini menunjukkan kelebihan tegangan yang terjadi pada arester sebagai fungsi dari jaraknya ke trafo.

18

Gambar 2.14 Tegangan lebih yang terjadi di arrester sebagai fungsi dari jaraknya ke trafo
(Sumber : Dr.Ir. R Zoro Proteksi Terhadap Tegangan Lebih Pada Sistem Tenaga Listrik, 1987)

7. Lokasi dari Penangkap Petir / Lightning Arrester Biasanya arrester diletakkan pada jarak tertentu dari peralatan yang dilindungi, hal ini dimaksudkan untuk melindungi peralatan-peralatan dari tegangan gangguan pada terminal peralatan. Sebelum lokasi dari arrester ditentukan harus diperhatikan hal-hal berikut: a. Sistem tegangan b. Tipe arrester yang digunakan dan ratingnya c. Jumlah dan pengaturan saluran d. Jumlah switch yang harus terbuka e. Jarak antara peralatan f. Apakah saluran terlindung atau tidak g. Kemungkinan dari adanya flash over h. Amplitudo dan bentuk gelombang dari surja hubung.

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Marsudi,Djiteng , Ir. OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK , Balai Penerbit & HUMAS ISTN, Jakarta, 1990. 2. Tim Penyusun, Buku Petunjuk Operasi dan Pemeliharan Peralatan, Perusahaan Listrik Negara, Jakarta, 1984. 3. Reynaldo, Zoro, PROTEKSI TERHADAP TEGANGAN LEBIH PADA SISTEM TENAGA LISTRIK, Penerbit ITB, Bandung, 4. Diktat TEKNIK TEGANGAN TINGGI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 5. Hutauruk,T.S , Gelombang Berjalan Dan Proteksi Surja , Penerbit Erlangga, Jakarta, 1991.

20

Anda mungkin juga menyukai