ARRESTER
A. PENDAHULUAN
Kejadian surja hubung dan surja petir merupkan suatu hal yang mesti dihadapi dan
ditanggulangi pada suatu instalasi listrik. Surja hubung timbul karena proses
pembukaan dan penutupan PMT baik karena disengaja atau karena adanya kejadian
tidak normal pada suatu sistim tenaga. Sedangkan surja petir karena adanya
peristiwa sambaran petir yang mengakibatkan mengalirnya gelombang impuls pada
jaringan instalasi. Untuk memotong gelombang impuls petir ini dipergunakan
peralatan yang disebit arrester.
Fungsi arrester sangat vital pada kondisi adanya kedua jenis surja di atas pada
sistim, karena jika arester gagal berfungsi maka bahaya besar mengancam
pembangkit dan seluruh peralatan pendukungnya. Kebakaran hebat bisa terjadi
dengan sangat cepat dan kerugian milyaran rupiah sudah pasti aka dialami,
sehingga penting sekali peralatan ini dipelihara dan diamati kinerjanya setiap saat.
B. TUJUAN
1. Pemeliharaan
Menjaga agar arrester selalu dalam keadaan bersih dan aman dan semua
rangkaian dan titik sambung dalam kondisi baik
2. Pengujian
Untuk melihat kinerja arrester secara berkala apakah masih dalam rentang
operasi standar yang dikeluarkan oleh pabrik
3. Analisa
Untuk mengetahui kinerja arrester secara analitis berdasarkan data-data hasil
pengujian
C. SURJA HUBUNG
Mekanisme pokok dari terjadinya surja hubung adalah sebagai berikut :
Faktor ini dalam per unit ( p.u ) surja hubung.Variasi nilai faktor ini dalam praktek
cukup besar, yaitu antara 1,2 sampai 4 p.u. Daya isolasi terhadap surja hubung
(dinyatakan sebagai p.u tegangan sistem) menurun sebagai fungsi tegangan
sistem. Tegangan-lebih surja hubung lebih rendah dari daya isolasi tersebut.
Karena itu tegangan lebih harus dikurangi bila tegangan sistem dinaikkan. Untuk
tegangan sistem maksimum 145, 245, 365 dan 756 kV tegangan lebih yang
diperbolehkan adalah berturut-turut 4,5 ; 3,6; 3,0 dan 2,1 p.u. Untuk penutupan
cepat (high-speed reclosing) saluran tersebut hanya 1,8 p.u. Faktor tegangan lebih
untuk perencanaan transmisi adalah 2,8 p.u untuk sistem pembumian efektif dan
3,3 p.u untuk sistem pembumian dengan impedansi tinggi dan 4 p.u. untuk sistem
tanpa pengetanahan. Bentuk gelombang adalah sebagai berikut :
D. SURJA PETIR
Petir terjadi karena pelepasan muatan antar awan, didalam awan dan awan
ketanah/saluran. Kelebihan tegangan yang disebabkan petir disebabkan oleh
sambaran langsung dan sambaran tidak langsung (induksi).
Sambaran Langsung
Sambaran langsung yang mengenai rel dan peralatan Peralatan adalah yang
paling hebat diantara gelombang berjalan lainnya yang datang ke Peralatan.
Sambaran langsung menyebabkan tegangan lebih yang sangat tinggi yang
tidak mungkin dapat ditahan oleh isolasi yang ada.
Sambaran Induksi
Bila terjadi sambaran kilat ke tanah di dekat saluran maka akan terjadi
fenomena transien yang diakibatkan oleh medan elektromagnetis dari kanal
kilat. Fenomena kilat ini terjadi pada kawat penghantar. Akibat dari kejadian
ini timbul tegangan lebih dan gelombang berjalan yang merambat pada kedua
Sambaran Jauh
Jika perisaian dari peralatan dan saluran transmisinya cukup baik,gelombang
tegangan yang mungkin datang ke peralatan adalah sambaran petir yang
jauh.Gelombang berjalan yang jauh ini berasal dari sambaran
langsung,sambaran induksi , dan dari sambaran lompatan balik (back
flashover) dari tiang . Dalam keadaan ini gelombang berjalan dengan
kecepatan cahaya yaitu 300m / μs. Harga puncak dari surja aslinya oleh
tegangan lompatan dari isolator saluran. Selama merambat itu harga puncak
mengalami penurunan yang cukup besar oleh adanya peredaman
(attenuation) dan distorsi karena korona dan peredaman oleh efek kulit (skin
effect) pada penghantar makin pendek ekor gelombang,makin besar
peredaman itu, perubahan tegangan tergantung dari polaritas (lebih besar
eo
dijabarkan rumus empiris sebagai berikut: e
1 Keo X
…………………………………….(2)
dimana : e = harga puncak (kV) setelah merambat X km
eo = tegangan surja asal (kV)
Bentuk gelombang surja petir (tegangan impuls) terlihat pada gambar (2)
dengan Tf (waktu muka gelombang) , Tt (waktu ekor gelombang) dan U
(tegangan puncak). Untuk sambaran langsung besarnya Tf = 1.2 μs, Tf = 50
μs dan tegangan puncak U = mendekati 300 kV, sambaran induksi besar Tf =
10 μs ,Tt = 50 – 100 μs dan U = 100 – 200 kV. Sedangkan sambaran dekat
mempunyai puncak U = 500 kV dan Tf dan Tt sama dengan sambaran langsung.
Sambaran dari jarak jauh mempunyai harga puncak yang tergantung dari
besarnya surja asal petir dan jarak rambatan dan Tf dan Tt sama dengan
sambaran langsung.
1. SELA BATANG
Sela batang merupakan alat pelindung yang paling sederhana tetapi paling kuat dan
kokoh. Sela batang jarang digunakan pada rangkaian yang penting karena tidak
dapat memenuhi persyaratan dasar dari suatu alat pelindung yang sebenarnya. Sela
batang dapat digambarkan sebagai berikut :
Walaupun sela batang sangat murah dan sederhana, tetapi sela ini mempunyai
batasan-batasan dalam penggunaannya, sebagai berikut :
Sela batang tidak berfungsi jika gelombang datang mempunyai muka gelombang
yang curam.
Sela batang tidak bisa memotong arus ikutan (follow current). Bunga api terjadi
karena terionisasinya udara diantara elektroda batang akibat adanya beda
tegangan yang tinggi. Oleh karena itu kekuatan isolasi pada sela udara menjadi
turun. Sela yang semula dapat menahan tegangan dari frekuensi jala-jala hingga
misalnya 30 kV maka setelah terjadinya bunga api turun menjadi lebih kurang 50
V. Sehingga arus sistem akan ikut mengalir ketanah. Akibatnya pemutus daya
(circuit breaker) akan bekerja untuk menghilangkan gangguan. Untuk menutup
circuit breaker (CB) kembali diperlukan waktu yang cukup untuk proses de-
ionisasi diantara sela setelah matinya bunga api.
Sela batang dapat meleleh akibat energi panas dengan temperature yang tinggi
yang dilepas melalui bunga api. Karena tingginya muatan listrik (Q) dari terpa
2. ARRESTER
Arrester adalah alat pelindung bagi peralatan sistem terhadap surja petir, surja
hubung dan tegangan abnormal frekuensi jala-jala. Arrester berlaku sebagai
jalan pintas (by-pass) sekitar isolasi. Arrester membentuk jalan yang mudah
dilalui oleh arus kilat atau petir, sehingga tidak timbul tegangan lebih yang tinggi
pada peralatan. Jalan pintas harus sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu
aliran daya sistem. Jadi pada keadaan normal arrester berlaku sebagai isolator
dan bila timbul surja berlaku sebagai konduktor, jadi melewatkan arus yang
tinggi. Setelah surja hilang arrester harus dapat dengan cepat kembali menjadi
isolator, sehingga pemutus beban tidak sempat membuka. Arrester terdiri dari
dua jenis yaitu jenis Ekspulasi dan jenis Tahanan Tak Linear.
JENIS ARRESTER
2.1. EXPULSION TYPE LIGHTNING ARRESTER (PROTECTOR TUBE)
Arrester ini merupakan tabung yang terdiri dari :
Dinding tabung yang terbuat dari bahan yang mudah menghasilkan gas jika
dilalui arus (bahan fiber).
Sela batang (external series) yang biasanya diletakkan pada isolator porselin,
untuk mencegah arus mengalir dan membakar fiber pada tegangan jala-jala
setelah gangguan diatasi.
Sela pemutus bunga api diletakkan didalam tabung salah satu elektroda
dihubungkan ketanah.
Setiap kawat phasa mempunyai tabung pelindung. Pada waktu tegangan terpa
melalui sela batang dan sela bunga api maka impedansi tabung akan menjadi
rendah sehingga arus terpa dan arus sistem mengalir ketanah. Tegangan
diantara saluran dengan tanah turun setelah tembus terjadi.
Bagaimanapun arus yang mengalir akan membakar fiber dan menghasilkan gas
yang bergerak cepat kearah lubang pembuangan dibagian bawah arrester.Tekanan
gas ini akan mematikan bunga api pada saat arus melalui titik nol pertamanya.
Waktu pemadaman busur api ini hanya setengah atau satu siklus sehingga RRV
(Rate of Recovering Voltage) lebih lambat dari rate of rise kekuatan dielektrik
isolasi. Beda waktu ini cukup pendek untuk dapat dibaca oleh rele pelindung
sehingga CB (Circuit Breaker) tetap bekerja (tertutup) dan pelayanan daya tidak
terganggu. Segera setelah gas ditekan keluar dan api menjadi padam sistem dapat
bekerja kembali dengan normal.
Terbatas pada sistem yang mempunyai besar arus sistem kurang dari 1/3 dari
besarnya arus terpa. Karena arus yang sangat besar menyebabkan fiber habis
terbakar dan arus yang terlalu kecil tidak mampu menghasilkan cukup gas
pada tabung untuk mematikan busur api.
Karena setiap arrester bekerja, permukaan tabung akan rusak karena terbakar
maka arrester ini mempunyai batasan pada jumlah operasinya dimana arrester
ini masih dapat berfungsi dengan baik.
Walaupun termasuk pemotong terpa yang murah karena kemampuannya
memotong arus ikutan namun sama sekali tidak cocok untuk perlindungan
peralatan-peralatan gardu yang mahal karena V-T (Tegangan – Waktu)
karakteristiknya yang buruk.
2.2. Non Linear Type Lightning Arrester (Arrester Tipe Tahanan Tak
Linear).
Arrester jenis Metal Oxide hanya terdiri dari unit-unit tahanan tak linear yang
terhubung satu sama lainnya tanpa memakai sela percik pada setiap unit.
Untuk arrester jenis Metal Oxide material tahanan tak linear pada dasarnya
keramik yang dibentuk dari oksida seng ( ZnO) dengan penambahan oksida lain. Bahan
ini telah banyak dipakai untuk perlindungan rangkaian-rangkaian yang bekerja pada
beberapa kV sampai dengan tegangan transmisi. Karena derajad ketidaklinearan yang
tinggi, bahan ini memungkinkan penyederhanaan dalam desain dan dapat memperbaiki
penampilan dalam lingkungan tertentu.
Piringan tahanan dibuat anorganik dengan dasar campuran Silicon Carbide (jenis
Silicon Carbide) dan Seng Oksida ( jenis Metal Okside) berbentuk lempeng bulat.
Hubungan arus dan tegangan pada lempengan tahanan non linear adalah :
U K .I â ……………………………..(3.3)
â
R U K .I K b K .I b
I I I
maka R K .I b
Jika arrester mempunyai N lempengan , maka :
R N .K .I b ……………………………….(3.4)
dimana :
K = 4650 ;
b = 0.72
Secara grafis, hubungan antara arus dan tahanan non linear dengan jumlah
keping yang berbeda dapat dilihat pada gambar 8. Pada arus 0,1 A, nilai resistansi
sangat besar pada setiap lempengan dengan jumlah 1,2, 4 dan 5. Untuk lempengan
dengan jumlah 5, nilai reistasni adalah sebesar 130500 ohm pada arus kapasitif 0,1 A.
Nilai resitansi terus menurun sampai mendekati 20500 ohm pada arus 1 A. Terlihat
adanya perbedaan yang sangat signifikan pada kedua kondisi tersebut. Nilai tahanan
arester akan terus menurun seioring naik nilai arus. Untuk arus sebesar 100 kA, nilai
tahanan adalah 5,8 ohm.
Karakteristik volt-amper dari tahanan tak linear arrester type tahanan tak linear
digambarkan sebagai berikut:
Adalah tegangan yang timbul diantara terminal arrester pada saat arus pelepasan
mengalir ke tanah.Tegangan sisa dan tegangan nominal dari suatu arrester tergantung
kepada kecuraman gelombang arus yang datang (di/dt dalam A/ μs) dan amplituda dari
arus pelepasan. Untuk menentukan tegangan sisa ini digunakan impuls arus sebesar 8
μs/20 μs (standar IEC) dengan harga puncak arus pelepasan 5 kA dan 10 kA.Untuk
harga arus pelepasan yang lebih tinggi maka tegangan sisa ini tidak akan naik lebih
tinggi lagi. Hal ini disebabkan karena karakteristik tahanan yang tidak linear dari
arrester.
Umumnya tegangan sisa tidak akan melebihi BIL (Basic Insulation Level =
Tingkat Isolasi Dasar = TID) dari peralatan yang dilindungi walaupun arus pelepasan
maksimum mencapai 65 kA hingga 100 kA.
Peralatan – peralatan yang terletak diluar dari daerah lindung penangkap petir
akan diberikan Tingkat Isolasi Dasar yang satu tingkat lebih tinggi.Pada umumnya
tingkat isolasi dari peralatan gardu seperti pemutus daya busbar, saklar pemisah, trafo
pengukuran mempunyai T.I.D 10 % lebih tinggi dari TID trafo.Tingkat isolasi antara
kutub-kutub pada saklar pemisah yang terbuka harus 10-15 % lebih tinggi dari tingkat
isolasi kutub tersebut ke tanah.
3. Pemilihan Arrester
Untuk penyederhanaan dalam pemilihan arrester ditentukan langkah-langkah
sebagai berikut :
1) Penentuan besarnya tegangan lebih satu phasa ke tanah atau
tegangan lebih akibat kerja sistem yang tidak normal pada lokasi dimana arrester
dipasang. Tegangan lebih ini akibat gangguan satu phasa ke tanah dapat menyebabkan
kenaikan tegangan phasa sehat lainnya. Besarnya tegangan ini tergantung dari
karakteristik sistem dan jenis pentanahan sistem pada waktu gangguan terjadi.
Z = impedansi saluran.
5) Faktor perlindungan
Faktor perlindungan adalah besar perbedaan tegangan antara T.I.D dari peralatan
yang dilindungi dengan tegangan kerja dari arrester. Pada waktu menentukan tingkat
perlindungan peralatan yang dilindungi oleh penangkap petir umumnya diambil harga
10 % diatas tegangan kerja arrester tujuannya untuk mengatasi kenaikan tegangan
pada kawat penghubung dan toleransi pabrik.
Besarnya faktor perlindungan ini umumnya lebih besar atau sama dengan 20 %
dari TID peralatan arrester yang dipasang dekat dengan peralatan yang dilindungi.
Contoh:
Tegangan kerja arrester untuk sistem 220 kV adalah 649 kV perlindungan ini
ditambah 10 % untuk kawat penghubung, toleransi pabrik dan lain-lain sehingga tingkat
perlindungan arrester menjadi 713 kV, pilih TID peralatan sebesar 950 kV. Faktor
perlindungan = (950 – 713 ) kV = 237 kV. Faktor perlindungan ini lebih besar dari 20%
dari TID peralatan, sehingga arrester ini sudah memberi faktor perlindungan yang baik.
mengalirkan arus yang tinggi ke tanah. Setelah surja hilang, arrester dengan cepat
kembali menjadi isolasi.
Jenis-jenis Arester [F.H.Kreuger,1992]
a. Open Spark Gaps arrester
b. An Improvement arrester dihasilkan dari SiC.
I. Pemeliharaan
J. Pengujian
Pengujian Di lapangan
Pengujian rutin [J.J. Kelly dkk, 1981]
1. Pengujian visual; untuk mengetahui kodisi fisik eksternal arester. Tidak
diperlukan peralatan ukur atau pengujian. Yang diperiksa adalah kalau ada
perobahan secara fisik seperti keretakan porselen, keretakan bahan pengisi,
kekotoran permukaan dan tanda-tanda terjadi flashover.
2. pengukuran rugi-rugi dielektrik; ditujukan untuk mendeteksi adanya kandungan
uap, bahan asing, korosi, kerusakan resistor dan piringan dll.
3. pengukuran resistansi isolasi DC; juga bisa mengindikasikan adanya kandungan
uap, bahan asing, korosi, kerusakan resistor dan piringan dll.
Pengujian di laboratorium
K. Analisa
1. THE NATURE OF FAILURE IN ZnO
2. STATISTICAL EFFECTS OF NONCONDUCTING GRAINS
Daftar Pustaka
Richard S, 2003, “Lightning Arrester’s Effect on Transmission Reliability”, InfraMation
J.J. Kelly, 1981, “A Guide to Transformer Maintanance”, SD Myers, Ohio,USA
F.H.Kreuger,1992, “Industrial High Voltage; coordinating, testing, measuring“, Delf
University Press, Netherland
Zhong Zheng, 2005, “Effects of Heat Sinks in Metal-Oxide Surge Arresters on ZnO
Element Power Dissipation and Temperature Distribution”, IEEE TRANSACTIONS
ON POWER DELIVERY, VOL. 20, NO. 2
Steven Boggs, 2000, “Electro-Thermal-Mechanical Computations in ZnO Arrester
Elements”, IEEE TRANSACTIONS ON POWER DELIVERY, VOL. 15, NO. 1
D. Fulchiron, 1995, “ overvoltages and insulation coordination in MV and HV”, Cahier
Technique Merlin Gerin n° 151
Lampiran
A. Petunjuk penggunaan bahan pelatihan
B. Contoh soal dan pembahasan
C. Pengertian istilah-istilah
LAMPIRAN C
Pengertian istilah – istilah yang berkaitan dengan kinerja Arrester :
a. Arus Nominal : Suatu standar, ketetapan atau batasan arus yang dijadikan
standar untuk bekerjanya suatu alat dalam keadaan normal. Apabila arus
yang mengalir lebih besar dari arus nominal (I N) maka arus tersebut dikatakan
arus gangguan (IF). Arus nominal ini didapatkan dari hasil pengujian
peralatan misalnya : lightning arrester.
b. Restriking voltage : Tegangan yang terjadi berulang-ulang antara elektroda
atas dengan elektroda yang menghubungkan ke tanah pada suatu arrester.
Hal ini disebabkan oleh tegangan yang gangguan yang timbul cukup besar,
maka arrester bekerja berkali-kali dikarenakan kapasitas arrester untuk
mentanahkan memiliki keterbatasan. Pada saat restriking voltage akan terjadi
spark antara elektroda berkali-kali.
c. Recovery voltage : pemulihan tegangan sehingga menemukan kondisi
normal atau stabil setelah terjadinya gangguan.. Hal ini diakibatkan oleh
gangguan maka terjadilah redaman sehingga kembali ke kondisi normal.
Peredamnya berupa gas SF6 atau oil.
d. Fault current : Arus yang melebihi dari arus nominal atau disebut arus
gangguan (IF). Fault current disebabkan timbulnya short circuit atau surja. Hal
ini terdapat pada : antar belitan dalam trafo, antara inti dengan tangki trafo,
antar saluran yang disebabkan oleh petir dll.
e. Arcing time : Waktu yang dibutuhkan oleh sebuah alat untuk melakukan
short circuit yang menyebabkan tibulnya percikan api pada saat terjadi
gangguan. Hal ini terjadi pada atanduk api, pada saat timbul gangguan maka
tanduk api bekerja untuk melakukan hubung singkat yang disalurkan ke
tanah.
f. Recovery time : Waktu yang dibutuhkan oleh suatu peralatan untuk kembali
dalam kondisi normal setelah terjadi gangguan. Hal ini dijumpai pada PMT,
ketika terjadi gangguan maka PMT terbuka. Dan gangguan ditanahkan
sampai tegangan kembali normal. Waktu yang dibutuhkan untuk pulih tiap
terjadi gangguan pada suatu peralatan berbeda-beda tergantung pada