Anda di halaman 1dari 97

Mewujudkan Masyarakat Kota Mataram

Sehat, Maju, dan Mandiri Tahun 2021

PEMERINTAH KOTA MATARAM

DINAS KESEHATAN
DAFTAR ISI
PUSKESMAS KARANG PULE
Jl. Gajah Mada No. 14 Telpon (0370) 620736 Jempong Baru Mataram
DAFTAR ISI

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 1


DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii
KATA PENGANTAR iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Gambaran Umum Wilayah Kerja 1
B. Demografi 1

BAB II FASILITAS ELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM 4


A. Puskesmas dan Jaringannya 4
B. Klinik, dan Laboratorium Kesehatan 22
C. Laboratoriu Puskesmas 22
D. Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) 22

BAB III SUMBERDAYA MANUSIA KESEHATAN 26


A. Jumlah Tenaga Kesehatan 26
B. Register Tenaga Kesehatan 28
C. Pendayagunaan Tenaga Kesehatan 29

BAB IV PEMBIAYAAN KESEHATAN 31


A. Anggaran Keuangan Puskesmas Karang Pule 31
B. Belanja Kesehatan dan Jaminan Kesehatan 32

BAB V KESEHATAN KELUARGA 33


A. Kesehatan Ibu 33
B. Kesehatan Anak 44
C. Pelayanan Gizi 51

BAB VI PENGENDALIAN PENYAKIT 60


A. Penyakit Menular 60
B. Penyakit Yang dapat Dicegah Dengan Imunisasi 67
C. Dampak Kesehatan Akibat Bencana 68
D. Penyakit Tular Zoonosis 69
E. Penyakit Tidak Menular 72
F. Kesehatan Jiwa dan NAFZA 74
G. Pelayanan Kesehatan Haji 75

BAB VII KESEHATAN LINGKUNGAN 78


A. Air Minum 78
B. Akses Sanitasi Layak 81
C. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) 82
D. Tempat-Tempat Umum Yang Memenuhi Syarat Kes. 84
E. Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) 85
F. Tatanan Kawasan Sehat 86
G. Pengelolaan Limbah Medis 87
H. Pemenuhan Kualitas Kesehatan Lingkungan 88
I. Kebijakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) 89
J. Gerakan Masyarakat Sehat 89
LAMPIRAN

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 2


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanuhu Wata’ala, karena


atas ijin dan petunjuk-Nya maka Profil Kesehatan Puskesmas Karang Pule Tahun
2021 dapat terbit dan semoga dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak.
Penghargaan dan ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam penyusunan Profil Kesehatan Puskesmas 2021 ini.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 tahun
2019 tentang Puskesmas disebutkan bahwa Puskesmas mempunyai tugas
melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan
kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan
sehat.
Dalam melaksanakan tugas tersebut Puskesmas mempunyai fungsi :
1. Penyelenggaraan UKM (upaya kesehatan masyarakat) tingkat pertama di
wilayah kerjanya
2. Penyelenggaraan UKP-P (upaya kesehatan perseorangan dan penunjang)
tingkat pertama di wilayah kerjanya
Profil Kesehatan Puskesmas ini disusun untuk merangkum hasil
penyelenggaraan UKM dan UKP-P selama satu tahun berdasarkan data capaian
pelaksanaan program dan kegiatan pelayanan maupun data survei dari Tim
Promosi Kesehatan di lingkungan Puskemas. Informasi yang disajikan meliputi
data dan narasi tentang situasi demografi, fasilitas pelayanan kesehatan dan
Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM), tenaga kesehatan, pembiayaan
kesehatan, kesehatan keluarga, serta pengendalian penyakit dan kesehatan
lingkungan. Profil ini menyajikan gambaran lokal wilayah kerja Puskesmas yang
meliputi 5 (lima) kelurahan, perbandingan antar kelurahan, tren dari tahun ke tahun
dan narasi lainnya yang dipandang perlu disampaikan, dalam upaya pemantapan
dan pengembangan Sistem Informasi dan Manajemen Puskesmas (SIMPUS) dan
merupakan sarana untuk memantau dan mengevaluasi pencapaian pembangunan
kesehatan lingkup kelurahan dan kecamatan di wilayah kerja Puskesmas Karang
Pule Tahun 2021.
Kritik dan saran dapat disampaikan kepada kami sebagai masukan untuk
penyempurnaan profil kesehatan yang akan datang. Kepada semua pihak, semua
staf Puskesmas Karang Pule yang telah berkontribusi dalam penyusunan Profil
Kesehatan Puskesmas Karang Pule 2021 ini, kami ucapkan terima kasih.

Mataram, 18 April 2022

Kepala Puskesmas Karang Pule,

Farida, SKM.
NIP. 19681024 199103 2 011.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 3


BAB I
PENDAHULUAN

I. GAMBARAN UMUM WILAYAH KERJA PUSKESMAS

Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional


yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga
membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara
menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk
kegiatan pokok (Permenkes 43/2019 tentang Puskesmas).
Puskesmas Karang Pule.sebagai UPTD Dinas Kesehatan Kota Mataram
memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai ± 9,23777 Km² (927,777 Ha) dan
merupakan 15,07 % dari seluruh luas wilayah Kota Mataram 61,3 Km².
Puskesmas Karang Pule terletak di bagian Selatan Wilayah Kota Mataram ± 2
Km dari pantai barat pulau Lombok, yaitu pada koordinat – 8.612560, LS dan -
116.099149 BT.

GAMBAR 1
PETA WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANG PULE

Pada peta diatas terdapat lima kelurahan yang menjadi daerah


kekuasaan dalam menjalankan tugas pelayanan kesehatan (wilayah kerja)
Puskesmas Karang Pule meliputi kelurahan Karang Pule, Jempong Baru
Kecamatan Sekarbela, Pagutan, Pagutan Timur, dan Pagutan Barat
Kecamatan Mataram.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 4


II. DEMOGRAFI
Demografi meliputi ukuran, struktur dan distribusi penduduk serta
bagaimana jumlah penduduk berubah setiap waktu akibat peristiwa kelahiran,
kematian, migrasi serta penuaan. Kecamatan Sekarbela dan Mataram
merupakan daerah otonom dengan luas wilayah terkecil di Kota Mataram
Provinsi NTB, namun dihuni oleh jumlah penduduk yang relatif besar.
Sebagian wilayah Kecamatan Sekarbela dan Kecamatan Mataram
sebagai kecamatan yang menjadi wilayah kerja Puskesmas Karang Pule
memiliki jumlah penduduk terbanyak kedua di Kota Mataram, maka harus ada
strategi khusus dalam mengatur pelayanan Puskesmas. Hal ini agar semua
sama rata dan adil. Setiap wilayah (kelurahan/kecamatan) di kota Mataram
memiliki berbagai jenis suku/etnis masing-masing yang menjadi identitas
mereka. Hal ini yang menjadikan kota Mataram kaya akan berbagai suku,
agama, ras dan antar golongan. yang bermukim di lima kelurahan tersebut
diatas.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Mataram Nomor: 3 Tahun 2007
tentang Pemekaran Kecamatan dan Kelurahan di Kota Mataram; yang
sebelumnya terdiri dari tiga Kecamatan yakni Ampenan, Mataram, dan
Cakranegara; Maka sejak diundangkan Perda tersebut hingga sekarang maka
jumlah Kecamatan bertambah menjadi enam Kecamatan yakni Sekarbela,
Sandubaya, dan Selaparang terdiri dari 50 Kelurahan.

A. KEADAAN PENDUDUK
Berdasarkan data hasil penghitungan dan pencatatan kelurahan, jumlah
penduduk di wilayah kerja Puskesmas pada tahun 2021 adalah 60.238 jiwa
yang terdiri atas 29.847 jiwa penduduk laki-laki dan 30.391 jiwa penduduk
perempuan. Gambar 1.1 memperlihatkan pertumbuhan penduduk dan jumlah
penduduk di wilayah kerja Puskesmas dari tahun 2019 sampai dengan tahun
2021 berdasarkan jenis kelamin. Penurunan jumlah pertumbuhan penduduk
terbesar terjadi pada tahun 2020 dari 60.512 jiwa per tahun menjadi 60.238 jiwa
tahun 2021 (Lihat Gambar 1.1).
GAMBAR 1.1
JUMLAH PENDUDUK TIGA TAHUN TERAKHIR
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
TAHUN 2019 S.D. TAHUN 2021
70000
60000
50000
40000
30000
20000
10000
0
Pertumbuhan
Laki Perempuan Jumlah
(%)
Tahun 2019 29499 30270 59769 0
Tahun 2020 29905 30607 60512 1.23
Tahun 2021 29847 30391 60238 0.45
Sumber : Kelurahan Wilker Puskesmas Karang Pule, 2021

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 5


Hasil penghitungan, jumlah penduduk paling banyak di wilayah kerja
Puskesmas Karang Pule terdapat di Kelurahan Jempong Baru (17.165 jiwa),
sedangkan jumlah penduduk paling sedikit terdapat di Kelurahan Pagutan
Timur (7.172 jiwa). Secara rinci data jumlah penduduk per kelurahan dapat
dilihat pada Gambar 1.2.

GAMBAR 1.2
JUMLAH PENDUDUK MENURUT KELURAHAN DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS KARANG PULE TAHUN 2021

70000
60000
50000
40000
30000
20000
10000
0
Jempong Pagutan Pagutan
Karang Pule Pagutan PUSKESMAS
Baru Timur Barat
Laki 7035 8467 5084 3602 5659 29847
Perempuan 7189 8698 5419 3570 5515 30391
Jumlah 14224 17165 10503 7172 11174 60238

Sumber: Kelurahan Wilayah kerja Puskesmas Karang Pule, 2021, Hasil Penghitungan Data Penduduk
Sasaran Program Pembangunan Kesehatan Tahun 2021 (Diolah dari Laporan Penduduk Kelurahan
2021)

Data mengenai persebaran populasi penduduk kelurahan di wilayah kerja


puskesmas dapat dilihat secara rinci pada Gambar 1.3.

GAMBAR 1.3
PERSENTASE SEBARAN PENDUDUK KELURAHAN
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANG PULE TAHUN 2021

19% 24%
LEGENDA
12%
Karang Pule

17% 28% Jempong Baru


Pagutan
Pagutan Timur
Pagutan Barat

Sumber: Kelurahan Wilayah kerja Puskesmas Karang Pule, 2021, Hasil Penghitungan Data Penduduk
Sasaran Program Pembangunan Kesehatan Tahun 2021 (Diolah dari Laporan Penduduk Kelurahan
2021)

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 6


Dengan diketahuinya jumlah penduduk, dapat disusun sebuah piramida
penduduk. Piramida penduduk merupakan gambaran yang menyajikan
komposisi data kependudukan suatu wilayah atau negara (kelompok umur
dan jenis kelamin) dalam bentuk grafik batang yang digambarkan
berlawanan arah dengan posisi horizontal.
Dalam piramida penduduk, terdapat dua sumbu, yaitu sumbu horizontal
dan sumbu vertikal. Sumbu vertikal menggambarkan kelompok umur
penduduk dari nol sampai dengan 75 tahun lebih dengan interval lima
tahunan dengan jumlah penduduk laki-laki digambarkan di sisi sebelah kiri
dan perempuan di sisi sebelah kanan. Sumbu horizontal menggambarkan
jumlah penduduk. Piramida tersebut merupakan gambaran struktur
penduduk yang terdiri dari struktur penduduk muda, dewasa, dan tua.
Struktur penduduk ini menjadi dasar bagi kebijakan kependudukan, sosial,
budaya, dan ekonomi.

GAMBAR 1.4
PIRAMIDA PENDUDUK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANG PULE TAHUN 2021

Laki-Laki Kelompok Perempuan


Umur

2868 0-4 2744


2710 5-9 2595
2567 10-- 14 2440
3065 15-19 3069
4053 20-24 3559
2519 25-29 2601
2283 30-34 2623
2083 35-39 2325
2000 40-44 2152
1633 45-49 1711
1283 50-54 1328
1063 55-59 1103
686 60-64 751
481 65-69 556
293 70-74 383
269 75+ 447

Sumber : Kelurahan Wilker Puskesmas Karang Pule, 2021

Piramida penduduk di wilayah kerja Puskesmas Karang Pule pada


Gambar 1.4 berbentuk kerucut dengan alas yang lebar dan puncak yang
meruncing. Hal ini menunjukkan bahwa struktur penduduk di wilayah kerja
Puskesmas Karang Pule termasuk struktur penduduk muda. Usia 0-14 tahun
(usia muda) lebih banyak jumlahnya yakni (26,44%) dibandingkan usia

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 7


diatasnya. Grafik pada usia muda lebih lebar dibandingkan bagian di atasnya
membuktikan bahwa penduduk di Puskesmas Karang Pule memiliki struktur
muda. Bagian atas pada piramida tersebut yang lebih pendek menunjukkan
bahwa angka kematian yang masih tinggi pada penduduk usia tua (6,42%).
Konsentrasi penduduk di suatu wilayah dapat dipelajari dengan
menggunakan ukuran kepadatan penduduk. Kepadatan penduduk
menujukkan tingkat persebaran penduduk suatu wilayah. Angka kepadatan
penduduk menunjukkan rata-rata jumlah penduduk per 1 kilometer persegi.
Semakin besar angka kepadatan penduduk menunjukkan bahwa semakin
banyak penduduk yang mendiami wilayah tersebut. Wilayah yang memiliki
kepadatan yang tinggi umumnya adalah pusat permukiman, pusat
peradaban, dan pusat aktivitas sosial ekonomi. Rata-rata kepadatan
penduduk di wilayah kerja Puskesmas Karang Pule tahun 2021 berdasarkan
hasil estimasi sebesar 6.526 jiwa per km².
Kepadatan penduduk berguna sebagai acuan dalam rangka
mewujudkan pemerataan dan persebaran penduduk.Kepadatan penduduk
menurut Kelurahan tahun 2021 dapat dilihat pada Lampiran 1.

GAMBAR 1.5
PETA PERSEBARAN KEPADATAN PENDUDUK (Jiwa/Km²) DI WILKER
PUSKESMAS KARANG PULE TAHUN 2021

PERSEBARAN KEPADATAN PENDUDUK


Karang Pule
8.851 Jiwa/Km²
Jempong Baru
3.143 Jiwa/Km²

PUSKESMAS
6.519 Jiwa/Km²
Pagutan
8.862 Jiwa/Km²

Pagutan Timur
5.003 Jiwa/Km²
Pagutan Barat
1211 Jiwa/Km²

Sumber: Kelurahan Wilayah kerja Puskesmas Karang Pule, 2021, Hasil Penghitungan Data Penduduk
Sasaran Program Pembangunan Kesehatan Tahun 2021 (Diolah dari Laporan Penduduk Kelurahan
2021)

Gambar 1.5 memperlihatkan kepadatan penduduk di wilayah kerja


Puskesmas Karangg Pule yang tidak merata. Kepadatan penduduk tertinggi
terdapat di Kelurahan Pagutan sebagai kelurahan dengan kepadatan
penduduk sebesar 8.862 jiwa per km². Kelurahan dengan kepadatan
penduduk terendah yaitu di Kelurahan Pagutan Barat sebesar 1.211 jiwa per
km² (Lampiran 1).
Kepadatan penduduk per-Kecamatan menurut BPS Kota Mataram
2020, Kecamatan Sekarbela dihuni oleh 7.544 jiwa per-Km², sedangkan

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 8


Kecamatan Mataram 8.695 jiwa per-Km². Beberapa cara yang dilakukan
pemerintah dalam rangka pemerataan penduduk, antara lain: (1)
transmigrasi atau program memindahkan penduduk dari tempat yang padat
ke tempat yang jarang penduduknya; (2) pemerataan pembangunan di
wilayah tertinggal; (3) mensosialisasikan program keluarga berencana dan
menunda usia pernikahan pertama.
Tabel 1.1 memperlihatkan data penduduk sasaran program
pembangunan kesehatan tahun 2021 berdasarkan jenis kelamin. Data
penduduk sasaran program pembangunan kesehatan diperlukan untuk
penyusunan perencanaan dan evaluasi hasil pencapaian upaya kesehatan
yang telah dilaksanakan.

TABEL 1.1
PENDUDUK SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN
DI WILKER PUSKESMAS KARANG PULE TAHUN 2021
Jenis Kelamin
Kelompok
No. Sasaran Program Jumlah
Umur/Formula Laki-Laki Perempuan
1 Lahir Hidup 577 576 1153
2 Bayi 0 Tahun 593 592 1185
3 Batita (di Bawah Tiga Tahun) 0 – 2 Tahun 1747 1742 3489
4 Anak Balita 1 – 4 Tahun 2881 2875 5756
5 Balita (di Bawah Lima Tahun) 0 – 4 Tahun 2288 2285 4573
6 Pra Sekolah 5 – 6 Tahun 1122 1121 2243
7 Anak Usia Kelas 1 SD/Setingkat 7 Tahun 555 552 1107
8 Anak Usia SD/Setingkat 7 – 12 Tahun 3202 3195 6397
9 Penduduk Usia Muda < 15 Tahun 4865 4855 9720
10 Penduduk Usia Produktif 15 – 64 Tahun 23.721 23.667 47.388
11 Penduduk Usia Non Produktif ≥ 65 Tahun 1738 1733 3471
12 Penduduk Usia Lanjut ≥ 60 Tahun 2813 2809 5622
13 Penduduk Usia Lanjut Risiko Tinggi ≥ 70 Tahun 973 971 1944
14 Wanita Usia Subur (WUS) 15 – 49 Tahun 19836
15 Wanita Usia Subur Imunisasi 15 – 39 Tahun 15064
16 Ibu Hamil 1,1 X lahir hidup 1268
17 Ibu Bersalin/Nifas 1,05 X lahir hidup 1211
Sumber: Pusat Kesehatan Masyarakat Karang Pule, 2021, Hasil SUPAS-BPS Data Penduduk Sasaran Program
Pembangunan Kesehatan Tahun 2021 (Diolah dari Kunjungan Pasien 2021).

Indikator yang sering digunakan untuk mengetahui produktivitas


penduduk yaitu Angka Beban Ketergantungan (ABK) atau Dependency
Ratio. Angka Beban Ketergantungan adalah perbandingan antara jumlah
penduduk berumur 0-14 tahun ditambah dengan jumlah penduduk 65 tahun
ke atas (keduanya disebut dengan bukan angkatan kerja) dibandingkan
dengan jumlah penduduk usia 15-64 tahun (angkatan kerja). Dari
penghitungan di 5 kelurahan wilayah kerja puskesmas Karang Pule
didapatkan angka ABK = 0,40. Angka ini digunakan sebagai indikator yang
secara kasar menunjukkan keadaan ekonomi suatu wilayah/negara.
Semakin tinggi persentase dependency ratio menunjukkan semakin tinggi
beban yang harus ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai
hidup penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi.
Sedangkan persentase dependency ratio yang semakin rendah
menunjukkan semakin rendahnya beban yang ditanggungpenduduk yang
produktif untuk membiayai penduduk yang belum produktif dan tidak
produktif lagi Angka Beban Ketergantungan penduduk di 5 kelurahan wilayah
kerja puskesmas pada tahun 2021 sebesar 0,40. Hal ini berarti bahwa 100

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 9


penduduk di 5 kelurahan yang produktif, di samping menanggung dirinya
sendiri, juga menanggung kurang lebih 0,4 atau 1 orang yang tidak produktif.

TABEL 1.2
PENDUDUK SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN
DI WILKER PUSKESMAS KARANG PULE TAHUN 2020- 2021

Laki-Laki Perempuan
Kelompok Umur
2020 2021 2020 2021
0-4 2860 2868 2777 2744
5-9 2704 2710 2626 2595
10 – 14 2560 2567 2469 2440
15 – 19 3057 3065 3105 3069
20 – 24 4042 4053 3601 3559
25 – 29 2512 2519 2632 2601
30 – 34 2276 2283 2652 2623
35 – 39 2079 2083 2352 2325
40 – 44 1995 2000 2175 2152
45 – 49 1628 1633 1731 1711
50 – 54 1281 1283 1344 1328
55 – 59 1060 1063 1116 1103
60 – 64 684 686 758 751
65 – 69 480 481 562 556
70 – 74 291 293 386 383
75+ 268 269 453 447
Jumlah 29.772 29.847 30.740 30.391
Sumber: Kelurahan Wilker Puskesmas Karang Pule, 2021

Data penduduk sasaran program pembangunan kesehatan tahun 2021 menurut


kelurahan terdapat pada Lampiran 1.

B. KEADAAN EKONOMI
Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu
wilayah (kelurahan/kecamatan) dalam suatu periode tertentu adalah data
Produk Domestik Bruto (PDB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas
dasar harga konstan. PDB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang
dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau
merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit
ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi Kota Mataram awal Maret 2021 merosot hingga
minus 5,5 persen. Artinya, secara agregat nilai tambah ekonomi secara ril
mengalami penurunan sebesar -5,50 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Artinya, secara agregat nilai tambah ekonomi secara ril mengalami penurunan
sebesar -5,50 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Faktor eksternal
menjadi penyebab penurunan pertumbuhan ekonomi di Kota Mataram,” kata
Kepala BPS Kota Mataram.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 10


GAMBAR 1.6
PERTUMBUHAN EKONOMI DI WILKER PUSKESMAS KARANG PULE
TAHUN 2015 – 2019 (dalam persen)
Pertumbuhan Ekonomi
5
4.5 4.69 4.67
4 4.12
3.75
3.5
3 3.2
2.5
2
1.5
1
0.5
0
2017 2018 2019 2020 2021
Tahun

Pertumbuhan
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Mataram, 2021

Kemiskinan dalam arti luas diartikan sebagai ketidak mampuan


seseorang dalam memenuhi kebutuhannya secara relatif sesuai dengan
persepsi dirinya. Menurut BPS, Kemiskinan dipandang sebagai ketidak
mampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan
bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Angka kemiskinan dapat
diukur menggunakan tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, juga
kombinasi keduanya. Indonesia termasuk negara yang mengukur data
kemiskinan menggunakan tingkat pengeluaran per kapita dengan konsep
kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach).
Pengukuran angka kemiskinan menggunakan metode garis kemiskinan
pengeluaran, baik garis kemiskinan non makanan maupun garis kemiskinan
makanan. Garis kemiskinan menunjukkan jumlah rupiah minimum yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan yang
setara dengan 2100 kilo kalori per kapita per hari dan kebutuhan
pokok bukan makanan.
Penduduk dikategorikan sebagai penduduk miskin jika memiliki rata-
rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Garis
Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) merupakan nilai pengeluaran minimum
untuk kebutuhan non-makanan berupa perumahan, sandang, pendidikan dan
kesehatan.
Garis kemiskinan Kota Mataram berada di angka Rp 499.959. Garis
Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan
(GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang
memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis
Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 11


GAMBAR 1.8
PERSENTASE PENDUDUK MISKIN MENURUT KELURAHAN TAHUN 2021

JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI WILAYAH KERJA


PUSKESMAS KARANG PULE TAHUN 2021

70000 60238
60000
50000
40000
30000
14224 17165
20000 10503 11174
7172 5211
10000 1230 1485 909 620 967
0
Karang Pule Jempong Pagutan Pagutan Pagutan PUSKESMAS
Baru Timur Barat

Jml. Penduduk Jml. Pdd Miskin

Sumber : Hasil Penghitungan Puskesmas Karang Pule 2021


AKR (Angka Kemiskinan Rata-Rata Kota Mataram Tahun 2021 sebesar 8,65%)

Dari gambar 1.8, dapat disimpulkan bahwa pada pada tahun 2021
jumlah penduduk miskin di Kota Mataram mencapai, 8,65% (BPS Kota
Mataram 31 Desember 2021), artinya jumlah masyarakat miskin yang ada di
wilayah kerja Puskesmas Karang Pule sebanyak 5.211 orang. Dengan angka
persentase kemiskinan terendah ada di di Kelurahan Pagutan Timur 620
jiwa, sementara yang tertinggi ada di Kelurahan Jempong Baru yang
mencapai angka sebesar 1.485 jiwa. Angka ini lebih baik bila dibandingkan
dengan tahun 2014 penduduk Kota mataram yang miskin 11% (46.673 Jiwa),

TABEL 1.2
PERSEBARAN JUMLAH DAN PROPORSI PENDUDUK MISKIN
MENURUT KELOMPOK BESAR TAHUN 2019 – 2021
2019 2020 2021
No Kelurahan
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1 Karang Pule 1269 1197 1230 8,65
2 Jempong Baru 1532 1452 1485 8,65
3 Pagutan 926 883 909 8,65
4 Pagutan Timur 597 611 620 8,65
5 Pagutan Barat 1008 982 960 8,65
Jumlah 5332 8,92 5125 8,47 5.211 8,65
Sumber Data lima Kelurahan 2019-2021

Berdasarkan tabel 1.2, dapat diketahui bahwa dalam kurun waktu 3 tahun
terakhir (2019-2021) jumlah dan proporsi penduduk miskin mengalami
penurunan dari 8,92% menjadi 8,65% tahun 2021, hampir setengah dari total
penduduk miskin di wilayah kerja Puskesmas berada di Kelurahan Jempong
Baru (28,50%). Walaupun Kelurahan Jempong Baru sebagai ibu kota
kecamatan Sekarbela perkembanagan pembangunan pisik (sarparas)

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 12


merupakan yang paling cepat, namun proporsi penduduk paling besar angka
kemiskinan berada di Kelurahan Jempong Baru.
Pendapatan yang diterima oleh keluarga dapat menggambarkan tingkat
kesejahteraan keluarga tersebut. Namun informasi mengenai pendapatan
rumah tangga yang akurat sulit diperoleh, sehingga dilakukan pendekatan
melalui data pengeluaran rumah tangga. Data pengeluaran rumah tangga
dibedakan menurut kelompok makanan dan bukan makanan, kedua kelompok
tersebut dapat menggambarkan bagaimana rumah tangga mengalokasikan
kebutuhan rumah tangganya.

C. KEADAAN PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan salah satu bentuk investasi yang menentukan
masa depan bangsa di masa mendatang. Pendidikan bermutu sebagai hasil
upaya tersebut akan menjadi modal menuju Sumber Daya Manusia (SDM)
yang berkualitas dan berdaya saing. Pendidikan masyarakat dapat diukur
dengan berbagai indikator, salah satu indikator yang secara sensitif dapat
mengukur tingkat pendidikan masyarakat yaitu Rata-rata Lama Sekolah (RLS).
Rata-rata lama sekolah (tahun) 2019 selama 9,45 tahun 2020 selama
9,46, tahun 2021 turun 9,54 tahun provinsi NTB 7,27 tahun 2019, naik menjadi
7,31, dan 7,38 tahun di tahun 2021. Angka ALS Kota Mataram berada di urutan
kedua setelah Kota Bima 10,39 tahun 2019, naik 10,49 tahun 2020 dan 10,65 di
tahun 2021.
GAMBAR 1.11
RATA-RATA LAMA SEKOLAH PENDUDUK BERUMUR 15 TAHUN KE ATAS
TAHUN 2019 – 2021 (dalam tahun)

ANGKA LAMA SEKOLAH TIGA TAHUN TERAKHIR ( 2019 - 2021)


30
25
20
15
10
5
0
Tahun 2019 Tahun 2020 Tahun 2021
Provinsi NTB. 7.27 7.31 7.38
Kota Bima 10.38 10.49 10.65
Mataram 9.45 9.46 9.54
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Mataram, 2021

Dari gambar 1.11, Rata-rata Lama Sekolah (RLS) penduduk berumur


15 tahun ke atas di Kota Mataram mengalami peningkatan walaupun belum
memenuhi program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan terlihat dari gambar
yaitu RLS pada tahun 2019 sebesar 9,45 tahun menjadi 9,46 tahun pada
tahun 2020, dan 9,54 tahun pada 2021. Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 13


(9,08 tahun) cenderung lebih lama bersekolah dibandingkan perempuan
(8,42 tahun).
Kemampuan penduduk dalam membaca dan menulis merupakan
kemampuan yang mendasar. Kemampuan baca tulis tersebut dapat dilihat
berdasarkan indikator Angka Melek Huruf (AMH). Ukuran AMH digunakan
untuk mengetahui seberapa banyak penduduk di suatu wilayah yang
memiliki kemampuan dasar untuk memperluas akses informasi, sehingga
bertambah pengetahuan dan keterampilan mereka, yang pada akhirnya
penduduk tersebut mampu meningkatkan kualitas hidup diri, keluarga,
maupun negaranya di berbagai bidang kehidupan.
AMH merupakan persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas
yang dapat membaca dan menulis serta mengerti sebuah kalimat sederhana
dalam hidupnya sehari-hari. Data BPS Kota Mataram tahun 2017
berdasarkan jenis kelamin, AMH laki-laki kota Mataram (96,59%) nasional
(97,48 %) lebih tinggi dari perempuan Mataram (87,03%) nasional (94,33 %).
Secara rinci dan detail, AMH (persentase penduduk berumur 15 tahun ke
atas yang melek huruf) menurut kabupaten/kota di provinsi dan jenis kelamin
dapat dilihat pada Lampiran 3.k. Cakupan AMH per provinsi dapat dilihat
seperti Gambar 1.12

GAMBAR 1.12
ANGKA MELEK HURUF MENURUT KABUPATEN/KOTA
DI PROVINSI NTB TAHUN 2017 (dalam persen)
Persentase Buta Huruf Penduduk Usia 15 tahun ke atas Menurut
KABUPATEN/KOTA Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin
Laki-Laki Perempuan Jumlah
Kabupaten Lombok Barat 10,78 18,95 15,04
Kabupaten Lombok Tengah 13,08 22,64 18,26
Kabupaten Lombok Timur 10,77 17,23 14,34
Kabupaten Sumbawa 4,16 9,85 6,95
Kabupaten Dompu 6,91 9,93 8,42
Kabupaten Bima 7,17 13,82 10,59
Kabupaten Sumbawa Barat 4,03 6,72 5,37
Kabupaten Lombok Utara 12,01 20,82 16,54
Kota Mataram 3,41 12,97 8,29
Kota Bima 5,67 7,82 6,78
Nusa Tenggara Barat 8,93 16,41 12,86
Sumber: BPS, Survei Sosial Ekonomi Nasional 2017

Angka partisipasi adalah indikator pendidikan yang mengukur tingkat


partisipasi sekolah penduduk menurut kelompok umur sekolah atau jenjang
pendidikan tertentu. Ada tiga jenis indikator yang memberikan gambaran
mengenai partisipasi sekolah yaitu Angka Partisipasi Sekolah (APS), Angka
Partisipasi Kasar (APK), dan Angka Partisipasi Murni (APM). Angka
Partisipasi Sekolah (APS) menggambarkan ukuran daya serap sistem
pendidikan
terhadap penduduk usia sekolah. APS yang tinggi menunjukkan tingginya
partisipasi sekolah dari penduduk usia tertentu. APS merupakan indikator
dasar yang digunakan untuk melihat akses pada pendidikan khususnya bagi
penduduk usia sekolah.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 14


Nilai APS merupakan persentase jumlah murid kelompok usia sekolah
tertentu yang bersekolah pada berbagai jenjang pendidikan dibagi dengan
penduduk kelompok usia sekolah yang sesuai. APS secara umum
dikategorikan menjadi 3 kelompok umur, yaitu 7-12 tahun mewakili umur
setingkat SD, 13-15 tahun mewakili umur setingkat SMP/MTs,16-18 tahun
mewakili umur setingkat SMA/SMK dan 19-24 tahun mewakili umur setingkat
perguruan tinggi; Kota Mataram (96,37%) dengan APK tertinggi.

D. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM)


Pencapaian pembangunan manusia diukur dengan memperhatikan
tiga aspek esensial yaitu umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, dan
standar hidup layak. IPM merupakan indikator yang digunakan untuk melihat
perkembangan pembangunan dalam jangka panjang.
Tahun 2014 terjadi perubahan metodologi IPM. Angka Melek Huruf
pada metode lama diganti dengan angka harapan lama sekolah. Produk
Domestik Bruto (PDB) per kapita diganti dengan Produk Nasional Bruto
(PNB) per kapita. Metode agregasi dari rata-rata aritmatik menjadi rata-rata
geometrik.
Secara umum, pembangunan manusia Kota Mataram terus mengalami
kemajuan selama periode 2018 hingga 2020 baik dengan metode lama dan
metode baru. Nilai IPM Kota Mataram telah meningkat 0,48 poin, yaitu dari
78,43 tahun 2018 menjadi 78,91 pada tahun 2020. Selama periode tersebut,
IPM Indonesia rata-rata tumbuh sebesar 0,38% per tahun dan meningkat
dari level “sedang” menjadi “tinggi” mulai tahun 2016. Pada Tahun 2019 IPM
Indonesia naik sebesar 0,53 dari tahun sebelumnya yaitu 71,39.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Develompment
Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari angka harapan hidup,
melek huruf, pendidikan dan standar hidup masyarakat. IPM dibentuk oleh 3
(tiga) dimensi dasar yaitu derajat kesehatan dan usia hidup (longetivity) yang
diukur dengan Angka Harapan Hidup (live expectancy rate), pengetahuan
(knowledge) yang diukur dengan kombinasi antara harapan lama sekolah
(HLS atau EYS) dan rata-rata lama sekolah (RLS atau MYS) serta standar
hidup layak (decent living) yang dilihat dari pengeluaran perkapita. Ketiga
dimensi tersebut memiliki pengertian sangat luas karena terkait banyak
faktor. Untuk mengukur dimensi kesehatan, digunakan angka harapan hidup
waktu lahir. Selanjutnya untuk mengukur dimensi pengetahuan digunakan
gabungan indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Adapun
untuk mengukur dimensi hidup layak digunakan indikator kemampuan daya
beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-
rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan yang
mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak. Status pembangunan
manusia Kota Mataram pada tahun 2020 berada pada kriteria “Tinggi”
(angka IPM antara 70 sampai dengan 79), yaitu sebesar 78,91.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian pembangunan


manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Sebagai ukuran
kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar.
Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat; pengetahuan, dan
kehidupan yang layak.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 15


Tabel I.3
Perkembangan IPM Kota Mataram 4 tahun Terakhir (2018-2021)
Besaran Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
LOKUS
Tahun 2018 Tahun 2019 Tahun 2020 Tahun 2021
Kota Mataram 78,43 79,10 78,91 79,14
Provinsi NTB 67,30 68,14 68,25 68,65
Nasional 71,39 71,92 71,94 72,29
Sumber: BPS Provinsi NTB, 2021.
Keterangn : Angka IPM NTB artinya, terdapat pertumbuhan 0,4 persen dari tahun 2020
ke tahun 2021, (dari angka 68,25 %, menjadi 68,65%).

Peristiwa pandemi COVID-19 telah membawa sedikit perubahan dalam


pencapaian pembangunan manusia di NTB. IPM tahun 2020 tercatat
sebesar 68,25 atau tumbuh 0,16 persen, namun melambat dibandingkan
pertumbuhan tahun sebelumnya. Pelambatan capaian IPM tahun 2020
disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan komponen pengeluaran per
kapita per tahun yang disesuaikan.
Kemudian IPM NTB tahun 2021 adalah 68,65 atau tumbuh 0,59 persen.
Dengan capaian ini, rata-rata pertumbuhan IPM tahun 2010-2021 menjadi
sebesar 1,06 persen per tahun. Peningkatan IPM juga terjadi di sepuluh
kabupaten kota lainnya.IPM terendah masih ditempati oleh Kabupaten
Lombok Utara dengan angka tercatat 64,77. Urutan teratas ditempati oleh
Kota Mataram dengan 79,14. Sejak tahun 2017, IPM Kabupaten Sumbawa
Barat mencapai status tinggi dan bersanding dengan Kota Mataram dan Kota
Bima.
Pihaknya juga mencatat dimensi kesehatan yang digambarkan oleh
indikator Umur Harapan Hidup, tahun 2021 NTB mencapai 66,69 tahun.
Indikator ini meningkat 0,18 tahun dibandingkan tahun 2020. Dimensi hidup
layak yang digambarkan oleh indikator Pengeluaran Per Kapita yang
disesuaikan, capaian Provinsi NTB di tahun 2021 10,38 juta rupiah per orang
per tahun. ”Indikator ini meningkat sebanyak 26 ribu rupiah dibandingkan
tahun 2020,” imbuhnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) Indonesia 2021 mencapai 72,29, atau tumbuh melambat 0,49 persen
dibandingkan dengan capaian tahun sebelumnya, sebesar 71,94.
Pembangunan manusia di Indonesia terus mengalami kemajuan. Pada tahun
2019, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia mencapai 71,92.
Angka ini meningkat sebesar 0,53 poin atau tumbuh sebesar 0,74 persen
dibandingkan tahun 2018.
Bayi yang lahir pada tahun 2019 memiliki harapan untuk dapat hidup
hingga 71,34 tahun, lebih lama 0,14 tahun dibandingkan dengan mereka
yang lahir tahun sebelumnya. Anak-anak yang pada tahun 2019 berusia 7
tahun memiliki harapan dapat menikmati pendidikan selama 12,95 tahun
(hampir setara dengan masa pendidikan untuk menamatkan jenjang Diploma
I), lebih lama 0,04 tahun dibandingkan dengan yang berumur sama pada
tahun 2018. Penduduk usia 25 tahun ke atas secara rata-rata telah
menempuh pendidikan selama 8,34 tahun (hampir setara dengan masa
pendidikan untuk menamatkan jenjang kelas IX), lebih lama 0,17 tahun
dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2019, masyarakat Indonesia

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 16


memenuhi kebutuhan hidup dengan rata-rata pengeluaran per kapita yang
disesuaikan (PPP) sebesar 11,30 juta rupiah per tahun, meningkat 240 ribu
rupiah dibandingkan pengeluaran tahun sebelumnya.
Untuk melihat capaian IPM antar wilayah dapat dilihat melalui
pengelompokan IPM ke dalam beberapa kategori, yaitu:
o IPM < 60 : IPM rendah
o 60 ≤ IPM < 70 : IPM sedang
o 70 ≤ IPM < 80 : IPM tinggi
o ≥ 80 : IPM sangat tinggi
Berdasarkan pembagian tersebut, hanya Provinsi DKI Jakarta yang
mempunyai nilai IPM kategori sangat tinggi (80,76). Sejak pertama kali
dihitung hingga tahun 2018, capaian IPM Provinsi DKI Jakarta selalu paling
tinggi di antara provinsi lainnya. Ketersediaan sarana kesehatan, pendidikan
dan perekonomian serta kemudahan akses terhadap semua sarana tersebut
membuat Provinsi DKI Jakarta lebih unggul dibandingkan wilayah lain di
Indonesia. Kondisi ini menjadi salah satu faktor pendorong tingginya capaian
pembangunan manusia di Provinsi DKI Jakarta.

GAMBAR 1.14
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA NASIONAL, PROVINSINTB, DAN KOTA
MATARAM TAHUN 2018-2021

PERKEMBANGAN "IPM" NASIONAL PROVINSI NTB. DAN KOTA


MATARAM EMPAT TAHUN TERAKHIR (2018 -2021)
250

200

150

100

50

0
Tahun 2018 Tahun 2019 Tahun 2020 Tahun 2021 Pertumbuhan
Nasional 71.39 71.92 71.94 72.29 0.49
Provinsi NTB 67.3 68.14 68.25 68.65 0.59
Mataram 78.43 79.1 78.91 79.14 0.53
Sumber: BPS Nasional, BPS Provinsi NTB,BPS Kota Mataram.

E. PROGRAM
Program kesehatan yang dilaksanakan di Puskesmas Karang Pule
terdiri dari empat jenis kegiatan pokok Puskesmas yaitu :
1. Upaya Kesehatan Masyarakat ( UKM )
a. UKM Esensial
b. UKM Pengembangan
2. Upaya Kesehataan Perorangan dan Penunjang ( UKP-P )
3. Mutu
4. Manajemen Puskesmas

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 17


Dari empat kegiatan pokok tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Upaya Kesehatan Masyarakat ( UKM )
1). UKM Esensial
a. Upaya Promosi Kesehatan
b. Upaya Kesehatan Lingkungan
c. Upaya Pelayanan Kesehatan Ibu, Anak dan Keluarga Berencana
d. Upaya Pelayanan Gizi
e. Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

2). UKM Pengembangan


a. Pelayanan Kesehatan Jiwa
b. Pelayanan Kesehatan Olahraga
c. Pelayanan Kesehatan Lansia
d. Pelayanan Kesehatan Kerja
e. Pelayanan Kesehatan Remaja
f. Pelayanan PTM dan Posbindu

2. Upaya Kesehatan Perorangan dan Penunjang ( UKP-P)


a. Pelayanan Rawat Jalan (pertolongan persalinan 24 jam)
b. Pelayanan Gawat Darurat
c. Pelayanan Kefarmasian
d. Pelayanan Laboratorium

3. Mutu
a. Indeks Kepuasan Masyarakat
b. Indeks Kepuasan Pasien
c. Sasaran Keselamatan Pasien
d. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ( PPI )

4. Manajemen Puskesmas
a. Manajemen Umum
b. Manajemen Peralatan dan Sarana Prasarana
c. Manajemen Keuangan
d. Manajemen Sumber Daya Manusia
e. Manajemen Pelayanan Kefarmasian

F. PENCAPAIAN SPM (STANDAR PELAYANAN MINIMAL)


Untuk mengetahui tingkat pencapaian kinerja dilakukan pengukuran
indikator kinerja sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu
Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan,
seperti tabel I.4. dibawah ini.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 18


TABEL I.4
PENCAPAIAN SPM (STANDAR PELAYANAN MINIMAL)
PUSKESMAS KARANG PULE TAHUN 2021
TARGET/
HASIL/ KETERANGAN
INDIKATOR TARGET SASARAN (A)/(B)
NO. REALISASI
KINERJA SETAHUN (%)
(A)
(B)
-5,84% dari
1 Pelayanan Kesehatan Ibu hamil ( K4 ) 100% 1194 1268 94,16
target
-8,18% dari
2 Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin 100% 1112 1211 91,82
target
-17,37% dari
3 Pelayanan Kesehatan bayi baru lahir 100% 949 1177 80,63
target
-29,39% dari
4 Pelayanan Kesehatan balita 100% 3243 4503 70,61
target
Pelayanan Kesehatan pada usia Tercapai
5 100% 2823 2823 100
pendidikan dasar sesuai target
6 Pelayanan Kesehatan pada usia -54,57% dari
100% 21105 46450 45,43
produktif target
7 Pelayanan Kesehatan pada usia lanjut 100% 1614 3866 41,75 -59,25% dari
target
Pelayanan Kesehatan penderita -94,09% dari
8 100% 990 16746 5,91
hepertensi target
Pelayanan Kesehatan penderita -63,77% dari
9 100% 979 2702 36,23
Diabetes Melitus ( DM ) target
Pelayanan Kesehatan orang dengan 100% dari
10 100% 66 66 100
gangguan jiwa berat ( ODGJ Berat ) target
Pelayanan Kesehatan orang dengan 100% dari
11 100% 96 96 100
terduga TB target
Pelayanan Kesehatan orang dengan 80,17 % dari
12 100% 23 116 19,83
Resiko terinfeksi HIV target
Sumber: Puskemas Karang Pule, 2021.

Dari tabel I.4 diatas dapat diketahui pencapaian 12 indikator kinerja SPM
di Puskesmas Karang Pule tahun 2021, berada dalam kisaran 70% (terendah)
pelayanan kesehatan Balta sampai dengan 171,31% (tertinggi) pelayanan
kesehatan pada usia lanjut; capaian melampaui 100% disebabkan karena ada
diantara sasaran yang mendapatkan pelayanan lebih dari 1 kali. Sedangkan 10
indikator lainnya tidak mencapai target (100%) karena pandemi COVID-19 yang
menyebabkan kunjungan masyarakat ke fasilitas pelayanan kesehatan
(Puskesmas dan jaringannya) kurang optimal bila dibandingkan dengan
sebelum terjadinya pandemi.

Jumlah penduduk kota Mataram tahun 2021 sebanyak 441.561 jiwa, dengan kepadatan
penduduk sebanyak 7.203 jiwa/km2.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 19


BAB II
FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM

Keberadaan Fasilitas Pelayanan Kesehatan mempengaruhi derajat


kesehatan masyarakat suatu wilayah. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan menjelaskan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan adalah
suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan
upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun
rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat.
Bab ini akan membahas tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang
terdiri dari FKTP/Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (Puskesmas), dan bab
ini juga menjelaskan data Fasilitas Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 65 Tahun 2013 dijelaskan
bahwa Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) adalah wahana
pemberdayaan masyarakat, yang dibentuk atas dasar kebutuhan masyarakat,
dikelola oleh, dari, untuk dan bersama masyarakat, dengan bimbingan dari
petugas Puskesmas, lintas sektor dan lembaga terkait lainnya. Proses dalam
mewujudkan upaya pemberdayaan masyarakat terkait erat dengan faktor
internal dan eksternal yang saling berkontribusi dan mempengaruhi secara
sinergis dan dinamis. Salah satu faktor eksternal dalam proses pemberdayaan
masyarakat adalah pendampingan oleh fasilitator pemberdayaan masyarakat.
Peran fasilitator pada awal proses sangat aktif tetapi akan berkurang
secara bertahap selama proses berjalan sampai masyarakat sudah mampu
menyelenggarakan UKBM secara mandiri dan menerapkan Perilaku Hidup
Sehat dan Bersih (PHBS). Salah satu UKBM yang paling aktif dan dikenal
masyarakat adalah Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu), selain itu terdapat
beberapa jenis UKBM diantaranya Posyandu lansia, Pos UKK (Upaya
Kesehatan Kerja), Polindes (Pondok Bersalin Desa), Poskestren (Pos
Kesehatan Pesantren), dan Posbindu PTM (Pos Pembinaan Terpadu Penyakit
Tidak Menular).

A. PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT


Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2019 tentang
Puskesmas menyebutkan bahwa Puskesmas adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Total jumlah Puskesmas di Kecamatan
Sekarbela sampai dengan Desember 2021 adalah 2 Puskesmas, yang terdiri
dari 1 Puskesmas rawat inap (Puskesmas Tanjung Karang) dan 1 Puskesmas
non rawat inap (Puskesmas Karang Pule) tetapi melayani persalinan dan UGD
24 jam.
Banyaknya jumlah Puskesmas di suatu wilayah menggambarkan upaya
pemerintah dalam pemenuhan akses terhadap pelayanan kesehatan primer.
Pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan primer dapat dilihat secara umum
dari rasio Puskesmas terhadap kecamatan. Rasio Puskesmas terhadap
kecamatan pada tahun 2021 sebesar 1,4. Hal ini menggambarkan bahwa rasio
ideal Puskesmas terhadap kecamatan yaitu minimal 1 Puskesmas di 1

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 20


kecamatan, secara nasional sudah terpenuhi, tetapi perlu diperhatikan distribusi
dari Puskesmas tersebut di seluruh kecamatan.

1. Akreditasi Puskesmas
Akreditasi merupakan suatu pengakuan yang diberikan oleh lembaga
independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan
setelah memenuhi standar akreditasi. Akreditasi merupakan salah satu bentuk
upaya peningkatan mutu fasilitas pelayanan kesehatan termasuk untuk
pelayanan FKTP. Sesuai Permenkes Nomor 46 Tahun 2015, akreditasi FKTP
bertujuan untuk 1) meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien, 2)
meningkatkan perlindungan bagi sumber daya manusia kesehatan, masyarakat
dan lingkungannya, serta Puskesmas, klinik pratama, tempat praktik mandiri
dokter, dan tempat praktik mandiri dokter gigi sebagai institusi, dan 3)
meningkatkan kinerja Puskesmas, Klinik Pratama, tempat praktik mandiri
dokter, dan tempat praktik mandiri dokter gigi dalam pelayanan kesehatan
perseorangan dan/atau kesehatan masyarakat.
Dengan akreditasi puskesmas diharapkan dapat membangun sistem tata
kelola yang lebih baik secara bertahap dan berkesinambungan melalui
perbaikan tata kelola:
1) manajemen secara institusi,
2) manajemen program,
3) manajemen risiko, dan
4) manajemen mutu.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2019
tentang Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), Pasal 39 menyatakan
bahwa dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Puskesmas wajib dilakukan
akreditasi secara berkala minimal tiga tahun sekali. Dan sebagai tindak lanjut,
maka diterbitkan dasar hukum yang mengatur teknis pelaksanaan akreditasi
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) melalui Permenkes Nomor 46
Tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik
Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi.
Puskesmas Karang Pule sebagai Puskesmas Rawat Jalan sejak
pertama kali pelaksanaan akreditasi Puskesmas tahun 2016, Puskesmas
Karang Pule telah 2 kali terakreditasi terakhir tahun 2019. tingkat kelulusan
akreditasi dengan Status Kelulusan Dasar di tahun 2016, dan terakreditasi
Status Kelulusan Utama di tahun 2019.

2. Puskesmas dengan Upaya Kesehatan Kerja dan Olah Raga


Kesehatan Kerja dan Kesehatan Olahraga berkaitan dengan kondisi
sosial dan ekonomi masyarakat, dalam upayanya melibatkan dan
membutuhkan dukungan kerjasama lintas sektor. Oleh karena itu, pencapaian
tujuan kesehatan kerja dan olahraga bagi semua pekerja dan peningkatan
produktivitas pekerja yang optimal membutuhkan kebijakan dan rencana
strategi dalam rangka mengamankan kondisi kerja dan mempromosikan
kesehatan kerja, serta paling utama melindungi pekerja pada kelompok berisiko
seperti pekerja wanita, pekerja anak, pekerja usia lanjut dan pekerja yang
terpajan bahan berbahaya.
Arah kebijakan dan strategi kesehatan kerja dan olah raga adalah
berupaya membangun masyarakat yang sehat bugar dan produktif dengan

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 21


menitikberatkan upaya promotif dan preventif. Memperkuat kemitraan dan
pemberdayaan masyarakat Penyelenggaraan program kesehatan kerja dan
olahraga secara bertahap, terpadu dan berkesinambungan Pengembangan
program kesehatan kerja dan olahraga melibatkan LP/LS, dunia usaha, swasta
dan masyarakat. Penyelenggaraan program kesehatan kerja dan olahraga
sesuai standar profesi, standar pelayanan, dan Standar Operasional Prosedur.
Strategi Kemitraan dan pemberdayaan kesehatan pada kelompok
pekerja berbasis masyarakat pekerja. Advokasi dan sosialisasi kesehatan kerja
dan olahraga. Penguatan layanan kesehatan bagi pekerja. Penguatan
kebijakan dan manajemen kesehatan kerja dan olahraga. Penguatan sistem
informasi kesehatan kerja dan olahraga berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 43 Tahun 2019, pelayanan kesehatan kerja dan
kesehatan olahraga merupakan upaya kesehatan masyarakat pengembangan
yang kegiatannya memerlukan upaya yang sifatnya inovatif dan/atau bersifat
ekstensifikasi dan intensifikasi pelayanan, disesuaikan dengan prioritas
masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerja dan potensi sumber daya yang
tersedia di masing-masing Puskesmas. Namun demikian, upaya kesehatan
masyarakat esensial juga dilakukan terhadap sasaran upaya kesehatan kerja
dan olahraga, khususnya pekerja, anak sekolah, dan jemaah haji.
Puskesmas memiliki peran strategis dalam upaya kesehatan kerja kedua
sektor tersebut, utamanya pada sektor informal. Upaya kesehatan kerja di
Puskesmas diselenggarakan sesuai dengan keadaan dan permasalahan yang
ada di wilayah Puskesmas atau lokal spesifik. Dengan demikian sampai saat ini
upaya kesehatan kerja di Puskesmas lebih dititikberatkan pada wilayah industri
sehingga dapat menjangkau pekerja yang ada di wilayah kerjanya.

a. Upaya Kesehatan Kerja (UKK)


Pada indikator Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan
Tahun 2015-2019, kesehatan kerja memiliki target persentase Puskesmas yang
menyelenggarakan kesehatan kerja dasar dan/atau memberikan pelayanan
kesehatan bagi pekerja di wilayah kerjanya, diantaranya melalui Pos Upaya
Kesehatan Kerja (Pos UKK).
Untuk capaian jumlah Pos UKK yang ada dan dibina Puskesmas pada
tahun 2021 sebanyak 2 kelompok pengrajin yaitu pengrajin emas mutiara di
Keluraan Karang Pule dan kelompok nelayan di lingkungan Mapak Indah
Kelurahan Jempong Baru dengan jumlah sasaran sebesar 7.199.
Selain itu upaya kesehatan kerja juga dilakukan untuk menggalang dan
berperan serta guna meningkatkan kepedulian dan mewujudkan upaya
memperbaiki kesehatan pekerja/buruh perempuan sehingga dapat
meningkatkan produktivitas kerja dan meningkatkan kualitas generasi penerus
dalam implementasinya, Didalamnya terdapat program, 1) Pelayanan
kesehatan reproduksi , 2) Deteksi Dini PTM, 3) Pemenuhan Gizi Pekerja, 4)
Peningkatan pemberian ASI selama waktu kerja, dan 5) Pengendalian
lingkungan kerja.

b. Upaya Kesehatan Olahraga


Penyelenggaraan upaya kesehatan olahraga di Puskesmas terdiri dari
beberapa kegiatan diantaranya pendataan, pembinaan, dan pelayanan
kesehatan olahraga.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 22


Puskesmas melaksanakan kesehatan olahraga bagi anak SD adalah
Puskesmas yang melakukan penjaringan dini atau pembinaan kebugaran
jasmani anak sekolah melalui gerakan peregangan atau bermain pada jam
istirahat.
Indikator persentase Sekolah Dasar yang melaksanakan kesehatan
olahraga bagi anak SD diperoleh melalui integrasi laporan dengan kegiatan
Kesehatan Keluarga dan laporan Puskemas yang melaksanakan kesehatan
olahraga di wilayah kerjanya.
Data mengenai kelurahan dengan pelayanan pengembangan (jumlah
Kelurahan yang menyelenggarakan kesehatan kerja dasar ada dua kelurahan
yakni kelurahan Karang Pule (kelompok perajin emas/perhiasan), dan
kelurahan Jempong Baru (kelompok nelayan tradisional).

3. Pelayanan Kesehatan Tradisional


Upaya pemerintah dalam melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan tradisional diperkuat dengan
adanya regulasi yang diterbitkan oleh Pemerintah seperti Permenkes No 61
tahun 2016 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris, Permenkes No
37 tahun 2017 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi, dan
Permenkes No 15 tahun 2018 tentang Penyelenggaran Pelayanan Kesehatan
Tradisional Komplementer serta peraturan lain yang mendukung.
Perkembangan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional di
masyarakat dalam bentuk pemberdayaan asuhan mandiri kesehatan tradisional
melalui pemanfaatan Taman Obat Keluarga (TOGA) dan Akupresure dapat
dilihat pada hasil Riskesdas Tahun 2018, dimana proporsi nasional
pemanfaatan TOGA sebesar 24,6% dengan proporsi tertinggi di Provinsi
Sulawesi Utara sebesar 55,6%. Upaya pelayanan kesehatan tradisional yang
dimanfaatkan oleh masyarakat terbanyak dalam bentuk ramuan jadi (48%),
ramuan buatan sendiri (31,8%), keterampilan manual (65,3%), keterampilan
olah pikir (1,9%), keterampilan energi (2,1%). Sedangkan pemberi pelayanan
kesehatan tradisional masih didominasi oleh penyehat tradisional sebanyak
98,5% dan oleh Nakestrad masih terbatas sebesar 2,7%. Berdasarkan data
proporsi rumah tangga yang memanfatkan upaya kesehatan tradisional, sudah
31,4% rumah tangga yang memanfaatkan Yankestrad, 12,9% rumah tangga
yang melakukan upaya sendiri dan 55,7% rumah tangga yang tidak
memanfaatkan yankestrad.
Salah satu strategi pembangunan kesehatan adalah mendorong
masyarakat agar mampu memelihara kesehatannya, serta mengatasi
gangguan kesehatan ringan secara mandiri melalui kemampuan asuhan
mandiri. Hal ini ditegaskan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 9 tahun 2016 tentang Upaya Pengembangan Kesehatan
Tradisional Melalui Asuhan Mandiri Pemanfaatan Taman Obat Keluarga dan
Keterampilan. Pemanfaatan TOGA dan Keterampilan (akupresur) ini harus
dilakukan dalam satu sistem pelayanan kesehatan dasar sebagai bagian dari
program Indonesia Sehat sebagaimana terdapat pada Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan. Secara bertahap mulai tahun 2015 sampai dengan
tahun 2019 diharapkan 75% puskesmas di Kabupaten/Kota melakukan
pembinaan pelayanan kesehatan tradisional, termasuk didalamnya puskesmas

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 23


melakukan pembinaan terhadap kelompok asuhan mandiri dalam
memanfaatkan TOGA dan Keterampilan akupresur) melalui pelaksanaan
asuhan mandiri berarti kita telah berupaya merubah paradigma pengobatan
kuratif menjadi promotif dan preventif, yang bermanfaat untuk efisiensi dan
efektivitas bagi keluarga dalam menjaga kesehatan diri sendiri dan
keluarganya. Sesuai dengan kebijakan Kementerian Kesehatan, diharapkan
kunjungan masyarakat ke Puskesmas merupakan kunjungan dalam rangka
konsultasi kesehatan bukan untuk mengobati sakitnya.
Pelayanan Kesehatan Tradisional mempunyai potensi yang cukup besar
dan perlu mendapat perhatian yang serius sebagai bagian dari pembangunan
kesehatan nasional. Puskesmas yang menyelenggarakan kesehatan tradisional
terhadap masyarakat di wilayah kerjanya yang memenuhi salah satu kriteria
dibawah ini:
a. puskesmas yang memiliki tenaga kesehatan sudah dilatih pelayanan
kesehatan tradisional;
b. puskesmas yang melaksanakan asuhan mandiri pelayanan kesehatan
tradisional ramuan dan keterampilan;
c. puskesmas yang melaksanakan kegiatan pembinaan meliputi pengumpulan
data pelayanan kesehatan tradisional, fasilitasi registrasi/perizinan dan
bimbingan teknis serta pemantauan pelayanan kesehatan tradisional.

Pencapaian indikator Pelayanan Kesehatan Tradisional tersebut tidak terlepas


dari upaya sosialisasi, advokasi, monitoring, evaluasi, dan bimbingan teknis
secara berkala dan berkesinambungan baik di pusat maupun di daerah dengan
lintas sektor terkait.

4. Ketersediaan Obat dan Vaksin


Pemerintah Kota Mataram melalui Dinas Kesehatan dan IFK Kota
Mataram telah melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan ketersediaan
obat publik dan perbekalan kesehatan. Upaya tersebut dilakukan melalui
penyediaan obat, vaksin, dan perbekalan kesehatan yang bermutu, merata dan
terjangkau di pelayanan kesehatan pemerintah. Dinas Kesehatan telah
menetapkan indikator rencana strategis tahun 2015-2019 terkait program
kefarmasian dan alat kesehatan, yaitu meningkatnya akses, kemandirian, dan
mutu sediaan farmasi, dan alat kesehatan. Indikator tercapainya sasaran hasil
ketersediaan obat, vaksin, dan perbekalan alat kesehatan tahun 2019 yaitu
persentase Puskesmas yang memiliki 80% obat dan vaksin esensial
(pemantauan dilakukan terhadap 20 item obat indikator).
Pemantauan ketersediaan obat dan vaksin dilakukan untuk
memperoleh gambaran ketersediaan obat dan vaksin di Kota Mataram. Obat
yang dipantau ketersediaannya merupakan obat indikator yang digunakan
untuk pelayanan kesehatan dasar dan obat yang mendukung pelaksanaan
program kesehatan. Jumlah item obat yang dipantau adalah 20 item obat dan
vaksin. Dari 11 puskesmas yang ada di Kota Mataram, sebanyak 11
puskesmas (100%) melapor mengenai ketersediaan obat dan vaksin di
puskesmasnya. Dari jumlah puskesmas yang melapor tersebut, sebanyak 11
puskesmas atau sebesar 100 % puskesmas memiliki 80% obat dan vaksin
esensial.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 24


Hasil tersebut menunjukkan bahwa persentase Puskesmas dengan
ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas telah mencapai target Renstra
tahun 2019. Data pemakaian 10 item jenis obat di Puskesmas Karang Pule
tahun 2021.
Tabel 2.1
SEPULUH ITEM JENIS OBAT YANG TERBANYAK DIGUNAKAN
DI PUSKESMAS KARANG PULE TAHUN 2021.
NO NAMA OBAT SATUAN JUMLAH
1 Paracetamol Tablet 500 mg Tablet 71.668
2 Metformin 500 mg Tablet 65.896
3 Amoksisilin 500 mg Tablet 58.615
4 Klorfeniramin Maleat ( CTM ) Tablet 36.113
5 Amlodipin 5 mg Tablet 23.668
6 Antasida DOEN Tablet Tablet 17.322
7 Asam Mefenamat 500 mg Tablet 17.095
8 Glimepirid 2 mg Tablet 16.929
9 Amlodipin 10 mg Tablet 13.885
10 Ibupropen Tablet 400 mg Tablet 11.361
Sumber Data: Farmasi Puskesmas Karangg Pule 2021.

B. KLINIK, UTD, DAN LABORATORIUM KESEHATAN


Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik,
mendefinisikan klinik sebagai fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan
pelayanan medik dan/ atau spesialistik. Pada tahun 2021 di wilayah kerja
Puskesmas Karang Pule terdapat 5 klinik yang terdiri atas 2 klinik pratama dan
3 klinik utama.

C. LABORATORIUM PUSKESMAS
Laboratorium kesehatan Puskesmas merupakan salah satu sarana
penunjang dalam pelaksanaan upaya pelayanan kesahatan. Laboratorium
kesehatan diperlukan untuk memeriksa, menganalisa, menguraikan, dan
mengidentifikasi bahan dalam penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit,
dan kondisi kesehatan tertentu. Data jumlah kunjungan laboratorium terlampir.

D. UPAYA KESEHATAN BERSUMBER DAYA MASYARAKAT (UKBM)


Terdapat beberapa jenis UKBM yang ada di wilayah kerja Puskesmas,
yaitu Posyandu, Poskesdes (Pos Kesehatan Desa), Poskestren (Pos
Kesehatan Pesantren), Posyandu Lanjut Usia (Lansia), dan Posbindu PTM
(Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular).

1. Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu)


Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber
daya Masyarakat (UKBM) yang dilaksanakan oleh, dari, dan bersama
masyarakat, untuk memberdayakan dan memberikan kemudahan kepada
masyarakat guna memperoleh pelayanan kesehatan bagi ibu, bayi, dan anak
balita.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 25


Pada tahun 2021, terdapat 39 Posyandu di seluruh Kelurahan wilayah
kerja Puskesmas. Sebanyak 7 atau sekitar 17,95% posyandu diantaranya
merupakan posyandu aktif terdapat di kelurahan Karang Pule. Posyandu aktif
adalah posyandu yang mampu melaksanakan kegiatan utamanya secara rutin
setiap bulan (KIA: ibu hamil, ibu nifas, bayi, balita, KB, imunisasi, gizi,
pencegahan, dan penanggulangan diare) dengan cakupan masing-masing
minimal 50% dan melakukan kegiatan tambahan.

GAMBAR 2.1
PERSENTASE POSYANDU AKTIF PER KELURAHAN
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANG PULE TAHUN 2021

Persentase Posyandu Aktif 2021


Jml Posyandu Jml Pyd Aktif % (Persentase)

77.78

39

17.95
9 7 11 8
0 0.00 0 0.00 4 0 0.00 7 0 0.00
7

Sumber: Puskesmas Karang Pule, Programer Promkes, 2021.

2. Poskesdes (Pos Kesehatan Desa)/Polindes


Poskesdes adalah singkatan dari pos kesehatan desa/kelurahan. dimana
lembaga ini adalah upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM)
yang berfungsi sebagai wadah bagi kesehatan masyarakat desa/kelurahan.
Poskesdes siap melayani segala keluhan masyarakat mengenai kesehatan
desa sebelum penanganan lebih lanjut ke puskesmas lalu ke rumah sakit.
Poskesdes berperan penting terhadap tingkat kesadaran masyarakat
mengenai kesehatan yang mana untuk mencegah dan mengatasi masalah
kesehatan, bencana, dan kegawat daruratan secara mandiri. Persediaan
obat yang ada di poskesdes itu didatangkan dari puskesmas terdekat.
Biasanya Obat-obat tersebut didatangkan setiap 3 bulan sekali.
Jumlah Poskesdes yang ada di wilkerja Puskesmas sebanyak 4 unit di 4
kelurahan meliputi Jempong Baru, Karang Pule, Pagutan, dan Pagutan
Timur. Pelayanan di Poskesdes di lakukan oleh tenaga bidan/bidan desa.

3. Poskestren (Pos Kesehatan Pesantren) 6 poskestren.


Pos kesehatan pesantren (Poskestren) merupakan salah satu bentuk Upaya
Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) di lingkungan pondok
pesantren, dengan prinsip dari, oleh, dan untuk warga pondok pesantren,
yang mengutamakan pelayanan promotif, preventif, tanpa mengabaikan

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 26


aspek kuratif dan rehabilitative yang dilaksanakan di bawah binaan
Puskesmas setempat. Lokasi Poskestren berada dalam lingkungan
pesantren dan tidak memerlukan bangunan tertentu namun sebaiknya
memiliki ruangan khusus dan dapat memanfaatkan ruangan serba guna.
Untuk memaksimalkan peran Poskestren tersebut di atas, maka Puskesmas
melalui Petugas Promosi Kesehatan melakukan evaluasi Poskestren
bertempat di Aula Puskesmas. Adapun sasaran dari kegiatan ini adalah para
pengurus dan kader serta pendamping Posketren yang terdiri dari beberapa
unsur, salah satunya Organisasi Masyarakat. Dalam acara ini dilakukan
review pelaksanaan pendampingan posketren serta advokasi pada para
pendamping poskestren tersebut dalam memecahkan masalah yang ada.

4. Posyandu Lanjut Usia (Lansia)


Posyandu lansia adalah wadah
pelayanan untuk warga lanjut
usia. Pembentukan dan
pelaksanaannya dilakukan
berdasarkan inisiatif masyarakat.
Hal ini membuat program dan
layanan yang tersedia bisa
disesuaikan dengan kondisi dan
kebutuhan masyarakat di daerah
tersebut. 19 Posyandu lansia.

5. Posbindu PTM (Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular).


Pos Binaan Terpadu (POSBINDU) adalah kegiatan monitoring dan
deteksi dini faktor resiko penyakit tidak menular terintegrasi serta gangguan
akibat kecelakaan dan tindakan kekerasan dalam rumah tangga yang
dikelola oleh masyarakat melalui pembinaan terpadu. Posbindu
PTM merupakan peran serta masyarakat dalam melakukan kegiatan deteksi
dini dan pemantauan faktor risiko PTM Utama yang dilaksanakan secara
terpadu, rutin, dan periodik. Faktor risiko penyakit tidak menular (PTM)
meliputi merokok, konsumsi minuman beralkohol, pola makan tidak sehat,
kurang aktifitas fisik, obesitas, stres, hipertensi, hiperglikemi, hiperkolesterol
serta menindak lanjuti secara dini faktor risiko yang ditemukan melalui
konseling kesehatan dan segera merujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan
dasar.
Adapun jenis kegiatan Posbindu PTM meliputi :
1. Melakukan wawancara untuk menggali informasi faktor resiko keturunan
dan perilaku;
2. Melakukan penimbangan dan mengukur lingkar perut, serta Indeks
Massa Tubuh termasuk analisa lemak tubuh;
3. Melakukan pengukuran tekanan darah;
4. Melakukan pemeriksaan gula darah;
5. Melakukan pengukuran kadar lemak darah (kolesterol total dan
trigliserida);
6. Melakukan pemeriksaan fungsi paru sederhana (Peakflowmeter);
7. Pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual Asetat) oleh tenaga dokter dan bidan
terlatih di puskesmas;

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 27


8. Melaksanakan konseling (diet, merokok, stress, aktifitas fisik dan lain-
lain) dan penyuluhan kelompok termasuk sarasehan;
9. Melakukan olah raga/aktifitas fisik bersama dan kegiatan lainnya;
10. Melakukan rujukan kePuskesmas.
Kegiatan Utama Posbindu PTM
1. Deteksi dini factor risiko dan monitoring
2. Konseling dan rujukan
3. Aktifitas bersama ( senam, jalan sehat, bersepeda dll).
Pergeseran tipe penyakit penyebab kematian terbanyak di Indonesia
dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular menjadikan peran
Posbindu PTM menjadi sangat penting. Pada tahun 2021 di wilayah kerja
Puskesmas terdapat 23 Posbindu PTM. Kelurahan dengan jumlah Posbindu
PTM terbanyak yaitu Jempong Baru dengan 7 Posbindu dan kelurahan
dengan jumlah Posbindu PTM terendah yaitu Pagutan Timur (3 Posbindu).

Kriteria Posyandu Aktif:


1) Melakukan kegiatan rutin Posyandu minimal 10x/tahun
2) Memiliki minimal 5 orang kader
3) Melakukan penggerakan masyarakat agar pelayanan kegiatan KIA, Gizi, imunisasi, KB
dengan cakupan minimal 50%
4) Memiliki alat pemantauan pertumbuhan
5) Mengembangkan kegiatan tambahan kesehatan minimal 1 kegiatan (remaja, usia kerja,
lansia, TOGA, Penanggulangan penyakit)

bumil KEK anak gizi kurang obesitas

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 28


BAB III
SUMBERDAYA MANUSIA KESEHATAN

Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK) merupakan salah satu sub


sistem dalam Sistem Kesehatan Nasional. Komponen ini memainkan peranan
penting dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan sebagai pelaksana
upaya dan pelayanan kesehatan. SDMK juga diatur dalam Peraturan Presiden
Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional yang menyebutkan
bahwa sumber daya manusia kesehatan adalah tenaga kesehatan (termasuk
tenaga kesehatan strategis) dan tenaga pendukung/penunjang kesehatan yang
terlibat dan bekerja serta mengabdikan dirinya dalam upaya dan manajemen
kesehatan.
Pembahasan mengenai SDMK pada bab ini mencakup jumlah, rasio,
registrasi, dan pendayagunaan tenaga kesehatan.

A. JUMLAH TENAGA KESEHATAN


Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan). Undang-Undang mengelompokkan
tenaga kesehatan menjadi beberapa rumpun dan sub rumpun yaitu tenaga
medis, tenaga psikologi klinis, tenaga keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga
kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan,
tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisian medis, tenaga teknik
biomedika, tenaga kesehatan tradisional, dan tenaga kesehatan lain. Rincian
lengkap mengenai rekapitulasi SDMK di Puskesmas Karang Pule dapat dilihat
pada gambar 3.1. dibawah ini.
GAMBAR 3.1
REKAPITULASI SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
DI PUSKESMAS KARANG PULE TAHUN 2021

11
8

3 4
2 2 2 1 2 2 2 1 1

Sumber: Sub Bagian Tata Usaha, Puskesmas Karang Pule, 2021

Puskesmas Karang Pule setiap tahunnya menggunakan pendekatan


tugas dan fungsi SDMK dalam pengelolaan data SDMK. Jumlah SDMK di

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 29


Puskesmas Karang Pule pada tahun 2021 sebanyak 49 orang PNS yang terdiri
dari 43 orang tenaga kesehatan (87,75 %) dan 6 orang tenaga
administrasi/penunjang kesehatan (12,25%). Proporsi tenaga kesehatan
terbanyak yaitu tenaga keperawatan sebanyak 25,58% dari total tenaga
kesehatan, sedangkan proporsi tenaga kesehatan yang paling sedikit yaitu
tenaga kesehatan rekam medis, tenaga ketekhnisan medis 2,32% dari total
tenaga kesehatan. Sebagian besar SDM kesehatan terdistribusi di Puskesmas,
Puskesmas Pembantu, Polindes, Poskesdes masing-masing sebanyak 1
tenaga (2,32%).
Tenaga medis yang dijabarkan pada tabel diatas adalah tenaga yang
memberikan pelayanan di Puskesmas sesuai fungsinya. Jumlah dan jenis
tenaga kesehatan puskesmas dihitung berdasarkan analisis beban kerja
dengan mempertimbangkan beberapa hal, yaitu jumlah pelayanan yang
diselenggarakan, jumlah penduduk dan persebarannya, karakteristik wilayah
kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
pertama lainnya di wilayah kerjanya, dan pembagian waktu kerja.

a. Kecukupan Dokter di Puskesmas


Kecukupan tenaga kesehatan di puskesmas juga diatur pada Permenkes
Nomor 43 Tahun 2019. Permenkes membedakan antara puskesmas rawat inap
dan puskesmas non rawat inap, yaitu minimal satu orang dokter pada
puskesmas non rawat inap, dan minimal dua orang dokter pada puskesmas
rawat inap, baik pada wilayah perkotaan, perdesaan, maupun kawasan
terpencil dan sangat terpencil.

b. Kecukupan Dokter Gigi di Puskesmas


Standar kecukupan dokter gigi di puskesmas adalah minimal satu orang,
baik di puskesmas rawat inap dan non rawat inap dan di wilayah perkotaan,
perdesaan, maupun di kawasan terpencil dan sangat terpencil.

c. Kecukupan Perawat di Puskesmas


Suatu puskesmas dianggap memiliki perawat yang cukup apabila
memiliki minimal lima perawat pada puskesmas non rawat inap dan minimal
delapan perawat pada Puskesmas rawat inap. Kondisi ini merupakan standar
minimal di wilayah perkotaan, perdesaan, dan kawasan terpencil dan sangat
terpencil.
Puskesmas Karang Pule memiliki jumlah perawat melebihi dari standar yang
ditetapkan.

d. Kecukupan Bidan di Puskesmas


Jumlah bidan di Puskesmas non rawat inap minimal empat orang dan di
Puskesmas rawat inap minimal tujuh orang. Kondisi ini merupakan standar
minimal di wilayah perkotaan, perdesaan, dan kawasan terpencil dan sangat
terpencil.
Jumlah bidan di Puskesmas Karang Pule 8 orang PNS (5 orang bertugas
di Puskesmas dan 3 orang bertugas di Polindes), 6 orang Non PNS (tenaga
kontrak) bertugas di Puskesmas untuk pelayanan UGD 24 jam.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 30


B. REGISTRASI TENAGA KESEHATAN
Amanat Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan Pasal 44 mengatur bahwa setiap tenaga kesehatan yang
menjalankan praktik wajib memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) yang berlaku
selama lima tahun dan dapat diregistrasi ulang. STR diterbitkan oleh Konsil
Tenaga Kesehatan setelah tenaga kesehatan yang mengajukan dianggap telah
memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) bertanggung jawab terhadap
registrasi dokter dan dokter gigi. Hal ini sesuai dengan Peraturan Konsil
Kedokteran Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Registrasi Dokter dan
Dokter Gigi. Registrasi dimaksudkan untuk memberikan perlindungan dan
kepastian hukum kepada masyarakat, dokter, dan dokter gigi. Selain itu dengan
adanya registrasi, KKI memiliki pencatatan resmi terhadap dokter dan dokter
gigi yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi dokter/dokter gigi.

GAMBAR 3.12
JUMLAH TENAGA KESEHATAN YANG MEMILIKI STR AKTIF
DI PUSKESMAS KARANG PULE
PER 31 DESEMBER 2021

STR AKTIF PER 31 DESEMBER 2021

11
8
2 2 3
2
1 2 2 2
1

Sumber: Sub Bagian Tata Usaha, Puskesmas Karang Pule, 2021

Jumlah tenaga medis yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) aktif
sampai dengan 31 Desember 2021 sebanyak 36 orang. Tenaga Perawat
merupakan tenaga paramedis yang paling banyak memiliki STR, yaitu sejumlah
11 orang. Sementara itu, tenaga keteknisan medik dan rekam medik yang
memiliki STR masing-masing sebanyak 1 orang.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2013 tentang Registrasi
Tenaga Kesehatan mengatur kewenangan lembaga Konsil Tenaga Kesehatan
Indonesia (KTKI) untuk mengelola registrasi tenaga kesehatan selain tenaga
dokter/dokter spesialis/dokter gigi/dokter gigi spesialis. Dalam pasal 2 peraturan
tersebut mengatur agar setiap tenaga kesehatan yang akan menjalankan

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 31


praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya wajib memiliki izin dari pemerintah.
Untuk memperoleh izin dari pemerintah diperlukan Surat Tanda Registrasi
(STR) yang diterbitkan oleh Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI) dan
berlaku secara nasional selama lima tahun. Setelah lima tahun, setiap tenaga
Kesehatan harus melakukan registrasi ulang (re-registrasi) setelah memenuhi
syarat.
KTKI menerbitkan STR bagi 26 jenis profesi kesehatan yang terdiri dari:
Tenaga Keperawatan, Tenaga Kebidanan, Ahli Kesehatan Masyarakat,
Promotor Kesehatan, Epidemiolog Kesehatan, Pembimbing Kesehatan Kerja,
Tenaga Kesehatan Lingkungan, Tenaga Gizi, Fisioterapi, Okupasi Terapis,
Terapis Wicara, Akupunktur Terapis, Perekam Medis dan Informasi Kesehatan,
Teknisi Kardiovaskuler, Teknisi Pelayanan Darah, Refraksionis Optisien,
Teknisi Gigi, Penata Anastesi, Terapis Gigi dan Mulut, Audiologis, Radiografer,
Elektromedis, Ahli Teknologi Laboratorium Medik, Fisikawan Medis, Ortotis
Prostetik, Tradisional Komplementer, dan Tenaga Psikolog Klinis.
Penerbitan STR terdiri dari pengajuan baru dan registrasi ulang bagi
pemilik STR yang masa berlakunya telah habis.

C. PENDAYAGUNAAN TENAGA KESEHATAN


1. Tenaga Kesehatan dengan Status Pegawai Tidak Tetap (PTT)
Pengangkatan PTT/tenaga honorer dalam waktu tertentu bertujuan untuk
mendukung tugas pemerintahan dan pembangunan yang bersifat teknis
operasional dan administrasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
organisasi (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2013 tentang
Pedoman Pengangkatan dan Penempatan Dokter dan Bidan sebagai Pegawai
Tidak Tetap). Pengangkatan dan penempatan dokter dan bidan sebagai PTT
dapat dilaksanakan oleh pemerintah pusat, dalam hal ini Menteri Kesehatan
melalui Kepala Biro Kepegawaian Kementerian Kesehatan, dan dapat
dilaksanakan pula oleh pemerintah daerah, dalam hal ini Gubernur dan
Bupati/Walikota.
Pengangkatan dan penempatan PTT dilakukan untuk dokter dan bidan.
Tenaga dokter yang dimaksud adalah dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan
dokter gigi spesialis lulusan Pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di
dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengangkatan
dokter PTT dilaksanakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan
kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan (Puskesmas Karang Pule) di
daerah kawasan perbatasan dengan kabupaten Lombok Barat disebelah
selatan.
Masa penugasan dokter PTT adalah satu tahun untuk dokter umum dan
dapat diperpanjang kembali bila diperlukan, dan tersedia anggaran keuangan
untuk pembayaran gaji. Penempatan bidan kontrak hanya dapat dilakukan
untuk ditempatkan sebagai bidan di Puskesmas dan di tugaskan ke kelurahan
wilayah kerja Puskesmas. Bidan kontrak ditugaskan selama satu tahun dan
dapat diangkat kembali atau diperpanjang masa penugasannya.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 32


2. Tenaga Non Kesehatan dengan Status Tenaga Penunjang Kegiatan (TPK)
Tenaga penunjang/pendukung kesehatan adalah tenaga selain tenaga
kesehatan yang bekerja di sektor/bidang kesehatan yang meliputi pejabat
struktural, tenaga pendidik, dan tenaga dukungan manajemen.
Tenaga dukungan manajemen terdiri dari pengelola program kesehatan,
staf penunjang administrasi, staf penunjang tenaga sopir, staf cleaning serviice,
dan tenaga penjaga malam.
Seleksi ulang Tenaga Penunjang Kegiatan (Pegawai Tidak
Tetap)/tenaga honorer di lingkungan Pemerintah Kota Mataram diminta
rampung sebelum akhir tahun 2021 (bulan November hingga Desember)
seleksi ulang harus sudah selesai. Agar SK PTT sudah terbit awal Januari dan
sudah bisa mencairkan gaji sebulan setelahnya.
Seleksi ulang digelar oleh tiap OPD di bawah koordinasi BKD. Seleksi
diharapkan memperhatikan beban kerja, masa tugas, pengalaman dan
kemampuan kerja pegawai. Tidak ada penambahan TPK tahun ini, potensi
yang ada dimaksimalkan untuk mendukung pelayanan pemerintah,
pembangunan dan sosial kemasyarakatan di daerah.

@®@

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 33


BAB IV
PEMBIAYAAN KESEHATAN

Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


menyebutkan bahwa pembiayaan kesehatan bertujuan untuk penyediaan
pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan dengan jumlah yang
mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan. Pembiayaan kesehatan
merupakan besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan
dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh
perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakarat.
Secara umum, sumber biaya kesehatan dapat dibedakan menjadi
pembiayaan yang bersumber dari anggaran pemerintah dan pembiayaan yang
bersumber dari anggaran masyarakat. Di dalam bab ini akan dibahas mengenai
alokasi dan realisasi anggaran kesehatan di Puskesmas, anggaran kesehatan
adalah anggaran kesehatan yang pembiayaannya bersumber dari anggaran
pemerintah. Selain itu, juga dijelaskan lebih lanjut mengenai Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN).

A. ANGGARAN PUSKESMAS KARANG PULE


Alokasi anggaran kesehatan yang dikelola oleh Puskesmas pada tahun
2021 yaitu sebesar Rp.5.883.724.714.00 (Lima milyar delapan ratus delapan
puluh tiga juta tujuh ratus dua puluh empat ribu tujuh ratus empat belas ribu
rupiah) dengan realisasi sebesar Rp.4.818.497.697.00. (Empat milyar delapan
ratus delapan belas juta empat ratus sembilan puluh tujuh ribu enam ratus
sembilan puluh tujuh rupiah). Alokasi anggaran tahun 2021 mengalami
kenaikan jika dibandingkan dengan tahun 2020, yaitu alokasi sebesar
Rp.5.042.589.606,00. miliar empat puluh dua lima ratus sembilan puluh
delapan ribu enam ratus enam rupiah dengan realisasi sebesar
Rp.3.907.833.694,00 (Tiga miliar sembilan ratus tujuh juta delapan ratus tiga
puluh tiga ribu enam ratus sembilan puluh empat rupiah). Dilihat dari
persentase realisasi tahun sebelumnya, tahun 2021 mengalami kenaikan,
dimana persentase realisasi anggaran Puskesmas pada tahun 2021 sebesar
81,89%, naik dari tahun 2020 sebesar 77,50%.

GAMBAR 4.1
ALOKASI DAN REALISASI ANGGARAN PUKESMAS KARANG PULE
TAHUN 2016-2021
TAHUN
Gaji APBD (Operasional) BOK JKN
ANGGA Per Per
Persen Persen
RAN Anggaran Realisasi sen Anggaran Realisasi Sen Anggaran Realisasi Anggaran Realisasi
tase tase
tase tase

2016 2.118.069.073 2.108.925.475 99,6 93.286.000 69.426.913 74 212113000 140.680.000 66 1.598.280.000 1.072.957.145 67

2017 2.428.588.750 2.294.620.655 94 120.257.000 102.462.142 85 369.645.000 308.399.500 83 1.694.728.000 1.044.702.313 62

2018 2.526.407.585 2.498.100.431 99 131.913.000 105.470.770 80 629.460.000 545.390.000 87 1.813.572.500 1.187.461`027 65

2019 2.606.665.842 2.500.059.234 96 149.027.680 112.853.265 76 550.942.000 482.577.000 88 1.893.489.000 1.372.108.520 72

2020 2.599.016.676 2.518.499.221 97 137.196.560 105.470.770 77 489.904.000 196.745.000 40 1.816.481.370 1.087.118.703 60

2021 2.647.319.640 2.647.319.640 99 140.804.208 130.330.475 92,56 547.182.500 207.600.000 37,94 2.548.418.366 1.833.247.582 71

Sumber: Sub Bagian Tata Usaha, Puskesmas Karang Pule, 2021

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 34


DAK Non Fisik bidang kesehatan digunakan untuk membiayai kegiatan :
- Bantuan Operasional Kesehatan
- Jampersal (Jaminan Persalinan)
- Akreditasi fasilitas pelayanan kesehatan

B. BELANJA KESEHATAN DAN JAMINAN KESEHATAN


Puskesmas Karang Pule memiliki komitmen untuk secara rutin
mempublikasikan belanja kesehatan, yang paling banyak diketahui oleh
masyarakat adalah bantuan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui
BPJS kesehatan. Jumlah masyarakat penerima bantuan iuran (PBI) dan
memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS) tahun 2021 adalah 26.147 jiwa dengan
besaran iuran/kapitasi Rp.6000,00/kapita/bulan; sehingga biaya yang
diperlukan sebesar Rp.1.882.584.000,00.(satu milyar delapan ratus delapan
puluh dua juta lima ratus delapan puluh empat ribu rupiah) dalam setahun.
Gambar 4.1 dibawah ini memperlihatakan jumlah pengguna JKN-KIS yang
mendapat pelayanan kesehatan di Puskesmas Karang Pule tahun 2021.

GAMBAR 4.1
CAKUPAN KEPESERTAAN
JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) - PBI KARTU INDONESIA SEHAT (KIS)
DI PUSKESMAS KARANG PULE TAHUN 2021

26323 26358 26483 26514 26547


26395 26598 26707 26754

25011 25155
24916

Sumber: Pusat Kesehatan Masyarakat, Karang Pule, 2021

Sejak awal diluncurkan program JKN-KIS pada tahun 2014, cakupan


kepesertaan program terus meningkat. Pada Tahun 2021, proporsi kepesertaan
terbanyak berasal dari segmen PBI (APBN) sebesar 43,41% dari populasi
penduduk di wilayah kerja Puskesmas Karang Pule. Angka ini lebih besar dari
jumlah masyarakat miskin yang ada diwilayah kerja Puskesmas Karang Pule
yang berjumlah 5.211 jiwa atau sebesar 8,65%.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 35


BAB V
KESEHATAN KELUARGA

Pembangunan keluarga dilakukan dalam upaya untuk mewujudkan


keluarga berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat. Selain
lingkungan yang sehat, kondisi kesehatan dari tiap anggota keluarga sendiri
juga merupakan salah satu syarat dari keluarga yang berkualitas. Keluarga
berperan terhadap optimalisasi pertumbuhan, perkembangan, dan produktivitas
seluruh anggotanya melalui pemenuhan kebutuhan gizi dan menjamin
kesehatan anggota keluarga. Di dalam komponen keluarga, ibu dan anak
merupakan kelompok rentan. Hal ini terkait dengan fase kehamilan, persalinan
dan nifas pada ibu dan fase tumbuh kembang pada anak. Hal ini yang menjadi
alasan pentingnya upaya kesehatan ibu dan anak menjadi salah satu prioritas
pembangunan kesehatan di Indonesia.
Ibu dan anak merupakan anggota keluarga yang perlu mendapatkan
prioritas dalam penyelenggaraan upaya kesehatan, karena ibu dan anak
merupakan kelompok rentan terhadap keadaan keluarga dan sekitarnya secara
umum. Sehingga penilaian terhadap status kesehatan dan kinerja upaya
kesehatan ibu dan anak penting untuk dilakukan.

A. KESEHATAN IBU
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat
keberhasilan upaya kesehatan ibu. AKI adalah rasio kematian ibu selama masa
kehamilan, persalinan dan nifas yang disebabkan oleh kehamilan, persalinan,
dan nifas atau pengelolaannya tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti
kecelakaan atau insidental di setiap 100.000 kelahiran hidup. Selain untuk
menilai program kesehatan ibu, indikator ini juga mampu menilai derajat
kesehatan masyarakat, karena sensitifitasnya terhadap perbaikan pelayanan
kesehatan, baik dari sisi aksesibilitas maupun kualitas.
Secara umum terjadi penurunan kematian ibu selama periode 2017- 2021
dari 2 kasus menjadi 4 kasus di tahun 2021. Gambaran AKI di wilayah kerja
Puskesmas Karang Pule 5 tahun terakhir dari tahun 2017 hingga tahun 2021
dapat dilihat pada Gambar 5.1 berikut ini.

GAMBAR 5.1
ANGKA KEMATIAN IBU DI PUSKESMAS KARANG PULE
PER KELAHIRAN HIDUP TAHUN 2017 – 2021
Target penurunan AKI Jumlah Kasus Kematian Ibu
Kementerian Kesehatan rata-
4
rata penurunan 5,5% pertahun
4
sebagai target kinerja.
Berdasarkan model tersebut 3
diperkirakan pada tahun 2024 2 2
AKI di Indonesia turun menjadi 2
183/100.000 kelahiran hidup 1
dan di tahun 2030 turun 0 0
menjadi 131 per 100.000 0
kelahiran hidup. Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
2017 2018 2019 2020 2021
Sumber : Poli KIA-KB Puskesmas Karang Pule 2021

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 36


Upaya percepatan penurunan AKI dilakukan dengan menjamin agar
setiap ibu mampu mengakses pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas,
seperti pelayanan kesehatan ibu hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan terlatih di fasilitas pelayanan kesehatan, perawatan pasca persalinan
bagi ibu dan bayi, perawatan khusus dan rujukan jika terjadi komplikasi, dan
pelayanan keluarga berencana termasuk KB pasca persalinan.
Pada bagian berikut, gambaran upaya kesehatan ibu yang disajikan terdiri
dari: (1) pelayanan kesehatan ibu hamil, (2) pelayanan imunisasi Tetanus bagi
wanita usia subur dan ibu hamil, (3) pemberian tablet tambah darah, (4)
pelayanan kesehatan ibu bersalin, (5) pelayanan kesehatan ibu nifas, (6)
Puskesmas melaksanakan kelas ibu hamil dan Program Perencanaan
Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K), (7) pelayanan kontrasepsi/KB
dan (8) pemeriksaan HIV dan Hepatitis B.

1. Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil


Ibu hamil mendapat pelayanan oleh tenaga kesehatan di puskesmas.
Pelayanan ini dilakukan selama rentang usia kehamilan ibu yang jenis
pelayanannya dikelompokkan sesuai usia kehamilan menjadi trimester
pertama, trimester kedua, dan trimester ketiga. Pelayanan kesehatan ibu hamil
yang diberikan harus memenuhi jenis pelayanan sebagai berikut. 1)
Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan. 2) Pengukuran
tekanan darah. 3). Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA). 4). Pengukuran
tinggi puncak rahim (fundus uteri). 5) Penentuan status imunisasi tetanus dan
pemberian imunisasi tetanus sesuai status imunisasi. 6) Pemberian tablet
tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan. 7) Penentuan presentasi
janin dan denyut jantung janin (DJJ). 8) Pelaksanaan temu wicara (pemberian
komunikasi interpersonal dan konseling, termasuk KB pasca persalinan). 9)
Pelayanan tes laboratorium sederhana, minimal tes hemoglobin darah (Hb),
pemeriksaan protein urin dan pemeriksaan golongan darah (bila belum pernah
dilakukan sebelumnya). 10) Tatalaksana kasus sesuai indikasi.
Pelayanan kesehatan ibu hamil harus memenuhi frekuensi minimal di
tiap trimester, yaitu minimal satu kali pada trimester pertama (usia kehamilan 0-
12 minggu), minimal satu kali pada trimester kedua (usia kehamilan 12-24
minggu), dan minimal dua kali pada trimester ketiga (usia kehamilan 24 minggu
sampai menjelang persalinan). Standar waktu pelayanan tersebut dianjurkan
untuk menjamin perlindungan terhadap ibu hamil dan janin berupa deteksi dini
faktor risiko, pencegahan, dan penanganan dini komplikasi kehamilan.
Penilaian terhadap pelaksanaan pelayanan kesehatan ibu hamil dapat
dilakukan dengan melihat cakupan K1 dan K4. Cakupan K1 adalah jumlah ibu
hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal pertama kali oleh tenaga
kesehatan, dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada
kurun waktu satu tahun. Sedangkan cakupan K4 adalah jumlah ibu hamil yang
telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar paling sedikit
empat kali sesuai jadwal yang dianjurkan di tiap trimester, dibandingkan jumlah
sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun.
Indikator tersebut memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap
ibu hamil dan tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya
ke tenaga kesehatan. Capaian K4 tahun 2016 sampai dengan tahun 2021
disajikan pada gambar berikut ini.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 37


GAMBAR 5.2
CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN IBU HAMIL K4
DI PUSKESMAS KARANG PULE TAHUN 2016 – 2021
K4 (%)
99
98
98 98
97
96 Tahun 2016

95 2017
95.14
94 2018
94.16
93 2019
93
92 2020
92.21
91 2021
90
89
Tahun 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Sumber: Pusat Kesehatan Masyarakat, Karang Pule, 2021

Selama tahun 2016 sampai tahun 2021 cakupan pelayanan kesehatan ibu
hamil K4 cenderung meningkat. Jika dibandingkan dengan target Rencana
Strategis (Renstra) Dinas Kesehatan Kota Mataram tahun 2016 -2021 yang
sebesar 98%, capaian tahun 2016 -2017 telah mencapai target yaitu sebesar
98%., tahun 2018 – 2021 tidak mencapai target. Dalam kurun waktu 3 tahun
terakhir (2019-2021) karena terjadi Pandemi COVID-19 menyebabkan capaian
cenderung rendah.
Gambaran capaian kunjungan ibu hamil K4 pada tahun 2021 menurut
kelurahan disajikan pada gambar berikut ini.

GAMBAR 5.3
CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN IBU HAMIL K4
MENURUT KELURAHAN TAHUN 2021
Selain akses ke fasilitas
1400 pelayanan kesehatan, kendala
1200 yang dihadapi dalam pelaksanaan
1000 pelayanan kesehatan ibu hamil
800 adalah kualitas pelayanan yang
600 harus ditingkatkan, di antaranya
400 pemenuhan semua komponen
200 pelayanan kesehatan ibu hamil
0 harus diberikan saat kunjungan.
Karan Jemp Pagut Pagut Pagut PUSK Dalam hal ketersediaan sarana
g ong an an an ESM
Pule Baru Timu Barat AS
kesehatan,hingga bulan Desember
r 2021, terdapat 3 puskesmas
Target 329 331 220 142 246 1268 pembantu, 3 polindes di 3
Pencapaian 295 349 251 141 158 1194 kelurahan terjauh (Pagutan Timir,
(%) 89.67 105.44 114.09 99.3 64.23 94.16 Pagutan, Karang Pule) dari
Puskesmas.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 38


Keberadaan puskesmas secara ideal harus didukung dengan
aksesibilitas yang baik. Hal ini tentu saja sangat berkaitan dengan aspek
geografis dan kemudahan sarana dan prasarana transportasi.
Dalam mendukung penjangkauan terhadap masyarakat di wilayah kerjanya,
Puskesmas juga memiliki jaringan dengan menyediakan Puskesmas
Pembantu, Puskesmas Keliling, dan Bidan di Desa. Data dan informasi lebih
rinci menurut provinsi mengenai pelayanan kesehatan ibu hamil K1 dan K4
terdapat pada Lampiran 23.a.

2. Pelayanan Imunisasi Tetanus Toksoid Difteri bagi Wanita Usia Subur dan Ibu
Hamil

Infeksi tetanus merupakan salah satu penyebab kematian ibu dan


kematian bayi. Kematian karena infeksi tetanus ini merupakan akibat dari
proses persalinan yang tidak aman/steril atau berasal dari luka yang diperoleh
ibu hamil sebelum melahirkan. Sebagai upaya mengendalikan infeksi tetanus
yang merupakan salah satu faktor risiko kematian ibu dan kematian bayi, maka
dilaksanakan program imunisasi Tetanus Toksoid Difteri (Td) bagi Wanita Usia
Subur (WUS) dan ibu hamil. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun
2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi mengamanatkan bahwa wanita usia
subur dan ibu hamil merupakan salah satu kelompok populasi yang menjadi
sasaran imunisasi lanjutan. Imunisasi lanjutan merupakan ulangan imunisasi
dasar untuk mempertahankan tingkat kekebalan dan untuk memperpanjang
usia perlindungan.
Wanita usia subur yang menjadi sasaran imunisasi Td berada pada
kelompok usia 15-39 tahun yang terdiri dari WUS hamil (ibu hamil) dan tidak
hamil. Imunisasi lanjutan pada WUS salah satunya dilaksanakan pada waktu
melakukan pelayanan antenatal. Imunisasi Td pada WUS diberikan sebanyak 5
dosis dengan interval tertentu, berdasarkan hasil screening mulai saat
imunisasi dasar bayi, lanjutan baduta, lanjutan BIAS serta calon pengantin atau
pemberian vaksin mengandung “T” pada kegiatan imunisasi lainnya. Pemberian
dapat dimulai sebelum dan atau saat hamil yang berguna bagi kekebalan
seumur hidup.
Screening status imunisasi Td harus dilakukan sebelum pemberian
vaksin. Pemberian imunisasi Td tidak perlu dilakukan bila hasil screening
menunjukkan wanita usia subur telah mendapatkan imunisasi Td5 yang harus
dibuktikan dengan buku KIA, rekam medis, dan atau kohort. Kelompok ibu
hamil yang sudah mendapatkan Td2 sampai dengan Td5 dikatakan
mendapatkan imunisasi Td2+. Gambar 5.4 memperlihatkan cakupan imunisasi
Td5 pada wanita usia subur dan cakupan imunisasi Td2+ pada ibu hamil.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 39


GAMBAR 5.4
CAKUPAN IMUNISASI Td1-Td5 PADA WANITA USIA SUBUR
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANG PULE TAHUN 2021
CAKUPAN IMINISASI Td1-Td5 tAHUN 2021

Td-1 Td-2 Td-3 Td-4 Td-5


158
151

101 98
88

55 56
45 48
4136
32 28 32 33
2021 22 21 19 21
10 13 9 6
5 5 4 6 8

Karang Pule Jempong Pagutan Pagutan Pagutan PUSKESMAS


Baru Timur Barat
Sumber: Pusat Kesehatan Masyarakat, Karang Pule, 2021

Pada gambar di atas diketahui cakupan imunisasi Td pada status Td1 sampai
Td5 pada wanita usia subur tahun 2021 masih sangat rendah yaitu kurang dari
10% jumlah seluruh WUS. Cakupan Td5 sebesar 8,02% dengan cakupan
tertinggi di Jempong Baru sebesar 56% dan terendah di Pagutan Barat
sebesar 46%.

GAMBAR 5.5
CAKUPAN IMUNISASI Td2+ PADA IBU HAMIL
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANG PULE TAHUN 2021
Cakupan Imunisasi Td2 Ibu Hamil Tahun 2021

1500

1268
1000

500 329 21 331 28 41


220 5
0 142 246 6 101

Karang Pule
Jempong
Pagutan
Baru Pagutan
Timur Pagutan
Barat PUSKESMAS

Jml Ibu Hamil Td-2

Sumber : Programer Imunisasi Puskesmas Karang Pule, 2021.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 40


Cakupan imunisasi Td2+ pada ibu hamil tahun 2021 sebesar 7,97%, lebih
rendah sekitar 86,19% dibandingkan dengan cakupan pelayanan kesehatan ibu
hamil K4 yang sebesar 94,16%, sementara Td2+ merupakan syarat pelayanan
kesehatan ibu hamil K4. nisasi Td pada wanita usia subur dan ibu hamil dapat
dilihat pada Lampiran 24 - 25
3. Pemberian Tablet Tambah Darah pada Ibu Hamil
Anemia pada ibu hamil dapat meningkatkan risiko kelahiran prematur,
kematian ibu dan anak, serta penyakit infeksi. Anemia defisiensi besi pada ibu
dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin/bayi saat
kehamilan maupun setelahnya. Hasil Riskesdas 2018 menyatakan bahwa di
Indonesia sebesar 48,9% ibu hamil mengalami anemia. Sebanyak 84,6%
anemia pada ibu hamil terjadi pada kelompok umur 15-24 tahun. Untuk
mencegah anemia setiap ibu hamil diharapkan mendapatkan tablet tambah
darah (TTD) minimal 90 tablet selama kehamilan.

GAMBAR 5.6
CAKUPAN PEMBERIAN TABLET TAMBAH DARAH (TTD) Fe1 dan Fe3
PADA IBU HAMIL TAHUN 2019 - 2021

CAKUPAN Fe 1 PUSKESMAS KARANG PULE CAKUPAN Fe 3 PUSKESMAS KARANG PULE TAHUN


TAHUN 2019 S/D 2021 2019 S/D 2021
114 98
112 97
110 96
95
108
94
106 93
104 92
102 91
100 90
TAHUN TAHUN TAHUN
98 2019 2020 2021
TAHUN TAHUN TAHUN Series1 93.07 97.1 92.9
2019 2020 2021
Series1 112.15 103.2 102.9
Sumber : Programer Gizi, 2021
Cakupan pemberian TTD pada ibu hamil di Puskesmas Karang Pule tiga
tahun terakhir (2019-2021), tahun 2019 adalah 112,15%, tahun 2020 adalah
103,2%, dan tahun 2021 sebesar 102,9%. Angka ini telah melampaui target
Renstra Nasional (Kemenkes RI) tahun 2019 yaitu 98%. Kelurahan dengan
cakupan tertinggi pemberian TTD pada ibu hamil adalah Pagutan (100,1%),
sedangkan kelurahan dengan cakupan terendah adalah Karang Pule (99,7%).
Terdapat satu kelurahan yang sudah melampaui target Renstra tahun 2019
dan satu Provinsi tidak melaporkan data cakupan pemberian tablet tambah
darah pada ibu hamil (Papua Barat). Cakupan pemberian TTD di wilayah kerja
Puskesmas Karang Pule pada ibu hamil tiga tahun terakhir (2019 – 2021) lihat
gambar 5.6. diatas..

4. Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin


Selain pada masa kehamilan, upaya lain yang dilakukan untuk
menurunkan kematian ibu dan kematian bayi yaitu dengan mendorong agar

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 41


setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih yaitu dokter spesialis
kebidanan dan kandungan (SpOG), dokter umum, dan bidan, dilakukan di
fasilitas pelayanan kesehatan.
Keberhasilan program ini diukur melalui indikator persentase persalinan
di fasilitas pelayanan kesehatan. Dalam rangka menjamin ibu bersalin
mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar, sejak tahun 2015 setiap ibu
bersalin diharapkan melakukan persalinan dengan ditolong oleh tenaga
kesehatan yang kompeten di fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh sebab itu,
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 menetapkan
persalinan ditolong tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF)
sebagai salah satu indikator upaya kesehatan keluarga, menggantikan indikator
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan (PN).
.
GAMBAR 5.7
CAKUPAN PERSALINAN DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN
MENURUT KELURAHAN TAHUN 2021

93.48
PUSKESMAS 1132
1211
62.13
Pagutan Barat 146
235
92.65
Pagutan Timur 126
136 Target Linakes 90%
119.52
Pagutan 251
210
108.54
Jempong Baru 343
310
84.71
Karang Pule 266
314

0 200 400 600 800 1000 1200 1400

(%) Pencapaian Target

Sumber : Poli KIA-KB, Puskesmas Karang Pule, 2021


Gambar 5.7 menyajikan cakupan persalinan ditolong tenaga kesehatan di
fasilitas pelayanan kesehatan di 5 Kelurahan di wilayah kerja puskesmas
Karang Pule tahun 2021
Pada tahun 2021 terdapat 93,48% persalinan yang ditolong tenaga
kesehatan. Sementara ibu hamil yang menjalani persalinan dengan ditolong
oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan sebesar 93,48%.
Dengan demikian masih terdapat sekitar 6,52% persalinan yang ditolong
tenaga kesehatan namun tidak dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Bila dilihat dari target kota Mataram, indikator PF telah memenuhi target
Renstra yang sebesar 90%. Terdapat kesenjangan yang cukup jauh antara
kelurahan dengan capaian tertinggi dan terendah yaitu Pagutan (119,52%) dan
Pagutan Barat (62,13%). Analisis kematian ibu pada tahun 2021 berjumlah 4
orang 3 orang disebabkan karena COVID-19 (Pagutan) dan 1orang disebabkan
oleh pre-eklampsi berat (PEB).

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 42


5. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas
Pelayanan kesehatan ibu nifas harus dilakukan minimal tiga kali sesuai
jadual yang dianjurkan, yaitu pada enam jam sampai dengan tiga hari pasca
persalinan, pada hari ke empat sampai dengan hari ke-28 pasca persalinan,
dan pada hari ke-29 sampai dengan hari ke-42 pasca persalinan. Jenis
pelayanan kesehatan ibu nifas yang diberikan terdiri dari:
a) pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, nadi, nafas, dan suhu);
b) pemeriksaan tinggi puncak rahim (fundus uteri);
c) pemeriksaan lokhia dan cairan per vaginam lain;
d) pemeriksaan payudara dan pemberian anjuran ASI eksklusif;
e) pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kesehatan ibu nifas dan
bayi baru lahir, termasuk keluarga berencana pasca persalinan;
f) pelayanan keluarga berencana pasca persalinan.

Gambar 5.11 menyajikan cakupan kunjungan nifas menurut kelurahan di


Puskesmas Karang Pule tahun 2021

GAMBAR 5.8
CAKUPAN KUNJUNGAN NIFAS (KF3) DI PUSKESMAS
MENURUT KELURAHAN TAHUN 2021

1400 1211
1200 1069
Target KF3 (Kunjungan Nifas 95%)
1000
800
600
400
314 310 316
236 210 251 123 235
75.16 102.53 119.52 136 90.44 135 88.27
200 57.48
0
Karang Pule Jempong Pagutan Pagutan Pagutan PUSKESMAS
Baru Timur Barat

Target Pencapaian (%)

Sumber : Poli KIA-KB, Puskesmas Karang Pule, 2021

Gambar di atas menggambarkan bahwa Kelurahan Pagutan memiliki capaian


kunjungan nifas lengkap (KF3) tertinggi yang diikuti oleh Jempong Baru dan
Pagutan Timur. Sedangkan kelurahan dengan cakupan kunjungan nifas
terendah yaitu Pagutan Barat, dan Karang Pule. Dari 5 kelurahan yang
melaporkan data kunjungan nifas, Puskesmas telah mencapai KF3 88,27%.
Kondisi pada tahun 2021 tersebut mengalami penurunan dari tahun 2020
(97,72%).

6. Kelas Ibu Hamil dan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan


Komplikasi (P4K)

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 43


Penurunan kematian ibu dan anak tidak dapat lepas dari peran
pemberdayaan masyarakat, yang salah satunya dilakukan melalui pelaksanaan
kelas ibu hamil dan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K). Kementerian Kesehatan menetapkan indikator persentase
puskesmas melaksanakan kelas ibu hamil dan persentase Puskesmas
melaksanakan orientasi Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K) sebagai upaya menurunkan kematian ibu dan kematian anak.
Kelas ibu hamil merupakan sarana bagi ibu hamil dan keluarga untuk
belajar bersama tentang kesehatan ibu hamil yang dilaksanakan dalam bentuk
tatap muka dalam kelompok. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan ibu dan keluarga mengenai kehamilan,
persalinan, nifas, KB pasca persalinan, pencegahan komplikasi, perawatan bayi
baru lahir dan aktivitas fisik atau senam ibu hamil.
Puskesmas dikatakan telah melaksanakan kelas ibu hamil apabila telah
melakukan kelas ibu hamil minimal sebanyak 4 kali. Program Perencanaan
Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) merupakan suatu program yang
dijalankan untuk mencapai target penurunan AKI. Program ini menitikberatkan
pemberdayaan masyarakat dalam monitoring terhadap ibu hamil, bersalin, dan
nifas.
Indikator Puskesmas melaksanakan orientasi P4K menghitung
persentase puskesmas yang melaksanakan orientasi P4K. Adapun yang
dimaksud orientasi tersebut adalah pertemuan yang diselenggarakan oleh
puskesmas dengan mengundang kader dan/atau bidan desa dari seluruh desa
yang ada di wilayahnya dalam rangka memberikan pembekalan untuk
meningkatkan peran aktif suami, keluarga, ibu hamil serta masyarakat dalam
merencanakan persalinan yang aman dan persiapan menghadapi komplikasi
kehamilan, persalinan, dan nifas.

7. Pelayanan Kontrasepsi
Pelayanan Kontrasepsi adalah serangkaian kegiatan meliputi pemberian
KIE, konseling, penapisan kelayakan medis, pemberian kontarsepsi,
pemasangan atau pencabutan, dan penanganan efek samping atau komplikasi
dalam upaya mencegah kehamilan. Pelayanan kontrasepsi yang diberikan
meliputi kondom, pil, suntik, pemasangan atau pencabutan implan,
pemasangan atau pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim, pelayanan
tubektomi, dan pelayanan vasektomi. KB Pascapersalinan (KBPP) adalah
pelayanan KB yang diberikan kepada PUS setelah persalinan sampai kurun
waktu 42 hari, dengan tujuan untuk menjarangkan kehamilan, atau mengakhiri
kesuburan. Beberapa studi menunjukkan pelayanan KB (termasuk KBPP) yang
efektif dapat mengurangi kematian ibu dengan cara mengurangi kehamilan dan
mengurangi kelahiran risiko tinggi.
Salah satu faktor memberikan dampak pada peningkatan Angka
Kematian Ibu adalah risiko 4 Terlalu (Terlalu muda, melahirkan dibawah usia
21 tahun, Terlalu tua melahirkan diatas 35 tahun, Terlalu dekat jarak kelahiran
kurang dari 3 tahun dan Terlalu banyak jumlah anak lebih dari 2). Persentase
ibu meninggal yang melahirkan berusia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun
adalah 33% dari seluruh kematian ibu, sehingga apabila program KB dapat
dilaksanakan dengan baik lagi, kemungkinan 33% kematian ibu dapat dicegah
melalui pemakaian kontrasepsi.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 44


GAMBAR 5.9
CAKUPAN PESERTA KB AKTIF DI PUSKESMAS KARANG PULE TAHUN 2021

10000 8996
8000 9090
6000 150475.77
2356116.2
4000 1985 94.43
1678 87.22
2028 1215 86.16
1643 92.37
2000 1777
1393 1907 (%)
0
Pencapaian
Target

Target Pencapaian (%)

Sumber : Poli KIA-KB, Puskesmas Karang Pule, 2021

Menurut BKKBN, KB aktif di antara PUS tahun 2019 sebesar 62,5%,


mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 63,27%.
Sementara target RPJMN yang ingin dicapai tahun 2019 sebesar 66%. Hasil
SDKI tahun 2017 juga menunjukan angka yang lebih tinggi pada KB aktif yaitu
sebesar 63,6%.
KB aktif tertinggi terdapat di Jempong Baru yaitu sebesar 116,2% dan
yang terendah di Karang Pule sebesar 75,77%.. Tetapi seluruh kelurahan telah
meampaui target cakupan KB aktif nasional dalam RPJMN sebesar 66%..

Berdasarkan pola dalam pemilihan jenis alat kontrasepsi seperti yang disajikan
pada Gambar 5.16, sebagian besar peserta KB Aktif memilih suntikan dan pil
sebagai alat kontrasepsi bahkan sangat dominan (lebih dari 80%) dibanding
metode lainnya; suntikan (63,7%) dan pil (17,0%). Padahal suntikan dan pil
termasuk dalam metode kontrasepsi jangka pendek sehingga tingkat efektifitas
suntikan dan pil dalam pengendalian kehamilan lebih rendah dibandingkan jenis
kontrasepsi lainnya.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 45


GAMBAR 5.10
CAKUPAN PESERTA KB AKTIF MENURUT METODE KONTRASEPSI
MODERN TAHUN 2021

MOP 117 Or
Cakupan KB
(2%)
Pil 256 Or AKDR 1289 Or
(3%) (16%)
MOW 2 Or
(0%)

Inplan
759 Or
(9%)
Suntik
5581 Or (69%)

Kondom 86 Or
(1%)

Sumber : Poli KIA-KB, Puskesmas Karang Pule, 2021

Keterangan: MOW = Metode Operasi Wanita


MOP = Metode Operasi Pria

Gambar 5.17 menunjukkan penggunaan beberapa kontrasepsi pada


wanita kawin pada tahun 2021. Terlihat bahwa penggunaan kontrasepsi
metode suntik menjadi pilihan utama para akseptor KB lebih dari 50 persen
(lebih dari setengahnya. Namun, ada penggunaan kontrasepsi modern yang
dipilih oleh 2 (0%) akseptor perempuan yaitu MOW (Metode Operasi Wanita).

Pemerintah wajib menjamin ketersediaan sarana informasi dan sarana


pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, bermutu, dan terjangkau
masyarakat, termasuk keluarga berencana. Pelayanan kesehatan dalam
keluarga berencana dimaksudkan untuk pengaturan kehamilan bagi pasangan
usia subur untuk membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas.
Pasangan Usia Subur bisa mendapatkan pelayanan kontrasepsi di tempat-
tempat yang melayani program KB, seperti di Rumah Sakit
(pemerintah/swasta), dan klinik.

8. Pemeriksaan HIV dan Hepatitis B pada Ibu Hamil


a. HIV(Human Immunodeficiency Virus)
Tujuan pemeriksaan HIV pada ibu hamil adalah untuk mencegah
terjadinya kasus HIV pada bayi yang di lahirkan oleh ibu dengan HIV.
Penularan HIV dari ibu ke bayi dapat terjadi selama masa kehamilan, saat
persalinan dan selama menyusui. Infeksi HIV pada bayi dapat menyebabkan
kesakitan, kecacatan dan kematian sehingga berdampak buruk pada
kelangsungan dan kualitas hidup anak.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 46


Selama tahun 2021 terdapat 1268 ibu hamil yang di periksa HIV di
Puskesmas. Dari pemeriksaan tersebut di dapatkan tidak ada (0%) ibu hamil
yang positif HIV.

b. Hepatitis B
Penularan Hepatitis dari ibu ke anak atau secara vertikal memiliki
kemungkinan sekitar 90% hingga 95%. Hal tersebut yang mendasari
Kemenkes memprioritaskan deteksi dini hepatitis B pada ibu hamil. Deteksi
dini hepatitis B pada ibu hamil mulai dilakukan di Indonesia pada 2013,
dimulai dari DKI Jakarta dan terus berkembang ke provinsi lain di tahun-
tahun berikutnya. Sejak 2016, pemeriksaan hepatitis dilakukan dengan Rapid
Diagnostic Test (RDT) Hepatitis B surface Antigen (HBsAg).
Program Nasional dalam Pencegahan dan Pengendalian Virus
Hepatitis B saat ini fokus pada pencegahan Penularan Ibu ke Anak (PPIA)
karena 95% penularan Hepatitis B adalah secara vertikal yaitu dari Ibu yang
Positif Hepatitis B ke bayi yang dilahirkannya. Sejak tahun 2015 telah
dilakukan Kegiatan Deteksi Dini Hepatitis B (DDHB) pada ibu hamil
dilayanan Kesehatan dasar (Puskesmas) dan Jaringannya. Pemeriksaan
Hepatitis B pada ibu hamil dilakukan melalui pemeriksaan darah dengan
menggunakan tes cepat/Rapid Diagnostic Test (RDT) HBsAg. HBsAg
(Hepatitis B Surface Antigen) merupakan antigen permukaan yang
ditemukan pada virus hepatitis B yang memberikan arti adanya infeksi
hepatitis B. Bayi yang lahir dari ibu yang terdeteksi Hepatitis B (HBsAg
Reaktif) diberi vaksin pasif yaitu HBIg (Hepatitis B Imunoglobulin) sebelum
24 jam kelahiran disamping imunisasi aktif sesuai program Nasional (HB0,
HB1, HB2 dan HB3). HBIg merupakan serum antibodi spesifik Hepatitis B
yang memberikan perlindungan langsung kepada bayi.
Pada tahun 2021 hasil pelaksanaan Deteksi dini Hepatitis B pada
kelompok berisiko/ibu hamil telah menemukan 25 ibu hamil positif Hepatitis B
dari 1322 ibu hamil yang diperiksa.

B. KESEHATAN ANAK
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 Tahun 2014 tentang Upaya
Kesehatan Anak menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan
hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi sehingga perlu dilakukan upaya kesehatan anak secara
terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan. Upaya kesehatan anak
dilakukan sejak janin dalam kandungan hingga anak berusia 18 (delapan belas)
tahun.
Salah satu tujuan upaya kesehatan anak adalah menjamin
kelangsungan hidup anak melalui upaya menurunkan angka kematian bayi baru
lahir, bayi dan balita. Tren angka kematian anak dari tahun ke tahun sudah
menunjukkan penurunan.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 47


GAMBAR 5.11
JUMLAH KEMATIAN NEONATAL, BAYI, DAN BALITA
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANG PULE TAHUN 2021

18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Jempong Pagutan Pagutan
Karang Pule Pagutan PUSKESMAS
Baru Timur Barat
Usia 0-7 hari 3 5 1 1 2 12
Usia 8-28 Hari 0 0 0 1 0 1
Usia 29 Hr-11 Bulan 1 2 0 1 0 4
Total 4 7 1 3 2 17
Lahir Mati 5 6 2 1 3 17
Sumber : Poli KIA-KB, Puskesmas Karang Pule, 2021

Berdasarkan data yang dilaporkan Bidan Koordinator KIA Puskesmas Karang


Pule, pada tahun 2021, dari 17 kasus kematian bayi Umur 0-11 Bulan, 70,59%
(12 kematian) diantaranya terjadi pada masa neonatus (umur 0-7 hari) atau
terjadi pada periode enam hari pertama kehidupan. Sementara, 5,9% (1
kematian) terjadi pada usia 8-29 hari dan 23,53% (4 kematian) terjadi pada usia
29 hari – 11 bulan.

GAMBAR 5.6
PROPORSI PENYEBAB KEMATIAN NEONATAL (0-28 HARI)
DI PUSKESMAS KARANG PULE TAHUN 2021

Usia 0-7 Hari

BBLR
Ikterus, 17%
kelainan
Kelainan
bawaan bawaan, dll
41%
17%
BBLR,
Asfiksia
25%

Sumber : Poli KIA-KB, Puskesmas Karang Pule, 2021

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 48


Penyebab kematian neonatal terbanyak pada tahun 2021, adalah Ikterus,
kelainan dan bawaan. Penyebab kematian lainnya di antaranya kondisi berat
badan lahir rendah (BBLR), asfiksia, dan lainnya.
Upaya kesehatan anak yang dimaksud dalam Permenkes Nomor 25
Tahun 2014 dilakukan melalui pelayanan kesehatan janin dalan kandungan,
kesehatan bayi baru lahir, kesehatan bayi, anak balita, dan prasekolah,
kesehatan anak usia sekolah dan remaja, dan perlindungan kesehatan anak.
Dalam Profil Kesehatan Indonesia ini data dan informasi mengenai upaya
kesehatan anak disajikan dalam indikator kesehatan anak yang meliputi:
pelayanan kesehatan neonatal, imunisasi rutin pada anak, pelayanan
kesehatan pada anak sekolah, dan pelayanan kesehatan peduli remaja.

1. Pelayanan Kesehatan Neonatal


Pada masa neonatal (0-28 hari) terjadi perubahan yang sangat besar dari
kehidupan di dalam rahim dan terjadi pematangan organ hampir pada semua
sistem. Bayi hingga usia kurang satu bulan merupakan golongan umur yang
memiliki risiko gangguan kesehatan paling tinggi dan berbagai masalah
kesehatan bisa muncul, sehingga tanpa penanganan yang tepat, bisa berakibat
fatal. Beberapa upaya kesehatan dilakukan untuk mengendalikan risiko pada
kelompok ini di antaranya dengan mengupayakan agar persalinan dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan serta menjamin
tersedianya pelayanan kesehatan sesuai standar pada kunjungan bayi baru
lahir. Kunjungan neonatal idealnya dilakukan 3 kali yaitu pada umur 6-48 jam,
umur 3-7 hari, dan umur 828 hari.
Salah satu pelayanan yang dilakukan pada bayi baru lahir adalah
penimbangan. Berdasarkan data yang dilaporkan oleh 25 provinsi kepada
Direktorat Gizi Masyarakat, dari tahun 2019 bayi baru lahir yang dilaporkan
ditimbang berat badannya sebanyak 1132 bayi, didapatkan sebanyak 65 bayi
(5,74%) memiliki berat badan lahir rendah (BBLR). Sedangkan menurut hasil
Riskesdas tahun 2018, dari 56,6% balita yang memiliki catatan berat lahir,
sebanyak 6,2% lahir dengan kondisi BBLR. Kondisi bayi BBLR diantara
disebabkan karena kondisi ibu saat hamil (kehamilan remaja, malnutrisi, dan
komplikasi kehamilan), bayi kembar, janin memiliki kelainan atau kondisi
bawaan, dan gangguan pada plasenta yang menghambat pertumbuhan bayi
(intrauterine growth restriction).

Gambar 5.7 Jumlah Bayi BBLR Bayi BBLR tanpa komplikasi dapat
di Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 mengejar ketertinggalan berat
badan seiring dengan pertambahan
65 usian. Namun, bayi BBLR memiliki
risiko lebih besar untuk stunting
25 dan mengidap penyakit tidak
8 2 6 6 menular seperti diabetes,
hipertensi, dan penyakit jantung
saat dewasa.

Sumber : Poli KIA-KB, Puskesmas Karang Pule, 2021

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 49


Indikator yang menggambarkan upaya kesehatan yang dilakukan untuk
mengurangi risiko kematian pada periode neonatal yaitu 6-48 jam setelah lahir
adalah cakupan Kunjungan Neonatal Pertama atau KN1. Pelayanan dalam
kunjungan ini (Manajemen Terpadu Balita Muda) antara lain meliputi termasuk
konseling perawatan bayi baru lahir, ASI eksklusif, pemberian vitamin K1 injeksi
dan Hepatitis B0 injeksi (bila belum diberikan).

GAMBAR 5.8
CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL PERTAMA (KN1) TAHUN 2021

Target KN1 96%

1500

1000

500

(%)
0
Pencapaian
Karang Pule
Jempong
Baru Pagutan Target
Pagutan
Timur Pagutan
Barat PUSKESMAS

Karang Pule Jempong Baru Pagutan Pagutan Timur Pagutan Barat PUSKESMAS
Target 307 309 206 133 230 1177
Pencapaian 214 282 211 126 116 949
(%) 69.71 91.26 102.43 94.74 50.43 80.08

Sumber : Poli KIA-KB, Puskesmas Karang Pule, 2021

Capaian KN1 Puskesmas pada tahun 2021 sebesar 80,08%, lebih kecil dari
target sasaran tahun 2021 yaitu sebesar 96% (Gambar 5.29). Dari lima
kelurahan terdapat satu kelurahan (kelurahan Pagutan) mendapatkan cakupan
lebih dari 100% dikarenakan data sasaran yang ditetapkan lebih rendah
dibandingkan dengan data sasaran riil yang didapatkan.
Sedangkan cakupan Kunjungan Neonatal Lengkap (KN lengkap), yaitu cakupan
pelayanan Kunjungan Neonatal minimal tiga kali sesuai standar, pada tahun
2021 sebesar 91,65% (belum mencapai target sasaran 96%).

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 50


GAMBAR 5.9 Dua kelurahan cakupannya
TARGET DAN PENCAPAIAN KUNJUNGAN
NEONATUS KN3 (LENGKAP) mencapai 100% lebih yaitu
Pagutan, Jempong Barat.
Target K3 Capaian K3 Persentase (%) Sedangkan kelurahan dengan
91.65 cakupan terendah di Pagutan Barat
(61,30%), Karang Pule (82,08%)
1086
dan Pagutan Timur (94,74%).
Capaian data cakupan KN1 80,08%
dan KN lengkap 91,65% artinya
82.08 104.21 118.93 1185
252 322 61.30 keduanya berada dibawah target.
245 94.74 141
307 309 206 126 230
133

Sumber : Poli KIA-KB, Puskesmas Karang Pule, 2021

2. Imunisasi
Undang - Undang Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2009 menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh imunisasi dasar
sesuai dengan ketentuan. Imunisasi dilakukan untuk mencegah terjadinya
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pemerintah wajib memberikan
imunisasi lengkap kepada setiap bayi dan anak. Penyelenggaraan imunisasi ini
tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 yang
diundangkan tanggal 11 April 2017.
Beberapa penyakit menular yang termasuk ke dalam Penyakit yang
Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) antara lain TBC, difteri, tetanus,
hepatitis B, pertusis, campak, rubella, polio, radang selaput otak, dan radang
paru-paru. Anak yang telah diberi imunisasi akan terlindungi dari berbagai
penyakit berbahaya tersebut, yang dapat menimbulkan kecacatan atau
kematian. Imunisasi merupakan salah satu intervensi kesehatan yang terbukti
paling cost-effective (murah), karena dapat mencegah dan mengurangi
kejadian kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat PD3I yang diperkirakan 2
hingga 3 juta kematian tiap tahunnya.
Imunisasi dikelompokkan menjadi imunisasi program dan imunisasi
pilihan. Imunisasi program adalah imunisasi yang diwajibkan kepada seseorang
sebagai bagian dari masyarakat dalam rangka melindungi yang bersangkutan
dan masyarakat sekitarnya dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Sedangkan imunisasi pilihan adalah imunisasi yang dapat diberikan kepada
seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang
bersangkutan dari penyakit tertentu.
Imunisasi program terdiri atas imunisasi rutin, imunisasi tambahan, dan
imunisasi khusus. Imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar dan imunisasi
lanjutan. Imunisasi dasar diberikan pada bayi sebelum berusia satu tahun,
sedangkan imunisasi lanjutan diberikan pada anak usia bawah dua tahun
(baduta), anak usia sekolah dasar dan wanita usia subur (WUS).
Imunisasi tambahan merupakan jenis Imunisasi tertentu yang diberikan
pada kelompok umur tertentu yang paling berisiko terkena penyakit sesuai
dengan kajian epidemiologis pada periode waktu tertentu.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 51


Imunisasi khusus dilaksanakan untuk melindungi seseorang dan
masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu seperti persiapan
keberangkatan calon jemaah haji/umroh, persiapan perjalanan menuju atau dari
negara endemis penyakit tertentu, dan kondisi kejadian luar biasa/wabah
penyakit tertentu.

a. Imunisasi Dasar pada Bayi


Di Indonesia, setiap bayi (usia 0-11 bulan) diwajibkan mendapatkan
imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari 1 dosis Hepatitis B, 1 dosis BCG, 3
dosis DPT-HB-HiB, 4 dosis polio tetes, dan 1 dosis campak/MR. Penentuan
jenis imunisasi didasarkan atas kajian ahli dan analisis epidemiologi atas
penyakit-penyakit yang timbul.
GAMBAR 5.10
CAKUPAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANG PULE TAHUN 2021
TARGET PENCAPAIAN
NO JENIS IMUNISASI JUMLAH PERSENTASE JUMLAH PERSENTASE KETERANGAN
SASARAN BAYI (%) SASARAN BAYI (%)

1 Hb 1203 95 1074 89 Tidak Tercapai


2 BCG + Polio1 1203 95 825 68 Tidak Tercapai
3 DPT1 + Polio2 1203 95 890 73 Tidak Tercapai
4 DPT2 + Polio3 1203 95 670 55 Tidak Tercapai
5 DPT3 + Polio4 1203 95 776 64 Tidak Tercapai
6 PCV 1, 2, 3 1203 95 888 73 Tidak Tercapai
7 IPV 1203 95 795 66 Tidak Tercapai
8 Campak (MR) 1203 95 895 74 Tidak Tercapai
Sumber : Programer Imunisasi, Puskesmas Karang Pule, 2021

Pada tahun 2021 imunisasi dasar lengkap di Wilayah kerja puskesmas sebesar
74% (Gambar 5.10). Angka ini belum memenuhi target program tahun 2021
yaitu sebesar 95%.

b. Angka Drop Out Cakupan Imunisasi DPT/HB/HiB1-Campak


Sebelum anak berusia satu tahun, imunisasi dasar pada bayi
seharusnya diberikan sesuai dengan umurnya. Pada kondisi ini, diharapkan
sistem kekebalan tubuh dapat bekerja secara optimal. Meskipun demikian,
pada kondisi tertentu beberapa bayi tidak mendapatkan imunisasi dasar secara
lengkap. Kelompok inilah yang disebut dengan drop out (DO) imunisasi. Bayi
yang mendapatkan imunisasi DPT/HB1 pada awal pemberian imunisasi, namun
tidak mendapatkan imunisasi campak, disebut angka drop out imunisasi
DPT/HB1-Campak. Indikator ini diperoleh dengan menghitung selisih
penurunan cakupan imunisasi Campak terhadap cakupan imunisasi DPT/HB1.
Drop out rate DPT/HB1-Campak diharapkan tidak melebihi 5%. Batas
maksimal tersebut telah berhasil dipenuhi sejak tahun 2010 sampai dengan
tahun 2018. Angka drop out imunisasi DPT/HB1-Campak menunjukkan
kecenderungan penurunan sejak tahun 2019 sampai dengan tahun 2021 yang
asumsinya semakin banyak bayi yang mendapatkan imunisasi dasar secara
lengkap. Namun pada tahun 2019 terjadi peningkatan DO rate menjad 21%
akibat semakin banyaknya kelompok anti vaksin yang menolak
mengimunisasikan anaknya sehingga cakupan imunisasi menurun hampir di
semua antigen; selain itu munculnya pandemi COVID-19 diakhir tahun 2019
hingga akhir tahun 2021 belum berakhir mengakibatkan pelayanan vaksinasi di
Posyandu tidak dilakukan. Angka drop out imunisasi DPT/HB1-Campak pada

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 52


tahun 2021 kembali dapat ditekan sehingga menurun menjadi 6% dari target
95%. Hal ini disebabkan karena vaksin Campak-MR merupakan vaksin yang
baru masuk ke dalam imunisasi rutin sehingga masih ada keraguan dari
orangtua untuk memberikan vaksin MR kepada anaknya. Namun demikian
angka drop out ini masih termasuk drop out kecil karena masih melampaui
angka 5%.

c. Desa/Kelurahan UCI (Universal Child Immunization)


Pada tahun 2021 cakupan desa UCI di wilayah kerja Puskesmas
Karang Pule sebesar 81,34%. Ada tiga kelurahan yang telah mencapai 100%
cakupan desa/kelurahan UCI yaitu Pagutan, Pagutan Timur, Pagutan Barat,
Jempong Baru dan Karang Pule. Sedangkan kelurahan dengan capaian
terendah yaitu Karang Pule (23,76%) dan Jempong Baru (44,21%).

d. Persentase Kelurahan yang Mencapai 80% Imunisasi Dasar Lengkap pada


Bayi
Kelurahan yang mencapai 80% imunisasi dasar lengkap pada bayi
merupakan salah satu indikator pemerataan dan mutu pelayanan kesehatan,
dengan target 95% mulai pada tahun 2021. Pada Gambar 5.11 diketahui bahwa
ada dua kelurahan yang 100% kabupaten/kotanya telah mencapai 80%
imunisasi dasar lengkap pada bayi. Sedangkan kelurahan dengan persentase
terendah adalah Pagutan Barat (13,04%) dan Karang Pule (27,27%).

e. Imunisasi Lanjutan pada Anak Baduta


Imunisasi lanjutan pada anak baduta diperlukan untuk
mempertahankan tingkat kekebalan agar tetap tinggi sehingga dapat
memberikan perlindungan dengan optimal. Pemberian imunisasi pada anak
perlu ditambah dengan dosis lanjutan (booster) untuk meningkatkan
kekebalannya yang diberikan pada usia 18 bulan. Perlindungan optimal dari
pemberian imunisasi lanjutan ini hanya didapat apabila anak tersebut telah
mendapat imunisasi dasar secara lengkap. Karena itu, sejak tahun 2014,
secara nasional program imunisasi lanjutan masuk ke dalam program imunisasi
rutin dengan memberikan 1 dosis DPT-HB-HiB(4) dan campak/MR(2) kepada
anak usia 18-24 bulan.

f. Imunisasi Anak Sekolah


Pada kegiatan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS), imunisasi
lanjutan diberikan pada anak usia sekolah dasar dan diberikan secara
terintegrasi dengan kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Imunisasi yang
diberikan adalah imunisasi campak, tetanus dan difteri. Berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi,
pemberian imunisasi pada BIAS yang sebelumnya diberikan pada anak kelas 1,
2 dan 3 SD berubah menjadi diberikan pada kelas 1 (campak dan DT), 2 (Td)
dan 5 SD (Td). Pada tahun 2017-2018, pemberian imunisasi pada BIAS hanya
dilakukan pada kelas 1 dan 2 saja, sedangkan kelas 5 SD akan dilakukan mulai
tahun 2019.
Cakupan imunisasi campak pada anak kelas 1 SD tahun 2019 sebesar
89,4%, imunisasi DT pada anak kelas 1 SD sebesar 90,07%, dan imunisasi Td
anak kelas 2 SD sebesar 90,71%.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 53


3. Pelayanan Kesehatan Anak Usia Sekolah
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 Tahun 2014 tentang
Upaya Kesehatan Anak pasal 28, pelayanan kesehatan anak usia sekolah dan
remaja dilakukan melalui usaha kesehatan sekolah dan pelayanan kesehatan
peduli remaja. Kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) merupakan kegiatan
lintas sektor, yang meliputi berbagai upaya antara lain penjaringan kesehatan
dan pemeriksaan berkala, pemberian tablet tambah darah bagi remaja putri,
pembinaan kantin sekolah sehat, imunisasi, dan pembinaan kader kesehatan
sekolah.
Kegiatan pelayanan kesehatan yang dilakukan di sekolah dilaksanakan
oleh tenaga kesehatan bersama dengan kader kesehatan sekolah dengan
minimal dilakukan pemeriksaan status gizi (tinggi bdan dan berat badan),
pemeriksaan gigi, tajam penglihatan, dan tajam pendengaran. Pelayanan
kesehatan anak usia sekolah bertujuan untuk mendeteksi dini risiko penyakit
pada anak sekolah agar dapat ditindaklanjuti secara dini, meningkatkan
pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal, sehingga dapat
menunjang proses belajar mereka dan pada akhirnya menciptakan anak usia
sekolah yang sehat dan berprestasi.
Hasil dari pelayanan kesehatan di sekolah juga dapat dipergunakan
sebagai bahan perencanaan dan evaluasi UKS bagi puskesmas, sekolah dan
Tim Pembina UKS (TP UKS) agar pelaksanaan peningkatan kesehatan anak
sekolah dapat lebih tepat sasaran dan tujuan.

C. PELAYANAN GIZI
Pada sub bab gizi ini akan dibahas terkait status gizi balita dan upaya
pencegahan serta penanganan masalah gizi yaitu pemberian ASI eksklusif
pada bayi usia sampai dengan 6 bulan, pemberian kapsul vitamin A pada balita
6-59 bulan, pemberian tablet tambah darah (TTD) pada remaja putri, serta
pemberian makanan tambahan pada ibu hamil KEK dan balita kurus.

1. Status Gizi Balita


Pengukuran status gizi didasarkan atas Standar World Health
Organization (WHO, 2005) yang telah ditetapkan pada Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri
Penilaian Status Gizi Anak. Menurut standar tersebut, status gizi balita dapat
diukur berdasarkan tiga indeks, yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi
badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).
Gizi kurang dan gizi buruk merupakan status gizi yang didasarkan pada
indeks berat badan menurut umur (BB/U). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2018 yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan menyatakan
bahwa persentase gizi buruk pada balita usia 0-23 bulan di Indonesia adalah
3,8%, sedangkan persentase gizi kurang adalah 11,4%. Hal tersebut tidak
berbeda jauh dengan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) yang
diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan tahun 2017, yaitu persentase
gizi buruk pada balita usia 0-23 bulan sebesar 3,5% dan persentase gizi kurang
sebesar 11,3%. Provinsi dengan persentase tertinggi gizi buruk dan gizi kurang
pada balita usia 0-23 bulan tahun 2018 adalah Nusa Tenggara Timur,
sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah Provinsi Jawa Barat.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 54


Pada balita usia 0-59 bulan, hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018
menyatakan bahwa persentase gizi buruk di Indonesia adalah 3,9%, sedangkan
persentase gizi kurang adalah 13,8%. Hal tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil
Pemantauan Status Gizi (PSG) yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan
tahun 2017, yaitu persentase gizi buruk pada balita usia 0-59 bulan sebesar 3,8% dan
persentase gizi kurang sebesar 14,0%. Provinsi dengan persentase tertinggi gizi buruk
dan gizi kurang pada balita usia 0-59 bulan tahun 2018 adalah Nusa Tenggara Timur,
sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah Provinsi Kepulauan Riau.
Pendek dan sangat pendek atau yang sering disebut sebagai stunting
merupakan status gizi yang berdasarkan pada indeks tinggi badan menurut
umur. Persentase balita sangat pendek dan pendek usia 0-23 bulan di
Indonesia tahun 2018 yaitu 12,8% dan 17,1%. Kondisi ini meningkat dari tahun
sebelumnya dimana persentase balita sangat pendek yaitu sebesar 6,9% dan
balita pendek sebesar 13,2%. Pada tahun 2018, Provinsi Aceh memilliki
persentase tertinggi balita sangat pendek dan pendek usia 0-23 bulan,
sedangkan Provinsi DKI Jakarta memiliki persentase terendah untuk kategori
tersebut.
Selama tahun 2019 Konseling gizi melayani Konsultasi DM dan penyakit
degenerative lainnya sebanyak 35 kunjungan, pasien yg dikonseling Tahun
2019 hanya pasien baru. Konseling bumil KEK 150 kunjungan, Konsultasi Gizi
buruk dan gizi kurang sebanyak 834 kunjungan, menurun dibandingkan Tahun
2019 sebanyak 792 kunjungan terdiri dari kurus (BB/TB), Gizi buruk dan gizi
kurang (BB/U) dan stunting (TB/U). Tahun 2020 dan 2021 konseling menurun
drasticsebanyak 4 orang tahun 2020 dan 2 orang pada tahun 2021 karena
pembatasan kontak dengan pasien.
Persentase balita sangat pendek dan pendek usia 0-59 bulan di Indonesia
tahun 2018 adalah 11,5% dan 19,3%. Kondisi ini meningkat dari tahun
sebelumnya yaitu persentase balita usia 0-59 bulan sangat pendek sebesar
9,8% dan balita pendek sebesar 19,8%. Provinsi dengan persentase tertinggi
balita sangat pendek dan pendek pada usia 0-59 bulan tahun 2018 adalah
Nusa Tenggara Timur, sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah
DKI Jakarta.
Persentase balita usia 0-59 bulan di Indonesia pada tahun 2018 sangat
kurus yaitu sebesar 3,5% dan kurus sebesar 6,7%. Kondisi ini cenderung
mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan kondisi tahun 2017, dimana
persentase balita sangat kurus sebesar 2,8% dan kurus sebesar 6,7%. Provinsi
dengan persentase tertinggi balita sangat kurus dan kurus usia 0-59 bulan
tahun 2018 adalah Nusa Tenggara Barat, sedangkan provinsi dengan
persentase terendah balita sangat kurus dan kurus adalah Kalimantan Utara.
Tren persentase pada balita usia 0-59 bulan sangat pendek dan pendek di
Indonesia sejak tahun 2014 sampai tahun 2018 cenderung tidak mengalami
perubahan yang berarti, dimana pada tahun 2014 persentasenya sebesar
28,9%, sedangkan pada tahun 2018 persentasenya sebesar 29,6%. Meski
demikian, persentase pada tahun 2013 mengalami penurunan yang cukup
tinggi yaitu dari 37,2% menjadi 28,9% pada tahun 2014.
Tren persentase sangat kurus dan kurus pada balita usia 0-59 bulan di
Indonesia sejak tahun 2013 sampai tahun 2018 secara umum mengalami
penurunan. Hal tersebut dapat dilihat dimana pada tahun 2013 persentase
balita sangat kurus dan kurus usia 0-59 bulan yaitu 12,1% menjadi 9,5% pada
tahun 2018.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 55


2. Upaya Pencegahan dan Penanganan Masalah Gizi
Dalam rangka menerapkan upaya gizi seimbang, setiap keluarga harus
mampu mengenal, mencegah, dan mengatasi masalah gizi setiap anggota
keluarganya. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23
Tahun 2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi. Adapun upaya yang dilakukan
untuk mengenal, mencegah, dan mengatasi masalah gizi yaitu dengan cara
menimbang berat badan secara teratur, memberikan ASI saja kepada bayi
sejak lahir sampai umur 6 bulan, menu makanan yang bervariasi,
menggunakan garam beryodium, dan pemberian suplemen gizi sesuai anjuran
petugas kesehatan. Suplemen gizi yang diberikan menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 51 tahun 2016 tentang Standar Produk Suplementasi Gizi,
meliputi kapsul vitamin A, tablet tambah darah (TTD), makanan tambahan
untuk ibu hamil, anak balita, dan anak usia sekolah, makanan pendamping ASI,
dan bubuk multi vitamin dan mineral.

a. Inisiasi Menyusu Dini dan Pemberian ASI Eksklusif


Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dilakukan dengan cara meletakkan bayi
secara tengkurap di dada atau perut ibu sehingga kulit bayi bersentuhan pada
kulit ibu yang dilakukan sekurang-kurangnya satu jam segera setelah lahir. Jika
kontak tersebut terhalang oleh kain atau dilakukan kurang dari satu jam maka
dianggap belum sempurna dan tidak melakukan IMD.
Air Susu Ibu (ASI) eksklusif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif adalah ASI yang
diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama enam bulan, tanpa
menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain
(kecuali obat, vitamin, dan mineral).
ASI mengandung kolostrum yang kaya akan antibodi karena
mengandung protein untuk daya tahan tubuh dan bermanfaat untuk mematikan
kuman dalam jumlah tinggi sehingga pemberian ASI eksklusif dapat
mengurangi risiko kematian pada bayi. Kolostrum berwarna kekuningan yang
dihasilkan pada hari pertama sampai dengan hari ketiga. Hari keempat sampai
hari kesepuluh ASI mengandung immunoglobulin, protein, dan laktosa lebih
sedikit dibandingkan kolostrum tetapi lemak dan kalorinya lebih tinggi dengan
warna susu yang lebih putih. Selain mengandung zat makanan, ASI juga
mengandung enzim tertentu yang berfungsi sebagai zat penyerap yang tidak
akan menganggu enzim lain di usus. Susu formula tidak mengandung enzim
tersebut sehingga penyerapan makanan sepenuhnya bergantung pada enzim
yang terdapat di usus bayi.
Pada tahun 2019, secara nasional persentase bayi baru lahir yang
mendapat IMD yaitu sebesar 75,58%. Angka ini telah melampaui target Renstra
tahun 2019 yaitu sebesar 50,0%.
Pada Tahun 2021 Persentase tertinggi bayi baru lahir mendapat IMD
Puskesmas Karang Pule adalah rata rata 48.0% lebih rendah dibandingkan
61,22% tahun 2020 dan tahun 2019 sebesar 67,59%.
Secara nasional, cakupan bayi mendapat ASI eksklusif tahun 2019 yaitu
sebesar 67,74%. Angka tersebut sudah melampaui target Renstra tahun 2019
yaitu 50%. Persentase tertinggi cakupan pemberian ASI eksklusif terdapat pada
Provinsi Nusa Tenggara Barat (86,26%), sedangkan persentase terendah
terdapat di Provinsi Papua Barat (41,12%).

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 56


Cakupan bayi mendapat ASI eksklusif rata-rata 74.6% pada Tahun 2021
trendnya meningkat dibanding dua tahun sebelumnya 59% tahun 2020 dan
47% tahun 2019, lengkapnya dapat dilihat pada gambar 5.22 dibawah ini.

GAMBAR 5.22
CAKUPAN BAYI MENDAPAT ASI EKSLUSIF
PUSKESMAS KARANG PULE TAHUN 2019 S/D 2021

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
TAHUN 2019 36.5 56.1 36.5 44.4 78.2 35.2 39.7 37.1 52.2 55.2 53.4 47.5 47.7
TAHUN 2020 69.9 64.8 58.6 62.7 58.5 52.6 56 32.8 67 60.4 62.7 71.7 59.8
TAHUN 2021 71.1 98.8 76.5 65 79 71.6 72.2 76.1 70.2 71 72.3 71.2 74.6

b. Penimbangan Balita
Penimbangan balita merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan
dalam pemantauan pertumbuhan. Pemantauan pertumbuhan setiap bulan
bertujuan sebagai deteksi dini untuk mencegah terjadinya gagal tumbuh
kembang pada balita. Dengan rutin menimbang balita, maka pertumbuhan
balita dapat dipantau secara intensif. Jika diketahui berat badan anak tidak naik
atau jika ditemukan anak menderita suatu penyakit, dapat segera dilakukan
upaya pemulihan dan pencegahan, agar tidak menjadi gizi kurang atau gizi
buruk. Semakin cepat ditemukan, kasus gizi kurang atau gizi buruk akan
semakin cepat ditangani. Penanganan yang cepat dan tepat sesuai tata
laksana kasus anak gizi kurang atau gizi buruk akan mengurangi risiko
kematian sehingga angka kematian akibat gizi buruk dapat ditekan.
Persentase rata-rata balita umur 6-59 bulan yang ditimbang di Indonesia
pada tahun 2019 adalah 73,86% anak per bulan. Persentase rata-rata balita
umur 6-59 bulan yang ditimbang di Puskesmas Karang Pule pada tahun 2019
adalah 87,% anak per bulan, 35,2% per bulan tahun 2020 dan 56,4% tahun
2021 ini disebabkan karena masa pandemi COVID-19 hingga tahun 2022.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 57


GAMBAR 5.23
PERSENTASE RERATA BALITA UMUR 6-59 BULAN DITIMBANG PER
BULAN TAHUN 2019 S/D 2021
CAKUPAN D/S PUSKESMAS KARANG PULE
TAHUN 2019 S/D 2021
100

80

60

40

20

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
TAHUN 2019 76 88. 81 87 87 88 86 93 92 90 91 87 87.
TAHUN 2020 77 79. 29 1.1 9.1 1.9 12 56 45 10 36 66 35.
TAHUN 2021 29 62. 40 55 54 55 34 73 73 72 80 50 56.

c. Cakupan Pemberian Kapsul Vitamin A Balita Usia 6–59 Bulan


Vitamin A merupakan zat gizi penting yang sangat diperlukan tubuh
untuk pertumbuhan dan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Kekurangan
vitamin A dapat menyebabkan kebutaan pada anak serta meningkatkan risiko
kesakitan dan kematian. Asupan vitamin A dari makanan sehari-hari masih
cukup rendah sehingga diperlukan asupan gizi tambahan berupa kapsul vit. A.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2015 tentang
Standar Kapsul Vitamin A bagi Bayi, anak Balita, dan Ibu Nifas, kapsul vitamin
A merupakan kapsul lunak dengan ujung (nipple) yang dapat digunting, tidak
transparan (opaque), dan mudah untuk dikonsumsi, termasuk dapat masuk ke
dalam mulut balita. Kapsul vitamin A diberikan kepada bayi, anak balita, dan ibu
nifas. Kapsul vitamin A bagi bayi usia 6–11 bulan berwarna biru dan
mengandung retinol (palmitat/asetat) 100.000 IU, sedangkan kapsul vitamin A
untuk anak balita usia 12-59 bulan dan ibu nifas berwarna merah dan
mengandung retinol (palmitat/asetat) 200.000 IU.
Sesuai dengan Panduan Manajemen Suplementasi Vitamin A waktu
pemberian kapsul vitamin A pada bayi dan anak balita dilaksanakan serentak
setiap bulan Februari dan Agustus. Frekuensi pemberian vitamin A pada bayi 6-
11 bulan adalah 1 kali sedangkan pada anak balita 12-59 bulan sebanyak 2
kali. Pemberian kapsul vitamin A pada ibu nifas dilakukan sebanyak 2 kali yaitu
satu kapsul segera setelah saat persalinan dan satu kapsul lagi pada 24 jam
setelah pemberian kapsul pertama.
Cakupan pemberian vitamin A pada balita di Indonesia tahun 2019 yaitu
sebesar 76,68%. Pada tahun yang sama di Puskesmas Karang Pule rerata
cakupan vitamin A adalah 91,15% Vitamin A Biru dan 90,1 Vitamin A merah.
Cakupan Vitamin A tiga tahun terakhir seperti gambar dibawah ini.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 58


GAMBAR 5.24
CAKUPAN PEMBERIAN KAPSUL VITAMIN A PADA BALITA (6-59 BULAN)
MENURUT KELURAHAN TAHUN 2021
CAKUPAN VITAMIN A BIRU PUSKESMAS CAKUPAN VITAMIN A MERAH PUSKESMAS
KARANG PULE TAHUN 2019 S/D 2021 KARANG PULE TAHUN 2019 S/D 2021

100 100
90 90
80 80
70 70
60 60
50 50
40 40
30 30
20 20
10 10
0 0
TAHUN TAHUN TAHUN TAHUN TAHUN TAHUN
2019 2020 2021 2019 2020 2021
FEBRUARI 92.4 88.7 55.2 FEBRUARI 87.5 84.9 71.2
AGUSTUS 89.9 90.6 62 AGUSTUS 92.7 87.7 80.9

Pada tahun 2019 distribusi Vitamin A dilaksanakan setiap bulan


Februari dan Agustus. Cakupan Vitamin A biru dan merah pada bulan
Pebruari dan Agustus telah mencapai 90%; kecuali Vitamin A merah Bulan
Agustus 89,9%. Tingginya capaian vitamin A ini didorong oleh tingginya
kesadaran ibu balita terhadap manfaat vitamin A, seringnya dilakukan
penyuluhan tentang pentingnya vitamin A oleh petugas kesehatan kepada
masyarakat serta keaktifan kader untuk melakukan sweeping vitamin A pada
sasaran balita yang tidak sempat hadir diposyandu.
Sedangkan pada tahun 2021 cakupan menurun menjadi 55,2%
terkendala ketersediaan kapsul vitamin A biru dan pemberlakuan
pembatasan aktivitas masyarakat karena tingginya kasus COVID-19.

d. Pemberian Tablet Tambah Darah pada Remaja Putri


Anemia sering diderita pada wanita usia subur. Hal ini disebabkan
karena terjadinya siklus menstruasi pada wanita setiap bulannya. Kekurangan
zat besi dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga dapat menyebabkan
produktivitas menurun. Asupan zat besi dapat diperoleh melalui makanan
bersumber protein hewani seperti hati, ikan, dan daging. Namun tidak semua
masyarakat dapat mengonsumsi makanan tersebut, sehingga diperlukan
asupan zat besi tambahan yang diperoleh dari tablet tambah darah (TTD).
Pemberian TTD pada remaja putri bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
zat besi bagi para remaja putri yang akan menjadi ibu di masa yang akan
datang. Dengan cukupnya asupan zat besi sejak dini, diharapkan angka
kejadian anemia ibu hamil, pendarahan saat persalinan, BBLR, dan balita
pendek dapat menurun.
Sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat
Kementerian Kesehatan Nomor HK.03.03/V/0595/2016 tentang Pemberian
Tablet Tambah Darah pada Remaja Putri dan Wanita Usia Subur, pemberian
TTD pada remaja putri dilakukan melalui UKS/M di institusi Pendidikan (SMP
dan SMA atau yang sederajat) dengan menentukan hari minum TTD bersama.
Dosis yang diberikan adalah satu tablet setiap minggu selama sepanjang tahun.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 59


Cakupan pemberian TTD pada remaja putri di Indonesia pada tahun
2018 adalah 46,56%. Hal ini sudah memenuhi target Renstra tahun 2019 yaitu
30%. Cakupan pemberian TTD pada remaja putri di Puskesmas Karang Pule
100% (Penderita Anemia) selengkapnya dapat dilihat pada gambar 5.35.

GAMBAR 5.35
CAKUPAN PEMBERIAN TABLET TAMBAH DARAH (TTD) PADA REMAJA PUTRI
MENURUT KELURAHAN TAHUN 2021

STATUS ANEMIA REMAJA PUTRI


PUSKESMAS KARANG PULE TAHUN 2019

anemia tidak anemia

8%

92%

e. Pemberian Makanan Tambahan pada Ibu Hamil KEK dan Balita Kurus
Masa kehamilan memerlukan perhatian khusus karena merupakan
periode penting pada 1.000 hari kehidupan. Ibu hamil termasuk salah satu
kelompok yang rawan gizi. Asupan gizi ibu hamil sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan janin. Status gizi yang baik pada ibu hamil dapat mencegah
terjadinya Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) dan stunting (pendek).
Asupan energi dan protein yang tidak mencukupi pada ibu hamil dapat
menyebabkan Kurang Energi Kronis (KEK). Berdasarkan PSG tahun 2016,
53,9% ibu hamil mengalami defisit energi (<70% AKE) dan 13,1% mengalami
defisit ringan (70-90% AKE). Untuk kecukupan protein, 51,9% ibu hamil
mengalami defisit protein (<80% AKP) dan 18,8% mengalami defisit ringan (80-
99% AKP). Salah satu identifikasi ibu hamil KEK adalah memiliki ukuran
Lingkar Lengan Atas (LILA) <23,5cm.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk memperbaiki gizi pada ibu hamil
KEK adalah dengan pemberian makanan tambahan. Bentuk makanan
tambahan untuk ibu hamil KEK menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
51 Tahun 2016 tentang Standar Produk Suplementasi Gizi adalah biskuit yang
mengandung protein, asam linoleat, karbohidrat, dan diperkaya dengan 11
vitamin dan 7 mineral.
Secara nasional, cakupan ibu hamil KEK mendapat PMT tahun 2019
adalah 90,52%. Namun angka tersebut belum memenuhi target Renstra tahun
2019 sebesar 95%.
Sepanjang Tahun 2019 tidak ditemukan penderita gizi buruk klinis
maupun non klinis di Puskesmas Karang Pule. Penanganan dilakukan kepada

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 60


penderita kurus sebanyak 47 orang dengan PMT dan pengobatan penyakit
penyerta serta penanganan lanjut yang lebih intensif dari dokter dan tim asuhan
gizi puskesmas.
Sejak tahun 2020 s/d 2021 pengadaan PMT dari dana BOK ditiadakan,
balita gizi kurang ( kurus BB/TB) juga ditangani dengan PMT sumber droping
dari pusat berupa : Tahun 2019 Biskuit MP-ASI (untuk usia 6 s/d 24 bln dengan
status kurus dan BGM diberikan selama 90 hari makan) sebanyak 270 dus
diberikan pada 90 orang dan ; Biskuit Ibu hamil sebanyak 697,5 dus untuk 235
orang. Tahun 2020 Biskuit balita sebanyak 199 doz dan biscuit ibu hamil
sebanyak 489 doz. Sedangkan Tahun 2021 biskuit balita sebanyak 30 doz dan
biscuit ibu hamil sebanyak 181 doz
Balita kurus diukur berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi
badan sebesar minus 3 standar deviasi (-3SD) sampai dengan kurang dari
minus 2 standar deviasi (<-2SD). Balita kurus termasuk dalam kelompok rawan
gizi yang membutuhkan suplementasi gizi dalam bentuk pemberian makanan
tambahan. Pemberian makanan tambahan diberikan pada balita usia 6 bulan 0
hari sampai dengan 23 bulan 29 hari selama 90 hari berturut-turut. Pemberian
makanan tambahan (PMT) pada balita kurus dapat diberikan berupa PMT lokal
maupun PMT pabrikan seperti biskuit. Bila perbandingan berat badan terhadap
tinggi badan telah mencapai minus 2 standar deviasi (-2 SD) atau lebih atau
sesuai dengan perhitungan, maka MT balita kurus dihentikan. Selanjutnya
balita tersebut dapat mengkonsumsi makanan keluarga yang memenuhi gizi
seimbang serta dilakukan pemantauan berat badan secara rutin agar status gizi
balita tidak kembali menjadi kurus.
Persentase balita kurus mendapat PMT di Indonesia tahun 2019 adalah
89,64%. Angka ini belum memenuhi target Renstra tahun 2019 yaitu sebesar
90%. Provinsi dengan persentase tertinggi balita kurus mendapat PMT adalah
Gorontalo dan Jawa Timur dengan capaian 100%, sedangkan persentase
terendah adalah Kalimantan Utara dengan capaian 69,53%. Terdapat 22
provinsi yang sudah memenuhi target Renstra tahun 2019.

D. UPAYA KESEHATAN PERSEORANGAN (UKP)


Upaya kesehatan peseorangan yang selanjutnya disebut dengan UKP
adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pengunjung puskesmas
terutama yang sakit (kunjungan sakit) dan yang tidak sakit (kunjungan sehat)
yang memerlukan konsultasi atau surat keterangan sehat dari dokter.

Pelayanan Upaya Kesehatan Perorangan, meliputi:


• Pelayanan Pendaftaran dan Rekam Medis.
• Pelayanan Pemeriksaan Umum.
• Pelayanan Kesehatan Anak.
• Pelayanan UGD 24 jam.
• Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut.
• Pelayanan Imunisasi.
• Pelayanan KIA/KB dan Persalinan.
• Pelayanan Laboratorium.

UKP (Upaya Kesehatan Perseorangan) merupakan suatu kegiatan dan atau


serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan,

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 61


pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit
dan memulihkan kesehatan perseorangan.

Data Kunjungan Pasien Menurut Asal Pengunjung


Puskesmas Karang Pule Tahun 2021

Total Dalam wilayah


Kunjungan 26.685
30.150
Orang

Luar
Persalinan Wilayah
1132 (2%) 2.333 (4%)

Dari gambar diatas didapatkan angka kunjungan pasien ke Puskesmas Karang Pule
tahun 2021 sebanyak 30.150 orang ± 92% termasuk kunjungan sakit, sisanya
kunjungan sehat ± 8%; dan 2% persalinan.
Bila dilihat dari status pasien yang membayar maka pasien yang memiliki kartu
kepesertaan BPJS yang paling banyak yaitu 14.749 (50,81%) orang dan yang
membayar tunai ada 4,77% atau 1384 orang, 44,42% tidak membayar (gratis) bagi
penduduk kota Mataram; lihat gambar dibawah ini.

Kunjungan Pasien Puskesmas Karang Pule


Menurut Status Bayar Tahun 2021
Pasien Umum/Gratis Pasien BPJS/JKN Bayar Total Bayar

12.893 (44,42%)

Total Bayar
29.026 14.749
(50,81%)

1.384 (4,77%)

Pasien yang dilayani adalah pasien dari dalam wilayah kerja meliputi 5 kelurahan dan
pasien dari luar wilayah kerja puskesmas (pasien dari perbatasan di selatan kota
Mataram dengan lombok barat dan luar kota Mataram lainnya).

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 62


BAB VI
PENGENDALIAN PENYAKIT

Pengendalian penyakit yang akan dibahas pada bab ini yaitu pengendalian
penyakit menular dan tidak menular. Pengendalian penyakit sebagai upaya penurunan
insiden, prevalensi, morbiditas atau mortalitas dari suatu penyakit mempunyai peranan
penting untuk mengukur derajat kesehatan masyarakat.
Penyakit menular meliputi penyakit menular langsung, penyakit yang dapat
dikendalikan dengan imunisasi dan penyakit yang ditularkan melalui binatang.
Sedangkan penyakit tidak menular meliputi upaya pencegahan dan deteksi dini
penyakit tidak menular tertentu.

A. PENYAKIT MENULAR LANGSUNG


1. Tuberkulosis
Tuberkulosis (TBC) saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
baik di Indonesia maupun internasional sehingga menjadi salah satu tujuan
pembangunan kesehatan berkelanjutan (SDGs). Tuberkulosis adalah suatu penyakit
menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Indonesia
merupakan negara ke-2 tertinggi penderita tuberkulosis. Hal tersebut mendorong
pengendalian tuberkulosis nasional terus dilakukan dengan intensifikasi, akselerasi,
ekstensifikasi dan inovasi program.
Menurut Global Tuberculosis Report 2019 yang dirilis oleh WHO pada 17
Oktober 2019, dunia tidak berada di jalur yang tepat untuk mencapai tujuan Strategi
END TB tahun 2020 yaitu mengurangi TB sebesar 20 persen dari jumlah kasus tahun
2015-2018. Namun, antara 2015 dan 2018, penurunan kumulatif kasus TB hanya
sebesar 6,3%. Begitu juga dengan penurunan jumlah total kematian akibat TB antara
tahun 2015 dan 2018 secara global sebesar 11%, yang berarti kurang dari sepertiga
target yang sebesar 35 persen pada tahun 2020. Kasus baru tuberkulosis secara
global sebesar 6,4 juta, setara dengan 64% dari insiden tuberkulosis (10 juta).
Tuberkulosis tetap menjadi 10 penyebab kematian tertinggi di dunia yang
menyebabkan kematian sekitar 1,3 juta pasien (WHO, Global Tuberculosis Report,
2018).
Beban penyakit yang disebabkan oleh tuberkulosis dapat diukur dengan insiden,
prevalensi, dan mortalitas/kematian.
a. Insiden Tuberkulosis
Angka insiden tuberkulosis Indonesia pada tahun 2018 sebesar 316 per 100.000
penduduk dan angka kematian penderita tuberkulosis sebesar 40 per 100.000
penduduk. (Global Tuberculosis Report WHO, 2018). Indikator yang digunakan dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) pada tahun 2015-2019
merupakan prevalensi berbasis mikroskopis saja. Hal ini mengakibatkan angkanya
lebih rendah dari hasil survei prevalensi tuberkulosis tahun 2013-2014 yang telah
menggunakan metode yang lebih sensitif yaitu konfirmasi bakteriologis yang mencakup
pemeriksaan mikroskopis, molekuler dan kultur. Target prevalensi tuberkulosis tahun
2019 pada RPJMN sebesar ≤245 per 100.000 penduduk, dengan capaian yang
dihasilkan dari pemodelan sebesar 254 per 100.000 penduduk maka target RPJMN
telah tercapai.
Berdasarkan rumus perhitungan jumlah kasus secara nasional (Kemenkes RI),
tahun 2020 -2021 diperkirakan ada 126 kasus TB (20/10.000 penduduk) tersebar di 5
kelurahan wilayah kerja Puskesmas.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 63


Kasus TB di Wilayah Puskesmas Karang Pule Tahun 2019 - 2021
Penemuan Kasus Case
Care Notification
Jumlah Jumlah
Detection Rate Per
No Kelurahan Penduduk Perkiraan
Laki Premp L+P Rate 100.000
(Jiwa) Kasus
(CDR) % Penduduk
(CNR)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Jempong Baru 17.172 36 5 6 11 30,55 ^
2 Karang Pule 14.224 30 9 7 16 53,33 ^
3 Pagutan 10.378 22 7 9 16 72,72 ^
4 Pagutan Timur 6.697 14 4 6 10 71,42 ^
5 Pagutan Barat 11.298 24 4 4 8 33,33 ^
Jumlah 59`769 126 29 32 61 48,41 ^
Sumber: Programer TB Puskesmas Karang Pule 2019

Pada tabel diatas dapat diketahui jumlah dan sebaran kasus TB di


wilayah kerja Puskesmas sepanjang tahun 2019 yang diperkirakan 126 kasus
(20/10.000) dari jumlah penduduk; jumlah suspec terbanyak terjadi di kelurahan
Jempong Baru 36 kasus dan jumlah suspec terendah di kelurahan Pagutan
Timur 14 kasus.

b. Kasus Tuberkulosis Ditemukan


Pada tahun 2021 jumlah kasus tuberkulosis yang ditemukan sebanyak 58
kasus, menurun bila dibandingkan semua kasus tuberkulosis yang ditemukan pada
tahun 2020 yang sebesar 61 kasus. Jumlah kasus tertinggi dilaporkan dari kelurahan
Karang Pule 16 kasus, Pagutan 16 kasus, Jempong Baru 11 kasus, Pagutan Timur 10
kasus dan Pagutan Barat 8 Kasus dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jempong
Baru 17.165 jiwa. Kasus tuberkulosis di ketiga kelurahan tersebut hampir mencapai
setengah dari jumlah seluruh kasus tuberkulosis di wilayah kerja puskesmas (66,66%).
Dibandingkan dengan laki-laki, jumlah kasus tuberkulosis pada perempuan
lebih tinggi 0,52 kali yang terjadi di seluruh kelurahan. Bahkan di Pagutan Barat kasus
pada laki-laki dan perempuan jumlahnya sama-sama 4 kasus.

c. Cakupan Pengobatan Semua Kasus Tuberkulosis (Case Detection Rate/CDR) Yang


Diobati
Case Detection Rate (CDR) adalah jumlah semua kasus tuberkulosis yang
diobati dan dilaporkan di antara perkiraan jumlah semua kasus baru tuberkulosis. CDR
menggambarkan seberapa banyak kasus tuberkulosis yang terjangkau oleh program.
Tahun 2020 – 2021 jumlah kasus TB yang diobati (CDR 48,41% tahun 2020 dan 100%
di tahun 2021).

d. Angka Notifikasi Semua Kasus Tuberkulosis atau Case Notification Rate (CNR)
CNR adalah jumlah semua kasus tuberkulosis yang diobati dan dilaporkan di
antara 100.000 penduduk yang ada di suatu wilayah tertentu. Angka ini apabila
dikumpulkan serial, akan menggambarkan kecenderungan (tren) meningkat atau
menurunnya penemuan kasus dari tahun ke tahun di suatu wilayah.

e. Angka Keberhasilan Pengobatan


Angka keberhasilan pengobatan (Success Rate) merupakan indikator yang
digunakan untuk mengevaluasi pengobatan tuberkulosis. Angka keberhasilan
pengobatan yaitu jumlah semua kasus tuberkulosis yang sembuh dan yang mendapat
pengobatan lengkap di antara semua kasus tuberkulosis yang diobati dan dilaporkan.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 64


Kelurahan yang mencapai angka keberhasilan pengobatan semua kasus tuberkulosis
minimal 85% pada tahun 2019 sebanyak 2 kelurahan yaitu Jempong Baru dan
Pagutan.

2. HIV dan AIDS


HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh. Infeksi tersebut menyebabkan penderita mengalami penurunan
kekebalan sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain.
Sedangkan AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) yaitu sekumpulan gejala
berkurangnya kemampuan pertahanan diri yang disebabkan oleh masuknya virus HIV.
Program pengendalian HIV di Indonesia bertujuan untuk: 1) Menurunkan
hingga meniadakan infeksi baru; 2) Menurunkan hingga meniadakan kematian terkait
AIDS; dan 3) Menurunkan stigma dan diskriminasi.
Estimasi jumlah orang dengan HIV di Indonesia pada tahun 2018 sebanyak
641.675 orang dengan jumlah infeksi baru sebanyak 46.372 orang dan kematian
sebanyak 38.734 orang (Hasil Pemodelan Spectrum 2016).
Dari Gambar 6.8 terlihat jumlah kasus HIV positif yang dilaporkan dari tahun ketahun
cenderung meningkat. Pada tahun 2018 dilaporkan sebanyak 50.282 kasus.
Sebaliknya, dibandingkan rata-rata 8 tahun sebelumnya, jumlah kasus baru AIDS
cenderung menurun, pada tahun 2019 dilaporkan sebanyak 7.036 kasus.
Hasil pemeriksaan di Puskesmas Karang Pule Tahun 2020 ditemukan 14
kasus baru HIV. Jumlah ini turun dibanding tahun 2019 sebanyak 3 penderita HIV.
Tidak ditemukan penderita baru AIDS Tahun 2020. Bila ditemukan akan ditangani
sesuai tatalaksana penanganan HIV dan AIDS. Pencapaian penemuan kasus HIV
AIDS mulai tahun 2016–2020 digambarkan dalam grafik 6.1 berikut ini:

GAMBAR 6.1
JUMLAH KASUS HIV POSITIF DAN AIDS YANG DILAPORKAN
DI PUSKESMAS KARANG PULE SAMPAI TAHUN 2016-2020
Penemuan Kasus HIV-AIDS Tahun 2016 2020

HIV AIDS

14

3
1 1 1
0 0 0 0
Tahun 2016 2017 2018 2019 2020
Sumber: Programer TB Puskesmas Karang Pule 2020

Mencermati grafik diatas, diperlukan pencegahan sejak awal, yaitu


pada umur remaja melalui kegiatan Komunikasi Informasi dan Edukasi “Aku
Bangga Aku Tahu (ABAT)” HIV AIDS.
Baik pada HIV maupun AIDS, proporsi pada kelompok laki-laki lebih tinggi
sekitar dua kali lipat dibandingkan pada kelompok perempuan.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 65


Persentase kasus HIV positif dan AIDS tahun 2020 menurut kelompok umur
tertinggi pada kasus HIV dan AIDS yaitu kelompok umur produktif. Sementara itu
masih ditemukan penularan HIV dari ibu ke anak yang di tunjukkan dengan adanya
penemuan kasus HIV dan AIDS pada kelompok usia di bawah 4 tahun. Untuk
mencapai tujuan nasional dan global dalam rangka triple elimination (eliminasi HIV,
hepatitis B, dan sifilis) pada bayi, penularan HIV dari ibu ke anak diharapkan akan
terus menurun di tahun selanjutnya.

3. Pneumonia
Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli)
yang dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti virus, jamur dan bakteri.
Sampai saat ini program dalam pengendalian pneumonia lebih diprioritaskan pada
pengendalian pneumonia balita. Pneumonia pada balita ditandai dengan batuk dan
atau tanda kesulitan bernapas yaitu adanya nafas cepat, kadang disertai tarikan
dinding dada bagian bawah kedalam (TDDK), dengan frekuensi nafas berdasarkan
usia penderita:
• < 2 bulan : ≤ 60/menit,
• 2 - < 12 bulan : ≤ 50/menit,
• 1 - < 5 tahun : ≤ 40/menit.

Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengendalikan penyakit ini yaitu
dengan meningkatkan penemuan pneumonia pada balita. Berikut cakupan penemuan
kasus pneumonia pada balita di puskesmas pada tahun 2010-2014, angka cakupan
penemuan pneumonia balita tidak mengalami perkembangan berarti yaitu berkisar
antara 20%-30%. Namun sejak tahun 2015 hingga saat ini terjadi peningkatan cakupan
dikarenakan adanya perubahan angka perkiraan kasus dari 3,55% menjadi 10%.
Selain itu terdapat peningkatan kelengkapan pelaporan dari 94,12% pada tahun 2016
menjadi 100% pada tahun 2019.
GAMBAR 6.2
CAKUPAN PENEMUAN PNEUMONIA PADA BALITA TAHUN 2021
GRAFIK PENEMUAN PENDERITA PNEUMONIA PER BULAN
PUSKESMAS KARANG PULE
TAHUN 2021
KEMBALI KE MENU

18

16 16

14
13
12

10

8 8

6 6 6

4 4 4 4

2
1
0 0 0 0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES

Jumlah kasus pneumonia perbulan : Januari 6 kasus, Feb 1 kasus, Maret 0


kasus, April 4 kasus, Mei 4 kasus, Juni 16 kasus, Juli 8 kasus, Agus 0 kasus,
September 4 kasus, Oktober 6 kasus, Nopember 0 kasus, dan Desember 13
kasus.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 66


GAMBAR 6.3
KASUS PNEUMONIA BERDASARKAN KELOMPOK UMUR
KEMBALI KE MENU

0, 0%

62, 100%

Pneumonia < 5th Pneumonia ≥ 5th

Indikator Renstra yang digunakan sejak tahun 2015 yaitu persentase


kabupaten/kota yang 50% puskesmasnya melakukan pemeriksaan dan tatalaksana
standar pneumonia baik melalui pendekatan MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit),
maupun program P2 ISPA. Pada tahun 2019 Persentase kabupaten/kota yang 50%
puskesmasnya melakukan tatalaksana standar pneumonia sebesar 57,2% yang berarti
hampir mencapai target renstra tahun 2019 yang sebesar 60%.
Namun dari 34 provinsi terdapat empat provinsi yang puskesmas di seluruh
kabupaten/kotanya melakukan pemeriksaan dan tatalaksana standar pneumonia yaitu
Kepulauan Bangka Belitung, DKI Jakarta, Banten, dan Nusa Tenggara Barat.
Pada tahun 2019 angka kematian akibat pneumonia pada balita sebesar 0,12%. Angka
kematian akibat Pneumonia pada kelompok bayi lebih tinggi hampir dua kali lipat
dibandingkan pada kelompok anak umur 1 – 4 tahun. Cakupan penemuan pneumonia
dan kematiannya menurut kelurahan dan kelompok umur pada tahun 2021 dapat
dilihat pada Lampiran 10.

4. Hepatitis
Hepatitis yang merupakan peradangan hati yang dapat berkembang menjadi
fibrosis, sirosis atau kanker hati, disebabkan oleh berbagai faktor seperti infeksi virus,
zat beracun, dan penyakit autoimun. Penyebab paling umum Hepatitis adalah yang
disebabkan oleh Virus Hepatitis A, B, C, D dan E. Untuk Hepatitis A dan Hepatitis E,
besaran masalah tidak diketahui dengan pasti. Namun mengingat kondisi sanitasi
lingkungan, higiene dan sanitasi pangan, serta perilaku hidup bersih dan sehat yang
belum optimal, maka masyarakat Indonesia merupakan kelompok berisiko untuk
tertular Hepatitis A dan Hepatitis E. Laporan yang diterima oleh Kementerian
Kesehatan menunjukkan bahwa setiap tahun selalu terjadi KLB Hepatitis A, sedangkan
untuk Hepatitis E jarang dilaporkan di Indonesia.
Menurut hasil Riskesdas tahun 2018, prevalensi hepatitis berdasarkan Riwayat
diagnosis dokter sebesar dengan disparitas antar provinsi sebesar 0,18% (Kep.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 67


Bangka Belitung) dan 0,66% (Papua). Berdasarkan kelompok umur, hepatitis
menyebar hampir merata pada seluruh kelompok umur. Begitu juga dengan jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan tempat tinggal.

4.1 Hepatitis B
Program Nasional dalam Pencegahan dan Pengendalian Virus Hepatitis B saat
ini fokus pada pencegahan Penularan Ibu ke Anak (PPIA) karena 95% penularan
Hepatitis B adalah secara vertikal yaitu dari Ibu yang Positif Hepatitis B ke bayi yang
dilahirkannya.
Pelaksanaan Deteksi dini Hepatitis B pada kelompok berisiko/ibu hamil telah
dilakukan sejak tahun 2015. Pada tahun 2019 capaian indikator sebesar 90,27% yang
berarti telah mencapai target renstra tahun 2019 yang sebesar 80%. Selama lima
tahun berturut-turut indikator renstra ini dilaksanakan selalu mencapai target.
Kasus Hepatitis B di wilayah kerja Puskesmas Karang Pule tidak ditemukan.

5. Diare
Penyakit Diare merupakan penyakit endemis potensial Kejadian Luar Biasa
(KLB) yang sering disertai dengan kematian di Indonesia.
a. Prevalensi Diare
Prevalensi adalah bagian dari studi epidemiologi yang membawa pengertian
jumlah orang dalam populasi yang mengalami penyakit, gangguan atau kondisi
tertentu pada suatu tempoh waktu dihubungkan dengan besar populasi dari mana
kasus itu berasal. Prevalensi sepadan dengan insidensi dan tanpa insidensi penyakit
maka tidak akan ada prevalensi penyakit. Insidensi merupakan jumlah kasus baru
suatu penyakit yang muncul dalam satu periode waktu dibandingkan dengan unit
populasi tertentu dalam periode tertentu. Insidensi memberitahukan tentang kejadian
kasus baru. Prevalensi memberitahukan tentang derajat penyakit yang berlangsung
dalam populasi pada satu titik waktu (Timmereck, 2001). Dalam hal ini prevalensi
setara dengan insidensi dikalikan dengan rata -rata durasi kasus (Lilienfeld dan
Lilienfeld, 2001 dalam Timmereck, 2001).
Menurut Riskesdas 2018, prevalensi diare berdasarkan diagnosis tenaga
Kesehatan sebesar 6,8% dan berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau gejala
yang pernah dialami sebesar 8%.
Kelompok umur dengan prevalensi diare (berdasarkan diagnosis tenaga
Kesehatan) tertinggi yaitu pada kelompok umur 1-4 tahun sebesar 11,5% dan pada
bayi sebesar 9%. Kelompok umur 75 tahun ke atas juga merupakan kelompok umur
dengan prevalensi tinggi (7,2%). Prevalensi pada perempuan, daerah perdesaan,
pendidikan rendah, dan nelayan relatif lebih tinggi dibandingkan pada kelompok
lainnya.
Secara nasional Prevalensi diare pada balita (berdasarkan diagnosis tenaga
Kesehatan) sebesar 11% dengan disparitas antar provinsi antara 5,1% (Kepulauan
Riau) dan 14,2% (Sumatera Utara).

b. Cakupan Pelayanan Penderita Diare


Sasaran pelayanan penderita diare pada balita yang datang ke sarana
kesehatan ditargetkan oleh program sebesar 20% dari perkiraan jumlah penderita
diare pada balita. Sedangkan sasaran pelayanan penderita diare semua umur sebesar
10% dari perkiraan jumlah penderita diare semua umur.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 68


GAMBAR 6.4

Pada tahun 2021 cakupan pelayanan penderita diare pada semua umur
sebesar 26,41% dan pada balita sebesar 40% dari sasaran yang ditetapkan. Penderita
diare terbanyak terjadi di kelurahan Jempong Baru 154 kasus atau 33,85% dari target,
terendah Karang Pule 28 kasus dari target 452 kasus atau 6,19%.

c. Penggunaan Oralit dan Zink


LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare) menganjurkan bahwa semua
penderita diare harus mendapatkan oralit maka target penggunaan oralit adalah 100%
dari semua kasus diare yang mendapatkan pelayanan di puskesmas dan kader. Tahun
2019 secara nasional penggunaan oralit semua umur belum mencapai target yaitu
sebesar 89,3%. Pemberian oralit pada balita relatif lebih tinggi yaitu sebesar 94,5%.
Tidak tercapainya target tersebut karena pemberi layanan di Puskesmas dan
kader belum memberikan oralit sesuai dengan standar tata laksana yaitu sebanyak 6
bungkus/penderita diare. Selain itu, masyarakat masih belum mengetahui tentang
manfaat oralit sebagai cairan yang harus diberikan pada setiap penderita diare untuk
mencegah terjadinya dehidrasi.
Selain oralit, balita juga diberikan zink yang merupakan mikronutrien yang
berfungsi untuk mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi
buang air besar, mengurangi volume tinja serta menurunkan kekambuhan kejadian
diare pada tiga bulan berikutnya. Penggunaan zink selama 10 hari berturut-turut pada
saat balita diare merupakan terapi diare balita. Pada tahun 2021 cakupan pemberian
zink pada balita diare sebesar 100% artinya sema penderita Diare yang berkunjung ke
Puskesmas diberikan Oralit dan Zink.

6. Kusta
Mycobacterium leprae merupakan bakteri penyebab penyakit kusta. Penyakit
infeksi kronis ini menyerang kulit, saraf tepi, mukosa saluran pernafasan atas dan
mata. Penatalaksanaan kasus kusta yang buruk dapat menyebabkan kusta menjadi
progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf, anggota gerak, dan
mata.
a. Angka Prevalensi dan Angka Penemuan Kasus Baru
Pada tahun 2000 Indonesia telah mencapai status eliminasi kusta (prevalensi
kusta <1 per 10.000 penduduk). Angka prevalensi kusta di Indonesia pada tahun 2019
sebesar 0,74 kasus/10.000 penduduk dan angka penemuan kasus baru sebesar 6,51
kasus per 100.000 penduduk. Tren Angka kejadian dapat dilihat pada Gambar 6.17.
Selama sembilan tahun terakhir terlihat tren penurunan baik pada angka prevalensi
maupun angka penemuan kasus baru kusta.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 69


Pada tahun 2019 dilaporkan 17.439 kasus baru kusta yang 85% di antaranya
merupakan kusta tipe Multi Basiler (MB).
Penemuan terbaru penderita Kusta di Puskesmas Karang Pule ada 1 kasus
tahun 2018 hingga tahun 2021 ini tidak ditemukan lagi.

b. Angka cacat tingkat 2


Peningkatan deteksi kasus sejak dini diperlukan dalam pengendalian kasus
kusta. Salah satu indikator yang digunakan untuk menunjukkan keberhasilan dalam
mendeteksi kasus baru kusta secara dini adalah angka cacat tingkat 2. Pada tahun
2019 angka cacat tingkat 2 sebesar 4,18 per 1.000.000 penduduk, cenderung menurun
dibandingkan 7 tahun sebelumnya. Hal tersebut menggambarkan kegiatan penemuan
kasus semakin ke arah dini dan keterlambatan kasus dapat dicegah.

c. Proporsi kusta Multibasiler (MB) dan proporsi penderita kusta pada anak
Proporsi kusta MB dan proporsi penderita kusta pada anak (0-14 tahun) di
antara penderita baru memperlihatkan adanya sumber penularan tersembunyi serta
tingginya tingkat penularan di masyarakat.
Tidak banyak terjadi perubahan proporsi kusta MB selama periode 2012-2019.
Kasus kusta tipe MB masih mendominasi di Indonesia menunjukkan banyaknya
sumber penularan di masyarakat. Provinsi dengan proporsi kusta MB tertinggi pada
tahun 2019 yaitu Gorontalo, Sumatera Utara, dan Lampung.
Begitu juga dengan proporsi kusta anak pada periode yang sama tidak banyak
mengalami perubahan. Provinsi dengan proporsi kusta pada anak tertinggi yaitu Papua
Barat (29,21%), Papua (27,66%), dan Kepulauan Riau (20,83%).

B. PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI (PD3I)


1. Tetanus Neonatorum
Tetanus neonatorum merupakan penyakit tetanus yang menyerang bayi yang baru
lahir. Bayi baru lahir dapat terkena penyakit tetanus apabila Basil Clostridium tetani
masuk ke dalam tubuhnya melalui luka. Infeksi ini dapat terjadi akibat pemotongan tali
pusat dilakukan dengan alat yang tidak steril. Pada negara berkembang masih banyak
ditemukan kasus tetanus neonatorum (TN), khususnya negara dengan cakupan
persalinan oleh tenaga kesehatan yang rendah.
Jumlah kasus TN dalam sepuluh tahun terakhir tahun 2001 sampai tahun 2021,
dak ditemukan. Berdasarkan faktor risiko penolong persalinan juga tidak ditemukan
kasus karena semua ibu hamil sudah diimunisasi.

2. Campak
Penyakit campak merupakan penyakit yang sangat menular. Campak menjadi
penyebab penting kematian anak-anak di seluruh dunia. Kelompok anak usia pra
sekolah dan usia SD merupakan kelompok rentan tertular penyakit campak. Penyakit
campak disebabkan oleh virus dari genus Morbillivirus dan termasuk golongan
Paramyxovirus. Campak disebut juga morbili atau measles. Campak ditularkan melalui
udara yang terkontaminasi droplet dari hidung, mulut, atau tenggorokan orang yang
terinfeksi. Gejala awal biasanya muncul 10-12 hari setelah infeksi, termasuk demam
tinggi, pilek, mata merah, dan bintik-bintik putih kecil di bagian dalam mulut. Beberapa
hari kemudian, ruam berkembang, mulai pada wajah dan leher bagian atas dan secara
bertahap menyebar ke bawah. Campak berat mungkin terjadi pada anak-anak yang
menderita kurang gizi, terutama pada mereka yang kekurangan vitamin A, atau yang
sistem kekebalan tubuhnya telah dilemahkan oleh penyakit lain. Komplikasi yang
paling serius termasuk kebutaan, ensefalitis (infeksi yang menyebabkan
pembengkakan otak), diare berat dan dehidrasi, serta infeksi pernafasan berat seperti
pneumonia. Seseorang yang pernah menderita campak akan mendapatkan kekebalan
terhadap penyakit tersebut seumur hidupnya.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 70


Penyebaran kasus suspek campak hampir terdapat di seluruh provinsi Indonesia,
hanya 1 provinsi yang tidak terdapat kasus suspek campak. Pada tahun 2019, terdapat
8.819 kasus suspek campak, meningkat jika dibandingkan tahun 2018 yaitu sebesar
8.429 kasus. Kasus suspek campak terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Tengah
(1.562 kasus), DKI Jakarta (1.374 kasus), dan Aceh (972 kasus).

3. Difteri
Penyakit difteri merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri
Corynebacterium diphtheriae yang terutama menginfeksi tenggorokan dan saluran
udara bagian atas, dan menghasilkan racun yang mempengaruhi organ lain. Penyakit
ini menyebar melalui kontak fisik langsung, atau melalui pernafasan di udara yang
mengandung sekresi dari penderita yang batuk atau bersin. Penyakit difteri dapat
menyerang orang yang tidak mempunyai kekebalan, terutama pada anak-anak (1-10
tahun).
Kasus difteri pada tahun 2021 di wilayah kerja Puskesmas Karang Pule tidak
ditemukan kasus difteri.
4. Polio dan AFP (Acute Flaccid Paralysis/Lumpuh Layu Akut)
Polio merupakan penyakit yang sangat menular dan disebabkan oleh virus.
Penyakit ini menyerang sistem syaraf, dan dapat menyebabkan kelumpuhan total
hanya dalam hitungan jam. Virus ini terutama ditularkan dari orang ke orang melalui
fekal-oral. Gejala awal yang terjadi adalah demam, kelelahan, sakit kepala, muntah,
kekakuan pada leher, dan nyeri pada tungkai. 1 dari 200 infeksi menyebabkan
kelumpuhan permanen (biasanya di bagian tungkai). Diantara mereka yang lumpuh,
5% hingga 10% akan berakhhir pada kematian karena kelumpuhan terjadi pada otot-
otot pernapasan mereka.
Pada pertemuan tahunan bulan Mei 1988, the World Health Assembly (WHA),
suatu forum sidang tertinggi yang diselenggarakan oleh organisasi kesehatan dunia
(World Health Organization/WHO), telah mengeluarkan resolusi untuk membasmi
penyakit polio dari dunia ini. Pada 27 Maret 2014, Indonesia telah berhasil
mendapatkan sertifikasi bebas polio bersama negaranegara South East Asia Region
(SEARO) lainnya. Namun, masih ada 2 negara, yaitu Afghanistan dan Pakistan yang
masih endemik polio.

C. DAMPAK KESEHATAN AKIBAT BENCANA


Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana, bencana dikategorikan menjadi bencana alam, bencana non alam, dan
bencana sosial. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi,
tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana
non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa non alam antara lain berupa
gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Sedangkan,
bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh manusia meliputi konflik sosial
antarkelompok atau antar komunitas masyarakat dan teror.
Di puskesmas Karang Pule terjadi 8 krisis kesehatan selama tahun 2021.
Jumlah kejadian krisis kesehatan tahun 2021 meningkat jika dibandingkan dengan
kejadian tahun 2020, yaitu sebanyak 10 bencana. Pada tahun 2017 terdapat definisi
baru untuk krisis kesehatan pada Sistem Informasi Penanggulangan Krisis kesehatan,
yaitu harus ada pernyataan kedaruratan oleh kepala daerah atau jumlah populasi
terdampak minimal 50 orang dan terdapat korban/pengungsi/fasilitas kesehatan rusak.
Di Kota Kataram kejadian krisis kesehatan akibat bencana alam merupakan
yang paling sering terjadi pada tahun 2019 dengan persentase 56,3%. Sisanya,
sebanyak 42,6% bencana non alam dan 1,1% bencana sosial.
Pada tahun 2021, banjir merupakan krisis kesehatan yang sering terjadi seperti tahun
sebelumnya. Frekuensi banjir sebanyak 7 kejadian dan meliputi 5 kelurahan dari 5

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 71


kelurahan di wilayah kerja puskesmas. Kejadian terbesar kedua selama tahun 2021
adalah air pasang di daerah pesisir pantai Mapak dan angin kencang sebanyak 8
kejadian yang meliputi 5 kelurahan.

D. PENYAKIT TULAR VEKTOR DAN ZOONOSIS


1. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan
oleh virus Dengue dan ditularkan melalui vektor nyamuk dari spesie Aedes aegypti
atau Aedes albopictus. Peran vektor dalam penyebaran penyakit menyebabkan kasus
banyak ditemukan pada musim hujan ketika munculnya banyak genangan air yang
menjadi tempat perindukan nyamuk. Selain iklim dan kondisi lingkungan, beberapa
studi menunjukkan bahwa DBD berhubungan dengan mobilitas dan kepadatan
penduduk, dan perilaku masyarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut
menjadi landasan dalam upaya pencegahan dan pengendalian DBD.

a. Kesakitan dan Kematian Akibat DBD


Kasus DBD ditegakkan dengan diagnosa yang terdiri dari gejala klinis dan hasil
laboratorium yang megindikasikan penurunan trombosit < 100.000/mm3 dan adanya
kebocoran plasma yang ditandai dengan peningkatan hematokrit > 20%. Kasus DBD
yang dilaporkan pada tahun 2021 tercatat sebanyak 67 kasus. Jumlah ini menurun
dibandingkan tahun 2020 sebesar 96 kasus.
Kematian karena DBD pada tahun 2021 tidak ada tau nol insiden, atau
mengalami penurunan dibandingkan tahun 2020 1 kematian. Kesakitan dan kematian
dapat digambarkan dengan menggunakan indicator incidence rate (IR) per 100.000
penduduk dan case fatality rate (CFR) dalam bentuk persentase.

GAMBAR 6.5
JUMLAH KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE TAHUN 2016-2021

Jml Kasus DBD Perode 2016-2021


Jml Kasus DBD

100 96
89
67
59

29

2016 2017 2018 2019 2020 2021

Jumlah kasus DBD pada tahun 2021 sebesar 67 orang. Angka ini menunjukkan
penurunan dibandingkan dua tahun sebelumnya yaitu tahun 2019 dan 2020
ketika jumlah kasus DBD sebesar 100 dan 96 kasus. Pada gambar tren IR DBD
tahun 2010-2019 juga diketahui adanya tiga puncak IR DBD, yaitu pada tahun
2017, 2019, dan 2020.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 72


GAMBAR 6.6
ANGKA KESAKITAN DEMAM BERDARAH DENGUE PER 100.000 PENDUDUK
MENURUT KELURAHAN
Data Trend Kasus DBD di Puskesmas Karang Pule Tahun 2021
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des JML
Karang Pule 1 2 2 0 1 0 0 0 0 0 0 0 6
Jempong Baru 2 0 2 0 1 1 0 0 0 2 1 4 13
Pagutan 5 1 6 3 1 0 1 0 1 2 0 0 20
Pagutan Timur 1 3 4 1 1 1 0 0 0 0 0 3 14
Pagutan Barat 2 1 1 1 4 0 0 0 0 0 0 5 14
PUSKESMAS 11 7 15 5 8 2 1 0 1 4 1 12 67

Selain angka kesakitan, besaran masalah DDB juga dapat diketahui dari angka
kematian atau CFR yang diperoleh dari proporsi kematian terhadap seluruh
kasus yang dilaporkan. Secara lokal (wilayah kerja puskesmas), CFR
menunjukkan angka 0% pada tahun 2020 dan tahun 2021. Kelurahan dikatakan
memiliki CFR tinggi jika telah melebihi 1%.

b. Kelurahan /Kecamatan Terjangkit DBD


Penyebaran penyakit DBD dapat diindikasikan dengan jumlah
kelurahan/kecamatan terjangkit. Jumlah kelurahan/kecamatan yang terjangkit
DBD pada tahun 2021 sebanyak 5 kelurahan atau 100,00% dari seluruh
kelurahan/kecamatan yang ada di wilayah kerja puskesmas Karang Pule.
Kementerian Kesehatan menetapkan salah satu indikator pada Rencana
Strategis tahun 2015-2019, yaitu persentase kabupaten/kota yang memiliki IR DBD <
49 per 100.000 penduduk.

c. Angka Bebas Jentik


Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah ukuran yang dipakai untuk mengetahui
kepadatan jentik dengan cara menghitung rumah atau bangunan yang tidak dijumpai
jentik dibagi dengan seluruh jumlah rumah atau bangunan. Berbagai upaya telah
dilakukan untuk mencegah munculnya dan penularan penyakit ini. Pencegahan utama
adalah dengan menjaga kebersihan lingkungan secara terus-menerus dengan
menggunakan konsep 3M yang meliputi : menguras, menutup, dan mengukur wadah
air yang berpotensi menjadi tempat penetasan telur nyamuk; dalam upaya
meningkatkan Angka Bebas Jentik (ABJ) .
Angka Bebas Jentik (ABJ) merupakan indikator yang digunakan untuk menilai
upaya pengendalian DBD. Capaian indikator ini di 5 kelurahan yakni Karang Pule,
Jmpong Baru, Pagutan, Pagtan Timur, dan Pagutan Barat wilayah kerja puskesmas
Karang Pule pada tahun 2021 belum mencapai taraget program sebesar > 95%.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 73


GAMBAR 6.7
ANGKA BEBAS JENTIK DI WILKER PUSKESMAS KARANG PULE
TAHUN 2021
% ABJ (Angka Bebas Jentik) DBD 2021

% ABJ

98.80%

95.40% 95%
94.00%
91.40% 93%
89.90%

Karang Pule Jempong Baru Pagutan Pagutan Timur Pagutan Barat PUSKESMAS Standar Kemenkes

ABJ Puskesmas tahun 2021 sebesar 93,6%, meningkat dibandingkan tahun 2020
sebesar 87,5% tetapi belum/tidak mencapai standar ABJ Kemenkes sebesar >95%,
tetapi ada 2 kelurahan (Karang Pule, Pagutan Barat) ABJ nya diatas 95%. Indikator ini
merupakan output yang diharapkan dari kegiatan ‘’Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik
(G1R1J)’’. Dengan demikian diperlukan optimalisasi kegiatan tersebut dari seluruh
kelurahan/kecamatan, optimalisasi Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk pemenuhan
kebutuhan logistik yang mendukung pengendalian DBD, serta monitoring dan
pembinaan dari dinas Kesehatan kota dan provinsi dalam manajemen sistem
pelaporan.

2. Chikungunya
Gejala utama demam Chikungunya (demam chik) adalah demam mendadak,
nyeri pada persendian, terutama pada sendi lutut, pergelangan, jari kaki, tangan,
tulang belakang, serta ruam pada kulit. Demam chik ini ditularkan oleh nyamuk Aedes
albopictus dan Aedes aegypti yang juga merupakan nyamuk penular penyakit DBD.
Demam chik ini terutama dijumpai di daerah tropis/subtropis dan sering menimbulkan
epidemi. Beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya demam chik yaitu
rendahnya status kekebalan kelompok masyarakat dan kepadatan populasi nyamuk
penular karena banyaknya tempat perindukan nyamuk yang biasanya terjadi pada
musim penghujan. Pada tahun 2021 tidak ada ditemukan kasus demam Chikungunya
di puskesmas Karang Pule.

3. Malaria
Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan Plasmodium yang terdiri
dari banyak spesies, namun yang pada umumnya menyebabkan malaria adalah
Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae, dan Plasmodium
ovale. Penyakit malaria ditularkan oleh nyamuk Anopheles yang di dalam tubuhnya
mengandung Plasmodium. Penyebaran dan endemisitas Malaria sangat dipengaruhi
oleh keberadaan tempat perindukan nyamuk Anopheles sebagai vektor penular.
Malaria menjadi salah satu penyakit menular selain HIV AIDS dan Tuberkolusis
yang pengendaliannya menjadi bagian dari tujuan Sustainable Development Goals
(SDGs) sebagai komitmen global yang harus dicapai pada akhir tahun 2030. Pada
tingkat nasional program eliminasi malaria ditetapkan melalui Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 293/Menkes/SK/IV/2009 tanggal 28 April 2009 tentang “Eliminasi

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 74


Malaria di Indonesia”. Target program eliminasi malaria adalah seluruh wilayah di
Indonesia bebas dari malaria selambat-lambatnya tahun 2030.
Penilaian eliminasi malaria diawali dari tingkat kabupaten/kota. Pada tahun 2021
di provinsi NTB terdapat saat ini baru 3 kabupaten/kota yang sudah mendapat sertifikat
eliminasi yaitu Kota Mataram dan Kota Bima serta Kabupaten Lombok Tengah
sedangkan 7 kabupaten lainnya masih pada tahap pra eliminasi dan tahap
pemberantasan, sehingga kita masih harus bekerja lebih giat lagi untuk menuju hal
tersebut dengan dukungan dari semua pihak.
Pada tanggal 26 April 2014 Kota Mataram berhasil meraih sertifikat Eliminasi
Malaria yang menandai keberhasilan mengeliminir penyakit malaria diwilayah Kota
Mataram. Keberhasilan Eliminasi Malaria diukur dari keberhasilan kegiatan
pemberantasan vektor, tingkat kesakitan yang rendah, tidak terjadi penularan setempat
(indigenous) dan keberhasilan capaian beberapa indikator selama 5 tahun terakhir.
Angka kesakitan penyakit Malaria dapat dilihat dari indikatorAPI (Annual Paracite
Incidence). Perkembangan angka API Kota Mataram Tahun selama kurun waktu 10
tahun terakhir berfluktuasi namun telah berhasil mencapai level aman untuk
program malaria. Berdasarkan indicator API ( Annual Paracite Incidence), Kota
Mataram termasuk daerah Low Case Insiden ( LCI ) karena dalam 5 tahun terakhir,
indicator API Kota Mataram telah berhasil ditekan sampai dengan dibawah 1 0/00.

E. PENYAKIT TIDAK MENULAR


Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyakit yang tidak disebabkan oleh
infeksi mikroorganisme seperti protozoa, bakteri, jamur, maupun virus. Penyakit jenis
ini bertanggungjawab terhadap sedikitnya 70% kematian di dunia. Meskipun tidak
dapat ditularkan dari orang ke orang maupun dari binatang ke orang, lemahnya
pengendalian faktor risiko dapat berpengaruh terhadap peningkatan kasus setiap
tahun. Hal ini sejalan dengan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,
2013, dan 2018 yang menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi PTM
seperti diabetes, hipertensi, stroke, dan penyakit sendi/rematik/encok.
Secara nasional hasil Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa prevalensi penduduk
dengan tekanan darah tinggi sebesar 34,11%. Prevalensi tekanan darah tinggi pada
perempuan (36,85%) lebih tinggi dibanding dengan laki-laki (31,34%). Prevalensi di
perkotaan sedikit lebih tinggi (34,43%) dibandingkan dengan perdesaan (33,72%).
Prevalensi semakin meningkat seiring dengan pertambahan umur.
Prevalensi obesitas (Indeks Massa Tubuh atau IMT ≥25 – 27 dan IMT ≥27) pada
penduduk usia ≥ 15 tahun sebesar 35,4%, sedangkan penduduk obese dengan IMT
≥27 saja sebesar 21,8%. Pada penduduk usia ≥15 tahun yang obesitas, prevalensi
lebih tinggi pada perempuan (29,3%) dibandingkan pada laki-laki (14,5%). Prevelansi
lebih tinggi di perkotaan (25,1%) daripada perdesaan (17,8%). Sedangkan menurut
kelompok umur, obesitas tertinggi pada kelompok umur 40-44 tahun (29,6%).

Promosi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dilakukan untuk mengendalikan faktor
risiko PTM, melalui perilaku CERDIK, yaitu Cek kesehatan secara berkala, Enyahkan
asap rokok, Rajin aktivitas fisik, Diet sehat seimbang, Istirahat yang cukup, dan Kelola
stres. Cek kesehatan secara berkala yaitu pemeriksaan faktor risiko PTM dapat
dilakukan melalui Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM yang ada di desa/
kelurahan, dan di Puskesmas.
Upaya pengendalian PTM juga dilakukan melalui implementasi Kawasan Tanpa
Rokok di sekolah-sekolah, hal ini sebagai upaya penurunan prevalensi perokok ≤ 18
tahun. Upaya pengendalian PTM tidak akan berhasil jika hanya dilakukan oleh
Kementerian Kesehatan tanpa dukungan seluruh jajaran lintas sektor, baik pemerintah,
swasta, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, bahkan seluruh lapisan
masyarakat.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 75


Untuk menurunkan kecenderungan peningkatan kasus PTM tersebut, tentu saja
dibutuhkan program pengendalian yang dalam hal ini telah dan terus dilakukan oleh
Kementerian Kesehatan.

1. Meningkatkan Upaya Pengendalian PTM di Puskesmas


Puskesmas berada di garda terdepan dalam penyediaan upaya pelayanan
kesehatan masyarakat yang di dalamnya mencakup pengendalian PTM. Upaya
Pengendalian PTM di Puskesmas dilakukan dengan membentuk Puskesmas Pandu
PTM. Puskesmas Pandu PTM adalah Puskesmas yang melaksanakan pencegahan
dan pengendalian PTM secara komprehensif dan terintegrasi melalui Upaya
Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP).
Sampai dengan tahun 2019, terdapat 7.465 puskesmas atau 73,66% dari total
10.134 puskesmas yang ada di Indonesia melaksanakan PTM secara terpadu melalui
program Puskesmas Pandu PTM. Terdapat 3 provinsi yang seluruh puskesmasnya
telah melaksanakan Pandu PTM, yaitu Sulawesi Barat, Bali, dan DI Yogyakarta.
Sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah Papua sebesar 9,92% diikuti
oleh Kalimantan Utara sebesar 27,27%, dan Papua Barat sebesar 37,11%.

2. Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM)


Salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM)
adalah Pos Pembinaan Terpadu PTM (Posbindu PTM). Posbindu PTM
memberdayakan masyarakat aktif melakukan upaya deteksi dini dan pemantauan
faktor risiko PTM. Ini berarti kegiatan posbindu merupakan kegiatan dari, oleh dan
untuk masyarakat. Utamanya kegiatan ini dilaksanakan secara terpadu, rutin, dan
periodik. Kegiatan Posbindu PTM menyasar kelompok masyarakat sehat, berisiko dan
penyandang PTM berusia 15 tahun ke atas. Keterlibatan masyarakat pada Posbindu
PTM dilakukan secara terintegrasi dan rutin di lingkungan tempat tinggal dalam wadah
desa/kelurahan siaga aktif, di lingkugan tempat kerja ataupun di organisasi/ lembaga
lainnya.
Ada 5 (lima) atau 100% Kelurahan di wilayah yang melaksanakan Posbindu
PTM. Secara nasional desa/kelurahan yang melaksanakan kegiatan Posbindu PTM
sebesar 60,79% (sejumlah 50.657 desa/kelurahan). Persentase ini sudah mencapai
target pada Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2019 yaitu sebesar 50%.
Terjadi peningkatan persentase pencapaian jumlah desa/kelurahan yang
melaksanakan Posbindu PTM dibandingkan tahun 2018 yaitu sebanyak 43,9%
(sejumlah 35.749 desa/kelurahan).

3. Pengendalian Konsumsi Hasil Tembakau


Beberapa upaya pengendalian konsumsi hasil tembakau yang telah
dikembangkan adalah sebagai berikut. a. Memberikan informasi dan edukasi kepada
masyarakat untuk hidup sehat tanpa rokok termasuk akibat merokok melalui iklan
layanan masyarakat serta promosi kesehatan. b. Menyediakan layanan upaya berhenti
rokok di Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) baik primer dan sekunder
maupun tersier. Selain itu juga, bagi masyarakat yang tidak sempat dan tidak dapat
datang ke Fasyankes, disiapkan layanan konseling upaya berhenti merokok melalui
telepon tanpa bayar. c. Melakukan monitoring dan implementasi kebijakan
pengendalian konsumsi hasil tembakau. d. Perlindungan masyarakat terhadap
paparan asap rokok melalui pengembangan kawasan tanpa rokok dengan mendorong
terbentuknya peraturan dan kebijakan daerah serta implementasinya.

4. Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Payudara


Kanker payudara dan kanker leher rahim merupakan jenis kanker yang memiliki
kontribusi tertinggi terhadap prevalensi kanker pada perempuan di Indonesia. Kedua
jenis kanker ini memiliki angka kematian yang tinggi yang disebabkan terlambatnya

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 76


deteksi dini. Penyintas kanker payudara dan leher rahim pada umumya terdeteksi pada
stadium lanjut. Kanker leher rahim dapat ditemukan pada tahap sebelum kanker (lesi
prakanker) dengan metoda IVA dan papsmear. Deteksi dini dapat menekan angka
kematian dan pembiayaan kesehatan.

5. Pelayanan Kesehatan Penderita Diabetes Melitus


Setiap penderita diabetes melitus mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai
standar. Pemerintah Kabupaten/Kota mempunyai kewajiban untuk memberikan
pelayanan kesehatan sesuai standar kepada seluruh penderita Diabetes Melitus (DM)
usia 15 tahun ke atas sebagai upaya pencegahan sekunder di wilayah kerjanya dalam
kurun waktu satu tahun. Pelayanan kesehatan penderita diabetes melitus sesuai
standar meliputi: 1) Pengukuran gula darah; 2) Edukasi 3) Terapi farmakologi.
Gambaran angka Diabetes Melitus (DM) di wilayah kerja Puskesmas Karang
Pule tahun 2020 data menunjukkan bahwa sebanyak 1878 orang, tahun 2021 menurun
menjadi 1796 orang telah diberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar.
Target capaian pelayanan kesehatan penderita Diabetes Melitus ditetapkan
berdasarkan prevalensi Diabetes Mellitus yang telah ditetapkan oleh Pusdatin
Kementerian Kesehatan / BPS.
Perhitungan capaian pelayanan kesehatan penderita Diabetes Melitus yaitu
Jumlah penderita diabetes mellitus usia ≥15 tahun di dalam wilayah kerjanya yang
mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar dalam kurun waktu satu tahun
dibagi dengan Jumlah estimasi penderita diabetes mellitus usia ≥15 tahun yang berada
di dalam wilayah kerjannya berdasarkan angka prevalensi kab/kota dalam kurun waktu
satu tahun yang sama dikalikan dengan 100%.

F. KESEHATAN JIWA DAN NAPZA


1. Jumlah Kabupaten/Kota Yang Menyelenggarakan Upaya Pencegahan Dan
Pengendalian Masalah Penyalahgunaan NAPZA Di Institusi Penerima Wajib Lapor
(IPWL)
Dasar hukum wajib lapor dan IPWL adalah Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika, Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Wajib
Lapor Pecandu Narkotika, Permenkes Nomor 2415 Tahun 2011 tentang Rehabilitasi
Medis Pecandu, penyalahguna dan Korban penyalahgunaan Narkotika, Permenkes
Nomor 50 Tahun 2015 tentang Juknis Wajib Lapor dan Rehabilitasi Medis yang telah di
revisi menjadi Permenkes Nomor 4 tahun 2020 tentang penyelenggaraan institusi
penerima wajib lapor.
Tujuan dibentuknya IPWL adalah : a. Untuk memenuhi hak pecandu narkotika
dalam mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial, b. Untuk mengikutsertakan orang tua, wali, keluarga dan masyarakat
dalam meningkatkan tanggung jawab terhadap pecandu narkotika yang ada di bawah
pengawasan dan bimbingannya, dan c. Untuk memberikan bahan informasi bagi
pemerintah dalam menetapkan kebijakan di bidang pencegahan, pemberantasan,
penyalahgunaan, dan peredaran narkotika.
Institusi penerima wajib lapor (IPWL) merupakan fasilitas kesehatan yang
terdiri dari puskesmas, rumah sakit umum, BNN, POLRI, RSJ/RSKO, dan
LAPAS/RUTAN yang memberikan pelayanan rehabilitasi medis bagi pecandu
narkotika dengan cara melaporkan diri yang dilakukan oleh pecandu narkotika yang
sudah cukup umur atau keluarganya, dan / atau orang tua atau wali dari pencandu
narkotika yang belum cukup umur kepada institusi penerima wajib lapor untuk
mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabiltasi medis.
Kementerian Kesehatan telah menetapkan 754 IPWL yang tersebat di 34
provinsi dan tersebar di beberapa fasilitas Kesehatan, berdasarkan Kepmenkes
No.HK.01.07/Menkes.701 tahun 2018.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 77


2. Puskesmas yang Menyelenggarakan Upaya Kesehatan Jiwa
Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama akan
menjadi unit terdepan dalam upaya pencapaian target-target PIS-PK dan SPM,
sehingga diharapkan tenaga kesehatan di puskesmas dapat melakukan deteksi dini
terkait masalah kejiwaan, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif,
untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah
kerjanya.
Kabupaten/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan upaya
kesehatan jiwa, adalah kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 puskesmas di
wilayahnya dengan kriteria:
1. Memiliki minimal 2 (dua) tenaga kesehatan terlatih kesehatan jiwa (dokter dan
perawat),
2. Melaksanakan upaya promotif kesehatan jiwa dan preventif terkait kesehatan jiwa
yang teritegrasi dengan program kesehatan puskesmas lainnya,
3. Melaksanakan deteksi dini, penegakkan diagnosis, penatalaksanaan awal dan
pengelolaan rujukan balik kasus gangguan jiwa.
Dalam sistem informasi puskesmas ada beberapa penyakit terkait gangguan jiwa
seperti demensia, gangguan anxietas, gangguan depresi, gangguan psikotik,
gangguan penggunaan napza, gangguan perkembangan dan perilaku pada anak dan
remaja, insomnia. Selain itu dalam PIS-PK dan SPM terdapat indikator “Gangguan
jiwa berat di obati dan tidak ditelantarkan”, dan “Pelayanan kesehatan orang dengan
gangguan jiwa berat”.

G. PELAYANAN KESEHATAN HAJI


Undang-Undang Nomor 8 tahun 2019 tentang penyelenggaraan ibadah haji dan
umrah menyatakan bahwa penyelenggaraan ibadah haji bertujuan untuk memberikan
pembinaan, pelayanan, dan perlindungan yang sebaik-baiknya kepada Jemaah haji
agar dapat menunaikan ibadahnya sesuai dengan ketentuan ajaran Agama Islam.
Pembinaan, pelayanan dan perlindungan yang diberikan kepada jemaah haji, bukan
saja dari aspek umum dan ibadah, tetapi juga dari aspek kesehatan jamaah haji itu
sendiri.
Penyelenggaraan ibadah haji melibatkan jutaan manusia yang berpindah dari
satu negara ke negara lain dengan melakukan berbagai ritual ibadah fisik dan spiritual.
Pada proses ini terjadi kerentanan terhadap kejadian morbiditas maupun mortalitas.
Jumlah jemaah calon haji di wilayah kerja puskesmas karang Pule pada tahun 2020-
2021 sebanyak 184 jamaah belum diberangkatkan, karena masih terkendala dengan
Pandemi COVID-19.
Dalam rangka menjamin kesiapan Jemaah sebelum keberangkatan, diperlukan
adanya kesiapan baik fisik, mental maupun spiritual. Sejak tahun tahun 2018,
penyelenggaraan kesehatan haji Indonesia mulai menerapkan konsep Istithaah yang
ditandai dengan terbitnya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2016 tentang
Istithaah Kesehatan Jamaah Haji. Permenkes ini membawa konsekuensi bahwa
penyelenggaraan kesehatan haji mengedepankan pembinaan kesehatan untuk
memperkuat pelayanan dan perlindungan kesehatan haji. Untuk itu upaya pembinaan
sudah harus dilakukan sedini mungkin yang diawali dengan pemeriksaan kesehatan
awal. Berbagai faktor risiko kesehatan dikendalikan melalui pembinaan kesehatan
yang berjenjang sampai pada tahap penetapan istithaah kesehatan jemaah haji di
tingkat kabupaten sampai Puskesmas.

1. Pemeriksaan Kesehatan Jemaah Haji


Pemeriksaan kesehatan haji adalah rangkaian kegiatan yang meliputi
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang medis, dan penetapan

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 78


diagnosis serta pelaksanaan pembinaan sampai dengan jemaah siap berangkat
ke tanah suci dengan kondisi sehat.
Pemeriksaan kesehatan calon jemaah haji (CJH) dapat dikelompokkan
menjadi pemeriksaan pokok, pemeriksaan lanjut dan pemeriksaan khusus.
Pemeriksaan pokok adalah pemeriksaan yang harus dilakukan pada semua
CJH yang terdiri dari identitas, riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik serta
laboratorium darah, dan urin. Pemeriksaan lanjut yaitu bagi CJH wanita
pasangan usia subur perlu dilakukan tes kehamilan. Bagi CJH berusia 40 tahun
atau lebih dilakukan pemeriksaan rontgen thoraks, GDS, kolesterol LDL dan
EKG. CJH yang berusia 60 tahun atau lebih dilakukan pemeriksaan fungsional
Barthel Index. Dan bagi CJH pendamping dilakukan tes kebugaran.
Pemeriksaan khusus yaitu pemeriksaan penunjang lain yang dilakukan sesuai
indikasi medis dan rujukan.
Berdasarkan tahap pemeriksaan, pemeriksaan kesehatan haji dibagi 2
tahap yaitu tahap pertama dan tahap kedua. Tim pemeriksa kesehatan haji
tahap pertama ditetapkan oleh dinas kesehatan propinsi. Tim pemeriksa
kesehatan tahap pertama sekurang-kurangnya terdiri dari dokter pria dan
wanita, perawat pria dan wanita, analis laboratorium kesehatan.
Dokter yang ditunjuk harus mempunyai SIP dan SK penunjukkan
sebagai tim pemeriksa kesehatan serta memiliki kompetensi dalam
pemeriksaan kesehatan dengan pendekatan manajemen risiko. Perawat yang
ditunjuk harus mempunyai SK jabatan fungsional sebagai perawat dan SK
penunjukan sebagai tim pemeriksa kesehatan dan memiliki kompetensi dalam
memebantu pemeriksaan kesehatan dengan pendekatan maanjemen risiko.
Analisis laboratorium kesehatan harus memenuhi persyaratan memiliki
SK jabatan fungsional sebagai pranata laboratorium kesehatan dan SK
penunjukkan sebagai tim pemeriksa kesehatan dan memiliki kompetensi dalam
membantu pemeriksaan kesehatan dengan pendekatan manajemen risiko.
Sedangkan tim pemeriksa kesehatan tahap kedua sekurang-kurangnya terdiri
dari dokter pria atau wanita, perawat pria dan wanita, analis laboratorium
kesehatan dan tenaga ahli rujukan yaitu dokter spesialis.
Puskesmas adalah tempat penyaringan pertama status kesehatan
jemaah haji. Kegiatan yang dilakukan di puskesmas antara lain pembinaan bagi
calon jemaah haji. Bagi calon haji yang sehat dilakukan pembinaan bagaimana
cara menjaga kesehatan agar tetap baik hingga saat keberangkatannya.
Pembinaan yang diberikan seperti memotivasi untuk melakukan latihan
kesegaran jasmani dan melakukan aklimatisasi dengan cara berolahraga ringan
pada siang hari. Bagi calon haji sakit, diberi pengobatan/dirujuk dan selanjutnya
dilakukan pembinaan sebagaimana calon haji lain.
Bagi calon haji yang sehat dinyatakan sehat dalam buku kesehatan haji
kemudian diberi surat pengantar sehat untuk membayar ONH di bank. Bagi
calon haji sakit yang dapat diobati di puskesmas agar diusahakan sampai
sembuh, setelah itu baru diberi surat pengantar bayar ONH. Calon haji sakit
yang tidak dapat diatasi di puskesmas, dirujuk ke tim pengamanan kesehatan
Dati. II dan untuk hal ini dokter puskesmas harus mencatat di KH1 (kolom
keterangan). Calon haji yang menderita penyakit yang mutlak tidak boleh
diberangkatkan.
Bagi calon haji wanita usia subur, apabila telah diperiksa ternyata tidak
hamil, yang bersangkutan harus menjalankan KB sampai selesai ibadah haji.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 79


Untuk semua wanita yang ternyata hamil dan belum divaksinasi meningitis tidak
diperbolehkan berangkat. Pelaksanaan mengikuti KB merupakan keharusan,
hal ini mengingat para pemeriksaan akhir kalau ternyata ada calon haji wanita
hamil, yang bersangkutan akan ditolak keberangkatannya ke tanah suci. Bagi
calon haji wanita yang hamil setelah 3 bulan sampai 6 bulan umur
kehamilannya, dan telah divaksinasi meningitis pada 1-2 tahun yang lalu boleh
berangkat.
Pemeriksaan dan pembinaan kesehatan jemaah haji telah dimulai pada
awal tahun 2019 Indikator penyelenggaraan kesehatan haji adalah cakupan
hasil pemeriksaan dan pembinaan kesehatan jemaah haji yang diinput kedalam
Siskohatkes 1 bulan sebelum operasional haji.
Pada tahun 2020 Puskesmas Karang Pule melakukan pemeriksaan
terhadap 184 calon Jemaah dengan capaian pemeriksaan 100%. Cakupan ini
telah berhasil memenuhi target pemeriksaan tahun 2020 sebesar 85%.

2. Pola Morbiditas dan Mortalitas Jamaah Haji


Isthithaah Kesehatan Jamaah Haji adalah kemampuan jemaah haji dari
aspek kesehatan yang meliputi fisik dan mental yang terukur dengan
pemeriksaan yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga jamaah haji dapat
menjalankan ibadahnya sesuai tuntunan Agama Islam. Pemerintah
bertanggungjawab terhadap pembinaan isthithaah kesehatan haji yang
merupakan kegiatan terpadu, terencana, terstruktur, dan terukur, diawali
dengan pemeriksaan kesehatan pada saat mendaftar jemaah haji sampai masa
keberangkatan ke Arab Saudi.
Melalui implementasi istithaah, faktor risiko kesehatan dapat diketahui
sejak dini sehingga penanganan dapat dilakukan sejak dini. Berdasarkan hasil
pemeriksaan kesehatan, Jamaah haji tergolong risiko tinggi (risti) jika
memenuhi tiga kriteria, yaitu berusia > 60 tahun dengan penyakit, berusia < 60
tahun dengan penyakit, dan berusia > 60 tahun tanpa penyakit.

GAMBAR 6.8
PERSENTASE JAMAAH HAJI MENURUT STATUS RISTI
Pola Morbiditas Calon Jemaah Haji Tahun 2021

112
120
100
80
45
60
27
40
20 24.46% 27.17% 48.37%
0
>60 Th dengan <60 Th dengan <60 Th dengan
Penyakit Penyakit Penyakit

Jml CJH Persentase

Secara umum Jamaah haji dengan kategori sehat (tidak risti) 112 jamaah (48,37%)
(lebih banyak) dibandingkan dengan jamaah risti.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 80


BAB VII
KESEHATAN LINGKUNGAN

Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menegaskan


bahwa upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas
lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang
setinggitingginya. Lingkungan sehat mencakup lingkungan permukiman, tempat
kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum, harus bebas dari
unsur-unsur yang menimbulkan gangguan, diantaranya limbah (cair, padat, dan
gas), sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan, vektor penyakit,
zat kimia berbahaya, kebisingan yang melebihi ambang batas, radiasi, air yang
tercemar, udara yang tercemar, dan makanan yang terkontaminasi.
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Lingkungan menyatakan bahwa kesehatan lingkungan adalah upaya
pencegahan penyakit dan/atau gangguan kesehatan dari faktor risiko
lingkungan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek
fisik, kimia, biologi, maupun sosial. Sedangkan menurut WHO, kesehatan
lingkungan meliputi seluruh faktor fisik, kimia, dan biologi dari luar tubuh
manusia dan segala faktor yang dapat mempengaruhi perilaku manusia.
Kondisi dan kontrol dari kesehatan lingkungan berpotensial untuk
mempengaruhi kesehatan.
Program Lingkungan Sehat bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan
hidup yang lebih sehat melalui pengembangan sistem kesehatan kewilayahan
dalam menggerakkan pembangunan lintas sektor berwawasan kesehatan.
Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan
ditetapkan pada media lingkungan yang meliputi air, udara, tanah, pangan,
sarana dan bangunan, serta vektor dan binatang pembawa penyakit.
Pencapaian tujuan penyehatan lingkungan merupakan akumulasi berbagai
pelaksanaan kegiatan dari berbagai lintas sektor, peran swasta dan masyarakat
dimana pengelolaan kesehatan lingkungan merupakan penanganan yang
paling kompleks, kegiatan tersebut sangat berkaitan antara satu dengan yang
lainnya yaitu dari hulu yang berasal dari kebijakan dan pembangunan fisik dari
berbagai lintas sektor ikut serta berperan (Perindustrian, Lingkungan Hidup,
Pertanian, Pekerjaan Umum- Perumahan Rakyat dan lainnya) hingga ke hilir
yaitu dampak kesehatan. Puskesmas sendiri fokus kepada pengelolaan
dampak kesehatan.

A. AIR MINUM
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 Tahun 2010
tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, air minum adalah air yang melalui
proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat
kesehatan dan dapat langsung diminum. Air minum yang dikonsumsi
masyarakat perlu ditetapkan persyaratan kualitas air minum sehingga tidak
menimbulkan gangguan kesehatan.

Air minum yang aman (layak) bagi kesehatan menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 492 Tahun 2010 adalah air minum yang memenuhi
persyaratan secara fisik, mikrobiologis, kimia, dan radioaktif. Secara fisik, air

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 81


minum yang sehat adalah tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna serta
memiliki total zat padat terlarut, kekeruhan, dan suhu sesuai ambang batas
yang ditetapkan. Secara mikrobiologis, air minum yang sehat harus bebas dari
bakteri E.Coli dan total bakteri koliform. Secara kimiawi, zat kimia yang
terkandung dalam air minum seperti besi, aluminium, klor, arsen, dan lainnya
harus di bawah ambang batas yang ditentukan. Secara radioaktif, kadar gross
alpha activity tidak boleh melebihi 0,1 becquerel per liter (Bq/l) dan kadar gross
beta activity tidak boleh melebihi 1 Bq/l.
Untuk menjaga kualitas air minum yang dikonsumsi masyarakat,
diperlukan pengawasan kualitas air minum baik secara eksternal maupun
internal. Pengawasan kualitas air minum secara eksternal dilakukan oleh dinas
kesehatan kabupaten/kota atau kantor kesehatan pelabuhan (KKP) khusus
untuk wilayah kerja KKP. Pengawasan secara internal dilakukan oleh penyedia
air minum yaitu badan usaha milik Negara/badan usaha milik daerah, koperasi,
badan usaha swasta, usaha perorangan, kelompok masyarakat, dan/atau
individual yang melakukan kegiatan penyediaan air minum.
Kegiatan pengawasan kualitas air minum menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 492 Tahun 2010 pasal 4 ayat 4 meliputi inspeksi sanitasi,
pengambilan sampel air, pengujian kualitas air, analisis hasil pemeriksaan
laboratorium, rekomendasi, dan tindak lanjut. Kegiatan yang sudah
dilaksanakan oleh Puskesmas dalam pengawasan kualitas air minum adalah
Inspeksi Kesehatan Lingkungan atau IKL. Pelaksanaan IKL dilakukan oleh
tenaga sanitarian puskesmas, kader kesehatan lingkungan, atau kader lain di
desa yang telah mendapatkan pelatihan praktis pemantauan kualitas sarana air
minum.
GAMBAR 7.1
PERSENTASE SARANA AIR MINUM YANG DILAKUKAN INSPEKSI KESEHATAN
LINGKUNGAN TAHUN 2021

Persentase Sarana Air Minum


Yang Dilakukan Inspeksi Sanitasi Tahun 2021

412 412

306

111
76 76 90 90 80 80 83 83 83 83 69
55 62 59 61
21 28 21 22 19

Karang Pule Jempong Pagutan Pagutan Pagutan PUSKESMAS


Baru Timur Barat

JML SAM JML SAM Yang di IS MS TMS

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 82


Pada tahun 2021, sebanyak 546 sarana air minum dilakukan IKL. Dari
jumlah tersebut, 87 sarana air minum beresiko rendah dan sedang. 459 sampel
diambil untuk diperiksa dan hanya 3,97% yang memenuhi syarat kesehatan.
Persentase sarana air minum yang dilakukan IKL di wilayah kerja Puskesmas
sebesar 50,06% dan sudah memenuhi target Renstra pada tahun 2019 yaitu
50% (Gambar 7.1) .
Ada empat kelurahan yang memiliki persentase IKL sebesar 100% yaitu
Pagutan Barat, Pagutan, Pagutan Timur, dan Karang Pule Kelurahan dengan
persentase IKL terendah adalah Jempong Baru (18,88). Pagutan Barat pada
tahun 2021 tidak melakukan pemeriksaan.
Rumah tangga harus memiliki akses air minum layak dan bersih dalam
mendukung kesehatan lingkungan dan kesehatan masyarakat. Kebutuhan air
minum, tidak hanya dilihat dari kuantitasnya tetapi juga dari kualitas air minum.
Pemenuhan kebutuhan air minum di rumah tangga dapat diukur dari akses air
minum layak. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap akses air minum
layak diantaranya adalah:
1. jenis sumber air utama yang digunakan untuk diminum;
2. jenis sumber air utama yang digunakan untuk memasak, mandi, dan
mencuci;
3. jarak sumber air ke penampungan limbah/kotoran/tinja terdekat ≥ 10 meter.
Akses air minum yang layak dan bersih diperoleh dari sumber air minum
yang terlindungi meliputi air ledeng (keran), hydrant umum, keran umum,
terminal air, penampungan air hujan atau mata air dan sumur terlindung, sumur
bor/pompa yang memiliki jarak minimal 10 meter dari sarana pembuangan
kotoran, penampungan limbah, dan tempat penampungan atau pembuangan
sampah. Air kemasan, air yang diperoleh dari penjual keliling, serta air dari
sumur atau mata air tak terlindung bukan termasuk dalam kriteria akses air
minum layak dan bersih.
GAMBAR 7.2
PERSENTASE RUMAH TANGGA YANG MEMILIKI AKSES
TERHADAP SUMBER AIR MINUM LAYAK TAHUN 2021

Persentase Rumah Tangga Yang Memiliki Akses Sumber Air Minum Layak
Tahun 2021

450
400
350
300
250
200
150
100
50
0
Karang Jempong Pagutan Pagutan Pagutan PUSKES
Pule Baru Timur Barat MAS
Jml RT 76 90 80 83 88 417
Jml RT yg Mengakses SAM Layak 64 79 68 72 78 361
% (persen) 84.21 87.78 85.00 86.75 88.64 86.57

Secara nasional persentase rumah tangga dengan akses air minum layak
sebesar 73,65% (Gambar 7.2). Kelurahan dengan persentase tertinggi rumah tangga

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 83


dengan akses air minum layak yaitu Pagutan Barat (88,64%), Jempong Baru (87,78%)
dan Pagutan Timur (86,75%). Sedangkan provinsi dengan persentase rumah tangga
terendah adalah Pagutan (85,00%), dan Karang Pule (84,21%).

B. AKSES SANITASI LAYAK


Sanitasi yang baik merupakan elemen penting yang menunjang kesehatan
manusia. Definisi sanitasi dari WHO merujuk kepada penyediaan sarana dan
pelayanan pembuangan limbah kotoran manusia seperti urine dan faeces. Istilah
sanitasi juga mengacu kepada pemeliharaan kondisi higienis melalui upaya
pengelolaan sampah dan pengolahan limbah cair. Sanitasi berhubungan dengan
kesehatan lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Buruknya
kondisi sanitasi akan berdampak negatif di banyak aspek kehidupan, mulai dari
turunnya kualitas lingkungan hidup masyarakat, tercemarnya sumber air minum bagi
masyarakat, meningkatnya jumlah kejadian diare dan munculnya beberapa penyakit.
Menurut Panduan 5 Pilar STBM untuk Masyarakat, jamban sehat adalah jamban yang
memenuhi kriteria bangunan dan persyaratan kesehatan. Persyaratan kesehatan yang
dimaksud adalah tidak mengakibatkan terjadinya penyebaran bahan-bahan yang
berbahaya bagi manusia akibat pembuangan kotoran manusia dan dapat mencegah
vektor pembawa untuk menyebarkan penyakit pada pemakai dan lingkungan
sekitarnya.
Bangunan jamban disebut sehat apabila memenuhi kriteria bangunan jamban
sehat yang terdiri dari:
a. Bangunan atas jamban (dinding dan/atau atap) Bangunan atas jamban berfungsi
untuk melindungi pengguna dari gangguan cuaca dan gangguan lainnya.
b. Bangunan tengah jamban Lubang pembungan kotoran berbentuk leher angsa. Pada
daerah sulit air, lubang dapat dibuat tanpa kontruksi leher angsa tetapi harus diberi
tutup. Lantai jamban terbuat dari bahan kedap air, tidak licin, dan memiliki saluran
pembuangan air bekas ke sistem pembuangan air limbah (SPAL).
c. Bangunan bawah Bangunan bawah sebagai penampung, pengolah, dan pengurai
kotoran/tinja. Bangunan bawah dapat berupa tangki septik dan cubluk. Cubluk
hanya boleh digunakan di pedesaan dengan kepadatan penduduk rendah dan sulit
air.
Sarana jamban sehat dapat diklasifikasi menjadi jamban sharing/komunal,
jamban sehat semi permanen (JSSP), dan jamban sehat permanen. Jamban
sharing/komunal merupakan jamban yang digunakan Bersama dalam masyarakat
(pengguna lebih dari satu keluarga). Jamban sehat semi permanen belum
menggunakan konstruksi leher angsa tetapi memiliki tutup dan terletak di dalam
rumah. Jamban sehat permanen adalah jamban yang sudah menggunakan konstruksi
leher angsa dan terletak di dalam rumah. Pada tahun 2019, 72,3% keluarga di
Indonesia sudah menggunakan jamban sehat permanen Sisanya 18,6% menggunakan
jamban sehat semi permanen dan 9,1% menggunakan jamban sharing/komunal.
Gambar 7.3 dibawah ini menunjukkan persentase keluarga dengan akses
terhadap fasilitas sanitasi yangg layak (jamban sehat) di wilayah kerja puskesmas
tahun 2021

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 84


GAMBAR 7.3
PERSENTASE KELUARGA DENGAN AKSES TERHADAP FASILITAS SANITASI
YANG LAYAK (JAMBAN SEHAT) TAHUN 2021

Jml Rumah Jamban Sehat 2021


Jamban Sharing
JSSP 12353
JSP 10484

3177 27592185 2080 2322


2414 1982 2015
1872 2031 1433
523240 47995 68612 11132 234 57 436

Persentase keluarga dengan akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak


(jamban sehat) di Indonesia pada tahun 2019 adalah 87,81%. Sedangkan Persentase
keluarga dengan akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak (jamban sehat) di
Puskesmas Karang Pule pada tahun 2021 adalah 15,13%. Kelurahan dengan
persentase tertinggi keluarga dengan akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak
(jamban sehat) adalah Pagutan (33,56%), Karang Pule (20,54%), dan Jempong Baru
(20,54%). Kelurahan dengan persentase terendah adalah Pagutan Timur (7,10%), dan
Pagutan Barat (12,53%).

C. SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM)


Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM) menyatakan bahwa STBM adalah pendekatan untuk
mengubah perilaku higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan
cara pemicuan. Penyelenggaraan STBM bertujuan untuk mewujudkan perilaku
masyarakat yang higienis dan saniter secara mandiri dalam rangka meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Sejak tahun 2006, pemerintah Indonesia melakukan upaya-upaya peningkatan
akses sanitasi. Salah satu upaya Kementerian Kesehatan adalah melakukan
perubahan arah kebijakan pendekatan sanitasi dari yang sebelumnya memberikan
subsidi (project driven) menjadi pemberdayaan masyarakat yang fokus pada
perubahan perilaku Stop Buang Air Besar Sembarangan menggunakan metode CLTS
(Community Led Total Sanitation). Belajar dari pengalaman implementasi CLTS
melalui berbagai program yang dilakukan oleh pemerintah bersama NGO
(NonGovernmental Organization), maka pendekatan CLTS selanjutnya dikembangkan
dengan menambahkan 4 (empat) pilar perubahan perilaku lainnya yang dinamakan
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), selanjutnya Pemerintah menetapkan
STBM menjadi kebijakan nasional pada tahun 2008, yang kemudian diperbarui dan
diperkuat dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 3 Tahun
2014 tentang STBM. Pendekatan ini telah berkontribusi pada percepatan perubahan
perilaku masyarakat dan penyediaan layanan sanitasi yang memenuhi standar
kesehatan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013, peningkatan
rata-rata akses sanitasi dari tahun 1993-2006 mencapai 0,78% per tahun. Sejak
penerapan CLTS (Community Lead Total Sanitation) pada tahun 2006 yang kemudian

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 85


menjadi kebijakan nasional STBM pada tahun 2008 rata-rata peningkatan akses
sanitasi per tahun mencapai 3,53%, dan berdasarkan penghitungan Pusat Data dan
Informasi dari data BPS 2009-2017 rata-rata peningkatan rumah tangga yang memiliki
akses sanitasi layak adalah 2,23% per tahun. STBM diharapkan mampu untuk
berkontribusi secara nyata dalam pencapaian akses universal sanitasi di Indonesia
pada tahun 2019 yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJMN 2015-2019).

Masyarakat menyelenggarakan STBM secara mandiri dengan berpedoman pada


Pilar STBM yang bertujuan untuk memutus mata rantai penularan penyakit dan
keracunan. Pilar STBM terdiri atas perilaku:
a. Stop Buang Air Besar Sembarangan;
b. Cuci Tangan Pakai Sabun;
c. Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga;
d. Pengamanan Sampah Rumah Tangga; dan
e. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga.
Masyarakat yang didukung oleh pemerintah dan berbagai pihak seperti LSM, swasta,
perguruan tinggi, media, dan organisasi sosial lainnya merupakan pelaku utama
STBM. Dukungan yang diberikan meliputi pengembangan kapasitas, pengembangan
pilihan teknologi, memfasilitasi pengembangan mekanisme jejaring pemasaran,
pengembangan media, fasilitasi pemicuan, dan pertemuan-pertemuan pembelajaran
antar pihak. Berbagai dukungan tersebut telah terbukti mampu meningkatkan
kemandirian masyarakat dalam membangun sarana sanitasi sesuai kemampuan.
STBM digunakan sebagai sarana pemerintah dalam pencapaian akses sanitasi menuju
universal access pada akhir tahun 2019.
Mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2014, strategi
penyelenggaraan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) meliputi 3 (tiga)
komponen yang saling mendukung satu dengan yang lain, yang disebut dengan 3
Komponen Sanitasi Total adalah sebagai berikut.
1. Penciptaan lingkungan yang kondusif (enabling environment) Tujuan: menciptakan
lingkungan yang mendukung melalui sinergi lintas sektor dan lintas program,
penguatan-penguatan melalui regulasi yang mendukung pelaksanaan STBM, dan
membangun mekanisme pembelajaran antar daerah.
2. Peningkatan kebutuhan sanitasi (demand creation) Tujuan: meningkatkan
kebutuhan masyarakat terhadap sarana sanitasi yang dilakukan melalui kegiatan
pemicuan, monitoring, dan penggunaan media komunikasi perubahan perilaku.
3. Peningkatan penyediaan akses sanitasi (supply improvement) Tujuan:
meningkatkan penyediaan sarana sanitasi dengan pilihan yang bervariasi dan
terjangkau masyarakat secara luas.

Jumlah desa/kelurahan yang melaksanakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat


adalah jumlah kumulatif desa/kelurahan yang terverifikasi melaksanakan STBM.
Akumulasi jumlah desa/kelurahan yang terverifikasi sebagai desa/kelurahan
melaksanakan STBM adalah desa/kelurahan yang memenuhi kriteria sebagai berikut.
1. Telah dilakukan pemicuan STBM (upaya untuk menuju perubahan perilaku
masyarakat yang higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan
metode partisipatori berprinsip pada pendekatan CLTS (Community-Led Total
Sanitation).
2. Telah memiliki natural leader (anggota masyarakat baik individu maupun kelompok
masyarakat yang memotori gerakan STBM di masyarakat tersebut).
3. Telah memiliki Rencana Kerja Masyarakat (RKM).

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 86


GAMBAR 7.5
CAPAIAN DESA/KELURAHAN
YANG MELAKSANAKAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT
TAHUN 2017-2021
KELURAHAN "STBM"

STBM 2017 STBM 2018 STBM 2019


STBM 2020 STBM 2021

1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 5
1
1 1
1 1
1 1
1 1
1
1 1 1 1 1
Karang Pule Jempong Pagutan Pagutan Pagutan PUSKESMAS
Baru Timur Barat

Secara nasional persentase desa/kelurahan yang melaksanakan STBM tahun 2019


adalah 69,43%, meningkat dari capaian tahun 2018 yaitu 60,99%. Ada Lima kelurahan
(semua kelurahan di wilayah kerja Puskesmas) yang telah mencapai 100% kelurahan
yang telah melaksanakan STBM (Gambar 7.5).

D. TEMPAT-TEMPAT UMUM (TTU) YANG MEMENUHI SYARAT KESEHATAN


Tempat-Tempat Umum (TTU) adalah tempat atau sarana umum yang digunakan
untuk kegiatan masyarakat dan diselenggarakan oleh pemerintah/swasta atau
perorangan, antara lain pasar rakyat, sekolah, fasyankes, terminal, bandara, stasiun,
pelabuhan, bioskop, hotel dan tempat umum lainnya. TTU yang memenuhi syarat
kesehatan adalah tempat dan fasilitas umum minimal sarana pendidikan dan pasar
rakyat yang memenuhi syarat kesehatan. TTU dinyatakan sehat apabila memenuhi
persyaratan fisiologis, psikologis, dan dapat mencegah penularan penyakit antar
pengguna, penghuni, dan masyarakat sekitarnya serta memenuhi persyaratan dalam
pencegahan terjadinya masalah kesehatan. Pemerintah Daerah minimal wajib
mengelola 2 tempat-tempat umum, yaitu:

1. Sarana pendidikan dasar yang dimaksud adalah Sekolah Dasar (SD/MI), Sekolah
Menengah Pertama (SMP/MTs) dan yang sederajat milik pemerintah dan swasta
yang terintegrasi.
2. Pasar rakyat yang dimaksud adalah pasar yang berlokasi permanen, ada pengelola,
adanya proses tawar menawar di pasar, sebagian besar barang yang diperjual
belikan yaitu kebutuhan dasar sehari-hari dengan fasilitas infrastruktur sederhana,
dan dikelola oleh Pemerintah Daerah dan Badan Usaha Milik Daerah.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 87


GAMBAR 7.7
PERSENTASE TEMPAT-TEMPAT UMUM
YANG MEMENUHI SYARAT KESEHATAN TAHUN 2021

Persentase Tempat Tempat Umum (TTU)


Memenuhi Syarat Kesehatan

JML TTU MS TMS

128
114

54 47
18 18 18 18 22 19 16 12 14
0 7 0 4 3

Secara nasional persentase TTU yang telah memenuhi syarat kesehatan pada tahun
2019 adalah 62,13%. Angka ini telah mencapai target Renstra tahun 2019 yaitu 58%.
Lingkup wilayah kerja Puskesmas dengan persentase tertinggi adalah Pagutan
(100%), Karang Pule (100%), dan Pagutan Timur (86,36%). Kelurahan dengan
capaian terendah diantaranya Jempong Baru (82,46%), dan Pagutan Barat (75,00%).
Data TTU yang dilaporkan meliputi: pasar, institusi kesehatan, institusi pendidikan.

E. TEMPAT PENGELOLAAN MAKANAN (TPM)


Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) memiliki potensi yang cukup besar untuk
menimbulkan gangguan kesehatan atau penyakit bahkan keracunan akibat dari
makanan yang dihasilkannya. TPM adalah usaha pengelolaan makanan yang meliputi
jasaboga atau katering, rumah makan dan restoran, depot air minum, kantin, dan
makanan jajanan. Berdasarkan Kepmenkes Nomor 1098 Tahun 2003 tentang
Persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran. Persyaratan higiene
sanitasi yang harus dipenuhi meliputi:
1. persyaratan lokasi dan bangunan,
2. persyaratan fasilitas sanitasi,
3. persyaratan dapur, rumah makan, dan gudang makanan,
4. persyaratan bahan makanan dan makanan jadi,
5. persyaratan pengolahan makanan,
6. persyaratan penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi,
7. persyaratan penyajian makanan jadi,
8. persyaratan peralatan yang digunakan.
TPM yang dilakukan penilaian untuk memenuhi syarat kesehatan adalah TPM siap saji
di antaranya Jasa Boga, Rumah Makan/Restoran, Depot Air Minum, dan Makanan
Jajanan/Kantin/Sentra Makanan Jajanan yang dibuktikan dengan sertifikat layak
higiene sanitasi.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 88


GAMBAR 7.8
PERSENTASE TEMPAT PENGOLAHAN MAKANAN
YANG MEMENUHI SYARAT KESEHATAN TAHUN 2021

Persentase TPM Yang Memenuhi Syarat Kesehatan


131
116

54
37 35 43
23 21 15
8 8 0 9 9 11
2 0 2

JML TPM MS TMS

Persentase tempat pengolahan makanan yang memenuhi syarat kesehatan secara


nasional pada tahun 2019 adalah 37,92%. Capaian ini meningkat dari tahun
sebelumnya yaitu 26,41 pada tahun 2018. Capaian ini sudah memenuhi target Renstra
tahun 2018 untuk TPM yang memenuhi syarat kesehatan yaitu sebesar 32%.

Persentase tempat pengolahan makanan yang memenuhi syarat kesehatan di wilayah


kerja Puskesmas Karang Pule tahun 2021 adalah 88,55%.
Kelurahan dengan persentase tertinggi TPM yang memenuhi syarat kesehatan adalah
Karang Pule (100%), Pagutan (100%), dan Jempong Baru (94,59%). Sedangkan
kelurahan dengan persentase terendah TPM yang memenuhi syarat kesehatan adalah
Pagutan Timur (91,30%), dan Pagutan Barat (79,62).

F. TATANAN KAWASAN SEHAT


Pengertian Kawasan Sehat adalah suatu kondisi wilayah yang bersih, nyaman,
aman dan sehat bagi pekerja dan masyarakat, melalui peningkatan suatu kawasan
potensial dengan kegiatan yang terintegrasi dan disepakati masyarakat, kelompok
usaha, dan pemerintah daerah. Tatanan Kawasan Sehat merupakan salah satu
indikator pelaksanaan kegiatan penyehatan lingkungan dalam Renstra 2015-2019.
Mengacu pada Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan
Nomor 34 Tahun 2005 dan Nomor 1138 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan
Kabupaten/Kota Sehat, Kabupaten/Kota Sehat (KKS) adalah suatu kondisi
kabupaten/kota yang bersih, nyaman, aman, dan sehat untuk dihuni penduduk, yang
dicapai melalui terselenggaranya penerapan beberapa tatanan dengan kegiatan yang
terintegrasi yang disepakati masyarakat dan pemerintah daerah.
Berdasarkan kawasan dan permasalahan khusus, Tatanan Kabupaten/kota Sehat
dikelompokkan menjadi:
1. kawasan permukiman, sarana, dan prasarana umum,
2. kawasan sarana lalu lintas tertib dan pelayanan transportasi,
3. kawasan pertambangan sehat,
4. kawasan hutan sehat,
5. kawasan industri dan perkantoran sehat,
6. kawasan pariwisata sehat,

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 89


7. ketahanan pangan dan gizi,
8. kehidupan masyarakat yang mandiri,
9. kehidupan sosial yang sehat.
Penyelenggaraan Kabupaten/Kota Sehat dilakukan melalui berbagai kegiatan
dengan memberdayakan masyarakat yang difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten/Kota
untuk mewujudkan Kabupaten/Kota Sehat. Penyelenggaraan Kabupatan/Kota Sehat
dilaksanakan melalui forum dan atau memfungsikan lembaga masyarakat yang ada.
Forum di kabupaten/kota disebut forum Kabupaten/Kota Sehat atau sebutan lainnya,
tingkat kecamatan disebut forum komunikasi Desa/Kelurahan atau sebutan lain dan
tingkat desa/kelurahan disebut kelompok kerja atau sebutan lain. Kabupaten/Kota
Sehat diselenggarakan dengan membentuk Tim Pembina Kabupaten/Kota Sehat untuk
menyelaraskan kebutuhan masyarakat sesuai dengan arah pembangunan daerah. Tim
pembina diketuai oleh Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dengan
anggota dari instansi terkait dan ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota.

Kabupaten/kota sehat yang memenuhi kriteria akan diberikan Penghargaan


Kabupaten/Kota Sehat (Swasti Saba) dalam periode dua tahun sekali. Seleksi
penghargaan ini dilakukan oleh Gubernur yang pelaksanaannya dilakukan oleh Tim
Pembina Provinsi. Penilaian Kabupaten/kota sehat dapat dievaluasi oleh Tim Pembina
pusat, sesuai dengan perkembangan penyelenggaraan Kabupaten/kota sehat.
Penghargaan ini terdiri dari 3 kategori, yaitu penghargaan Padapa diberikan kepada
kabupaten/kota untuk taraf pemantapan, Wiwerda untuk taraf pembinaan, dan Wistara
untuk taraf pengembangan.
Kabupaten/kota yang telah menyelenggarakan Kabupaten/Kota Sehat pada
tahun 2019 sebanyak 366 kabupaten/kota (71,21%). Jumlah ini belum memenuhi
target Renstra tahun 2016 yaitu 386 kabupaten/kota atau 75,1%. Ada 13 (tiga belas)
provinsi yang mencapai 100% dalam penyelenggaraan Kabupaten/Kota Sehat yaitu
Gorontalo, Sulawesi Selatan, NTB, Bali, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Jawa Tengah,
Jawa Barat, DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Jambi, dan
Sumatera Barat.
Provinsi NTB termasuk Kota Mataram didalamnya menyelenggarakan program
Kabupaten/Kota Sehat. Masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan KKS
diantaranya (1) indikator perlu di update mengikuti perkembangan dalam pelaksanaan
Kabupaten/Kota Sehat, (2) masih sulitnya koordinasi Lintas Sektor
Kementerian/Lembaga terkait dalam merespon kerja sama dengan Kemenkes untuk
mewujudkan Kabupaten/Kota Sehat, (3) kurangnya sosialisasi dan komitmen
pemerintah daerah dalam pengambilan keputusan akibat seringnya mutasi
kepegawaian di daerah, (4) kurang optimalnya fungsi tim pembina, baik di pusat,
provinsi maupun kabupaten/kota, serta (5) masih kurangnya advokasi kegiatan Kab
Kota Sehat di kota Mataram termasuk Puskesmas. Upaya yang dapat dilakukan untuk
mengatasi hal tersebut adalah mengembangkan jejaring dengan lintas sektor dan
lintas program yang terkait dengan penyelenggaraan Kabupaten/Kota Sehat.

G. PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS


Definisi limbah medis adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan medis
dalam bentuk padat, cair, dan gas. Limbah medis padat adalah limbah padat yang
terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi,
limbah sitoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan
limbah dengan kandungan logam berat tinggi. Limbah cair adalah semua buangan air
termasuk tinja yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun,
dan radiaktif yang berbahaya bagi kesehatan. Limbah gas adalah semua limbah yang
berbentuk gas yang berasal dari kegiatan pembakaran seperti insinerator, dapur,
perlengkapan generator, anestesi, dan pembuatan obat sitotoksik.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 90


Pengelolaan limbah medis berbeda dengan limbah domestik atau limbah rumah
tangga. Penempatan limbah medis dilakukan pada wadah yang sesuai dengan
karakteristik bahan kimia, radioaktif, dan volumenya. Limbah medis yang telah
terkumpul tidak diperbolehkan untuk langsung dibuang ke tempat pembuangan limbah
domestik tetapi harus melalui proses pengolahan terlebih dahulu. Untuk limbah medis
yang berbentuk gas dilengkapi alat pereduksi emisi gas dan debu pada proses
pembuangannya. Selain itu perlu dilakukan pula upaya minimalisasi limbah yaitu
dengan mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dengan cara mengurangi bahan
(reduce), menggunakan kembali (reuse), dan daur ulang (recycle). Penghijauan juga
baik dilakukan untuk mengurangi polusi dari limbah yang berbentuk gas dan untuk
menyerap debu.

VOLUME LIMBAH MEDIS PADAT


PUSKESMAS KARANG PULE
TAHUN 2021

Limbah Medis Limbah COVID-19 LIMBAH VAKSIN TOTAL LIMBAH


LIMBAH MEDIS
224 Kg (22%)

TOTAL LIMBAH
536 Kg
LIMBAH
COVID-19 221
Kg (21%)
LIMBAH VAKSIN
91 Kg (8%)

Tata laksana pengelolaan limbah medis sesuai standar tertuang dalam pedoman
pelaksanaan penyehatan lingkungan Puskesmas; yakni Permenkes 43 tahun 2019
dalam lampiran G. Pengelolaan Kesehatan Lingkungan menjelaskan
Puskesmas harus menyediakan fasilitas khusus untuk pengelolaan kesehatan
lingkungan antara lain air bersih, pengelolaan limbah B3 seperti limbah padat dan cair
yang bersifat infeksius dan non infeksius serta pemantauan limbah gas/udara emisi
incenerator dan genset.
Sistem pembuangan limbah infeksius
Harus dipasang dan direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan fasilitas
pewadahan, tempat penampungan sementara (TPS) dan pengolahannnya.

H. PEMENUHAN KUALITAS KESEHATAN LINGKUNGAN


Pengertian kesehatan lingkungan yang adalah upaya pencegahan penyakit
dan/atau gangguan kesehatan dari faktor risiko lingkungan untuk mewujudkan kualitas
lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial. Indikator
kualitas kesehatan lingkungan menjadi indikator utama di Direktorat Kesehatan
Lingkungan pada tahun 2016, indikator kualitas kesehatan lingkungan merupakan
komposit dari 6 indikator pelaksana kesehatan lingkungan lainnya. Peningkatan
kualitas kesehatan lingkungan pada kabupaten/kota tercapai dengan terpenuhinya
minimal 4 dari 6 kriteria yang meliputi:
1. memiliki desa/kelurahan melaksanakan STBM minimal 20%;
2. menyelenggarakan tatanan kabupaten/kota sehat;
3. melakukan pengawasan kualitas air minum minimal 30%;

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 91


4. Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) memenuhi syarat kesehatan minimal 8 %
5. Tempat Tempat Umum (TTU) memenuhi syarat kesehatan minimal 30%;
6. rumah sakit melaksanakan pengelolaan limbah medis minimal 10%.

I. KEBIJAKAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)


Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan sekumpulan perilaku yang
dipraktikkan atas dasar kesadaran individu untuk mencegah permasalahan kesehatan.
PHBS dipraktikkan atas kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan
seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan
berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya. Kesadaran masyarakat
untuk selalu menjaga kesehatan diri dan lingkungan sekitarnya masih rendah.
Berdasarkan Riskesdas Tahun 2013 persentase rumah tangga di Indonesia yang
memenuhi kriteria Perilaku Hidup Bersih dan Sehat baru mencapai 32,3%. Dalam
rangka mendorong peningkatan penerapan perilaku hidup sehat oleh masyarakat,
diperlukan dukungan regulasi melalui kebijakan yang mendukung PHBS di daerah.
Kebijakan PHBS menjadi komponen penting suatu daerah sebagai indikator suatu
keberhasilan daerah untuk menurunkan kejadian penyakit yang disebabkan oleh
perilaku yang tidak sehat. Kebijakan yang mendukung kesehatan/PHBS/perilaku sehat
adalah kebijakan mendukung kesehatan/PHBS/perilaku sehat dalam bentuk Peraturan
Daerah, Peraturan Bupati/Walikota, Instruksi Bupati/Walikota, Surat Keputusan
Bupati/Walikota, Surat Edaran/Himbauan Bupati/Walikota.

J. GERAKAN MASYARAKAT SEHAT


Pemerintah saat ini melakukan suatu gebrakan inovasi dengan mengeluarkan
program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat yang melibatkan pemangku kepentingan,
swasta, akademisi, LSM dan sektor-sektor lainnya agar dapat berperan dalam
pembangunan kesehatan dengan menekankan pada upaya promotif dan preventif.
Program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat bertujuan antara lain 1) Menurunkan beban
penyakit menular dan penyakit tidak menular, baik kematian maupun kecacatan; 2)
Menghindarkan terjadinya penurunan produktivitas penduduk; 3) Menurunkan beban
pembiayaan pelayanan kesehatan karena menigkatnya penyakit dan pengeluaran
kesehatan serta; 4) Penguatan sistem kesehatan; pendekatan siklus hidup; Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) dan berfokus pada pemerataan layanan.
Inpres No. 1 tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat merupakan
bukti dukungan pemerintah untuk mempercepat dan mensinergikan upaya promotif
dan preventif untuk meningkatkan produktivitas penduduk dan menurunkan beban
pembiayaan pelayanan kesehatan akibat penyakit. Dalam inpres ini terlihat peran dari
setiap sektor untuk mewujudkan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat.
Kampanye Gerakan Masyarakat Hidup Sehat dilakukan oleh Puskesmas dengan
menggerakkan seluruh elemen dari sektor pemerintah, swasta, organisasi
kemasyarakatan, serta seluruh elemen masyarakat lainnya. Salah satu ukuran kinerja
dalam Inpres No. 1 tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat adalah
jumlah kecamatan/kelurahan yang melaksanakan minimal 5 (lima) tema kampanye
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat.
Pada tahun 2021, jumlah kelurahan yang melaksanakan kampanye minimal 5
tema Germas adalah 3 kelurahan yaitu Pagutan, Pagutan Timur, dan Pagutan Barat
Kecamatan Mataram; sedangkan 2 kelurahan (Jempong Baru, Karang Pule) akan
dilakukan pada tahun 2022.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 92


Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 93
Lampiran 1

Tabel I.1 Data Jumlah Penduduk, Jumlah KK, dan Jumlah Rumah Berdasarkan
Kelurahan Wilayah Kerja Puskesmas Karang Pule tahun 2021

LUAS JUMLAH JUMLAH JUMLAH


No. KELURAHAN WILAYAH Rukun PENDUDUK RUMAH
(Km²) Lingkungan Tetangga (Jiwa) TANGGA
(RT)
1 2 3 4 5 6 7
1. Jempong Baru 546.18 12 72 5.725
17.165
2. Karang Pule 106.7 7 42 14.224 3.914

3. Pagutan 118.514 5 31 10.503 2.165

4. Pagutan Timur 143.36 5 26 7.172 1.877

5. Pagutan Barat 9.023 7 55 11.174 2.931

PUSKESMAS 923.777 36 226 60.238 16.612

Sumber : Kantor Lurah se-wilayah kerja Puskesmas Karang Pule 2021

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 94


Lampiran 2

Bezetting dan Kebutuhan Pegawai di Puskesmas Karang Pule Tahun 2021

I. JABATAN STRUKTURAL
BEZET
KEBUTU
KELAS HARGA TING
NO NAMA JABATAN STRUKTURAL UNIT ORGANISASI HAN KET.
JABATAN JABATAN PEGA
PEGAWAI
WAI

1 2 3 4 5 6 7 8

1 Kepala Sub Bagian Tata Usaha Puskesmas Karang Pule 8 1365 1 1

II. JABATAN FUNGSIONAL TERTENTU

BEZE
KEBUTUH
KELAS HARGA TTING
NO NAMA JABATAN FUNGSIONAL UNIT ORGANISASI AN KET.
JABATAN JABATAN PEGA
PEGAWAI
WAI

1 2 3 4 5 6 7 8

1 JF Dokter Ahli Madya Puskesmas Karang Pule 12 1 0 -1

2 JF Dokter Gigi Ahli Madya Puskesmas Karang Pule 12 1 1 0

3 JF Dokter Ahli Muda Puskesmas Karang Pule 10 1 1 0

4 JF Dokter Ahli Pertama Puskesmas Karang Pule 9 1 1 0

5 JF Apoteker Ahli Pertama Puskesmas Karang Pule 8 1 1 0

6 JF Bidan Penyelia Puskesmas Karang Pule 8 3 3 0

7 JF Perawat Penyelia Puskesmas Karang Pule 8 7 7 0

8 JF Pranata Lab. Kesehatan Penyelia Puskesmas Karang Pule 8 3 2 -1

9 JF Nutrisionis Penyelia Puskesmas Karang Pule 8 3 3 0

10 JF Nutrisionis Pelaksana Puskesmas Karang Pule 6 2 0 -2

11 JF Asisten Apoteker Penyelia Puskesmas Karang Pule 8 2 2 0

12 JF Perawat Gigi Penyelia Puskesmas Karang Pule 8 1 1 0

13 JF Bidan Mahir/Lanjutan Puskesmas Karang Pule 7 2 2 0

14 JF Perawat Mahir Puskesmas Karang Pule 7 2 2 0

15 JF Sanitarian Pelaksana Lanjutan/Mahir Puskesmas Karang Pule 7 2 2 0

16 JF Sanitarian Pelaksana Puskesmas Karang Pule 7 1 0 -1

17 JF Bidan Pelaksana Puskesmas Karang Pule 6 2 2 0

18 JF Bidan Terampil/Pelaksana Puskesmas Karang Pule 6 8 2 -6

19 JF Perawat gigi Mahir/Pelaksana lanjutan Puskesmas Karang Pule 6 2 2 0

20 JF Perawat gigi Terampil Puskesmas Karang Pule 6 2 2 0

21 JF Penyuluh Kesehatan Terampil/Pelaksana Puskesmas Karang Pule 6 2 1 -1

22 JF Elektromedis Terampil Puskesmas Karang Pule 6 1 1 0

23 JF Epidemiolog Kesehatan Mahir Puskesmas Karang Pule 7 1 0 -1

JUMLAH 51 38 -13

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 95


III. JABATAN FUNGSIONAL UMUM
BEZET
KEBUTU
KELAS HARGA TING
NO NAMA JABATAN STRUKTURAL UNIT ORGANISASI
JABATAN JABATAN
HAN
PEGA
KET.
PEGAWAI
WAI
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Pengelola Bahan Perencanaan Puskesmas Karang Pule 6 2 0 -2

2 Pengelola Keuangan Puskesmas Karang Pule 6 3 2 -1

3 Pranata Teknologi Informasi Komputer Puskesmas Karang Pule 7 1 0 -1

4 Pengadministrasi Umum Puskesmas Karang Pule 5 5 3 -2

5 Pengelola Kepegawaian Puskesmas Karang Pule 6 1 0 -1


Pengemudi Ambulan/Puskesmas
6
Keliling
Puskesmas Karang Pule 4 2 1 -1

7 Petugas Keamanan Puskesmas Karang Pule 4 1 0 -1

8 Pramu Kebersihan Puskesmas Karang Pule 4 2 0 -2

9 Penjaga Malam Puskesmas Karang Pule 4 1 0 -1

10 Perawat Terampil Puskesmas Karang Pule 5 2 2 0

11 Bidan Terampil ( CPNS ) Puskesmas Karang Pule 5 0 0 0

12 Perekam Medis (CPNS) Puskesmas Karang Pule 5 1 1 0

JUMLAH 21 9 -12

Totala I + II + III 72 47 -25


Sumber: Sub Bagian Tata Usaha Puskesmas Karang Pule 2021

Keterangan:

Bezetting dan Kebutuhan Pegawai di Puskesmas tahun 2021


Dari hasil penghitungan kebutuhan pegawai dan beban kerja
berdasarkan Permen PAN-RB Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020
tentang Pedoman Analisis Jabatan dan Analisis Beban Kerja didapatkan jumlah
tenaga yang dibutuhkan oleh Puskesmas Karang Pule sebanyak 72 orang.
jumlah tenaga SDM PNS yang ada saat ini sebanyak 47 orang atau minus 25
orang.

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 96


Sekian Profil Kami Semoga Bermanfaat

Profil Puskesmas Karang Pule Tahun 2021 / KATA PENGANTAR Halaman 97

Anda mungkin juga menyukai