TH 2021
FPIK UNMUH-PNK ISSN 2541 – 3155
Abstrak
Udang vannamei merupakan komoditi yang mendominasi pertambakan dipesisir wilayah Kalimantan
Barat. Usaha budidaya tersebut tumbuh pesat dengan resiko penyebaran penyakit yang juga tinggi.
Serangan penyakit yang paling umum dan sering ditemukan pada budidaya udang vannamei adalah WSSV
(White spot Syndrome Virus) Identifikasi penyakit virus WSSV di SKIPM Pontianak dilakukan dengan dua
metode yang berbeda yaitu metode PCR Konvensional dan Portable Kit PCR. Metode PCR konvensional
merupakan salah satu alternatif untuk deteksi penyakit virus yang cukup akurat dan relatif lebih murah, jika
dibandingkan dengan metode lain yang sedang berkembang saat ini seperti metode PCR Portable Kit yang
proses deteksi lebih singkat karena tidak memerlukan tahap elektroforesis. Melihat dari kelebihan dan
kekurangan masing- masing metode tersebut, sehingga menimbulkan alasan untuk mengetahui lebih lanjut
tentang presisi dan akurasi sensitivitas dari kedua metode tersebut dalam mendeteksi infeksi virus WSSV
pada udang vannamei. Pengamatan dilakukan pada variabel plasmid kontrol (+) masing – masing kit uji,
plasmid DNA sampel dan plasmid DNA virus WSSV dengan indikator hasil pemeriksaan positif, negatif,
terdeteksi maupun tidak terdeteksi. Setiap hasil pemeriksaan variabel pengamatan akan diberi nilai
pembobotan tertentu, untuk mengetahui presisi dan akurasi sensitivitas dari kedua metode PCR dalam
mendeteksi infeksi virus WSSV pada udang vannamei.
Kata kunci: deteksi WSSV; PCR IQ 2000; PCR Portabel Kit; perbandingan metode; nilai pembobotan
Abstract
The cultivation business is growing rapidly with a high risk of spreading the disease. The most common
disease attack and often found in vannamei shrimp farming is WSSV (White spot Syndrome Virus). WSSV
virus disease identification in SKIPM Pontianak was carried out by two different methods namely
Conventional PCR and Portable PCR methods. The conventional PCR method is an alternative for the
detection of viral diseases that is quite accurate and relatively inexpensive, compared to other methods that
are currently developing, such as the PCR Portable Kit method, which has a shorter detection process
because it does not require electrophoretic stages. Seeing the advantages and disadvantages of each of these
methods, giving rise to reasons to find out more about the precision and accuracy of the two methods in
detecting WSSV virus infections in vannamei shrimp. Observations were made on the control plasmid
variables (+) of each test kit, plasmid DNA samples and DNA plasmids with WSSV virus with positive,
negative, detectable or undetectable test indicators. Each examination result of the observation variable will
be given a certain weighting value, to determine the precision and accuracy of sensitivity of the two PCR
methods in detecting WSSV virus infections in vannamei shrimp.
Keywords: WSSV detection; IQ 2000 PCR; Portable PCR Kit; method comparison; weighting value
54
JURNAL RUAYA VOL. 9. NO. 1. TH 2021
FPIK UNMUH-PNK ISSN 2541 – 3155
55
Sesuai dengan acuan yaitu IQ-2000TM – Prosedur kerja elektroforesis yang
WSSV, peralatan yang digunakan adalah: digunakan adalah sampel atau DNA template
Thermal cycler dengan ukuran block sampel hasil amplifikasi sebanyak 8 µl ditambahkan
untuk tube 0,2ml, Microcentrifuge (12000 rpm, dengan 2 µl 6x Loading dye, kemudian
d=5 to 8cm), Kotak Electrophoresis, UV dielektroforesis dengan menggunakan gel
transilluminator, Vortex mixer, Heating block, agarose 2% yang direndam dengan TAE buffer
Micropipette dan Kamera polaroid dengan dengan kekuatan listrik 110- 125 V selama 35-
system photo digital. 45 menit. Setelah elektroforesis, agarose
Sedangkan metode PCR Portable Kit, direndam dalam larutan Ethidium Bromide (10
menggunakan acuan IQ Plus™WSSV Kit with µl EtBr dilarutkan ke dalam 100 ml aquadest)
POCKIT Manual, alat yang digunakan meliputi, selama 10 menit, kemudian agarose direndam
POCKIT™ Nucleic Acid Analyzer:iiPCR - dengan aquadest selama 10 menit (pencucian
Portable instrument untuk IQ Plus™ Detection berulang). Agarose hasil pencucian diamati
Kit, cubee™ Mini -Centrifuge, Micropipette dan pada UV tansilluminator dan dilakukan
filter tips. analisis.
Prosedur identifikasi virus WSSV pada Prosedur kerja identifikasi virus WSSV
udang vannamei dengan PCR konvensional pada udang vannamei dengan PCR POCKIT
melalui tiga tahapan kegiatan Yaitu: ekstraksi, melalui dua tahapan kegiatan yaitu: ekstraksi
amplifikasi dan elektroforesis. dan amplifikasi.
Adapun prosedur kerja ekstrasi adalah Adapun prosedur kerja ekstraksi
pertama tempatkan sampel kedalam tube ukuran dengan PCR POCKIT yang digunakan
1,5ml yang berisi 600ul DTAB solution. adalah pertama ekstraksi asam nukleat berupa
Kemudian hancurkan sampel didalam tube DNA dilakukan dengan teknik spin column
dengan menggunakan pastel sekali pakai. secara bersamaan (simultaneous), asam nukleat
Inkubasi sampel pada suhu 750C selama 5 menit, berupa campuran DNA dan RNA selanjutnya
kemudian dinginkan pada suhu ruang. Vortex digunakan dalam proses amplifikasi. Sampel
dan endapkan cairan, kemudian tambahkan organ bisa berupa pleopod (50 mg) atau 10 ekor
0,7ml chloroform, vortex lebih kurang 20 detik untuk ukuran PL atau 20 mg hepatopancreas.
dan sentrifuge 12.000g (12.000rpm =5~7cm) Sampel dimasukan dalam mikrotube 1,5 mL
selama 5 menit. Pindahkan 200µl cairan pada ditambahkan 500 µL larutan-1 (larutan lysis)
bagian atas kedalam tube 1,5ml yang baru, kemudian dihancurkan dengan pestel. Setelah
tambahkan 100µl CTAB solution dan 900µl semua bahan uji lisis atau hancur ditambahkan
ddH2O, vortex, kemudian inkubasi pada suhu 500 µL larutan-2 (larutan yang mengadung
750C selama 5 menit. Selanjutnya Dinginkan alkohol sebagai pengikat DNA) dan
disuhu ruang dan sentrifuge 12.000g selama 10 dicampurkan dengan baik dan diendapkan
menit. Pindahkan supernatan secara hati-hati, (spin) selama satu menit untuk memisahkan
tambahkan 150 µl Dissolve Solution, inkubasi protein dan asam nukleat. Sebanyak 500 µL
pada suhu 750C selama 5 menit, kemudian supernatan yang mengandung asam nukleat
dinginkan pada suhu ruang. Sentrifuge 12.000g (DNA) dipindahkan ke dalam spin-column
selama 5 menit. Pindahkan cairan bening tube, kemudian diendapkan (spin) selama satu
kedalam tube 1.5ml yang baru, dan tambahkan menit, lalu cairan yang ada di dalam tabung
300 µl ethanol 95%. Vortex, sentrifuge 12000g penampung dibuang, sedangkan asam nukleat
selama 5 menit, kemudian bilas pellet dengan berada pada bagian dasar spin column. Untuk
200µl etanol 75%, endapkan, keringkan pellet pembilasan ditambahkan larutan-2 kembali
dan tambahkan ddH2O atau TE buffer. sebanyak 500 µL pada spincolumn, diendapkan
Sedangkan prosedur kerja PCR IQ selama 3 menit lalu larutan yang tertampung
2000TM Amplifikasi dilakukan dengan pada tabung dibuang. Pindahkan spincolumn
menggunakan Thermal cycler. Reagen First PCR (yang mengandung asam nukleat DNA) pada
Kit IQ 2000 disiapkan dan dimasukkan ke dalam 1,5 mL tabung mikro baru dan tambahkan
mikrotube 1,5 ml dengan komposisi 7,5 µl First pelarut/elution asam nukleat sebanyak 200 µL
PCR Premix, 0,5 µl IQzyme, 2 µl DNA template (untuk sampel jaringan) dan 400 µL (untuk
(sampel, kontrol +, kontrol -). Proses amplifikasi sampel hepatopankreas) kemudian diendapkan
dimulai pada tahap 1 (First PCR) dengan suhu (spin) selama satu menit. Selanjutnya asam
94oC, 62oC, 72oC, dan 20oC. Setelah First PCR, nukleat yang didapat, digunakan untuk
ditambahkan Nested PCR yaitu sebanyak 14 µl amplifikasi WSSV. Untuk jumlah sampel
Nested PCR Premix dan 1 µl IQzyme. tersebut di atas akan menghasilkan konsentrasi
Amplifikasi tahap 2 (PCR Nested) pada suhu: DNA 10-100 ng/µL.
94oC, 62oC, 72oC, dan 20oC.
56
Adapun prosedur kerja amplifikasi Hal tersebut dapat terjadi, dikarenakan
adalah WSSV diamplifikasi menggunakan IQ tingkat virulensi virus yang rendah, sehingga
PlusTM WSSV Kit dan IQ PlusTM IMNV Kit. kerusakan yang muncul pada udang tidak dapat
terdiagnosa secara makroskopis. Rendahnya
Sebelumnya persiapkan Premix pack (dalam
tingkat virulensi virus tersebut dapat disebabkan
mikrotube) yang mengandung (dNTPs, spesifik oleh faktor salinitas perairan. Menurut Hardyta
primer WSSV, flourescent probes dan enzim) (2014), semakin rendah salinitas air pada media
dalam bentuk pelet kering kemudian pemeliharaan udang, maka semakin rentan
ditambahkan 50 µL premix buffer sebagai udang terhadap infeksi WSSV. Hal ini ditandai
pelarut premix (larutan yang telah dilarutkan dengan tingkat mortalitas yang semakin tinggi
harus segera digunakan dalam waktu kurang saat salinitas semakin rendah. Fakta lain
dikemukakan oleh Edison (2009), menyebutkan
dari satu jam) dan dilanjutkan pada proses
bahwa infeksi WSSV pada udang penaeid ada 3
berikutnya. Ambil atau tambahkan 1 loop (loop jenis. Tipe I infeksi akut atau sub akut, tingkat
plastik tersedia dalam kit) asam nukleat DNA keparahan jaringan adalah sedang sampai tinggi,
uji ke dalam larutan premix. Selanjutnya semua kematian terjadi dalam waktu 7 – 10 hari, dan
premix dan DNA di masukkan ke dalam R- udang memiliki bintik putih pada karapas. Tipe
Tube, kemudian R-tube diletakkan pada holder II (parachute) udang tampak memerah, tingkat
yang telah tersedia dengan posisi baik dan benar keparahan jaringan yang terinfeksi sangat tinggi
dan terjadi kematian masal dalam waktu 2 – 3
dengan menggunakan sarung tangan, karena
hari. Tipe III (kronis) dimana infeksi yang
bagian bawah R-tube berupa tabung gelas dialami oleh jaringan rendah sehingga bintik
optikal yang berpengaruh dalam proses putih dan kemerahan pada udang tidak tampak.
deteksi/membaca dengan bantuan flourescent. Kemudian disebutkan pula bahwa kematian akan
Bagian atas R-tube diberi label kemudian tejadi lebih lama yaitu 15-28 hari.
setelah tertutup dengan baik, rangkaian R-tube Sehingga fase penyerangan virus WSSV
yang masih berada pada tahap awal (III), tidak
dimasukkan ke dalam mesin Pockit. Pada alat
menunjukkan gejala bintik putih yang terbentuk
dipilih panjang gelombang 520 nm + 550 nm, dari penumpukkan garam-garam mineral pada
selanjutnya mesin dijalankan dengan menekan lapisan epitel karapas. Selain itu udang juga tidak
tombol ”Run” sesuai dengan petunjuk. menunjukkan perubahan tingkah laku yang
mengarah pada gejala klinis serangan WSSV,
3. HASIL DAN PEMBAHASAN seperti yang dikemukakan oleh Amrillah, et.al.
(2015), jika udang terinfeksi WSSV akan
A. Gejala Klinis
mengalami perubahan tingkah laku yaitu
Menurut Subyakto Slamet, et.al. (2009),
menurunnya aktifitas berenang, kurangnya
bahwa WSSV merupakan virus yang menyerang
keseimbangan dalam berenang, dan tidak
sistem organ krustasea yang menyebabkan
terarah. Selain itu udang lebih sering berenang
bercak putih pada permukaan eksternal udang
bergerombol di tepi tambak dan berenang ke
sehingga menyebabkan kerugian berupa
permukaan.
kematian yang tinggi (mortalitas) mencapai
100% dalam waktu 3-19 hari post infeksi. Tetapi
rata – rata sampel yang diterima di SKIPM B. Pemeriksaan Organ Target
Pontianak tidak menunjukkan gejala klinis Organ target utama yang diinfeksi oleh
kearah diagnosa terinfeksi virus WSSV. virus WSSV yaitu epitel kulit (kutikula), insang,
Sehingga hal ini dapat memberikan diagnosa dan jaringan ikat. Tetapi WSSV cenderung
awal pada kesimpulan gejala klinis sampel uji menginfeksi dengan frekuensi yang kecil pada
bersifat sehat dan normal. Namun demikian, hepatopankreas, kelenjar epitel antenna, sel
selama penelitian dijumpai beberapa sampel organ limfoid, syaraf, dan fagosit pada hati
yang tidak menunjukkan gejala klinis terinfeksi (Edison, 2009).
virus WSSV pada diagnosa awal, namun Selama penelitian pemeriksaan organ
teridentifikasi positif terinfeksi virus WSSV. target dari karapas, kaki jalan dan insang tidak
Secara fisik hampir semua sampel uji tidak menunjukkan adanya tanda gejala klinis dari
menunjukkan gejala klinis terserang penyakit infeksi virus Vannamei. Karapas dan insang
White Spot Syndrome Virus (WSSV), karena sampel uji tidak mengalami perubahan warna,
tidak terlihat adanya bercak putih pada tubuh
tekstur daging juga masih kenyal dan utuh.
udang.
Demikian pula dengan organ target
hepatopankreas sampel uji masih berwarna
57
merah, tidak mengeluarkan bau menyengat dan Tabel 3. Prevalensi Serangan Virus WSSV
tidak terjadi kerusakan jaringan secara ∑ sampel Prosentase
Bulan ∑
makroskopis. Hepatopankreas yang terindikasi no.
Sampel terinfeksi Pravelensi
(th.2018)
terinfeksi virus vannamei, biasanya akan penyakit
58
dihasilkan atau baik buruknya kualitas DNA Tabel 5. Data Pengamatan Hasil Interpretasi
hasil ektraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor PCR Portable Kit
yaitu pada saat ekstraksi dan kondisi sampel. Plasmid DNA
Anam (2010) dalam Mulyani et al. (2011) Plasmi Sampel
Plasmid DNA WSSV
menyebutkan bahwa proses homogenasi n
Bulan d Tidak Tidak
o Terdeteks Terdeteks Terdeteks
menggunakan vortex mix dapat membantu (+)
i
terdeteks
i (+) i (-)
terdeteks
proses pelisisan, namun dapat menyebabkan i i
DNA terpotong-potong sehingga menyebabkan 1 April 14 13 2 2 10 0
terbentuknya beberapa pita DNA (smear) ketika 2 Mei 14 14 0 0 14 0
di elektroforesis. 3 Juni 14 12 2 0 12 2
4 Juli 14 13 1 1 12 1
5 Agustus 14 13 1 1 12 1
Tabel 4. Data Pengamatan Hasil Interpretasi 6 Septembe 14 13 1 0 13 1
PCR konvensional r
Plasmid Plasmid
Plasmid
DNA DNA Plasmid DNA WSSV Hasil Pembobotan PCR Konvensional dan
(+) PCR Portable Kit
Virus Virus
no Bulan Data hasil interpretasi pemeriksaan
Tidak
520 550 Tidak Terdeteksi Terdeteksi
nm nm
Terdeteksi
terdeteksi (+) (-)
terde- PCR Konvensional dan PCR Portable Kit
teksi dirangkum dalam bentuk tabel yang berisi data
1 April 14 14 2 14 2 12 0 rekapitulasi pengamatan setiap bulan dan grafik
2 Mei 14 14 0 14 0 14 0 (prosentase) data rekapitulasi pengamatan setiap
3 Juni 14 14 0 13 1 13 1
4 Juli 14 13 1 14 1 13 0
bulan. Pembobotan dilakukan dengan
5 Agustus 14 14 1 14 1 13 0 memberikan nilai tertentu pada setiap deteksi
6 September 14 14 0 14 1 13 0 variabel DNA yang diamati yaitu plasmid DNA
sampel, plasmid DNA kontrol positif dan
plasmid DNA virus WSSV, dengan nilai bobot
Interpretasi Pemeriksaan PCR Portable Kit sebagai berikut:
Data hasil interpretasi pemeriksaan Nilai 1, artinya 1 plasmid DNA terdeteksi dan
PCR Portable Kit disajikan dalam bentuk tabel 2 plasmid DNA tidak terdeteksi.
yang berisi data rekapitulasi pengamatan harian Nilai 2, artinya 2 plasmid DNA terdeteksi dan
dan grafik data rekapitulasi pengamatan harian. 1 plasmid DNA tidak terdeteksi
Pengamatan dilakukan pada variabel plasmid Nilai 3, artinya 3 plasmid DNA terdeteksi dan
kontrol (+) IQ Plus (520nm dan 550nm), plasmid 0 plasmid DNA tidak terdeteksi.
DNA sampel (550nm) dan plasmid DNA virus
WSSV (520nm) dengan indikator hasil Nilai yang didapatkan kemudian dijumlahkan
pemeriksaan positif, negatif, terdeteksi maupun
tidak terdeteksi. tiap bulannya untuk mengetahui jumlah total
Pengujian menggunakan Pockit Plasmid kontrol positif, DNA sampel dan DNA
Nucleic Acid Analyzer pada mobile-PCR ini virus WSSV, yang mampu terdeteksi oleh
berdasarkan pada prinsip multiplex iiPCR untuk metode pemeriksaan PCR Konvensional
mendeteksi virus pada udang. Penambahan maupun PCR Portable Kit. Selama penelitian
primer spesifik dan probe hidrolisis data harian yang diamati berjumlah 14 sampel uji
berfluorescent digunakan untuk menghasilkan setiap bulannya, jumlah tersebut merujuk pada
sinyal yang akan berpendar pada saat berikatan data selama masa observasi yang dilakukan tiga
dengan DNA virus yang terdapat pada sampel. bulan sebelum penelitian. Berdasarkan laporan
Primer dan probe tersebut akan berikatan dengan
virus target (pada urutan asam nukleat tertentu), rekapitulasi IKM/5.4.5/SKI-SPO(IQ 2000TM-
namun tidak akan bereaksi dengan DNA genom WSSV) bulan April, Mei dan Juni tahun 2018,
udang dan asam nukleat dari patogen lain. Primer rata-rata setiap bulan di Laboratorium SKIPM
dan probe untuk internal kontrol akan berikatan Pontianak menerima sampel uji WSSV berkisar
dengan gen “house keeping” dari udang (IQ+ antara 14 sampel hingga 16 sampel uji setiap
user manual, 2012). bulannya.
Analisis dengan PCR Pockit tidak Data bulanan tersebut kemudian
memerlukan tahapan sebelum amplifikasi untuk dikompilasi untuk mengetahui lebih lanjut
pengecekkan DNA/RNA hasil ekstraksi. Selain tentang presisi dan akurasi sensitivitas dari kedua
itu, kondisi sampel dan kualitas DNA/RNA hasil metode PCR dalam mendeteksi infeksi virus
ekstraksi yang telah dilakukan dapat sekaligus WSSV pada udang vannamei. Berikut data tabel
langsung terllihat secara kualitatif pada display rekapitulasi pembobotan selama enam bulan
mesin PCR Pockit. Indikator tersebut menjadi penelitian:
sangat penting untuk mengurangi kemungkinan
kesalahan analisis akibat “false negatif ” yang
disebabkan kualitas DNA/RNA yang kurang
baik.
59
Tabel 6. Rekapitulasi Data Pengamatan oleh dua faktor yaitu kecepatan ekstraksi pada
Pemeriksaan PCR Konvensional waktu ekstraksi dan komposisi penambahan
dan PCR Portable Kit. reagen CTAB-DTAB Solution.
Pembobotan Anomali data (‘?’) yang terjadi karena
Bulan kerusakan DNA sampel uji akan berpengaruh
Konvensional Pockit
April 40 42 terhadap nilai pembobotan, seperti pada salah
Mei 42 42 satu contoh lembar pengamatan di gambar
Juni 38 40 berikut :
Juli 40 42
Agustus 40 42
September 40 42
Total 240 250
60
persentase terhadap kedua metode PCR yang KESIMPULAN
dibandingkan. Berdasarkan hasil penelitian terhadap
perbandingan metode PCR Konvensional
Tabel 7. Prosentase Pembobotan Metode PCR dengan Metode PCR Portable Kit untuk deteksi
Konvensional dan PCR Portable Kit. White spot syndrome virus (WSSV) pada udang
Vannamei, yang dilaksanakan di Laboratorium
Bulan
Pembobotan Skor Prosentase % SKIPM Pontianak selama enam bulan, dapat
Konvensional Pockit Lengkap Konvensional Pockit disimpulkan bahwa Metode identifikasi virus
April 40 42 42 95,24 100 WSSV dengan PCR Portable Kit (IQ
Mei 42 42 42 100 100 Plus™WSSV) lebih tinggi tingkat
Juni 38 40 42 90,48 95,24
Juli 40 42 42 95.24 100 keberhasilannya dalam mengidentifikasi
Agustus 40 42 42 95.24 100 keberadaan plasmid DNA sampel, plasmid DNA
September 40 42 42 95.24 100 virus WSSV dan plasmid kontrol positif WSSV
Rata-rata 95,24 99,21 dibandingkan dengan metode PCR konvensional
(IQ-2000TM – WSSV), yang selama ini telah
diterapkan di SKIPM Pontianak.
Dari prosentase diatas, metode PCR
Konvensional mampu mengidentifikasi virus
WSSV pada udang vannamei sebanyak 95,24 % DAFTAR PUSTAKA
pada bulan April, sedangkan metode PCR
Amrillah. 2015. Dampak Stres Salinitas
Portable Kit mengidentifikasi virus WSSV pada
udang vannamei sebanyak 100 % pada bulan Terhadap Prevalensi White Spot
April. Hal ini menunjukkan bahwa nilai akurasi Syndrome Virus (WSSV) dan Survival
metode PCR Portable Kit lebih baik dari PCR Rate Udang Vannamei (Litopenaeus
Konvensional dalam kemampuan deteksi vannamei) pada Kondisi Terkontrol.
keberadaan plasmid DNA sampel, plasmid DNA Research journal of life science e-issn:
kontrol positif dan plasmid DNA virus wssv. 2355-9926 april-2015 volume 02 no. 01.
Selain itu, angka prosentase untuk PCR Portable Universitas Brawijaya.
Kit berada pada angka 99,21% sedangkan PCR BUSKIPM. 2013. Instruksi Manual Pemeriksaan
Konvensional berada pada angka 95,24%. PCR
Virus Dengan Metode PCR. Juknis PHPI.
Portable Kit menunjukkan nilai yang sangat baik
dari prosentase pembobotannya, karena Latihan Dasar Penjenjangan PHPI.
ketepatan pengujiannya lebih akurat. Jakarta.
Koesharyani (2015) menyatakan, metode Edison, D.P. 2009. Pengaruh Suhu, pH, dan
Extraction Kit (IQ PlusTM Portable Kit) dengan Salinitas yang Berbeda terhadap Aktifitas
teknik spin column menghasilkan asam nukleat Biologis Imunoglobulin Y Anti WSSV
DNA dan RNA yang lebih bersih dan berkualitas (lgY Anti-WSSV) [Skripsi]. Fakultas
tinggi. Dengan demikian kemungkinan Kedokteran Hewan Institut Pertanian
terjadinya “false negatif” akibat kualitas Bogor. 23 hlm
DNA/RNA yang buruk dapat dihindari. Teknik
Genereach Biotechnology Corp. 2013. IQ
ekstraksi pada kit ini dapat mengekstraksi DNA
dan RNA secara bersamaan sehingga 2000TM WSSV Intruction Manual.
menghemat waktu dan hasil analisis dapat lebih Central Taiwan Science. Taiwan.
cepat diperoleh. Genereach Biotechnology Corp. 2014. IQ
Sedangkan deteksi secara PCR Plus™ WSSV Kit with
Konvensional merupakan metode deteksi yang POCKIT(Portable) System Intruction
sangat sensitif dan spesifik, dimana prosedur Manual. Central Taiwan Science. Taiwan.
analisisnya mulai dari ektraksi DNA/RNA, Koesharyani Isti dan Lila Gardenia. 2015.
amplifikasi dan elektroforesis harus dikerjakan Metode deteksi cepat white spot syndrome
secara aseptis di dalam laboratorium yang
virus (wssv) dan infectiuos myonecrosis
terkontrol dan memerlukan alat laboratorium
yang khusus dan rumit. (Koesharyani, 2015). virus (imnv) menggunakan
Dari data dan ulasan tersebut dapat portabel/mobile Polymerase chain
disimpulkan bahwa metode identifikasi virus reaction. Media Akuakultur Vol. 10 No. 1
WSSV dengan PCR Portable Kit (IQ Tahun 2015: 43-49. Pusat Penelitian
Plus™WSSV) lebih tinggi tingkat Pengembangan Perikanan Budidaya.
keberhasilannya dalam mengidentifikasi Mahardika, K.,Zafran, I. Koesharyani. 2004.
keberadaan plasmid DNA sampel, plasmid DNA Deteksi white spot syndrome virus
virus WSSV dan plasmid kontrol positif WSSV (WSSV) pada udang windu (Penaeus
dibandingkan dengan metode PCR konvensional
monodon) di Bali dan Jawa Timur
(IQ-2000TM – WSSV), yang selama ini telah
diterapkan di SKIPM Pontianak. menggunakan polymerase chain reaction
61
(PCR). Junal Penelitian Perikanan
Indonesia.
Mulyani Y, Purwanto A, Nurruhwati I, 2011.
Perbandingan Beberapa Metode Isolasi
DNA untuk Deteksi Dini Koi Herpes
Virus (KHV) pada Ikan Mas (Cyprinus
carpio L.). Jatinangor : Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Universitas
Padjadjaran. Jurnal Akuatika, 8(11): 1-16
Pranawaty., 2012. Aplikasi Polymerase Chain
Reaction (PCR) Konvensional Dan Real
Time PCR Untuk Deteksi White Spot
Syndrome Virus Pada Kepiting. Jurnal
Perikanan dan Kelautan. Vol.3, No.4,
Desember 2012. ISSN : 2088-3137.
Rohman K., 1995. Mengamati White Spot
Secara Seluler. Techner, Edisi 18, Jakarta,
Hal.7-9.
Subyakto Slamet,. 2009. Budidaya Udang
Vannamei (Litopenaeus Vannamei)
Semiintensif Dengan Metode Sirkulasi
Tertutup Untuk Menghindari Serangan
Virus. Jurnal Ilmiah Perikanan dan
Kelautan Vol. 1, No. 2, November 2009.
Balai Budidaya Air Payau (BBAP)
62