Anda di halaman 1dari 43

Bab 1

Fika menatap jauh ke depan titik di depannya ada kekasihnya yang sedang berdua
dengan teman sekelas Vivo.

Kekasihnya dan teman sekelasnya tanpa akrab. Sekali mereka melakukan kontak
fisik yang terlihat mesra. Ucapan dengan Viko di kepala Luna. Cubitan kecil Luna
di lengan piko. Pukulan pelan lunak ketika Viko melemparkan pujian-pujian pada
lunam. Semuanya terlihat jelas.

Fika hanya bisa tersenyum miris. Viko tidak pernah sekalipun melakukan apa
yang cowok itu lakukan padanya. setahun mereka berpacaran tak sekalipun
mereka bersentuhan titik berpegangan tangan pun tidak. tapi, cewek yang
berkedok sebagai teman kekasihnya itu mendapatkan semua yang tidak pernah
Fika dapatkan sebagai kekasih.

Fika mengeluarkan ponselnya dari saku roknya dan mengetikkan sebuah pesan
pada kekasihnya.

Dari : Fika

Kepada : pacarku.

Aku tunggu di atas gedung sekolah pulang nanti. Ada yang mau aku bicarain.

Setelah menekan tanda kirim, sikap pun berbalik pergi titik dalam hati berharap
bahwa pria itu membaca pesannya.

Viko Bastian adalah pria tampan ia merupakan wakil ketua OSIS. Pertemuan
pertama mereka terjadi tidak sengaja ketika Viko dan Fika saling menabrak di
kantin sekolah. Viko yang sedang ngobrol dengan temannya, tertabrak dengan
Fika yang akan duduk dengan tangan masih berisikan nampan yang mana ada
bakso di atasnya.

Berawal dari kejadian itu, Fika yang merupakan adik kelas 1 tahun di bawah Viko
mulai kenal dengan Abang kelasnya tersebut.

Mereka mulai saling menukar pesan dan kabar setelah saling menukar nomor
handphone. Mereka juga mulai tanya kabar, lagi ada di mana, sama siapa, sedang
apa Dan saling menceritakan aktivitas masing-masing.

2
2 minggu berselang, tiba-tiba Viko menembaknya. Pada saat itu Viko
mengajaknya keluar di malam hari. Lalu fiko membawanya berkeliling kota,
hingga fiko membawanya ke sebuah bukit di mana ia bisa melihat pemandangan
kota tempat ia tinggal.

Mereka duduk di pembatasan antar jalan dan tebing ditemani cemilan yang
mereka beli dari supermarket.

Awalnya mereka hanya diam. Fika yang asyik menikmati indahnya malam,
sedangkan Viko sedang menatap lurus ke depan dengan banyak pikiran di
kepalanya. Hingga, "Fik kamu mau nggak jadi pacar aku?"

Viko yang bertanya demikian langsung membuat Fika menatap cowok itu jika
tentu terkejut. Tidak ada hujan ataupun badai cowok di sampingnya mengajaknya
pacaran.

Dadah Fika berdebar. Selama 2 minggu mereka kenalan Fika sudah merasakan
rasa nyaman dan sayang pada Abang kelasnya itu.

Perhatian Viko yang intens membuat hati Fika berbunga-bunga. Harinya yang
awalnya biasa saja, mulai terasa menyenangkan. Fika bahkan gelisah ketika ia
belum mendengar kabar cowok yang duduk di sampingnya.

Lalu ketika cowok di sampingnya yang kini menatapnya itu juga mengajarnya
mempunyai hubungan lebih dari kakak adik kelasnya, jika tentunya senang. Tapi,
"kakak serius? Bukannya kakak lagi pacaran dengan kak Luna?"

Viko tertawa tapi tawanya bukanlah tawa biasa titik taqwa yang menyimpankan
rahasia yang diabaikan Fika saat itu. "Luna hanya sahabatku. Lagian Luna sudah
jadian dengan Hendri."

"Hendri?"

"Ah, dia ketua tim basket sekolah seberang."

Fika mengangguk, "emangnya kakak sayang sama Fika?"

"Sayang. Kalau nggak sayang kakak nggak mungkin aja kamu jadian, dek." Jawab
Viko. "Jadi? Mau kan jadi pacar kakak?"

Fika mengangguk. "Iya kak. Fika mau."

Ya, malam itu mereka jadian. Fika senang bukan main. Siapa yang tidak senang
ketika jadian dengan kakak kelas yang merupakan pacar impian di semua kelas.
Bahkan keesokan harinya banyak gadis-gadis di sekolah yang iri dengannya.

3
Tapi, semuanya hanya bertahan 2 bulan. Dimulai dari terhembusnya kabar kak
Luna putus dengan kekasihnya, Hendri.

Ya, semenjak itu kak Viko berubah. Jika 2 bulan mereka berhubungan Viko
membuatnya menjadi prioritas cowok itu, maka kali ini tidak. Di malam kabar
putusnya kak Luna dengan Hendri berhembus di malam itu juga mereka ada
janjian kencang, menonton bioskop malam itu mereka janjian bertemu di bioskop.
Fika yang tiba duluan langsung membeli tiket dan cemilan untuk menonton
nantinya ketika menunggu Viko tapi kekasihnya itu tak kunjung datang.

Fika mencoba menghubungi Viko, tapi tidak diangkat. Hingga ketika bioskop
akan tutup Fika dapat notif chat yang membuat kita sedih marah dan kecewa.

Dari: kekasihku

maaf dek. Kakak nggak bisa datang. Luna lagi sedih di rumahnya dan kakak
nggak tega ninggalin. Luna baru aja putus dari kekasih bajingannya. Nanti ya,
kakak janji kakak akan ganti kencan kita hari ini. Maaf ya dek.

Malam itu Fika pulang dengan kekecewaan. Tapi Fika berusaha berpikir positif.
Ia akan menunggu penjelasan pacarnya itu besok

Keesokan harinya. Fika hampir terlambat ke sekolah karena menunggu Viko yang
selama dua bulan ini mengantar jemputnya.

Setibanya ia di sekolah, jam pertama sudah akan di mulai hal itu membuat Fika
tidak bisa menghampiri Viko langsung.

Ketika bel istirahat pertana berbuny, begitu juga ketika guru keluar. Fika langsung
beranjak dari kursinya menuju kelasnya Vika. Tapi kesedihan yang di dapatnya
ketika menemukan di tengah jalan kekasihnya itu maiah merangkul Luna semban
menghibur sahabatnya itu.

Fika yang hancur modnya langsung menjauh dari sana la mencoba berpikir
positif, bukankah wajar jika teman menghibur temannya yang sedang sedih?

Dua hari setelahnya mood Fika membaik kembali ketika kekasihnya itu
mengajaknya kencan demi membayar kencan mereka yang tidak jadi Fiko pun
langsung bersiap. la berjan tidak akan bertanya mengenai yang lalu. la hanya ingin
menikmati kencan mereka.

Tapi mood Fika langsung terjun bebas ketika melihat bukan kencan hanya mereka
berdua yang dimaksud Viko. Tapi kencan bertiga Ada dia. Viko dan Luna.

Yo. gadis itu ada di samping kekasihnya. Mereka berdua sedang ngobrol seru.
Bahkan sesekali Viko menyelipkan anak rambut nakal kak Luna.

4
Mereka bahkan tidak menyadari kehadirannya. Hanya setelah la menyapa mereka
berdua baru keduanya sadar keberadaan Fika.

Sepanjang menonton Pika merasa sendiri Kekasihnya malah sibuk dengan sahabat
kekasihnya itu. Mereka tertawa bersama. saling berbisik dan saling menyuapi
cenilan yang mereka beli.

Fika berhasil menahan air matanya yang akan jatuh. Hatinya remuk melihat
kemesraan itu. la memilih diam dan berharap bisa ketika pulang nanti la bisa
bicara berdua dengan pacarnya itu.

Namun harap hanyalah harapan. Viko lebih menih mengantar Luna pulang
ketimbang dia. Kekasihnya itu bahkan meninggalkannya begitu saja di lobi mall
ketika mendengar rengekan Luna meminta pulang karena mengantuk.

Semuanya berlanjut begitu saja. Ketika Fika meminta waktu Viko untuk
menanyakan mengenai hubungan mereka. Viko malah membentaknya. Lelaki itu
membentaknya karena tidak mengerti dirinya yang sedang sibuk karena
pencalonan dirinya menjadi wakil osis.

Fika bukannya tidak mengerti. Fika mengerti makanya ia mendatangi Viko ketika
pria itu sedang berbincang dengan Luna. Fika pikir Viko sedang tidak sibuk. Tapi
ia salah.

Semuanya berlalu begitu saja. Hingga suatu malam, ketika Rian. sahabat Viko
mengundangnya datang kepesta ulang tahunnya. Fika yang menghargai undangan
memilih datang. Ia menunggu kabar dari Viko apakah mereka datang bersama.
Tapi tidak ada satu pun kabar sampai padanya. Hingga Fika pun memilih datang
sendiri

Fika datang menggunakan gaun berwarna baby pink selutut di temani high
hillsnya berwarna sama. Ia memakai tas selempang berwarna putih. Wajahnya di
rias natural dengan rambut bergelombangnya di biarkan tergeral. Fika membawa
sebuah paperbag lain berisikan kado untuk kak Rian.

Sesampainya di pesta, Fika di sambut hangat. Walaupun banyak yang bertanya


kenapa datang sendiri? Kemana Viko? Banyak juga yang berbisik bahwa Viko
datang denga Luna.

Bukan rahasia lagi bahwa hubungan mereka berantakkan. Banyak yang


mencemoohnya karena selama ini berharap banyak di hubungannya dengan Viko.
Banyak yang mencibirnya terlalu bodoh karena tidak melihat bahwa ia hanya
pelarian dari cowok itu. Karena Fika baru sadar beberapa hari setelah kak Luna
putus. bahwa mereka jadian sehari setelah kak Luna jadian dengan Hendri.

5
Fika memilih untuk ada di pojok tempat pesta. Kebetulan pesta yang diadakan kak
Rian berada di belakang rumah kak Rian yang ada kolam berenangnya.

Suara-suara heboh mengalihkan lamunan Fika. Di sana di tengah keramaian ada


kekasihnya dengan kak Luna yang merangkul lengan Viko mesra.

Mereka berdua tampak serasi dengan pakaian yang berwarna sama. Viko dengan
kemeja fit bodynya berwarna merah marun dan celan jins serta sepatu hitam
mengkilat miliknya. Begitu juga Luna dengan dress press body tanpa lengan di
atas lutut berwarna merah. Menggunakan high hills merah dengan tali
mengelilingi kakinya Waiahnya di noles sedemikian runa sehinggamenghasilkan
daya tarik begitu juga dengan rambut lurusnya yang di biarkan bergerai begitu
saja.

Sungguh remuk redam dada Fika. Ia tidak tahu bagaimana bertindak. Mereka
belum putus tapi ia tidak bisa protes begitu saja ketika karena ia berada di pesta
orang.

Fika hanya bisa menghapus setetes air mata yang mengalir di pipinya. Ia memilih
untuk lebih masuk kepojok dimana ada sebuah pohon rindang yang bisa
menghalangi orang untuk melihatnya.

Pesta pun di mulai tapi Fika tidak menikmatinya. Ia hanya ingin acara utama
berlangsung dengan cepat sehingga ia bisa mengucapkan selamat, memberikan
kado pada kak Rian lalu pulang. Ia tidak mau lebih lama lagi terlihat bodoh.

Syukurnya acara utama cepat berakhir. Kini acara hiburan.

Fika pun langsung bergerak di kegelapan di tengah hiruk pikuk muda-mudi yang
sedang berjoget ria.

Fika melihat kesana-kemari dan menemukan Kak Rian yang berjalan ke dalam
rumahnya menemani mamanya. Fika pun mengikuti kak Rian. Anggaplah ia tidak
sopan, tapi ia sungguh tidak peduli.

Tapi langkah Fika terhenti ketika suaranya mendengar suara

kekasihnya di balik tembok yang menghalangi ruang tamu

dengan ruang samping ke arah kolam renang.

"Menang banyak kau ya Vik. Pacaran dengan Fika tapi datangnya dengan Luna
Memang berengsek kau." ujar Dimas. teman sekelas Viko. Viko hanya tersenyum
sembari meminum soda kalengnya.

6
"Mendingan kau putusinlah si Fika. Kasihan aku lihatnya. Dia kau jadikan
pelampiasan kau. Sungguh bajingan kau." tambah Juna.

"Betul itu, toh kau jadian dengan Fika karena sakit hati dengan Luna. Sekarang
Luna kan udah buka hati untukmu, jadi untuk apa kau pertahankan Fika?" tanya
Jordi.

"Aku hanya akan putusin dia kalau dia minta. Lagian dia bodoh aja, udah tahu aku
selingkuh malah lempeng aja. Betul kata Luna bahwa ia hanga butuh
popularitasku. Jika ia putus dariku mana ada yang mau melihat dia? Jelek dan
gendut gitu." jawab Viko kejam.

"Kejam kali kau. Jangan permainkan anak gadis orang. Jika kaugak suka putus."
seru Jordi yang sebenarnya geram dengan Viko.

"Tapi betulan Luna ngomong gitu?" tanya Juna kurang percaya yang di balas
anggukan oleh Viko.

"Tapi menurutku sih gak juga Vik. Yang kulihat Fika bukan cewek gitu deh.
Orang polos gitu."

Viko terkekeh mengejek, "Polos? Kau tertipu kalau begitu. Cewek seperti dia itu
butuh perhatian lebih. Posesif. Aku enek harus setiap jam chat dia romantis.
Dia..."

Fika tidak mendengarkan apa lagi ketika telinganya di tutupi hearphone yang
mengalunkan musik. Fika terkejut dan lebih tidak percaya ketika kak Rian
pelakunya.

"Ikut kakak." ujar Rian sembari menariknya menjauh.

Fika tidak tahu ia di bawa kemana, yang ia tahu sekarang hatinya mati rasa.
Semua hinaan yang di dengarnya dari orang yang disayangnya membuatnya sakit
bukan main sampai-sampai rasanya dia sudah mati rasa.

Semenjak mendengar kebenaran itu air mata Fika mengalir dengan deras. la tidak
tahu mengapa cowok yang disayanginya itu tega menghancurkannya sedemikian.
Fika tidak pernah meminta perhatian, perlakuan romantis atau memaksa cowok itu
untuk menghubunginya terus menerus.

Benar Fika akan kepikiran ketika Viko tidak menghubunginya. Tapi, Fika tidak
pernah mengatakannya. Ia hanya menunggu dengan gelisah. Cowok itu yang terus
menerus menghubunginya ketika awal-awal perkenalan mereka.

Dan betapa bodohnya ia bertahan di atas semuanya itu. Sudah pasti Viko dan
Luna menertawakan kebodohannya.

7
"Fika... Fika..."

Alunan musik yang diabaikannya berganti dengan suara kak Rian. Fika berusaha
menenangkan diri lalu menghapus air matanya walaupun sia-sia karena air mata
itu tetap mengalir bagaikan keran bocor.

Dengan tersendat-sendat Fika berbicara pada Rian. "Ma....maaf kak... Hiks...


Fika... Fika.... Buat kacau... Ini. selamat ulang tahun kak..."

Rian menerima bingkisan Fika. "Terima kasih. Kamu gak pa-pa?"

Fika menggeleng, "Bohong kalau aku bilang gak papa. Hanya mungkin ini sudah
jalannya. Dengan ini Fika tahu mau buat apa."

Rian menggangguk, "Kalau kamu butuh sesuatu kamu bisa

datangi kakak."

Fika kembali menggeleng, "Terima kasih kak. Aku bisa sendiri. Sekali lagi
selamat ulang tahun kak. Maaf nangis di pesta kakak." Fika terkekeh diakhirnya.
"Fika pamit ya kak."

Rian mengangguk, "Biar supir kakak yang antar. Tuh udah di

tunggu."

"Makasih kak."

Rian mengangguk. "Sampai dirumah istirahat. Jangan pikirin apa pun."

Fika mengangguk, "Kalau begitu Fika pulang dulu kak. Makasih bantuannya."

Fika beranjak memasuki mobil yang di sediakan kak Rian. la tidak menatap
kebelakang. Ia sudah memutuskan bahwa biarlah ia menangis malam ini, tapi
besok ia akan mengakhiri semuanya.

Rian yang melihat kepergian adik kelasnya itu mengepalkan

tangan marah. Ia sudah pernah peringatkan Viko dan Luna, tapi kedua temannya
itu bebal.

Rian pun memasuki pestanya. Ia menatap datar pestanya dan menatap tajam pada
pasangan yang sedang berbincang mesra di hadapannya. la harus bertindak.

8
Bab 2
Fika menatap jam tangannya, sudah 3 jam ia menunggu di rooftop dan hingga saat
ini pria yang masih menjadi kekasihnya belum menampakkan diri.

Langit yang awalnya cerah kini mendung. Awan hitam menutupi langit
menandakan hujan akan segera turun. Dan betul saja, rintik hujan mulai turun
mengenai tubuh Fika.

Fika hanya bisa tersenyum miris. la sudah akan menyandang tasnya ketika
merasakan pergerakan dari sampingnya.

Fika sadar bahwa itu adalah cowok yang ditunggunya. Dari

aroma parfum yang tersamarkan dengan aroma parfum lain. Fika tersenyum miris.

Fika meletakkan kembali tasnya di sampingnya. Lalu menatap kedepan. Lama


mereka terdiam.

"Kamu mau ngomong apa? Mau sampai hujanan kita di sini? Tahu

gini aku gak datang. Dasar menyusahkan." gerutu Viko yang

sudah beranjak berdiri. Fika tersenyum samar. "Mari kita putus." ujar Fika
akhirnya. Tak ada air mata hanya ada senyum miris tanpa melihat Viko.

Keduanya terdiam. Fika menunggu reaksi Viko, sedangkan Viki menatap dalam
gadis yang masih duduk di bawahnya ini.

Hujan semakin deras membasahi mereka berdua. Tapi mereka berdua tidak ada
berniat menepi untuk mencari tempat berteduh.

"Terima kasih untuk semuanya. Tiga bulan penuh dengan sayang dan 11 bulan
penuh dengan pengabaianmu akan hubungan kita, akan diriku." Fika menjeda
sejenak untuk menarik nafas dalam. Sungguh dadanya sesak bukan main, tapi ia
harus mengakhiri semuanya. "Terima kasih untuk semua rasa yang sudah abang
berikan. Sayang, cinta, marah, kesal, cemburu, menuggu ketidakpastian. di
selingkuhin. dinomor duakan, di jadikan pelarian, dan untuk semua waktu yang
kita bagi bersama aku ucapka terima kasih."

Fika berdiri lalu menyambar tasnya. Setelahnya ia menghadap Viko yang masih
menatapnya. "Makasih karena sudah memberitahuku bahwa aku hanya gadis

9
bodoh yanh berharap bahwa kita masih bisa mempertahankan hubungan ini. Tapi,
aku sadar bahwa jika hanya aku yang bertahan dengan memegang penuh pada
cintaku maka cintaku itu yang membunuhku perlahan. Oleh karena itu, di akhir
tikaman cinta yang membunuhku ini, sebelum aku tidak punya rasa aku memilih
melepaskan cinta itu. Aku memilih untuk menyelamatkan serpihan hati yang aku
pun gak tahu apakah bisa di satukan lagi atau tidak. Jadi berbahagialah bang"

Fika menjeda lama, ia pun menatap tepat di mata yang ia puja sepenuh hati, di
mata yang ia sadari tidak pernah ada dirinya disana, dimata yang seharusnya ia
sadar bahwa hanya ada kebohongan ketika menatapnya. Lalu disela air matanya
menetes yang bercampur dengan air hujan di pipinya, "Selamat tinggal, bang. Kita
putus."

Fika berjalan keluar dari rooftop. la menuruni anak tangga dengan tangis berderai,
dengan isak tangis memilukan. la mempercepat langkah kakinya hingga berlari
menuju mobil dimana sopirnya sudah menunggunya. "Jalan pak!"

Fika tidak melihat kebelakang. Ia tidak peduli, apakah Viko

mengejarnya atau tidak. la sudah selesai dengan semua yang berhubungan dengan
Viko.

Bodohnya ketika mencintai, ia mencintai sepenuh hati. Salahnya membiarkan


dirinya berlarut-larut dalam hubungan tidak pasti. Salahnya juga hanya karena
sedikit perhatian ia dengan bangganya percaya bahwa seorang Viko Bastian akan
mencintainya. Bodohnya ia baru sadar bahwa kata itu tidak pernah keluar dari
bibir cowok itu.

Sungguh ia bodoh.

Dua bulan kemudian.

Fika sedang berdiri di barisannya setelah mereka selesai melaksanakan upacara


bendera seperti biasanya. Mereka semua masih bertahan di lapangan tapi bisa
membubarkan barisan karena mereka akan mendengarkan pengumuman hasil
pemilihan ketua dan waki osis beserta jajarannya.

beberapa hari ini. Fika selalu di buru Wakil Kepala Sekolah kesiswaan untuk
menerima jabatan dalam osis sebagai bendahara osis. Dan, sudah berulang kali
pula gadis itu menolaknya. Fika hanya berharap bahwa Pak Burhan tidak
melakukan hal yang tidak di inginkan. Jika pak Burhan masih bersikeras, maka
Fika akan lebih bersikeras lagi menolak. la sungguh tidak ingin menjadi pusat
perhatian kembali.

10
Tapi, semua tinggal harapan. Ketika nama ketua, Budi, Wakil ketua Niko dan
seketaris, Jihan. maka Fika meradang ketika namanya dipanggil kemudian
menjadi Bendahara Osis.

Semuanya terkejut bukan main. Fika yang duduk di lapangan basket terdiam.
Semua siswa menatapnya dengan berbagai pandangan. Sedangkan Fika ingin
memaki dan berteriak, kenapa harus dirinya?!

"Kepada anak kami Flka Putri Dermawan silahkan maju kedepan." ujar pak
Burhan sembari tersenyum penuh kemenangan.

"Fik.... Fik.... eh malah bengong. Maju sana di panggil." Seru Tina yang sudah
mendorongnya untuk maju kedepan.

Dengan terpaksa gadis itu berjalan kedepan. Dengan wajah

tertunduk sambil mendumel ia maju. ia menatap tajam pak

Burhan ketika sampai di depan pria paru baya itu yang di balas dengan kedipan
mata.

Bayu. Niko dan Jihan menyalaminya dan mengucapkan selamat bergabung di


osis. Sedangkan Fika hanya tersenyum canggung. la akan berbicara empat mata
dengan pak Burhan untuk menolak penunjukkan dirinya.

Setelahnya nama koordinator-kordinator dan anggota-anggota osis yang lainnya di


panggil. Fika hanya menunduk. ia benci jadi pusat perhatian.

Fika tersadar dari lamunannya ketika Jihan menariknya dan mengandeng


tangannya. "Kita akan sering bersama, jadi mari berteman baik." ujar gadis
berambut lurus sebahu itu.

Fika di tarik mengikuti anggota osis yang lainnya untuk memasuki ruang osis.
Sesampainya di sana ruangan penuh berisikan anggota osis lama dan baru. Akan
diadakan rapat untuk penyerahan semua berkas dan bimbingan singkat dari osis
lama ke osis baru.

Itu berarti diruangan itu juga ada mantan Fika. Sebelum memasuki ruangan Fika
menghela nafas dalam hati ia berpikir bahwa ini akan menjadi hari yang
memberatkan dan melelahkan. Fika harus menguatkan temboknya agar sanggu
berada satu ruangan dengan Viko. Karena setelah mereka putus Fika selalu
berusaha untuk menghindari mantannya itu dan sampai beberapa detik yang lalu
berhasil.

11
Namun, terima kasih dengan pak Burhan karena beliau kini Fika harus berada
diruangan yang sama dengan wakil ketua osis. Ingin sekali Fika memaki pak
Burhan jika tidak ingat bahwa pria parubaya nyentrik itu adalah gurunya.

"Kenapa?" tanya Jihan yang menatap heran Fika.

"Kenapa tidak masuk, Fika?" tanya pak Burhan kemudian saat pria parubaya itu
berada di belakangnya.

Fika membalikkan badannya dan menatap tidak suka pada pak Burhan, tapi
kemudian menghela nafas, "Pak Burhan, bisa kita bicara berdua?"

Pak Burhan menggelengkan kepalanya. "Jika kamu ingin berbicara mengenai


keputusan bapak memilihmu menjadi bendahara osis maka tidak ada yang perlu
kita bicarakan. Itu sudah menjadi keputusan bulat dari kami guru dan Budi, Jihan
dan Niko. Jadi terimalah."

"Tapi pak," rengek Fika sambil menghentakkan tangannya dan menggoyang-


goyang lengan pak Burhan.

"Sudah. kamu terima saja." Pak Burhan pun mendorong Fika

untuk masuk keruangan dimana sudah berkumpul semuanya.

"Pak.." rengek Fika.

"Tidak Fika. Sekarang duduk di samping Jihan." ujar Pak Burhan. "Baiklah!
Sekarang kita mulai rapatnya. Karena tadi sudah perkenalan diri. Bapak hanya
akan menekankan, walaupun osis lama sudah bukan osis lagi, kalian masih
memiliki tugas untuk mengawasi dan membina adik kelas kalian. osis yang baru.
Dan. Osis yang baru, bekerja samalah dengan kakak kelas kalian. Seringlah
bertanya dan berkomunikasi dengan kakak kelas kalian. Untuk keduanya silahkan
bangun relasi yang baik." jelas Pak Burhan.

Selanjutnya, Fika hanya memokuskan pikirannya pada penjelasan pak Burhan.


Tidak ada lagi yang bisa ia lakukan untuk menolak tawaran ini. Ia hanya berharap
bahwa ini terakhir ia berinteraksi dan berada satu ruangan dengan cowok yang
sedari tadi menatapnya.

Fika bisa merasakan bahwa tatapan tajam mantan pacarnya itu selalu berfokus
padanya. Bahkan ketika pak Burhan memanggil namanya, ia tampak tidak fokus
dalam menjawab.

Selesainya wejangan pak Burhan. Fika masih bertahan di ruangan itu. la masih
harus menerima buku besar pembendaharaan osis. la masih bertanya apa yang
harus dilakukan dan mendengarkan penjelasan kak Putri selaku bendahara

12
osisyang lama. Dan beruntungnya ia, kak Putri menjelaskannya dengan baik. Kak
Putri juga menyuruhnya untuk bertanya padanya jika ia membutuhkan sesuatu.

"Bagaimana? Aman?" tanya kak Rian yang menghampiri kami.

"Aman. Kenapa kau kemari?" tanya kak Putri.

"Hanya ingin melihat-lihat." jawab kak Rian santai.

"Bilang aja kau gak bisa lihat yang bening-bening. Lihat Fika yang bening kau
langsung gercep." gerutu kak Putri.

Fika tertawa. "Kenapa tertawa, dik?" tanya kak Putri.

"Kakak bilang gitu, berasa aku bening-bening hingga buat kak Rian datang
kemari. Kakak salah kali, bukan aku. tapi kakak yang mau dilihat kak Rian."

"Kamu memang bening dik. Apalagi setelah putus dengan Viko."

Kak putri langsung menutup mulutnya yang keceplosan. Kak Rian pun
menyenggol Putri dan memberikan tatapan penuh peringatan. Sedangkan Fika
terdiam sejenak. lalu tersenyum kemudia. "Benarkah? Kekuatan move on kak,"
kekeh Fika.

Aa

Fika keluar dari ruang osis ketika ia ingin bertemu dengan pak Burhan, ada yang
harus Fika bicarakan mengenai rencana acara hari guru. Tapi, Fika di tarik tiba-
tiba oleh Viko.

"Abang... Bang Viko..." Ujar Fika berusaha melepaskan tarikan Viko di


tangannya. Bukannya terlepas, malah semakin kuat hingga mereka tiba di
belakang gedung sekolah.

Viko langsung mendorongnya hingga ia membentur dinding bangunan sekolah.


tidak sampai di situ. Viko juga menghimpitnya hingga ia tidak punya ruang untuk
Fika bergerak.

"Apa-apain ini?! Minggir sana" teriak Fika berang. Beraninya cowok ini
memperlakukannya seperti ini.

"Ini yang kamu mau? Benar ini yang kamu mau?" tanya Viko geram. Fika
menatap heran. Ada apa dengan mantan kekasihnya ini?

mengapa bertanya hal yang tidak jelas. "Kamu kenapa bang?

13
Apa maksudmu?"

"Tidak usah berpura-pura bodoh. Kau sengaja kan menggoda Rian di depanku
agar aku cemburu? Kau sengaja dengan trik murahanmu itu menarik perhatianku!
Kau sengaja agar aku melihat dan kita balikkan lagi kan?!"

Fika makin tidak percaya dengan Viko. Bagaimana pria ini bisa berpikiran picik
akan dirinya setelah dua bulan mereka tidak bersua? "Kamu gila! Awas minggir
sana!" ujar Fika marah. la mendorong keras Viko agar menjauh dari dirinya.

"FIKA!"

Bentakan itu membuat terdiam. Ia menatap datar dan tidak menyangka, ia tidak
menyangka bahwa pria ini membentaknya hanya untuk sesuatu yang bahkan ia
tidak tahu apa salahnya.

Setetes air mata pun jatuh di pipinya. Air mata itu membuat

Viko tersadar dari apa yang ia lakukan. Viko akan menghapus air mata Fika tapi
di tepis oleh Fika.

"Kau tak pernah berubah, Vik. Aku tak tahu apa salahku kini, tapi satu hal yang
pasti, apa yang kau katakan tidaklah benar. Semenjak kita putus, tak ada sedikit
pun niatku untuk menarik perhatianmu dengan cara apa pun. Sedetik pun tidak.
Karena, bagiku Kau bukan siapa-siapa. Kau hanya orang asing. Jadi tenanglah,
jauhkan pikiranmu akan diriku. Kita bukan siapa-siapa lagi."

Setelah mengatakan itu, Fika mendorong Viko pelan lalu berhasil memberikan
jarak diantara mereka sehingga Fika bisa keluar dari kungkungan Viko.

14
Bab 3
Fika sedang mencatat dana sosial dari kakak kelasnya dua belas IPA dua. Tadi
pagi mereka mendapatkan kabar berita duka bahwa salah satu orang tua adik kelas
kami. kelas sepuluh atas nama Juna meninggal dunia semalam. Oleh karena itu
kami menggumpulkan dana bela sungkawa dari setiap kelas.

"Terima kasih atas bantuannya, dana yang terkumpul dari kelas ini adalah Rp
70.000. Atas keikhlasan kakak-kakak sekalian kami ucapkan terima kasih" ujar
Niko. "Kami permisi bu!" lanjutnya pamit.

Setelahnya mereka berjalan kekelas selanjutnya, yaitu kelas sebelah, yaitu kelas
dua belas IPA satu. Budi mengetuk pintu kelas, "Permisi pak."

Didalam kelas terdapat pak Burhan yang sedang mengajar, "Oh. Budi."

"lya pak. Permisi. Kami ingin meminta dana sumbangan pak."

"Baiklah silahkan masuk," ujar pak Burhan sembari melangkah keluar kelas.

Kami ada 6 orang, selain Fika selebihnya masuk kedalah kelas tersebut. Fika
sangat tidak ingin masuk kedalam ruangan. Pak Burhan yang melihatnya langsung
menghampiri Fika. "Kenapa tidak masuk?"

Fika menggeleng. "Gak kenapa pak."

"Kamu ini. Udah berapa dana yang terkumpul?"

"Udah Rp 1.178.000 pak."

"Udah dari semua kelas?"

Fika mengangguk. "Tinggal kelas ini lagi pak."

"Catat baik-baik,"

"Iya pak."

"Fika." Panggil Jihan dari dalam kelas.

Fika menoleh. "Ada apa?" tanya Fika.

15
"Nih, kak Viko minta kembalian, uangnya Rp 100.000, gak cukup kembalian
yang ada disini."

Fika menghela nafas, ia yang tidak bisa mengelak pun masuk kedalam kelas. Baru
satu langkah ia masuk kedalam kelas, sudah heboh teriakan kakak-kakak kelas.

"Cie... mantan ketemu!"

"Viko modus. Padahal dia bisa pinjam uang untuk sumbangan," ledek yang lain.

Masih banyak lagi ledekan yang membuat Fika jengah. sesampainya di meja Pak
Burhan. Fika segera mengeluarkan beberapa uang pecahan seratus dan
memberikannya pada Jihan. "Nih." ujar Fika.

"Kenapa harus Jihan yang memberikan uang kembalian?

Seharusnya sebagai bendahara kamu yang melakukan

perhitungan seperti ini" ujar Viko.

Seruan itu mendapatkan sorak-sorak dari kelas. Bahkan ada yang meneriakan
balikan sehingga menjadi kerusuhan yang lain.

Fika hanya bisa menghela nafas. "Mau kembalian berapa?"

"Tidak perlu kembalian."

Fika geram bukan main, jika tidak ingin kembalian lalu kenapa meminta
kembalian pada Jihan. Ingin rasanya Fika meneriakkan hal itu. Tapi ia tidak bisa.

Jihan pun lebih memilih menghitung uang sumbangan tersebut, lalu memberitahu
pada Budi. "Uang sumbangannya sebesar Rp 200.000." ujarnya lalu melangkah
keluar kelas.

"Terima kasih atas bantuan kakak-kakak sekalian. Jumlah dana sumbangan yang
terkumpul saat ini adalah sebesar Rp 200.000.Atas bantuan kami ucapkan terima
kasih." Ujar Budi. "Permisi pak," pamitnya kemudian.

Fika sedang duduk di sebuah Cafe di dekat rumahnya. la sedang menunggu Jihan.
Temannya itu mengajak Fika bertemu untuk nongkrong menghabiskan sore hari
bersama. Fika yang kebetulan sedang kosong mengiyakan ajakan Jihan tersebut.

Lonceng yang di pasang di atas pintu masuk cafe berbunyi menandakan ada
seseorang masuk. Fika yang kebetulan berada di samping pintu bisa langsung
melihat siapa yang masuk. Fika melihat Jihan yang masuk bersama dengan Budi.
Niko dan seorang pria.

16
"Fika." Seru Jihan ketika melihatnya. Fika hanya tersenyum samar. "Kamu sudah
nunggu lama. Ka?" tanya Jihan ketika sudah duduk di samping Fika.

Ketiga cowok yang datang bersama Jihan, memilih duduk di

hadapan para cewe.

Fika menggeleng, "Belum. Baru tiga menit yang lalu aku tiba."

jawab Fika

"Oh iya, kenalin ini sepupu aku, Danu. Nu, kenalin ini sahabat

aku sesama pengurus osis, Fika."

Fika dan Danu pun saling menjabat tangan dan menyebutkan nama masing-
masing.

"Aku mau pesan, kalian mau pesan apa? biar sekalian," ujar

Niko. "Redvelvet dan milo dingin." jawab Jihan.

"Pastel, pisang goreng dan Americano Coffe," tambah Bayu.

"Samain aja." tambah Danu.

Niko mengangguk. lalu beralih ke meja pesan.

Setelahnya terjadi perbicangan antara ke empatnya. Awalnya canggung karena


adanya Danu di tengah-tengah mereka. Tapi, Jihan yang paham hal itu ia pun
selalu membawa Danu masuk kepembicaraan mereka. Seperti meminta pendapat
atau menanyakan apakah Danu pernah mengalami hal yang sama dengan apa yang
mereka ceritakan.

Hal itu juga di sambut baik oleh Danu. Pria itu supel. ramah dan mudah bergaul.
Sepertinya juga merupakan orang yang menyenangkan. Dari beberapaka kali
pembicaraan Fika melihat ada kesamaan antara ia dan Danu. Seperti mereka
sama-sama pencinta anime one piece, mereka berdua juga tidak terlalu suka
keramaian, dan masih banyak hal lainnya.

Di sela obralan mereka ada saja terselip lelucon yang membuat suasana menjadi
menyenangkan. Dan Danu berperan aktif di dalamnya. Cowok itu tidak akan
segan-segan nyeletuk ketika ada bahan perbincangan yang bisa di jadikan candaan
bagi mereka.

"Udah ah." ucap Jihan terengah-engah karena tertawa. perutnya terasa sakit,
"Udah cukup. Perutku sakit. Lagian semua pembicaraan ada aja yang kamu leseh-
lesehin jadi becandaan."

17
"Gak papa dong. Biar gak serius amat." balas Niko membela Danu.

"Iya, kapan selesainya? Udah ah, kembali ke topik. Jadi gimana Bud, bang Rian
udah minta keputusan ini."

"Aku udah diskusiin sama pak Burhan, tapi tetap aja bapak itu nolak. Gak ada
istilah jalan-jalan dari sekolah. Lagian bentar lagi kita ujian semester. Kata pak
Burhan, jalan-jalan bisa di adakan saat selesai ujian dan pembagian rapot dan itu
pun tidak membawakan nama sekolah." jawab Budi.

"Aku sih setuju usulan pak Burhan. Seharusnya kita gak mikirin liburan saat-saat
seperti ini. Apalagi yang aku dengan tujuan destinasinya puncak. Jalan kesana itu
gak bagus karena cuaca sekarang lagi ekstrim." tambah Niko.

"Aku udah bilangin sama kak Rian dan yang lainnya, tapibeberapa dari mereka
bertahan di pilihan mereka. Alasannya ini merupaka jalan-jalan terakhir mereka di
sekolah kita. Jadi mereka mau buat kenangan," kata Jihan sembari memainkan
sedotan minumannya.

"Maaf nih kalau aku ikut campur," sela Danu yang sedari tadi mendengarkan.
"kalau memang alasannya itu, rasanya gak etis banget. Kalau memang mau buat
kenang-kenangan ya gak harus jalan-jalan. Bisa aja sesuatu yang baik yang
lainnya, yang bukan hanya membawa kenangan tapi juga membawa nama
sekolah."

Mereka semua mengangguk setuju dengan pendapat Danu. Lama mereka semua
hening dengan pikiran masing-masing. Mereka tidak bisa mengatakan tidak pada
permintaan senior mereka, apalagi senior-senior mereka mempunyai kekuatan di
belakang mereka.

Sebut saja, Kak Viko. Orangtua kak Viko merupakan pemilik sekolah. Kak Rian,
orangtuanya merupakan donatur terbesar di sekolah. Belum lagi kak Luna yang
orangtuanya selalu memberikan biaya pembangunan sekolah yang tidak main-
main.

Masalahnya adalah, pak Burhan. Beliau tidak terpengaruh dengan jabatan atau
pengaruh orangtua-orangtua siswa. Pernah sekali pak Burhan di datangi salah
seorang dari orangtua murid untuk komplain karena anaknya di biarkan pulang
terlambat karena membersihkan aula sekolah. Pak Burhan yang di datangi malah
dengan santainya menyuruh anak tersebut didepan orangtuanya membersihkan
lapangan basket yang sehabis di pakai. Pak Burhan malahan mengajak orangtua
tersebut minum kopi sembari melihat siswa tersebut melakukan hukumannya. Di
sela minum kopi pak Burha pun menjelaskan mengapa pak Burhan melakukan
tindakan itu. Ada pelanggaran yang dilakukan maka ada hukuman yang harus di
terapkan untuk memberikan efek jera.

18
Bukan hanya sekali atau dua kali. sudah berulang kali hal itu terjadi, dan sampai
sekarang pak Burhan masih hidup di sekolah. Tak sekali dua kali orangtua murid
bersekongkol untuk mengeluarkan pak Burhan. Tapi semua gagal karena tidak
ditemukannya bukti yang memberatkan pak Burhan.

"Jadi gimana? Betulnya, udah bosan kali aku dengar gerutuankak Luna. Maksa
kali." geram Jihan.

"Ehm, aku punya ide." ujar Fika akhirnya.

"Ide? Apa?" tanya Jihan antusias.

19
Bab 4
Suasana kantin sekolah padat dan ramai seperti biasanya. Jam istirahat salah satu
destinasi para siswa adalah kantin sekolah. Seperti yang dilakukan Fika. la sedang
berada di kantin sekolah guna mengisi perutnya.

Fika jarang kekantin sekolah. Selain karena ramai dan ribut, Fika juga risih ketika
mata-mata para cewek di sekolah menatap kearahnya. Oleh karena itu. Fika
biasanya membawakan bekal ke sekolah.

Namun, untuk hari ini Fika lupa. la bangun kesiangan karena harus menyelesaikan
laporan keuangan osis yang sudah di serahkannya tadi pagi pada pak Burhan.
Sehingga. Fika hanya sarapan setangkup roti tawar dan lupa membawa bekalnya.

"Kamu harus sering-sering begini Fika." seru Tina yang duduk di depannya. Tina,
gadis berambut sebahu lurus itu sudah menjadi teman sebangku Fika dari kelas
sepuluh. Mereka sudah saling mengenal hanya saja tidak terlalu terlihat karena
Fika yang sedikit ansos.

"Ribet Na. Antri. Nunggu. Di tambah ribut, kamu tahu aku gak suka." jawab Fika.

"Susah memang kalau di bilangin." gerutu Tina yang di balas senyuman oleh
Fika.

Fika yang akan menyendokkan bakso kemulutnya terhenti ketika bahunya


terdorang keras kedepan sehingga bakso disendoknya melompat melewati Tina.
Bukan hanya itu seragam bagian depan Fika terkena air kuah bakso dari mangkok
yang sudah tertumpah di mejanya.

"Aw... Panas..." ringis Fika sembari menjauh. Ia mengipasi kemeja seragamnya


dan menarik seragamnya agar tidak lengket kedadanya.

"Kau apa-apa sih kak?" teriak Tina tidak terima. "Kamu gak papa Fik? Astaga
kulit kamu. Ayo ke UKS sekarang. Itu harus di obati, nanti melepuh." cemas Tina.

Fika dan Tina akan beranjak tapi di hadang oleh teman-teman kak Luna. "Kau
mau kemana? Urusan kita belum selesai."

"Eh! Awas minggir. Urusan kau nanti dulu, Fika butuh pertolongan!" geram Tina
sembari melempar tangan seniornya agar memberikan jalan.

"Eh. belagu kali kau jadi junior! Berani kamu lawan kita? Belum tahu kamu siapa
kita?!" geram Siska teman kak Luna. Tina yang tidak peduli langsung mendorong

20
teman-teman kak Luna. Luna yang geram melihatnya langsung mendorong
keduanya keras.

Fika yang merasa dirinya di dorong dengan keras dari belakang sudah akan
bersiap dengan rasa sakit akibat terjatuh. Tapi, itu tak terjadi ketika ada dua
lengan yang menahan tubuhnya.

Tubuhnya menegang. la kenal aroma tubuh ini. Pemilik tubuh yang menahannya
ini pernah mempunyai tempat spesial di hatinya. Viko Bastian.

Viko melihat semua kejadian. Ia berada di dalam kantin dan

hendak keluar membawa sepiring nasi goreng dan sebotol teh botol. la melihat
bagaimana Luna sahabatnya memperlakukan kasar Fika yang menjadi mantannya.

"Vik... Ini... Ini gak seperti yang kamu lihat..." dengan terbata-bata Luna mencoba
menjelaskan. Ia terkejut ketika melihat Viko yang ternyata tak jauh darinya. Gelap
mata dan amarahnya membutakan matanya sehingga ia tidak melihat Viko.

"Aku udah lihat semuanya. Luna." ucap Viko dingin.

Luna tersentak. Viko sahabatnya tidak pernah berkata dingin padanya. Mata itu,
tak pernah menatapnya setajam dan sedingin ini biasanya. Mata itu selalu
menatapnya dengan tatapan memuja, hangat dan penuh cinta.

"Vik," Luna berusaha meraih Viko tapi cowok itu

menghiraukannya.

Viko sendiri melihat Fika yang menegang di kedua tangannya menghela nafas.
Dulu tubuh ini merespon sebaliknya ketika mereka melakukan sentuhan.

Viko pun setengah membungkukkan badannya, lalu meletakkan salah satu


lengannya di belakan lutut Fika dan satunya lagi mengelilingi bahu gadis itu. Ia
pun dengan mudah mengangkat Fika dan membawa gadis itu ke UKS.

Suara terkesiap terdengan memenuhi ruang kantin. Viko tidak peduli. la lebih
memilih keluar dari kantin dan membawa gadis dalam gendongannya ini ke UKS.

Para warga sekolah tidak menyangka tindakan yang di ambil cowok ganteng itu.
Mereka mengira bahwa Viko akan membela Luna, karena semua tahu bagaimana
perasaan Viko terhadap sahabatnya itu. Kabar mengenai hubungan Viko dan Fika
pun mereka anggap sebagai bentuk pelampiasan Viko karena kabar Luna yang
pacaran dengan Hendra.

Lalu kabar putusnya jalinan Viko dan Fika pun mereka anggap sebagai bentuk
Viko mengakhiri masa pelampiasannya. Sehingga, ketika mereka melihat Viko

21
dan Luna dekat kembali mereka malah mengejek Fika yang kepedeaan
mendapatkan hati seorang Viko Bastian.

Adanya adegan di kantin ini membuat banyak spekulasi bermunculan di benak


mereka. Sungguh mereka penasaran dengan jalinan cinta antara ketiganya.

Berbeda halnya dengan Luna. Gadis itu terdiam tidak menyangka apa yang di
lihatnya. Viko, sahabatnya, cowok yang menaruh hati padanya, cowok yang selalu
ada di depannya melindunginya, menghiburnya dan tak pernah meninggalkannya
kini memilih meninggalkannya demi mantan pacar pelampiasan sahabatnya.

Rasa cemburu dan marah langsung merasuki Luna. Viko adalah miliknya. Cowok
itu adalah prianya dan tak ada satu pun gadis yang bisa memiliki Viko selain
dirinya.

"Awas kau ja**ng! Aku akan buat kau menyesal berurusan denganku." geram
Luna.

"Turunin aku kak!" ujar Fika yang tersadar bahwa tubuhnya kini berayun.

Viko yang mendengarkan memilih bungkam. la sedang berusaha mengontrol


amarahnya dengan membawa gadis ini berada di dekapannya. Tapi tidak dengan
Fika, ia malah berontak ingin di turunkan.

"Kak, turunkan! Malu!" geram Fika sembari berusaha turun.

"Diam!" ujar Viko datar dan dingin.

Fika pun langsung mengkerut ketika di tatap begitu. Tahu bahwa ia takkan bisa
turun ia lebih memilih menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Sungguh ia
malu. la malu ketika semua orang melihat kearahnya.

Sungguh pikiran Fika kusut sekarang. Rasa pedih di dadanya di tambah rasa malu
yang tidak terhingga karena posisinya sekarang. Belum lagi nanti dengan gosip
yang beredar akan dirinya. Sungguh Fika ingin kabur.

Tak berselang lama. Fika pun di turunkan di ranjang UKS. Bu Dian yang melihat
Viko masuk ke ruangnya dengan Fika di gendongan Viko membuat Bu Dian
langsung menghampiri keduanya.

"Ada apa?"

"Fika kena kuah bakso bu." jawab Viko.

"Dimana Fika?"

22
Fika langsung menunjuk bagian atas dadanya. Dari kerah seragam Fika terlihat
memerah. "Kamu keluar dulu Viko. Ibu mau obati Fika dulu."

Viko mengangguk. la pun keluar dan memilih menunggu di depan UKS. Di sana
ia bertemu dengan Tina yang sepertinya mengikuti mereka. Tak ada pembicaraan
antara keduanya karena baik Viko maupun Tina tak pernah saling menyapa.

Viko memilih mengeluarkan ponsel pintarnya lalu menghubungi salah satu


kepercayaannya. "Amankan CCTV kantin sekolah. Jangan biarkan jatuh ketangan
yang lain." ujar Viko dingin. lalu setelah mendapatkan jawaban iya dari orang
kepercayaannya Viko mematikan sambungan.

Tak lama kemudian. Rian. Putri, Bayu. Niko dan Jihan tiba di depan UKS.
Sepertinya mereka mendapatkan kabar apa yang menimpa Fika

"Bagaimana kabar Fika, kak?" tanya Jihan.

"Lagi di periksa di dalam sama bu Dian."

"Gimana sih ceritanya kok bisa kejadian begini?" tanya Rian.

Viko memilih diam. Ia tidak berniat menjawab Rian. Dalam benaknya sekarang
adalah tindakan apa yang harus di ambil Viko untuk sahabatnya. Luna sungguh
sudah keterlaluan.

Melihat Viko yang tidak berniat menjawab. Putri memilih

mengalihkan pandangannya pada Tina yang sedari tadi

tertunduk dengan mengepalkan tangannya.

"Kamu Tina kan dek?"

23
Tina mendongkak lalu melihat kak Putri yang mengajaknya berbicara. Lalu Tina
pun mengangguk. "Iya kak."

"Kamu tahu apa yang terjadi?" tanya Putri yang kini memilih duduk di samping
Tina. "Kamu bisa ceritain ulang bagaimana kejadiannya dek?" tanya Putri
kemudia ketika mendapatkan anggukan dari Tina.

Tina pun menceritakan apa yang terjadi dari mereka duduk makan bakso sampai
seluruh kejadian. Tina tidak menutupi apa pun sehingga membuat Rian mengusap
wajah geram. Putri lebih memilih menunduk sedangkan Bayu, Jihan dan Niko
geram

dengan apa yang terjadi. "Sepertinya karena keputusan pak Burhan atas usulan
Fika yang menjadi penyebabnya." ujar kak Putri setelah menemukan korelasi
kejadian yang terjadi.

Selain Viko semuanya mengangguk. Sedangkan Viko menaikkan alisnya tidak


mengerti. "Maksudnya?"

"Makanya kalau dipanggil rapat itu datang," ujar Rian.

"Bacot! Apa yang terjadi? Apa yang terjadi sebelum kejadian di kantin? Kenapa
Luna menyerang Fika, Put?"

Putri menghela nafas, ia menatap kedepan setelah menatap Viko sebelumnya.


"Tadi ada rapat mengenai usulan kita minta diadakannya jalan-jalan bagi kelas
duabelas. Sedari awal udah kubilang bahwa pak Burhan gak akan setuju. Dan
betul. pak Burhan nolak usulan itu. Tapi, Luna bertahan di opsinya. la malah
mengancam pak Burhan jika tidak menyetujui dan membicarakan usulan ini pada
pihak sekolah dan yayasan."

Putri menghela nafas. "Seperti yang bisa kita tebak, pak Burhan tetaplah pak
Burhan. Ia tidak takut dan tetap pada keputusannya menolak diadakannya usulan
itu. Lalu pak Burhan pun menyatakan usulan dari adik osis bahwa sebagai ganti
usulan jalan-jalan tersebut bagaimana dengan memberikan bantuan terhadap
korban banjir bandang di kecamatan sebelah. Usulan itu di setujui pak Burhan dan
sedang di bicarakan kepada pihak yayasan"

"Lalu kemungkinan yang menjadi pemicu kemarahan Luna yang tidak terbendung
lagi adalah ketika tahu bahwa usulan itu adalah ide Fika. Kemungkinan besar
tindakan Luna di di dasari itu." Putri mengakhiri penjelasannya.

Setelahnya suasana menjadi hening. Mereka sibuk dengan pikiran mereka masing-
masing. Hingga bu Dian keluar dari ruangan UKS.

24
"Bagaimana keadaan Fika bu?" tanya Viko langsung.

Bu Dian menghela nafas lega, "Syukurnya hanya memerah, tidak sampai


melepuh. Tapi untuk beberapa saat Fika butuh istirahat dan rutin mengoleskan
salep serta meminum obat yang sudah ibu berikan. Oh iya adakah teman sekelah
Fika?"

"Saya bu." ucap Tina sembari mengangkat tangannya.

"Bisa kamu ambil tasnya Fika? Dia akan ibu ijinkan pulang dan ijin tidak masuk
sekolah untuk beberapa hari kedepan."

"Bisa bu. Kalau begitu saya permisi bu." balas Tina yang

langsung berlalu mengambil tas Fika di kelas.

Setelah bu Dian beranjak, mereka segera masuk kedalam UKS. Fika yang sedang
mengancing kemeja seragam atasnya terkejut melihat yang masuk. "Ada apa?
Kenapa ramai?"

"Kami yang harus tanya, kamu gak papa?" tanya Jihan. Wajah cemasnya tidak
bisa di tutup-tutupi.

Fika mengangguk, "Aku gak papa. Syukurnya hanya memerah jadi beberapa hati
lagi sembuh,"

"Kami minta maaf ya Fik, gara-gara kami kejadian ini terjadi." ujar kak Rian.

Fika langsung menggeleng. "Gak kak. Kenapa kakak yang minta maaf. Gak ada
yang salah. jadi lupain aja."

"Mana bisa gitu," ujar Jihan. "Kita harus melakukan tindakan. Ini

sudah menjadi kekerasan dalam sekolah." Fika kembali menggeleng, "Tidak


perlu. Ini hanya sebatas pelampiasan ketidakpuasan karena sesuatu. Jadi tidak
perlu dipermasalahkan."

"Tapi..."

"Tidak Jihan. Aku mau cukup sampai di sini saja. Aku anggap aku sial hari ini.
Aku gak mau lagi berurusan dengan hal ini dengan orang yang sama. Aku gak
mau."

Ucapan Fika membuat semua menatap Viko. Viko menunduk. Pipinya rasanya
panas karena tertampar oleh tangan tak kasatmata. Ketukan pintu terdengar dari

25
luar lalu Tina muncul dengan membawa tas Fika. "Ini tasnya. Mau aku antar
sekalian?"

Fika menggeleng, "Makasih Tina. Gak usah. Aku udah hubungin supir aku tadi
untuk datang."

"Batalin, biar aku antar." ujar Viko. Ada yang perlu ia bicarakan dengan Fika.

Fika memilih tidak mendengar. Ia pun memilih untuk mengasatkan Viko dari
pandangannya. Viko yang tahu geram. Ia sudah akan menghubungi asistennya
untuk membatalkan supir Fika terhalang karena bunyi ponsel Fika.

"lya pak? lya bentar. Fika kesana." ujar Fika. Ia pun beranjak dan menyandangkan
tasnya setelah mematikan sambungan.

Tina dengan sigap mengandeng Fika membuat gadis itu tersenyum. "Aku gak
lumpuh."

"Biarin. Kamu harus dikawal. Kita gak tahu apa yang akan terjadi nantinya." balas
Tina kekkeh.

Jihan pun sigap langsung mengandeng Fika di sebelahnya yanglain. Fika hanya
menggeleng lalu menatap semuanya kecuali Viko.

"Kakak-kakak dan semuanya makasih atas perhatiannya. Aku pulang dulu."

"Biar kami antar." ujar Bayu.

"Gak usah. Bay. Aneh aja kalau di kawal. Cukup dua gadis cantik ini. Andaikan
aku cowok udah ku jadikan pacar mereka." gurau Fika.

Tina dan Jihan mencubit gemas Fika. Di balas ringisan Fika.

Mereka pun keluar dari ruang UKS berjalan kearah gerbang sekolah. Mereka tetap
mengantarnya sampai di depan mobil.

"Makasih kakak-kaka dan semuanya."

"Nanti pulang sekolah aku kerumah," ujar Tina.

"Kami juga. Tenang aja, aku bawa Danu sebagai buah tangan." ujar Jihan
kemudian.

"Mana boleh. Bawa buah dan makanan lah. Ngapain pula bawa dia." ujar Fika.

"Alah...alah... Bilang aja kamu senang karena di jenguk sepupu aku yang ganteng.
Tenang aja aku dukung kok."

26
"Apaan sih. Udah ah, aku pulang." Fika pun masuk ke mobil lalu di bawa pergi
benda yang terbuat dari besi itu.

Viko yang melihat Fika seakan tidak melihatnya sadar bahwa gadia itu masih
sakit akan dirinya. Ia memakluminya. Tapi tangan Viko langsung mengepal ketika
mendengar nama Danu yang di bawa Jihan.

Siapa Danu? Kenapa tampaknya mantannya senang ketika mendengar nama sialan
itu? Apa hubungan keduanya? Ini tidak bisa dibiarin. Viko harus bergerak cepat.
Sungguh dengan adanya pria bernama sialan Danu ini membuat Viko geram dan
tidak senang. Siapa pun dia, cowok sialan itu harus melangkahi mayatnya dulu
jika ingin mendekati mantannya.

27
Bab 5

Fika terbangun dari tidur siangnya. Rasa goncangan di tubuhnya dan suara
mamanya yang memanggil namanya yang membuat Fika terbangun.

"Mama."

Gina, mama Fika tersenyum hangat pada putrinya. la menyingkirkan anak rambut
yang berada di pipi putrinya, "Gimana keadaan kamu sayang? Lukanya masih
perih?"

Fika menutup mulutnya karena menguap. Lalu ia menggeleng menjawab


pertanyaan mamanya. "Udah gak perih lagi mah."

Gina mengangguk, "Makan yuk! Bukannya kamu harus minum obat dari bu
Dian?"

"Iya ma. Mama masak apa?" Fika bertanya sembari turun dari tempat tidurnya dan
mengikuti Gina yang sudah berjalan duluan.

"Masak ikan goreng balado dan bayam. Mama juga buat puding mangga."

"Asyik.. Ada puding mangga." Fika bersorak girang. Puding mangga buatan
mamanya adalah puding kesukaannya.

Gina mengelus rambut putrinya sayang. Gina sedih ketika mendapati panggilan
dari guru putrinya yang mengatakan putrinya mengalami kecelakaan. Putrinya
terkena tumpahan kuah bakso.

Gina sudah akan datang kesekolah untuk mengetahui kejadian sebenarnya. Fika
bukanlah orang yang ceroboh sehingga menimbulkan luka di bagian atas dadanya.
Sesuatu pasti terjadi.

Namun, Fika melarangnya. Fika dengan tersenyum mengatakan bahwa ia baik-


baik saja. Ia tidak mau memperpanjang masalah itu. Permintaan putrinya yang
membuatnya bersabar. Ia harus menunggu suaminya agar bisa mendiskusikan hal
ini.

Dan, demi membuat putrinya tersenyum, ia pun membuatkan puding kesukaan


putrinya. Dan itu berhasil. Putrinya tersenyum girang seperti saat ini. Fika
putrinya dengan lahap memakan puding buatannya setelah menyelesaikan makan
siangnya.

"Jangan lupa minum obatnya, sayang." ujar Gina

28
"Nyonya," panggil Bik Surti yang muncul dari arah ruang tamu. "Ada apa bik?"
tanya Gina.

"Pacarnya nona Fika ada di depan."

Tubuh Fika menegang. Keluarganya hanya mengenal satu orang dengan label
pacar Fika. la sendiri hanya cerita pada mamanya bahwa hubungannya dengan
Viko sudah berakhir tanpa menjelaskan apa sebabnya. Hal itulah yang membuat
kening Gina mengkerut.

"Kamu punya pacar lagi sayang?"

Fika menggeleng.

"Lagi? Bukannya pacar non Fika itu Den Viko? Yang pernah non kenalkan itu
loh," ujar bik Surti tidak mengerti.

Fika hanya pernah mengenalkan Viko pada bik Surti sekali dan itu pun sudah
lama terjadi. Siapa sangka bahwa bik Surti mengingatnya sampai sekarang.

Gina menggeleng, "Ya udah bik, makasih."

Mendengar itu Bik Surti pun segera pergi. Sepertinya ia ketinggalan berita.
Melihat dari reaksi nona mudanya sepertinya cowok didepan bukan lagi pacar
nonanya.

Gina menepuk pundak putrinya pelan, "Biar mama yang jumpai. Kamu minum
obat aja dulu."

Fika menggeleng, "Biar aku aja ma. Bentar aku makan obat dulu."

"Ya udah. Mama kedepan dulu."

Fika mengangguk. la berdiri lalu melangkah ke kamarnya, mengambil beberapa


butir obat lalu meminumnya. Dalam benaknya Fika bertanya-tanya, untuk apa
Viko mendatangi rumahnya? Jika hanya untuk melihat keadaannya itu tidak
mungkin. Viko bukanlah cowok perhatian pada orang yang menurutnya tidak
butuh perhatiannya. Sedekat apa pun status hubungan mereka. Viko yang di
kenalnya hanya akan menduluankan perhatiannya pada Luna. Jadi kemungkinan
karena untuk melihat keadaannya mencapai nol persen.

Setelah meminum obatnya Fika pun berjalan keluar kamarnya menuju ruang tamu
dengan pikiran yang masih mempertanyakan maksud cowok itu datang
kerumahnya.

Sesampainya di ruang tamu Fika melihat mamanya berbincang basa-basi dengan


Viko. Cowok itu terlihat masih menggunakan seragam. Sepertinya Viko langsung

29
datang kemari sepulang sekolah dan lagi pula waktu menunjukkan pulang sekolah
baru berlalu beberapa menit yang lain.

"Ma." panggil Fika.

"Sayang. Duduk sini." Gina menepuk sofa di sebelahnya. Fika pun memilih
menurur. "Viko datang katanya karena khawatir sama kamu."

Fika mengernyitkan pikirannya. Hal yang tidak mungkin ia

pikirkan malah di bantah mamanya. Fika pun menatap Viko

yang juga meng pnya. "Terima kasih atas perhatiannya. Aku

baik-baik saja. Jadi, sepertinya kedatangan kakak kesini sia-sia."

Viko menegang, rasa sakit di hatinya kini lebih menyengat dari biasanya. la sudah
tahu bahwa reaksi Fika akan seperti ini. la juga sudah mempersiapkan dirinya.
Tapi, tetap saja rasanya sungguh menyakitkan. Apa ini yang dirasakan Fika ketika
gadis itu memberikannya perhatian tapi di abaikannya dengan kata-kata kasar?
Sungguh ia menyesal sekarang.

Gina terkejut, putrinya tidak pernah bertutur kata dingin seperti ini. "Fika."

"Maaf ma." balas Fika tersenyum. "Fika mau ke kamar dulu."

Fika sudah akan beranjak ketika suara Jihan dan Tina memanggil namanya
terdengar dari pintu masuk rumah. "Fika."

"Kalian? Kenapa kemari?"

"Jenguk kamu lah. Kan kami udah bilang." jawab Tina. "Tante, kami datang."

Disana, Tina, Jihan. Budi, Niko, Kak Rian dan Kak Putri menghampiri Gina dan
memberi salam dan mencium tangan Gina. "Kalian datang?

"lya tante. Gina kak kasih tahu?" tanya Jihan.

Gina menggeleng, "Enggak. Kalian teman sekelas Fika?"

"Wah, kejam kau Fika. Masa kami tidak kamu kenalkan sama mama kamu," ujar
Niko.

Fika menghela nafas. Wajar mamanya bertanya begitu karena Fika hanya
membawa Tina ke rumahnya. Selebihnya ia tidak berniat.

"Mereka teman-teman osis ma." jawab Fika memperkenalkan Jihan. Budi dan
Niko bergantian. "Sedangkan ini kak Putri dan kak Rian. Pengurus osis yang
lama, sebelum kami." lanjut Fika.

30
"Selamat datang. Tante senang kalian datang. Anak tante ini kalau di tanya kenapa
gak pernah bawa teman kerumah jawabnya males dan ribut. Atau pernah karena
tante penasaran tante tanya apa kamu gak punya teman di sekolah jawab dia ada.
Jadi lihat kalian tante senang. Ayo duduk."

Fika menepuk dahinya gemas. Mamanya membuat ia malu. "Tuh Fik, untung
kami datang. Mama kamu senang loh. Tenang tante nanti kami sering-sering
kemari." ujar Niko.

"Bagus. Oh iya, tante lupa ambilkan minum."

"Gak perlu repot-repot tante." ujar Kak Putri tidak enak.

"Gak kok, tante gak repot. Kalian sudah makan? Pasti belum, bentar tante pesan
dulu ya. Tahu kalian datang tante pasti masak banyak. Kamu Fika, gak beritahu
mama." omel Gina.

"Gak perlu tante. Kami udah makan kok tadi sebelum kemari." sanggah kak Rian.

"Udah jangan sungkan. Baru beberapa menit yang lalu keluar sekolah gak
mungkin kalian udah makan. Udah tenang aja." sahut Gina. Wanita cantik itu pun
beranjak kedapur untuk memesan makanan dan membiarkan teman-teman
putrinya disana.

"Oh iya, nih buah tangan kami." Kak Rian memberikan sebuah kantong kresek
warna hitam. "Jadi ngerepotin. Seharusnya gak usah kak. Tapi, terima kasih." Fika
menerima plastik tersebut, didalamnya ada beberapa buah

dan cemilan ringan. Pantasan agak berat.

"Eh, kak Viko ada disini," ujar Budi ketika melihat Viko.

"Dari tadi dek." jawab Viko.

Selanjutnya terjadi perbincangan. Tapi ada yang berbeda. Fika tidak menanggapi
sama sekali ketika Viko berbicara. Sedangkan Viko selalu menyahut ketika Fika
berbicara.

"Bentar, aku kedepan dulu." ujar Jihan kemudian.

Lalu tak lama. Jihan datang dengan Danu di belakangnya.

"Danu." ujar Fika yang langsung bangkit menghampiri Danu.

"Hai, kamu gak papa?" tanya Danu ketika tiba di hadapan Fika.

"Gak papa. Tahu darimana aku gini?"

31
"Siapa lagi kalau bukan sepupu aku."

"Maaf. jadi ngerepotin."

"Gak masalah. Toh aku bisa tenang setelah lihat kamu baik-baik aja. Oh iya, nih!
Semoga buat mood kamu membaik lagi."

Fika menerima kantong kertas berwarna pink itu dan tersenyum lebar ketika
menemukan di dalamnya banyak cokelat dengan varian bentuk. "Makasih. Duduk
dulu."

Niko berdehem, "Enak banget jadi kamu Danu. Di hampiri Fika pas datang, di
berikan senyum manis, di persilahkan duduk

dengan manis. Lah kami, dia malah duduk tenang. Mamanya yang nyambut kami.
Bikin iri kau."

"Kenapa? Kamu gak senang mama aku yang sambut? Mau ku bilangin sama
mama?" Fika jutek.

"Hehe... Senang kok.... Senang... Tapi alangkah senangnya kalau seperti Danu."

Fika yang sudah akan menghampiru Niko langsung di tahan

Danu. "Udah gak usah di dengarin orang sirik. Kamu duduk aja." Fika pun
menurut.

"Dunia milik berdua. Yang lain mah ngekos." goda Budi.

"lya nih. Tiba Danu ngomong lembut banger, nurut lagi. Eh. tiba aku yang
ngomong kayak induk singa." tambah Niko.

"Udah jangan goda Fika lagi." bantah Danu.

"Cie... Cie... Di belain.."

Tak lama kekehan pun terdengar. Tapi tidak semuanya. Ada Viko yang menatap
geram dengan interaksi Fika dan pria sialan bernama Danu.

Tangan Viko mengepal keras. Sepertinya ia punya saingan yang kuat. Apalagi
melihat respon berbeda yang di berikan Fika kepada dirinya dan kepada cowok
sialan itu.

Senyum Fika yang dulunya hanya untuknya kini di berikan pada Danu. Apa yang
tidak di ketahuinya. Kenapa Fika bisa lembut pada Danu? Sejauh mana hubungan
mereka.

32
Rian yang melihat Viko hanya tersenyum miring. Sepertinya sahabatnya ini
kebakaran jenggot ketika melihat mantan pacarnya sudah move on darinya. Dasar
bodoh. Sedangkan Putri hanya tersenyum. Dalam hati juga kesal dangeram
dengan Viko.

33
Bab 6 (END)
"Udah sore nih, kita balik ya, Fika." ujar Kak Rian.

"Bisa panggilkan tante, dek. Mau pamit sekalian." pinta kak Putri.

Fika mengangguk lalu melangkah masuk kedalam dan memanggil mamahnya.

"Udah mau pulang? Gak makan malam sekalian?" tanya Gina sesampainya di
depan teman-teman anaknya.

"lya tante, udah sore." jawab Rian.

"Makan di sini aja, tanggung pulang. Isi perut dulu." tahan Gina.

"Makasih banyak tante. Tapi, mendingan balik deh tante.

Takutnya nanti kemalaman." balas kak Putri. Kak putri pun mendekati Gina dan
menyalami serta mencium tangan Gina. Di ikuti yang lainnya, kecuali Danu dan
Viko.

"Lain kali main lagi kesini ya."

"Pasti tante. Tenang aja." balas Niko.

"Kau, dilarang. Habis isi kulkasku gara-gara perut gentongmu." tolak Fika.

Betul, Niko menghabiskan semua makanan. Baik itu yang di pesan mamanya dan
yang ada di kulkas. Puding mangganya di habiskan makhluk tidak tahu diri ini.
Setiap setengah jam tanyanya itu ada makanan gak. Buah tangan dari mereka saja
setengah di embat si rakus ini. Tapi Fika berhasil menyelamatkan cokelatnya dari
Niko si tidak tahu diri.

"Gak boleh gitu sayang. Pahala berbagi makanan." nasehat Gina.

"Iya ma, tapi kalau satu kulkas habis tiap kemari sama aja bangkrut ma. Heran
aku, badan itu kebanyakan cacing sepertinya makanya tetap ceking walaupun
banyak makan."

"Enak aja! Tiap 6 bulan sekali aku minum obat cacing ya. Memang badan aku aja
slim gini." bantah Niko.

34
"Alah seperti anak kecil minum obat cacing. Yakin minum obat cacing? Tapi kok
gak berpengaruh ya? Mungkin karena kaul jorok ya. Kalau memang iya, ya pantas
gak berpengaruh."

"Fika!" Tegur Gina. "Maafin anak tante ya nak Niko."

"Gak papa tante." jawab Niko tersenyum manis. "Tapi tante, aku mau nanya. Si
Fika ini emang anak tante ya? Kok gak ada satupun sikapnya seperti tante ya?"

"Wah... Cari mati ini anak. Sini kau, biar ku buat rempenyek kau." geram Fika
yang sudah akan maju tapi di tahan Gina.

"Udah...udah... Sebaiknya kamu pulang Niko. Lama kamu di sini. kakak yakin
akan ada pertumpahan darah. Heran kenapa kalian setiap ketemu pasti kayak
kucing sama tikus. Kerjanya berantam mulu." lerai Rian.

"Hati-hati loh. nanti kalian jadinya suka sama satu dan yang lain." goda kak Putri.

"Amit-amit," bantah Fika.

"Aku juga ya. Amit-amit! Bisa-bisa mati kelaparan aku."

"Udah, kami pamit ya tante. Titip salam sama om. Dan makasih untuk
makanannya." pamit Kak Putri. "Dan kamu dik, istirahat. Jangan banyak gerak
dulu."

"Iya kak."

Niko, Bayu. Tina, kak Rian dan kak Putri pun berangkat menggunakan kendaraan
yang di bawa masing-masing.

"Kenapa masih disitu? Ayo pulang." Seru Jihan yang melihat Danu tidak
bergerak. "Lalu kak Viko kenapa masih disini?"

"Bukan urusanmu. Jihan. Sebaiknya kamu bawa sepupu kamu pulang." jawab
Viko datar.

Danu hanya diam. Dia menatap Viko datar. la tahu semenjak ia masuk kerumah
Fika, cowok berperawakan tinggi ini menatapnya seng Apalagi ketika ia
berinteraksi dengan Fika. Seperti ada laser yang keluar dari mata cowok itu lalu
menembus tubuhnya.

Jihan tadi sudah memberitahunya bahwa ada mantan Fika didalam saat ia baru
tiba di depan rumah Fika. Danu hanya

mengangguk dan mengerti Danu lalu mengalihkan pandangannya pada Fika yang
menatap dirinya dan Viko bergantian. Ia pun tersenyum. "Kamu lagi gak punya
pacar kan?"

35
Suara terbatuk dari Gina dan Jihan langsung terdengar. Sedangkan Fika
terbelalak. Berbeda pula dengan Viko yang mengeram dan mengepalkan
tangannya. Semua yang ada di situ tidak menyangka bahwa Danu akan
menanyakan hal itu.

"Fika." panggil Danu pelan.

"Kau." geram Viko yang sudah akan menyerang Danu tapi di hentikan oleh tante
Gina yang memanggil namanya.

Fika menatap Viko sebentar lalu kemudian menatap Danu. Ia pun menggeleng.
"Aku gak punya." jawabnya mantap.

Jawaban itu menghancurkan Viko berkeping-keping. "Fika."

Danu tersenyum. "Ya udah. Aku mau tahu itu aja. Aku mau tahu bahwa gadis di
hadapanku ini adalah seseorang yang tidak dimiliki siapa pun. Agar, ketika aku
mendekatinya tidak ada status lain yang menghalangi."

"Danu."

"Ya udah, istirahat. Jangan pikir yang macam-macam. Aku pamit." ucapnya
sambil mengelus lembut rambut Fika. "Tante, aku pulang ya." pamit Danu
kemudian pada Gina sembari mencium tangan wanita yang melahirkam Fika.

"Hati-hati ya nak,"

Danu mengangguk. Ia menghampiri motornya lalu mengajak Jihan yang masih


mematung. "Kamu mau pulang atau gak?"

Jihan tersadar lalu ia segera memukul pundak sepupunya itu keras, "Kau!" Jihan
geram sekaligus gemas dengan sepupunya ini. Bisa-bisanya di saat seperti ini
bertanya. "Awas kau nanti."

"Jihan." pekik Fika.

"Lihat, sahabatku aja belain kamu." ujar Jihan. "Kamu tenang aja, dia tahan
banting kok. Anti pecah. Tante kami pulang. Ayo."

Motor Danu pun pergi dari pekarangan rumah Fika. Menghilang di balik gerbang.
Kini tinggal Fika. Gina, dan Viko.

Fika sudah akan beranjak ketika motor Dano menghilang tapi di tahan Viko.
"Tante, bisa tinggalkan kami. Ada yang perlu Viko omongin sama Fika."

Gina menatap Fika dan tersenyum lembut penuh pengertian. la pun mengusap
lembut rambut putrinya. "Mama masuk dulu. Kamu selesain dulu masalah kamu
seselesainya. Mama yakin kamu tahu apa yang terbaik bagimu."

36
"Maaf," ucap Viko akhirnya. lembut dan pelan. Tangannya yang sempat menahan
Fika terlepas setelah mama Fika hilang di balik pintu. Fika masih
membelakanginya tapi baginya itu sudah cukup. la tahu ia tidak bisa berharap
banyak. Viko hanya ingin didengar dengan harapan ia masih bisa memperbaiki
semuanya.

"Maaf untuk apa yang aku lakuin sama kamu selama ini, dek. Aku tahu aku
bajingan brengsek yang tidak tahu diri. Aku menyakitimu terlalu dalam. Maaf."

Fika membalikkan badannya. Ia melihat wajah Viko yang tampak penuh


penyesalan. Wajah lelaki itu terlihat kuyu dan tak punya gairah hidup. Wajah itu
terlihat lelah seakan menyimpan beban berat.

Fika dulu ingat bahwa mereka pernah punya tiga bulan waktu bahagia sebagai
pasangan kekasih. Ada senyum dan tawa. Ada canda di sana. Ada tatapan malu-
malu, dan penuh cinta di sana. Ada berbagai perhatian yang pernah mereka
lontarkan satu dengan yang lain.

Tiga bulan merupakan waktu yang singkat bagi Fika. Tapi, semuanya merupakan
kenangan berharga bagi gadis itu karena Viko merupakan kekasih pertamanya,
cinta pertamanya. Pria yang peenah mengukir namanya di hati Fika.

Sebelas bulan penantian Fika bahwa Viko akan kembali padanya. Kembali
menjadi kekasih yang perhatian dan lembut. Sebelas bulan ia menunggu penuh
harap. Bertahan di rasa sakit dan hinaan. Bertahan di atas rasa sepihaknya dengan
berpegang pada bayangan tiga bulan mereka.

Berbagai cara dilakukannya untuk menarik perhatian Viko. Membuat lelaki itu
sadar bahwa ada ia, Fika yang masih menjadi pacar lelaki itu.

Fika bertahan dari rasa sakit dan cemburunya melihat interaksi tak biasa antara
Luna dan Viko. Dengan berpegang bahwa sahabat lelaki itu membutuhkan
kekasihnya untuk menghibur hatinya sebagai sahabat Luna. Dan, sebagai kekasih
yang baik Fika berusaha mengerti dan sadar.

Sebelas bulan dengan Viko yang acuh tidak membuat cintanya luntur. Bahkan
ketika hinaan bahwa ia hanya pelampiasan lelaki itu. Dan Fika membantah hal itu
berulang kali karena harapan bahwa mereka masih bersama, bahwa kata putus itu
belum terucap di antara mereka berdua maka ia bukanlah pelampian, ia adalah
kekasih Viko.

Namun, malam itu. Bibir lelaki itu dengan tega, dihadapan sahabat-sahabatnya
mengatakan bahwa ia hanyalah pelampiasan. Hancur tak bersisa hati Fika. Apa
yang ia pertahankan sampai hatinya hancur ternyata salah. Ucapan pria itu dan
keras kepalanya menampar dirinya dengan keras.

37
Lalu sekarang. lelaki yang menghancurkan hatinya berada di depannya untuk
meminta maaf. Apa yang harus di berikannya? Sebuah maaf? Atau memilih tidak
peduli dan melupakannya begitu saja?

"Kakak tahu, di malam pesta ulang tahun kak Rian adalah titik temu semua
kekerasan kepala dan muka tebalku. Malam dimana dengan teganya kakak di
depan teman kakak mengatakan bahwa aku hanyalah sebuah pelampiasan.
Dengan beraninya kakak memilih mempermainkanku dan menjadianku kekasih
pelampiasan kakak saat itu. Bukannya merasa bersalah atau setidaknya ketika kak
Luna sudah kembali pada kakak, kakak bisa putusin aku baik-baik. Tapi kakak
memilih mempermainkan aku sedemikian sampai aku yang nyerah dan meminta
putus."

"Malam dimana aku tersadar bahwa hinaan dan cercaan semua orang benar
adanya. Aku yang bodoh dan tidak tahu malunya memilih mempertahankan
kakak. Dimana seharusnya saat itu aku bercermin dan tahu bahwa aku adalah
seorang gadis yang baru mencintai yang seharusnya bisa menjaga hati agar tidak
lebih terluka terlalu dalam. Seharusnya aku memilih untuk putus dan mengobati
hatiku agar aku bisa melangkah dengan tegap di depanmu dan di depan semua
orang. Tapi kembali aku memilih untuk bertahan dengan bodohnya."

"Fika."

Fika menggeleng, "Jika dulu kakak putusin aku baik-baik mungkin enggak akan
sesakit ini. Paling tidak aku bisa memaafkan kakak dengan mudah atau
melupakan semuanya dengan mudah. Tapi."

Fika menjeda karena isakan yang ditahannya keluar. Air matanya menetes. Rasa
sakit itu, luka itu, masih baru dan belum sembuh. Luka itu masih mengangga. Dan
sekarang, lelaki itu dengan mudahnya meminta maaf tanpa tahu bahwa
permintaan maaf itu sama saja menyiramkan asam pada lukanya.

"Fika."

Hanya itu yang bisa keluar dari mulut Viko. Keadaan ini menamparnya lebih
keras lagi. Rekam ingatannya berulang di kepalanya. Semuanya di penuhi dengan
bagaimana kejamnya ia pada Fika.

Fika menarik nafas dalam. lalu menghembuskannya perlahan. la mencoba untuk


mengatur emosinya. "Tapi, maaf kak. Hati aku udah hancur. Maafmu saat ini
belum bisa ku terima. Luka itu masih terbuka dan memaafkanmu sepertinya
bukanlah obat bagi lukaku. Jadi, jika memang kita pernah berada di hubungan
yang baik, jika memang aku pernah ada di hati kak, atau jika memang kakak tulus
meminta maaf padaku. aku mohon jangan pernah kemari. Jangan pernah
menunjukkan wajah kak. Jangan pernah berinteraksi sekecil apa pun denganku.

38
Aku mohon. Biarkan aku menyatukan hatiku yang luka dan hancur. Biarkan aku
menyembuhkan luka ini dulu. Aku mohon."

Setelah mengatakan itu. Fika berbalik. la berjalan memasuki rumahnya lalu


menutup pintu. Setelahnya, aa langsung terjatuh dalam isak tangisnya.

"Fika," Gina yang melihat dan mendengar semua langsung menghampiri putrinya
dan membawanya dalam pelukannya.

"Hiks... Sakit ma... Sakit banget..."

"Sayang..."

Fika menangis terisak. Ia memukul dadanya tanpa peduli dengan luka bakarnya, ia
hanya ingin sakit itu hilang. Ia hanya butuh pelampiasan dari sakitnya.

Viko yang berdiri di luar mendengar isak tangis Fika. Wajahnya tak jauh beda, air
matanya menganak sungai. Penyesalan yang lebih besar mengerogoti hatinya.
Bodohnya ia. Tidak tahu dirinya ia. Berkhayal bahwa Fika akan memaafkannya
dengan mudah.

Permohonan Fika agar dirinya menyingkir dari hidup gadis itu untuk
menyembuhkan hatinya akan Viko turuti. Tapi, ia tidak akan melepaskan Fika. Ia
berjanji bahwa ia akan mengawasi Fika, menunggu Fika sembuh dan
memperjuangan Fika. Mengukir namanya di dalam hati gadisnya.

la egois. Kali ini ia tidak peduli.

la tidak tahu diri. Kali ini ia memilih jalan itu.

la bajingan. Kali ini ia akan menerima semua hukuman Fika padanya.

Tapi satu hal yang pasti, Fika miliknya dan akan tetap menjadi miliknya.

END

39
BIODATA

Nama : Muhammad Nur Efendi

Nama Panggilan : Fendi

Tempat tanggal lahir : Desa Kalibrau 21 Mei 2005

Alamat : Desa Kaliberau

Jenis kelamin : Laki-laki

Status : Pelajar

Kelas : XII OTKP2

40
41
42
43

Anda mungkin juga menyukai