Anda di halaman 1dari 19

PENINGKATAN LAYANAN LAKU PANDAI DALAM RANGKA

MENURUNKAN KEMISKINAN
(Studi Kasus pada laku pandai di Kota Jayapura)

Abdurohim, Purwoko

Management Studies, FEB General Ahmad Yani University


Jl Canal Jend. Sudirman, Cimahi, West Java.

Master of Management Studies, Management Studies Program, Yapis University.


Jl. Dr. Sam Ratulan

Abdurrohim@mn.unjani.ac.id
bambangpuwoko2@gmail.com

ABSTRAK

Layanan laku pandai yang saat ini diselenggarakan oleh Bank baru sebatas
pada layanan pembukaan rekening, menerima setoran, pembayaran dan pembelian
vouvher telkomsel, Indosat, PLN, PDAM serta lainnya. Layanan laku pandai ini
sudah banyak peminat, khususnya bagi masyarakat yang belum berhubungan
langsung dengan dunia perbankan, karena selain waktu layanan yang tidak
mengenal waktu, juga dalam memberikan layanan para agen tidak berbelit-belit,
sehingga model bisnis yang saat ini diterapkan sangat cocok untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat yang belum tergarap oleh Perbankan.
Namun tujuan layanan ini tidak hanya untuk memenuhi layanan kebutuhan
sehari-hari, namun bertujuan untuk meningkatakan pendapatan dengan membantu
permodalan bagi masyarakat yang membutuhkan, dengan demikian bila
kapasitasnya meningkat, maka secara langsung akan berpengaruh terhadap
pendapatan, yang pada akhirnya masyarakat semakin makmur dan sejahtera, namun
layanan untuk menyalurkan kredit belum dilakukan oleh perbankan, selain
regulasinya belum ada, juga bentuk skema penyaluran kreditnya belum jelas.

Keywords: Laku Pandai, Penyaluran Kredit, Permodalan, Kemiskinan.


I. PENDAHULUAN
Perkembangan layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka keuangan
inklusif (Laku Pandai) oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah berkembang
dengan pesat sejak diresmikan pada tahun 2015, bila dilihat dari segi
penyebarannya sudah tersebar secara merata mulai dari pulau Sumatera, Jawa,
Kalimantan, Bali, NTB, NTT, Sulawesi, Maluku dan Papua. Perkembangan agen
layanan laku pandai selama 3 (tiga) tahun terakhir terlihat seperti pada gambar
sebagai berikut:
Gambar I.1
Perkembangan Agen Layanan Laku Pandai di Seluruh Provinsi
Tahun 2015-2017

1,35%
2017 18,96%
66,68%

1,98%
2016 18,31%
68,02%

2,00%
2015 12,00%
76,00%

0,00% 10,00% 20,00% 30,00% 40,00% 50,00% 60,00% 70,00% 80,00%

MALUKU DAN PAPUA NTT, NTB, DAN BALI KALIMANTAN


SUMATERA SULAWESI JAWA

Sumber OJK 2015-2017

Pertumbuhan agen layanan laku pandai selama 3 (tahun) di Pulau Jawa


mengalami penurunan sebesar 9,32% yaitu dari 76% pada tahun 2015 menurun
menjadi sebesar 66,68% pada tahun 2017, serta pulau Maluku dan Papua juga
mengalami penurunan juga sebesar 0,65% yaitu pada tahun 2015 sebesar 2% dan
pada tahun 2017 hanya sebesar 1,65%. Namun tidak untuk pulau Sumatera yang
mengalami pertumbuhan sebesar 6,96% yaitu pada tahun 2015 hanya sebesar 12%
telah mengalami peningkatan pada tahun 2017 sebesar 18,96%.
Dari segi nasabah yang menggunakan layanan laku pandai juga terus
mengalami peningkatan, baik perorangan maupun Badan Hukum, ini membuktikan
bahwa pengguna layanan laku pandai semakin berkembang, dan dapat dikatakan
masyarakat sudah merasakan kemanfaatannya. Namun sayangnya banyak Bank
yang masih belum menyediakan layanan laku pandai ini dengan berbagai alasan,
banyak kendala yang dihadapi oleh Bank, seperti teknologi informasi yang
biayanya tidak sedikit, infrastruktur telekomunikasi yang belum memadai
khususnya untuk Indonesia bagian timur, serta ketersediaan listrik yang belum
beroperasi selama 24 jam, serta banyak lagi permasalahan yang dihadapi oleh dunia
perbankan dalam menyukseskan program yang di gagas oleh Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), padahal penerapan program ini memiliki tujuan sangat mulia,
yaitu dalam rangka melayani masyarakat yang belum tersebtuh oleh dunia
perbankan (Bankable), dilayani untuk menyimpan dana/Tabungan, melakukan
pembayaran dan pembelian seperti listrik, telekomunikasi dan PDAM, serta dapat
memperoleh fasilitas kredit yang dipergunakan untuk meningkatkan kapasitas
usahanya, sehingga kebanyakan masyarakat yang belum tersentuh oleh layanan
berbankan/laku pandai sebagian besar pemenuhan kebutuhan dananya untuk saat
ini diperoleh dari para tengkulak serta perusahaan financial technologi (Fintech)
yang terus menerus memasarkan peminjaman dana dengan tingkat suku bunga
diatas 4% setiap bulannya, namun karena keterpaksaan maka para Nelayan, Petani
dan Peternak tersebut meminjam dana nya kepada penyedia dana tersebut.
Sementara itu, saat ini dunia perbankan masih asik dengan pemberian kredit kepada
nasabah yang memiliki risiko rendah seperti pemberian kredit kepada para Aparatur
Negara Sipil (ASN) serta para kontraktor yang sudah jelas pembayarannya dari
pemerintah, dan kepada para pedagang, atau perhotelan yang sudah berkembang
dengan maju.
Hal demikian sangat ironis sekali, di negeri tercinta Indonesia, dimana
masyarakat yang terpinggirkan belum diberikan akses untuk memperoleh
kesempatan mengembangkan usahanya, karena keterbatasan modal, tetapi pada
masyarakat yang bisnisnya sudah mapan terus diberikan kesempatan untuk
meningkatkan kapasitas usahanya, disisi lain tujuan pembentukan badan usaha
milik negara (BUMN) ataupun badan usaha milik daerah (BUMD) guna membantu
pertumbuhan ekonomi nasional maupun daerah dengan membantu usaha
masyarakat kecil, guna meningkatkan kapasitas usahanya, sehingga diharapkan
mereka mampu berkembang sebagai wiraswasta lama maupun baru belumlah
optimal. Dan kondisi ini terus menerus tidak dilakukan perubahan secara nyata oleh
pemegang regulasi/Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maka apa yang disampaikan
oleh pemikir manajemen bisnis (Juran ) yang menyatakan bahwa Teori Pareto juga
dikenal sebagai aturan 80-20, dimana sekitar 80% daripada efeknya disebabkan
oleh 20% dari penyebabnya ada, terus menjadi kenyataan, dan berdampak pada
kesejahteraan masyarakat yang pertumbuhannya tidak cepat, namun masyarakat
yang memiliki sumber daya yang lebih besar akan terus menguasai roda bisnis yang
berjalan saat ini.
Seiring dengan kebijakan Pemerintah mencari terobosan untuk mengatasi
kesenjangan antar-daerah di Indonesia, dimana selama dua dekade terakhir,
pertumbuhan ekonomi terkonsentrasi di Jawa yang berkontribusi hampir 58 persen
untuk PDB. Menurut (BPS, 2018) tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk
diukur dengan angka rasio gini. Saat rasio gini semakin mendekati angka satu,
artinya ketimpangan semakin besar. Ketika rasio gini semakin dekat ke angka nol,
artinya sudah ada kesetaraan dalam pengeluaran penduduk. Rasio gini pada Maret
2018 adalah 0,389. Angka ini turun dari rasio gini setahun lalu, Maret 2017 sebesar
0,391. Sedangkan menurut (Aliem, 2018) penduduk miskin yang tinggal di desa
lebih banyak dari penduduk yang miskin di kota. Di Maluku dan Papua, sebesar
29,15% penduduk yang tinggal di desa masih miskin. Di kota, hanya sebesar 5,03%
penduduk masuk kategori miskin. Di Bali dan Nusa Tenggara, 17,77% penduduk
desa masuk kategori miskin. Daerah dengan persentase penduduk miskin terendah
adalah di Kalimantan, 7,6% (di kota 4,33%), sedangkan nenurut (Yudhistira, 2018)
kesenjangan ini disebabkan usaha pemerataan belum menyentuh seluruh dana,
sedangkan dana desa yang saat ini belum bekerja secara optimal karena birokrasi
pencairan dana desa masih lambat, peranan BUMN/BUMD dan swasta untuk
menyerap hasil pertanian juga belum besar. Sedangkan menurut Menteri Keuangan
Republik Indonesia (Indrawati, 2018) untuk terus bertekad menurunkan angka
kemiskinan. Maka sangatlah tepat bila dalam layanan laku pandai oleh Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) dipertegas kembali kepada Bank penyelenggara untuk
memberikan layanan penyaluran kredit selain dari layanan yang telah dilakukan
saat ini.
Perkembangan pengguna layanan laku pandai sebagaimana digambarkan data
dibawah ini
Gambar I.2
Pengguna Layanan Laku Pandai
Tahun 2015-2017

17.792
2017
722.329

11.192
2016
264.724

1.451
2015
59.354

0 100.000 200.000 300.000 400.000 500.000 600.000 700.000 800.000

BADAN HUKUM PERORANGAN

Sumber OJK 2015-2017

Untuk penggunan layanan laku pandai perorangan selama 3 (tiga) tahun telah
mengalami peningkatan sebesar 662.975 orang atau 1,116% yaitu dari 59.354 orang
pada tahun 2015 meningkat sebesar 722.329 orang pada 2017. Perkembangan
layanan laku pandai untuk perorangan berkembang dengan pesat, khususnya untuk
melayani masyarakat yang belum mengenal Bank, pada umumnya mereka
menggunakan layanan ini baru sebatas untuk keperluan sehari-hari seperti untuk
pembelian pulsa telekomunikasi dan listrik, pembayaran PDAM, pengiriman uang
untuk keluarganya. Sedangkan untuk layanan yang bersifat produktif seperti
pemberian kredit kepada masyarakat di daerah tempat agen melakukan layanan,
masih banyak Bank yang belum tertarik mengembangkan layanan ini. Dan sebagian
besar masih melihat keuntungan dari investasi yang akan dikembangkan.
Sedangkan layanan laku pandai yang digunakan oleh Badan Hukum
perkembangannya sebagaimana data di bawah ini:

Gambar I.3
Penghimpunan Dana Laku Pandai
Tahun 2015-2017

1.216.952

3.700.215 2015
2016
2017
13.645.396

Sumber OJK 2015-2017

Untuk badan hukum mengalami peningkatan sebesar 17.792 badan hukum


atau 100% dimana pada tahun 2015 dari badan hukum belum ada peminat, dan pada
tahun 2017 sudah mengalami peningkatan sebesar 17.792 badan hukum.
Sedangkan untuk penghimpunan dana juga mengalami peningkatan secara
signifikan sebesar Rp12.428.444 atau 10,21% yaitu pada tahun 2015 hanya sebesar
Rp1.216.952 meningkat pada tahun 2017 sebesar Rp13.645.396
Pada umumnya masyarakat di daerah yang belum ada layanan Bank secara
fisik seperti di pemukiman petani, nelayan dan industri, mereka lebih senang
menggunakan layanan laku pandai yang ada di daerah tersebut melalui agen laku
pandai. Hal ini karena layanan laku pandai lebih simpel serta kantor Bank di daerah
tersebut tidak ada, sehingga bila harus ke kantor Bank, biaya yang dikeluarkan tidak
sedikit, akibatnya dana untuk menabung/mengirim uang ke sanak keluarganya
berkurang. Namun dengan adanya layanan laku pandai ini, mereka lebih mudah,
praktis serta dilakukan kapan saja, tidak terbatas oleh waktu baik pagi, siang, sore
bahkan tengah malam mereka menggunakan jasa layanan laku pandai.
Layanan laku pandai di kota Jayapura (di Jayapura Utara, Abepura, Muara
Tami) yang kami survey sebanyak 10 (sepuluh) agen layanan laku pandai, dan
sesuai hasil penelitian kami pada agen-agen tersebut, pada umumnya masyarakat
yang menggunakan layanan ini adalah masyarakat yang bekerja pada sektor
informal. Dan ketika ditanyakan kepada mereka mengapa mereka lebih tertarik
menggunakan layanan laku pandai, salah satu jawaban yang dilontarkan adalah
karena mereka kadang merasa malu datang ke kantor Bank yang serba mewah.
Dengan adanya program dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ini, mereka sangat
terbantu karena kapan saja mereka memerlukan jasa agen dapat dilayani, dan pada
umumnya mereka menggunakan layanan laku pandai setelah menyelesaiakn
pekerjaan rutin, seperti melaut, bertani dan berternak, bahkan pada saat tengah
malam mereka membangunkan agen laku pandai untuk membeli voucher listrik
karena listrik di rumahnya padam.
Saat ini layanan laku pandai di kota Jayapura baru dilayani oleh Bank BRI
terkenal dengan BRILinks nya, dan agen dari Bank BNI 46, kedua layanan ini
dipergunakan untuk layanan pembukaan rekening, setor dan tarik tunai, serta
pembayaran lainnya, dan belum dimanfaatkan untuk layanan pemberian kredit,
asuransi mikro. Sesuai hasil survey tim kami dalam melakukan pengamatan pada
agen layanan laku pandai di seluruh kota Jayapura sangat potensial sekali karena
kebanyakan di daerah tersebut pasarnya ada, yaitu berupa kegiatan produktif yang
sebagian besar di kuasai oleh para pemilik modal besar, sehingga banyak yang
belum memperoleh kesempatan untuk menikmati kemerdekaan ekonominya
sebagai bangsa yang telah menyatakan kemerdekaanya dari penjajahan 73 tahun
yang lalu. Dan ketika tim menyampaikan pertanyaan kepada agen layanan laku
pandai, kenapa tidak sekalian melayani penyaluran kredit padahal pasarnya
potensial, kebanyakan para agen menjawab bahwa mereka belum diberikan
kepercayaan dari Bank yang bekerja sama saat ini serta masih buta dalam hal
pemberian kredit.
Layanan penyaluran kredit ini sangat urgen sekali, mengingat dana yang
terkumpul di daerah tersebut sangat besar, dan sayang sekali jika potensi yang
sudah ada, tidak dikembangkan karena masih adanya keengganan dari Bank
penyelenggara, serta adanya kekosongan dalam memberikan layanan ini, telah
dimanfaatkan oleh perusahaan pembiayaan baik yang sudah resmi terdaftar pada
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun yang belum seperti para rentenir dengan
tingkat suku bunga yang lumayan tinggi. Sehingga sulit diharapkan untuk
meningkatkan kapasitas produktivitas dengan memberikan fasilitas pemberian
modal berupa kredit untuk membeli kelengkapan usahanya seperti pembelian
perahu, motor tempel, benih, ternak. Sehingga kondisi kehidupan mereka belum
ada sentuhan perbaikan kehidupan bagi masyarakat yang belum Bankable, masih
terus dibayang-bayangi oleh para tengkulak, bahkan saat ini dengan kemajuan
teknologi informasi yang semakin cepat, banyak perusahaan financial technologi
(fintech) menawarkan jasa peminjaman dana, cukup dengan menginput data KTP
memasukan Nomor Induk Kependudukan/NIK, peta rumah, foto pribadi serta data
lainnya, para nelayan, petani dan peternak bisa mendapatkan pinjaman yang cepat,
tidak memakan waktu yang berhari-hari.
Melihat perkembangan perusahaan Financial Technologi (Fintech) sangat
cepat di Indonesia. Dan tidak bisa juga dihalangi perusahaan tersebut akan
merambah ke daerah-daerah pinggiran yang membutuhkan dana untuk
pengembangan usahanya, mengingat perusahaan Fintech tersebut layananya cepat
dan tidak bertele-tele, cukup dengan memasukan data peminjam, maka dalam 1
(satu) jam keputusan akan dapat diketahui oleh peminjam, tapi untuk bunganya
sangat tinggi sekali. Menurut (Maharesi, 2017) Klaus Schwab dalam artikel “The
Fourth Industrial Revolution: What It Means, How to Respond", menyatakan kita
sedang berada dalam revolusi industri keempat yang ditandai dengan revolusi
digital yang secara fundamental mengubah cara hidup, cara kerja dan cara
berinteraksi satu sama lain. Revolusi digital mengubah wajah semua industri di
seluruh negara. Transformasi terjadi menyeluruh pada sistem produksi, manajemen
dan tata kelola industri. Disruptive innovations bermunculan, yaitu berbagai inovasi
baru yang berhasil mengubah, mengganti atau memperbaharui model bisnis, aturan
main, struktur dan lingkungan kompetisi. Imbasnya di sektor jasa keuangan
mengemuka fenomena financial technology (fintech). Price waterhouse Coopers
(PwC) dalam laporan "Financial Service Technology 2020 on Beyond: Embracing
Disruption", menempatkan fintech sebagai tema kunci teratas. PwC
mengungkapkan bahwa fintech akan mengarahkan industri jasa keuangan pada
model bisnis baru. Gelombang fintech tak terbendung. Fintech mewujud sebagai
tren lahirnya perusahaan-perusahaan yang menyediakan teknologi untuk
memfasilitasi layanan keuangan (startup) secara independen di luar lembaga
keuangan konvensional. Siapa saja yang mampu berinovasi dengan menciptakan
aplikasi baru layanan keuangan berbasis teknologi, maka serta merta menjadi
pemain fintech. Pergeseran pun terjadi dari Bank driven menjadi consumer driven,
yang membuka ruang bagi sedemikian banyak pemain baru di sektor jasa keuangan.
Kini fintech menjadi isu dunia yang menyerap perhatian para pelaku ekonomi,
khususnya di industri jasa keuangan. Hingga 2015, Silicon Valley Bank mencatat
volume investasi pada fintech di dunia mencapai lebih dari US$12 miliar. Dan bila
layanan laku pandai ini tidak dilakukan penekanan terhadap layanan penyaluran
kredit kepada dunia perbankan yang melakukan kegiatan layanan laku pandai,
maka masyarakat yang berada jauh dari layanan perbankan secara fisik akan
tergerus keberadaaanya, sehingga keberadaan layanan laku pandai yang telah di
gagas oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan semakin jauh dari harapannya yaitu
berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan penurunan ketimpangan pendapatan
yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, seiring
dengan agresifnya perusahaan Fintech menawarkan produknya. Sehingga
masyarakat akan semakin jauh untuk meningkatkan kesejahteraanya.
Menurut (BPS Kota Jayapura, 2017) garis kemiskinan adalah nilai
pengeluaran minimum makanan ditambah kebutuhan minimum non makanan.
Garis kemiskinan Kota Jayapura tahun 2016 sebesar Rp805.746,- atau meningkat
5,56 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Garis kemiskinan juga mempengaruhi
jumlah rumah tangga miskin di Kota Jayapura, karena penduduk miskin
adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah
garis kemiskinan. Pada tahun 2016 terjadi penurunan persentase penduduk miskin
sebesar 0,16 persen menjadi 12,06 persen dari nilainya yang sebesar 12,22 persen
pada tahun 2015. Indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan
kemiskinan (P2) tahun 2016 menunjukkan kecenderungan menurun, hal ini
mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung
semakin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk
miskin juga semakin mengecil. Selain menggunakan gini rasio, kriteria menurut
Bank Dunia (World Bank) juga dapat digunakan untuk mengukur sejauh mana
tingkat ketimpangan pendapatan penduduk di suatu wilayah. Ketimpangan
pendapatan diukur dengan menghitung persentase jumlah pendapatan penduduk
dari kelompok yang berpendapatan 40 persen terendah dibandingkan total
pendapatan seluruh penduduk. Tahun 2015, 40 persen rumah tangga berpendapatan
rendah dan 40 persen rumah tangga berpendapatan sedang di Kota Jayapura
menikmati 4,36 persen dan 30,29 persen pendapatan. Sedangkan, sisanya 65,35
persen dinikmati oleh 20 persen rumah tangga berpendapaatan tinggi. Berdasarkan
kriteria Bank Dunia, distribusi pendapatan di Kota.
Perekonomian Kota Jayapura tahun 2016 sebesar Rp26,03 triliun,
dihitung berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku. Nilai ini meningkat Rp2,90
triliun dari tahun sebelumnya. Pada PDRB atas dasar harga konstan tahun 2016 juga
mengalami percepatan dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp1,31 triliun,
menjadi sebesar Rp19,48 triliun. Perekonomian Kota Jayapura tumbuh 7,23 persen,
melambat dibandingkan pertumbuhan tahun 2015 sebesar 8,48 persen.
Pertumbuhan terjadi di seluruh lapangan usaha, pertumbuhan tertinggi terjadi pada
lapangan usaha pengadaan listrik dan gas. Sedangkan pertumbuhan terendah terjadi
pada lapangan usaha informasi dan komunikasi. Dilihat dari struktur
perekonomian, lapangan usaha yang mendominasi perekonomian Kota Jayapura
adalah lapangan usaha Konstruksi (Kategori F), Perdagangan Besar dan Eceran,
Reparasi mobil dan Sepeda Motor (Kategori G), serta Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib (Kategori O). Selama lima tahun terakhir
(tahun 2011 - 2015), kontribusi lapangan usaha Konstruksi (Kategori F) di Kota
Jayapura selalu mengalami peningkatan. Kontribusi kategori F terhadap
perekonomian Kota Jayapura sebesar 18,63 persen pada 2011 menjadi 24,40 persen
di tahun 2016.
Kontributor tertinggi kedua terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Jayapura
adalah lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda
Motor (Kategori G). Sejak tahun 2011, kontribusi lapangan usaha ini terus
menurun. Kontribusi kategori G terhadap perekonomian Kota Jayapura sebesar
16,47 persen pada 2011 menjadi 15,80 persen di tahun 2015. Kontributor tertinggi
ketiga adalah lapangan usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib (Kategori O). Kontribusi kategori O terhadap perekonomian Kota
Jayapura sebesar 12,42 persen pada 2016, meningkat dibanding tahun 2015 yang
sebesar 12,25 persen. Sedangkan lapangan usaha dengan kontribusi terkecil pada
tahun 2016 adalah Pengadaan Listrik dan gas sebesar 0,05 persen. Dengan demikian
dari angka-angka diatas, dapat dikatakan bahwa masyarakat kota Jayapura banyak
yang berkecimpung di perikanan, peternakan serta pertanian yang terlihat
kontribusinya.
Mendasari data kemiskinan, perolehan pendapatan yang terjadi di kota
Jayapura, untuk dasar memberikan solusi pemecahan guna mempercepat
penurunan kemiskinan, maka upaya yang perlu dilakukan oleh pemrintah yang
dalam hal ini diwakili oleh Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat.
pemerintah Daerah tidak akan bisa berbuat apa-apa jika kebijakan yang diterapkan
tidak didukung oleh kebijakan Pemerintah Pusat, maka penelitian kami hanya fokus
membahas pada layanan laku pandai, guna menganalisa perkembangan layanan
keuangan tanpa kantor (laku pandai) yang sudah dicanangkan oleh Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) selama tiga tahun di kota Jayapura. Dengan demikian rumusan
masalah penelitian ini adalah bagaimana meningkatkan layanan laku pandai bukan
hanya memberikan layanan memenuhi kebutuhan sehari-hari, tapi layanan laku
pandai ini disertai dengan kewjiban layanan penyaluran kredit, sehingga
masyarakat yang memiliki kemampuan usaha yang berada dipinggiran kota, bisa
meningkatkan produktivitasnya karena diberikan bantuan modal untuk membeli
perlengkapan usahanya, dan secara langsung berdampak pada pendapatan yang
akan diperoleh, yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat kemiskinan
masyarakat. Namun untuk meingkatkan layanan ini, diperlukan adanya kebijakan
dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai landasan bank penyelenggara serta
schema bisnis yang diperbolehkan oleh perbankan seperti apa.
Tujuan dari penelitian ini, diharapkan dapat (1) memberikan masukan yang
positif atas peningkatan layanan keuangan perbankan tanpa kantor (laku pandai)
untuk wajib menyalurkan dana/kredit, (2) bila dikembangkan peningkatan layanan
laku pandai ini, dengan menyalurkan kredit, yang bagaimana sesuai dengan
kebutuhan masyarakat tersebut.

II. TARGET ATAU SASARAN MODEL INKLUSI KEUANGAN


Layanan keuangan tanpa kantor (laku pandai) yang kami usulkan adalah
bagaimana mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mempertegas Bank
yang saat ini telah menyelenggarakan maupun belum melakukan layanan laku
pandai, untuk meningkatkan layanan selain membuka tabungan, penerimaan
pembayaran listrik, air, telekomunikasi dan sebagainya, juga untuk wajib
menyalurkan kredit, sehingga dana yang terkumpul di daerah tersebut oleh Bank
dapat dimanfaatkan secara optimal di daerah tersebut. Sebab yang terjadi saat ini,
Bank masih banyak yang belum mau menyalurkan kredit, selain karena model yang
belum ditemukan juga karena belum ada aturan yang tegas untuk menyalurkan
kredit bagi layanan laku pandai ini.
Dari tim peneliti, maka model bisnis yang diusulkan adalah penyaluran kredit
paling tepat adalah jenis Kredit Usaha Rakyat (KUR) serta Kredit Perumahan
bersubsidi dalam rangka peningkatan kualitas sanitasi lingkungan di daerah
tersebut, karena model penyaluran kredit ini, selain terjamin risikonya, juga Bank
tidak perlu takut dalam menyalurkan kreditnya kepada masyarakat, juga untuk
perbankan diberikan dana kelolaan yang cukup besar oleh Pemerintah pusat
sebelum Bank pmenyalurkan kredit terutama untuk kredit perumahan, serta bunga
yang dikenakannya juga terjangkau oleh masyarakat tersebut. Sedangkan untuk
proses pemilihan calon debitur yang akan diberikan kredit diserahkan kepada para
agen dengan melakukan verifikasi persetujuan pada fitur aplikasi penyaluran kredit
sehingga layanan laku pandai yang diselenggarakan oleh bank selain dari layanan
penerimaan DPK, Transfer, pembayaran dan pembelian juga layanan penyaluran
kredit.
Keterlibatan para agen dalam layanan penyaluran kredit ini sebagai penilai
awal, hanyalah untuk kegiatan pree screening yang semula aktivitas ini
diselenggarakan oleh account officer, serta para agen ini telah mengenal mereka
lebih dekal, dengan demikian secara alami akan terseleksi calon debitur yang benar-
benar yang memenuhi syarat khususnya character. Prosesnya pree screening oleh
para agen adalah ketika data calon debitur yang sudah lengkap terkirim terlebih
dahulu ke para agen melalui aplikasinya, dan bila telah dilakukan verifikasi data
tersebut terkirim ke server layanan penyaluran kredit yang disertai dengan
notifikasi sms, sehingga mau tidak mau para account officer akan melihat data yang
masuk dari para agennya. Adapun fitur layanan kredit Bank penyelenggara layanan
laku pandai tersebut rincian pengisiannya adalah sebagai berikut:
a. Calon peminjam mengisi data foto KTP
b. Agen yang ditunjuk melakukan verifikasi kebenaran atas data
c. Data diterima oleh Bank, yang akan melakukan verifikasi.
d. Bila memiliki prosepek maka dilakukan pembahasan
e. Jika disetujui, maka diberikan info melalui notifikasi sms, dan setuju sebagai
SPPK, dilanjutkan dengan persetujuan persyaratan, Perjanjian Kredit.
f. Kredit dicairkan melalui rekening yang bersangkutan.
Dengan demikian proses four eyes principle dalam menyalurkan kredit telah
dijalankan karena antara yang melakukan menerima nasabah, staf Bank yang
memasarkan kredit, serta yang memutuskan kredit, saling independent tidak saling
mempengaruhi, sehingga dalam penyaluran kredit benar-benar terseleksi mulai dari
tingkat agen sampai dengan di perbankan.
Sedangkan untuk memberikan memotivasi penyaluran kredit dengan benar
maka para agen oleh Bank penyelenggara wajib diberikan fee pemasaran saat
debitur yang telah menerima kredit mulai mengangsur, dengan demikian
keterlibatan para agen dalam penyaluran kredit dapat dioptimalkan terutama fungsi
free screening, supervisi serta penagihan akan terus terjaga.
III. DESKRIPSI MODEL INKLUSI KEUANGAN
Model inklusi keuangan yang diajukan oleh tim peneliti adalah meningkatkan
layanan laku pandai yang sudah ada dengan mewajibkan kepada Bank untuk
menambah fitur layanan penyluran kredit kepada masyarakat melalui agen yang
telah bekerja sama dengan Bank penyelenggara, sehingga debitur yang akan di
prospek telah terseleksi oleh agen tersebut, dengan demikian pihak perbankan akan
memperoleh debitur yang benar-benar memiliki kemampuan, sehingga pihak bank
mengurangi aktivitas free screening yang selama ini dilakukan, ang pada akhirnya
berdampak pada pengurangan biaya, waktu yang diperlukan dalam proses
penyaluran kredit.
Calon debitur pun tidak perlu sibuk mengurus pinjaman kredit ke kantor bank
untuk menyerahkan berkas, menghadap petugas kredit bank, dan pastinya akan
mengalami kendala physikologi berhadapan dengan petugas bank, sehingga
layanan pemberian kredit melalui agen laku pandai akan sangat berhasil bila
dilakukan. Proses layananya yaitu dimana calon debitur hanya mengisi data pribadi,
usaha, dan omzet, setelah diisi lalu di kirim melalui aplikasi kredit oleh Bank
penyelenggara, dan pengajuan kredit ini terlebih dahulu masuk ke alatnya agen
untuk mendapatkan verifikasi selanjutnya setelah dilakukan persetujuan data nya
terkirim ke Bank penyelenggara.
Layanan laku pandai penyaluran kredit ini beberapa pihak yang terlibat
prosenya melalui berbagai tahap, yaitu:
a. Peminjam adalah orang/kelompok yang biasa menggunakan jasa laku pandai.
b. Agen laku pandai adalah agen yang sudah lama bekerja sama.
c. Bank adalah Bank yang telah menyelenggarakan maupun yang akan
menyelenggarakan laku pandai
Para agen akan menerima permohonan kredit dari para calon debitur, dan
melalui seleksi yang ketat, maka para agen diberikan kesempatan untuk
menyeleksi, dan bila benar-benar terpilih maka dilakukan verifikasi ke aplikasi
tersebut, sehingga data calon debitur akan terkirim ke aplikasi Bank penyelenggara
laku pandai. Pihak bank akan menyeleksi lagi calon debitur yang potensial, dan bila
prospek maka pihak bank akan mendatangi calon debitur tersebut untuk
menghitung kelayakan baik dari segi usaha, periiznan, dan omzet. Setelah
dilakukan kalkulasi maka pihak credit analis akan memproses secara automatic
permohonan tersebut yang ditembuskan kepada pemutus, bila enurut pemutus saat
itu setujua maka pemberitahuan kepada calon nasabah diberikan, di cc ke para agen.
Untuk penandatangannya juga cukup dengan persetujuan calon debitur melalui
aplikasi maka semua proses pemberian kredit bisa dilakukan dan danaya ditransfer
ke rekening calon debitur.

IV. REGULASI
Untuk meningkatkan layanan laku pandai yang ditambahkan dengan layanan
penyaluran kredit, diperlukan suatu regulasi baru, karena layanan penyaluran kredit
pada laku pandai meskipun sudah diatur, namun hanya sebatas deskripsi saja tidak
diturunkan pengaturannya secara rinci, dan bagi Bank penyelenggara dengan
ketidakjelasan pengaturan ini, tentunya akan merasa senang, karena dalam
penyelenggaraan layanan laku pandai hanya memiliki kewajiban penghimpunan
dana, sehingga harapan besarnya dengan menyelenggarakan layanan laku pandai
oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum sepenuhnya memenuhi sebagian besar
masyarakat yang berada dipinggiran kota sering terlupakan, sehingga hasil
pembangunan yang selama ini digiatkan oleh Pemerintahan Presiden Jokowi masih
dirasakan kurang oleh sebagian besar masyarakat informal.
Bila Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga fokus bagaimana membantu
masyarakat pada umumnya lepas dari jerat kemiskinan, serta menyukseskan
program nawa cita yang dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia (RI) bapak
Ir. Joko Widodo juga harus berani mengintensifkan regulasi tentang peningkatan
layanan laku pandai mengatur tentang penyaluran kredit oleh Bank penyelenggara,
dengan melakukan hal sebagai berikut:
a. Penyempurnaan layanan laku pandai yang mengatur tentang pemberian
pinjaman;
b. Agunan dijamin pemerintah dengan batas plafond tertentu.
c. Pengaturan kredit untuk khusus untuk nelayan dan petani dengan tingkat suku
bunga rendah dan bebas dari biaya lainnya.
d. Diberikan kemudahan izin bagi Bank yang akan melakukan investasi fitur
layanan laku pandai yang sudah menambah fitur penyaluran kredit.

V. DAMPAK INOVASI
Dampak dari inovasi dengan menabahkan fitur laku pandai penyaluran kredit
dengan layanan yang saat ini sudah teresdia, adalah:
a) Memberikan kesempatan bagi para peani, nelayan dan peternak untuk
meningkatkan kapasitas usahanya, dengan memperoleh tambahan dana yang
harus mengurus bertele-tele, cukup hanya dengan aplikasi yang disediakan oleh
Bank penyelenggara maksud dan tujuan tersampaikan;
b) Meningkatkan pendapatan yang akan diperoleh dengan meningkatnya kapasitas
usaha, karena bila para nelayan, peternak dan petani ini dibiarkan tanpa ada
campur tangan dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daaerah maka
kebutuhan permodalannya akan mencari kepada para tengkulak, retenir dan
Fintech yang bunganya selangit.
c) Meningktatnya pendapatan para petani, nelayan dan peternak maka secara
langsung akan berdampak pada penurunan kemiskinan yang saat ini masih
membelit kaum pinggiran ini, dan bila secara terus menerus dijalankan oleh
berbagai pihak, maka pada tahun tertentu Indonesia negara yang tingkat
kemiskinanaya paling kecil.

VI. ANGGARAN
Anggaran yang akan dikeluarkan oleh calon penerima kredit hampir tidak ada,
karena peralatan yang digunakan adalah hanya berupa Handphone yang
didalamnya ada fitur suatu bank yang bisa di download di play store. Sedangkan
untuk para agen juga tidak mengeluarkan anggaran untuk peningkatan layanan ini,
karena perangkat yang akan dipergunakan adalah milik Bank penyelenggara.
Bagi Bank penyelenggara perlu mengeluarkan dana untuk pengembangan
tambahan kapasitas baik di mBanking nya bagi bank penyelenggara yang
menggunakan mobil banking, sedangkan bagi bank yang menggunakan EDC maka
harus menyediakan aplikasi secara terpisah yaitu semacam fitur mBanking, serta
penambahan pada sisi server Bank penyelenggara, atau bagi bank yang memiliki
layanan fintech tinggal ditambahkan pada aplikasi layanan laku pandai, sehingga
terjadi penggabungan aplikasi pada layanan laku pandai untuk penghimpunan dana
maupun aplikasi penyaluran kredit.
Dari sisi anggaran yang akan dikeluarkan oleh Bank penyelenggara juga tidak
terlalu besar karena sifatnya penambahan/penggabungan menu, sehingga tidak
berdampak pada pengeluaran investasinya. Namun pengeluaran yang akan
digunakan dalam meningkatkan kapasitas layanan laku pandai, bias juga dimasukan
dalam program CSR/Customer Social responsibility nya.
Potensi usaha yang digunakan oleh para usaha kecil sangat terbuka luas seperti
para nelayan potensi untuk meningkatkan produktivitas sangat besar, dimana di
kota Jayapura kebutuhan ikan segar sangat besar, demikian juga kebutuhan ternak
Sapi dan Kambing yang masih didatangkan dari pulau Jawa
VII. PELUANG REPLIKASI
Peluang untuk model ini bisa diterapkan ke seluruh pelosok Nusantara,
mengingat layanan laku pandai sudah diterapkan di seluruh Indonesia. Dan yang
dibutuhkan adalah dari sisi agen dan sisi perbankan nya terutaa untuk menambah
fitur layanan laku pandai guna penyaluran kredit. Karena itu diperlukan adanya
berbagai pendekatan berkaitan dengan:
a. Pendekatan Kebijakan
Pendekatan kebijakan ini ditunjukan kepada Bank penyelenggara, bahwa dalam
rangka menysuskseskan program pemerintah saat ini, perlu adanya kebijakan
untuk mengatur proses pemberian kredit. Sedangkan dari sisi Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) adalah dari sisi kebijakan kepada Bank penyelenggara untuk
melaksanakan peningkatan layanan laku pandai.
b. Pendekatan regulasi
Untuk sisi regulasi adalah menyangkut perubahan POJK dan SEOJK dalam
penyelenggaraan layanan laku pandai yang saat ini sudah ada namun secara
implementasi yang diselenggarakan oleh perbankan masih sebatas penerimaan
dana dan layanan jasa, belum menyentuh terhadap pengembangan kehidupan
dari masyarakat.
c. Pendekatan edukasi dan sosialisasi
Melakukan kegiatan edukasi dan edukasi untuk layanan penyaluran kredit
secara rutin yang dilakukan oleh OJK, Perbankan.
d. Pendekatan infrastruktur
Untuk meningkatkan layanan laku pandai ini diperlukan infrastruktur untuk
mendukung suksesnya penyelenggaraan, infrastruktur yang dibutuhkan adalah
penambahan kapasitas server, dan bentuk fitur mBanking di apss. Serta
infrastruktur dukungan dari komunikasi seluler.
e. Pendekatan komunikasi
Komunikasi perlu dilakukan baik melalaui Pemerintahan setempat, para agen
dan Bank penyelenggara. Karena bila dilakuk

DAFTAR PUSTAKA

Aliem, Mohamad. 2018. Penduduk miskin turun tipis, desa masih jadi Gudang
kemiskinan. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2018. Maret 2018, Persentase Kemiskinan Indonesia
Terendah Sejak 1999, Jakarta.
Badan Pusat Statistisk. 2017. Statistic Daerah Kota Jayapura. Jayapura.
Indrawati, Mulyani, Sri. 2018. Empat hal di balik angka kemiskinan Indonesia yang
disebut mencatat secarah. Jakarta.
Juran, Joseph M. (1993) Quality Planning and Analysis. Edisi ketiga. Mc-Graw Hill
Book, Inc. New York. Maharesi, Yogi. 2017. Fintech dan Transformasi
Industri Keuangan. Jakarta.
Otoritas Jasa Keuangan. 2015-2017. Laporan Profil Industri Perbankan. Jakarta.
Yudhistira, Bima. 2018. Ketimpangan Desa dan Kota. Jalarta.
GAMBAR

No Judul Halaman

Gambar I.1 Perkembangan Agen Layanan Laku Pandai 2


Tahun di seluruh Provinsi 2015-2017

Gambar I.2 Penggunaan Layanan Laku Pandai Tahun 5


2015-2017
Gambar I.3 Penghimpunan dana Layanan Laku Pandai 6
Tahun 2015-2017
Gambar III.I Model Inklusi Keuangan Penyaluran Kredit 16
Layanan Laku Pandai Tahun 2015-2017

Anda mungkin juga menyukai