Kendala yang dihadapi dalam memperluas keuangan inklusi secara umum dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu kendala yang dihadapi masyarakat dan lembaga keuangan
perbankan. Bagi masyarakat, kendala yang dihadapi seperti tidak adanya bank di sekitar
tempat tinggalnya atau memakan waktu yang cukup lama untuk menuju kantor cabang
terdekat, selain itu juga tingkat pemahaman terhadap pengelolaan keuangan yang masih
kurang. Masyarakat yang termasuk dalam golongan ekonomi menengah ke bawah memiliki
persepsi bahwa bank bukanlah untuk kalangannya, bahkan banyak dari mereka yang lebih
memilih meminjam dana kepada lembaga non bank seperti koperasi ataupun perorangan
bahkan bertransaksi melalui rentenir (Nelwan, 2014).
Pola pikir yang berkembang di masyarakat bahwa perbankan merupakan suatu lembaga
yang rumit dan kurang praktis, ditambah pula dengan kewajiban untuk mengisi administratif
serta biaya-biaya yang menurut mereka adalah biaya yang seharusnya tidak perlu dikeluarkan.
Pemikiran seperti itu yang mengakibatkan mereka untuk memilih tidak berhubungan dengan
perbankan atau menjadi kalangan unbanked people. Adapun kendala yang dihadapi oleh
lembaga keuangan perbankan diantaranya terbatasnya layanan perbankan ke masyarakat
diseluruh pelosok. Hal ini ditandai dengan terbatasnya infrastruktur karena kondisi alam
Indonesia yang berkepulauan. Perhitungan skala ekonomis operasional bank di suatu daerah
tersebut menjadi faktor penting seperti tergambar kecilnya indikator jumlah layanan perbankan
seperti kantor cabang dan ATM untuk setiap 1000 km2 luasan wilayah. Di sisi lain, untuk
menambah jaringan kantor di daerah terpencil bank dihadapkan pada persoalan biaya pendirian
yang relatif mahal (Yuliaty, 2017).