Digitalisasi Institusi
Keuangan Mikro Syariah
Ringkasan Eksekutif
Isu Utama: KNEKS telah merumuskan Strategi Pengembangan Keuangan Mikro Syariah Di
Indonesia pada tahun 2019, bahwa penguatan institusi keuangan mikro syariah (IKMS)
berkelanjutan memerlukan 3 buah pilar yakni (1) penguatan kelembagaan dan finansial (2)
lembaga dan sistem pengawasan (3) infrastruktur pendukung. Disamping itu KNEKS
mendorong terwujudnya digitalisasi IKMS karena dari hasil kajian menunjukkan bahwa tiga
pilar tersebut dapat diperkuat dengan digitalisasi. Digitalisasi IKMS menjadi urgent, karena
saat ini pola hidup masyarakat sudah berubah dari konvesinal ke online sebagai akibat dari
revolusi industri 4.0 dan pandemi Covid-19. Untuk itu KNEKS merumuskan rekomendasi
kebijakan yang mendukung digitalisasi IKMS agar lebih berperan dalam Pemulihan Ekonomi
Nasional (PEN).
1. Latar Belakang
Saat ini penggunaan handphone (HP) dan internet telah menjadi bagian keseharian hampir
seluruh masyarakat dunia. Berdasarkan laporan “We Are Social” pada Februari 2022, di
Indonesia penggunaan smarthphone dan internet sudah sangat tinggi. Laporan tersebut
menunjukkan bahwa pada tahun 2022 tercatat ada 370,1 juta pengguna HP (133,3% dari
penduduk Indonesia) dan pengguna internet sebanyak 204,7 juta atau 73,7 % dari penduduk
Indonesia.
Pada era revolusi industri 4.0 ini, bila tidak mampu mengadopsi teknologi digital maka akan
terpinggirkan. Aryanti (2017) menyajikan data pada tahun 2017 jauh sebelum krisis ekonomi
akibat pandemi Covid 19, beberapa jaringan toko raksasa dunia telah tutup akibat terlambat
mengadopsi teknologi digital, seperti toko raksasa dunia Radio Shack di AS yang menutup
1.643 toko, Gymboree yang menutup 150 toko, serta Walmart dan Meses yang menutup
cukup banyak toko.
Sektor keuangan merupakan salah satu sektor yang mengadopsi digitalisasi dengan cepat.
Anggraeni (2021) menyajikan data dari Bank Indonesia (BI) yang mencatat bahwa pada tahun
2021 transaksi uang elektronik tumbuh 49,06% yoy mencapai Rp 305,4 triliun sedangkan
transaksi digital banking meningkat 45,64% yoy (Rp 39.841,4 triliun). Ini berbeda dengan uang
tunai yang pada tahun 2021 hanya tumbuh 6,78% yoy (Rp 959,8 triliun).
Pada perbankan, transaksi digital mendominasi dibandingkan dengan transaksi melalui teller
atau kantor cabang. Anam (2022) menyampaikan contoh BRI yang transaksinya tumbuh
hingga 249,5% year on year (yoy) di 2021, didominasi oleh transaksi digital sebesar 96,7%
sedangkan transaksi melalui teller atau kantor cabang hanya 3,3%.
Bagi bank umum seperti BRI, adopsi teknologi digital bukan hal yang sulit, namun tidak
demikian bagi institusi keuangan mikro syariah (IKMS). IKMS yang dimaksud di sini dibagi ke
tiga kelompok yakni Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) dengan
regulatornya Kementrian Koperasi dan UKM kemudian Lembaga Keuangan Mikro Syariah
(LKMS) termasuk Bank Wakaf Mikro (BWM) di dalamnya dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS) dibawah pengaturan dan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Skala usaha yang
relatif masih kecil sehingga masih terbatas kemampuan keuangannya menjadikan umumnya
IKMS mengalami kesulitan mengadopsi teknologi digital. IKMS memiliki peran yang strategis
karena mendedikasikan layanannya untuk segmen yang saat ini masih belum banyak
tersentuh oleh perbankan. Segmen tersebut adalah usaha mikro dengan persentase 98,7
persen dari Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Di Indonesia, UMKM menjadi tulang
punggung perekonomian nasional karena berkontribusi terhadap penyerapan 109,84 juta
tenaga kerja atau 89,04 persen dari total tenaga kerja serta menyumbang 37,35 persen dari
PDB 2019 (data Kemenkop & UKM pada tahun 2019).
KNEKS memiliki fungsi mempercepat, memperluas, dan memajukan keuangan syariah dalam
rangka mendukung pembangunan ekonomi nasional. Sesuai fungsinya tersebut, KNEKS
bekerjasama dengan seluruh pemangku kepentingan keuangan mikro syariah di Indonesia,
baik itu regulator, asosiasi, maupun pelaku keuangan mikro syariah di lapangan untuk
membuat dan melaksanakan langkah-langkah strategis untuk mempercepat penguatan dan
pengembangan IKMS di Indonesia termasuk digitalisasi IKMS. Salah satu tahapan untuk
mewujudkan hal tersebut adalah dengan dibuatnya rekomendasi kebijakan tentang
digitalisasi IKMS. Kemudian bersama-sama dengan stakeholders terkait untuk
mengimplementasikannya.
2. Analisis
2.1. Existing Policy
Pemerintah Indonesia menargetkan modernisasi 500 koperasi sebagaimana tertuang dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Sebagai bagian dari
upaya modernisasi koperasi, Kementerian Koperasi dan UKM telah meluncurkan program
transformasi digital bagi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) serta Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah (KSPPS) pada tahun 2020 yang bertujuan untuk menumbuhkan
penggunaan sistem digital dalam aspek operasional dan pelaporan bisnis.
Sedangkan untuk digitalisasi Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) bisa kita telaah pada
peta jalan (roadmap) yang telah disusun oleh OJK. OJK telah menerbitkan Digital Finance
Innovation Road Map and Action Plan 2020-2024.
Gambar 1. Roadmap Digitalisasi Keuangan Indonesia
Roadmap tersebut mencakup juga untuk Lembaga Keuangan Mikro (LKM) baik konvensional
maupun syariah, IKM yang diawasi oleh OJK. Hal ini dapat kita lihat dari penjelasan salah satu
tujuannya yakni Contributive, yang merupakan salah satu dari empat tujuan dari roadmap
tersebut yakni Stable, Contributive, Inclusive dan Sustainability. Penjelasan untuk Contributive
adalah “enables contributions by digital financial services that empower people and expand
MSME financing”. Dengan demikian, meskipun dalam gambar hanya tertulis SME (small medium
enterprise), namun yang dimaksud adalah micro, small and medium enterprises atau biasa dikenal
dalam Bahasa Indonesia sebagai usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Segmen ini
merupakan ranah dari Lembaga Keuangan Mikro (LKM) baik konvensional maupun syariah.
Selain kebijakan dari Kementrian Koperasi dan UKM serta OJK, perlu juga memperhatikan
Blue Print Pembayaran Indonesia 2025 yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Secara ringkas
dapat dilihat pada gambar berikut:
Lemahnya posisi IKM dapat juga dilihat dari dari sisi skema pembiayaan yang ada saat ini.
redit
roduk n oice nancing
radingbypro ect
hanneling
B
E ecu ng
M
E ommerce
eterangan
roduk asa
ang embayaran
Ser ices
in aman
er a s ama
hanneling E ecu ng
em bayaran Melalui
Aplikas i
Skema digitalisasi
menggunakan Apps B B yang
menyatukan rantai pasokan
dan rantai keuangan
Adanya integrasi antara sektor riil dan sektor keuangan yang terhubungan dengan teknologi
digital memberikan keuntungan, diantaranya:
1. Adanya transparansi sehingga terhindar dari informasi asimetri.
2. Pelayanan yang lebih baik.
3. Efisiensi di setiap lini transaksi.
Hal ini dikuatkan dengan hasil kajian USAID (2021) menyimpulkan bahwa salah satu instrumen
kunci untuk modernisasi koperasi adalah teknologi informasi. Penerapan teknologi informasi
niscaya memberikan nilai tambah usaha dan menciptakan peluang usaha bagi koperasi dan
anggotanya.
Bila kajian OJK memberikan gambaran pentingnya suatu ekosistem untuk sistem ekonomi
secara umum, maka KNEKS telah merumuskan bahwa ekosistem keuangan syariah
sebagaimana gambar 6 berikut. Ekosistem ekonomi dan keuangan syariah memiliki
komponen yang luas karena selain komponen-komponen yang sifatnya komersil juga
terdapat komponen sosial seperti zakat, infaq, wakaf beserta lembaga-lembaga pengelola
serta regulatornya, juga terdapat komponen pranata peribadatan seperti masjid, majelis
taklim, pesantren dan lain-lain.
Gambar 6. Ekosistem Keuangan Syariah
Ekosistem ekonomi dan keuangan syariah yang tersaji pada gambar 6 ini menunjukkan betapa
luas potensi ekonomi dan keuangan syariah. Ekonomi dan keuangan syariah bisa besar dan
secara significant berkontribusi pada pengembangan ekonomi nasional bila unsur-unsur
dalam ekosistem tersebut saling terhubung.
IKMS adalah salah satu unsur dari ekosistem tersebut yang belum terhubung secara optimal.
Salah satu kendala IKMS belum bisa optimal masuk ke dalam ekosistem ekonomi dan
keuangan syariah adalah karena mayoritas IKMS masih belum tergiditalisasi, padahal
interkoneksi antar entitas ekosistem tersebut membutuhkan teknologi digital. Agar
berkembang secara berkelanjutan IKMS perlu terhubung dengan baik ke ekosistem ekonomi
dan keuangan syariah, dan untuk itu diperlukan digitalisasi IKMS sebagai game changer.
KNEKS telah melakukan kajian pengembangan digitalisasi IKMS dalam rangka pengembangan
dan penguatan IKMS yang berkelanjutan. Kajian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif
deskriptif. Secara umum, metode yang digunakan adalah sebagaimana tabel berikut.
Pada Strategi Pengembangan Keuangan Mikro Syariah Di Indonesia yang disusun oleh KNEKS
pada tahun 2019, telah merumuskan bahwa ada tiga pilar penguatan insitusi keuangan mikro
syariah (IKMS) berkelanjutan yakni (1) penguatan kelembagaan dan finansial (2) lembaga dan
sistem pengawasan (3) infrastruktur pendukung. Hal tersebut adalah sebagaimana gambar
berikut ini.
1 2
Dari hasil kajian KNEKS menemukan bahwa ada satu komponen pada salah satu pilar yang
mampu menguatkan tiga pilar pengembangan IKMS secara keseluruhan. Komponen tersebut
adalah teknologi informasi (TI) atau yang lebih spesifik lagi adalah digitalisasi.
Digitalisasi akan menguatkan pilar pertama yakni “Lembaga dan Sistem Pengawasan”. al ini
dimungkinkan karena setelah IKMS terdigitalisasi maka laporan-laporan akan mudah dibuat
oleh IKMS dan diselesaikan secara tepat waktu untuk kemudian secara online dihimpun di
pusat data Kementrian Koperasi dan UKM atau OJK sesuai aturan yang berlaku. Dengan
demikian maka pengawasan akan lebih kuat.
Digitalisasi IKMS akan mendukung penguatan pilar kedua yakni “Kelembagaan dan Finansial”.
Dengan adanya digitalisasi IKMS, maka akan tercipta IKMS yang efisien, professional, serta
meningkat kualitas dan jangkauan layanannya. Hal ini sesuai dengan hasil kajian USAID (2021)
yang menyimpulkan bahwa salah satu instrumen kunci untuk modernisasi koperasi adalah
teknologi informasi. Penerapan teknologi informasi niscaya memberikan nilai tambah usaha
dan menciptakan peluang usaha bagi koperasi dan anggotanya.
Pada gambar 7, pilar “Infrastruktur Pendukung” ada 4 komponen, yakni (1) APEX/asosiasi (2)
Penjamin Simpanan (3) Pusat Koordinasi Literasi Keuangan Islam (4) Teknologi Informasi (TI).
Komponen ke-4 adalahTI yang termasuk di dalamnya adalah digitalisasi. Dengan demikian,
maka digitalisasi akan memperkuat pilar “in rastruktur pendukung”, karena merupakan salah
satu komponen pada pilar tersebut.
Sebagai salah satu komponen pada pilar “Infrastruktur Pendukung”, digitalisasi IKMS juga
mendukung komponen lainnya seperti lembaga penjamin simpanan (LPS). Hal ini merujuk
pada hasil kajian KNEKS pada tahun 2021 tentang Sistem Penjaminan Simpanan Institusi
Keuangan Mikro Syariah.
Pembentukan sistem penjaminan simpanan pada IKMS perlu memperhatikan beberapa
prasyarat dan tahapan. Adapun prasyarat yang harus terpenuhi dalam mendukung
pembentukan sistem penjaminan simpanan pada IKMS dibagi menjadi dua yaitu aspek
fundamental dan pendukung. Pada aspek fundamental, terdapat tiga hal yang meliputi
dukungan pemerintah, peningkatan kualitas dan kapabilitas SDM, dan penyediaan
sistem tata kelola berbasis IT. Adapun aspek pendukung meliputi terbentuknya sistem
pemeringkatan IKMS sesuai dengan pengelompokan berbasis cluster yang mengacu
pada kinerja dan tata kelola.
KNEKS telah merumuskan 4 (empat) level digitalisasi pada IKMS (lihat gambar 8). Pencapaian
setiap level oleh IKMS akan berbeda tergantung pada berbagai faktor. faktor penting dari
digitalisasi adalah kapasitas kelembagaan (diantaranya legalitas kelembagaan, tata kelola,
manajemen risiko, permodalan) dan kesediaan IKMS untuk menuju next level of digitalization.
Selanjutnya IKMS tidak berhenti pada level pertama dari digitalisasi yaitu penggunaan core
system tapi mempunyai semangat untuk terus mengadopsi teknologi sesuai dengan
perkembangan zaman. Implementasi digitalisasi IKMS menganut prinsip technology with
human touch maksudnya penggunaan teknologi atau digitalisasi tidak meninggalkan jati diri
dari IKMS. Selama ini IKMS dikenal sebagai institusi yang mempunyai kedekatan (intimacy),
hubungan personal dan emosional, keakraban dan pengetahuan yang mendalam terhadap
anggota/nasabah. Ini merupakan keunggulan dari IKMS dibandingkan lembaga keuangan
yang lain termasuk fintech.
engembanganAspek
Bisnis , ,
engembangan
Membangun
elayanan Anggota
Ekosistem Digital,, Dll.
engembangan
ungsi Minimal
perasional BM elaporan
( ore ite engawasan
Micro nance system
eraca, isbah
abungan, Dll.
Dari gambar 8, maka dapat disimpulkan bahwa suatu IKMS bisa disebut sudah terdigitalisasi
ketika minimal telah mencapai level 1 (satu) yakni diimplementasikannya core system untuk
fungsi operasional IKMS.
1
Kementerian Koperasi dan UKM dalam Permen No. 9 Tahun 2020 tentang Pengawasan Koperasi membagi 4
(empat) objek pengawasan koperasi yaitu:
- KUK 1 memiliki jumlah anggota paling banyak 5.000 orang, jumlah modal sendiri paling banyak
Rp 250.000.000,00, dan/atau jumlah aset paling banyak Rp 2.500.000.000,00;
- KUK 2 memiliki jumlah anggota lebih dari 5.000 orang sampai dengan paling banyak 9.000 orang, jumlah
modal sendiri lebih dari Rp 250.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp 15.000.000.000,00, dan/atau
(2) Mendorong adanya aturan-aturan yang mendukung pengembangan digitalisasi
IKMS.
(3) Mendorong integrasi digitalisasi IKMS dengan ekosistem ekonomi dan keuangan
syariah.
(4) Mempercepat akses teknologi digital oleh UMKM melalui penyebaran dan
pemerataan infrastuktur internet serta edukasi literasi digital bagi UMKM dan
koperasi.
Seluruh rekomendasi kebijakan yang telah dirumuskan di atas disusun berdasarkan urgensi,
rasionalisasinya serta penjelasannya sebagaimana uraian berikut.
(1) Mendorong adanya core system gratis bagi IKMS Klasifikasi Usaha Koperasi (KUK) 1 dan
2 yang merupakan penyempurnaan dari core system yang ada saat ini.
Sebagaimana diuraikan pada bagian sebelumnya, core system (CS) bagi IKMS telah
tersedia di pasaran namun dengan harga yang mahal. Oleh karena itu untuk koperasi
yang kecil dan menengah yakni KUK 1 dan KUK 2 perlu digratiskan karena skala
ekonominya masih rendah.
CS yang digratiskan disempurnakan agar terbuka untuk pengembangan berkelanjutan
sehingga selalu update dengan teknologi terkini. Selain itu, CS tersebut perlu
dikembangkan kompatibilitasnya sehingga memungkinkan terkoneksi dengan berbagai
provider, aplikasi atau sistem. Dengan demikian maka IKMS bisa mudah untuk masuk ke
dalam ekosistem keuangan syariah.
Adanya core system gratis bagi IKMS membutuhkan effort, anggaran dan sumber daya
lainnya dari para pemangku kebijakan terkait IKMS. Namun sebagaimana disampaikan
sebelumnya digitalisasi IKMS merupakan komponen kunci sekaligus dapat mendukung
tiga pilar pengembangan dan penguatan IKMS secara berkelanjutan. Maka sumberdaya
yang dikerahkan untuk digitalisasi IKMS secara gratis akan tepat sasaran untuk
mengembangkan IKMS secara berkelanjutan.
Sehubungan segmen utama IKMS adalah UMKM maka pengadaan CS gratis bagi IKMS
akan mendukung pemulihan ekonomi nasional melalui pemberdayaan UMKM. Dengan
demikian akan menimbulkan multiplier effect dalam pemulihan ekonomi nasional.
(2) Mendorong adanya aturan-aturan yang mendukung digitalisasi IKMS.
Diperlukan adanya peraturan yang mempercepat digitalisasi IKMS dan menghilangkan
bottleneck (berjalan tidak optimal) dalam implementasi.
jumlah aset lebih dari Rp 2.500.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp l00.000.000.000,00 (seratus
miliar rupiah);
- KUK 3 memliki jumlah anggota lebih dari 9.000 orang sampai dengan paling banyak 35.000 orang, jumlah
modal sendiri lebih dari Rp l5.000.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp 40.000.000.000,00, dan/
atau jumlah aset lebih dari Rp l00.000.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp500.000.000.000,00;
dan
- KUK 4 memiliki jumlah anggota lebih dari 35.000 orang, jumlah modal sendiri lebih dari
Rp40.000.000.000,00, dan/atau jumlah aset lebih dari Rp500.000.000.000,00.
Beberapa aturan-aturan yang perlu didorong untuk digitalisasi IKMS diantaranya adalah:
a. Kewajiban KSPPS KUK 3 dan KUK 4 untuk melaporkan secara langsung (online) kepada
Kementrian Koperasi dan UKM.
b. Peraturan yang lebih jelas tentang sistem administrasi keanggotaan dan RAT secara
digital.
c. Penilaian Kesehatan secara digital.
d. Pemeriksaan KSPPS dan LKMS secara digital
e. Aturan tentang digital financial services yang melibatkan dan menguntungkan
koperasi.
f. Aturan tentang payment gateway yang melibatkan dan menguntungkan koperasi.
(3) Mendorong integrasi digitalisasi IKMS dengan ekosistem keuangan syariah lainnya.
IKMS akan berkinerja optimal dan berkontribusi maksimal ketika bisa terkoneksi dengan
baik dalam ekosistem ekonomi dan keuangan syariah. Sebagai contoh agar IKMS bisa
dilibatkan pada program-program Kemenko PMK seperti bantuan sosial, e-warung dan
sebagainya, IKMS harus sudah dilengkapi dengan teknologi digital yang memadai.
Dengan demikian, tidak hanya memiliki core system yang telah mengadopsi teknologi
digital dan aturan yang mendukungnya, namun digitalisasi IKMS yang direkomendasikan
adalah yang terkoneksi dengan ekosistem ekonomi dan keuangan syariah misal dengan
perbankan syariah, payment gateway, QRIS, e-wallet dan lain sebagainya.
(4) Mempercepat akses teknologi digital oleh UMKM melalui penyebaran lebih banyak dan
pemerataan infrastuktur internet serta edukasi peningkatan literasi digital bagi UMKM
dan Koperasi.
Rekomendasi pertama hingga ketiga, tidak bisa efektif ketika suatu wilayah belum ada
jaringan internet dan masyarakatnya tidak mengakses internet. Oleh karena itu, dua hal
ini menjadi penting agar digitalisasi IKMS dapat berjalan dengan baik.
Rincian rekomendasi untuk penyebaran dan pemerataan infrastruktur internet
diantaranya adalah:
a) mempermudah perizinan dan memberi insentif bagi swasta untuk menyediakan
BTS di wilayah terpencil;
b) mendorong kerja sama di antara para operator telekomunikasi untuk
meningkatkan efisiensi dengan, misalnya berbagi infrastruktur, memakai menara
bersama, serta kerja sama roaming domestik;
c) memperluas layanan internet terutama dalam program USO (Universal Service
Obligation/Kewajiban Pelayanan Universal) di bidang telekomunikasi dan
informatika sehingga bisa menjangkau wilayah 3T (tertinggal, terdepan dan
terluar).
Hasil kajian Bachtiar (2020) merekomendasikan pentingnya edukasi literasi digital bagi
UMKM. Kajian tersebut juga menemukan bahwa umumnya literasi digital yang rendah
pada kalangan yang berpendidikan rendah dan generasi tua. Maka sudah selayaknya
program edukasi literasi digital disusun dalam program dan media yang sesuai bagi
kalangan tersebut.
Contoh beberapa kegiatan yang dapat dilakukan setelah disesuaikan adalah sebagai
berikut:
- sosialisasi dan pelatihan literasi digital yang kreatif di masyarakat
- sosialisasi penggunaan internet aman dan pemahaman mengenai UU ITE
- pelatihan digital marketing dengan mengutamakan aktivitas pemasaran produk atau
jasa menggunakan teknologi digital
- melibatkan e-commerce untuk memberikan pelatihan dan pendampingan pada
pelaku UMKM
- dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar, Palmira Permata et all (2020). Ekonomi Digital untuk Siapa? Menuju Ekonomi Digital
yang Inklusif di Indonesia. Jakarta: The SMERU Research Institute.
Bank Indonesia (2019). Blueprint Pembayaran Indonesia 2025. Bank Indonesia: Menavigasi
Sistem Pembayaran Nasional di Era Digital. Jakarta: Bank Indonesia.
Flaming, Mark & Jenik, Ivo (2021). Digitization In Microfinance, Case Studies Of Pathways
To Success. Washington: CGAP Publication.
Komite Nasional Keuangan Syariah (2019). Strategi Pengembangan Keuangan Mikro Syariah
di Indonesia, Rekomendasi kebijakan. Jakarta: KNEKS.
Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (2021). Kajian Sistem Penjaminan Simpanan
Institusi Keuangan Mikro Syariah, Rekomendasi kebijakan. Jakarta: KNEKS.
OJK (2020). Digital Finance Innovation Road Map and Action Plan 2020-2024. Jakarta: OJK
Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2020-2024.
Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 11
Tahun 2018 tentang Perizinan Usaha Simpan Pinjam Koperasi.
Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 05
Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil dan
Menengah Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Perizinan Usaha Simpan Pinjam Koperasi.
Peraturan Menteri Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
2020 tentang Pengawasan Koperasi.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13 tahun 2018 tentang Inovasi Keuangan Digital
(Fintech).
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 37 tahun 2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui
Penawaran Saham.
Petunjuk Teknis Deputi Bidang Perkoperasian Nomor 15 Tahun 2021 Tentang Pedoman
Kertas Kerja Pemeriksaan Kesehatan Koperasi.
Anam, Khoirul. Wow Transaksi Digital BRI Tumbuh 96,7%! Ini Rinciannya. 15 Maret 2022.
https://www.cnbcindonesia.com/tech/20220315161542-37-323005/wow-transaksi-
digital-bri-tumbuh-967-ini-rinciannya
Anggraeni, Rika. BI: Transaksi Digital Meningkat 45,05 Persen Pada Kuartal III. 20 Oktober
2021. https://finansial.bisnis.com/read/20211020/90/1456320/bi-transaksi-digital-
meningkat-4505-persen-pada-kuartal-iii.
Aryanti, Fiki. Toko Ritel Tutup, karena Daya Beli atau Digitalisasi?. 27 Okt 2017.
https://www.liputan6.com/bisnis/read/3142860/toko-ritel-tutup-karena-daya-beli-
atau-digitalisasi
Muhammad, Azfar. Walau Usaha Kecil, UMKM Adalah Tulang Punggung Ekonomi RI. 19
September 2021. https://www.idxchannel.com/economics/walau-usaha-kecil-umkm-
adalah-tulang-punggung-ekonomi-
ri#:~:text=%E2%80%9CSektor%20UMKM%20merupakan%20tulang%20punggung,pers
en%20dari%20total%20PDB%20Indonesia.
We Are Social (2022). Digital 2022 Indonesia, The essential guide to the latest connected
behaviour. https://datareportal.com/reports/digital-2022-indonesia