Anda di halaman 1dari 18

Policy Recommendation

Digitalisasi Institusi
Keuangan Mikro Syariah

Ringkasan Eksekutif
Isu Utama: KNEKS telah merumuskan Strategi Pengembangan Keuangan Mikro Syariah Di
Indonesia pada tahun 2019, bahwa penguatan institusi keuangan mikro syariah (IKMS)
berkelanjutan memerlukan 3 buah pilar yakni (1) penguatan kelembagaan dan finansial (2)
lembaga dan sistem pengawasan (3) infrastruktur pendukung. Disamping itu KNEKS
mendorong terwujudnya digitalisasi IKMS karena dari hasil kajian menunjukkan bahwa tiga
pilar tersebut dapat diperkuat dengan digitalisasi. Digitalisasi IKMS menjadi urgent, karena
saat ini pola hidup masyarakat sudah berubah dari konvesinal ke online sebagai akibat dari
revolusi industri 4.0 dan pandemi Covid-19. Untuk itu KNEKS merumuskan rekomendasi
kebijakan yang mendukung digitalisasi IKMS agar lebih berperan dalam Pemulihan Ekonomi
Nasional (PEN).

Rekomendasi Kebijakan: Untuk pengembangan digitalisasi IKMS perlu memperhatikan hal-


hal berikut:
(1) Mendorong adanya core system gratis bagi IKMS khususnya Klasifikasi Usaha Koperasi
(KUK) 1 dan 2 yang merupakan penyempurnaan dari core system yang ada saat ini;
(2) Mendorong adanya aturan-aturan yang mendukung pengembangan digitalisasi IKMS;
(3) Mendorong integrasi digitalisasi IKMS dengan ekosistem keuangan syariah lainnya;
(4) Mempercepat akses teknologi digital oleh UMKM melalui penyebaran lebih banyak
dan pemerataan infrastuktur internet serta edukasi literasi digital bagi UMKM dan
koperasi.

1. Latar Belakang
Saat ini penggunaan handphone (HP) dan internet telah menjadi bagian keseharian hampir
seluruh masyarakat dunia. Berdasarkan laporan “We Are Social” pada Februari 2022, di
Indonesia penggunaan smarthphone dan internet sudah sangat tinggi. Laporan tersebut
menunjukkan bahwa pada tahun 2022 tercatat ada 370,1 juta pengguna HP (133,3% dari
penduduk Indonesia) dan pengguna internet sebanyak 204,7 juta atau 73,7 % dari penduduk
Indonesia.
Pada era revolusi industri 4.0 ini, bila tidak mampu mengadopsi teknologi digital maka akan
terpinggirkan. Aryanti (2017) menyajikan data pada tahun 2017 jauh sebelum krisis ekonomi
akibat pandemi Covid 19, beberapa jaringan toko raksasa dunia telah tutup akibat terlambat
mengadopsi teknologi digital, seperti toko raksasa dunia Radio Shack di AS yang menutup
1.643 toko, Gymboree yang menutup 150 toko, serta Walmart dan Meses yang menutup
cukup banyak toko.
Sektor keuangan merupakan salah satu sektor yang mengadopsi digitalisasi dengan cepat.
Anggraeni (2021) menyajikan data dari Bank Indonesia (BI) yang mencatat bahwa pada tahun
2021 transaksi uang elektronik tumbuh 49,06% yoy mencapai Rp 305,4 triliun sedangkan
transaksi digital banking meningkat 45,64% yoy (Rp 39.841,4 triliun). Ini berbeda dengan uang
tunai yang pada tahun 2021 hanya tumbuh 6,78% yoy (Rp 959,8 triliun).
Pada perbankan, transaksi digital mendominasi dibandingkan dengan transaksi melalui teller
atau kantor cabang. Anam (2022) menyampaikan contoh BRI yang transaksinya tumbuh
hingga 249,5% year on year (yoy) di 2021, didominasi oleh transaksi digital sebesar 96,7%
sedangkan transaksi melalui teller atau kantor cabang hanya 3,3%.
Bagi bank umum seperti BRI, adopsi teknologi digital bukan hal yang sulit, namun tidak
demikian bagi institusi keuangan mikro syariah (IKMS). IKMS yang dimaksud di sini dibagi ke
tiga kelompok yakni Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) dengan
regulatornya Kementrian Koperasi dan UKM kemudian Lembaga Keuangan Mikro Syariah
(LKMS) termasuk Bank Wakaf Mikro (BWM) di dalamnya dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS) dibawah pengaturan dan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Skala usaha yang
relatif masih kecil sehingga masih terbatas kemampuan keuangannya menjadikan umumnya
IKMS mengalami kesulitan mengadopsi teknologi digital. IKMS memiliki peran yang strategis
karena mendedikasikan layanannya untuk segmen yang saat ini masih belum banyak
tersentuh oleh perbankan. Segmen tersebut adalah usaha mikro dengan persentase 98,7
persen dari Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Di Indonesia, UMKM menjadi tulang
punggung perekonomian nasional karena berkontribusi terhadap penyerapan 109,84 juta
tenaga kerja atau 89,04 persen dari total tenaga kerja serta menyumbang 37,35 persen dari
PDB 2019 (data Kemenkop & UKM pada tahun 2019).
KNEKS memiliki fungsi mempercepat, memperluas, dan memajukan keuangan syariah dalam
rangka mendukung pembangunan ekonomi nasional. Sesuai fungsinya tersebut, KNEKS
bekerjasama dengan seluruh pemangku kepentingan keuangan mikro syariah di Indonesia,
baik itu regulator, asosiasi, maupun pelaku keuangan mikro syariah di lapangan untuk
membuat dan melaksanakan langkah-langkah strategis untuk mempercepat penguatan dan
pengembangan IKMS di Indonesia termasuk digitalisasi IKMS. Salah satu tahapan untuk
mewujudkan hal tersebut adalah dengan dibuatnya rekomendasi kebijakan tentang
digitalisasi IKMS. Kemudian bersama-sama dengan stakeholders terkait untuk
mengimplementasikannya.

2. Analisis
2.1. Existing Policy
Pemerintah Indonesia menargetkan modernisasi 500 koperasi sebagaimana tertuang dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Sebagai bagian dari
upaya modernisasi koperasi, Kementerian Koperasi dan UKM telah meluncurkan program
transformasi digital bagi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) serta Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah (KSPPS) pada tahun 2020 yang bertujuan untuk menumbuhkan
penggunaan sistem digital dalam aspek operasional dan pelaporan bisnis.
Sedangkan untuk digitalisasi Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) bisa kita telaah pada
peta jalan (roadmap) yang telah disusun oleh OJK. OJK telah menerbitkan Digital Finance
Innovation Road Map and Action Plan 2020-2024.
Gambar 1. Roadmap Digitalisasi Keuangan Indonesia

Roadmap tersebut mencakup juga untuk Lembaga Keuangan Mikro (LKM) baik konvensional
maupun syariah, IKM yang diawasi oleh OJK. Hal ini dapat kita lihat dari penjelasan salah satu
tujuannya yakni Contributive, yang merupakan salah satu dari empat tujuan dari roadmap
tersebut yakni Stable, Contributive, Inclusive dan Sustainability. Penjelasan untuk Contributive
adalah “enables contributions by digital financial services that empower people and expand
MSME financing”. Dengan demikian, meskipun dalam gambar hanya tertulis SME (small medium
enterprise), namun yang dimaksud adalah micro, small and medium enterprises atau biasa dikenal
dalam Bahasa Indonesia sebagai usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Segmen ini
merupakan ranah dari Lembaga Keuangan Mikro (LKM) baik konvensional maupun syariah.
Selain kebijakan dari Kementrian Koperasi dan UKM serta OJK, perlu juga memperhatikan
Blue Print Pembayaran Indonesia 2025 yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Secara ringkas
dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2. Blue Print Pembayaran Indonesia 2025


BI menargetkan pada Blue Print tersebut dapat mengangkat 62,9 juta UMKM menjadi
berkembang dan berkelanjutan melalui layanan keuangan digital.
Dengan demikian, kementerian dan lembaga-lembaga yang terkait telah mengeluarkan
rencana dan kebijakan untuk pengembangan digitalisasi institusi keuangan mikro (IKM) baik
yang konvensional maupun yang syariah. Selain itu, kementerian dan lembaga-lembaga
tersebut telah mengeluarkan beberapa peraturan yang terkait dengan digitalisasi IKM.
Dari kementerian Koperasi dan UKM, beberapa peraturan yang relevan dengan digitalisasi
diantaranya adalah,
1. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor
11 Tahun 2018 tentang Perizinan Usaha Simpan Pinjam Koperasi;
2. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor
05 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil dan
Menengah Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Perizinan Usaha Simpan Pinjam Koperasi;
3. Peraturan Menteri Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 9
Tahun 2020 tentang Pengawasan Koperasi;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan
Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Sedangkan peraturan dari OJK diantaranya adalah,
1. POJK NO. 13 tahun 2018 tentang Inovasi Keuangan Digital (Fintech)
2. POJK NO. 37 tahun 2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham
Untuk BI, aturan yang relevan diantaranya adalah Peraturan Bank Indonesia No.
18/40/Pbi/2016 Tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran.
Berkenaan dengan regulasi-regulasi yang relevan untuk IKMS, pada tahun 2021, USAID telah
menyelesaikan Studi Modernisasi Koperasi Berbasis Kewirausahaan. Pada kajian tersebut
ditemukan bahwa aplikasi layanan transaksi digital kepada anggota koperasi sampai saat ini
masih terhambat dengan berbagai regulasi dari BI dan OJK. Regulasi dari BI terkait payment
gateway yang dipraktikkan dalam uang elektronik, sedangkan regulasi dari OJK adalah
tentang Digital Financial Service (DFS) yang dipraktikkan dalam bentuk branchless banking.
KSPPS dan LKMS yang dalam hal ini berbadan hukum koperasi tidak masuk dalam pengaturan-
pengaturan tersebut sehingga mengalami kesulitan dalam mengembangkan instrumen
pembayaran dan layanan berbasis digital.
Beberapa aturan bagi Koperasi masih belum adaptif dengan digitalisasi. Sebagai contoh
adalah tentang data anggota yang harus disajikan secara hardcopy bahkan harus menuliskan
pada buku standar yang dikeluarkan oleh dinas koperasi. Selain itu untuk pemeriksaan, di
dinas-dinas tingkat kabupaten/kota, pemeriksaan masih dilakukan melalui berkas hardcopy,
padahal untuk KSPPS besar, banyak data dan dokumen yang sudah terdigitalisasi. Contoh
lain adalah masih adanya beberapa KSPPS mendapatkan penilaian tingkat Kesehatan kurang,
karena pelaksanaan RAT dilaksanakan secara digital atau online.
2.2. Ketersediaan Teknologi Digital untuk IKMS
Dari sisi ketersediaan teknologi, saat ini sudah tersedia aplikasi digital bagi IKM atau IKMS
yang relatif cukup baik. Beberapa fasilitas diantaranya adalah,
1. pelaporan akuntansi;
2. data pembiayaan (angsuran yang sudah masuk, tunggakan, dan lain-lain);
3. pembukaan rekening simpanan sukarela dan simpanan berjangka melalui handphone;
4. pengecekan saldo simpanan melalui handphone;
5. pembayaran (PDAM, Listrik, dan lain-lain);
6. dan fasilitas layanan keuangan lainnya.
Meskipun aplikasi digital untuk IKM dan IKMS sudah ada namun masih banyak yang belum
menggunakannya. Sebagai contoh, hasil kajian OJK tentang digitalisasi institusi keuangan
mikro (IKM) tahun 2021. Kajian dilakukan pada 1.371 LKM dari 33 Provinsi dengan rincian,
124 LKM yang diawasi oleh OJK dan 1.247 LKM yang belum diawasi oleh OJK. Hasil kajian
menunjukkan bahwa LKM yang diawasi oleh OJK 60% belum terdigitalisasi, sedangkan LKM
yang berada diluar pengawasan OJK 55% belum terdigitalisasi.
Hasil kajian USAID (2021) menemukan bahwa untuk pengadaan aplikasi IT mayoritas koperasi
didasarkan atas pertimbangan harga (95,8%). Kajian itu juga menemukan bahwa 48%
responden memiliki anggaran di bawah Rp50 juta untuk pengadaan aplikasi IT.
Dengan demikian, dapat disimpulkan dari sisi teknologi, digitalisasi IKMS sudah relatif tersedia
namun mayoritas IKMS belum menggunakannya masih terkendala dari sisi pengadaannya,
karena faktor harga menjadi pertimbangan utama.

2.3. Pengaturan dan Pengawasan IKMS


Terdapat 2 (dua) otoritas/regulator dalam pengaturan dan pengawasan IKMS di Indonesia
yakni Kementrian Koperasi dan UKM untuk KSPPS dan OJK untuk LKMS dan BPRS. Mayoritas
LKMS adalah Bank Wakaf Mikro (BWM) yang sejak pendiriannya sudah difasilitasi dengan core
system berteknologi digital. Laporan pada rapat pleno KNEKS Mei 2022, diperoleh data bahwa
jumlah BWM ada 62 sedangkan LKMS non BWM berjumlah 15. Dengan demikian, mayoritas
LKMS sudah terdigitalisasi. Saat ini OJK telah memiliki dashboard yang menghimpun dan
meringkas laporan-laporan yang dikirim dari LKMS.
Kementrian Koperasi dan UKM telah melakukan serangkaian perbaikan pengawasan
diantaranya dengan menerbitkan Permenkop dan UKM No. 9 Thn 2020 tentang Pengawasan
Koperasi. Aturan ini telah memiliki aturan pelaksanaannya yakni Petunjuk Teknis Deputi
Bidang Perkoperasian Nomor 15 Tahun 2021 Tentang Pedoman Kertas Kerja Pemeriksaan
Kesehatan Koperasi. Petunjuk Teknis (Juknis) ini telah dilengkapi dengan kertas kerja
(worksheet) yang akan dilanjutkan ke tahapan berikutnya yakni pengawasan dan penilaian
kesehatan secara digital.
Hingga saat ini belum ada satu dashboard data IKMS yang terpusat. Upaya digitalisasi IKMS
akan mendorong adanya satu dashboard data IKMS agar dapat meningkatkan kualitas
pengawasan juga bisa menjadi sarana untuk meningkatkan perbaikan kinerja IKMS.
2.4. Ekosistem Ekonomi dan Keuangan Syariah
Kajian OJK (2021) menemukan bahwa posisi IKM dalam ekosistem mata rantai ekonomi
masih lemah.

Antar pelaku rantai pasok belum terintegrasi kepada


lembaga pembiayaan sehingga terdapat asimetri
in ormasi antara dan penyedia asa keuangan (alur
pasokan dan alur permodalan belum terkoneksi .
arga pada ap aktor dapat meningkat
sampai dengan bahkan lebih.

Gambar 3. Rantai Pasok dan Hubungan dengan LKM Saat Ini

Lemahnya posisi IKM dapat juga dilihat dari dari sisi skema pembiayaan yang ada saat ini.

redit
roduk n oice nancing
radingbypro ect

hanneling
B
E ecu ng
M

E ommerce

Gambar 4. Skema Pembiayaan UMK Saat ini


Hasil kajian menyarankan suatu ekosistem yang mendukung pemberdayaan UMKM dan juga
LKM. Ekosistem yang disarankan ini menjadi sangat mungkin dengan dukungan digitalisasi.

eterangan
roduk asa
ang embayaran
Ser ices
in aman
er a s ama
hanneling E ecu ng

em bayaran Melalui
Aplikas i

Skema digitalisasi
menggunakan Apps B B yang
menyatukan rantai pasokan
dan rantai keuangan

Micro inancing ommerc ial inancing Micro inancing

Adanya integrasi antara sektor riil dan sektor keuangan yang terhubungan dengan teknologi
digital memberikan keuntungan, diantaranya:
1. Adanya transparansi sehingga terhindar dari informasi asimetri.
2. Pelayanan yang lebih baik.
3. Efisiensi di setiap lini transaksi.
Hal ini dikuatkan dengan hasil kajian USAID (2021) menyimpulkan bahwa salah satu instrumen
kunci untuk modernisasi koperasi adalah teknologi informasi. Penerapan teknologi informasi
niscaya memberikan nilai tambah usaha dan menciptakan peluang usaha bagi koperasi dan
anggotanya.
Bila kajian OJK memberikan gambaran pentingnya suatu ekosistem untuk sistem ekonomi
secara umum, maka KNEKS telah merumuskan bahwa ekosistem keuangan syariah
sebagaimana gambar 6 berikut. Ekosistem ekonomi dan keuangan syariah memiliki
komponen yang luas karena selain komponen-komponen yang sifatnya komersil juga
terdapat komponen sosial seperti zakat, infaq, wakaf beserta lembaga-lembaga pengelola
serta regulatornya, juga terdapat komponen pranata peribadatan seperti masjid, majelis
taklim, pesantren dan lain-lain.
Gambar 6. Ekosistem Keuangan Syariah

Ekosistem ekonomi dan keuangan syariah yang tersaji pada gambar 6 ini menunjukkan betapa
luas potensi ekonomi dan keuangan syariah. Ekonomi dan keuangan syariah bisa besar dan
secara significant berkontribusi pada pengembangan ekonomi nasional bila unsur-unsur
dalam ekosistem tersebut saling terhubung.
IKMS adalah salah satu unsur dari ekosistem tersebut yang belum terhubung secara optimal.
Salah satu kendala IKMS belum bisa optimal masuk ke dalam ekosistem ekonomi dan
keuangan syariah adalah karena mayoritas IKMS masih belum tergiditalisasi, padahal
interkoneksi antar entitas ekosistem tersebut membutuhkan teknologi digital. Agar
berkembang secara berkelanjutan IKMS perlu terhubung dengan baik ke ekosistem ekonomi
dan keuangan syariah, dan untuk itu diperlukan digitalisasi IKMS sebagai game changer.

2.5. Jaringan dan Literasi Internet


Bagian ini membahas faktor vital untuk pendukung keberhasilan digitalisasi IKMS, yakni
ketersediaan jaringan internet dan literasi internet masyarakat terutama pengusaha mikro
yang menjadi segmen utama dari IKMS. Ketersediaan jaringan internet menjadi issue karena
di Indonesia masih ada wilayah-wilayah yang belum memiliki sinyal internet atau masih ada
blank spot di beberapa wilayah. Dengan demikian, untuk masyarakat yang berada wilayah-
wilayah tersebut belum dapat terlayani dengan optimal oleh IKMS yang sudah terdigitalisasi.
Bachtiar (2020) dalam kajiannya menemukan bahwa di Indonesia akses internet masih belum
merata berdasarkan wilayah, gender, tingkat kesejahteraan, tingkat pendidikan, serta sektor
usaha.
Faktor pendukung utama lainnya untuk digitalisasi adalah jumlah UMKM yang mempunyai
akses internet. Faktor ini menjadi penting, karena ketika IKMS telah terdigitalisasi dan seluruh
wilayah di Indonesia telah terjangkau oleh jaringan internet namun ketika UMKM-nya belum
mengakses internet maka UMKM bertransaksi secara online masih sedikit. Dengan demikian
peningkatan kualitas IKMS menjadi terdigitalisasi menjadi kurang bermakna. Untuk itu tingkat
inklusivitas masyarakat terhadap internet menjadi salah satu faktor pendukung yang penting.
Terkait konektivitas UMKM dengan internet dapat melihat hasil penelitian Backhtiar (2020)
yang mengutip hasil studi oleh Center for Digital Society–Universitas Gadjah Mada (CfDS–
UGM):
“.. bahwa mayoritas (6 ,5 mitra perempuan Peer-to-Peer (P2P) Lending Amartha
ternyata tidak mempunyai akses ke internet (Angendari, 2020). Selain itu, mereka yang
tidak memiliki ponsel pintar kebanyakan berusia tua, tidak pernah bersekolah, atau
hanya tamat SD. Studi tersebut menyimpulkan bahwa hambatan terbesar bagi akses
internet dan TIK seseorang adalah (i) orang yang bersangkutan tidak merasa bahwa
mengakses internet atau TIK itu bermanfaat, (ii) penggunaannya dianggap tidak mudah,
dan (iii) orang yang bersangkutan tidak mempunyai waktu untuk belajar
menggunakannya.”
Atas hasil studi tersebut dan studi yang lainnya, Bachtiar (2020) memberikan rekomendasi
tentang pentingnya peningkatan literasi digital kepada masyarakat terutama dari kalangan
marginal.

2.6. Urgensi Digitalisasi IKMS

KNEKS telah melakukan kajian pengembangan digitalisasi IKMS dalam rangka pengembangan
dan penguatan IKMS yang berkelanjutan. Kajian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif
deskriptif. Secara umum, metode yang digunakan adalah sebagaimana tabel berikut.

Pengumpulan Data Informasi yang diperoleh Sumber data

Data sekunder Analisis data makro RPJM 2022 – 2024 koperasi


perkembangan teknologi dan UKM; jurnal dan hasil
digital, khususnya di dunia penelitian sebelumnya yang
keuangan mikro dan koperasi. relevan.
Berita-berita yang relevan
Kajian regulasi Kerangka kebijakan KSPPS dan UU, Permen, Perdep, POJK
melalui studi LKMS yang terkait dengan terkait KSPPS dan LKMS.
pustaka digitalisasi
Kajian Studi Kasus Model, pencapaian dan Beberapa KSPPS dan LKMS
tantangan implementasi yang dipilih secara purposive
digitalisasi di IKMS. yang telah menerapkan
digitalisasi di lembaganya.
Diskusi dengan Kebijakan dan situasi kekinian Rapat/diskusi dengan OJK
pemangku digitalisasi IKMS yang membidangi LKMS,
kepentingan utama Deputi dan asistem deputi di
kementrian Koperasi UKM
yang relevan serta DEKS
Bank Indonesia.
Sharing Session Pemahaman kondisi kekinian Sharing session secara
digitalisasi IKMS dari perspeksif online dengan narasumber
industry provider IT bagi IKMS dari para provider IT dan
dan IKMS itu sendiri peserta dari beberapa IKMS.

Pada Strategi Pengembangan Keuangan Mikro Syariah Di Indonesia yang disusun oleh KNEKS
pada tahun 2019, telah merumuskan bahwa ada tiga pilar penguatan insitusi keuangan mikro
syariah (IKMS) berkelanjutan yakni (1) penguatan kelembagaan dan finansial (2) lembaga dan
sistem pengawasan (3) infrastruktur pendukung. Hal tersebut adalah sebagaimana gambar
berikut ini.

1 2

Gambar 7. Strategi Pengembangan IKMS

Dari hasil kajian KNEKS menemukan bahwa ada satu komponen pada salah satu pilar yang
mampu menguatkan tiga pilar pengembangan IKMS secara keseluruhan. Komponen tersebut
adalah teknologi informasi (TI) atau yang lebih spesifik lagi adalah digitalisasi.
Digitalisasi akan menguatkan pilar pertama yakni “Lembaga dan Sistem Pengawasan”. al ini
dimungkinkan karena setelah IKMS terdigitalisasi maka laporan-laporan akan mudah dibuat
oleh IKMS dan diselesaikan secara tepat waktu untuk kemudian secara online dihimpun di
pusat data Kementrian Koperasi dan UKM atau OJK sesuai aturan yang berlaku. Dengan
demikian maka pengawasan akan lebih kuat.
Digitalisasi IKMS akan mendukung penguatan pilar kedua yakni “Kelembagaan dan Finansial”.
Dengan adanya digitalisasi IKMS, maka akan tercipta IKMS yang efisien, professional, serta
meningkat kualitas dan jangkauan layanannya. Hal ini sesuai dengan hasil kajian USAID (2021)
yang menyimpulkan bahwa salah satu instrumen kunci untuk modernisasi koperasi adalah
teknologi informasi. Penerapan teknologi informasi niscaya memberikan nilai tambah usaha
dan menciptakan peluang usaha bagi koperasi dan anggotanya.
Pada gambar 7, pilar “Infrastruktur Pendukung” ada 4 komponen, yakni (1) APEX/asosiasi (2)
Penjamin Simpanan (3) Pusat Koordinasi Literasi Keuangan Islam (4) Teknologi Informasi (TI).
Komponen ke-4 adalahTI yang termasuk di dalamnya adalah digitalisasi. Dengan demikian,
maka digitalisasi akan memperkuat pilar “in rastruktur pendukung”, karena merupakan salah
satu komponen pada pilar tersebut.
Sebagai salah satu komponen pada pilar “Infrastruktur Pendukung”, digitalisasi IKMS juga
mendukung komponen lainnya seperti lembaga penjamin simpanan (LPS). Hal ini merujuk
pada hasil kajian KNEKS pada tahun 2021 tentang Sistem Penjaminan Simpanan Institusi
Keuangan Mikro Syariah.
Pembentukan sistem penjaminan simpanan pada IKMS perlu memperhatikan beberapa
prasyarat dan tahapan. Adapun prasyarat yang harus terpenuhi dalam mendukung
pembentukan sistem penjaminan simpanan pada IKMS dibagi menjadi dua yaitu aspek
fundamental dan pendukung. Pada aspek fundamental, terdapat tiga hal yang meliputi
dukungan pemerintah, peningkatan kualitas dan kapabilitas SDM, dan penyediaan
sistem tata kelola berbasis IT. Adapun aspek pendukung meliputi terbentuknya sistem
pemeringkatan IKMS sesuai dengan pengelompokan berbasis cluster yang mengacu
pada kinerja dan tata kelola.
KNEKS telah merumuskan 4 (empat) level digitalisasi pada IKMS (lihat gambar 8). Pencapaian
setiap level oleh IKMS akan berbeda tergantung pada berbagai faktor. faktor penting dari
digitalisasi adalah kapasitas kelembagaan (diantaranya legalitas kelembagaan, tata kelola,
manajemen risiko, permodalan) dan kesediaan IKMS untuk menuju next level of digitalization.
Selanjutnya IKMS tidak berhenti pada level pertama dari digitalisasi yaitu penggunaan core
system tapi mempunyai semangat untuk terus mengadopsi teknologi sesuai dengan
perkembangan zaman. Implementasi digitalisasi IKMS menganut prinsip technology with
human touch maksudnya penggunaan teknologi atau digitalisasi tidak meninggalkan jati diri
dari IKMS. Selama ini IKMS dikenal sebagai institusi yang mempunyai kedekatan (intimacy),
hubungan personal dan emosional, keakraban dan pengetahuan yang mendalam terhadap
anggota/nasabah. Ini merupakan keunggulan dari IKMS dibandingkan lembaga keuangan
yang lain termasuk fintech.
engembanganAspek
Bisnis , ,
engembangan
Membangun
elayanan Anggota
Ekosistem Digital,, Dll.
engembangan
ungsi Minimal
perasional BM elaporan
( ore ite engawasan
Micro nance system
eraca, isbah
abungan, Dll.

Gambar 8. Level Digitalisasi IKMS

Dari gambar 8, maka dapat disimpulkan bahwa suatu IKMS bisa disebut sudah terdigitalisasi
ketika minimal telah mencapai level 1 (satu) yakni diimplementasikannya core system untuk
fungsi operasional IKMS.

3. Permasalahan dan Solusi


Dari bagian sebelumnya dapat disimpulkan beberapa issue strategis terkait digitalisasi IKMS:
a. Masih terbatasnya peraturan dan perlunya kejelasan implementasi yang mendukung
digitalisasi IKMS.
b. Banyak IKMS yang belum menggunakan teknologi digital meskipun sudah tersedia; hal
ini dikarenakan masih terbatasnya pendanaan dari IKMS.
c. IKMS belum terintegrasi dengan baik ke dalam sistem ekonomi dan keuangan syariah
melalui teknologi digital.
d. Masih adanya wilayah yang belum terlayani jaringan internet dan masih banyak
masyarakat khususnya UMKM yang belum mengakses internet.
Berkenaan dengan itu, untuk pengembangan digitalisasi IKMS perlu memperhatikan hal-hal
berikut:
(1) Mendorong adanya core system gratis bagi IKMS yang masuk ke dalam klasifikasi
kecil dan menengah yaitu Klasifikasi Usaha Koperasi (KUK)1 1 dan 2 bila
menggunakan nomenklatur Kementerian Koperasi dan UKM.

1
Kementerian Koperasi dan UKM dalam Permen No. 9 Tahun 2020 tentang Pengawasan Koperasi membagi 4
(empat) objek pengawasan koperasi yaitu:
- KUK 1 memiliki jumlah anggota paling banyak 5.000 orang, jumlah modal sendiri paling banyak
Rp 250.000.000,00, dan/atau jumlah aset paling banyak Rp 2.500.000.000,00;
- KUK 2 memiliki jumlah anggota lebih dari 5.000 orang sampai dengan paling banyak 9.000 orang, jumlah
modal sendiri lebih dari Rp 250.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp 15.000.000.000,00, dan/atau
(2) Mendorong adanya aturan-aturan yang mendukung pengembangan digitalisasi
IKMS.
(3) Mendorong integrasi digitalisasi IKMS dengan ekosistem ekonomi dan keuangan
syariah.
(4) Mempercepat akses teknologi digital oleh UMKM melalui penyebaran dan
pemerataan infrastuktur internet serta edukasi literasi digital bagi UMKM dan
koperasi.

Seluruh rekomendasi kebijakan yang telah dirumuskan di atas disusun berdasarkan urgensi,
rasionalisasinya serta penjelasannya sebagaimana uraian berikut.
(1) Mendorong adanya core system gratis bagi IKMS Klasifikasi Usaha Koperasi (KUK) 1 dan
2 yang merupakan penyempurnaan dari core system yang ada saat ini.
Sebagaimana diuraikan pada bagian sebelumnya, core system (CS) bagi IKMS telah
tersedia di pasaran namun dengan harga yang mahal. Oleh karena itu untuk koperasi
yang kecil dan menengah yakni KUK 1 dan KUK 2 perlu digratiskan karena skala
ekonominya masih rendah.
CS yang digratiskan disempurnakan agar terbuka untuk pengembangan berkelanjutan
sehingga selalu update dengan teknologi terkini. Selain itu, CS tersebut perlu
dikembangkan kompatibilitasnya sehingga memungkinkan terkoneksi dengan berbagai
provider, aplikasi atau sistem. Dengan demikian maka IKMS bisa mudah untuk masuk ke
dalam ekosistem keuangan syariah.
Adanya core system gratis bagi IKMS membutuhkan effort, anggaran dan sumber daya
lainnya dari para pemangku kebijakan terkait IKMS. Namun sebagaimana disampaikan
sebelumnya digitalisasi IKMS merupakan komponen kunci sekaligus dapat mendukung
tiga pilar pengembangan dan penguatan IKMS secara berkelanjutan. Maka sumberdaya
yang dikerahkan untuk digitalisasi IKMS secara gratis akan tepat sasaran untuk
mengembangkan IKMS secara berkelanjutan.
Sehubungan segmen utama IKMS adalah UMKM maka pengadaan CS gratis bagi IKMS
akan mendukung pemulihan ekonomi nasional melalui pemberdayaan UMKM. Dengan
demikian akan menimbulkan multiplier effect dalam pemulihan ekonomi nasional.
(2) Mendorong adanya aturan-aturan yang mendukung digitalisasi IKMS.
Diperlukan adanya peraturan yang mempercepat digitalisasi IKMS dan menghilangkan
bottleneck (berjalan tidak optimal) dalam implementasi.

jumlah aset lebih dari Rp 2.500.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp l00.000.000.000,00 (seratus
miliar rupiah);
- KUK 3 memliki jumlah anggota lebih dari 9.000 orang sampai dengan paling banyak 35.000 orang, jumlah
modal sendiri lebih dari Rp l5.000.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp 40.000.000.000,00, dan/
atau jumlah aset lebih dari Rp l00.000.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp500.000.000.000,00;
dan
- KUK 4 memiliki jumlah anggota lebih dari 35.000 orang, jumlah modal sendiri lebih dari
Rp40.000.000.000,00, dan/atau jumlah aset lebih dari Rp500.000.000.000,00.
Beberapa aturan-aturan yang perlu didorong untuk digitalisasi IKMS diantaranya adalah:
a. Kewajiban KSPPS KUK 3 dan KUK 4 untuk melaporkan secara langsung (online) kepada
Kementrian Koperasi dan UKM.
b. Peraturan yang lebih jelas tentang sistem administrasi keanggotaan dan RAT secara
digital.
c. Penilaian Kesehatan secara digital.
d. Pemeriksaan KSPPS dan LKMS secara digital
e. Aturan tentang digital financial services yang melibatkan dan menguntungkan
koperasi.
f. Aturan tentang payment gateway yang melibatkan dan menguntungkan koperasi.
(3) Mendorong integrasi digitalisasi IKMS dengan ekosistem keuangan syariah lainnya.
IKMS akan berkinerja optimal dan berkontribusi maksimal ketika bisa terkoneksi dengan
baik dalam ekosistem ekonomi dan keuangan syariah. Sebagai contoh agar IKMS bisa
dilibatkan pada program-program Kemenko PMK seperti bantuan sosial, e-warung dan
sebagainya, IKMS harus sudah dilengkapi dengan teknologi digital yang memadai.
Dengan demikian, tidak hanya memiliki core system yang telah mengadopsi teknologi
digital dan aturan yang mendukungnya, namun digitalisasi IKMS yang direkomendasikan
adalah yang terkoneksi dengan ekosistem ekonomi dan keuangan syariah misal dengan
perbankan syariah, payment gateway, QRIS, e-wallet dan lain sebagainya.
(4) Mempercepat akses teknologi digital oleh UMKM melalui penyebaran lebih banyak dan
pemerataan infrastuktur internet serta edukasi peningkatan literasi digital bagi UMKM
dan Koperasi.
Rekomendasi pertama hingga ketiga, tidak bisa efektif ketika suatu wilayah belum ada
jaringan internet dan masyarakatnya tidak mengakses internet. Oleh karena itu, dua hal
ini menjadi penting agar digitalisasi IKMS dapat berjalan dengan baik.
Rincian rekomendasi untuk penyebaran dan pemerataan infrastruktur internet
diantaranya adalah:
a) mempermudah perizinan dan memberi insentif bagi swasta untuk menyediakan
BTS di wilayah terpencil;
b) mendorong kerja sama di antara para operator telekomunikasi untuk
meningkatkan efisiensi dengan, misalnya berbagi infrastruktur, memakai menara
bersama, serta kerja sama roaming domestik;
c) memperluas layanan internet terutama dalam program USO (Universal Service
Obligation/Kewajiban Pelayanan Universal) di bidang telekomunikasi dan
informatika sehingga bisa menjangkau wilayah 3T (tertinggal, terdepan dan
terluar).

Hasil kajian Bachtiar (2020) merekomendasikan pentingnya edukasi literasi digital bagi
UMKM. Kajian tersebut juga menemukan bahwa umumnya literasi digital yang rendah
pada kalangan yang berpendidikan rendah dan generasi tua. Maka sudah selayaknya
program edukasi literasi digital disusun dalam program dan media yang sesuai bagi
kalangan tersebut.
Contoh beberapa kegiatan yang dapat dilakukan setelah disesuaikan adalah sebagai
berikut:
- sosialisasi dan pelatihan literasi digital yang kreatif di masyarakat
- sosialisasi penggunaan internet aman dan pemahaman mengenai UU ITE
- pelatihan digital marketing dengan mengutamakan aktivitas pemasaran produk atau
jasa menggunakan teknologi digital
- melibatkan e-commerce untuk memberikan pelatihan dan pendampingan pada
pelaku UMKM
- dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar, Palmira Permata et all (2020). Ekonomi Digital untuk Siapa? Menuju Ekonomi Digital
yang Inklusif di Indonesia. Jakarta: The SMERU Research Institute.

Bank Indonesia (2019). Blueprint Pembayaran Indonesia 2025. Bank Indonesia: Menavigasi
Sistem Pembayaran Nasional di Era Digital. Jakarta: Bank Indonesia.

Flaming, Mark & Jenik, Ivo (2021). Digitization In Microfinance, Case Studies Of Pathways
To Success. Washington: CGAP Publication.

Komite Nasional Keuangan Syariah (2019). Strategi Pengembangan Keuangan Mikro Syariah
di Indonesia, Rekomendasi kebijakan. Jakarta: KNEKS.

Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (2021). Kajian Sistem Penjaminan Simpanan
Institusi Keuangan Mikro Syariah, Rekomendasi kebijakan. Jakarta: KNEKS.

OJK (2020). Digital Finance Innovation Road Map and Action Plan 2020-2024. Jakarta: OJK

Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2020-2024.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Kemudahan,


Pelindungan, Dan Pemberdayaan Koperasi Dan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah.

Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 11
Tahun 2018 tentang Perizinan Usaha Simpan Pinjam Koperasi.

Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 05
Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil dan
Menengah Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Perizinan Usaha Simpan Pinjam Koperasi.

Peraturan Menteri Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
2020 tentang Pengawasan Koperasi.

Peraturan Bank Indonesia No. 18/40/Pbi/2016 Tentang Penyelenggaraan Pemrosesan


Transaksi Pembayaran.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13 tahun 2018 tentang Inovasi Keuangan Digital
(Fintech).

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 37 tahun 2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui
Penawaran Saham.

Petunjuk Teknis Deputi Bidang Perkoperasian Nomor 15 Tahun 2021 Tentang Pedoman
Kertas Kerja Pemeriksaan Kesehatan Koperasi.

USAID (2021). Studi Modernisasi Koperasi Berbasis Kewirausahaan. Jakarta: USAID.


WEBSITE

Anam, Khoirul. Wow Transaksi Digital BRI Tumbuh 96,7%! Ini Rinciannya. 15 Maret 2022.
https://www.cnbcindonesia.com/tech/20220315161542-37-323005/wow-transaksi-
digital-bri-tumbuh-967-ini-rinciannya

Anggraeni, Rika. BI: Transaksi Digital Meningkat 45,05 Persen Pada Kuartal III. 20 Oktober
2021. https://finansial.bisnis.com/read/20211020/90/1456320/bi-transaksi-digital-
meningkat-4505-persen-pada-kuartal-iii.

Aryanti, Fiki. Toko Ritel Tutup, karena Daya Beli atau Digitalisasi?. 27 Okt 2017.
https://www.liputan6.com/bisnis/read/3142860/toko-ritel-tutup-karena-daya-beli-
atau-digitalisasi

Muhammad, Azfar. Walau Usaha Kecil, UMKM Adalah Tulang Punggung Ekonomi RI. 19
September 2021. https://www.idxchannel.com/economics/walau-usaha-kecil-umkm-
adalah-tulang-punggung-ekonomi-
ri#:~:text=%E2%80%9CSektor%20UMKM%20merupakan%20tulang%20punggung,pers
en%20dari%20total%20PDB%20Indonesia.

We Are Social (2022). Digital 2022 Indonesia, The essential guide to the latest connected
behaviour. https://datareportal.com/reports/digital-2022-indonesia

Anda mungkin juga menyukai