Anda di halaman 1dari 9

Nama : Muhammad Ansyori Wibowo

NIM : 1707114043
Kelas : Teknik Kimia S1 C

MITIGASI PENCEMARAN
LIMBAH B3 ATAU LIMBAH RADIOAKTIF

I. Pendahuluan
Definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa
(limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan
beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta
konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung
dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan
manusia. B3 adalah bahan buangan bentuk (padat, cair dan gas) yang dihasilkan
baik dari proses produksi maupun dari proses pemanfaatan produksi industri
tersebut yang mempunyai sifat berbahaya dan sifat beracun terhadap ekosistem
karena dapat bersifat korosif, eksplosif, toksik, reaktif, mudah terbakar,
menghasilkan bau, radioaktif dan bersifat karsinogenik maupun mutagenik
terhadap kesehatan manusia dan lingkungan (PP No. 12/1995).
Merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 12/1995, tentang sumber
penghasil Limbah B3didefinisikan sebagai setiap orang atau Badan Usaha yang
menghasilkan Limbah B3 dan menyimpannya untuk sementara waktu di dalam
lokasi atau area kegiatan sebelum Limbah B3 tersebut diserahkan kepada pihak
yang bertanggungjawab untuk dikumpulkan dan diolah. Sumber penghasil
Limbah B3 lainnya cukup beragam diantaranya berasal dari rumah sakit, PLTN,
Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Penelitian.
II. Pengelolalan Limbah
Pengolahan limbah pada dasarnya merupakan upaya mengurangi volume,
konsentrasi atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau kegiatan, melalui
proses fisika, kimia atau biologi. Upaya pertama yang harus dilakukan adalah
upaya preventif yaitu mengurangi volume bahaya limbah yang dikeluarkan ke
lingkungan yang meliputi upaya mengurangi limbah pada sumbernya, serta upaya
pemanfaatan limbah.
Pola penanganan limbah industri baik bila bersifat terintegrasi, yaitu
penanganan dimulai dari sumbernya (point of generation). Tujuannya untuk
mengeliminasi limbah yang diikuti dengan pewadahan di tempat, pengumpulan,
pengangkutan, penyimpanan, pengolahan sampai dengan pengolahan akhir
(ultimate disposal) yang dilakukan secara aman, sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan. Untuk tujuan penanganan, komposisi kimia dari setiap limbah harus
ditentukan di laboratorium dengan tujuan untuk dapat menentukan tingkat potensi
toksisitasnya dan pengaruhnya terhadap kesehatan manusia. Sebagai contoh
kandungan B3 yang dominan dalam limbah pestisida adalah As, Cl-Hidrokarbon,
sianida, Pb, Hg, Zn, dan senyawa organik (Nerren w& Nelson L, 1991).
Limbah B3 memerlukan pengolahan sebelum dibuang ke pembuangan
akhir atau didaurulang. Pengolahan limbah B3 dapat dilaksanakan secara fisik,
kimia, biologis atau pembakaran. Kombinasi dari cara pengolahan sertingkali
diterapkan untuk memperoleh hasil yang efektif tetapi murah biayanya dan dapat
diterima oleh lingkungan. Pengolahan ditujukan untuk mengurangi dan
menghilangkan racun/detoksitasi, merubah bahan berbahaya menjadi kurang
berbahaya atau untuk mempersiapkan proses berikutnya. Menurut PP No. 85
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3),
upaya pengelolaan limah B3 dimaksudkan untuk menghilangkan atau mengurangi
sifat atau karakteristik berbahaya dan beracun yang dikandungnya agar tidak
membahayakan kesehatan manusia sekaligus mencegah terjadinya segala resiko
pencemaran yang dapat merusak kualitas lingkungan. Kaitannya dengan
lingkungan wewenang dan tanggungjawab pengelolaan dilakukan oleh Bapedal.
Penanganan atau pengolahan limbah padat atau lumpur B3 pada dasarnya
dapat dilaksanakan di dalam unit kegiatan industri (on-site treatment) maupun
oleh pihak ketiga (off-site treatment) di pusat pengolahan limbah industri. Apabila
pengolahan dilaksanakan secara on-site treatment, perlu dipertimbangkan hal-hal
berikut:
 jenis dan karakteristik limbah padat yang harus diketahui secara pasti agar
teknologi pengolahan dapat ditentukan dengan tepat; selain itu, antisipasi terhadap
jenis limbah di masa mendatang juga perlu dipertimbangkan
 jumlah limbah yang dihasilkan harus cukup memadai sehingga dapat
menjustifikasi biaya yang akan dikeluarkan dan perlu dipertimbangkan pula
berapa jumlah limbah dalam waktu mendatang (1 hingga 2 tahun ke depan)
 pengolahan on-site memerlukan tenaga tetap (in-house staff) yang menangani
proses pengolahan sehingga perlu dipertimbangkan manajemen sumber daya
manusianya
 peraturan yang berlaku dan antisipasi peraturan yang akan dikeluarkan
Pemerintah di masa mendatang agar teknologi yang dipilih tetap dapat memenuhi
stándar
Strategi penanganan yang diterapkan, pada prinsipnya dengan mengusahakan
untuk :
a. Hazardous Waste Minimization, adalah mengurangi sampai seminimum
mungkin jumlah limbah kegiatan industri.
b. Daur Ulang dan Recovery. Untuk cara ini dimaksudkan memanfaatkan kembali
sebagai bahan baku dengan metoda daur ulang atau recovery.
c. Proses Pengolahan. Proses ini untuk mengurangi kandungan unsur beracun
sehingga tidak berbahaya dengan cara mengolahnya secara fisik, kimia dan
biologis.
d. Secured Landfill. Cara ini mengkonsentrasikan kandungan limbah B3 dengan
fiksasi kimia dan pengkapsulan, selanjutnya dibuang ketempat pembuangan aman
dan terkontrol.
e. Proses detoksifikasi dan netralisasi. Netralisasi untuk menghasilkan kadar racun
lebih rendah.
f. Incenerator, yaitu memusnahkan denan cara pembakaran pada alat pembakar
khusus (Lisa Moran and Tina Masciangioli, 2010).
III. Pembuangan Limbah B3 (Disposal)
Pembuangan akhir ke tanah dibedakan atas landfill dan sumur injeksi.
Pembuangan akhir ke tanah bukan merupakan akhir permasalahan dari sistem
pengolahan sampah. Cara penimbunan ke tanah merupakan cara yang popular dan
umum. Cara ini mudah dilaksanakan, tidak perlu keahlian khusus maupun alat
khusus, biaya awal rendah, bila dibandingkan dengan biaya setelah penutupan
landfill maka penimbunan menjadi mahal. Sebagian dari limbah B3 yang telah
diolah atau tidak dapat diolah dengan teknologi yang tersedia harus berakhir pada
pembuangan (disposal). Tempat pembuangan akhir yang banyak digunakan untuk
limbah B3 ialah landfill (lahan urug) dan disposal well (sumur pembuangan).
Landfill untuk penimbunan limbah B3 diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu:
(1) secured landfill double liner, (2) secured landfill single liner, dan (3) landfill
clay liner dan masingmasing memiliki ketentuan khusus sesuai dengan limbah B3
yang ditimbun.

Limbah Radioaktif
I. Pendahuluan
Suatu fasilitas nuklir pacta umumnya didisain dengan tingkat keselamatan
yang tinggi, sehingga diharapkan selama beroperasi tidak mempunyai fisiko
terhadap lingkungan clan pekerja. Tingkatan fisiko setiap fasilitas nuklir akan
berbeda, tergantung dari proses yang terjadi clan source term yang tersimpan
dalam fasilitas. Salah sarti acuan untuk mengetahui tingkat keselamatan pacta
instalasi nuklir adalah dengan mengetahui fisiko yang ditimbulkan ipstalasi
tersebut.
. Potensi bahaya pertama berhubungan dengan pelepasan bahan radioaktif,
sedangkan potensi bahaya kedua berhubungan dengan bahaya non nuklir yang
pacta umumnya dalam analisis fisiko di reaktor nuklir kurang diperhitungkan.
Potensi bahaya kedua dapat berupa pelepasan gas beracun, pelepasan material
dapat bakar (flammable materia!), pelepasan energi clan reaksi suatu z~ kimia
dengan zat lain~ng menimbulkandek yang lebih besar (reaktivitas).

II. Deskripsi Proses


Limbah yang telah sampai pada instalasi pada umumnya dipisahkan atas
jenis yaitu: cair, semi cair clan padat. Limbah cair non korosif (< 10-2Ci/m3)
diproses secara evaporasi untuk mereduksi volume, sedangkan limbah cair korosif
yaitu yang banyak mengandung fluor perlu dilakukan proses kimia dalam fasilitas
chemical treatment. Limbah cair organik direduksi dengan cara insenerasi,
sedangkan limbah aktivitas tinggi disimpan pada fasilitas penyimpanan sementara
limbah aktivitas tinggi. Hasil reduksi dari limbah cair setelah dilakukan sementasi
disimpan dalam tempat penyimpanan sementara. Limbah semi cair misalnya resin
bekas, setelah dilakukan sementasi kemudian dikungkung dalam teton 950 L clan
disimpan dalam tempat penyimpanan sementara.
Limbah padat dibedakan atas 4 jenis yaitu : termampatkan, tak
termampatkan clan tak terbakar, terbakar, clan aktivitas tinggi. Untuk yang dapat
dimampatkan sebelum dilakukan sementasi peflu direduksi dengan kompaktor
(berkekuatan 600 kN), sedangkan yang tidak termampatkan clan aktivitas tinggi
diluruhkan sebelum disimpan dalam penyimpan sementara. Limbah padat yang
dapat terbakar direduksi dengan insenerasi sebelum disementasi.
. Limbah cair masuk ke dalam tangki evaporator yang dilengkapi dengan
tangki tranquilization clankeloID pemisah uap'~Tangki tranquilization
mempunyai fungsi untuk memisahkan fase cair clanoar, sedangkan
keloIDpemisah bertujuan'untuk memisahkan cairan yang masih terbawa oleh oar.
Konsentrat yang merupakan hasil evaporasi dari "tangki tranquilization dialirkan
dalam penampung untuk selanjutnya dilakukan proses / sementasi, sedangkan
sebagian cairan masuk kembali dalam tangki evaporator. Cairan yang dipisahkan
kolom pemisah dialirkan pada tangki penyimpan limbah, sedangkan uapnya
dikondensasikan pada kondensor yang selanjutnya didinginkan clan ditampung
dalam tangki destiiasi. Komponen dalam sistem evaporator antara lain: penukar
panas (single-pass vertical tubular exchanger), keloIDpemisah (counter-current
scrubbing on exchange plates), kondensor (single-pass horizontal), pendingin (V-
tube horisonial). Komponen penunjangnya antara lain: tangki, katup, pipa
penghubung, pompa, baffle plate, resin.
, insenerator pada prinsipnya merupakan 2 ruang pembakaran yang
mempunyai laju pembakaran untuk limbah padat adalah 50 kg/jam clan limbah
cair 20 kg/jam. Gas hasil pembakaran yang keluar dari ruang pembakar
mempunyai temperatur sekitar 8500 C sehingga perlu didinginkan menggunakan
udara ( dilution fan) clan diharapkan temperatur turun menjadi sekitar 1800 C.
Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan bag filter clan disaring kembali
menggunakan Hepa filter. Hasil insenerasi (abu) dilakukan proses sementasi,
sedangkan gas yang yang keluar dari Hepa filter dengan suhu 1800 C dialirkan
pada keloID pencucian karena bersifat asam. Pada keloID ini dilakukan netralisasi
dengan larutan soda clanpendinginan sehingga suhunya menjadi 500 C. Untuk
menghindari kondensasi pada exhaust fan clan cerobong dilakukan pemanasan
ulang, setelah berdasarkan hasil monitor gas dianggap aktivitasnya rendah dilepas
ke lingkungan melalui cerobong. Komponen dari insenerator terdiri atas : tungku
pembakar, tangki, katup, pompa, filter, fan, venturi washer, kolom netralisasi, koil
pemanas, penukar panas clan lain-Iainnya.

I. Pendahuluan
Pusat Teknologi Teknologi Bahan Bakar Nuklir (PTBN) merupakan instansi
yang bertugas untuk pelaksanaan pengembangan teknologi produksi bahan bakar
nuklir dan daur ulang. Pelaksanaaan tugas tersebut dilaksanakan oleh dua instalasi
nuklir, yaitu Instalasi Radiometalurgi (IRM) dan Instalasi Elemen Bakar
Eksperimental (IEBE) yang dibangun di Kawasan PUSPIPTEK Serpong[1].
Dalam melaksanakan tugasnya, kedua instalasi tersebut akan menghasilkan
limbah radioaktif yang berbentuk limbah cair, limbah padat dan limbah gas.
Limbah limbah tersebut semakin lama volumenya akan semakin bertambah dan
akan membahayakan bagi pekerja, daerah kerja dan lingkungan, oleh karena itu
perlu dilakukan penanganan yang baik.
Tujuan dari penanganan limbah radioaktif adalah untuk menjaga pekerja,
daerah kerja dan lingkungan dari penyebaran bahaya radiasi dan kontaminasi
limbah radioaktif. Dalam makalah ini penulis membatasi hanya pada penanganan
limbah radioaktif padat termasuk limbah dari penggantian hepa filter dari
pengumpulan sampai pengiriman ke IPLR (Instalasi Pengolahan Limbah
Radioaktif). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 27 tahun 2002,
tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif dan Keputusan Kepala Badan Pengawas
Tenaga Nuklir (BAPETEN) nomor : 03/Ka-BAPETEN/V-99, tentang Ketentuan
Keselamatan Untuk Pengelolaan Limbah Radioaktif[2] , disebutkan bahwa Badan
Tenaga Nuklir Nasional, (BATAN) dalam hal ini adalah Pusat Pengelolaan
Limbah Radioaktif (PTLR) satu satunya institusi yang berwenang mengelola
limbah radioaktif.
Untuk memudahkan penanganan limbah radioaktif padat, disediakan dua
buah jenis kotak limbah dengan warna merah dan kuning. Warna merah
dipergunakan untuk limbah padat radioaktif yang tidak dapat bakar, sedangkan
kotak berwarna kuning untuk limbah radioaktif padat yang dapat bakar. Kondisi
muatan kotak limbah dipantau setiap dua minggu sekali oleh petugas limbah dari
Sub Bidang Akunting Bahan Nuklir dan Pengelolaan Limbah Bidang
Keselamatan (SB-ABNPL)-PTBN dan diamankan bilamana kantong plastik
berwarna kuning yang terdapat di dalam kotak limbah terisi penuh. Kantong-
kantong limbah tersebut dimasukkan ke dalam drum limbah berwarna kuning
(volume 100 liter) dan dilakukan kompaksi untuk mengurangi volume. Limbah
yang tidak bisa dikompaksi akan dilakukan pemotongan sesuai ukuran drum
limbah, sedangkan limbah yang tidak bisa dipotong langsung dimasukkan kantong
limbah dan diberi identitas. Limbah hepa filter termasuk limbah yang tidak dapat
bakar dan tidak bisa dikompaksi. Limbah hepa filter tersebut dikemas dalam
plastik yang rapat dilokasi penggantiannya dan siap dikirim ke IPLR setelah
diberi identitas/label.

II. Proses pengolahan


Dalam melakukan penanganan limbah radioaktif padat termasuk hepa filter
perlu dilakukan dengan cara yang baik dan benar agar bahaya terkena paparan
radiasi dan kontaminasi dapat ditekan sekecil mungkin. Prosedur pelaksanakan
penanganan limbah radioaktif padat diatur dalam Prosedur Pengelolaan Limbah
Radioaktif dan Limbah B3 di PTBN tahun 2010. Secara umum prosedur tersebut
meliputi : pemonitoran, pengumpulan, pengelompokan, pengepakan, pelabelan
dan pengangkutan ke Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif (IPLR).
a) Pemonitoran dan Pengumpulan Limbah Radioaktif Padat
Penanganan limbah radioaktif padat dimulai dari pemonitoran pada setiap
kotak limbah yang ditempatkan pada lorong dan depan pintu ruangan
laboratorium. Kotak limbah padat diletakkan pada tempat yang mudah terlihat dan
terjangkau sehingga pekerja dengan mudah dan cepat mengambil barang/limbah
untuk dimasukan pada kotak limbah yang disediakan. Setiap penempatan kotak
limbah radioaktif padat selalu disediakan tiga jenis kotak dengan warna yang
berbeda dengan peruntukan masing masing (Gambar 1). Untuk kotak warna
merah digunakan untuk limbah radioaktif padat tidak dapat bakar, untuk warna
kuning untuk limbah radioaktif padat dapat bakar sedangkan untuk warna hijau
untuk limbah non radioaktif. Dari hasil pemonitoran tersebut limbah yang sudah
mencapai 80% dari volume kotak limbah diperiksa paparannya dan diangkut ke
tempat penampungan sementara. Kotak limbah yang kosong dipasang dengan
plastik yang baru.

b) Pengelompokan
Setelah limbah berada di ruang penampungan sementara segera dilakukan
pemeriksaan pada setiap kantong limbah. Limbah limbah tersebut harus
dipisahkan antara yang dapat bakar dan tidak dapat bakar, antara yang dapat
dimampatkan dan tidak dapat dimampatkan (Gambar 4). Limbah yang dapat
dimampatkan dan dapat bakar biasanya berasal dari bahan yang lunak, limbah
sepert ini langsung dimasukkan kedalam drum limbah. Limbah yang tidak dapat
bakar dan tidak dapat dimampatkan biasanya berasal.

c) Pengepakan
Setelah limbah dipisahkan sesuai dengan spesifikasinya, segera dilakukan
pengepakan dan pemampatan oleh petugas pengelola limbah dan didampingi
Petugas Proteksi Radiasi (PPR). Cara pengepakan limbah adalah dengan
memastikan bahwa tiap tiap kantong plastik limbah harus bisa dimasukan ke
dalam drum kuning ukuran 100 liter. Setelah satu kantong plastik limbah
dimasukkan kedalam drum ukuran 100 liter, segera dilakukan pemampatan
dengan menggunakan kompaktor. Setelah kantong plastik pertama dimampatkan
segera dimasukan kantong plastik kedua dan seterusnya hingga penuh.

d) Pelabelan
Setelah kemasan drum limbah dianggap sudah cukup kuat dan tidak bocor,
maka segera dilakukan kegiatan pelabelan. Sebelum diberi label PPR memeriksa
paparan radiasi. Label dipasang pada permukaan yang mudah terlihat agar tidak
menyulitkan penanganan selanjutnya. Secara umum label berisi : berat, besaran
paparan radiasi, penaggungjawab (oleh PPR) dan tanggal pengepakan. Untuk
identitas limbah seperti hepa filter dan smoke detektor cukup ditulis besaran
paparan dipermukaan kemasan.

e) Pengangkutan Ke IPLR
Langkah pertama dalam pengiriman limbah adalah mendata semua limbah
yang akan dikirim ke IPLR yang meliputi: volume, besar paparan dan berat
limbah. Setelah IPLR menerima data limbah dari PTBN, staf dari IPLR
memeriksa kebenaran data yang ada di lapangan. Setelah semua limbah dan
kemasan limbah hepa filter dinyatakan aman dan sesuai data, maka IPLR
memberikan rekomendasi. Rekomendasi tersebut berisi mengenai waktu
pengangkutan, kelengkapan keamanan dan keselamatan, dan hal lain yang perlu
termasuk alat transportasi yang cukup.

Anda mungkin juga menyukai