Anda di halaman 1dari 9

Muhammad Ansyori Wibowo

1707114043
Teknik Kimia S1 C

A. OPTIMASI PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR DI KOTA


MANADO DENGAN METODE AHP
1. Pendahluan
Bencana banjir sering melanda Kota Manado khususnya pada musim hujan
hal ini menjadikan Provinsi Sulawesi Utara sebagai salah satu daerah rawan banjir
di Indonesia dan ditinjau dari luas wilayah genangan masuk dalam peringkat ke-8
dari seluruh daerah di Indonesia sehingga menjadi salah satu kota yang dinilai
beresiko tinggi terhadap bahaya banjir.
Daerah Aliran Sungai adalah wilayah tangkapan air hujan yang akan
mengalir ke sungai yang bersangkutan. Perubahan fisik yang terjadi di DAS akan
berpengaruh langsung terhadap kemampuan retensi DAS terhadap banjir.
Aliran permukaan yaitu air yang mengalir diatas permukaan tanah. Bentuk
aliran inilah yang penting sebagai penyebab erosi, Aliran permukaan berpengaruh
pada pengendalian banjir, semakin tinggi aliran permukaan semakin cepat
terjadinya banjir sehingga pengendalian aliran permukaan bagiandari
pengendalian banjir.
Analisis AHP (Analytical Hierarchy Process)
Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process±AHP)
dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika di University
of Pittsburgh Amerika Serikat pada tahun 1970-an. Dengan menggunakan AHP,
suatu persoalan akan diselesaikan dalam suatu kerangka pemikiran yang
terorganisir, sehingga dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang
efektif.
Langkah-langkah AHP
1. Menentukan tujuan, kriteria, dan alternatif keputusan
2. Membuat “pohon hierarki” (hierarchical tree) untuk berbagai kriteria dan
alternatif keputusan.
3. Membentuk sebuah matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison).
4. Membuat peringkat prioritas dari matriks pairwise
5. Membuat peringkat alternatif dari matriks pairwise masing-masing alternatif
6. Konsistensi Logis dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan vektor jumlah tertimbang
2. Menghitung vektor consistency
3. Menghitung nilai rata-rata vektor consistency

4. Menghitung consistency index

5. Menghitung consistency ratio

Masalah dan Analisis Data


Tahapan ini dilakukan setelah dilakukan proses pengumpulan data yang
lengkap kemudian dianalisa lebih lanjut dan nantinya akan dilakukan pengolahan
data sesuai dengan tujuan penelitian ini.

Analisa data dilakukan dengan 2 cara, yaitu :


1. Penilaian Tingkat Resiko (Risk Level) Penilaian tingkat penting faktor
penyebab dengan alat bantu pemeringkatan skor. Matriks tingkat resiko tersebut
menurut The Australian/New Zealand Standard Risk Management secara
kualitatif dapat digambarkan seperti pada Tabel 1.
Dalam penelitian ini, nilai frekuensi dan nilai dampak diolah dengan
menggunakan matriks untuk mendapatkan tingkat resiko (risk level).
Selanjutnya dilakukan pengumpulan data melalui kuisioner tahap 2 dengan
variabel yang memiliki tingkat resiko tinggi (H) dari kuisioner tahap 1. Data
tersebut akan dianalisa dengan menggunakan Analytic Hierarchy Process/AHP.
2. Proses Hirarki Analisis (Analytic Hierachy Process/AHP)
Ukuran nilai yang digunakan berdasarkan hasil riset Thomas L Saaty (1994 :38-
39) atas kemampuan individu dalam membuat perbandingan secara berpasangan
atas beberapa unsur yang akan dibandingkan, maka digunakan skala 1 sampai 9.
Dalam perhitungan perbandingan berpasangan dimulai dari hirarki yang paling
tinggi. Sebagai contoh, suatu kriteria M digunakan untuk perhitungan
perbandingan berpasangan pada elemen yang ada pada hirarki dibawahnya, yaitu
X1, X2, X3, .......Xn, maka perhitungan ini membentuk matriks M yang
berukuran n x n sehingga M = (Xij) dimana i,j = 1, 2, 3, ........n.

Hasil Penelitian
Data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan para pakar
(expert) yang dinilai ahli dibidangnya, sedangkan data sekunder didapat dari
laporan bencana pada Kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi
Sulawesi Utara, BPBD Kota Manado dan Dinas Pekerjaan Umum Provinsi
Sulawesi Utara, penentuan tingkat resiko (risk level) berdasarkan pendapat pakar
(expert), dan penentuan bobot dengan menggunakan Analytic Hierarchy Process
(AHP).
Data primer diperoleh melalui 2 (dua) kuisioner yang disebarkan kepada
responden secara bertahap. Pada kuisioner tahap 1, responden hanya mengisi
frekuensi (skala A, B, C, D, atau E) dan akibat/dampak (skala 1,2,3,4, atau 5)
terjadinya resiko dan pada kuisioner tahap 2, responden diminta untuk
membandingkan variabel X terhadap variabel Y atau sebaliknya dengan
memberikan nilai pengaruh dari 1 (satu) variabel terhadap variabel lainnya.
Data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan para pakar
(expert) yang dinilai ahli dibidangnya, sedangkan data sekunder didapat dari
laporan bencana pada Kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi
Sulawesi Utara, BPBD Kota Manado dan Dinas Pekerjaan Umum Provinsi
Sulawesi Utara, penentuan tingkat resiko (risk level) berdasarkan pendapat pakar
(expert), dan penentuan bobot dengan menggunakan Analytic Hierarchy Process
(AHP).
Data primer diperoleh melalui 2 (dua) kuisioner yang disebarkan kepada
responden secara bertahap. Pada kuisioner tahap 1, responden hanya mengisi
frekuensi (skala A,B,C,D, atau E) dan akibat/dampak (skala 1,2,3,4, atau 5)
terjadinya resiko dan pada kuisioner tahap 2, responden diminta untuk
membandingkan variabel X terhadap variabel Y atau sebaliknya dengan
memberikan nilai pengaruh dari 1 (satu) variabel terhadap variabel lainnya.
AHP pada Tingkat Variabel Resiko
Data yang digunakan untuk penentuan bobot variabel dan faktor resiko diperoleh
dari kuisioner tahap 2. Pada kuisoner tahap 2 (dua) tersebut responden diminta
untuk membuat perbandingan secara berpasangan atas beberapa variable yang
akan dibandingkan. Data yang digunakan pada perhitungan AHP ini adalah data
median dari keseluruhan responden.

B. Penanggulangan Bencana Banjir Berdasarkan Tingkat Kerentanan


dengan Metode Ecodrainage Pada Ekosistem Karst di Dukuh Tungu,
Desa Girimulyo, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunungkidul, DIY
Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui tingkat kerentanan banjir
dan arahan pengelolaan banjir dengan metode ecodrainage.
Metode Scoring
Scoring dimaksudkan sebagai pemberian skor terhadap masing – masing
kelas dalam tiap parameter (Nurlina dkk, 2014). Scoring dalam penelitian ini
digunakan pada parameter dan kriteria kerentanan banjir. Penentuan aspek
kerentanan bencana banjir berdasarkan Lampiran Peraturan Kepala Badan
Nasional Penanggulangan Bencana No 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum
Pengkajian Risiko Bencana, yaitu aspek kerentanan lingkungan, fisik, sosial dan
ekonomi. Berikut tingkat kerentanan bencana banjir ditinjau berdasarkan
parameter, kriteria dan skor (tabel a, b, c dan e).
Metode Matematis
Metode matematis adalah perhitungan pasti dan tepat bersifat matematika.
Metode matematis berupa perhitungan skor untuk evaluasi tingkat kerentanan
banjir, intensitas curah hujan, kapasitas infiltrasi, debit rencana aliran permukaan,
dan arahan ecodrainage. Berikut rumus intensitas curah hujan, kapasitas infiltrasi,
dan debit rencana aliran permukaan mengacu Kamiana, (2011).
Evaluasi Tingkat Kerentanan Bencana Banjir Berdasarkan Tabel f, hasil
evaluasi kerentanan banjir menjelaskan bahwa tingkat kerentanan banjir pada RT
06, RT 07, RT 08 dan RT 09 baik yang tergenang banjir maupun tidak tergenang
banjir memiliki kelas kerentanan sedang (lihat Gambar 2). Kerentanan sedang
pada RT yang tidak pernah banjir disebabkan pengaruh dari aspek kerentanan lain
(fisik, sosial dan ekonomi) yang kondisi kerentanannya sama dengan RT yang
mengalami banjir, sehingga kerentanan bencana banjir di daerah penelitian
sedang.
Berdasarkan sumber aliran permukaannya, banjir yang terjadi merupakan
banjir lokal karena volume hujan setempat yang berlebih dari kapasitas di daerah
tersebut, dan juga berdasarkan mekanisme terjadinya banjir, banjir tersebut
termasuk kategori regular flood. Regular flood yaitu banjir yang diakibatkan oleh
hujan (Rahayu dkk, 2009).
Banjir yang melanda sebagian wilayah RT 07 dan RT 08 disebabkan oleh
intensitas hujan yang tinggi (>100 mm/bulan) dengan durasi hujan yang lama (2
hari – 7 hari), bentuklahan cekungan pada daerah genangan banjir dan tidak
berfungsinya ponor di daerah cekungan sebagai jalan keluar air dipermukaan
tanah menuju ke dalam tanah karena ditutup oleh warga pada tahun 2012,
sehingga genangan banjir yang terjadi lama surutnya (>2 hari). Luas genangan
banjirnya yaitu 6667.466 m2 dengan ketinggian banjir dapat dilihat pada Gambar
1.
KESIMPULAN
a. Tingkat kerentanan banjir pada RT 06, RT 07, RT 08 dan RT 09 baik yang
tergenang banjir akibat siklon tropis cempaka maupun yang tidak tergenang
memiliki kelas kerentanan sedang.
b. Arahan pengelolaan untuk penanggulangan banjir di RT 07 dan RT 08 melalui
pendekatan teknologi yaitu dengan penerapan metode ecodrainage kolam
retensi, penerapan saluran air hujan dengan rorak dan bak pengumpul air hujan
dan peninggian lantai rumah serta penanaman rumput manila pada halaman
rumah. Untuk pendekatan sosial yaitu dengan melakukan sosialisasi konsep
ecodrainage dan pelaksanaannya kepada masyarakat Dukuh Tungu serta
melakukan pemeliharaan sarana prasarana penanggulangan banjir. Untuk
pendekatan pemerintah melalui pihak pemerintah Desa Girimulyo harus
melibatkan masyarakat setempat secara penuh baik dalam pelaksanaan
pembangunan sistem ecodrainage dan setelah pelaksanaan (operasional dan
pemeliharaan).
c. Efisiensi penanggulangan bencana banjir dengan metode ecodrainage adalah
71,3 %,

STRATEGI PENANGANAN BANJIR BERBASIS MITIGASI BENCANA


PADA KAWASAN RAWAN BENCANA BANJIR DI DAERAH ALIRAN
SUNGAI SEULALAH KOTA LANGSA
Strategi Penanganan Banjir Melalui Mitigasi Bencana Banjir
Strategi penanganan banjir adalah proses keseluruhan perencanaan dan
pelaksanaan untuk menangani air yang datang secara tiba-tiba yang disebabkan
oleh karena tersumbatnya sungai maupun karena pengundulan hutan disepanjang
sungai sehingga tidak merusak rumah rumah penduduk maupun menimbulkan
korban jiwa. Upaya mitigasi bencana banjir dibagi menjadi dua
(ilmugeografi.com):
1. Mitigasi sruktur adalah upaya yang dilakukan demi meminimalisir bencana
seperti dengan melakukan pembangunan danal khusus untuk mencegah banjir dan
dengan membuat rekayasa teknis bangunan tahan bencana, serta infrastruktur
bangunan tahan air. Dimana infrastruktur bangunan yang tahan air nantinya
diharapkan agar tidak memberikan dampak yang begitu parah apabila bencana
tersebut terjadi. Beberapa contoh yang dapat dilakukan dengan metode mitigasi
struktur adalah :
a. Membangun tembok pertahanan dan tanggul. Sangat dianjurkan untuk
membangun tembok pertahanan dan tanggul di sepanjang aliran sungai yang
memang rawan apabila terjadi banjir, seperti kawasan yang dekat dengan
penduduk. Hal ini sangat membantu untuk mengurangi resiko dari bencana banjir
yang kerap terjadi pada tingkat debit banjir yang tidak bisa diprediksi.
b. Mengatur kecepatan aliran dan debit air. Diusahakan untuk Melihat atau
memperhatikan kecepatan aliran dan debit air di daerah hulu. Yang dimaksud
disini adalah dengan mengatur aliran masuk dan keluar air di bagian hulu serta
membangun bendungan atau waduk guna nenbendung banjir.
c. Membersihkan sungai dan pembuatan sudetan. Pembersihan sungai sangatlah
penting, dimana hal ini untuk mengurangi sedimentasi yang telah terjadi di
sungai, cara ini dapat diterapkan di sungai yang memiliki saluran terbuka, tertutup
ataupun di terowongan.
2. Mitigasi non struktur adalah upaya yang dilakukan selain mitigasi struktur
seperti dengan perencanaan wilayah dan asuransi. Dalam mitigasi non struktur ini
sangat mengharapkan dari perkembangan teknologi yang semakin maju.
Harapannya adalah teknologi yang dapat memprediksi, mengantisipasi dan
mengurangi risiko terjadinya suatu bencana. Beberapa contoh yang dapat
dilakukan dengan metode mitigasi non struktur adalah:
a. Pembentukan lembaga swadaya masyarakat (LSM).
b. Melakukan pelatihan dan penyuluhan
c. Membentuk kelompok kerja atau POKJA
d. Mengevaluasi tempat rawan banjir
e. Memperbaiki sarana dan prasarana
f. Menganalisa data-data yang berkaitan dengan banjir
g. Membuat mapping
h. Menguji peralatan dan langkah selanjutnya
i. Menyiapkan Persediaan Sandang, Papan dan Pangan
j. Membuat Prosedur Operasi Standar Bencana Banjir
k. Mengadakan Simulasi Evakuasi
l. Mengadakan Rapat

Menurut Materi Teknis Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang


Berdasarkan Persepktif Pengurangan Risiko Bencana, mitigasi bencana
berdasarkan tingkat risiko pada daerah rawan bencana dapat dilihat pada tabel
berikut:

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada bagian ini akan diuraikan hasil penelitian kerentanan, bahaya dan
risiko serta rumusan penanganan banjir berbasis mitigasi bencana di kawasan
rawan banjir di Desa Seulalah Kota Langsa.

Analisis Tingkat Kerentanan Banjir


1. Kerentanan Sosial Berdasarkan hasil akumulasi menggunakan rumus/formula
matematis kerentanan social dan beberapa parameter didalamnya maka nilai
kerentanan sosial pada kawasan rawan banjir.
2. Kerentanan Ekonomi Berdasarkan hasil akumulasi menggunakan
rumus/formula matematis kerentanan ekonomi dan beberapa parameter
didalamnya maka nilai kerentanan ekonomi pada kawasan rawan banjir.
3. Kerentanan Fisik Berdasarkan hasil akumulasi menggunakan rumus/formula
matematis kerentanan fisik dan beberapa parameter didalamnya maka nilai
kerentanan fisik pada kawasan rawan banjir.
4. Kerentanan Lingkungan Berdasarkan hasil akumulasi menggunakan
rumus/formula matematis kerentanan fisik dan beberapa parameter didalamnya
maka nilai kerentanan fisik pada daerah rawan banjir.

Adapun rumusan strategi penanganan berbasis mitigasi bencana dihasilkan


dari mitigasi struktur (fisik) – mitigasi non struktur (non fisik) yang berfungsi
untuk mengurangi nilai kelas risiko, yaitu: (1) Mitigasi struktur terkait pembuatan
bangunan pengendali banjir di kawasan berisiko tinggi di wilayah penelitian
Kecamatan Boolangitang Barat, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara; (2)
Mitigasi non struktur terkait pengevaluasian kebijakan/regulasi tentang tata ruang,
tata guna lahan dan zonasi pada kawasan rawan banjir di Kecamatan Bolangitang
Barat Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.

SIMPULAN
Kajian risiko banjir yang merupakan hasil perkalian dan analisis overlay
(tumpang tindih) antara analisis tingkat kerentanan dengan analisis tingkat bahaya
menunjukan bahwa desa dengan kelas risiko tinggi yaitu di Desa Seulalah dan
pedesaan lainnya yang juga kerap terkena banjir, seperti Gampong Jawa,
Gampong Tuengoh (Kecamatan Langsa Kota), Gampong Geudebang Jawa dan
Alur Seulabu (Kecamatan Langsa Baro), Gampong Seulalah, Pondok Pabrik,
Sidodadi, Sidorjo, Murandeh dan Kebun Lama (Kecamatan Langsa Lama).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh maka peneliti
merekomendasikan dua hal, yaitu: (1) Dengan melihat tingkat risiko berdasarkan
hasil analisis yang ada dan kondisi pemukiman setiap kali banjir diharapkan
pemerintah dapat mempertimbangkan rencana relokasi kawasan pemukiman di
kawasan rawan banjir ke kawasan yang lebih aman dan nyaman untuk ditinggali;
dan (2) Pengaturan tata ruang yang berbasis mitigasi bencana banjir, khususnya
pada daerah aliran sungai.

Anda mungkin juga menyukai