NIM : 1707114043
Kelas : Teknik Kimia S1 C
1.5 Kesimpulan
Penambangan sistem terbuka konvensional banyak mengubah bentang lahan
dan keseimbangan ekosistem permukaan tanah, menurunkan kualitas dan
produktivitas tanah dan mutu lingkungan. Untuk menghindari dampak negatif
tersebut penambangan terbuka harus ramah lingkungan dengan berorientasi pada
pelestarian sumberdaya lahan dan hayati tanah. Hal ini dapat diupayakan dengan:
(1) penambangan dilakukan secara blok dengan dimulai dari lereng paling bawah,
(2) reklamasi/ penimbunan lahan dilakukan secara langsung setelah selesai
penambangan, (3) bentukan permukaan lahan dengan terasering dengan lebar
bangku teras datar >5 m, beda tinggi antar bangku teras (4) kupasan tanah lapisan
atas (topsoil) ditempatkan kembali pada lapisan atas dengan ketebalan >20 cm
dan diperkaya dengan kapur, pupuk organik, pupuk anorganik ataupun pupuk
hayati, (5) biorehabilitasi dengan pemberdayaan cacing tanah endogaesis dan
penanaman tanaman legum sebagai tanaman pionir, dan (6) pemeliharaan
tanaman sampai mencapai klimaks ekosistem sesuai yang diharapkan.
1.3 Kesimpulan
1. Penambahan kompos dan urea dapat meningkatkan efisiensi degradasi TPH
dan diperoleh hubungan positif antara jumlah penambahan kompos dan urea
terhadap tingkat degradasi TPH.
2. Komposisi medium terbaik dalam mendegradasi TPH adalah perlakuan C2
(100 g berat kering lumpur minyak bumi, 100 g berat kering biokompos, 9 g
urea, rasio C/N = 5) dengan tingkat degradasi 91,15%,.
3. Faktor lingkungan yang menghasilkan kondisi optimal ini dicapai pada
remediasi diperoleh melalui kondisi awal pH 8,25; kadar air 49,97%; WHC
101,64%; dan kadar abu 63,76% dan kondisi akhir pH 6,25; kadar air
55,04%; kadar abu 73,39%; dan WHC 124,11%.
1.4. Kesimpulan
Responsiveness BPLHD Jawa Barat, BPLH Kabupaten Bandung, dan BLH
Kabupaten Sumedang dalam penanggulangan dan pemulihan pencemaran limbah
industri pada lahan pertanian di Kawasan Rancaekek kurang baik karena belum
sepenuhnya power bagi Badan berupa ketentuan perundangundangan
dilaksanakan, masih kurangnya kolektivitas Badan meskipun telah ada bidang
yang menjadi representasi Badan, pola penyelesaian yang hanya kasuistik, secara
mentality masih adanya ego sektoral dari Badan, ditambah adanya pengaruh dari
lingkungan yang menjadi sisi dilematis Badan.
Secara kualifikasi aparat Badan sudah baik, namun hanya sedikit aparat
yang mengetahui permasalahan, tidak adanya structure system yang jelas dalam
merespon penanggulangan dan pemulihan lahan tercemar, membuat upaya yang
dilakukan lamban. Share knowledge yang kurang baik sehingga perbedaan
persepsi masih sering terjadi membuat belum ditemukannya solusi pasti.
k dari perusahaan yang tidak kunjung dirasakan pun menentukan keputusan
yang diambil Badan menjadi lamban. Keterbatasan kapasitas Badan berupa
anggaran, sarana dan prasarana serta dirasa kurangnya aparat secara kulitas dan
kuantitas membuat responsiveness Badan tidak menunjukkan perbaikan yang
jelas.