Anda di halaman 1dari 5

Proses produksi di PT Holcim Indonesia Tbk Pabrik Cilacap menghasilkan dua jenis limbah yaitu

limbah padat, limbah udara dan limbah cair. Limbah padat non B3 yang dihasilkan dapat berupa besi,
kawat, plastik, ranting, kaleng makanan,sarung tangan non B3, drum, ban karet (tyre), dan dari heavy
equipment atau light vehicle. Limbah padat non logam hasil dari proses produksi dijual kembali kepada
pihak ketiga jika dapat dimusnahkan. Limbah padat non logam yang dapat dimusnahkan sendiri akan
dimasukkan kedalam pembakaran kiln. Limbah padat B3 dapat berupa glasswool, filter oli bekas, kaleng
bekas cat, limbah bekas lembekan, tinta bekas, lampu TL, saw dust, dan majun. Limbah padat B3 yang tidak
dapat dimusnahkan sendiri diangkut oleh pihak ketiga. Sebelum diangkut, limbah B3 ditampung di waste
storage yang memiliki ijin. 27 Limbah udara yang berasal dari proses produksi berasal dari area quarry pada
pengambilan tanah liat, area raw mill, area finish mill, dan gas bahan kimia. Proses pengendalian limbah
udara untuk debu menggunakan electrostatic precipitator (EP) di area raw mill, finish mill, serta gas bahan
kimia dikendalikan menggunakan alat penangkap seperti conditioning tower, bag house filtes, exhaust fan,
cerobong dan melakukan penanaman pohon di sekitar area pabrik.

Tahapan dalam pengendalian limbah cair B3 yaitu pembuatan standard dan prosedur kerja,
termasuk Material Safety Data Sheet (SDS) pada penanganan bahan kimia beracun dan berbahaya dan
sosialisasi mengenai SDS kepada tenaga kerja yang menagani limbah B3, mewajibkan tenaga kerja yang
menagani limbah B3 menggunakan alat pelindung diri, identifikasi dan pelabelan bahan dan limbah B3
serta simbol-simbol yang sesuai, pembuatan tempat penampung sementara untuk limbah B3 sebelum
diangkut oleh pihak ketiga pengolahan limbah, penempatan limbah B3 dibuat dalam satu wadah dan
dilandasi dengan kayu agar tidak tumpah atau terkena lantai dan pembuatan oiltrap di area tempat
penampungan sementara B3 untuk menampung tumpahan oli di lantai penampungan. Pengolahan limbah
oleh pihak ketiga dikerjakan di Narogong, Jawa Barat.

Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun mendefinisikan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sebagai zat, energi, dan/atau komponen lain
yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. Sedangkan yang dimaksudkan
dengan limbah B3 berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 tahun 2014 adalah sisa suatu usaha
dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun. Limbah B3 adalah limbah atau bahan
yang berbahaya, karena jumlahnya, konsentrasi atau sifat-sifat fisika, kimia dapat menyebabkan atau
secara signifikan dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan penyakit, kematian dan berbahaya
bagi kesehatan manusia atau lingkungan jika tidak benar-benar diolah atau dikelola, disimpan, dibawa, atau
dibuang. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat terlihat perbedaan antara B3 dan limbah B3. Jika B3
adalah bahan yang mengandung sifat berbahaya dan beracun yang akan digunakan untuk suatu kegiatan,
maka limbah B3 adalah sisa dari suatu kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun.
Pengelolaan B3 dan pengelolaan limbah B3 pun akan berbeda. Dalam laporan ini ruang lingkup yang
digunakan terbatas pada pengelolaan limbah B3. Menurut PP 101/2014, pengelolaan limbah B3 adalah
kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan,
pengolahan, dan/atau penimbunan.
Proses pengolahan secara stabilisasi/solidifikasi bertujuan untuk mengubah limbah B3 dengan cara
penambahan senyawa pengikat B3 agar pergerakan senyawa B3 ini terhambat atau terbatasi. (Yan,2012).
Prinsip kerja stabilisasi/solidifikasi adalah pengubahan Bahan-bahan yang biasa digunakan untuk proses
stabilisasi/solidifikasi (bahan aditif) antara lain :
a. Bahan pencampur: gipsum, pasir, lempung, abu terbang
b. Bahan perekat/pengikat: semen, kapur, tanah liat, dll. Proses stabilisasi/solidifikasi berdasarkan
mekanismenya dapat dibagi menjadi 6 golongan, yaitu:
a. Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah dibungkus dalam matriks
struktur yang besar.
b. Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan pencemar terbungkus
secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat mikroskopik.
c. Precipitation.
d. Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada bahan pemadat
melalui mekanisme adsorpsi.
e. Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya ke bahan padat. 16
f. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa lain yang tingkat
toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama sekali.

Penerapan teknik solidifikasi di lapangan dapat dilakukan dengan beberapa alternatif diantaranya
in-drum mixing, in-situ mixing, dan plant mixing.
a. In-drum mixing, Limbah B-3 yang berada di dalam drum dapat disolidifikasi dengan memasukkan bahan
tambahan, yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya, dan kemudian diikuti dengan pengadukan.
Untuk melaksanakan proses ini perlu diperhatikan kondisi drum yang digunakan, agar tidak terjadi
kebocoran.
b. In-situ mixing, merupakan metoda yang paling banyak digunakan untuk solidifikasi di lapangan.
Komposisi campuran yang umum digunakan adalah 100 bagian lumpur limbah, 15 bagian kapur, dan 5
bagian debu kiln semen. Bahan tersebut dimasukkan ke dalam lagoon, kemudian diaduk dengan alat
pengaduk, karena keterbatasan kemampuan dalam mensolidifikasi/stabilisasi limbah, metode ini sebaiknya
diterapkan jika tidak diperlukan pengadukan seluruh limbah secara seragam dengan bahan tambahannya.
c. Lant mixing, untuk pengadukan dan pencampuran yang lebih sempurna, dapat digunakan metoda
pencampuran di dalam plant. Pencampuran dapat dilakukan dengan menggunakan pug mill atau extruder.
Pelaksanaan metoda ini dapat pula dilakukan dengan peralatan yang bersifat mobile (transportable).

Sebagian dari limbah B3, yang telah diolah atau tidak dapat diolah dengan teknologi yang tersedia,
harus berakhir pada pembuangan (disposal). Tempat 17 pembuangan akhir yang banyak digunakan untuk
limbah B3 adalah landfill (lahan urug) dan disposal well (sumur pembuangan/injeksi). (Ginting,2011)
Screening: The removal of coarse solids in wastewater, which may obstruct or clog the mechanical
equipment and pipes. Bar racks are common types of screening devices. Most screens in wastewater
treatment plants consist of parallel bars placed at an angle in a channel in such a manner that the
wastewater flows through the bars. Trash collects on the bars and is periodically raked off by hand or by
mechanical means. In most places, these screenings are disposed of by landfilling or incineration.
Activated sludge process: a widely-used biological treatment process for both domestic and industrial
wastewaters. The activated sludge process refers to a continuous aerobic method for biological wastewater
treatment, including carbonaceous oxidation and partial nitrification. The expression ‘activated sludge’
alludes to a slurry of microorganisms that remove organic compounds from wastewater. These
microorganisms are themselves removed by sedimentation under aerobic conditions. In an activated sludge
system, soluble and unsettleable, biodegradable organic compounds are degraded by bacteria in an
aerated basin, and biomass is carried over with the effluent into a secondary settling tank, where solids are
allowed to settle and concentrate; then they are removed. Part of the activated sludge (settled solids) is
drawn off as waste, and the rest (30–40%) is recycled to the aeration basin to maintain a constant
population of microorganisms”

Anda mungkin juga menyukai