Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Rumah Sakit

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,

menyebutkan bahwa rumah sakit adalah :

“ Institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik


tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan
kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi
masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang
lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya ".

Fasilitas dan peralatan di rumah sakit sangat memungkinkan mengandung bahan

beracun dan berbahaya. Permasalahan kesehatan lingkungan di rumah sakit dapat

disebabkan karena adanya hubungan diantara kegiatan rumah sakit, manusia serta

lingkungan sekitarnya. Upaya kesehatan lingkungan diperlukan untuk dapat mencegah

penyakit atau gangguan kesehatan dari faktor risiko lingkungan baik dari aspek kimia,

biologi, fisik, maupun sosial (Kementerian Kesehatan, 2019).

Pemenuhan baku mutu kesehatan lingkungan serta pemenuhan persyaratan

kesehatan lingkungan menentukan kualitas lingkungan rumah sakit. Peraturan Menteri

Kesehatan No 7 tahun 2019 tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit,

mencantumkan bahwa baku mutu kesehatan lingkungan ditetapkan pada media air,

udara, tanah, pangan, saana dan bangunan serta vektor dan binatang pembawa

penyakit. Pemenuhan baku mutu kesehatan lingkungan diperlukan penyelenggaraan

kesehatan lingkungan yang dilakukan melalui upaya penyehatan, pengamanan

pengendalian dan pengawasan.

B. Penyakit Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (HAIs)

1. Pengertian

Peraturan Menterii Kesehatan Republiki Indonesia Nomor 27 Tahun 2017 terkait

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan,

8
9

menyebutkan pengertian dari Penyakit Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (Health

Care Associated Infections) atau HAIs adalah :

“ Infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di rumah sakit


dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dimana Ketika masuk tidak
ada infeksi dan tidak dalam masa inkubasi, termasuk infeksi dalam
rumah sakit, tapi muncul setelah pasien pulang, juga infeksi karena
pekerjaan pada petugas rumah sakit dan tenaga kesehatan terkait
proses pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan “.

2. Jenis HAIs

Penyakiti Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (HAIs) di rumah sakit sesuai

dengan Permenkes No 27 tahun 2017 yaitu :

a. Ventilator associated pneumonia (VAP) diartikan sebagai pneumonia yang

berlangsung pada 48 – 72 jam setelah intubasi indorektal yang dicirikan dengan

adanya infiltrate baru atau progresif, indikasi sistemik, perubahan spuntum serta

ditemukannya agen penyebab (Rai and Artana, 2006).

b. Infeksi Aliran Darah (IAD) didefinisikan sebagai infeksi yang muncul tanpa

adanya organ atau jaringan lain yang dicurigai sebagai sumber dari infeksi

(Kescandra, Rosa and Sundari, 2020).

c. Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan infeksi yang terjadi lantaran adanya

pertumbuhan mikroorganisme di dalam saluran kemih yang melibatkan ginjal,

ureter, buli-buli maupun uretra (Sari and Muhartono, 2018).

d. Infeksi Daerah Operasi (IDO) adalah suatu infeksi pada lokasi operasi yang

merupakan salah satu komplikasi utama operasi yang meningkatkan morbiditas

serta cost perawatan penderita di rumah sakit (Sihombing and Alsen, 2014).

3. Sistem Kewaspadaan Standar HAIs

Kewaspadaan standar dirancang untuk dapat mencegahi penularan silang

sebelum pasien di analisis secara medis, sebelum adanya hasil pemeriksaan dari

laboratorium dan setelah pasien dilakukan analisis secara medis. Terdapat 11

(sebelas) unsur utama yang dilaksanakan di dalam sistem kewaspadaan standar


10

diantaranya kebersihan tangan (Hand Hygiene), Alat Pelindung Diri (APD),

dekontaminasi peralatan perawatan pasien, kesehatan lingkungan, pengelolaan

limbah, penatalaksanaan linen, perlindungan kesehatan petugas, penempatan

pasien, Hygiene respirasi (etika batuk dan bersin), praktik menyuntik yang aman dan

praktik lumbal fungsi yang aman (Kementerian Kesehatan, 2017).

C. Pengawasan Proses Dekontaminasi Melalui Disinfeksi dan Sterilisasi

Rumah sakit merupakan sarana penularan dari beragam jenis mikroorganisme

yang dapat mendatangkan gangguan kesehatan bagi pasien, pengunjung maupun

pegawai rumah sakit. Occupational Safety and Health Administration (OSHA)

menyebutkan dekontaminasi merupakan sebuah proses untuk menghilangkan atau

menetralisir kontaminan yang terkumpul pada personil dan peralatan. Lewis dan

McIndoe dalam Agung Supriyadi (2021) menyatakan bahwa terdapat 3 (tiga) metode

umum yang dilakukan untuk dekontaminasi yaitu pembersihan, disinfeksi dan sterilisasi.

Permenkes No 7 tahun 2019 tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit

mencantumkan kegiatan penyelenggaraan pengawasan proses dekontaminasi melalui

disinfeksi dan sterilisasi diantaranya adalah;

1. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Dekontaminasi melalui Sterilisasi dan

Desinfeksi

Persyaratan dekontaminasi melalui sterilisasi dan desinfeksi di sarana

pelayanan kesehatan yaitu :


11

Tabel 2.1 Persyaratan Dekontaminasi melalui Sterilisasi dan Desinfeksi di


Rumah Sakit

No Parameter Baku Mutu


0 s/d 5cfu/cm2
Tingkat kepadatan kuman pada lantai dan dinding
1 Bebas mikroorganisme
pada akhir proses disinfeksi
pathogen serta gas gangren
Suhu sterilisasi peralatan yang berkaitan dengan 121 o C selama 30 menit
2 perawatan pasien secara fisik dengan 134 oC selama 4 sampai
pemanasan dengan 5 menit
Suhu disinfeksi peralatan yang tidak berkaitan
3 800C
dengan pasien dalam waktu 45 – 60 detik
Suhu desinfeksi peralatan memasak dalam waktu
4 800C
1 menit
Sumber : Permenkes No 7 tahun 2019.

Persyaratan penyimpanan peralatan yang telah dilakukan sterilisasi adalah :

Tabel 2.2 Persyaratan Penyimpanan Peralatan yang telah Disterilisasi di


Rumah Sakit

No Parameter Baku Mutu


Suhu tempat penyimpanan peralatan
1 18oC s/d 22oC
yang telah disterilisasi
Kelembanan tempat penyimpanan
2 35% s/d 75%
peralatan yang telah di sterilisasi.
Suhu sterilisai peralatan yang berkaitan 1210C selama 30 menit
3 dengan perawatan pasien secara fisik 134oC selama 4 sampai
dengan pemanasan dengan 5 menit
Sumber : Permenkes No 7 tahun 2019.

2. Persyaratan Penyimpanan Peralatan Steril

a. Suhu 18oC sampai dengan 220C serta kelembaban 35% sampai dengan 75 %,

ventilasi dengan memakai sistim tekanan positifi dengan efficiency particular

sekitar 90 % s/d 95 % (untuk partikulat 0,5 mikroni);


12

b. Dinding dari ruangan harus terbuat dari bahan yang halus, kokoh serta mudah

dibersihkan;

c. Insrumen yang sudah steril disimpan pada jangka 20 cm s/d 24 cm dari

bawah atau lantai, 40 cm dari langit - langit dan 5 cm dari dinding juga

diusahakan untuk menghindari terjadinya penempelan debu kemasan;

d. Rak paling bawah untuk penyimpanan peralatan steril harus terbuat dari

bahan yang stabil dan tidak bercelah.

3. Desinfektan harus memenuhi kriteria yang tidak merusak peralatan maupun orang

serta harus memiliki efek sebagai detergen serta efektif dalam waktu yang relatif

singkat

4. Penggunaan desinfektan sesuai dengan petunjuk penggunaan yang berlaku

5. Sterilisasi menggunakan bahan sterilant yang aman terhadap lingkungan

6. Petugasi sterilisasi menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) dan memahami

prosedur sterilisasi yang aman

7. Hasil akhir proses sterilisasi untuk ruang operasi dan ruang operasi harus bebas

dari mikroorganisme hidup.

8. Sterilisasi dan desinfeksi terhadap ruang pelayanan medis dan peralatan medis

dilakukan sesuai dengan kebijakan rumah sakit

D. Angka Kuman Dinding

1. Pengertian

Angka kuman merupakan jumlah perkiraan hitungan dari koloni sel bakteri

hidup yang tumbuh di dalam suspensi setelah dilakukan inkubasi dalam media

biakan dan lingkungan yang sesuai (Nizar, 2011). Seluruh organisme yang diketahui

dapat menimbulkan penyakit adalah kelompok yang sangat bervariasi dalam sifat

biologis, ukuran serta kemajemukan strukturnya. Kondisi ruang dan konstruksi

bangunan dipengaruhi oleh kualitas udara, keadaan bangunan serta pengaturan

pengisian atau penggunaan ruangan. Bakteri dan virus dapat berada di udara ruang,
13

lantai ruang dan dinding ruang akibat pemeliharaan ruang yang tidak memadai dan

tidak memenuhi syarat (Wastiti dkk, 2017).

Dinding adalah bagian yang penting dari konstruksi sebuah bangunan di rumah

sakit. Dinding juga dapat menjadi media pertumbuhan mikroorganisme. Penelitian

Oktarini (2013) disebutkan jenis kuman yang ditemukan pada dinding ruang ICU

terdiri dari Staphylococcus coaguan, Bacillus sp dan Acinetobacter Baumaniii.

2. Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroorganisme

Faktor lingkungan mempengaruhi aktivitas dari mikroorganisme. Perubahan

dari lingkungan mampu menyebabkan perubahan sifat morfologi dan fungsi

mikroorganisme. Faktor lingkungan tersebut diantaranya ;

a. Suhu atau Temperatur

Terdapat tiga suhu atau temperature pertumbuhan mikroba yaitu

temperature minimum, temperatur optimum serta temperature maksimum.

Suhu minimum merupakan suhu terendah tapi mikroorganisme masih dapat

hidup, suhu optimum merupakan suhu yang paling baik untuk pertumbuhan

mikroorganisme dan suhu maximum merupakan suhu tertinggi untuk

kehidupan mikroorganisme.

b. Kelembaban atau Kandungan Air

Mikroorganisme membutuhkan kandungan air bebas tertentu untuk

kelangsungan hidupnya. Kandungan air biasanya diukur dengan parameter

kelembaban relatif atau aw (water activity).

Tabel 2.3 Daftar Water Activity yang Diperlukan oleh Bakteri dan Jamur.

Nilai aws Bakteri Jamur


Caulobacter -
1,00
Spirillum -
Lactobacilus Fusarium
0,90
Bacillus Mucor
0,85 Staphylococcus Debaromycetes
0,80 - Penicillium
Aspergillus
0,75 Halobacterium
Xeromyces
14

Sumber : Hanum dkk., 2019

c. Potensial Hidrogen (pH)

Mikroorganisme digolongkan menjadi 3 (tiga) berdasarkan pH-nya yaitu

mikroorganisme asidofil yang dapat hidup pada pH 2,0 – 5,0 , mikroorganisme

mesofil adalah mikroba yang dapat hidup pada pH 5,5 – 8,0 dan

mikroorganisme alkalifil merupakan kelompok mikroorganisme yang dapat

hidup pada pH 8,4 – 9,5.

d. Ion-Ion Lain

Logam berat seperti Hg, Ag, Cu, Au dan Pb pada kadar yang rendah

dapat bersifat toksis. Selain itu, terdapat ion-ion lain yang dapat

mempengaruhi kegiatan fisiologi dari mikroorganisme yaitu ion sulfat, tartrat,

klorida, nitrat dan benzoat. Ion tersebut dapat mengurangi pertumbuhan

mikroba tertentu.

e. Radiasi

Radiasi dapat mengakibatkan ionisasi dari molekul-molekul di dalam

protoplasma. Cahaya mempunyai pengaruh germisida, utamanya cahaya

bergelompang panjang dan bergelombang pendek yang disebabkan karena

panas yang ditimbulkannya. Sinar X (0,005 – 1,0 Ao), Sinal Ultra Violet (4000

- 2950 Ao) dan sinar radiasi lain dapat membunuh mikroorganisme. Jika

tingkat iradiasi yang diterima sel mikroba rendah, maka dapat mengakibatkan

terjadinya mutasi pada mikroorganisme.

f. Tegangan Muka

Protoplasma dari mikroorganisme terdapat dalam sel yang dilindungi

oleh dinding sel, sehingga jika terdapat perubahan pada tegangan muka

dinding sel, maka akan mempengaruhi pertumbuhan mikroba dan bentuk


15

morfologinya. Zat seperti sabun dan detergen dapat mempengaruhi tegangan

muka cairan atau larutan (Suryani dan Taupiqurrahman, 2021)

E. Desinfektan

1. Pengertian

Desinfektan adalah bahan kimia yang dapat menghancurkan mikroorganisme,

tetapi tidak dapat menghancurkan spora bakteri. Desinfektan tidak membunuh

seluruh mikroorganisme tetapi hanya dapat mengurangi jumlah mikroorganisme

tersebut sampai batas jumlah yang tidak membahayakan kesehatan (Retno Sari,

2022).

2. Jenis Desinfektan

Pemilihan jenis desinfektan harus mempertimbangkan mikroorganisme yang

ingin dibersihkan atau dikurangi serta konsentrasi dan waktu kontak yang dianjurkan,

kesesuaian dengan desinfektan kimia dan permukaan yang akan ditangani, daya

racun, kemudahan penggunaan serta stabilitas dari produk desinfektan. Menurut

Pedoman Disinfeksi dan Sterilisasi di Fasilitas Kesehatan oleh Centers for Disease

Control and Prevention, (2008) menyebutkan terdapat beberapa jenis desinfektan

yang dapat digunakan untuk menghilangkan mikroorganisme yaitu:

a. Alkohol

Aktivitas bakterisida dari berbagai macam konsentrasi etanol terhadap

berbagai mikroorganisme diantaranya Pseudomonas aeruginosa dapat dibunuh

dalam 10 detik dengan konsentrasi etanol 30 – 100%. Serratia marcescens,

E.Coli dan Salmonella typhosa dapat dibunuh dalam 10 detik dengan

konsentrasi etanol 40 – 100% serta Staphylococcus aureus dan Streptococcus

pygonesse terbunuh dalam 10 detik dengan konsentrasi etil alcohol sebanyak

60 – 95%. Etil alcohol dalam konsentrasi 60 – 80% merupakan agen potensial

untuk menginaktivasi semua virus lipofilik (herpes, vaccinia dan influenza) dan

virus hidrofilk (adenovirus, enterovirus dan rotavirus).


16

b. Senyawa Klorin

Natrium hipoklorit konsentrasi 5,25% - 6,15% merupakan produk klorin

yang umum dijumpai sebagai produk pemutih pakaian. Natrium hipoklorit

mempunyai spektrum aktivitas antimikroba yang luas, tidak meninggalkan

residu beracun, tidak terpengaruh oleh kesadahan air, murah, bekerja cepat

serta memiliki insiden toksisitas serius yang rendah. Hipoklorit banyak

difungsikan di fasilitas kesehatan untuk berbagai macam kegiatan

c. Formaldehida

Formaldehida digunakan sebagai disinfectant dan sterilant baik dalam

keadaan cair maupun gas. Larutan formaldehyde cair dapat menghancurkan

berbagai macam mikroorganisme. Diperlukan waktu 10 menit dengan

konsentrasi 8% untuk menginaktivasi cirus polio, 2 menit dengan konsentrasi

4% untuk menonaktifkan Mycobacterium tuberculosis dan 10 menit dengan

konsentrasi 2,5% mampu menonaktifkan Salmonella thypi

d. Hidrogen Peroksida (H2O2)

Hidrogen peroksida bekerja dengan menghasilkan radikal bebas hidroksil

yang merusak dan dapat menyerang lipid membrane, DNA dan komponen

penting lainnya. Hidrogen peroksida aktif terhadap berbagai jenis

mikroorganisme termasuk bakteri, jamur virus dan juga spora.

e. Asam Perasetat

Asam perasetat atau peroksiasetat, dicirikan oleh aksi cepat terhadap

semua mikroorganisme. Keuntungan khusus dari asam perasetat adalah tidak

memiliki produk penguraian yang berbahaya (asam asetat,air, oksigen dan

hidrogen peroksida), meningkatkan penghilangan bahan organic dan tidak

meninggalkan residu.

f. Fenolik
17

Turunan fenol yang umum ditemukan sebagai bahan penyusun bahan

desinfektan adalah orto-fenilfenol dan orto-benzil-para-klorofenol. Sifat

antimikroba dari turunan senyawa fenol dianggap lebih baik dibandingkan

dengan bahan kimia induknya. Dalam konsentrasi tinggi, fenol bertindak

sebagai racun protoplasma kasar, menembus dan menggangggu dinding sel

dan mengendapkan protein sel. Konsentrasi fenol yang rendah dan turunan

fenol dengan berat molekul yang lebih tinggi menyebabkan kematian bakteri

melalui inaktivasi sistem enzim esensial dan kebocoran metabolit esensial dari

dinding sel.

g. Senyawa Amonium Kuarter

Senyawa ammonium kuartener banyak digunakan sebagai desinfektan.

Kuarterner merupakan bahan pembersih yang baik namun memiliki nilai

kesadahan yang tinggi, dan bahan-bahan seperti kapsa dan kassa dapat

membuatnya kurang efektif dalam membunuh mikroorganisme karena endapan

yang tidak larut atau kapas dan bantalan kassa masing-masing menyerap

bahan aktif. Dari literatur ilmiah yang diterbitkan, menunjukkan bahwa

kuarterner yang dijual sebagi desinfektan rumah sakit umumnya bersifat

fungisida, bakterisida dan virusida terhadap virus lipofilik, namun tidak

sporicidal

3. Faktor yang Mempengaruhi Proses Desinfeksi

Menurut pedoman Desinfeksi dan Sterilisasi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

dari Centers for Disease Control and Prevention, (2008) (b) ada beberapa faktor yang

bisa mempengaruhi proses desinfeksi diantaranya;

a. Jumlah dan Lokasi Mikroorganisme

Semakin besar jumlah mikroorganisme yang harus didesinfeksi, maka

semakin banyak waktu yang dibutuhkan untuk desinfektan melakukan

pekerjaannya.
18

b. Resistensi Mikroorganisme

Ketahanan mikroorganisme terhadap desinfektan sangan bervariasi..

Resistensi mikroorganisme yang ditunjukkan oleh bakteri gram positif dan gram

negatif hampir sama dengan beberapa pengecualian misalnya P. aeruginosa

yang menunjukkan resistensi lebih besar terhadap beberapa desinfektan.

c. Faktor Fisik dan Kimia

Faktor fisik dan kimia juga mempengaruhi proses desinfeksi diantaranya

suhu, pH, kelembaban dan kesadahan air. Misalnya aktivitas sebagian besar

desinfektan meningkat dengan meningkatkan suhu, selain itu, peningkatan suhu

yang terlalu besar menyebabkan desinfektan terdegredasi dan melemahkan

aktivitas kumannya dengan demikian dapat menimbulkan potensi bahaya

kesehatan. pH mempengaruhi aktivitas antimikroba dengan mengubah molekul

desinfektan atau permukaan sel. Kelembaban relatif merupakan faktor

terpenting yang mempengaruhi aktivitas desinfektan seperti ETO, klorin dioksida

dan formaldehida. Kesadahan air mengurangi tingkat pembunuhan disinfektan

tertentu karena kation divalent (magnesium dan kalsium) dalam air sadah

berinteraksi dengan desinfektan untuk membentuk endapan yang tidak larut.

d. Materi Organik dan Anorganik

Bahan organik berupa serum, darah, nanah atau feses dapat mengganggu

aktivitas antimikroba desinfektan. Umumnya interferensi terjadi oleh reaksi kimia

antara germisida dan bahan organik yang menghasilkan kompleks yang kurang,

meninggalkan lebih sedikit germisida aktif yang tersedia untuk menyerang

mikroorganisme

e. Durasi Paparan

Peneliti - peneliti telah menunjukkan efektivitas desinfektan tingkat rendah

terhadap bakteri vegetative (listeria, E.coli, Salmonella, VRE, MRSA), Fungi


19

(Candida), mikobakteri (M.tuberculosis) dan virus (poliovirus) pada waktu

paparan 30 – 60 detik.

f. Biofilm

Mikroorganisme dapat dilindungi dari desinfektan dengan produksi

massan tebal sel dan bahan ekstraseluler atau biofilm. Biofilm merupakan

komunitas mikroba yang melekat erat pada permukaan dan tidak dapat dengan

mudah dihilangkan. Setelah massa ini terbentuk, mikroba di dalamnya dapat

resisten terhadap desinfektan melalui berbagai mekanisme, termasuk

karakteristik fisik biofilm yang lebih tua, variasi genotip bakteri, produksi enzim

penetralisir mikroba dan gradien fisiologis dalam biofilm (pH) (CDC, 2020).

F. Natrium Hipoklorit (NaOCl)

Pada tahun 1789, Claude Louis Berthollet memproduksi Natrium Hipoklorit

(NaOCl) untuk pertama kalinya pada laboratoriumnya yang terletak di Dermaga Javel

Paris, yaitu dengan cara melalukan gas klor melalui larutan natrium karbonat.

Dibandingkan dengan iodium, natrium hipoklorit (NaOCl) memiliki daya reaktivitas yang

lebih besar sehingga diyakini sebagai bahan desinfeksi pada tumpahan darah yang

mengandung virus HIV atau HBV (Widiastuti, Karima and Setiyani, 2019).

Hipoklorit merupakan desinfektan berbahan klorin yang banyak dipakai, umumnya

tersedia dalam bentuk cair (Natrium Hipoklorit (NaOCl)) atau padat (Kalsium Hipoklorit

(CaOCl)). Natrium hipoklorit konsentrasi 5,25% - 6,15% merupakan produk klorin yang

umum dijumpai sebagai produk pemutih pakaian. Natrium hipoklorit mempunyai

spektrum aktivitas antimikroba yang cukup luas, sehingga tidak meninggalkan residu

yang beracun, tidak terpengaruh oleh kesadahan air, murah, bekerja cepat serta

memiliki insiden toksisitas serius yang rendah. Hipoklorit banyak digunakan di fasilitas

kesehatan untuk bermacam – macam kegiatan. Larutan klorin anorganik digunakan

sebagai desinfektan thermometer dan untuk desinfeksi tempat meja dan lantai. Natrium

hipoklorit dengan pengenceran 1 : 10 sampai dengan 1 : 100 atau 5,25% sampai


20

dengan 6,12% telah direkomendasikan untuk dekontaminasi tumpahan darah (Centers

for Disease Control and Prevention, 2008a).

Penelitian menyebutkan bahwa natrium hipoklorit (NaOCl) memiliki efek

membunuh mikroorganisme dengan toksisitas yang rendah. Larutan ini diklasifikasikan

sebagai larutan pembersih yang cocok digunakan untuk dekontaminasi dan perawatan

luka akut dan kronis. Severing dkk (2019) menyimpulkan munculnya daya toksisitas dari

NaOCl diawali dengan perubahan struktur kimiawi dari natrium hipoklorit. Reaksi

pembentukan larutan ini sebagai desinfektan membutuhkan air akuades (H 2O2).

Pertemuan dua senyawa tersebut kemudian menyebabkan terjadinya disasosiasi

struktur dari NaOCl menjadi hipoklorus (HClO) yang merupakan zat pengoksidasi yang

kuat. Larutan HClO ini mampu menyebabkan terjadinya reaksi potensial dengan molekul

lainnya dalam reaksi reduksi oksidasi. Reaksi ini membentuk senyawa baru seperti

hidrogen peroksida, superoksida, radikal hidroksil dan oksigen yang bersifat mutagenic

terhadap bakteri.

G. Hidrogen Peroksida (H2O2)

Hidrogen peroksida (H2O2) bekerja dengan menghasilkan radikal bebas hidroksil

yang dapat merusak dan dapat menyerang lipid membrane, DNA dan komponen

penting lainnya dari mikroorganisme. Hidrogen peroksida (H2O2) juga mengalami

penguraian menjadi Oksigen (O2), Oksigen (O2) inilah yang akan membunuh bakteri

anaerob (Utami dkk, 2020). Hidrogen peroksida aktif terhadap berbagai jenis

mikroorganisme termasuk bakteri, jamur virus dan juga spora.

Konsentrasi 0,5% larutan hidrogen peroksida (H2O2) menunjukkkan aktivitas

bakterisida dan virus dalam 1 menit dan aktivitas mikobakterisida dan fungisida dalam

waktu 5 menit. Konsentrasi hidrogen peroksida dari 6% hingga 25% menjanjikan jika

digunakan sebagai sterilant bahan kimia. Produk yang beredar di pasaran sebagai

sterilant adalah bahan kimia siap pakai yang telah dicampur sebelumnya yang

mengandung 7,5% hidrogen peroksida dan 0,85% asam fosfat (untuk mempertahankan
21

pH rendah). Hidrogen peroksida 3% yang tersedia secara komersial merupakan

desinfektan yang stabil dan efektif jika digunakan untuk permukaan benda (Centers for

Disease Control and Prevention, 2008 (a)).

H. Kerangka Teori

Fasilitas Pelayanan
Kesehatan (Rumah
Sakit)

Pasien Tenaga Kesehatan


(Medis / Non Medis)

Pengunjung Peralatan dan


Lingkungan

Health Care Associated


Infections (HAIs)

Pencegahan melalui Dekontaminasi


kewaspadaan standar
Hand Hygiene
APD
Dekontaminasi
Kesehatan lingkungan
Pengelolaan limbah Sterilisasi Desinfeksi
Penatalaksanaan linen
Perlindungan kesehatan
petugas
Penempatan pasien Dinding Ruang
Hygiene respirasi Sterilisasi
Praktik menyuntik aman
Praktik lumbal pungsi
aman

H2O2 NaOCl

Angka Kuman
0 – 5 CFU/cm2
22

Gambar 2.1 Kerangka Teori

I. Hipotesis

Penjelasan di atas didapatkan hasil bahwa hipotesis dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Ho : Tidak ada perbedaan angka kuman dinding setelah dan sebelum diberi

perlakuan hidrogen peroksida dan natrium hipoklorit

Ha : Ada perbedaan angka kuman dinding setelah dan sebelum diberi

perlakukan hidrogen peroksida dan natrium hipoklorit

2. Ho : Tidak ada perbedaan efektivitas hidrogen peroksida dan narium

hipoklorit terhadap penurunan angka kuman dinding ruang sterilisasi

Ha : Ada perbedaan efektivitas hidrogen peroksida dan natrium hipoklorit

terhadap penurunan angka kuman dinding ruang sterilisasi

Anda mungkin juga menyukai