Anda di halaman 1dari 2

JANGANLAH BOSAN BERBUAT BAIK,

MESKI SERING DISALAH ARTIKAN.

Bacaan
Yohanes 14 : 23

Pesan atau wasiat dari seseorang, itu bersifat wajib dan harus dilakukan. Dalam adat Jawa,
setiap orang meyakini bahwa wasiat atau pesan terakhir dari seseorang itu jika tidak
dilakukan, tidak dijalankan, tidak ditepati, maka orang tersebut tidak akan tenang dalam
kematiannya. Sedikit aneh, sedikit lucu dan mungkin tidak masuk akal, karena orang yang
sudah mati itu pada dasarnya sudah tidak bisa merasakan apa-apa. Mungkin kalau kita
berpikir secara rasional, hanya sebagai formalitas atau bentuk penghormatan kepada yang
memberikan wasiat. Namun jika mau kita kaji lebih dalam lagi, kebanyakan wasiat-wasiat
yang seseorang tinggalkan merupakan sebuah nasehat untuk kehidupan yang baik.

Pada bacaan yang telah kita baca, kita tahu bahwa itu merupakan peristiwa atau momen-
momen terakhir sebelum Yesus diserahkan ke Pontios Pilatos dan disalibkan. Dan pada ayat
yang 23, Yesus mengeluarkan sebuah pernyataan yang menjadi sebuah wasiat atau pesan
bagi kita semua, apa pernyataan tersebut? “Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti
firman-Ku”. Hampir mirip dengan orang kalau lagi pacaran, kalau kamu sayang aku, kamu
harus nurut sama aku. Saya katakan hampir mirip, kenapa hampir? Kenapa tidak saya katakan
mirip sekali? (suka-suka saya, kan saya yang mengatakan). Karena Yesus mengatakan hal
tersebut tanpa adanya pemaksaan. Kalau dalam hubungan muda-mudi, ada sebuah paksaan,
ada kata “harus”.

Tuhan Yesus berkata ia akan menuruti firman-Ku, apa firman Tuhan kepada kita? (banyak).
Banyak memang firman Tuhan kepada kita, tapi kita akan mempelajari yang paling utama.
Dalam Injil Matius 22 : 37-39 dikatakan apa? Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu
dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Dan kasihilah sesamamu,
seperti dirimu sendiri. Kita harus mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi.
Mengapa harus dengan hati, jiwa dan akal budi? Berarti harus mantap didalam rasa, karena
hati berhubungan dengan rasa, harus mantap secara kehidupan kita, dan mantap dalam
mental yang berhikmat. Kasih yang tidak boleh tanggung-tanggung, ya meskipun banyak
oknum-oknum diluar sana, berkata secara bangga bahwa “saya ini laskar Kristus sejati” tapi
tidak pernah datang kegereja. Sama seperti teman saya, ketika saya tanya “kamu ini
sebetulnya domba yang hilang, apa kamu tidak menyadari?” lalu dia berkata “jangan salah
kita ini laskar Kristus, kalau ibadah Paskah dan Natal ndak pernah absen” lalu saya tanya lagi
“kamu setahun cuma datang 2 kali?”
……………………………………………………………………………………………………………………………………………
Yang kedua dikatakan apa tadi? Mengasihi sesama kita, seperti mengasihi diri kita sendiri.
Sudah luluskah teman-teman dalam mengasihi sesama? Belum? Sama, sayapun tidak
munafik, masih banyak yang perlu saya benahi termasuk dalam urusan mengasihi sesama.
Tidak gampang memang kalau urusan mengasihi sesama, tapi apakah tidak gampang itu
berarti tidak dapat dilakukan? Bisa, hanya bagaimana kita mau berusaha. Jadilah seorang bayi
ketika kamu ingin belajar akan suatu hal, mengapa? Karena bayi itu tidak mengenal
menyerah, tidak kenal rasa pesimis, yang dia tau hanya terus memaksa dan mencoba. Teman-
teman, saya tadi mengatakan mengasihi sesama itu tidak mudah, mengapa kira-kira? Kasih
itu sejatinya multi-tafsir, antara saya dan …… dapat mengartikan kasih itu secara berbeda.
Kasih seorang orang tua dengan kasih seorang anak itupun bisa berbeda artian. Orang tua itu
pasti mengasihi semua anaknya tanpa pandang bulu, tanpa pilih-pilih, tanpa membeda-
bedakan, meskipun anaknya ada 11 seperti gen halilintar, pasti orang tua akan mengasihi
semuanya secara sama rata. Namun, dalam pandangan anak, seringkali terjadi bagi anak-anak
yang punya adik pasti bilang, “ah, papa mama, bapak ibuk, pak mak, cuma sayang ke adek
saja, kalau adek minta ini itu dikasih, giliran aku, dibilang nanti ya, dibilang buat adeknya
dulu”. Sadarilah, masa kecilmu sebelum ada adikmu, kamupun begitu.

Karena kasih ini multi-tafsir, kadang kala kasih ini dilakukan atau ditunjukan sesuka hati oleh
seseorang. Itulah sebabnya kasih atau cinta ini kadang mematikan. Apa yang dimatikan?
Perasaan. Maka dari itu, karena kasih ini bersifat multi-tafsir maka tolok ukur atau indikator
keberhasilan dari kasih ini diukur bagaimana? Indikator keberhasilan kasih itu tidak diukur
dari apa yang telah kita berikan, apa yang telah kita lakukan. Tetapi bagaimana orang
merasakan, bagaimana lawan bicara kita atau target kita merasakan. Mungkin kita sudah
melakukan kasih atau cinta kita kepada dia, tapi itukan versi kita, ketika kita menilai diri
sendiri pasti akan menilai baik, padahal belum tentu baik. Oleh sebab itu Alkitab mengajarkan
kepada kita mengenai kasih itu harus seperti apa, kasih yang benar harus membuahkan damai
sejahtera, sukacita, kesetiaan, dan kelemah-lembutan.

Sudahkan kita melakukan kasih yang membuahkan damai bagi saudara kita? Membuahkan
sukacita bagi saudara kita? Memberlakukan kasih yang penuh dengan kelemah-lembutan?
Mari kita saling mengasihi tanpa karena, mengasihi tanpa menuntut. Teruslah berbuat baik
meski seringkali disalah artikan oleh orang yang kita sayang, biarkanlah kelembutan ini
membuat hati orang yang kita sayangipun lembut dan mengerti bahwa cinta atau kasih itu
kadang menyakitkan. Amin.

Anda mungkin juga menyukai