Anda di halaman 1dari 78

Ngaji Kimiya-yi Sa'adat (1)

Topik 1: Tentang Mengenal Diri


Kunci untuk mengenal Allah adalah mengenal diri. Karena alasan
inilah dikatakan, “Dia yang mengenal dirinya akan mengenal
Tuhannya.” Karena alasan ini pula sang Khalik berfirman,

"Akan kami perlihatkan kepada mereka tanda-tanda Kami di kaki


langit dan dalam diri mereka agar menjadi jelas kepada mereka
bahwa Dialah sang Mahamutlak” (QS 41: 53). Maksudnya adalah:
Akan Kami tunjukkan kepada mereka tanda-tanda Kami dalam
alam dan dalam diri mereka agar hakikat Sang Mahamutlak
terungkap kepada mereka.
Singkat kata, tidak ada yang lebih dekat kepadamu daripada
dirimu sendiri. Bila Engkau tidak mengenal dirimu sendiri, mana
mungkin Engkau akan mengenal sesuatu yang lain? Namun, bila
Engkau mengaku mengenal dirimu sendiri, Engkau salah besar!
Engkau mengenal dirimu tak lebih dari sekadar kepala, wajah,
tangan, kaki, daging, dan kulit luarmu! Yang Engkau kenal tentang
inti batinmu tak lebih dari fakta bahwa ketika lapar Engkau akan
makan; ketika marah Engkau akan berkelahi; dan ketika birahi
menguasaimu Engkau akan bersenggama. Bila begini, Engkau sama
saja dengan binatang ternak.
Oleh karena itu, Engkau harus mencari tahu tentang hakikat
dirimu: Binatang apa Engkau ini? Dari mana Engkau datang?
Akan ke mana Engkau pergi? Mengapa Engkau mampir di tempat
persinggahan (maksudnya, kehidupan dunia) ini? Untuk tujuan apa
Engkau diciptakan? Apakah kebahagiaanmu dan di mana Engkau

1
akan mendapatkannya? Apakah penderitaanmu dan di mana
Engkau akan mengalaminya?
Di dalam dirimu terhimpun banyak sifat: ada sifat binatang ternak,
ada sifat binatang buas, ada sifat setan, ada sifat malaikat. Yang
mana merupakan jatidirimu? Yang mana merupakan hakikat
fitrahmu, sementara sisanya cuma pinjaman dan asing dari dirimu?
Bila Engkau tidak menyadari hal ini, Engkau tidak akan bisa
mencari kebahagiaanmu sendiri, karena masing-masing sifat
tersebut memiliki santapan dan kebahagiaannya sendiri.
Bagi binatang ternak, santapan dan kebahagiaan mereka adalah
dengan makan, tidur, dan bersenggama. Bila Engkau sejenis
mereka, Engkau akan berusaha mengenyangkan perut dan
memuaskan alat kelaminmu siang dan malam. Adapun binatang
buas, santapan dan kebahagiaan mereka ada dalam kepuasan
mencabik, menerkam, dan menghabisi [mangsa]. Santapan setan
adalah bisikan kejahatan, pengkhianatan, dan muslihat. Bila
Engkau sejenis mereka, sibukkanlah dirimu dengan perbuatan-
perbuatan mereka dan raihlah kesenangan dan keuntungan
darinya!
Adapun para malaikat, santapan dan kebahagiaan mereka adalah
dengan menyaksikan Hadirat Ilahi. Mereka terlindung dari hawa
nafsu, amarah, dan sifat-sifat binatang ternak ataupun buas. Bila
Engkau memiliki substansi-malaikat dalam fitrahmu, berjihadlah
untuk mengenal Hadirat Ilahi dan bukalah dirimu untuk
menyaksikan keelokan-Nya. Bebaskan dirimu dari kuasa hawa
nafsu dan amarah. Berjuanglah hingga Engkau benar-benar
mengerti alasan penciptaan sifat-sifat hewani dalam dirimu.
Adakah sifat-sifat tersebut diciptakan agar Engkau terbelenggu
olehnya, agar Engkau melayani egomu, dan Engkau diperbudak

2
olehnya dalam kerja-paksa siang dan malam? Engkau harus
mengendalikan mereka sebelum mereka mengendalikanmu!
Engkau harus menjadikan salah satunya sebagai kendaraan dan
yang lain sebagai senjata dalam perjalanan yang sedang Engkau
tempuh. Gunakanlah keduanya dalam hari-hari singkat di tempat
persinggahan ini untuk berburu—dengan bantuan keduanya—
benih kebahagiaanmu sendiri.
Bila Engkau telah memperoleh benih kebahagiaan, lepaskanlah
kedua alat tersebut dan arahkan wajahmu ke tempat
kebahagiaanmu berada, tempat berpulang yang oleh kalangan
terpilih disebut “Hadirat Ilahi,” dan oleh kalangan awam disebut
“Surga.”
Segala hal ini harus dipelajari agar Engkau bisa mengenal dirimu
sendiri. Piala di Jalan Agama bagi mereka yang tanpa pengetahuan
adalah gelas kosong belaka, dan ia akan terhalang dari hakikat
sejati Agama
Ngaji Kimiya-yi Sa'adat (2)
Bentuk Luar dan Inti Batin
Bila Engkau berharap untuk mengenal dirimu sendiri, maka
ketahuilah bahwa Engkau diciptakan dari dua unsur. Yang
pertama adalah bentuk luar yang disebut tubuh dan bisa dilihat
oleh mata-fisik; dan yang kedua adalah inti-batin yang disebut diri
(nafs), ruh (jân), atau hati (dil). Ia bisa dikenal melalui mata-batin,
namun tidak dapat dilihat oleh mata-fisik.
Hakikat dirimu terletak dalam inti-batinmu. Segala yang lain cuma
pengikut, tentara, dan pembantunya. Kami akan menyebutnya hati
(dil). Ketika kami berbicara tentang hati, ingatlah bahwa kami

3
mengacu pada realitas ini, yang terkadang juga disebut ruh dan
terkadang disebut diri (nafs). Kami mengacu pada ‘hati’ ini, bukan
segumpal daging yang ada di sisi kiri dada. [Hati ragawi ini]
tidaklah istimewa, karena ia dimiliki pula oleh binatang, orang
mati, dan bisa dilihat oleh mata-fisik. Segala sesuatu yang bisa
dilihat oleh mata-fisik adalah bagian dari alam fenomenal (‘âlam-i
syahâdat).
Hati bukan bagian dari alam ini. Ia datang ke alam ini sebagai
pengunjung dan pengelana. Daging-fisik adalah kendaraan dan
alatnya, dan seluruh anggota badan adalah tentaranya. Ia adalah
raja dari seluruh tubuh. Pengetahuan tentang Allah dan penyaksian
akan keelokan Hadirat-Nya merupakan ciri khasnya. Dialah yang
diperintah, disapa, dihukum, dan disiksa [oleh Allah]. Kebahagiaan
dan penderitaan tak terperi menjadi [kodratnya]. Dalam semua ini,
tubuh cuma pengikutnya. Pengetahuan tentang hakikat dan sifat-
sifatnya merupakan kunci untuk mengenal Allah.
Berjuanglah untuk mengenalnya, karena ia adalah mutiara
berharga, yang berasal dari substansi para malaikat. Asal-
muasalnya adalah Hadirat Ilahi, yang darinya ia berasal dan
kepadanya ia akan kembali. Ia datang kemari sebagai pengunjung
untuk berdagang dan menarik laba.
Mengenal Hakikat Hati
Pengetahuan tentang hakikat hati tidak akan Engkau peroleh
hingga Engkau menyadari keberadaannya. Baru setelah itu,
Engkau akan mengerti tentang hakikatnya. Lalu, Engkau akan tahu
betapa banyak tentaranya. Lalu, Engkau akan memahami
hubungan hati dengan para tentaranya. Lalu, Engkau akan
mengenal karakternya: bagaimana ia memperoleh pengetahuan

4
tentang Tuhan dan bagaimana ia meraih kebahagiaannya. Masing-
masing masalah ini akan dibicarakan pada tempatnya.
Nah, keberadaan hati sudah teramat jelas; sebab orang tidak akan
meragukan keberadaan dirinya. Keberadaan seseorang tidak
terletak pada tubuh lahiriahnya; seonggok mayat pun bisa disebut
ada, tapi ia tidak memiliki kehidupan.
Ketika kami berbicara tentang hati (dil), yang kami maksud adalah
hakikat ruh. Bila hati tidak ada, tubuh akan menjadi seonggok
mayat. Bila orang menutup matanya dan lupa tentang tubuhnya
dan lupa akan langit dan bumi serta segala objek yang bisa dilihat
oleh mata, ia pasti akan merasakan keberadaannya dan menyadari
keberadaan dirinya, meskipun ia tidak menyadari tubuhnya, bumi
dan langit serta segala isinya. Ketika orang merenungkan hal ini
dengan sebaik-baiknya, ia akan sedikit tahu tentang akhirat. Ia
akan menyadari bahwa bentuk fisiknya akan dicerabut darinya,
namun ia akan tetap ada dan tidak akan musnah
Ngaji Kimiya-yi Sa'adat (3)
Hati, Raja bagi Seluruh Tubuh
Tubuh adalah kerajaan hati, dan di kerajaan ini, hati memiliki
berjenis-jenis tentara: “Tak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu
kecuali Dia” (QS 74: 31). Hati diciptakan untuk kepentingan
akhirat. Pekerjaannya adalah mencari kebahagiaan; dan
kebahagiaannya adalah dengan mengenal Allah. Ia memperoleh
pengetahuan tentang Allah melalui pengetahuan tentang ciptaan-
Nya, yakni seluruh alam. Ia belajar tentang keajaiban alam melalui
bantuan indera, dan indera tersebut dibangun di atas tubuh.

5
Jadi, pengetahuan adalah buruan hati; dan indera adalah jalanya.
Tubuh-fisik adalah kendaraan dan pemegang jalanya. Karena
alasan inilah, manusia membutuhkan tubuh. Tubuh adalah
kendaraan yang dibuat dari air, tanah, api, dan udara. Karena
itulah ia lemah dan mudah hancur, dari dalam karena lapar dan
haus, dan dari luar karena api, air, dan karena disergap oleh musuh
atau binatang buas.
Akibatnya, karena lapar dan haus, ia butuh makan dan minum.
Untuk tujuan ini, ia membutuhkan dua tentara: satu eksternal,
seperti tangan, kaki, mulut, gigi, dan perut; dan yang lain internal,
seperti nafsu dan amarah. Namun, karena tidaklah mungkin orang
mencari santapan yang tidak dapat ia persepsikan, atau membela
diri dari musuh-musuh yang tak dapat ia rasakan kehadirannya, ia
membutuhkan organ persepsi. Beberapa di antaranya bersifat
eksternal, yang mencakup panca indera: hidung, mata, telinga,
lidah, dan tangan. Namun, beberapa di antaranya bersifat internal,
dan mereka pun ada lima. Mereka ada di otak: organ imajinasi,
refleksi, memori, kogitasi, dan estimasi. Masing-masing organ ini
memiliki tugas khusus. Bila salah satu di antara organ-organ ini
cacat, fungsi manusia juga akan cacat, baik dalam urusan duniawi
maupun ukhrawinya.
Semua tentara tersebut, baik yang eksternal maupun internal,
berada dalam kendali hati (dil) yang menjadi komandan dan raja
bagi semua. Ketika ia memberikan perintah, mulut akan berbicara,
begitu pula ketika ia memerintahkan tangan untuk memegang, kaki
untuk berjalan, dan mata untuk melihat. Ketika ia memerintahkan
organ refleksi untuk berpikir, ia akan segera berpikir. Mereka
semua dibikin patuh total kepada perintahnya sehingga tubuh
dapat dijaga dan ia dapat memuaskan segala keinginannya dan

6
meraih segala cita-citanya. Ia dapat menuntaskan pencarian akan
akhirat dan menuai benih kebahagiaannya. Kepatuhan para tentara
tersebut kepada hati menyerupai kepatuhan para malaikat kepada
Tuhan. Mereka sama sekali tidak dapat melawan perintah; alih-
alih, mereka patuh secara alamiah dan sukarela.
Tentara-tentara Hati
Untuk mengenal tentara-tentara hati secara detail, akan
dibutuhkan pembicaraan yang panjang lebar. Namun, intinya bisa
diketahui olehmu melalui tamsil. Begini: tamsil tubuh adalah negeri
sementara anggota badan dan organnya adalah para pekerja. Nafsu
badaniah (syahwat) adalah penarik pajak, amarah adalah polisi,
dan hati (dil) adalah rajanya. Akal adalah menteri utama sang raja.
Raja membutuhkan mereka semua agar bisa memerintah
kerajaannya dengan baik.
Nafsu badaniah—penarik pajak—adalah pembohong, penipu lihai,
dan jahat. Ia menentang apapun yang dikatakan oleh menteri-akal.
Ia selalu bernafsu untuk merampas kekayaan apapun yang ada di
kerajaan dengan dalih menarik pajak. Dan polisi-amarah adalah
bengis dan temperamental. Ia suka membunuh, menjarah, dan
melakukan perusakan.
Karena alasan ini, bila raja negeri selalu bermusyawarah dengan
menteri-akal, mengabaikan penarik-pajak yang pembohong dan
serakah dan menutup telinganya dari apapun yang ia katakan demi
melawan sang menteri; dan bila ia mengerahkan polisi sembari
menjaganya dalam kendali ketat dan mencegahnya dari tindakan
berlebihan kepada penarik-pajak agar ia tidak bisa menimbulkan
kekacauan; maka kerajaan akan aman.

7
Di saat yang sama, bila Raja-Hati bertindak atas nasihat menteri-
akal dan menempatkan nafsu dan amarah dalam kendali ketat dan
dibikin tunduk kepada akal, maka ia tidak akan dikuasai oleh
keduanya; perjalanan menuju kebahagiaan dan menuju Hadirat
Ilahi tidak akan terputus darinya. Namun, bila akal menjadi
tawanan nafsu dan amarah, maka kerajaan akan suram dan raja
akan menderita dan celaka
Ngaji Kimiya-yi Sa'adat (4)
Kekuasaan Hati
Dari penjelasan sebelumnya, Engkau bisa memahami bahwa nafsu-
badaniah dan amarah diciptakan untuk menjaga dan merawat
tubuh. Oleh karena itu, keduanya adalah pelayan bagi tubuh
sementara makanan dan minuman adalah santapan tubuh. Tubuh
diciptakan untuk mengelola indera; maka tubuh adalah pelayan
indera. Indera diciptakan untuk menjadi telik sandi yang
berkumpul untuk membantu akal, agar berperan sebagai
jaringannya sehingga ia bisa mengenal ciptaan Tuhan.
Dengan demikian, indera adalah pelayan akal, dan akal diciptakan
untuk membantu hati, agar menjadi lilin dan pelita baginya.
Dengan cahayanya, hati dapat melihat Hadirat Ilahi, yakni Surga.
Jadi, akal adalah pelayan hati, dan hati diciptakan untuk
menyaksikan keindahan Hadirat Kuasa Ilahi. Ketika mengambil
peran ini, hati menjadi pembantu dan pelayan Hadirat Ilahi.
Firman Tuhan, “Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali
agar mereka menyembah-Ku,” mengisyaratkan peran ini.
Karena alasan inilah hati diciptakan dan diberi kerajaan dan
tentaranya. Kendaraan-tubuh diberikan kepadanya agar ia
mengadakan perjalanan dari alam-rendah ke Negeri yang

8
Tertinggi. Bila ia ingin bersyukur atas anugerah ini dan memenuhi
kewajibannya untuk menyebah-Nya, ia harus duduk laksana raja di
pusat kerajaan dan menjadikan Hadirat Ilahi sebagai arah-kiblat
dan tujuannya. Ia harus menjadikan dunia sebagai tempat
persinggahan dan tubuh sebagai kendaraan. Ia harus menjadikan
anggota badan sebagai pelayan dan akal sebagai menteri. Ia harus
menjadikan nafsu-badaniah sebagai pengawas kekayaan dan
amarah sebagai polisi.
Hati menjadikan panca-indera sebagai telik sandi. Masing-masing
bertanggung jawab atas ranahnya sendiri untuk mengumpulkan
informasi tentang ranah tersebut. Ia menjadikan kuasa-imajinasi,
yang ada di bagian depan otak, sebagai penguasa di ranahnya dan
para telik sandi akan menyimpan informasi mereka di sana. Ia juga
menjadikan kuasa-memori, yang ada di bagian belakang otak,
sebagai kantong surat dan gudang penyimpanan. Pada waktunya
yang tepat, setiap informasi akan dipersembahkan kepada Menteri-
Akal. Sang menteri, sesuai dengan informasi yang ia terima dari
kerajaan, akan mengatur pemerintahan dan perjalanan sang raja.
Ia akan mengambil langkah-langkah tegas bila ia mendapati salah
seorang tentara, seperti nafsu-badaniah, amarah, dan yang lain,
memberontak melawan raja dan melakukan pembangkangan,
dengan tujuan untuk menyerangnya.
Bagaimanapun, sang menteri tidak berusaha membunuh
pemberontak ini, karena kerajaan tidak akan bisa diperintah
tanpanya. Alih-alih, ia mengatur agar pemberontak tersebut
dikembalikan dalam batas-batas kepatuhan. Dengan cara ini, sang
pemberontak menjadi pembantu, bukan musuh, dalam perjalanan
yang menunggu di masa depan. Ia menjadi kawan, bukan pencuri
atau perampok. Bila sang pemberontak melakukan ini semua, ia

9
akan bahagia dan bersyukur. Ia akan menerima jubah kehormatan
pada waktunya. Akan tetapi, bila ia membangkang dan bangkit
mendukung para perampok dan musuh yang melawan, ia berarti
kafir dan zalim, dan akan menerima celaan dan hukuman [di
akhirat nanti].
Ngaji Kimiya-yi Sa'adat (5)
Akar Kebaikan dan Keburukan dalam Diri Manusia
Ada sebentuk hubungan antara hati di satu sisi dan masing-masing
tentara yang menetap dalam diri seseorang di sisi yang lain.
Masing-masing menimbulkan watak atau karakter tertentu
kepadanya. Beberapa di antaranya buruk dan membuatnya celaka,
sementara yang lain baik dan menciptakan kebahagiaan
kepadanya.
Walaupun sangat banyak, watak-watak tersebut bisa
dikelompokkan menjadi empat tipe: (a) binatang ternak, (b)
binatang buas, (c) setan, dan (d) malaikat. Karena nafsu badaniah
ditempatkan dalam diri seseorang, ia melakukan tindakan-tindakan
hewani, seperti makan dan bersenggama dengan berlebihan.
Karena amarah ditanamkan dalam dirinya, ia berlaku seperti
anjing, serigala, dan singa—menyerang, membunuh, dan
melakukan kekerasan fisik dan lisan kepada orang lain. Karena
dusta, pengkhianatan, kemunafikan, penipuan, dan kegemaran
untuk memanas-manasi publik ditempatkan dalam dirinya, ia
melakukan perbuatan-perbuatan setan. Karena akal ditempatkan
dalam dirinya, ia melakukan perbuatan malaikat, seperti mencintai
pengetahuan dan akhlak, meninggalkan perbuatan-perbuatan
tercela, memperjuangkan kebaikan di antara manusia, membuang

10
sikap kikir, bahagia karena mendapat pengetahuan, dan
menganggap ketidaktahuan dan kebodohan sebagai kekurangan.
Engkau bisa mengatakan bahwa pada hakikatnya ada empat unsur
di dalam diri setiap manusia: seekor anjing, babi, setan, dan
malaikat. Anjing dibenci dan tercela bukan karena anggota badan
dan kulitnya; akan tetapi karena karakternya yang membuatnya
menyerang orang-orang. Babi dipandang jijik bukan karena
penampilannya; tapi karena nafsu makannya yang berlebihan,
kerakusannya, dan ketamakannya akan barang-barang kotor dan
menjijikkan. Pada hakikatnya, yang dimaksud spirit anjing dan
babi adalah ini, dan ini berlaku untuk manusia. Karakter setan dan
malaikat dalam diri manusia pun berlaku dengan cara yang sama.
Manusia diperintahkan untuk mengungkap penipuan dan muslihat
setan melalui cahaya akal—salah satu percikan cahaya para
malaikat—sehingga ia menjadi terhina dan tak mampu untuk
menuai pertengkaran [di antara manusia]. Nabi bersabda, “Setiap
manusia memiliki setan dalam dirinya. Bahkan aku pun begitu.
Namun Allah membuatku menang dalam menghadapinya dan
membuatnya takluk kepadaku. Ia tak bisa memerintahkan
keburukan apapun [kepadaku].”
Manusia juga diajari agar ia mengendalikan babi-kerakusan dan
anjing-amarah ini. Ia harus menempatkan keduanya dalam kendali
akal agar mereka tidak bangkit atau duduk kecuali karena
perintahnya. Bila ia melakukannya, ia akan meraih akhlak terpuji
yang merupakan benih kebahagiaan.
Namun, bila yang ia lakukan sebaliknya, dan ia sibuk untuk
melayani keduanya, akhlak yang kotor akan muncul dalam dirinya,
yang akan menjadi benih penderitaannya [di akhirat nanti]. Bila

11
keadaan-hatinya ini diungkapkan kepadanya dalam mimpi atau
ketika sadar, misalnya, ia akan mendapati dirinya sedang melayani
seekor babi, anjing, atau setan. Semua orang sudah tahu tentang
nasib orang yang menyerahkan sesama Muslim sebagai tawanan
bagi orang kafir di akhirat nanti. Sekarang, cobalah pikir, betapa
lebih buruk lagi nasib orang yang menyerahkan malaikat sebagai
tawanan bagi anjing, babi, dan setan!
Kebanyakan orang, bila mereka mau jujur dan mau bertafakur,
siang dan malam cuma sibuk melayani hasrat dan keinginan ego
mereka sendiri. Begitulah kondisi batin mereka, biarpun mereka
berbentuk manusia. Di hari kiamat nanti, karakter-karakter
tersebut akan tersingkap, dan bentuk manusia akan selaras dengan
karakter mereka. Di hari itu, manusia yang didominasi nafsu dan
kerakusan akan menjelma dalam bentuk seeokor babi dan manusia
yang didominasi oleh amarah akan tampak dalam bentuk serigala.
Karena alasan inilah bahwa takwil mimpi seseorang yang merasa
melihat seekor serigala adalah bahwa ia adalah orang yang bengis.
Bila ia bermimpi melihat seekor babi, takwilnya adalah bahwa ia
bukan manusia yang bersih. Ini karena mimpi adalah penanda-
kematian. Selama orang berada jauh dari alam fisik karena tidur,
bentuk mengikuti karakter, sehingga setiap orang terlihat selaras
dengan karakter batinnya. Ini adalah misteri agung yang tak
mungkin dijelaskan dalam kesempatan ini.
Ngaji Kimiya-yi Sa'adat (6)
Menjaga Gerak dan Diam Manusia
Sampai di sini Engkau telah mengetahui bahwa terdapat empat
ksatria dan pengawas berani dalam dirimu, yang mengawasi gerak
dan diammu sampai salah satu di antara keempat unsur tersebut

12
Engkau patuhi. Sadarilah bahwa dari setiap tindakan yang Engkau
lakukan, di dalam hatimu akan timbul sifat-sifat yang menetap
dalam dirimu dan menemanimu hingga di akhirat nanti. Sifat-sifat
tersebut disebut akhlak. Dan semua akhlak tersebut mengalir dari
keempat ksatria tersebut.
Bila Engkau tunduk kepada babi-kerakusan, sifat kasar, tak tahu
malu, serakah, suka menjilat, munafik, dungu, tamak, senang
melihat kesedihan orang lain, dengki, dan seterusnya, akan timbul
dalam dirimu. Namun, bila Engkau menguasai dan
mengendalikannya dengan disiplin, [akal, dan wahyu,] maka sifat
rida, zuhud, sederhana, damai, lemah lembut, saleh, ugahari, dan
benci dunia akan timbul dalam dirimu.
Bila Engkau tunduk kepada anjing-amarah, sifat bengis, kotor,
sombong, suka pamer, khianat, bangga-diri, zalim, suka
mencemooh, merendahkan, dan menghina orang lain, akan timbul
dalam dirimu. Namun, bila Engkau menguasai dan mengendalikan
anjing ini dengan disiplin, sifat sabar, tabah, suka memaafkan,
teguh hati, berani, tenang, dan dermawan akan timbul dalam
dirimu.
Bila Engkau tunduk kepada setan, yang pekerjaannya adalah
membangkitkan dan memanas-manasi babi dan anjing dan
mengajari mereka muslihat dan penipuan; maka sifat suka menipu,
berkhianat, curang, nafsu rendah, muslihat, dan munafik, akan
timbul dalam dirimu. Namun, bila Engkau menguasainya dan tidak
terpedaya oleh kemunafikannya; dan Engkau memenangkan
tentara akal; maka kecerdasan, makrifat, pengetahuan,
kebijaksanaan, kesalehan, akhlak yang baik, kebesaran jiwa, dan
kepemimpinan akan timbul dalam dirimu. Dan bila sifat-sifat baik

13
tersebut menetap dalam dirimu, mereka akan menjadi kebajikan-
abadi-mu (al-bâqiyât al-shâlihât) dan benih kebahagiaanmu.
Perbuatan-perbuatan yang melahirkan akhlak yang buruk disebut
“dosa,” dan perbuatan-perbuatan yang menimbulkan akhlak yang
baik disebut “ketaatan” [kepada Allah]. Setiap gerak dan diam
yang dilakukan oleh seseorang tak mungkin lepas dari keduanya.
Hati (dil) laksana cermin bening; akhlak yang tercela seperti kabut
dan kegelapan yang, bila menyentuh cermin, akan
menggelapkannya sehingga di hari akhir nanti manusia tidak akan
menyaksikan Hadirat Ilahi dan Dia tertutup darinya. Akhlak yang
baik adalah cahaya yang mencapai hati dan menghapus kegelapan
dosa. Karena alasan inilah Nabi bersabda, “Tutupilah keburukan
dengan kebaikan sehingga ia terhapus karenanya.” Di Hari
Kebangkitan nanti, jiwa manusia akan berkumpul di padang
mahsyar dalam keadaan bersinar atau gelap. “[Dan tak ada yang
akan selamat] kecuali dia yang menghadap Allah dengan hati yang
bersih” (QS 26: 89).
Fitrah Manusia Adalah Esensi Malaikat
Mungkin Engkau akan bertanya: “Karena dalam diri manusia
terdapat sifat-sifat binatang buas, binatang ternak, setan, dan
malaikat; dari mana kita mengetahui bahwa fitrahnya ada pada
esensi malaikat, dan bahwa unsur-unsur yang lain adalah asing
[dan aksidental]? Dari mana kita tahu bahwa manusia diciptakan
untuk meraih sifat dan tingkah laku malaikat sehingga ia bisa
meraihnya dan bukan sifat unsur-unsur yang lain?” Ketahuilah
bahwa Engkau bisa mengetahuinya dari fakta bahwa manusia lebih
utama dan lebih sempurna daripada binatang ternak dan binatang
buas. Segala sesuatu yang menjadi sumber kesempurnaannya, dan

14
membuatnya memiliki kedudukan yang tertinggi, adalah alasan
penciptaannya.
Umpamanya: Kuda lebih utama daripada keledai karena keledai
diciptakan untuk untuk mengangkut beban, sementara kuda
diciptakan untuk dimanfaatkan dalam adu kecepatan, perang, dan
jihad, sehingga ia dapat dipacu untuk berlari oleh penunggang kuda
begitu dibutuhkan. Seperti keledai, kuda juga diberi kekuatan
untuk mengangkut beban, namun ia juga memiliki kelebihan yang
tak dimiliki oleh keledai. Bila kuda tidak cakap untuk
melaksanakan tugasnya, maka ia akan menjadi binatang
pengangkut beban dan jatuh derajatnya ke tingkatan keledai. Ini
akan menjadi penyebab kehancuran dan kehinaannya.
Sejumlah orang berpikir bahwa manusia diciptakan cuma untuk
makan, tidur, bersenggama, dan bersenang-senang dan mereka
menghabiskan seluruh umur mereka untuk melakukan hal-hal
tersebut! Sementara yang lain, seperti bangsa Arab badui, Kurdi,
dan Turki, berpikir bahwa manusia diciptakan untuk berkuasa,
melakukan kekerasan dan penaklukan. Kedua golongan ini keliru;
karena makan dan bersenggama adalah nafsu hewani. Binatang
ternak pun punya kemampuan yang sama. Unta bisa makan
melebihi kemampuan manusia, dan burung pipit bisa bersenggama
lebih sering daripada manusia. Dalam hal apa manusia lebih utama
daripada keduanya? Kekuasaan dan penaklukan bersanding
dengan amarah, dan keduanya pun dimiliki oleh binantang buas.
Manusia memiliki ciri-ciri yang juga diberikan kepada binatang
ternak dan binatang buas, namun di samping itu, ia juga diberi
keutamaan, dan itu ada pada akal. Dengannya, ia bisa mengenal
Allah dan ciptaan-Nya. Dengannya, ia bisa melepaskan diri dari
nafsu dan amarah. Inilah sifat para malaikat! Dengannya, ia bisa

15
menguasai binatang ternak dan binatang buas. Semua tunduk
kepadanya; semua yang ada di muka bumi, seperti yang
difirmankan oleh Allah, “Dialah yang membuat segala yang ada di
muka bumi tunduk kepadamu” (QS 45: 13).
Jadi, hakikat manusia adalah bahwa kesempurnaan dan
kemuliaannya ada dalam jatidirinya, dan sifat-sifat yang lain
adalah asing dan ditambahkan kepadanya. Sifat-sifat tambahan
tersebut ditempatkan dalam dirinya untuk membantu dan
melayaninya. Karena alasan ini, ketika ia mati, baik nafsu maupun
amarah akan musnah dan yang tersisa hanyalah dirinya yang
sejati: esensinya yang cemerlang dan terang, yang dihiasi oleh
pengetahuan tentang Allah dalam bentuk malaikat sehingga ia akan
menjadi kawan mereka; dan inilah kawan para penghuni alam
tertinggi; mereka akan selalu bersama Hadirat Ilahi, “Di sisi Sang
Raja yang Mahakuasa” (QS 54: 55), atau gelap dan suram, dengan
kepala tertunduk karena malu, kegelapan yang ditimbulkan oleh
kotoran yang datang dari kepekatan dosa, dan rasa malu yang
timbul karena mengentengkan akhlak dalam mengendalikan hawa
nafsu dan amarah. Apapun yang diinginkan oleh hawa nafsunya, ia
turuti di dunia ini. Hatinya terpateri pada dunia ini, karena hasrat
dan keinginannya diarahkan pada dunia ini. Namun dunia ini ada
di bawah alam akhirat. Maka, wajahnya selalu menghadap ke
bawah dan terbalik. Inilah makna dari firman Allah, “Ketika
mereka yang berdosa menggantungkan pandangan mereka di
hadapan Tuhan mereka” (QS 32: 12).
Ngaji Kimiya-yi Sa'adat (7)
Keajaiban-keajaiban dalam Semesta Hati

16
Keajaiban-keajaiban dalam semesta hati tidak ada ujungnya.
Kemuliaannya terletak dalam kenyataan bahwa ia lebih
menakjubkan daripada segala yang lain; namun kebanyakan orang
tidak memperhatikannya. Kemuliaannya ada dalam dua tingkatan:
yang pertama karena pengetahuan; dan yang kedua karena kuasa.
Kemuliaan karena pengetahuan memiliki dua tingkatan: yang
pertama bisa dipahami oleh kebanyakan orang, dan yang kedua
tidak begitu kelihatan dan tidak diketahui oleh setiap orang. Yang
terakhir ini lebih langka.
Adapun yang kelihatan, yaitu bahwa hati memiliki kemampuan
untuk mempelajari semua disiplin ilmu dan keterampilan,
mengetahui segala macam seni, serta membaca dan mengkaji semua
yang ada dalam buku, seperti geometri, matematika, ilmu
kedokteran, astrologi, dan ilmu-ilmu agama. Walaupun hati satu
dan tak mungkin dibelah lagi, ia bisa menyerap semua disiplin ilmu
tersebut. Malah, seluruh dunia seolah atom di dalam dirinya. Dalam
sekejap mata, ia dapat membubung tinggi dari lembah bumi ke
puncak pemikiran dan gerakan, atau dari timur ke barat.
Walaupun ia tetap terikat pada bumi, hati dapat menghitung semua
isi langit dan mempelajari jarak setiap bintang dan menuturkan
jaraknya dalam hitungan yar! Ia bisa membuat ikan naik dari
dasar samudera dan membuat burung turun dari udara ke tanah.
Ia bisa mengendalikan binatang-binatang besar seperti gajah, unta,
dan kuda, untuk melayaninya. Semua keajaiban dan keterampilan
dalam alam inderawi adalah karena panggilannya, dan semua
pengetahuan ini diraih melalui panca indera, karena mereka
bersifat eksternal dan mengetahui cara menghubunginya.
Tapi yang lebih ajaib daripada semua ini adalah bahwa ada jendela
dalam hati yang terbuka ke kerajaan langit, seperti halnya terdapat

17
lima gerbang di luar hati yang terbuka ke alam fenomenal, yang
dikenal sebagai alam fisik, seperti halnya alam langit disebut alam
spiritual. Kebanyakan orang mengenal alam fisik dan inderawi: ini
adalah ranah yang terbatas dan rendah. Mereka mempelajarinya
melalui panca indera mereka, dan pengetahuan ini terbatas
sifatnya.
Bukti bahwa terdapat ceruk lain di dalam hati ada dua: (1) yang
pertama adalah mimpi. Ketika saluran-saluran ke alam inderawi
ditutup, pintu batin akan terbuka. Dari alam atas dan Loh yang
Terjaga (lauh-i mahfûzh), pengetahuan gaib akan menampakkan
dirinya sehingga peristiwa yang akan terjadi di masa depan
terungkap dan bisa dilihat: mungkin secara gamblang, persis
seperti yang akan terjadi; atau secara metaforis, sehingga ia
membutuhkan takbir. Perihal objek-objek eksternal, orang-orang
berpikir bahwa mereka yang terbangun akan didahulukan; namun
mereka menyadari bahwa mereka tidak melihat yang gaib saat
terbangun. Alih-alih, mereka melihatnya ketika tidur, dan tidak
dengan indera [fisik].
Pembicaraan tentang hakikat mimpi tak mungkin dilakukan dalam
tulisan ini. Namun, ini saja sudah cukup: Bahwa hati itu laksana
cermin, dan Loh yang Terjaga laksana cermin yang berisi citra
segala maujud. Seperti halnya pantulan dalam suatu cermin akan
terpantul dalam cermin lain yang ditempatkan di hadapannya,
demikian pula citra-citra dalam Loh yang Terjaga akan kelihatan di
dalam hati—manakala ia bersih dan bebas dari persepsi inderawi,
dan ia terhubung dengan Loh. Selama hati sibuk dengan persepsi
inderawi, ia akan terputus dari hubungannya dengan alam atas.
Namun, ketika tidur, ia tak lagi dibebani oleh persepsi inderawi;

18
akibatnya, apapun yang ada dalam jangkauan cakrawala berpikir
alamiahnya akan muncul.
Di sini, meskipun indera tidak aktif karena tidur, imajinasi
menggantikannya. Karena alasan inilah bahwa apa yang dilihat
orang dalam mimpinya diselubungi oleh selimut simbol-simbol
imajinasi; ia tidak sepenuhnya jelas dan terungkap. Ia tidak
terlepas dari tabir dan penghalang. Akan tetapi, ketika orang
meninggal dunia, baik imajinasi maupun indera akan musnah. Dan
akan dikatakan kepadanya, “Telah Kami singkap tabir dari dirimu.
Hari ini penglihatanmu tajam” (QS 50: 22). Ia akan menjawab,
“Tuhanku, kami telah melihat dan mendengar. Kembalikan kami;
kami akan berbuat kebaikan” (QS 32: 12).
(2) Yang kedua adalah bahwa siapapun yang memiliki pikiran kuat
dan kecerdasan pasti mendengar suara batin dalam hatinya. Suara
tersebut tidak datang dari persepsi inderawi; alih-alih, ia muncul di
dalam hati dan tidak diketahui dari mana asalnya.
Dari semua ini, orang bisa mengetahui bahwa tidak semua
pengetahuan berasal dari indera; dan ia mengerti bahwa hati tidak
berasal dari alam ini, namun dari alam atas. Panca indera yang
diciptakan untuk salah satu alam pasti menjadi tabir antara
seseorang dengan alam atas. Kecuali ia melepasnya, ia tidak akan
menemukan jalan menuju alam tersebut.
Ngaji Kimiya-yi Sa'adat (8)
Penghubung antara Hati dan Kerajaan Langit
Janganlah berpikir bahwa jendela hati ke kerajaan langit tidak
terbuka kecuali di saat tidur dan mati. Bukan begitu. Alih-alih, bila
seseorang mengamalkan latihan ruhani (riyâdhât) ketika terbangun

19
dan melepaskan hati dari cengkeraman amarah, nafsu, akhlak yang
buruk, dan kebutuhan dunia, lalu duduk di tempat sepi, menutup
mata, menghentikan pekerjaan-pekerjaan inderawi,
menghubungkan hati dengan alam langit dengan selalu menyebut
‘Allah, Allah’ di dalam hati (dil) dan tidak dengan lidah hingga ia
kehilangan kesadaran akan dirinya dan tidak menyadari dunia luar
kecuali Allah yang Mahatinggi; bila ia melakukan hal ini, maka
jendela hati akan terbuka bahkan meskipun ia dalam keadaan
terjaga, dan ia akan menyaksikan hal-hal yang hanya bisa dilihat
ketika tidur oleh orang lain. Ruh para malaikat akan tampak
kepadanya dalam citra yang indah dan ia akan melihat para nabi
dan menerima manfaat dan pertolongan dari mereka. Kerajaan
bumi dan langit akan diperlihatkan kepadanya.
Hal-hal ajaib yang tak mungkin dilukiskan akan disaksikan oleh
orang yang hatinya terbuka. Seperti yang disabdakan oleh Nabi,
“Bumi dibuka gulungannya di hadapanku dan aku melihat wilayah
timur maupun baratnya.” Allah juga berfirman, “Dan kami
perlihatkan kepada Ibrahim kerajaan langit dan bumi agar ia
menjadi salah seorang hamba yang memiliki keyakinan” (QS 6: 75).
Mereka semua berada dalam kondisi ini; dan memang, semua
pengetahuan para nabi diraih melalui cara ini, bukan melalui
indera dan pengajaran. Semuanya dimulai dengan mujâhadah.
Allah berfirman, “Dan sebutlah nama Tuhanmu dan mengabdilah
kepada-Nya dengan sepenuh hati” (QS 73: 8). Maksudnya adalah
melepaskan diri dari segala sesuatu dan memasrahkan diri secara
total kepada-Nya. Jangan sibukkan dirimu dengan urusan dunia,
karena Dia yang akan mengatur urusanmu. Tuhan Barat dan
Timur. Tiada tuhan selain Dia. Maka jadikanlah Dia sebagai
Pelindung (QS 73: 9). Ketika Engkau telah menjadikan Dia sebagai

20
pelindung, tawakallah, dan jangan bergaul dengan manusia atau
tenggelam bersama mereka. Sabarlah dengan apa yang mereka
katakan dan tinggalkanlah mereka dengan cara yang elok (QS 73:
10). Semua ini merupakan pelajaran dalam latihan ruhani dan
mujâhadah. Jalan kaum Sufi adalah ini, dan ini adalah jalan para
nabi.
Di sisi yang lain, memperoleh pengetahuan lewat pengajaran adalah
jalan para ulama, dan ini pun adalah sesuatu yang baik; namun ia
kecil bila dibandingkan dengan pengetahuan para nabi dan wali
yang datang ke dalam hati dari Hadirat Ilahi tanpa perantaraan
manusia. Kebenaran jalan ini telah dibuktikan oleh banyak orang,
baik melalui pengalaman maupun bukti intelektual. Bila Engkau
tidak dapat membuktikannya melalui pengalaman atau penalaran
intelektual; setidak-tidaknya percayalah dan bertaklidlah! Karena
kalau tidak, Engkau akan kehilangan ketiga martabat ini dan
menjadi kafir. Dan ini adalah salah satu di antara sekian keajaiban
dalam semesta hati yang melaluinya kemuliaan hati manusia
diperlihatkan.
Topik 2: Mengenal Tuhan
Mengenal Diri, Kunci untuk Mengenal Tuhan
Ketahuilah bahwa dalam kitab-kitab para nabi terdahulu ada
tuturan termasyhur yang disampaikan kepada mereka: Kenali
dirimu, maka Engkau akan mengenal Tuhanmu. Dalam khabar dan
atsar juga dikenal tuturan, “Dia yang mengenal dirinya akan
mengenal Tuhannya.” Semua ini merupakan bukti bahwa diri
(nafs) manusia adalah seperti cermin: siapapun yang melihat
kepadanya akan melihat Tuhan di sana. Akan tetapi banyak orang

21
tidak melihat ke dalam dirinya sehingga mereka tidak dapat
melihat Tuhan.
Karena alasan bahwa diri merupakan cermin makrifat, mengenal
diri menjadi kewajiban [kepada kita]. Pengetahuan ini memiliki
dua aspek: Yang pertama adalah aspek yang samar, yang tak
mungkin dipahami oleh kebanyakan orang. Aspek ini tak boleh
dijelaskan kepada orang-orang kebanyakan. Menceritakannya
kepada mereka adalah terlarang. Aspek yang kedua bisa dipahami
oleh semua orang. Intinya adalah bahwa orang mengetahui
keberadaan Tuhan dari keberadaan dirinya. Dari sifat-sifat yang ia
miliki, ia bisa mengetahui sifat-sifat Tuhan. Dan dari
kemampuannya untuk mengendalikan kerajaan dirinya, yaitu
tubuh dan anggota badannya, ia memahami kendali Tuhan atas
semesta alam.
Penjelasan mengenai hal ini adalah bahwa orang pertama-tama
mengenal dirinya melalui keberadaan dirinya, dan ia tahu bahwa
pada mulanya—bertahun-tahun sebelumnya—ia tiada. Nama
maupun jejak langkahnya masih belum ada. Seperti yang
difirmankan oleh Allah, “Bukankah pernah datang kepada manusia
masa ketika ia belum berupa apapun?” (QS 76: 1) Wawasan yang
ditemukan oleh manusia mengenai penciptaannya adalah bahwa ia
tahu bahwa sebelum ia ada, ia cuma setetes air mani, setitik air
busuk yang tak punya kecerdasan, tak punya organ pendengaran
dan penglihatan, tak punya kepala, tangan, kaki, mulut, atau mata.
Tak punya pembuluh darah, otot, tulang, daging, atau kulit. Alih-
alih, ia cuma cairan yang putih dan kental. Lalu tiba-tiba, semua
keajaiban itu muncul dalam dirinya!
Secara disjungtif, orang bisa berpikir begini: Ia mungkin
menciptakan sendiri semua [organ tubuh] tersebut atau sesuatu

22
yang lain menciptakannya untuknya. Karena ia tahu dengan pasti
bahwa [bahkan] di masa dewasanya ia tidak akan mungkin
menciptakan sehelai rambut pun, ia menyadari bahwa ketika ia
cuma setetes air mani ia pasti lebih lemah dan lebih tak berdaya
lagi. Maka, keberadaan Tuhan diketahui olehnya dari keberadaan
dirinya sendiri.
Ketika ia melihat tubuhnya, secara eksternal maupun internal,
seperti yang dijelaskan oleh sejumlah pemikir, ia melihat kuasa
sang Pencipta, dan ia tahu bahwa hanya kuasa yang sempurnalah
yang akan bisa menciptakan apapun yang diinginkannya. Kuasa
apakah yang lebih sempurna daripada [Dia] yang menciptakan
individu yang sempurna dan elok, penuh dengan keajaiban dan
keistimewaan, dari setetes cairan yang hina dan menjijikkan?
Ngaji Kimiya-yi Sa'adat (9)
Kemurnian dan Kesucian Tuhan
Setelah orang mengenal sifat-sifat Allah dari sifat-sifatnya sendiri,
ia akan mengetahui transendensi dan kemahasucian Allah dari
kemurnian dan kesucian dirinya. Yang dimaksud kemurnian dan
kesucian sang Khalik ialah bahwa Dia adalah kemurnian dan
kesucian mutlak, melebihi apapun yang bisa dipahami dan
dibayangkan. Ia benar-benar transenden, dan tidak terikat kepada
ruang, meskipun ruang pasti berada dalam kendali-Nya. Ia akan
merasakan kesejajaran hal ini dalam dirinya. Hakikat dirinya yang
kita sebut ‘hati’ (dil) berada di luar jangkauan apapun yang muncul
dalam pikiran dan bayangan. Kami telah menjelaskan bahwa ia
tidak memiliki ukuran atau kuantitas, juga tak bisa dibagi. Karena
itu, ia tidak punya warna, dan apapun yang tidak punya warna dan
ukuran tak mungkin muncul dalam imajinasi, karena apapun yang

23
muncul dalam imajinasi pasti bisa dilihat oleh mata, atau setidak-
tidaknya tipenya dapat dilihat. Tidak ada apapun dalam ranah
mata dan imajinasi kecuali bentuk dan warna.
Ketika batin kita bertanya, “Benda itu seperti apa?” Maksud
pertanyaan tersebut adalah: “Ia berbentuk apa?” “Adakah ia kecil
atas besar?” Tapi untuk sesuatu yang tak dapat menerima deskripsi
seperti itu, pertanyaan-pertanyaan seperti ini tak ada gunanya. Bila
Engkau penasaran, “Mungkinkah sesuatu yang tak berbentuk
disebut ada?” Cobalah perhatikan dirimu sendiri. Bahwa hakikat
dirimu, yang menjadi lokus makrifat, tak bisa dibagi dan tak bisa
disentuk oleh ukuran, kuantitas, atau kualitas. Bila seseorang
bertanya, “Wujud apakah ruh itu?” Jawabannya adalah: “Ia tidak
menerima [pertanyaan] tentang hakikat dan kualitasnya.
Karena Engkau telah mengenal dirimu dari sifat-sifatnya, maka
ketahuilah bahwa Allah melampaui sifat-sifat tersebut dalam
kemurnian dan kesucian. Orang-orang menganggap aneh bahwa
ada Wujud yang gaib dan tak terlukiskan; tapi mereka sendiri
begitu—hanya saja mereka tidak menyadarinya. Namun, bila
seseorang menyelidiki tubuhnya sendiri, ia akan menemukan dan
melihat ribuan hal, semuanya gaib dan tak terlukiskan. Dalam
dirinya, ia melihat amarah, melihat cinta, melihat rasa sakit,
melihat kesenangan. Bila ia ingin mencari tahu tentang sifat dan
kualitasnya, ia tak akan berhasil; karena hal-hal tersebut tidak
punya bentuk atau warna dan tidak ada cara untuk
mempertanyakannya.
Memang, seandainya orang mencari tahu hakikat suara, hakikat
bau, atau hakikat rasa—sifat dan kualitasnya—ia tak akan berhasil.
Alasannya adalah karena ‘bagaimana’ dan ‘mengapa’ merupakan
pertanyaan imajinasi yang diperoleh dari indera penglihatan yang

24
kemudian mencari jawabannya dalam segala sesuatu yang berada
di ranah mata. Mata tak punya peran dalam soal-soal yang berada
di wilayahnya telinga, seperti suara, dan mustahil baginya untuk
bertanya tentang ‘bagaimana’ dan ‘mengapa’ di ranah suara. Suara
berada di luar jangkauan mata, seperti halnya warna dan bentuk
berada di luar jangkauan telinga. Dengan penalaran yang sama bisa
dikatakan bahwa apapun yang dipersepsikan oleh organ-organ
persepsi hati dan dikenal oleh akal berada di luar ranah persepsi
indera.
Intinya adalah bahwa bahwa orang bisa mengetahui kegaiban dan
ketakterlukisan dirinya dari kegaiban dan transendensi Tuhan. Ia
juga bisa mengetahui bahwa jiwa (jân) itu ada dan mengendalikan
tubuh; setiap anggota badan yang memiliki tujuan dan ciri khas
merupakan kerajaannya. Namun, jiwa adalah gaib dan tak
terlukiskan, seperti halnya sang Pencipta alam adalah gaib dan
transenden. Semua hal yang punya tujuan dan deskripsi, seperti
wujud-wujud inderawi adalah kerajaan-Nya.
Jenis lain transendensi adalah wujud yang tak terikat pada ruang.
Ruh tidak terikat pada organ tubuh yang manapun. Orang tak bisa
mengatakan bahwa ia ada di tangan, di kaki, di kepala, atau di
tempat lain; memang, semua anggota badan bisa dibagi, tapi ruh
tida. Adalah mustahil sesuatu yang tak bisa dibagi akan menetap
dalam wujud yang bisa dibagi, karena kalau begitu ia pun bisa
dibagi. Walaupun ruh tidak dapat dinisbatkan kepada organ yang
manapun, tidak ada organ yang bebas dari kendalinya. Malah,
semua anggota badan dikendalikan dan tunduk kepadanya. Ia
adalah raja bagi semuanya, seperti alam berada dalam kendali Raja
Semesta Alam, dan Dia tak mungkin dinisbatkan ke tempat dan
arah apapun.

25
Ngaji Kimiya-yi Sa'adat (10)
Pengetahuan tentang Cara Allah Mengatur Kerajaan-Nya
Sekarang, setelah keberadaan Zat Allah telah dibuktikan; sifat-sifat
dan kemandirian-Nya dari [alam] dan transendensi-Nya dari
‘bagaimana’ dan ‘mengapa’ telah dibuktikan; dan kebebasan-Nya
dari penisbatan kepada tempat dan arah, juga kunci kepada semua
pengetahuan tentang hal ini telah diperlihatkan, satu aspek dari
pengetahuan ini masih tersisa: yaitu pengetahuan tentang cara Dia
mengatur kerajaan-Nya dan dengan cara apa kuasa-Nya
diwujudkan. Bagaimana menjelaskan hal-hal seperti perintah-Nya
kepada para malaikat, pengiriman perintah dari langit ke bumi,
pergerakan langit dan bintang-bintang, pengaturan urusan-urusan
para penghuni bumi oleh langit, dan bagaimana kunci perawatan
alam dipercayakan kepada langit?
Ini adalah bab yang agung dalam pengetahuan tentang sang Khalik.
Ia disebut “pengetahuan tentang perbuatan-perbuatan [Tuhan],”
sementara yang sebelumnya disebut “pengetahuan tentang Zat”
dan “pengetahuan tentang Sifat.” Kunci untuk soal ini pun adalah
pengetahuan tentang diri. Bila Engkau sendiri tidak mengetahui
caramu berkuasa dalam kerajaanmu sendiri, bagaimana Engkau
bisa berharap untuk memahami bagaimana sang Penguasa Alam
mengatur urusan-Nya?
Pertama-tama, kenalilah dirimu dan salah satu perbuatanmu,
misalnya menulis. Bila Engkau ingin menulis kalimat bismillah di
atas selembar kertas, yang pertama muncul dalam dirimu adalah
keinginan dan kehendak untuk menulis. Kemudian gerakan dan
tindakan muncul dalam hatimu—bukan hati-fisik berbentuk daging
yang ada di sisi kiri dadamu. Substansi lemah yang disebut ‘ruh’

26
oleh dokter ini memiliki kemampuan untuk mencerap
[pengetahuan] dan bergerak. Ini adalah ruh yang berbeda dari yang
dimiliki oleh binatang dan yang bisa mengalami kematian. Ruh
yang lain ini, yang tak dimiliki oleh binatang, kita sebut ‘hati’ dan
ia tidak akan musnah. Ia adalah lokus pengetahuan tentang Tuhan.
Maka, ketika ruh ini mencapai otak dan bentuk basmalah
ditemukan dalam gudang penyimpanan di otak bagian depan, yang
menjadi lokasi organ imajinasi, hasilnya dipindah dari otak ke saraf
yang menyebar dari otak ke segala arah dan terhubung dengan jari-
jari seperti benang—mereka kelihatan di lengan orang yang
ramping. Jari-jari menggerakkan pena dan pena menggerakkan
tinta. Selanjutnya, bentuk basmalah muncul di kertas, persis seperti
yang ada dalam bayangan imajinasi, dengan bantuan indera,
terutama mata, yang sangat diperlukan untuk menulis. Hasilnya,
seperti halnya inisiator semua pekerjaan ini adalah keinginan yang
muncul dalam dirimu, asal-muasal semua perbuatan [Tuhan]
adalah salah satu sifat-Nya, yaitu Kehendak.
Seperti halnya efek pertama kehendak muncul dalam hatimu, lalu
dengan perantaraannya, efek tersebut mencapai tempat-tempat
lain, efek pertama Kehendak Allah muncul di Singgasan (‘arsy),
lalu bergerak ke tempat-tempat lain. Seperti halnya substansi-
substansi halus yang menyerupai uap dipindah dari saluran-saluran
hati ke otak—substansi yang kita sebut ruh—Tuhan pun memiliki
‘substansi halus’ yang memindah efek [Kehendak] dari Singgasana
ke Loh. Substansi tersebut disebut malaikat, ruh, atau Ruh Suci.
Seperti halnya ia bergerak dari hati ke otak dan otak dikendalikan
oleh ruh dan berada dalam ranah dan kendalinya, demikian pula
efek Kehendak [Tuhan] bergerak dari Singgasana Tuhan menuju
Loh, dan Loh ada di bawah Singgasana.

27
Seperti halnya bentuk bismillah, yang merupakan perbuatan dan
karyamu, pada mulanya muncul di gudang penyimpanan di otak
depan dan perbuatanmu selaras dengannya, bentuk semua yang
akan mewujud dalam alam pada mulanya muncul dalam Loh yang
Terjaga. Dan seperti halnya organ halus yang ada di otak
mengaktifkan saraf untuk menggerakkan tangan dan jari-jari
sehingga jari-jari membuat pena bergerak, demikian pula
‘substansi halus’ yang mengawal Singgasana dan Loh menjadi
penyebab pergerakan langit bersama bintang.
Ngaji Kimiya-yi Sa'adat (11)
Dan seperti halnya otak, yang melalui jaringan tulang dan saraf,
menggerakkan jari-jari, substansi halus itu, yang kita sebut
malaikat, mengatur penempatan unsur-unsur dalam alam melalui
benda-benda langit dan sorotan cahaya mereka ke alam bawah.
Unsur-unsur tersebut ada empat: panas, dingin, basah, dan kering.
Dan seperti halnya pena mengguratkan tinta dan membangun
gambar sehingga bentuk bismillah pun muncul; panas, dingin,
basah, dan kering menggerakkan unsur-unsur dalam benda. Pada
saat kertas menerima tinta dan tinta menyebar atau berkerumun di
atas permukaannya, sifat basah membuat tinta berbentuk
sementara sifat kering menjadi penjaga bentuk tersebut,
melindunginya dan tak membiarkannya keluar jalur. Bila sifat
basah tidak ada, tinta tak mungkin membangun [susunan kata-
kata] dan bila sifat kering tidak ada, tinta tak mungkin terjaga.
Dan ketika pena telah menuntaskan pekerjaannya dan
menghentikan gerakannya, bentuk bismillah yang selaras dengan
desain yang ada dalam bayangan imajinasi pun muncul dalam
pandangan mata. Dengan cara yang sama, seperti panas dan dingin

28
membantu pergerakan unsur-unsur dalam tinta, bentuk-bentuk
tanaman, binatang, dan lain-lain menjadi ada dalam alam ini
melalui perantaraan malaikat selaras dengan citra yang ada dalam
Loh yang Terjaga.
Seperti halnya permulaan tindakan dalam tubuh semuanya
mengalir dari hati dan kemudian disebarkan ke seluruh organ
tubuh, begitu pula permulaan tindakan dalam semesta alam fisik
berawal dari Singgasana. Dan, seperti halnya penerima pertama ide
tentang tindakan tersebut adalah ruh dan anggota badan yang lain
terikat kepada ruh sehingga gagasanmulah yang menetap dalam
ruhmu, maka karena kuasa Tuhan adalah melalui Singgasana,
‘perbuatan’ Tuhanlah yang menetap dalam Singgasana-Nya.
Dan, karena Engkau telah mengendalikan ruhmu dan urusanmu
telah diatur, Engkau bisa berkuasa atas kerajaanmu. Dengan cara
yang sama, ketika Tuhan, dengan menciptakan Singgasana,
menjadi penguasa Singgasana, Singgasana-Nya menjadi tegak dan
seimbang. Pengaturan kerajaan-Nya pun berjalan dan firman-Nya
adalah “Dia duduk di atas Singgasana, mengatur segala urusan”
(QS 10: 3).
Ketahuilah bahwa semua ini adalah benar dan disampaikan kepada
mereka yang mengerti melalui wahyu. Dan kebenaran dari hadis
“Sesungguhnya Allah menciptakan manusia dalam citra-Nya”
dapat diketahui.
Ketahuilah bahwa hanya rajalah yang bisa mengetahui kerajaan
dan kekuasaan. Seandainya Engkau tidak diberi kuasa atas
kerajaanmu dan tidak diberi salinan kerajaan Sang Penguasa
Alam, Engkau tak akan pernah bisa memahami Tuhan semesta
alam. Maka, bersyukurlah kepada Raja yang menciptakanmu dan

29
memberimu kuasa dan kerajaan, sebuah dalil akan kerajaan-Nya.
Bersyukurlah atas ruh yang Dia berikan sebagai singgasanamu. Dia
telah menciptakan ruh binatang, yang sumbernya adalah jiwamu,
Israfil-mu. Dia telah membuat otak loh-mu, dan gudang imajinasi,
Loh yang Terjaga. Dia telah menciptakan malaikat dari mata,
telinga, dan segenap inderamu. Dia telah menciptakan langit dan
bintang dari kubah otakmu, yang menjadi tempat saraf otakmu.
Dia telah mengatur unsur-unsur dari jari-jari, pena, dan tintamu.
Dia telah membuatmu unik, gaib, dan tak terlukiskan, dan
menjadikanmu raja atas segalanya. Lalu, Dia berfirman kepadamu,
“Hati-hatilah! Bila Engkau mengabaikan dirimu dan kekuasaanmu,
Engkau akan mengabaikan Penciptamu! Sebab, Allah menciptakan
manusia dalam citra-Nya. Sadarilah ini dan kenali dirimu! Maka
Engkau akan mengenal Tuhanmu!"
Ngaji Kimiya-yi Sa'adat (12)
Tamsil tentang Naturalis, Astrolog, dan Semut
Para naturalis, juga para astrolog, menempatkan kendali segala
urusan pada aspek-aspek tertentu dalam alam dan perbintangan.
Mereka seperti semut-semut yang sedang berbaris di atas selembar
kertas. Mereka melihat kertas dan menyaksikannya menjadi hitam
dan suatu pola muncul di permukaannya. Mereka melihat ujung
pena dan mereka langsung berseru dengan senang, “Kami telah
mengetahui kebenaran tentang hal ini! Penalah yang menciptakan
gambar!” Ini adalah tamsil tentang ketidaktahuan ilmuwan
naturalis akan gerakan kecuali di ranah terendah.
Lalu seekor semut lain, yang matanya lebih tajam dan mampu
melihat lebih jauh, datang di gelanggang. Ia berkata, “Kalian
keliru! Kulihat, pena ini digerakkan. Aku melihat sesuatu yang lain,

30
yang menggerakkannya untuk menciptakan gambar.” Ia senang
dan melanjutkan, “Yang benar, yang menciptakan gambar adalah
jari-jari, bukan pena! Sebab, pena dikendalikan oleh jari-jari.”
Ini adalah tamsil buat astrolog yang bisa melihat lebih jauh: Ia
mengerti bahwa alam dipengaruhi oleh benda-benda langit, tapi ia
tidak tahu bahwa benda-benda langit dikendalikan oleh para
malaikat dari ranah yang lebih tinggi, yang belum ia jamah.
Intinya adalah bahwa Engkau sepatutnya mengerti bahwa kaum
naturalis yang menjelaskan segalanya karena [fenomena alam
seperti] panas dan dingin adalah benar: Seandainya panas dan
dingin bukan sebab sekunder yang ditetapkan oleh Tuhan, ilmu
kedokteran tak akan ada gunanya. Namun, mereka melakukan
kesalahan karena kesempitan pikiran mereka dan tidak
meneruskan perjalanan. Mereka berhenti di tahap lepas landas dan
menjadikannya sebagai landasan [pengetahuan mereka] dan bukan
sesuatu yang sebaiknya dimanfaatkan [untuk tujuan lain]. Mereka
menjadikan fenomena alam sebagai majikan, bukan pembantu.
Padahal, ia adalah salah satu pembantu yang paling rendah, tak
ubahnya alas kaki saja.
Dan para astrolog benar dalam menempatkan bintang sebagai salah
satu sebab dalam rangkaian kausalitas. Bila mereka tidak benar,
siang dan malam akan sama saja karena matahari adalah bintang,
sumber cahaya dan kehangatan dalam alam. Dan musim dingin
akan sama saja dengan musim panas, karena panas timbul ketika
matahari ada di titik puncak sementara musim dingin timbul ketika
matahari jauh dari zenit. Dan Tuhan yang punya kuasa untuk
menciptakan matahari yang panas dan terang; akankah aneh bila
Dia menciptakan Saturnus dingin dan kering dan Dia menciptakan
Venus panas dan lembab? Ini tidaklah merusak Islam. Namun,

31
para astrolog keliru ketika mereka menjadikan bintang sebagai
causa prima dan lokus kuasa serta tidak menyadari bahwa
matahari, bulan, dan bintang tunduk pada perintah-Nya (QS 7: 54).
Sesuatu yang tunduk adalah sesuatu yang digunakan oleh agen
yang lain. Maka, bintang bekerja bukan untuk diri mereka sendiri,
tapi karena digunakan sebagai agen oleh para malaikat. Seperti
saraf digunakan untuk mengaktifkan bagian-bagian tubuh yang
lain melalui kuasa yang dimiliki oleh otak. Bintang termasuk
pembantu yang paling bawah, meskipun mereka berpangkat kapten
seperti empat unsur [dalam tubuh], dan bukan di tingkatan alas
kaki. Bintang seperti pena dalam hubungannya dengan tulisan.
Ngaji Kimiya-yi Sa'adat (13)
Penyebab Perselisihan di Antara Manusia
Kebanyakan perselisihan di antara manusia bentuknya seperti ini:
Mereka semua mungkin menyampaikan kebenaran hanya dari satu
aspek. Mereka melihat sebagian kebenaran, namun menyangka
telah melihat keseluruhan. Mereka seperti sekelompok orang buta
yang mendengar kabar bahwa seekor gajah datang ke kota mereka.
Mereka berangkat untuk mencari tahu, karena yakin bahwa
mereka bisa mengenal gajah cuma dengan merabanya. Mereka pun
mengusapkan tangan mereka pada binatang tersebut. Tangan
orang pertama menyentuh telinga gajah, yang lain menyentuh kaki,
yang lain menyentuh paha, dan yang lain menyentuh gading. Ketika
kemudian mereka bertemu dengan orang-orang buta lain dan
mereka meminta deskripsi tentang gajah, yang menyentuh kaki
menjawab, “Gajah itu seperti tiang.” Orang yang menyentuh
telinga menjawab, “Ia seperti karpet.” Lalu yang menyentuh gading
menjawab, “Ia seperti batu.” Mereka semua menyampaikan

32
kebenaran. Mereka berpikir bahwa mereka telah meraba
keseluruhan gajah, padahal tidak.
Demikianlah yang terjadi pada astrolog dan naturalis. Mata mereka
jatuh pada salah satu hamba Hadirat Ilahi. Mereka takjub pada
kuasa dan hegemoninya. Masing-masing mereka berkata, “Inilah
raja! Inilah Tuhanku” (QS 6: 76) hingga orang yang mengalami
penyingkapan (mukâsyafat) merasakan kekurangannya dan
melihat agen yang lain. Ia berkata, “Dia ada di bawah kendali agen
yang lain. Sesuatu yang berada di bawah kendali tak pantas disebut
tuhan. Aku tak menyukai yang tenggelam” (QS 6: 76).
Tentang Makna Empat Persaksian kepada Allah
Sekarang, sudah waktunya bagimu untuk memahami makna
‘subhan Allah’, ‘alhamdulillah’, ‘la ilaha illa Allah’, dan ‘Allahu
Akbar’. Keempat persaksian ini merupakan pernyataan ringkas
dan komprehensif akan pengetahuan tentang Allah.
Ketika Engkau telah memahami transendensi Allah dari
ketidakmungkinan dirimu untuk dipahami, Engkau telah belajar
tentang makna ‘subhan Allah’.
Ketika Engkau telah memahami detail kuasa-Nya—bahwa semua
rangkaian sebab dan akibat [dalam alam] tunduk kepada-Nya
seperti pena di tangan penulis—dari kuasa dirimu atas tubuhmu,
Engkau telah belajar tentang makna ‘alhamdulillah’; karena tidak
ada pemberi anugerah kecuali Dia, maka tidak ada pujian dan
syukur kecuali kepada-Nya.
Ketika Engkau telah memahami bahwa tidak ada yang bisa
memberikan titah kecuali Dia, Engkau telah belajar tentang makna
‘la ilaha illa Allah’.

33
Sekarang, sudah waktunya bagimu untuk memahami makna
‘Allahu Akbar’ dan mengerti bahwa dengan semua pengetahuan
yang Engkau miliki tentang Allah, Engkau tidak tahu apapun;
sebab makna ‘Allahu Akbar’ yang Engkau ucapkan adalah “Allah
Mahabesar.” Hakikat kalimat ini lebih besar daripada apa yang
dipahami oleh orang kebanyakan ketika membandingkannya
dengan diri mereka. Kalimat ini tidak berarti bahwa Dia lebih besar
daripada apapun yang ada, karena pada hakikatnya tidak ada
apapun yang ada bersama Allah sehingga Dia lebih besar darinya.
Semua wujud mengada karena percikan cahaya-Nya. Dan cahaya
matahari tiada lain adalah matahari itu sendiri. Orang tak bisa
mengatakan bahwa matahari lebih besar daripada cahayanya!
Memang, ‘Allahu Akbar’ adalah bahwa Allah lebih agung daripada
apapun yang digunakan oleh manusia untuk mengenal-Nya melalui
perbandingan analogis.
Tidaklah mungkin kesucian dan kemurnian-Nya seperti kesucian
dan kemurnian manusia, karena Dia Mahasuci dari kesamaan
dengan makhluk, apalagi manusia! Tak mungkin kuasa-Nya seperti
kuasa manusia atas tubuhnya; atau bahwa sifat-sifat-Nya—seperti
Mahatahu dan Mahakuasa—bisa disamakan dengan sifat-sifat
manusia. Alih-alih, semua sifat ini hanyalah analogi sehingga
manusia, selaras dengan kelemahannya, bisa sedikit memahami
keelokan Hadirat Ilahi.
Dan tamsil buat analogi ini adalah sebagai berikut: Bila seorang
anak bertanya kepada kita, “Bagaimana rasanya kenikmatan
berkuasa, memerintah, dan mengatur kerajaan?” Kami akan
menjawab, “Rasanya seperti memukul bola dengan tongkat polo
atau main bola.” Anak-anak tak tahu apapun tentang kesenangan,
kecuali hal-hal seperti itu. Mengenai hal-hal yang tak bisa ia

34
pahami, kita akan mengajarinya dengan membandingkan hal-hal
tersebut dengan sesuatu yang bisa ia pahami. Sudah jelas bahwa
kenikmatan berkuasa tidak sebanding dengan kesenangan bermain
polo, tapi kita bisa menerapkan kata ‘kesenangan’ dan
‘kenikmatan’ untuk keduanya. Maka, secara nama—dari sudut
pandang makna yang ia sampaikan—keduanya adalah sama.
Karena alasan ini, ilustrasi diperbolehkan buat anak-anak.
Renungkanlah fungsi tamsil dan analogi tersebut dengan cara yang
sama. Tidak ada yang mengenal Tuhan secara sempurna dan
dengan sebenar-benarnya kecuali Dia Sendiri!
Ngaji Kimiya-yi Sa'adat (14)

Mengikuti Syariah Adalah Jalan Menuju Kebahagiaan

Menjelaskan pengetahuan tentang Tuhan akan terlalu panjang dan


tak bisa ditulis dalam buku ini, karena tidak akan memuaskan.
Yang berikut ini mungkin sudah cukup sebagai peringatan dan
dorongan untuk mencari kesempurnaan tentang pengetahuan
ruhani ini, sejauh dimungkinkan oleh kapasitas manusia, karena
ksempurnaan kebahagiaan [ruhani] ada di sana. Memang,
kebahagiaan [ruhani] seseorang ada dalam pengetahuan dan
pengabdian atau ibadah kepada-Nya.

Satu aspek dari pengetahuan [tentang Tuhan] sudah dijelaskan di


atas. Adapun aspek yang menekankan bahwa pengabdian dan
ibadah adalah sumber kebahagiaan manusia, [penjelasannya adalah
sebagai berikut]: Ketika manusia mati, ia akan bersama Tuhan.

35
Kepada-Nyalah tempat kembali semua manusia. Bagi siapapun
yang sedang bersama orang lain, kebahagiaan akan muncul dalam
dirinya bila ia mencintai orang tersebut. Semakin besar cintanya
kepada orang tersebut, akan semakin besar pula kebahagiaannya,
karena ia senang dan terhibur bisa melihat dan selalu bersama
orang yang ia cintai. Nah, cinta kepada Tuhan tidak akan mungkin
berkuasa kepada hati kecuali melalui pengetahuan dan zikir terus
menerus. Setiap orang yang mencintai kekasihnya, pasti akan selalu
mengingatnya. Semakin sering ia menyebut namanya, akan
semakin mendalam pula cintanya. Karena alasan inilah, Allah
berfirman kepada Daud, “Akulah obatmu! Maka datanglah kepada
obatmu!” maksudnya, “Aku akan menolongmu. Aku akan
mengatur urusanmu. Maka jangan sampai Engkau melupakan-Ku
biar sedetik pun!”

Ingat kepada Allah akan mendominasi hati bila orang terus-


menerus beribadah; ibadah hening akan datang nanti dan akan bisa
diraih manakala belenggu nafsu badaniah dilepaskan dari hati.
Belenggu nafsu badaniah akan terlepas dengan meninggalkan
maksiat. Jadi, meninggalkan maksiat adalah penyebab ketenangan
batin, sementara melakukan ibadah adalah penyebab ingat kepada-
Nya. Keduanya adalah sumber cinta yang menjadi benih
kebahagiaan [ruhani] yang disebut keberuntungan (al-falah),
seperti yang difirmankan oleh Allah, “Beruntunglah dia yang
menyucikan hatinya. Dan mengingat nama Tuhannya, kemudian
salat” (QS 86: 14-15).

36
Karena semua perbuatan manusia tak mungkin diisi dengan ibadah
—alih-alih, ada yang bisa menjadi ibadah dan ada yang tidak—
tidaklah mungkin meninggalkan semua nafsu badaniah. Berhenti
makan adalah haram, karena bila orang berhenti makan, ia akan
mati; dan bila orang berhenti berhubungan seksual, generasi
penerus tidak akan ada. Maka, sebagian nafsu badaniah sebaiknya
ditinggalkan, sementara sebagian yang lain sebaiknya dipuaskan.
Jadi, orang harus dipisahkan dari nafsu menurut batas-batas
tertentu.

Batas-batas ini tidak boleh lepas dari dua syarat yang bisa didapat
oleh manusia dari akal, nafsu, dan ijtihadnya; atau dari sumber
lain. Tidaklah mungkin ia diserahkan kepada pilihan atau
ijtihadnya sendiri. Mengapa? Karena nafsunya berkuasa terhadap
dirinya dan selalu menyembunyikan jalan Tuhan darinya. Apapun
yang ia inginkan akan tampak benar di matanya. Oleh karena itu,
kendali pilihan tidak boleh ditempatkan di tangannya; alih-alih, ia
sebaiknya dipegang oleh otoritas yang lain. Tapi, tidak semua orang
pantas memegang otoritas ini; maka sebaiknya posisi ini diserahkan
kepada orang yang paling berhati-hati. Dan mereka adalah para
nabi.

Jadi, tidak boleh tidak, mengikuti Syariah dan mematuhi batas-


batas hukumnya adalah niscaya dalam jalan kebahagiaan [ruhani].
Inilah pengertian ubudiyah. Siapapun yang melanggar batas-batas
yang ditetapkan oleh agama dalam tingkah lakunya akan celaka.
Karena alasan ini, Allah berfirman, “Dan siapapun yang melanggar

37
batas-batas [yang ditetapkan oleh] Allah telah berbuat zalim
kepada dirinya sendiri” (QS 65: 1).
Ngaji Kimiya-yi Sa'adat (15)

Kesesatan dan Kekeliruan Kaum Ibâhiyyah[*]

[*] Sekadar catatan: Istilah Ibâhiyyah adalah neologisme yang


diciptakan oleh al-Ghazali untuk menyebut mereka yang menolak
untuk mengamalkan Syariah atau hukum agama. Dari kata kerja
abaha-yubihu yang berarti memperbolehkan sesuatu, kaum
Ibahiyyah mengacu pada sekelompok orang yang berpaham serba-
boleh, atau bermental permisif. Alasannya bermacam-macam,
mulai dari ateisme, deisme, hingga rasa malas saja untuk
mengerjakan perintah Tuhan. Al-Ghazali menulis buku khusus
untuk menyerang mereka, yang juga ia tulis dalam bahasa Persia.
Judulnya adalah Hamaqat-i Ahl-i Ibahat, atau ‘Kedunguan Kaum
Ibahiyyah’. Buku ringkas ini sudah diedit dan diterjemahkan ke
dalam bahasa Jerman oleh Otto Pretzl dalam artikel “Die
Streitschrift des Ghazâlî gegen die Ibâhîja: im persischen Text
herausgegeben und übersetzt,” yang dimuat dalam jurnal
Sitzungsberichte der Bayrischen Akademie der Wissenschaften—
Philosophisch-historische Abteilung, Vol. 7 (1933), 1-52 (bahasa
Jerman) dan 1-28 (bahasa Persia)].

Kaum Ibâhiyyah adalah mereka yang secara keliru menolak batas-


batas yang ditetapkan oleh Allah. Kekeliruan mereka ada tujuh
bentuk.

38
Yang pertama adalah kekeliruan sejumlah orang yang tidak
percaya pada keberadaan Tuhan. Mengapa? Karena mereka
mencari-Nya dalam ranah imajinasi dan indera dan mencari sifat-
sifat dan ciri-ciri-Nya menurut tolok ukur kedua ranah tersebut.
Karena mereka merasa tidak menemukan Tuhan, mereka
menyerahkan penjelasan segala sesuatu pada bintang atau alam
fisik. Mereka menyangka bahwa manusia dan makhluk hidup yang
lain—yang sebenarnya merupakan semesta yang menakjubkan dan
sarat dengan kebijaksanaan dan keteraturan—ada dengan
sendirinya, atau senantiasa ada sejak zaman azali, atau ada secara
kebetulan. Mereka tidak memiliki pengetahuan tentang diri mereka
sendiri, apalagi tentang makhluk yang lain! Mereka seperti orang
yang menemukan tulisan indah lalu berpikir bahwa tulisan tersebut
muncul dengan sendirinya, tanpa membutuhkan penulis yang ahli,
cakap, dan memiliki kehendak; atau bahwa tulisan tersebut
senantiasa ada sejak zaman dahulu! Mana mungkin orang yang
begitu buta ini bisa menemukan jalan menuju kebahagiaan
[ruhani]? Kekeliruan kaum naturalis dan astrolog sudah
dibicarakan di atas.

Bentuk yang kedua adalah kekeliruan pemikiran sejumlah orang


tentang akhirat. Mereka berpikir bahwa manusia itu seperti
tanaman atau binatang yang lain. Ketika manusia mati, ia akan
musnah. Baginya, tidak ada pertanggungjawaban, siksa, atau
pahala di alam akhirat. Penyebab pendirian ini adalah
ketidaktahuan mereka akan diri mereka sendiri. Mereka mengenal
diri mereka seperti mereka mengenal keledai, kambing, atau
tanaman. Mereka tak mengenal ruh yang menjadi esensi manusia.

39
Bahwa ruh itu kekal dan tak pernah mati, biarpun tubuh terlepas
darinya. Inilah yang disebut kematian. Kebenaran tentang hal ini
akan dibicarakan dalam Topik 4, insya Allah.

Bentuk yang ketiga adalah kekeliruan orang-orang yang percaya


kepada Allah dan Hari Akhir, namun dengan iman yang lemah.
Mereka tidak memahami nilai penting Syariah. Mereka berkata,
“Apa yang dibutuhkan oleh Allah dari ibadahku? Dan apa
mudaratnya kepada Allah seandainya aku bermaksiat? Dia adalah
Raja dan Mahakuasa untuk melakukan apa saja biarpun manusia
tidak menyembah-Nya. Ibadah dan maksiat sama saja bagi-Nya.”
Padahal, orang-orang bodoh ini membaca bahwa di dalam al-
Qur’an Allah berfirman, “Barang siapa menyucikan diri, ia
menyucikan diri untuk keuntungan dirinya sendiri” (QS 35: 18),
“Dan barang siapa berusaha, ia berusaha untuk dirinya sendiri”
(QS 29: 6), dan “Barang siapa beramal saleh, maka itu untuk
keuntungannya sendiri, dan barang siapa berbuat keburukan,
maka [akibatnya] untuk dirinya sendiri” (QS 41: 46).

Orang-orang lalai ini tidak mengenal Syariah. Mereka menyangka


bahwa Syariah diturunkan oleh Allah karena kebutuhan-Nya,
bukan karena kebutuhan diri mereka. Mereka seperti orang sakit
yang tidak mau meninggalkan pantangan lalu berkata, “Apa
manfaatnya bagi dokter kalau aku mengikuti perintahnya atau
tidak?” Benar, tapi ia akan sakit. Masalahnya bukan bahwa dokter
itu butuh atau tidak, tapi penyakitnya akan kambuh kalau ia tidak
meninggalkan pantangan. Dokter telah membimbingnya, dan
menunjukkan jalan kepadanya. Mana mungkin dokter akan rugi

40
kalau pasiennya mencelakakan dirinya? Seperti halnya penyakit
jasmani menjadi penyebab kerugian di dunia, penyakit hati juga
akan menjadi penyebab penderitaan di akhirat nanti. Seperti
halnya pengobatan dan pantangan menjadi penyebab kesehatan
jasmani, demikian pula ibadah, pengetahuan, dan meninggalkan
maksiat menjadi penyebab kesehatan batin. “[Dan tidak akan ada
yang berhasil] kecuali dia yang menghadap dengan hati bersih” (QS
26: 89).

Bentuk yang keempat juga timbul dari kesalahpahaman sejumlah


orang akan tujuan Syariah. Mereka berkata, “Syariah diturunkan
untuk membersihkan batin dari amarah, hawa nafsu, dan
kemunafikan; tapi ini mustahil dilakukan karena manusia memang
diciptakan dengan sifat-sifat tersebut. Ini seperti orang yang ingin
mengubah warna karpet yang hitam menjadi putih. Menyibukkan
diri dengan pekerjaan seperti ini adalah kesia-siaan.”

Orang-orang bodoh ini tidak tahu bahwa semua itu bukanlah


tujuan diturunkannya Syariah. Alih-alih, Syariah diturunkan [agar
kita] bisa mengontrol amarah dan hawa nafsu, serta mengendalikan
keduanya sedemikian rupa sehingga tidak melampaui batas-batas
hukum dan nalar, dan keduanya tidak mencelakakan; atau untuk
menjaga batas-batas hukum dan menghindari dosa besar sehingga
Allah mengampuni dosa-dosa kecil kita. Ini semua masih mungkin
dilakukan dan banyak orang berhasil melakukannya.

41
Nabi tidak menyatakan, “Tidak boleh ada ruang untuk amarah,
dan tidak boleh ada ruang buat hawa nafsu.” Alih-alih, beliau
memiliki 9 istri dan sering bersabda, “Aku ini manusia. Aku marah
seperti manusia marah.” Allah berfirman, “Dan mereka yang dapat
menahan amarah dan dapat memberikan maaf kepada manusia”
(QS 3: 134). Allah memuji orang-orang yang menahan amarah,
bukan orang-orang yang tak punya amarah dalam dirinya!

Ngaji Kimiya-yi Sa'adat (16)

Bentuk yang kelima adalah kekeliruan orang-orang yang tidak


mengenal sifat-sifat Allah. Mereka berkata, “Allah itu Maha
Pengasih dan Maha Pemurah. Dia akan menunjukkan kasih-Nya
kepada kita dengan segenap sifat-sifat-Nya.” Mereka tidak tahu
bahwa di samping Maha Pemurah, Dia juga amat keras dalam
memberikan siksa. Mereka tidak melihat bahwa walaupun Dia
Maha Pemurah dan Maha Pengasih, banyak orang di dunia ini
yang menderita, sakit, dan kelaparan. Mereka tidak melihat bahwa
selama mereka tidak mengolah tanah atau sibuk berbisnis, mereka
tak akan mendapatkan kekayaan; atau bahwa mereka tak akan
mendapatkan pengetahuan kecuali mereka belajar.

Mereka tidak lalai ketika bersentuhan dengan urusan dunia dan


mereka tidak berkata, “Allah Maha Pemuran dan Maha
Penyayang. Dia akan memberi kami rizki tanpa harus mengolah
tanah atau berdagang,” meskipun Allah sudah menjamin rizki kita
dan berfirman, ‘Setiap binatang yang melata di muka bumi pasti

42
rizkinya dijamin oleh Allah” (QS 11: 6) dan mempercayakan
urusan akhirat dan menyerahkan urusan akhirat pada amal,
dengan berfirman, “Dan manusia hanya akan mendapat apa yang
ia usahakan” (QS 53: 39). Karena mereka tidak percaya pada
kemurahhatian-Nya, mereka tidak berhenti dari mencari kekayaan
dan dunia itu sendiri. Apa yang mereka ketahui tentang akhirat
hanya di bibir saja dan diilhami oleh setan dan tidak sungguh-
sungguh.

Bentuk yang keenam adalah kekeliruan yang timbul dari sikap


tinggi hati. Sikap tinggi hati ini timbul ketika mereka berkata,
“Kami telah mencapai martabat yang membuat dosa-dosa kami tak
akan membuat kami rugi. Agama kami telah mencapai tingkat 2
qullah dan tak akan najis karena kotoran.” Kebanyakan orang
bodoh ini—karena mereka tak berharga—akan memelihara sikap
bermusuhan seumur hidup kepada siapapun yang meruntuhkan
pendapat mereka, atau membantah argumentasi mereka, biarpun
cuma dengan sepatah kata. Seandainya sebutir rahasia yang coba
mereka tutupi terlepas dari tangan mereka, dunia mereka akan
sempit dan gelap.

Seandainya seseorang mengklaim telah meraih martabat sepeti


yang mereka lukiskan sehingga permusuhan, hawa nafsu,
kemunafikan, dan amarah tidak mendekatinya; ia justru ditipu oleh
klaim ini. Apa pasal? Apakah martabatnya telah melebihi para
nabi? Sebab para nabi biasa bermunajat dan menangis atas
kesalahan dan dosa mereka; juga berusaha untuk menebusnya.
Para Sahabat Nabi pun berusaha menghindari dosa kecil; malah,

43
kita amati, mereka pun berusaha menghindari sesuatu yang halal
[demi menghindari sesuatu yang haram]. Bagaimana orang bodoh
ini tahu bahwa ia tidak terpedaya? Apa benar mereka lebih mulia
daripada para nabi dan Sahabat?

Orang-orang besar dalam agama justru adalah mereka yang


mengakui bahwa dia yang tidak dikendalikan oleh hawa nafsunya
adalah bukan manusia. Ia adalah binatang ternak. Ia tahu bahwa
ego manusia adalah licik dan culas. Bila ia mengklaim dengan
sombong, “Aku sudah berhasil mengendalikan hawa nafsu dan aku
lebih kuat darinya,” mintalah ia untuk membuktikannya. Tentu
saja, tidak ada bukti bahwa egonya telah berhasil ia kendalikan
kecuali bila ia tunduk pada Syariah. Bila ia selalu larut dalam
ibadah, maka ia berkata jujur. Bila ia selalu mencari kemudahan,
takwil, atau muslihat-hukum, ia sebenarnya adalah pengabdi setan
meskipun ia berpura-pura sebagai wali.

Bentuk yang ketujuh timbul dari kemalasan dan hawa nafsu, bukan
ketidaktahuan. Mereka mengaku sebagai kaum Sufi dan wali dan
memakai jubah mereka. Kebetulan, perilaku ini selaras dengan
watak mereka. Mereka tidak puas dengan sekadar melakukan
pelanggaran moral karena mereka akan berkata, “Kami akan
dihukum karena pelanggaran moral.” Pelanggaran moral akan
terasa pahit di batin mereka. Alih-alih, mereka akan berkata,
“Yang kami lakukan bukan pelanggaran moral. Itu tuduhan yang
tak berdasar.”

44
Orang seperti ini tidak dapat dikoreksi dengan omongan, karena
keraguan yang ia alami tidak berasal dari omongan. Kebanyakan
mereka termasuk orang-orang yang disebut oleh Allah dalam
firman-Nya, “Allah menempatkan tabir ke dalam hati mereka
sehingga mereka tak bisa mengerti. Begitu pula di telinga mereka”
(QS 18: 57). Oleh karena itu, berhadapan dengan mereka lebih
pantas menggunakan pedang daripada argumentasi rasional.

Penjelasan di atas sudah cukup perihal kaum Ibahiyyah. Dalam soal


ini, alasan di balik perilaku mereka adalah ketidakmampuan
mereka untuk mengenal diri mereka sendiri, Tuhan, perjalanan
ruhani, atau Syariah. Ketika kebodohan mereka selaras dengan
kecenderungan batin mereka, penyakit ini akan semakin sulit untuk
diobati.

Ngaji Kimiya-yi Sa'adat (17)

Topik 3: Pengetahuan tentang Dunia


Alasan Mengapa Manusia Diturunkan ke Dunia
Ketahuilah bahwa dunia merupakan salah satu dari sekian banyak
tahapan dalam jalan agama: tempat singgah bagi para pengelana
menuju Hadirat Ilahi; pasar terakhir yang ditempatkan di sudut

45
gurun, tempat para pengelana mengambil bekal [untuk
perjalanannya].
Dunia dan akhirat adalah sebutan untuk dua keadaan: (a) keadaan
sebelum mati dan lebih dekat kepadamu yang biasa disebut dunia;
dan (b) keadaan sesudah mati, yang disebut akhirat. Manusia
diciptakan dalam keadaan kosong dan penuh dengan kekurangan di
awal penciptaan, namun punya potensi untuk meraih
kesempurnaan dan menjadikan citra langit sebagai desain hatinya
sehingga cocok untuk memandangi Hadirat Ilahi, dalam pengertian
bahwa ia menemukan cara untuk menyaksikan keelokan Hadirat
Ilahi. Ini adalah batas terakhir kebahagiaan ruhani. Inilah
surganya. Inilah alasan penciptaannya!

Bagaimanapun, ia tidak mungkin menyaksikan [keelokan Hadirat


Ilahi] selama mata batinnya tidak terbuka. Akibatnya, dia pun
tidak akan bisa merasakan keelokan-Nya. Hal itu baru datang
melalui pengetahuan. Kunci untuk merasakan keelokan ilahi adalah
pengetahuan tentang keajaiban-keajaiban ciptaan Tuhan. Dan
panca indera merupakan kunci pertama menuju ciptaan-Nya.
Panca indera tak akan tercipta kecuali tubuh diciptakan dari air
dan tanah.

Jadi, inilah alasan manusia jatuh ke dunia air dan tanah: agar ia
mengumpulkan bekal dan mendapat pengetahuan tentang Tuhan.
Kuncinya adalah pengetahuan tentang dirinya dan pengetahuan
tentang semesta alam yang dipersepsikan oleh panca indera. Selama
manusia memiliki indera dan kelima organ tersebut memata-matai
alam untuknya, ia berarti berada “di dunia ini.” Ketika ia berpisah

46
dari indera, sementara ia tetap hidup bersama hal-hal yang menjadi
esensi sifat-sifatnya, pada saat itulah ia disebut “telah pergi ke alam
akhirat.” Inilah alasan keberadaannya di dunia.
Ngaji Kimiya-yi Sa'adat (18)

Hakikat, Kutukan, dan Tujuan Dunia

Jadi, manusia membutuhkan dua hal di dunia ini: yang pertama


adalah (a) memperoleh santapan hati untuk melindunginya dari
penyebab kesengsaraan [ukhrawi]; dan yang kedua (b) memperoleh
santapan jasmani untuk melindunginya dari segala yang akan
mencelakakannya [di dunia]. Santapan hati adalah pengetahuan
dan cinta kepada Allah. Santapan segala sesuatu akan selaras
dengan watak alaminya. Dalam bagian sebelumnya, telah dijelaskan
bahwa keduanya adalah kebutuhan watak alamiah manusia.
Penderitaan manusia adalah karena ia sibuk dengan sesuatu selain
Allah.

Tubuh wajib dilatih oleh hati, karena tubuh itu fana; sementara ruh
adalah kekal. Tubuh bagi hati adalah seperti onta bagi jamaah haji.
Onta berguna bagi jamaah haji, bukan jamaah haji berguna bagi
onta. Jamaah haji wajib memberi makanan, air, dan pelana untuk
onta agar ia bisa mencapai Ka‘bah dan lepas dari keletihan. Tapi
bila ia menghabiskan seluruh waktu untuk memberi makan,
menghiasi, dan melatih onta, ia akan ditinggalkan oleh karavan dan
ia akan celaka. Begitu pula, bila orang menghabiskan seluruh
waktunya untuk melatih tubuh sehingga kekuatannya bertambah

47
dan hal-hal yang berbahaya menjauh darinya, ia akan kehilangan
kebahagiaan [ukhrawi] yang amat ia butuhkan.

Tubuh membutuhkan tiga hal di dunia ini: sandang, pangan, dan


papan. Pangan sebagai santapan jasmani, sandang dan papan
sebagai pelindung dari panas dan dingin. Kebutuhan jasmani
seseorang tak lebih dari itu; memang ketiganya merupakan pilar
dunia itu sendiri.

Santapan hati adalah pengetahuan. Semakin banyak pengetahuan


seseorang, akan semakin baik buatnya; sementara santapan
jasmani adalah makanan. Seandainya Engkau makan terlalu
banyak, Engkau akan sakit. Namun, karena kebutuhan inilah Allah
memberikan hawa nafsu kepada manusia untuk mendorongnya
mencari pangan, sandang, dan papan. Kalau tidak, tubuhnya—
kendaraannya—akan celaka. Hawa nafsu diciptakan sedemikian
rupa sehingga ia tidak bisa berhenti dan senantiasa mencari. Akal
diciptakan untuk membatasinya, dan Syariah diturunkan melalui
lisan para nabi untuk menjelaskan perkara ini.

Pada mulanya, yang diciptakan pertama kali adalah hawa nafsu.


Sebab, anak-anak membutuhkannya [untuk tumbuh dewasa].
Karena itulah, hawa nafsu mengambil tempat sejak awal dan
tertanam secara kokoh [dalam diri kita]. Ia terus-menerus melawan
akal dan Syariah yang datang sesudahnya untuk menjaga manusia
agar tidak tenggelam dalam pencarian sandang, pangan, dan papan
secara total sehingga ia melupakan jatidirinya dan lupa untuk

48
tujuan apa makanan dan pakaian itu ia butuhkan dan mengapa ia
diturunkan ke dunia; dan supaya ia tidak melupakan santapan hati
yang menjadi bekalnya di akhirat nanti. Dari semua ini, Engkau
menjadi tahu hakikat, kutukan, dan tujuan dunia. Sekarang,
Engkau sepatutnya belajar tentang cabang-cabang dan aktivitas-
aktivitas duniawi.
Ngaji Kimiya-yi Sa'adat (19)

Kebutuhan Dasar Dunia: Sandang, Pangan, dan Papan

Ketahuilah bahwa ketika Engkau meneliti detail-detail kehidupan


dunia, Engkau akan mendapati bahwa ia terdiri dari tiga hal: (a)
yang pertama adalah benda-benda paling mulia yang diciptakan di
muka bumi, seperti tanaman, barang tambang, dan binatang.
Selanjutnya, (b) tanah diperlukan sebagai tempat tinggal dan lahan
pertanian. Barang tambang seperti tembaga, perunggu, dan besi,
diperlukan untuk menciptakan alat. Yang terakhir adalah (c)
binatang sebagai alat transportasi dan makanan. Manusia
menyibukkan hati dan jasmaninya dengan hal-hal tersebut, entah
menyibukkan diri dengan mencintai dan mencarinya atau
menyibukkan tubuhnya dengan meningkatkan dan merawatnya.

Akhlak-akhlak yang merusak hati manusia, seperti serakah, kikir,


dengki, benci, dll muncul dalam batin karena manusia mencintai
benda-benda tersebut. Semua akhlak buruk tersebut muncul dalam
batin karena tubuh terjerat dalam dunia sedemikian rupa sehingga

49
orang lupa jatidirinya dan mencurahkan dirinya pada urusan-
urusan duniawi.

Seperti halnya kebutuhan dasar dunia ada tiga hal—sandang,


pangan, dan papan—keterampilan dasar yang menjadi kebutuhan
manusia juga ada tiga: pertanian, tenun, dan pertukangan. Masing-
masing keterampilan ini punya cabang. Beberapa di antaranya
adalah keterampilan persiapan (muqaddimât), seperti penyisir
kapas dan pemintal benang yang mempersiapkan benang untuk
tukang tenun; sementara yang lain menyempurnakannya
(mutammimât), seperti penjahit yang menuntaskan apa yang
dimulai oleh tukang tenun. Semua keterampilan ini membutuhkan
alat yang terbuat dari kayu, besi, kain, dll. Karena itulah maka
pandai besi, tukang kayu, dan tukang sol menjadi ada.

Ketika semua keterampilan ini muncul, mereka butuh bekerja sama


karena masing-masing tukang tak bisa melakukan tugasnya
sendirian saja. Penjahit bekerja untuk tukang tenun dan pandai
besi; pandai besi menyediakan kebutuhan dua tukang yang lain.
Dengan cara ini, mereka bekerja sama.

Akhirnya, transaksi timbul di antara mereka yang karenanya


timbul antagonisme karena masing-masing orang tidak puas
dengan pendapatan yang ia peroleh dan mereka pun saling
menyerang. Akibatnya, mereka membutuhkan tiga seni yang lain:
yang pertama adalah seni politik dan kekuasaan; yang kedua
adalah seni mengambil putusan dan memerintah; dan yang ketiga

50
seni hukum yang melauinya manusia mencari cara untuk
menengahi konflik di antara mereka.

Dengan cara ini, lapangan pekerjaan semakin bertambah dan saling


terkait. Manusia menjadi tersesat dalam belantara seni dan
keterampilan ini sehingga mereka tak menyadari bahwa akar
semua aktivitas ini tak lebih dari tiga hal: sandang, pangan, dan
papan. Semua keterampilan ini dibutuhkan untuk memenuhi tiga
kebutuhan dasar ini, dan ketiganya dibutuhkan oleh tubuh,
semetara tubuh dibutuhkan oleh hati agar berfungsi sebagai
kendaraannya. Hati, sementara itu, membutuhkan Tuhan. Tapi
manusia melupakan jatidiri dan melupakan Tuhan seperti jamaah
haji melupakan siapa diri mereka, Ka‘bah, dan tujuan perjalanan
mereka sehingga sibuk dengan merawat onta!

Simpulannya, makna dan hakikat dunia adalah seperti yang


dijelaskan di atas. Orang yang tidak bersiap-siap dan waspada,
tidak mengarahkan perhatiannya kepada akhirat, dan tidak sibuk
dengan dunia seperlunya saja, berarti tidak mengenal dunia.
Penyebabnya adalah ketidaktahuan. Nabi bersabda, “Sihir dunia
lebih kuat daripada sihir Harut dan Marut. Waspadalah!”

Karena dunia sangat memesona, menjadi penting bagi kita untuk


mengetahui tipuan dan muslihatnya dan mencerahkan orang-orang
dengan tamsil. Karena itulah, sekarang sudah waktunya untuk
menyimak beberapa di antara tamsil tersebut.
Ngaji Kimiya-yi Sa'adat (20)

51
Tamsil tentang Sihir Dunia dan Kelalaian Para Penghuninya

Tamsil pertama: Sihir dunia yang pertama adalah bahwa dunia


menampilkan dirinya kepadamu seolah tidak bergerak dan diam
bersamamu dengan setia, tapi ia sebenarnya terus-menerus lari
meninggalkanmu. Cuma, ia bergerak secara pelan-pelan, sedikit
demi sedikit. Ia seperti bayang-bayang: ketika Engkau melihatnya,
ia kelihatan diam; tapi sebenarnya ia bergerak secara sinambung.
Sudah jelas bahwa hidupmu seperti itu: selalu bergerak. Secara
pelan-pelan, detik demi detik, umurmu terus berkurang. Begitulah
dunia lari darimu dan mengucapkan perpisahan denganmu; tapi
Engkau tidak menyadarinya.

Tamsil kedua: Sihir dunia adalah ia berpura-pura ramah agar


Engkau mencintainya. Ia berpura-pura berjanji akan hidup
denganmu dan tak akan pindah ke pelukan orang lain. Tapi tiba-
tiba saja ia menjadi musuhmu! Ia seperti perempuan bejat yang
merayu laki-laki agar mau menjadi kekasihnya. Kemudian, ia
membawa laki-laki itu ke rumahnya dan membunuhnya. Nabi ‘Isa
bertutur, ia melihat dunia dalam bentuk seorang perempuan tua. Ia
bertanya, “Engkau punya suami berapa?” Perempuan itu
menjawab, “Tak terhitung.” Ia bertanya lagi, “Mereka mati atau
Engkau menceraikan mereka?” Ia menjawab, “Tidak. Aku
membunuh mereka.” Nabi ‘Isa berkomentar, “Sungguh aneh
bahwa banyak orang telah menyaksikan apa yang Engkau perbuat,
tapi tetap mengharapkanmu dan tidak mengambil pelajaran.
Mereka orang-orang bebal.”

52
Tamsil ketiga: Sihir dunia adalah bahwa bagian luarnya dihias
dengan menarik sementara bencana dan penderitaan yang ia
timbulkan disembunyikan sedemikian rupa sehingga orang bodoh
hanya melihat penampilan luarnya dan terpedaya. Tamsilnya
adalah perempuan tua buruk rupa berpakaian sutra dan memakai
banyak perhiasan indah sehingga siapapun yang melihatnya dari
jauh akan tertarik. Tapi ketika ia membuka hijabnya, orang
menjadi menyesal dan melihat keburukannya.

Dalam hadis diceritakan bahwa di Hari Kiamat nanti dunia akan


dipanggil dalam bentuk seorang perempuan tua yang berwajah
buruk, ompong, dan bermata hijau sehingga ketika manusia
melihatnya mereka akan berkata, “Na‘udzu Billah! Apa yang
menyebabkan keburukan muka dan kesengsaraan ini?” Mereka
akan menerima jawaban, “Ini adalah dunia yang diperebutkan oleh
Kalian dan Kalian dengki, menumpahkan darah, dan mengkhianati
ikatan persaudaraan karenanya. Dialah yang membuat Kalian
terpesona.” Ketika ia dilempar ke neraka, dunia akan meratap,
“Tuhan, di manakah para kekasihku?” Tuhan kemudian
memerintahkan agar para pemuja dunia dilemparkan ke neraka.

Tamsil keempat: Seseorang yang ingin merenungkan seberapa lama


keazalian ketika ia belum tinggal di dunia, dan seberapa lama
keabadian ketika ia telah meninggalkan dunia, dan betapa sebentar
masa-masa di antara keazalian dan keabadian, ia tahu bahwa tamsil
dunia adalah jalan yang dilalui oleh pengelana. Ia diawali oleh
buaian dan ditutup dengan liang lahat. Saat ia berkelana, setiap

53
tahun adalah 1000 kilometer, setiap bulan adalah 10 kilometer,
setiap hari adalah 1 kilometer, dan setiap jam adalah satu langkah.
Bagi satu orang, sisa perjalanannya adalah 10 kilometer, bagi orang
yang lain kurang dari itu, dan bagi yang lain lagi sisa perjalanan
panjang masih menunggu. Dan masing-masing orang ini bertingkah
seolah sudah mengadakan perjanjian akan tinggal di tempat
persinggahan ini selama-lamanya.

Ngaji Kimiya-yi Sa'adat (21)

Tamsil kelima: Ketahuilah bahwa tamsil kesenangan yang


dinikmati oleh para penghuni dunia dibandingkan dengan siksa dan
penderitaan yang akan mereka dapat di akhirat adalah seperti
orang yang menikmati segala makanan enak, sedap, dan manis
dengan rakusnya hingga perutnya sakit. Selanjutnya, ia merasakan
bau busuk menyebar dari usus besar, nafas, dan dubur mereka.
Akibatnya, ia merasa malu dan menyesal karena kesenangan yang
ia nikmati telah pergi dan yang tersisa tinggal keburukan: semakin
enak makanannya, semakin busuk bau yang menyebar dari
duburnya. Memang, semakin banyak kesenangan duniawi yang
dinikmati oleh orang, akan semakin besar pula penderitaan yang
akan ia alami di akhirat. Semakin banyak ia menikmati kemudahan
hidup, seperti kebun, taman, budak, emas, dan perak, akan semakin
besar pula duka, penderitaan, dan siksaan yang ia alami di akhir
hayat dibandingkan mereka yang tak berpunya. Kesedihan dan
penderitaannya tidak akan sirna di kala mati, tapi akan semakin
bertambah karena cinta dunia telah tertanam di dalam jiwanya.

54
Tamsil keenam: Ketahuilah bahwa urusan-urusan dunia yang
mengalir di depan mata kita tampak sepele. Orang-orang berpikir
bahwa pekerjaan mereka tak akan membutuhkan waktu lama. Tapi
mungkin saja, hal kecil akan mendatangkan musibah besar. Nabi
‘Isa berkata, “Pencari dunia itu seperti orang yang minum dari air
laut. Semakin banyak ia minum, akan semakin haus ia jadinya. Ia
akan minum terus hingga binasa, sementara rasa hausnya tak
pernah terpuaskan.” Nabi bersabda, “Seperti halnya tak mungkin
orang berenang di air tanpa kecipratan air, demikian pula ia tak
mungkin terlibat dalam urusan dunia tanpa ternoda olehnya.”

Tamsil ketujuh: Para penghuni dunia yang terikat pada urusan


duniawi dan lupa kepada akhirat adalah seperti sejumlah orang
dalam kapal yang datang ke sebuah pulau. Mereka berlabuh untuk
menunaikan hajat dan bersuci. Kapten kapal memberikan
pengumuman, “Jangan berlama-lama! Langsung bersuci saja!
Kapal akan segera berangkat.”

Orang-orang menyebar di pulau. Yang cerdas cepat-cepat bersuci


lalu kembali ke kapal. Mereka menemukan kapal dalam keadaan
kosong sehingga mereka bisa memilih tempat duduk yang lebih luas
dan lebih menyenangkan. Kelompok yang lain terkesima dengan
keindahan pulau. Mereka terpaku mengagumi bunga-bungaan yang
indah, bunyi burung-burung, dan batu-batu koral yang berwarna-
warni dan berpola. Ketika mereka kembali ke kapal, mereka tak
bisa menemukan tempat duduk yang nyaman. Maka mereka pun
duduk berdesak-desakan di tempat yang gelap dan menderita
karenanya.

55
Kelompok yang lain tidak puas dengan cuma melihat-lihat. Mereka
mengumpulkan batu-batuan yang indah, unik, dan wana-warni,
lalu membawanya ke kapal. Mereka tak menemukan tempat duduk
yang nyaman. Akibatnya, mereka pun duduk berdesak-desakan.
Mereka menggantung batu warna-warni dan bunga-bunga yang
mereka bawa dari pulau di leher mereka. Setelah satu atau dua
hari, warna mereka yang indah mulai memudar. Bau tak sedap
mulai menyebar dari bunga-bunga tersebut. Mereka tak bisa
menemukan tempat untuk membuangnya. Mereka menyesali apa
yang telah mereka lakukan dan menanggung duka mereka di leher
mereka.

Kelompok yang lain tersihir oleh pulau lalu jalan-jalan bak


wisatawan hingga mereka jauh dari kapal. Akibatnya, mereka tidak
mendengar pengumuman kaptel kapal. Mereka tertinggal di pulau
hingga salah seorang di antara mereka mati kelaparan dan yang
lain diterkam oleh binatang buas.

Kelompok pertama adalah tamsil orang-orang Mukmin yang patuh


pada perintah agama, dan yang terakhir adaah tamsil orang-orang
kafir yang melupakan jatidiri mereka, Tuhan, dan akhirat.
Kelompok yang lain adalah tamsil mereka yang mengabdi kepada
dunia: “Mereka telah memilih kehidupan dunia di atas akhirat”
(QS 16: 107). Kelompok yang lain lagi adalah tamsil para ahli
maksiat: Mereka yang beriman namun tidak ‘menjauh’ dari dunia.
Ada yang bersenang-senang dalam kemiskinan dan ada yang

56
menumpuk kesenangan dunia hingga menjadi beban kepada
mereka sendiri.
Ngaji Kimiya-yi Sa'adat (22)

Tidak Semua yang Ada di Dunia Ini Tercela

Dengan semua celaan terhadap dunia ini, janganlah berpikir bahwa


semua yang ada di dunia ini adalah haram. Alih-alih, ada beberapa
hal di dunia ini yang bukan bagian dari dunia. Apa saja? Ilmu dan
amal ada di dunia ini, tapi keduanya bukan bagian dari dunia.
Sebab, keduanya akan terus menemani kita hingga ke akhirat. Ilmu
akan terus langgeng bersama kita di akhirat tanpa berkurang
sedikitpun. Adapun amal, meskipun ia tidak langgeng hingga ke
akhirat, namun efeknya akan terus kita rasakan hingga di akhirat.
Efek amal di akhirat ada dua: (a) Yang pertama adalah kebersihan
dan kesucian hati yang diraih dengan meninggalkan maksiat; dan
(b) yang kedua adalah selalu ingat kepada Allah yang diraih dengan
kewaraan dalam ibadah. Keduanya termasuk ‘al-baqiyat ash-
shalihat’, kebajikan yang langgeng seperti yang difirmankan oleh
Allah, “Dan kebajikan yang langgeng adalah lebih baik sebagai
ganjaran di sisi Allah” (QS 19: 76).

Kesenangan mencari ilmu, bermunajat, dan mengingat Allah


adalah lebih baik daripada kesenangan-kesenangan yang lain.
Semuanya ada di dunia, namun bukan bagian dari dunia ini.
Konsekuensinya, tidak semua kesenangan adalah tercela. Yang
tercela adalah yang fana atau tidak kekal. Kesenangan yang fana

57
pun tidak semuanya tercela, karena ia masih dibagi lagi menjadi
dua: (a) yang pertama adalah kesenangan yang, walaupun
merupakan bagian dari dunia ini dan musnah setelah kematian—
seperti makanan, seks, pakaian, dan rumah—namun ia membantu
amalan-amalan ukhrawi: makanan, misalnya, menguatkan tubuh
kita sehingga bisa memburu ilmu dan amal sementara seks
menambah jumlah kaum beriman. Syaratnya hanyalah
kesenangan-kesenangan ini dilakukan selaras dengan, dan tidak
melebihi, kebutuhan. Setiap orang yang puas dengan kebutuhannya
saja dan niatnya adalah untuk membantu kepentingan agama tidak
bisa disebut ‘mabuk dunia’.

Oleh karena itu, hal-hal yang tercela di dunia ini adalah hal-hal
yang tujuannya bukan untuk kepentingan agama. Sebaliknya, hal-
hal tersebut menjadi penyebab kelalaian, kesombongan, kecintaan
kepada dunia, dan kebencian kepada akhirat. Karena alasan inilah
Nabi bersabda, “Dunia itu laknat, dan terlaknat pula segala isinya
kecuali ingat kepada Allah dan apapun yang mendukungnya.”

Ngaji Kimiya-yi Sa'adat (23)

Topik 4: Pengetahuan tentang Akhirat

Surga dan Neraka Jasmani Versus Surga dan Neraka Ruhani

58
Ketahuilah bahwa tak seorang pun akan mengetahui hakikat
akhirat hingga ia mengetahui hakikat kematian. Ia tak akan
mengetahui hakikat kematian hingga ia mengetahui hakikat hidup.
Ia tak akan mengetahui hakikat hidup hingga ia mengetahui
hakikat ruh. Dan pengetahuan tentang ruh ialah pengetahuan
tentang jatidiri; beberapa aspek darinya telah dijelaskan dalam
bagian sebelumnya.

Dari penjelasan di atas, ketahuilah bahwa manusia terdiri dari dua


unsur dasar: yang pertama adalah ruh dan yang kedua adalah
tubuh. Ruh itu seperti pengendara sementara tubuh seperti
kendaraannya. Melalui perantaraan tubuh, ruh bisa mendapatkan
posisi di akhirat, entah di surga atau di neraka. Karena ruh yang
menjadi hakikat esensialnya, ia juga bisa mendapatkan posisi yang
tak melibatkan tubuh, yaitu kebahagiaan dan penderitaan ruhani.
Kami akan menyebut kebahagiaan dan kesenangan ruh yang tak
ada kaitannya dengan tubuh ini ‘surga ruhani’; sementara duka,
penderitaan, dan kepedihan yang tak ada hubungannya dengan
tubuh kami sebut ‘neraka ruhani’.

Surga dan neraka jasmani jelas ada. Buah surga [jasmani] adalah
sungai yang mengalir, pepohonan, para bidadari, makanan,
minuman, dst; sementara buah neraka [jasmani] adalah api
pembakaran, binatang buas, kalajengking, pohon zaqqûm, dll.
Deskripsi Quran dan Hadis tentang keduanya amatlah jelas dan
terang-benderang untuk dipahami oleh semua orang. Beberapa
detail di antara telah dijelaskan dalam Buku ke-40 Ihya’. Di sini,
kami akan membatasi diri dengan menjelaskan hakikat kematian

59
dan menerangkan makna surga dan neraka ruhani yang belum
diketahui oleh semua orang.

Firman Allah, “Aku telah mempersiapkan untuk hamba-hamba-Ku


yang saleh sesuatu yang belum pernah dilihat oleh mata, belum
pernah didengar oleh telinga, dan belum pernah terlintas dalam
pikiran siapapun,” mengacu pada surga ruhani ini. Di dalam ruh,
terdapat gerbang menuju alam ruhani yang melaluinya hakikat-
hakikat sublim diperlihatkan. Tidak ada ruang bagi keraguan di
dalamnya. Kepastian nyata tentang kebahagiaan dan penderitaan
ukhrawi ini diperlihatkan kepada mereka yang hatinya dibuat
terbuka; bukan mereka yang sekadar ikut-ikutan dan bertaklid.
Pengetahuan tentang hal ini disampaikan kepada mereka melalui
persepsi dan penglihatan langsung. Memang, seperti halnya dokter
bisa melihat apakah tubuh sedang sakit atau tidak di dunia ini—
yang biasanya disebut kesehatan dan penyakit; penyebab kesehatan
adalah puasa dan berpantang sementara penyebab penyakit adalah
makan dengan rakus—demikian pula mereka yang mengalami
mukasyafah bisa melihat bahwa ada kebahagiaan dan penderitaan
bagi hati atau ruh. Ibadah dan pengetahuan menumbuhkan
kebahagiaan sementara kebodohan dan maksiat menjadi racun
baginya.

Kebanyakan mereka yang menyebut diri mereka ulama melalaikan


pengetahuan ini. Malah, mereka cenderung mengingkarinya.
Mereka tak mau melampaui surga dan neraka jasmani. Mereka tak
tahu apa-apa tentang ilmu akhirat kecuali dengan bertaklid dan
menghafalkan saja. Kami telah menulis banyak buku panjang

60
dalam bahasa Arab untuk menjelaskan dan membuktikan soal ini.
Dalam buku ini, penjelasan di atas sudah cukup jelas untuk mereka
yang cerdas, berpikiran jernih, dan tidak dikotori oleh fanatisme
dan taklid. Urusan akhirat akan teguh dan kuat dalam hatinya
biarpun kepercayaan kebanyakan orang tentang akhirat goyah dan
lemah.
Ngaji Kimiya-yi Sa'adat (24)

Hakikat Kematian

Bila Engkau ingin tahu sedikit tentang hakikat kematian;


maksudnya, apa pengertiannya; maka ketahuilah bahwa manusia
memiliki ‘dua ruh’. Yang pertama merupakan bagian dari ciri ruh
binatang, dan kita menyebutnya “ruh hewani” (rûh-i hayawânî).
Yang kedua adalah semacam ruh malaikat dan kita menyebutnya
“ruh insani” (rûh-i insânî). Hati (dil)—daging berbentuk kerucut di
sisi kiri dada—adalah sumber ruh hewani. Wujudnya seperti uap
yang menyebar dari komposisi kimiawi dalam tubuh binatang.
Temperamen yang seimbang timbul dari sana. Dari hati, ia
menyebar ke otak dan seluruh anggota badan melalui arteri yang
memiliki denyut dan gerakan. Ruh yang ini adalah pembawa
kekuatan untuk panca indera dan gerakan tubuh. Ketika ia
mencapai otak, panasnya akan berkurang dan ia menjadi lembut.
Mata menerima kemampuan untuk melihat darinya, telinga
menerima kemampuan untuk mendengar darinya, demikian pula
indera-indera yang lain.

61
Tamsil ruh hewani adalah lampu yang senantiasa berputar di
seluruh rumah. Ke mana pun ia bergerak, tembok rumah menjadi
cerah oleh cahaya karenanya. Seperti sinar yang memancar dari
lampu ke tembok, kemampuan untuk melihat, mendengar, dan
kemampuan-kemampuan indera yang lain dibangkitkan oleh Allah
melalui ruh ini. Seandainya suatu penghalang atau penutup muncul
dalam arteri, organ-organ tersebut tak akan bisa aktif dan lumpuh.
Mereka tak mungkin memiliki kemampuan untuk mempersepsikan
sesuatu atau menggerakkan organ. Pekerjaan dokter adalah
berusaha membuka penghalang tersebut.

Ruh ini seperti api dalam lampu. Hati seperti sumbunya. Makanan
seperti minyaknya—seandainya minyak berkurang, lampu akan
mati; dan seandainya lampu tak dirawat, keseimbangan
temperamen ruh ini akan merosot dan binatang akan mati.
Sebaliknya, bila minyak ada namun sumbunya ditarik terlalu
banyak, sumbu akan terbakar dan tak bisa menyerap minyak. Bila
ini terus berlangsung, setelah waktu berjalan sekian lama hati tak
akan bisa lagi menerima makanan. Atau bila sesuatu menyenggol
lampu, ia akan terjatuh biarpun minyak dan sumbunya tetap ada.
Demikian pula, bila seekor binatang menderita luka parah, ia akan
mati.

Ruh ini, selama keseimbangannya bisa dijaga—ini adalah prasyarat


yang niscaya—akan bisa menerima citra-citra rumit, seperti
kemampuan persepsi inderawi dan pergerakan tubuh, dari cahaya
para malaikat langit yang diperintah oleh Tuhan. Seandainya
keseimbangan temperamen berkurang, misalnya karena terlalu

62
panas, dingin, atau alasan-alasan lain, ia tidak akan siap untuk
menerima citra-citra tersebut. Seperti cermin, permukaan hati akan
memantulkan gambar selama ia masih bersih. Bila ia tergores atau
karatan, ia tak akan bisa memantulkan gambar; bukan karena
gambarnya rusak atau hilang, tapi karena kebeningannya sudah
tak bisa dipertahankan.

Dengan cara ini, kekuatan uap yang sehat dan seimbang yang kita
sebut ruh hewani ini terkait erat dengan keseimbangan struktur
tubuh. Bila kekuatan uap ini merosot, ia tak mungkin menjaga
keseimbangan. Ketika ia tidak bisa memasok kekuatan persepsi
inderawi dan pergerakan tubuh, anggota badan akan kehilangan
tenaga dan tak mungkin bergerak lagi. Ini yang disebut ‘kematian’.

Ini adalah pengertian kematian ruh hewani. Yang menjadi


penyebab—yang merusak keseimbangan temperamen—adalah
makhluk Allah yang disebut malaikat maut. Orang hanya mengenal
namanya, namun mengetahui hakikatnya adalah persoalan yang
rumit.

Ini adalah pengertian kematian binatang. Tapi kematian manusia


lain lagi ceritanya. Sebab, di samping punya ruh seperti yang
dimiliki oleh para binatang, ia juga punya ruh lain yang kami sebut
“ruh insani,” atau “hati” (dil) dalam bab-bab sebelumnya. Ia tidak
sama dengan ruh-ruh lain yang bersifat fisik, seperti lapisan udara
yang tipis atau uap yang disaring dan dimurnikan.

63
Ruh insani ini tak punya tubuh, karena ia tak bisa dibagi lagi (lâ
yatajazza’). Pengetahuan tentang Tuhan bisa menetap di dalamnya
karena seperti halnya Tuhan adalah Satu dan tak bisa dibagi, lokus
pengetahuan tentang-Nya juga satu dan tak bisa dibagi. Ia juga tak
bisa tinggal (ghairu mutahayyiz) dalam tempat apapun yang bisa
dibagi. Alih-alih, ia hanya menetap di ‘tempat’ yang tunggal dan
tak bisa dibagi.
Kimiya-yi Sa'adat (25)

Jatidirimu Tidak Terletak dalam Tubuhmu

Sekarang ketahuilah bahwa bila tangan dan kaki seseorang


lumpuh, ia tetap akan hidup, sebab jatidirinya tidak terletak dalam
anggota badannya. Tangan dan kaki hanyalah alat yang ia
gunakan. Seperti halnya jatidirimu tidak terletak di tangan dan
kakimu, ia juga tidak terletak di punggung, perut, kepala, atau
anggota badan yang lain dalam tubuh fisikmu. Bahkan seandainya
sekujur tubuhmu lumpuh, Engkau masih akan bertahan hidup.
Makna kematian adalah bila seluruh tubuh menjadi lumpuh, tapi
makna lumpuh adalah bila tanganmu tak bisa bertindak sesuai
dengan perintahmu. Mengapa? Karena kepatuhannya kepadamu
ditimbulkan oleh sifat ‘kuasa’. Dan sifat tersebut adalah cahaya
yang datang kepadanya dari ‘lampu’ ruh hewani. Seandainya
arteri, yang menjadi saluran ruh tersebut, tersumbat, sifat ‘kuasa’
tersebut akan terlepas dari tangan dan ia tak mungkin untuk patuh.
Kepatuhan seluruh anggota badanmu pun begitu: mereka patuh
kepadamu karena ruh hewani. Maka, ketika keseimbangan
temperamen terganggu dan kepatuhan anggota badan terhenti,

64
pada saat itulah ‘kematian’ terjadi. Tapi Engkau akan tetap hidup
meskipun Engkau tak lagi dipatuhi oleh anggota badanmu dan
tubuhnya musnah.

Mana mungkin jatidirimu terletak di tubuhmu? Ketika Engkau


memikirkannya, Engkau akan menyadari bahwa anggota badanmu
sekarang bukanlah anggota badanmu yang pernah Engkau miliki
dulu di masa kanak-kanak. Semua anggota badan tersebut telah
musnah dan digantikan oleh organ-organ baru melalui makanan.
Tubuhmu sekarang bukanlah tubuhmu yang pernah Engkau miliki
dulu. Tapi dirimu sekarang tetaplah dirimu dulu. Karena itulah,
jatidirimu tidak terletak di tubuhmu. Bila tubuhmu nanti hancur,
biarkanlah! Karena Engkau akan tetap hidup dalam diri
esensialmu.

Akan tetapi, sifatmu ada dua jenis: Yang pertama dimiliki juga oleh
tubuhmu, seperti rasa lapar, haus, dan ngantuk. Sifat-sifat ini tak
bisa dipuaskan kecuali dengan perut dan tubuh. Sifat-sifat ini akan
musnah ketika manusia mati. Yang kedua adalah sifat-sifat yang
tak ikut dimiliki oleh tubuh, seperti pengetahuan tentang Tuhan
dan keindahan Hadirat Ilahi, dan kebahagiaan ketika manusia
meraihnya. Semua ini adalah sifat esensialmu dan akan tetap
langgeng bersamamu. Inilah pengertian ‘kebajikan yang abadi’ (al-
bâqiyât ash-shâlihât [QS 18: 46; 19: 76]). Segala yang bukan sifat-
sifat ini adalah penanda bahwa seseorang tidak mengenal Tuhan.
Sayangnya, ketidaktahuan pun merupakan sifat esensialmu juga.
Inilah kebutaan hati yang dijelaskan oleh firman-Nya, “Dan barang

65
siapa buta di dunia ini, ia akan buta pula di akhirat dan semakin
menjauh dari Jalan [yang Lurus] (QS 17: 72).”

Engkau tak akan mungkin mengetahui hakikat kematian hingga


Engkau mengetahui kedua jenis ruh ini, perbedaan di antara
keduanya, dan korelasi di antara keduanya.
Ngaji Kimiya-yi Sa'adat (26)

Menjaga Keseimbangan Ruh

Ketahuilah bahwa ruh hewani ini berasal dari alam bawah dan
tercipta dari pengaruh uap dalam empat unsur. Keempat unsur
tersebut adalah darah, lendir, serta cairan kuning dan hitam dalam
empedu. Keempat unsur ini berasal dari air, api, tanah, dan udara.
Kekacauan dan keseimbangan temperamen berasal dari perbedaan
tingkat panas, dingin, lembab, dan kering. Tujuan ilmu kedokteran
adalah untuk menjaga keseimbangan keempat unsur ini dalam ruh
hewani sehingga tubuh bisa berfungsi sebagai alat dan kendaraan
bagi ruh yang lain, yang kami sebut “ruh insani.”

Ruh ini tidak berasal dari alam bawah. Alih-alih, ia berasal dari
alam atas dan tercipta dari esensi malaikat. Ia turun ke alam yang
asing dari sifat esensialnya; namun ia turun ke alam bawah agar
bisa mengumpulkan bekal hidayah, seperti yang difirmankan oleh
Allah, “Turunlah Kalian semua! Pada masanya, hidayah akan
datang kepada Kalian. Maka barang siapa mengikuti hidayah-Ku,

66
ia tak akan mengalami rasa takut dan tak akan berduka (QS 2:
38).” Firman Allah, “Maka ketika Aku meluruskannya dan
meniupkan sebagian dari ruh-Ku kepadanya, lekaslah bersujud
kepadanya! (QS 38: 71-72)” mengisyaratkan kedua ruh ini.

Seperti halnya ruh hewani berusaha menjaga keseimbangannya,


dan dokter datang mempelajari penyebab keseimbangan tersebut
untuk mengobati penyakit dan menjaga tubuh dari kebinasaan, ruh
insani memiliki keseimbangannya pula—dengan merawat hakikat
ruh melalui akhlak dan disiplin spiritual yang diketahui melalui
Syariah.

Sampai di sini, Engkah telah mengerti bahwa selama manusia tidak


mengetahui hakikat ruh, akan mustahil baginya untuk mengetahui
akhirat melalui mukâsyafah; seperti halnya ia mustahil mengenal
Allah hingga ia mengenal dirinya. Oleh karena itu, mengenal diri
adalah kunci untuk mengenal Allah dan mengenal akhirat. Fondasi
agama adalah percaya kepada Allah dan Hari Akhir. Karena alasan
inilah kami menjelaskan pengetahuan ruhani ini.

Pengertian Kebangkitan Setelah Kematian

Dari sini Engkau telah mengerti bahwa hakikat jiwa (jân) manusia
terbangun dari esensi insubstansialnya dan dalam bangunan esensi
dan sifat khasnya sendiri. Ia tidak membutuhkan bentuk fisik.
Kematian tidak berarti kemusnahannya; alih-alih, ia berarti

67
berakhirnya kuasa ruh atas tubuh fisik. Makna kebangkitan,
pengadilan, pengutusan, dan kembali bukan berarti bahwa ruh
diciptakan kembali setelah ia musnah. Alih-alih, ia berarti bahwa
ruh diberi bentuk [baru], yakni bentuk yang siap menerima
kehadirannya lagi, seperti kehidupannya sebelumnya. Kali ini lebih
mudah, karena dalam kehidupan sebelumnya, ruh dan tubuh masih
harus diciptakan. Kali ini ruh—yakni ruh manusia—menjadi abadi
dan anggota-anggota badannya pun abadi. Dari sudut pandang kita
maupun dari sudut pandang hakikat penghimpunannya kembali
lebih mudah daripada penciptaannya. Sifat-sifat manusia tidak
memiliki akses terhadap kecerdasan ilahi. Bagi-Nya, kesulitan
maupun kemudahan itu tidak ada.

Ruh tidak disyaratkan kembali ke tubuh yang sebelumnya ia


tinggali, karena ia cuma sebentuk kendaraan belaka. Bila kudanya
diganti, penunggangnya tetaplah sama. Tubuh bisa berubah sejak
masa kanak-kanak hingga tua, bagian tubuhnya berubah menjadi
yang lain, tapi ia tetaplah sama.

Oleh karena itu, orang-orang yang menyaratkan hal ini, hingga


timbul masalah-masalah yang mereka sulit menjawabnya, telah
terselamatkan dari kesulitan. Misalnya, ketika mereka menerima
pertanyaan, “Ada manusia yang dimakan oleh manusia yang lain;
anggota badan seseorang menjadi anggota badan manusia yang
lain. Akan diberikan kepada siapakah anggota badan tersebut?
Atau bila seseorang kehilangan salah satu organ tubuhnya dan
setelah itu ia melakukan amalan ibadah yang patut mendapatkan
pahala, adakah organ tubuhnya akan dikembalikan kepadanya [di

68
akhirat] atau tidak? Kalau tidak, bisakah ia hidup tanpa mata,
tanpa kepala, atau tanpa kaki di surga? Mungkinkah anggota
badan yang tidak melakukan amal kebaikan di dunia mendapatkan
pahala [di akhirat]?”

Orang banyak mengajukan pertanyaan ganjil semacam ini dan


mereka menuntut jawaban. Pikiran-pikiran semacam ini tak perlu
timbul bila Engkau telah memahami hakikat kebangkitan, yang
tidak harus kembali ke tubuh asal. Kesulitan ini timbul karena
orang-orang membayangkan bahwa jatidirimu dan hakikat dirimu
adalah tubuhmu. Karena tubuh itu fana, Engkau bukanlah tubuh
tersebut! Mereka salah berpikir karena premisnya salah.
Ngaji Kimiya-yi Sa'adat (27)

Menyaksikan Surga dan Neraka di Dunia

Engkau mungkin akan membantah dengan mengatakan, “Di


kalangan para ulama dan teolog ada doktrin bahwa inti batin
manusia musnah ketika ia mati, lalu dibangkitkan kembali [di Hari
Kiamat nanti]. Dan ini bertentangan dengan pendapat yang
barusan Engkau kemukakan.”

Ketahuilah bahwa siapapun yang mengikuti pendapat orang lain


adalah buta. Orang ini tampaknya bukan muqallid, tapi juga bukan
orang yang memiliki penglihatan batin (ahl-i bashîrat). Sebab,
seandainya ia memiliki penglihatan batin, ia akan meyaksikan

69
bahwa kematian tubuh tidak menghapus inti batin seseorang; dan
bila ia seorang muqallid, ia akan tahu dari al-Qur’an dan Hadis
bahwa ruh manusia tetap hidup setelah kematian; dan bahwa
setelah kematian, ruh manusia terbagi menjadi dua: yang bahagia
dan yang celaka.

Mengenai ruh-ruh yang bahagia, Allah berfirman, “Janganlah


Engkau berprasangka bahwa orang-orang yang gugur di jalan
Allah adalah mati! Mereka itu hidup dan menerima rizki dari
Allah. Mereka bahagia atas pemberikan Allah atas mereka (QS 3:
169-170).”

Mengenai ruh-ruh yang celaka, [terdapat riwayat bahwa] ketika


Nabi dan para Sahabat mengalahkan orang-orang kafir di Badr,
beliau menyapa jenazah mereka satu per satu dengan mengatakan,
“Ya Fulan, janji yang aku terima dari Allah tentang kemenangan
melawan musuh adalah benar dan Allah telah memenuhinya.
Adakah janji yang Dia berikan kepadamu tentang siksa kubur
terbukti atau tidak?” Para Sahabat yang menemani Nabi
kebingungan, “Ya Nabi Allah, mereka itu cuma tumpukan jenazah.
Mengapa Engkau berbicara dengan mereka?” Beliau menjawab,
“Demi Dia yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, mereka lebih
jelas mendengar daripada Kalian. Tapi mereka tak bisa
menjawab.”

Siapapun yang menelusuri hadis-hadis tentang orang-orang mati—


bahwa mereka melihat orang-orang yang berduka, yang

70
berkunjung [ke kuburan mereka], dan mengetahui apa yang terjadi
di dunia—pasti mengerti bahwa sumber-sumber nakliah tidak
mengatakan bahwa mereka musnah. Wujud dan tempat tinggal
mereka cuma berpindah. Kuburan menjadi jurang api neraka atau
taman surga buat mereka.
Ngaji Kimiya-yi Sa'adat (28)

Karena alasan ini, orang-orang yang melepaskan diri dari persepsi


inderawi dan tenggelam dalam diri mereka, menjadi luruh dan
larut dalam zikir kepada Allah. Dalam permulaan jalan Sufi, inilah
maqâm penyaksian dan pengalaman langsung. Ruh hewani mereka,
meskipun tidak kehilangan keseimbangan temperamennya,
tampaknya terganggu dan keletihan sedemikian rupa sehingga ruh
tersebut tidak memalingkan mereka dari hakikat esensial mereka.
Selanjutnya, maqâm mereka mendekati keadaan orang-orang mati.
Akibatnya, pengalaman yang oleh orang lain disaksikan hanya
ketika mereka mati, justru disaksikan oleh mereka di dunia ini.
Ketika kesadaran mereka pulih, dan mereka kembali ke alam
persepsi, dalam kebanyakan kasus, mereka tidak dapat mengingat
pengalaman mereka. Namun, pengaruhnya tetap bertahan terhadap
mereka. Bila hakikat surga diperlihatkan kepada mereka, spiritnya
—kegembiraan, kebahagiaan, dan kesenangan—akan tetap
bertahan bersama mereka.

Sebaliknya, bila mereka menyaksikan neraka, maka keletihannya


dan kelesuannya akan bertahan bersama mereka. Bila sedikit dari
pengalaman ini tersimpan dalam memori seseorang, ia akan bisa
menceritakannya. Bila gudang penyimpanan memorinya bisa

71
menyalin pengalaman tersebut—sepotong tamsil akan tersimpan di
ingatannya—ia akan bisa bertutur seperti Nabi yang mengangkat
tangan beliau saat salat lalu bercerita, “Setangkai anggur dari surga
diperlihatkan kepadaku. Seandainya saja aku bisa membawanya ke
dunia ini.” Janganlah berpikir bahwa dalam kenyataan setangkai
anggur tersebut benar-benar bisa dibawa ke dunia ini. Itu mustahil.
Seandainya itu mungkin dilakukan, Nabi pasti akan membawanya
kemari. Biarpun begitu, buah tersebut diperlihatkan kepada beliau.

Perbedaan maqâm para ulama adalah bahwa sebagian mereka ada


yang mengetahui apa setangkai anggur surgawi yang Nabi saksikan
dan mengapa beliau menyaksikannya; sementara sebagian yang
lain tidak. Sekelompok yang lain hanya mendapatkan wawasan ini:
Bahwa Nabi mengangkat tangannya; maka gerakan kecil tidak
membatalkan salat dan ia memberikan pendapat panjang lebar
tentang soal ini. Ia berpikir bahwa awal dan akhir pengetahuan itu
sendiri cuma soal-soal seperti ini dan bahwa siapapun yang sudah
mempelajari pengetahuan ini tak tidak puas dengan wawasan ini
dan menyibukkan dirinya dengan aspek-aspek agama yang lain
langsung ia cap pemalas dan berpaling dari ilmu agama!

Intinya adalah jangan berpikir bahwa Nabi menuturkan cerita yang


beliau simak dari Jibril seperti Engkau memahami pengertian kata
‘menyimak’ untuk sesuatu yang lain. Tapi bahwa Nabi
menyaksikan surga! Dalam kenyataannya, surga tak mungkin
dilihat di dunia ini. Maka, beliau pergi alam sana dan tidak hadir di
dunia ini. Ini sejenis mikraj juga. Akan tetapi, ‘tidak hadir’ itu bisa

72
melalui dua cara: yang pertama dengan kematian ruh hewani dan
yang kedua dengan letihnya ruh hewani.

Tak seorang pun di dunia ini yang akan bisa menyaksikan surga,
seperti halnya tujuh lapis bumi dan tujuh lapis langit di atas sana
tak bisa ditampilkan dalam sepotong kenari. Satu partikel surga tak
akan bisa ditampilkan di dunia ini. Alih-alih, seperti halnya indera
pendengaran tak mungkin menangkap gambar langit dan bumi
seperti yang dilakukan oleh mata, semua indera di dunia ini tak
akan bisa menangkap semua kenikmatan surgawi. Indera di alam
sana adalah sesuatu yang lain.
Ngaji Kimiya-yi Sa'adat (29)

Tidak Mau Mempercayai Akhirat Berdasarkan Argumentasi


Lemah

Sekelompok orang bodoh yang tak punya kemampuan untuk


memahami soal ini secara bijaksana dan tidak menerima taufik dari
Allah untuk mematuhi Syariah dibuat bingung oleh urusan akhirat
ini dan dilanda oleh keraguan. Yang menjadi landasan keengganan
mereka untuk mengimani akhirat tiada lain adalah hawa nafsu
yang telah mengendalikan mereka—dan keraguan itu cocok dengan
perangai mereka. Setanlah yang mengajarkan hal ini. Mereka
berpikir bahwa semua cerita tentang neraka dibikin cuma untuk
menakut-nakuti kita dan bahwa semua cerita tentang surga
dikarang hanya untuk membujuk kita. Karena alasan-alasan inilah
mereka kemudian menuruti hawa nafsu dan tak mau mengamalkan

73
Syariah. Mereka menertawakan orang-orang yang mematuhi
hukum fikih dengan mengatakan, ‘Mereka tertipu dan membuat
orang lain tertipu.”

Bagaimana caranya menyadarkan orang-orang bodoh ini tentang


rahasia-rahasia dan bukti-bukti yang telah disampaikan di atas? Ia
semestinya diajak untuk merenungkan satu kebenaran gamblang.
Ia sepatutnya diberitahu, “Engkau mungkin sangat yakin bahwa
124,000 nabi, semua wali, ulama, dan orang bijak adalah keliru dan
tertipu dan bahwa Engkau dengan kebodohanmu telah menemukan
kebenaran. Tapi kebalikannya bahwa Engkaulah yang sebenarnya
salah dan tertipu dan bahwa Engkau tidak tahu apa-apa tentang
hakikat akhirat dan tidak mengerti tentang siksa ruhani, dan
bahwa Engkau tidak mengetahui aspek-aspek dan tamsil-tamsil
perkara ruhani dalam alam fisik juga mungkin benar.”

Bila ia tak mau menerima kemungkinan bahwa ia keliru lalu


membantah, “Seperti aku tahu bahwa 2 lebih banyak daripada 1,
aku juga tahu bahwa ruh itu tidak ada dan tubuh manusia tidak
abadi. Tidak ada kenikmatan dan siksa setelah kematian, baik fisik
maupun ruhani,” itu berarti orang ini sudah rusak temperamennya
dan kita tak bisa berharap banyak dalam menghadapinya. Ia
termasuk orang yang dijelaskan oleh Allah, “Biarpun Engkau
mengajak mereka untuk menuju hidayah, mereka tak akan
menerimanya (QS 18: 57).”

74
Tapi bila ia berkata, “Kemuskilan perkara ini tak masalah buatku;
akhirat mungkin saja ada, tapi sulit untuk diterima. Dan karena
aku menganggap akhirat itu tidak benar, mengapa aku harus
menghabiskan hidupku dalam kungkungan hukum agama dan
dijauhkan dari kesenangan hanya karena spekulasi yang lemah?”

Katakanlah kepadanya, “Karena Engkau telah menerima sejauh


ini, menurut hukum akal Engkau sepatutnya mematuhi jalan
hukum; sebab, bahkan seandainya kecurigaan akan bahaya itu
lemah, orang tetap akan lari darinya. Bila Engkau bermaksud
menikmati makanan, lalu seseorang tiba-tiba memberikan
informasi, ‘Barusan ada seekor ular menggigit makanan itu,’
Engkau akan menarik tanganmu meskipun Engkau curiga bahwa
orang tersebut berbohong dan menyampaikan informasi tadi agar
hanya dia yang menikmati makanan itu. Akan tetapi, karena ada
kemungkinan bahwa ia menyampaikan kebenaran, Engkau akan
berkata, ‘Bila aku tidak memakannya, aku masih bisa menahan
rasa lapar. Tapi bagaimana seandainya ia jujur? Aku bisa mati!’”

Demikian pula, bila Engkau jatuh sakit dan hidupmu jatuh ke


dalam marabahaya, lalu seorang tabib berkata kepadamu,
“Berikan kepadaku koin perak! Aku akan menulis azimat buatmu
di kertas dan membikin gambar di atasnya yang akan membuatmu
sehat.” Betapapun kuat kepercayaanmu bahwa azimat sama sekali
tak ada hubungannya dengan kesehatan, Engkau akan berkata,
“Mungkin ia jujur. Memberikan koin perak untuk penulisan azimat
adalah kecil.” Bila seorang astrolog berkata kepadamu, “Ketika
bulan mencapai titik sepersekian, minumlah obat anu yang pahit

75
agar Engkau sembuh.” Engkau menyadari bahwa ada sesuatu yang
keliru dalam perkataannya. Tapi Engkau berkata, “Mungkin saja
ia berkata benar. Bila ia bohong, menahan kesulitan yang ia
timbulkan masih bisa kulakukan.”
Ngaji Kimiya-yi Sa'adat (30)

Jadi, bagi manusia yang cerdas, ucapan 124,000 nabi, bersama


dengan semua orang besar di dunia seperti para wali dan orang
bijak, kurang lebih seperti ucapan astrolog, tabib, dan dokter
sedemikian rupa sehingga, seperti yang dikatakan oleh orang sakit
itu, ia melakukan sedikit ketidaknyamanan agar selamat dari
kerugian dan bahaya yang lebih besar. Siapa tahu ia bisa sembuh
dari penyakit. Kerugian dan ketidaknyamanan di dunia itu kecil
dan relatif. Bila orang menghitung seberapa lama hidupnya di
dunia ini dan betapa kecilnya ia dibandingkan keabadian yang tak
punya awal dan akhir, ia akan mengerti bahwa melakukan sedikit
ketidaknyamanan adalah bukan apa-apa bila dibandingkan dengan
penderitaan abadi. Ia akan berkata, “Bila mereka berkata benar,
dan aku akan disiksa di akhirat nanti, apa artinya kemudahan
hidup di dunia ini, dalam hari-hari yang pasti akan segera berlalu
ini? Dan sangat mungkin mereka berkata benar!”

Keabadian berarti bahwa seandainya seluruh dunia ini dipenuhi


dengan beras dan seekor burung diperintahkan untuk memungut
sebulir beras setiap seribu tahun hingga semua padi tersebut habis
dimakan, keabadian sama sekali tak akan berkurang. Dilihat dari
sudut pandang ini, tidak akan mungkin ada orang yang sabar
menghadapi siksa akhirat—baik siksa ruhani, fisik, maupun

76
mental! Betapa jauh rentang hidup di dunia ini bila dibandingkan
dengan keabadian! Tak ada manusia cerdas yang—setelah
memahami konsep ini secara utuh—tidak tahu bahwa mengikuti
jalan kehati-hatian dan kewaspadaan terhadap bahaya besar
adalah wajib, meskipun ini mengakibatkan kesulitan dan ia takut
menjalaninya. Kenyataannya, banyak orang berkelana dengan
kapal untuk menyeberangi samudera demi perdagangan. Mereka
melakukan perjalanan panjang dan sabar menghadapi banyak
kesulitan. Semua melakukan ini demi harapan yang tak pasti. Bila
akhirat tidaklah pasti bagi seseorang, itu adalah harapan yang tak
pasti. Maka, bila orang menyayangi dirinya, ia akan berharap
bahwa akhirat itu ada.

Karena itulah Amîr al-Mu’minîn ‘Alî berkata ketika ia berdebat


dengan seorang ateis, “Bila memang hidup itu seperti yang Engkau
katakan, Engkau dan aku sama-sama selamat. Tapi bila aku yang
benar, maka akulah yang selamat dan Engkau akan disiksa di
neraka selama-lamanya.”

Apa yang dikatakan oleh Amîr al-Mu’minîn ‘Alî diselaraskan


dengan kelemahan pemikiran ateis itu, bukan karena ia sendiri
meragukan keimanannya. Ia tahu bahwa pemahaman ateis itu tak
mendukung apa yang ia yakini sebagai kepastian.

Maka, ketahuilah bahwa siapapun yang menyibukkan diri dengan


apapun selain menyiapkan diri dengan akhirat adalah orang yang
benar-benar bodoh. Penyebabnya adalah kelalaian dan

77
ketidakmampuannya untuk berpikir jernih. Nafsu dunia tidak
membuat mereka tenang untuk memikirkan dengan jernih soal ini.
Bila tidak, pastilah orang yang meyakini akhirat sebagai kepastian,
yang meyakininya dengan kuat, dan yang meyakininya dengan
pemikiran yang lemah—semuanya—secara hukum akal, akan
waspada terhadap bahaya besar yang mengintai dan akan memilih
jalan yang aman dan hati-hati. Salam!

Pembicaraan tentang topik mengenai pengetahuan tentang diri,


pengetahuan tentang Tuhan, pengetahuan tentang dunia, dan
pengetahuan tentang akhirat sudah tuntas. Semoga kita semua
mendapatkan ilmu yang penuh berkah dan bermanfaat, dan
mendapatkan taufik untuk mengamalkan pengetahuan kita.
Salawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi
dan Rasul-Nya, Muhammad, keluarga beliau, para Sahabat beliau,
serta semua pengikut beliau. Amin.

78

Anda mungkin juga menyukai