Anda di halaman 1dari 2

Nama: Fadillah Ramadhanj

Nim:0402182014

Prodi: Studi Agama-Agama

Semester: lV

Titie Said Sadikun

11 Juli 1935, Sitti Raya Kusuwardani lahir di Desa Kauman, Bojonegoro, Jawa Timur, Indonesia, dari
pasangan ayah Mohammad Said dan ibu Suwanti Hastuti, namun kuduanya bercerai semenjak Titie Said
masih kecil.Sejak dibangku sekolah dasar Gemar menulis. dia dijuluki pelamun kecil.Bakat menulisnya
sudah muncul saat duduk di bangku SMP dengan menulis cerpen. Ketika remaja ia telah menulis puisi
dengan nama Titie Raya.Dia menyelesaikan SMA di Malang, Jawa Timur Tahun 1959, Titie Lulus sarjana
muda Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Indonesia Tahun 1962, Titie menghasilkan karya tulis
Perjuangan dan Hati Perempuan kumpulan cerita pendeknya. Tahun 1965, Titie setelah menikah
dengan H. Sadikun Sugihwaras seorang anggota polisi, sehingga harus ikut suami pindah ke Bali. Di sana
dia aktif di masyarakat dan pernah menjadi anggota DPRD provinsi Bali. Menikah, dikaruniai dua putri
dan tiga putra yang semuanya telah berumah tangga. Dari lima anaknya, masing-masing yang tertua
berprofesi sebagai pebisnis (lulusan ITB), kedua lulusan ITB, sekarang di Bappenas, ketiga di
perminyakan, sekarang di Kuwait, keempat di Amerika, bekerja di perminyakan, dan anak bungsunya
bekerja di Bank Mandiri.dandari anaak-anaknya memberikannya 10 cucu. Tahun 1973, Titie ke Jakarta
dan tinggal bersama lima anaknya, ditahun inilah awal kegiatannya dalam perfilman sejak novel
pertamanya difilmkan. Tahun 1977, Jangan Ambil Nyawaku. adalah Novelnya best seller pada
zamannya. Novel yang bercerita tentang seorang yang terserang penyakit kanker, Novelnya itu
dikerjakannya setelah melakukan wawancara dengan puluhan dokter. Tahun 1979 dengan Lembah Duka
diangkat ke layar lebar. Bersama tiga penulis wanita lainnya, Titie Said menghimpun cerita pendeknya
dalam buku Empat Wajah Wanita (1979). Tahun 1980, Titie sebagai Wartawati/kolumnis dan kritikus
film, awalnya Managing Editor pada Majalah Kartini. lalu menjadi Pimpinan Redaksi Majalah Family.
Tahun 1980, Titie menghasilkan karya tulis Bukan Sandiwara. Karya novelnya tersebut diangkat ke layar
lebar Tahun 1981, Titie menghasilkan karya tulis Jangan Ambil Nyawaku, Karya tersebut diangkat ke
layar lebar. Tahun 1983, Titie menghasilkan karya tulis Budak Nafsu/Fatima serta Ke Ujung Dunia. Karya
novelnya ini dua-duanya juga diangkat ke layar lebar. Tahun 1984, menjadi anggota Dewan Juri Kritik
Film pada FFI. Tahun 1987, Titie menghasilkan karya tulis Selamat Tinggal Jeanette. Novel ini juga
tersebut diangkat ke layar lebar Tahun 1990, Titie menghasilkan karya tulis Perasaan Perempuan. Novel
ini juga tersebut diangkat ke layar lebar Tahun 1997, anggota Dewan Juri Sinetron Cerita pada FSI. Tahun
2003-2006 dan 2006-2009, selama dua periode Titie Said juga menjabat sebagai Ketua Lembaga Sensor
Film. Dengan posisi sebagai ketua LSF, sering diundang sebagai pembicara di seminar-seminar dalam
dan luar negeri, terakhir di Perth, Australia. Wajahnya senantiasa muncul ketika sebuah film yang telah
beredar memicu kontroversi dalam masyarakat.Tahun 2009 hingga meninggal, Titie masih tercatat
sebagai anggota Lembaga Sensor Film.Tahun 2008, Reinkarnasi; Fatima; Ke Ujung Dunia dan Prahara
Cinta.9 Oktober 2011, dirawat di RS Medistra Jakarta, karena menderita stroke. Senin, 24 Oktober 2011,
pukul 18. 45 wib, pada usia 76 tahun, Titie Said meninggal dunia. Titie Said adalah penulis senior hingga
tahun 2008 telah menulis 25 Novel, Cerpen dan Essei. Karya Tulis-karya Tulis Titie Said yanglain
Pengakuan Tengah Malam; Biografi Lenny Marlina; Biografi R. Soeprapto Bag I. Reinkarnasi, Ke Ujung
Dunia, Perasaan Perempuan, Tembang Pengantin,

Lembah Duka, Selamat Tinggal Jeanette, Dr Dewayani, Putri Bulan, .Bidadari. menulis buku Prahara
Cinta. Organisasi-organisasi yang pernah digelutinya antara lain; KOWANI, Kosgoro, Himpunan
Pengarang Aksara, Wanita Penulis Indonesia dan PKK pusat.

Kehidupan awal

Titie Said lahir di Bojonegoro, Jawa Timur, tepatnya di Desa Kauman pada 11 juli 1935. Cerpenis yang
memiliki nama asli Sitti Rayya ini mulai dikenal banyak orang pada tahun 1960-an, bersamaan dengan
pengarang wanita lainnya, seperti Titi Basion, dan M. Katoppo

Titie Said Sadikun pernah kuliah di Universitas Indonesia dengan Fakutlas Sastra, Jurusan Pubakala.
Namun sayang, beliau tidak dapat menyelesaikan kuliahnya. Dengan bekal ilmu yang dimilikinya, Titie
pernah berkecimpung dalam dunia jurnalistik. Beliau pernah bekerja di majalah Hidup di Malang sebagai
redaktur pada tahun 1957-1959 dan di majalah Wanita pada tahun 1959-1960. Bersama Drs. Lukman
Umar, Titie mendirikan majalah Kartini dan menjabat sebagai pemimpin Redaksi.

Muhammad Said, ayah Titie adalah seoarang guru, tentara, dan penulis di zaman Belanada. Oleh karena
itu, Titie dari kecil sudah dilatih menulis oleh ayahnya. Akhirnya, Titie pun menggeluti dunia sastra. H.B.
Jassin (1967:73) mengemukakan bahwa Titie memberikan kesan yang jauh lebih dewasa jika
dibandingkan dengan pengarang wanita lainnya. Tokoh-tokoh yang digambarkan dalam karya-karyanya
(cerita pendek) tidak terasa canggung dan orang-orang yang menegakkan keadilan, kebenaran, serta
menjada martabat dan harga diri. Dalam buku Cerita Pendek Indonesia, Ajip Rosidi mengungkapkan
bahwa Titie seorang cerpenis yang sangat tampil melukiskan dan memotret panorama Indonesia. Hal ini
ternyata karena Titie berlatar belakang dari keluarga perintis Kemerdekaan. Selain itu, tulisannya pun
dilandasi dengan latar belakan pendidkan dan pekerjaannya. Dengan argumen kedua tokoh tersebut,
akhirnya Titie dikukuhkan sebagai cerpenis wanita yang perlu diperhitungkan dalam kesusastraan
Indonesia. Sejak SMP Titie sudah tertarik dengan sastra.Beliau sering menulis puisi yang dimuat di
majalah Brawijaya. Karena merasa tidak puas dan tidak merasa sukses dalam menulis puisi, ia beralih
meulis cerpen.

Titie Said Meninggal dunia pada 24 Oktober 2011, di RS Medistra Jakarta, karena stroke.

Anda mungkin juga menyukai