LP Askep Rds Pada Bayi
LP Askep Rds Pada Bayi
1.1. Definisi
Sindrom gawat napas pada neonatus (SGNN), dalam bahasa Inggris disebut neonatal
respiratory distress syndrome (RDS) merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau
hiperpnea dengan frekuensi pernapasan lebih dari 60 kali per menit; sianosis; merintih waktu
ekspirasi (expiratory grunting); dan retraksi di daerah epigastrium, suprasternal, intekostal pada
saat inspirasi. Bila di dengar dengan stetoskop akan terdengar penurunan masukan udara dalam
paru.
Istilah SGNN merupakan istilah umum yang menunjukkan terdapatnya kumpulan gejala
tersebut pada neonatus. Sindrom ini dapat terjadi karena adanya kelainan di dalam atau di luar paru.
penyakit membran hialin (PMH), pneumonia aspirasi, dan sindrom Wilson-mikity (Ngastiyah,
2005).
Salah satu yang akan dibahas dalam makalah ini adalah idiopatic respiratory distress
Syndrome distress pernapasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernapasan
atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai hyaline membrane
Sindrom gawat napas (respiratory distress syndrome, RDS) adalah istilah yang digunakan
RDS adalah penyakit paru yang akut dan berat, terutama menyerang bayi-bayi preterm, hal
ini dapat terlihat pada 3% sampai 5% bayi-bayi cukup bulan (Donna L. Wong, 2003).
1
1.2. Etiologi
RDS sering ditemukan pada bayi prematur. Insidens berbanding terbalik dengan usia
kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda usia kehamilan ibu. Semakin tinggi kejadian
RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya semakin tua usia kehamilan, semakin rendah kejadian RDS
PMH ini 60-80% terjadi pada bayi yang umur kehamilannya kurang dari 28 minggu, 15-
30% pada bayi antara 32 dan 36 minggu, sekitar 5% pada bayi yang lebih dari 37 minggu dan
jarang pada bayi cukup bulan. Kenaikan frekuensi dihubungkan dengan bayi dari ibu diabetes,
persalinan sebelum umur kehamilan 37 minggu, kehamilan multi janin, persalinan seksio sesaria,
persalinan cepat, asfiksia, stress dingin dan adanya riwayat bahwa bayi sebelumnya terkena,
insidens tertinggi pada bayi preterm laki-laki atau kulit putih (Nelson, 1999).
1.3. Patofisiologi
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk berfungsi
sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor kritis dalam terjadinya RDS.
Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut terutama disebabkan oleh kekurangan atau
Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak
terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu memohon sisa udara fungsional (kapasitas residu
fungsional ) (Ilmu Kesehatan Anak, 1985). Surfaktan juga menyebabkan ekspansi yang merata dan
jarang ekspansi paru pada tekanan intraalveolar yang rendah. Kekurangan atau ketidakmatangan
fungsi sufaktan menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli saat
2
ekspirasi tanpa surfaktan, janin tidak dapat menjaga parunya tetap mengembang. Oleh karena itu,
perlu usaha yang keras untuk mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas (ekspirasi),
sehingga untuk bernapas berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar dengan
disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Akibatnya, setiap kali perapasan menjadi sukar seperti saat
pertama kali pernapasan (saat kelahiran). Sebagai akibatnya, janin lebih banyak menghabiskan
oksigen untuk menghasilkan energi ini daripada ia terima dan ini menyebabkan bayi kelelahan.
Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan pulmonary vaskular resistem
(PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paru normal. Akibatnya, terjadi hipoperfusi jaringan
paru dan selanjutnya menurunkan aliran darah pulmonal. Di samping itu, peningkatan PVR juga
menyebabkan pembalikan parsial sirkulasi, darah janin dengan arah aliran dari kanan ke kiri
menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah kontraksi vaskularisasi pulmonal yang
anaerobik. Metabolisme anaerobik menghasilkan timbunan asam laktat sehingga terjadi asidosis
metabolik pada bayi dan penurunan curah jantung yang menurunkan perfusi ke organ vital. Akibat
lain adalah kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolus yang menyebabkan terjadinya
transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin. Fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel
yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Membran hialin ini melapisi
3
Atelektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbon dioksida dari sisa
semakin berat. Dengan penurunan sirkulasi paru dan perfusi alveolar, PaO 2 akan menurun tajam,
pH juga akan menurun tajam, serta materi yang diperlukan untuk produksi surfaktan tidak mengalir
ke dalam alveoli.
Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu dan perfusi normal, asfiksia,
hipoksemia dan iskemia paru terutama dalam hubungannya dengan hipovolemia, hipotensi dan
stress dingin dapat menekan sintesis surfaktan. Lapisan epitel paru dapat juga terkena trauma akibat
kadar oksigen yang tinggi dan pengaruh penatalaksanaan pernapasan yang mengakibatkan
Secara singkat dapat diterangkan bahwa dalam tubuh terjadi lingkaran setan yang terdiri
dari : atelektasis hipoksia asidosis transudasi penurunan aliran darah paru hambatan
pembentukan substansi surfaktan atelektasis. Hal ini akan berlangsung terus sampai terjadi
4
Primer Sekunder
1.4. WOC
Bayi prematur Perdarahan antepartum, Ibu diabetes Seksio sesaria Aspirasi mekonium Asfiksia Resusitasi Pneumotorak,
hipertensi hipotensi (pneumonia aspirasi) neonatorum neonatus sindrom wilson,
(pada ibu) mikity
Pembentukan Hiperinsulinemia Pengeluaran hormon
membran hialin janin Pernapasan intra uterin Janin kekurangan Pemberian kadar
stress oleh ibu
surfaktan paru Gangguan perfusi darah O2 dan kadar CO2 O2 yang tinggi Insufisiensi pada
belum sempurna uterus Sumbatan jalan napas meningkat bayi prematur
Imaturitas paru
parsial oleh air ketuban Trauma akibat
Sirkulasi utero plasenter Mengalir ke janin Gangguan
dan mekonium kadar O2 yang
kurang baik pematangan paru perfusi tinggi
bayi yang berisi air
Kerusakan surfaktan
Bayi prematur; dismaturitas Menekan sintesis
surfaktan
Pertumbuhan surfaktan paru belum matang
Penyakit membran hialin ini mungkin terjadi pada bayi prematur dengan berat badan 100-
2000 gram atau masa gestasi 30-36 minggu. Jarang ditemukan pada bayi dengan berat badan lebih
dari 2500 gram. Sering disertai dengan riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat bayi
pada akhir kehamilan. Tanda gangguan pernapasan mulai tampak dalam 6-8 jam pertama. Setelah
lahir dan gejala yang karakteristik mulai terlihat pada umur 24-72 jam. Bila keadaan membaik,
Gangguan pernapasan pada bayi terutama disebabkan oleh atelektasis dan perfusi paru yang
menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan gambaran klinis seperti dispnea atau hiperpneu,
sianosis karena saturasi O2 yang menurun dan karena pirau vena-arteri dalam paru atau jantung,
retraksi suprasternal, epigastrium, interkostal dan respiratory grunting. Selain tanda gangguan
pernapasan, ditemukan gejala lain misalnya bradikardia (sering ditemukan pada penderita penyakit
membran hialin berat), hipotensi, kardiomegali, pitting oedema terutama di daerah dorsal
tangan/kaki, hipotermia, tonus otot yang menurun, gejala sentral dapat terlihat bila terjadi
1. Gambaran radiologis
Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto rontgen toraks.
Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain yang
diobati dan mempunyai gejala yang mirip penyakit membran hialin, misalnya pneumotoraks,
hernia diafragmatika dan lain-lain. Gambaran klasik yang ditemukan pada foto rontgen paru
ialah adanya bercak difus berupa infiltrate retikulogranuler ini, makin buruk prognosis bayi.
Beberapa sarjana berpendapat bahwa pemeriksaan radiologis ini dapat dipakai untuk
mendiagnosis dini penyakit membran hialin, walaupun manifestasi klinis belum jelas.
2. Gambaran laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih dari 45 mg%, prognosis
lebih buruk, kadar bilirubin lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi normal dengan berat
6
badan yang sama. Kadar PaO2 menurun disebabkan kurangnya oksigenasi di dalam paru dan
karena adanya pirau arteri-vena. Kadar PaO2 meninggi, karena gangguan ventilasi dan
pengeluaran CO2 sebagai akibat atelektasis paru. pH darah menurun dan defisit biasa
Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang lengkap dan pelik, frekuensi pernapasan yang
meninggi pada penyakit ini akan memperhatikan pula perubahan pada fungsi paru lainnya
seperti ‘tidal volume’ menurun, ‘lung compliance’ berkurang, functional residual capacity’
merendah disertai ‘vital capacity’ yang terbatas. Demikian pula fungsi ventilasi dan perfusi
kardiovaskuler berupa duktus arteriosus paten, pirau dari kiri ke kanan atau pirau kanan ke
kiri (bergantung pada lanjutnya penyakit), menurunnya tekanan arteri paru dan sistemik.
3. Gambaran patologi/histopatologi
Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan adanya atelektasis dan membran hialin di
dalam alveolus dan duktus alveolaris. Di samping itu terdapat pula bagian paru yang mengalami
enfisema. Membran hialin yang ditemukan yang terdiri dari fibrin dan sel eosinofilik yang
mungkin berasal dari darah atau sel epitel ductus yang nekrotik.
1.7. Penatalaksanaan
a. Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan agar tetap
dalam batas normal (36,5o-37oC) dengan cara meletakkan bayi dalam inkubator.
berpengaruh kompleks terhadap bayi prematur. Pemberian O2 yang terlalu banyak dapat
dll.
7
c. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlut untuk mempertahankan homeostasis dan
menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan glukosa 5-10% dengan jumlah yang
disesuaikan dengan umur dan berat badan ialah 60-125 ml/kg BB/hari. asidosis metabolik
yang selalu dijumpai harus segera dikoreksi dengan memberikan NaHCO3 secara intravena.
d. Pemberian antibiotik. Bayi dengan PMH perlu mendapatkan antibiotik untuk mencegah
infeksi sekunder. Dapat diberikan penisilin dengan dosis 50.000-100.000 u/kg BB/hari atau
ampisilin 100 mg/kg BB/hari, dengan atau tanpa gentamisin 3-5 mg/kg BB/hari.
e. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian surfaktan eksogen
(surfaktan dari luar), obat ini sangat efektif, namun harganya amat mahal.
2. Penatalaksanaan keperawatan
Bayi dengan PMH adalah bayi prematur kecil, pada umumnya dengan berat badan lahir 1000-
2000 gram dan masa kehamilan kurang dari 36 minggu. Oleh karena itu, bayi ini tergolong bayi
berisiko tinggi. Apabila menerima bayi baru lahir yang demikian harus selalu waspada bahaya
yang dapat timbul. Masalah yang perlu diperhatikan ialah bahaya kedinginan (dapat terjadi cold
injury), risiko terjadi gangguan pernapasna, kesuakran dalam pemberian makanan, risiko terjadi
infeksi, kebutuhan rasa aman dan nyaman (kebutuhan psikologik) (Ngastiyah, 2005).
1.8. Pencegahan
Faktor yang dapat menimbulkan kelainan ini ialah pertumbuhan paru yang belum sempurna
karena itu salah satu cara untuk menghindarkan penyakit ini ialah mencegah kelainan bayi yang
maturitas parunya belum sempurna. Maturitas paru dapat dikatakan sempurna bila produksi dan
fungsi surfaktan telah berlangsung baik. Gluck (1971) memperkenalkan suatu cara untuk
mengetahui maturitas paru dengan menghitung perbandingan antara lesitin dan sfingomielin dalam
cairan amnion. Bila perbandingan lesitin/sfingomielin sama atau lebih dari 2, bayi yang akan lahir
tidak akan menderita penyakit membran hialin, sedangkan bila perbandingan tadi kurang dari 2
berarti paru bayi belum matang dan akan mengalami penyakit membran hialin. Pemberian
kortikosteroid oleh beberapa sarjana dianggap dapat merangsang terbentuknya surfaktan pada janin.
Penelitian mengenai hal ini masih terus dilakukan saat ini. Cara yang paling efektif untuk
8
menghindarkan penyakit ini ialah mencegah prematuritas dan hal ini tentu agar sulit dikerjakan
1.9. Komplikasi
1. Pneumotoraks / pneumomediastinum
4. Hipotensi
5. Asidosis
6. Hiponatermi / hipernatremi
7. Hipokalemi
8. Hipoglikemi
9. Intraventricular hemorrhage
1.10. Prognosis
Penyakit membran hialin prognosisnya tergantung dari tingkat prematuritas dan beratnya
penyakit. Prognosis jangka panjang untuk semua bayi yang pernah menderita penyakit ini sukar
9
ASUHAN KEPERAWATAN RDS
(RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME)
3.1. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama, tanggal pengkajian.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat maternal
Menderita penyakit seperti diabetes mellitus, kondisi seperti perdarahan plasenta, tipe dan
Prematur, umur kehamilan, apgar score (apakah terjadi asfiksia), bayi lahir melalui operasi
caesar.
a. Cardiovaskuler
Murmur sistolik
b. Integumen
Mottling
c. Neurologis
Immobilitas, kelemahan
d. Pulmonary
Nafas grunting
Pernapasan dangkal
10
Retraksi suprasternal dan substernal
Sianosis
e. Status behavioral
Letargi
4. Pemeriksaan Doagnostik
a. Sert rontgen dada : untuk melihat densitas atelektasi dan elevasi diafragma dengan over
c. Data laboratorium :
Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion (untuk janin
Tingkat phospatydylinositol
Level potassium : meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel alveolar yang
rusak.
11
Kerusakan
pertukaran gas
12
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakadekuatan kadar surfaktan,
pengembangan otot.
3. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan penurunan lemak subkutan, peningkatan upaya
4. Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan ventilasi pulmonal
13
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
(NOC) (NIC)
1 Ketidakefektifan Pola nafas NOC : NIC
Batasan Karakteristik : Respiratory status : Ventilation Oxygen Therapy
Bradipnea Setelah dilakukan tindakan Bersihkan mulut, hidung dan sec
Dispnea keperawatan ..x.. jam diharapkan Pertahankan jalan nafas yang pat
Fase ekspirasi memanjang pola nafas pasien teratur dengan Siapkan peralatan oksigenasi
Ortopnea kriteria : Monitor aliran oksigen
Penggunaan otot bantu Irama pernafasan teratur/ Monitor respirasi dan status O2
pernafasan tidak sesak
Pertahankan posisi pasien
Penggunaan posisi tiga titik Pernafasan dalam batas normal
Monitor volume aliran oksigen d
(dewasa: 16-20x/menit)
Peningkatan diameter yang digunakan.
anterior-posterior Kedalaman pernafasan normal
Monitor keefektifan terapi oksig
Penurunan kapasitas vital Suara perkusi jaringan paru diberikan
normal (sonor)
Penurunan tekanan ekspirasi Observasi adanya tanda tanda hip
Cemas berkurang
Penurunan tekanan inspirasi Monitor tingkat kecemasan
Penurunan ventilasi semenit kemungkinan diberikan terapi O2
Pernafasan bibir
Pernafasan cuping hidung
Pernafasan ekskursi dada
Pola nafas abnormal (mis.,
irama, frekuensi, kedalaman)
Takipnea
Nelson. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Volume I. Edisi 15. Jakarta : EGC.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Buku Kuliah 3. Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI.
Suriadi & Yuliani. 2006. Buku Pegangan Praktik Klinik. Asuhan keperawatan pada
Anak Edisi 2. Jakarta : Sagung Seto.
16