Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA By.


DENGAN DIAGNOSA MEDIS HYALIN MEMBRANE DISEASE (HMD)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi


Keperawatan Departemen Anak
Di Ruang Perinatologi RSUD Ngudi Waluyo Wlingi

Disusun Oleh :

Nama : Putri Asni Nilam


NIM : P17212195062

PRODI PROFESI KEPERAWATAN MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
TAHUN AJARAN 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA By.
DENGAN DIAGNOSA MEDIS HYALIN MEMBRANE DISEASE (HMD)
DI RUANG PERINATOLOGI RSUD NGUDI WALUYO WLINGI

OLEH :

NAMA: Putri Asni Nilam


NIM : P17212195062

Wlingi, November 2019

Mahasiswa

Putri Asni Nilam


P17212195062

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

................................................. ..................................................
HYALIN MEMBRANE DISEASE
(HMD)
1. DEFINISI
Respiratory distress syndrom yang idiopatik dikenal juga sebagai Hyalin
Membrane Disease, hyaline membrane disease merupakan keadaan akut yang
terutama ditemukan pada bayi prematur saat lahir atau segera setelah lahir, lebih
sering pada bayi dengan usia gestasi dibawah 32 minggu yang mempunyai berat
dibawah 1500 gram (Suryadi dan Yuliani, 2001)
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease
(HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan
terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi yang kurang (Mansjoer, 2002).

2. ETIOLOGI
Penyebab utama terjadinya RDN atau RDS adalah defesiensi atau kerusakan
surfaktan. Faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu:
a. Premature (Usia gestasi dibawah 32 minggu)
b. Asfiksia perinatal
c. Maternal diabetes,
d. Bayi prematur yang lahir dengan operasi Caesar.

Gangguan traktus respiratorius :


a. Hyaline membrane disease (HMD). Berhubungan dengan kurangnya masa
gestasi (bayi prematur)
b. Transient tachypnoe of the newborn (TTN). Paru-paru terisi cairan, sering
terjadi pada bayi Caesar karena dadanya tidak mengalami kompresi oleh jalan
lahir sehingga menghambat pengeluaran cairan dari dalam paru.
c. Infeksi (pneumonia)
d. Sindroma aspirasi
e. Hipoplasia paru
f. Hipertensi pulmonal
g. Kelainan congenital (choanal atresia, hernia diagfragma,pieer robin sindroma)
h. Pleural effusion
i. Kelumpuhan saraf frenikus
Luar traktus respiratoris:
Kelainan jantung congenital, kelainan metabolic, darah dan SSP.

3. TANDA/GEJALA
a. Dispnoe Berat
b. Penurunan Compliance Paru
c. Pernapasan yang dangkal dan cepat pada mulanya yang menyebabkan
alkalosis respiratorik karena ( CO2 ) karbondioksida banyak terbang.
d. Peningkatan kecepatan penapasan
e. Nafasnya pendek dan ketika menghembuskan nafas terdengar suara ngorok
f. Kulit kehitaman akibat hipoksia
g. Retraksi antargia atau dada setiap kali bernapas
h. Napas cuping hidung
i. Takipnea ( > 60x/mnt)

4. PATOFISIOLOGI
Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya
zat yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel
saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan
22-24 minggu dan mencapai maksimum pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari
fosfolipid (75%) dan protein (10%). Peranan surfaktan ialah merendahkan
tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan
sisa udara fungsional pada sisa akhir ekspirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan
terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.
Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :
Oksigenasi jaringan menurun sehingga terjadi metabolisme anerobik dengan
penimbunan asam laktat dan asam organic lain yang menyebabkan terjadinya
asidosis metabolic.
Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolarisyang akan menyebabkan
terjadinya transudasi kedalam alveoli dan terbentuknya fibrin, selanjutnya fibrin
dan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan membrane hialin.
Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya sirkulasi jantung,
penurunan aliran darah keparu dan mengakibatkan hambatan pembentukan
surfaktan, yang menyebabkan terjadinya atelektasis. Sel tipe II ini sangat sensitive
dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal, dan
kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine seperti hipertensi, IUGR
dan kehamilan kembar.
Secara singkat patofisiologinya dapat digambarkan sbb :
Atelektasis → hipoksemia →asidosis → transudasi → penurunan aliran darah
paru → hambatan pembentukan zat surfaktan → atelekstasis. Hal ini berlangsung
terus sampai terjadi penyembuhan atau kematian.

5. KOMPLIKASI
a. Pneumothorax
b. Pneumodiastinum
c. Pulmonary intertistitial dysplasia
d. Broncho pulmonary dysplasia (BPD)
merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada
bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya
volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi
mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD
meningkat dengan menurunnya masa gestasi
e. Patent ductus arterious (PDA)
PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi
bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya
f. Hipotensi
g. Asidosis
h. Kejang
i. Intraventricular hemorraghe
perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan
frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik
j. Retinopathy pada premature
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan
dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya
infeksi
k. Infeksi sekunder
Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana
tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat
respirasi.

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC
a. Foto rontgen
menunjukan adanya atelektasis
b. Analisa gas darah
analisis gas darah arteri dengan PaO2 kurang dari 50 mmHg dan PCO2 diatas
60 mmHg
c. Imatur lecithin/ sphingomyelin (L/S)
lesitin/spingomielin rasio 2:1 mengindikasikan bahwa paru sudah matur
d. pemeriksaan darah, urine, dan glukosa darah (untuk mengetahui
hipoglikemia).
e. Kalsium serum (untuk mementukan hipokalsemia)

7. PENATALAKSANAAN
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) dan Surasmi,dkk (2003) tindakan untuk
mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
a. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
b. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
c. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
d. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
e. Mencegah hipotermia.
f. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.

Penatalaksanaan secara umum :


a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan
bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
 Pantau selalu tanda vital
 Jaga patensi jalan nafas
 Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
b. Jika bayi mengalami apneu
 Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
 Lakukan penilaian lanjut
c. Bila terjadi kejang potong kejang segera periksa kadar gula darah
d. Pemberian nutrisi adekuat
Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan
kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas. Menajemen
spesifik atau menajemen lanjut

Gangguan Nafas Sedang


 Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih
sesak dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup
 Bayi jangan diberi minum
 Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk
terapi kemungkinan besar sepsis.
- Suhu aksiler <> 39˚C
- Air ketuban bercampur mekonium
- Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban
pecah dini (> 18 jam)
 Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C tangani untuk masalah suhu
abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:
- Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan,
berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar seposis
- Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal
ulangi tahapan tersebut diatas.
 Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam
 Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan
setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis
 Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi
o2secara bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam.
Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu
cara pemberian minum
 Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila
bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari,
minumbaik dan tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat
dipulangkan
Gangguan nafas ringan
 Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
 Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis
lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan
nafas sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan.
 Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras
dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.
 Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas.
Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60 kali/menit.

Penatalaksanaan Medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
 Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
 Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan
caiaran paru
 Fenobarbital
 Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
 Metilksantin (teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
PATHWAY
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1. Riwayat maternal
a. Menderita penyakit seperti diabetes mellitus
b. Kondisi seperti perdarahan placenta
c. Tipe dan lamanya persalinan
d. Stress fetal atau intrapartus
2. Status infant saat lahir
a. Prematur, umur kehamilan
b. Apgar score, apakah terjadi aspiksia
c. Bayi prematur yang lahir melalui operasi caesar
3. Cardiovaskular
a. Bradikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia berat
b. Murmur sistolik
c. Denyut jantung dalam batas normal
4. Integumen
a. Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi periferal
b. Pitting edema pada tangan dan kaki
c. Mottling
5. Neurologis
a. Immobilitas, kelemahan, flaciditas
b. Penurunan suhu tubuh
6. Pulmonary
a. Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin 80 – 100 x )
b. Nafas grunting
c. Nasal flaring
d. Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal
e. Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral) berhubungan dengan
persentase desaturasi hemoglobin
f. Penurunan suara nafas, crakles, episode apnea.
7. Status Behavioral
Lethargy
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma
dengan overdistensi duktus alveolar
b. Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
c. Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60
mmHg, saturasi oksigen 92% – 94%, pH 7,31 – 7,45
9. Pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi - metabolik.
BB turun, turgor kulit jelek, kulit kering dan kehilangan lemak.
b. Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine
c. Pola aktifitas – latihan.
Sesak nafas.
d. Pola tidur dan istirahat
sulit tidur.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif b.d sindrom hipoventilasi ditandai dengan penggunaan
otot bantu pernafasan, fase ekspirasi memanjang, pola nafas abnormal, pernafasan
cuping hidung.
2. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolus-kapiler ditandai
dengan PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun, takikardia, pH arteri
meningkat/menurun, bunyi nafas tambahan, sianosis, diaforesis, nafas cuping
hidung, pola nafas abnormal, warna kulit abnornal
3. Hipotermi b.d kekurangan lemak subkutan ditandai dengan kulit teraba dingin,
menggigil, suhu tubuh dibawah nilai normal, akrosianosis, dasar kuku sianotik,,
pengisian kapiler > 3 detik, kutis memorata (pada nenonatus).
INTERVENSI KEPERAWATAN

NO SDKI SLKI SIKI


1. Pola nafas tidak efektifSetelah dilakukan1) Manajemen Jalan Napas
b.d sindromasuhan keperawatanObservasi
hipoventilasi ditandaiselama 3x24 jam, 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalama
dengan penggunaandiharapkan pola nafas usaha napas)
otot bantu pernafasan,klien membaik dengan 2. Monitor bunyi napas tambahan (gurglin
fase ekspirasikriteria hasil: ronchi, mengi)
memanjang, pola nafas1. Dispnea menurun 3. Monitor sputum
abnormal, pernafasan2. Penggunaan ototTerapeutik
cuping hidung bantu nafas menurun 1. Pertahankan kepatenan jalan napas deng
3. Pemanjangan fase head-tilt dan chin-lift (jaw thrust jika curig
ekspirasi menurun trauma servikal)
4. Pernafasan cuping2. Posisikan semi fowler atau fowler
hidung menurun 3. Berikan minum hangat
5. Frekuensi nafas4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
membaik 5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 1
6. Kedalaman nafas detik
membaik 6. Lakukan hiperoksigenasi sebelu
penghisapan endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda padat deng
forcep McGill
8. Berikan Oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, ji
tidak kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilato
ekspektoran, mukolitik, jika perlu

2) Pemantauan Respirasi
Observasi
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, d
upaya napas.
2. Monitor pola napas
3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi O2
9. Monitor nilai AGD
10. Monitor hasil X-Ray Thorax
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan respirasi sesu
kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantaun
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Gangguan pertukaran
gas b.d perubahanSetelah dilakukan
2. membran alveolus- asuhan keperawatan 1) Pemantauan Respirasi
kapiler ditandai denganselama 3x24 jam,Observasi
PCO2 diharapkan pertukaran1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, d
meningkat/menurun, gas klien meningkat upaya napas.
PO2 menurun,dengan kriteria hasil: 2. Monitor pola napas
takikardia, pH arteri 1. Dispnea menurun 3. Monitor kemampuan batuk efektif
meningkat/menurun, 2. Bunyi nafas4. Monitor adanya produksi sputum
bunyi nafas tambahan, tambahan menurun 5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
sianosis, diaforesis, 3. Diaforesis menurun 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
nafas cuping hidung, 4. Nafas cuping7. Auskultasi bunyi napas
pola nafas abnormal, hidung menurun 8. Monitor saturasi O2
warna kulit abnornal 5. PCO2 membaik 9. Monitor nilai AGD
6. PO2 membaik 10. Monitor hasil X-Ray Thorax
7. pH arteri membaik Terapeutik
8. Pola nafas membaik 1. Atur interval pemantauan respirasi sesu
9. Sianosis membaik kondisi pasien
10. Pola nafas membaik 2. Dokumentasikan hasil pemantauan
11. Warna kulitEdukasi
membaik 1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantaun
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

2) Terapi Oksigen
Observasi
1. Monitor kecepatan aliran oksigen
2. Monitor posisi alat terapi oksigen
3. Monitor aliran oksigen secara periodik d
pastikan fraksi yg diberikan cukup
4. Monitor efektifitas terapi oksigen
5. Monitor kemampuan melepaskan oksig
saat makan
6. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
7. Monitor tanda dan gejala toksikasi oksig
dan atelektasis
8. Monitor tingkat kecemasan akibat tera
oksigen
9. Monitor integritas mukosa hidung akib
pemasangan oksigen
Terapeutik
1. Bersihkan sekret pada mulut, hidung, d
trakea, jika perlu
2. Pertahankan kepatenan jalan nafas
3. Siapkan dan atur peralatan pemberi
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily lyn, dan linda A. sowden 2009. Keperawatan pediatric, edisi 5. Jakarta:
EGC.
Christian.2013. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Idiopatic Respiratory
Distress
Doenges, Marilynn, dkk. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 8 .Jakarta : EGC.
Mansjoer. (2002). Kapita selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.: EGC.
Suriadi dan Yuliani, R. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi 1 Jakarta : CV
Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai