Anda di halaman 1dari 8

Dasar Teori

Titrasi iodometri dan iodimetri adalah salah satu metode titrasi yang
didasarkan pada reaksi oksidasi reduksi. Metode ini lebih banyak digunakan
dalam analisa jika dibandingkan dengan metode lain.

Iodimetri adalah jika titrasi terhadap zat-zat reduktor dengan titrasi langsung dan
tidak langsung.

Titrasi tidak langsung iodometri dilakukan terhadap zat-zat oksidator


berupa garam-garam besi (III) dan tembaga sulfat dimana zat-zat oksidator ini
direduksi dahulu dengan KI dan iodin dalam jumLah yang setara dan ditentukan
kembali dengan larutan natrium tiosulfat baku.

Dalam bidang farmasi metode ini digunakan untuk menentukan kadar zat-
zat yang mengandung oksidator misalnya Cl2, Fe (III), Cu (II) dan sebagainya,
sehingga mengetahui kadar suatu zat berarti mengetahui mutu dan kualitasnya.

Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia di mana terjadi


kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan
bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai dengan hilangnya elektron
sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa dimana atom
yang terkadung mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya, pada
reduktor atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-
reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling mengkompensasi satu sama
lain (1).

Iodimetri adalah analisa titrimetri untuk zat-zat reduktor seperti natrium


tiosulfat, arsenat dengan menggunakan larutan iodin baku secara langsung.
Iodometri adalah analisa titrimetri untuk zat-zat reduktor dengan penambahan
dengan penambahan larutan iodin baku berlebihan dan kelebihannya dititrasi
dengan larutan natrium tiosulfat baku. Pada titrasi iodimetri titrasi oksidasi
reduksinya menggunakan larutan iodum. Artinya titrasi iodometri suatu larutan
oksidator ditambahkan dengan kalium iodida berlebih dan iodium yang
dilepaskan (setara dengan jumLah oksidator) ditirasi dengan larutan baku natrium
tiosulfat (1).

reaksi :

Ox + 2 I- I2 + red

I2 + 2 S2O3= 2 I- + S4O6=

Titrasi dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena larutan iodium yang
berwarna khas dapat hilang pada titik akhir titrasi hingga titik akhir tercapai.
Tetapi pengamatan titik akhir titrasi akan lebih mudah dengan penambahan
larutan kanji sebagai indikator, karena amilum akan membentuk kompleks dengan
I2 yang berwarna biru sangat jelas. Penambahan amilum harus pada saat
mendekati titik akhir titrasi. Hal ini dilakukan agar amilum tidak membungkus I2
yang menyebabkan sukar lepas kembali, dan ini akan menyebabkan warna biru
sukar hilang, sehingga titik akhir titrasi tidak terlihat tajam (2).

Indikator kanji merupakan indikator yang sangat lazim digunakan, namun


indikator kanji yang digunakan harus selalu dalam keadaan segar dan baru karena
larutan kanji mudah terurai oleh bakteri sehingga untuk membuat larutan indikator
yang tahan lama hendaknya dilakukan sterilisasi atau penambahan suatu
pengawet. Pengawet yang biasa digunakan adalah merkurium (II) iodida, asam
borat atau asam formiat. Kepekatan indikator juga berkurang dengan naiknya
temperatur dan oleh beberapa bahan organik seperti metil dan etil alcohol (3).

Iodium hanya sedikit sekali larut dalam air (0,00134 mol/liter pada 25 oC),
namun sangat mudah larut dalam larutan yang mengandung ion iodida. Iodium
membentuk kompleks triiodida dengan iodida, dengan tetapan keseimbangan 710
pada 25oC. Penambahan KI untuk menurunkan keatsirian dari iod, dan biasanya
ditambahkan KI 3-4 % dalam larutan 0,1 N dan kemudian wadahnya disumbat
baik-baik dan menggunakan botol yang berwarna gelap untuk menghindari
penguraian HIO oleh cahaya matahari (3).

Pada proses iodometri atau titrasi tidak langsung banyak zat pengoksid kuat
yang dapat dianalisis dengan menambahkan KI berlebihan dan mentitrasi iodium
yang dibebaskan. Karena banyak zat pengoksid yang menuntut larutan asam untuk
bereaksi dengan iodida, natrium tiosulfat lazim digunakan sebagai titran.
Beberapa tindakan pencegahan perlu diambil untuk menangani KI untuk
menghindari galat. Misalnya ion iodida dioksidai oleh oksigen di udara :

4 H+ + 4 I- + O2 2 I2 + 2 H2O

Reaksi ini lambat dalam larutan netral namun lebih cepat dalam larutan
asam dan dipercepat dengan cahaya matahari. Setelah penambahan KI ke dalam
suatu larutan (asam) dari suatu zat pengoksid larutan tak boleh dibiarkan terlalu
lama bersentuhan dengan udara, karena akan terbentuk tambahan iodium oleh
reaksi tersebut di atas (4).

Pada titrasi iodometri titrasi harus dalam keadaan asam lemah atau nertal
karena dalam keadaan alkali akan terbentuk iodat yang terbentuk dari ion
hipoiodit yang merupakan reaksi mula-mula antara iodin dan ion hidroksida,
sesuai dengan reaksi :

I2 + O 2 HI + IO-

3 IO- IO3- + 2 I-

Dalam keadaan alkali ion-ion ini akan mengoksidasi sebagian tiosulfat


menjadi ion sulfat sehingga titik kesetarannya tidak tepat lagi. Namun pada proses
iodometri juga perlu dihindari konsentrasi asam yang tinggi karena asam tiosulfat
yang dibebaskan akan mengendap dengan pemisahan belerang, sesuai dengan
reaksi berikut :

S2O3= + 2 H+ H2S2O3
8 H2S2O3 8 H2O + 8 SO2 + 8 S

Larutan tiosulfat tidak stabil dalam waktu lama. Bakteri yang memakan
belerang akan masuk ke dalam larutan ini dan proses metaboliknya akan
mengakibatkan pembentukan SO3=, SO4= dan belerang koloidal (3).

Tiosulfat diuraikan dalam bentuk belerang dalam suasana asam sehingga


endapan mirip susu. Tetapi reaksi tersebut lambat dan tak terjadi jika larutan
dititrasikan ke dalam larutan iodium yang asam dan dilakukan pengadukan yang
baik. Iodium mengoksidasi tiosulfat menjadi ion tetraionat.

I2 + 2 S2O3= 2 I- + S4O6=

Reaksi ini sangat cepat dan berlangsung sampai lengkap benar tanpa reaksi samping.
Dalam larutan netral atau sedikit sekali basa oksidasi ke sulfat tidak terjadi terutama jika
digunakan iodium sebagai titran.

Pembahasan

Pada praktikum kali ini yaitu penentuan kadar golongan alkaloid xantin.
Kelompok 5 mendapat sampel uji sampel 8B, dimana yang dicari adalah kadar
dari Kafein. Berdasarkan hasil pengamatan sampel berbentuk serbuk halus
berwarna putih, mempunyai rasa pahit, dan bau khas.
Kafein merupakan alkaloida golongan xantin yang tergolong famili
methylxantin yang merupakan dioksin purin dengan struktur mirip asam urat.
Kafein mempunyai bentuk Dimana dapat dijelaskan sifatnya pada strukturnya,
dimana kafein memiliki gugus N aromatik yang memunyai pasangan elektron
bebas dan tidak memiliki atom hidrogen yang dapat dilepaskan sehingga
menyebabkan kafein bersifat basa lemah dan kafein sukar larut dalam air. Kafein
juga memunyai efek stimulant atau perangsang, ini disebabkan kafein memiliki
tiga gugus methyl yang terdapat pada substruktur kafein ketika bereaksi dengan
membran sel akan lepas. Gugus metil akan berdifusi diantara dua lapisan
membran dan menambah kandungan metil pada lemaknya. Selanjutnya,
menyebabkan terjadinya perubahan tegangan permukaan. Tegangan permukaan
yang turun, menyebabkan membran lebih mudah dibasahi oleh air dan zat-zat
terlarut, sehingga ion-ion mudah berdifusi dan mendorong terjadinya pertukaran
ion secara selektif. Hal inilah yang menimbulkan eksitasi antara sinaps menjadi
lebih aktif. Keaktifan eksitasi ini merupakan stimulator listrik bagi lepasnya zat
neurotransmitter sentral GABA atau asetilkolin yang menimbulkan respons
prasinaps yang kuat dan secara aktif menstimulasi sistem saraf pusat.

Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk


menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi lebih besar
dari sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat reduktor. Disini
Kafein mengalami reaksi oksidasi dengan mengalami kenaikan, bertambahnya
atom hidrogen, dan berkurangnya jumlah atom oksigen.

Pada iodometri, sampel  bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida


berlebih dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan
baku tiosulfat. Kafein dapat dianalisis secara iodimetri karena kafein dapat
bereaksi dengan iodium (I2), sehingga kadar kafein dapat diukur dengan larutan
iodium. Untuk reaksi adisi dengan kafein digunakan iodium berlebih, kelebihan
iodium dianalisis dengan titrasi redoks, yaitu penetapan kadar zat berdasarkan atas
reaksi redoks.
Iodium merupakan oksidator, sehingga untuk titrasi dibutuhkan reduktor
untuk terjadinya reaksi redoks, misalnya Natrium Thiosulfat.

Titrasi iodimetri dilakukan dalam keadaan asam. Pada pH tinggi (basa


kuat) maka iodine dapat mengalami reaksi disroorsionasi menjadi hipoiodat.

Sedangkan pada keadaan asam kuat maka amilum yang dipakai sebagai indikator
akan terhidrolisis, selain itu pada keadaan Iodine (I -) yang dihasilkan dapat diubah
menjadi I2 dengan adanya O2 dari udara bebas, reaksi ini melibatkan H+ dari asam

Pada proses isolasinya, Sampel digerus halus terlebih dahulu selanjutnya


ditimbang dibagi menjadi 3 bagian yaitu untuk optimasi, penentuan kadar dan
cadangan. Penggerusan sampel berfungsi untuk memperkecil ukuran partikel agar
mudah larut, dan penimbangan berguna untuk mengetahui bobot awal sampel.
Isolasi dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi cair-padat. Ekstraksi
cair-padat dilakukan dengan cara sentrifugasi untuk menghilangkan partikulat.
Sampel ditambahkan dengan NH4OH sebagai pembasanya karena kafein bersifat
basa lemah kemudian ditambah kloroform untuk menarik kafein dan kemudian di
sentrifugasi. Selanjutnya dipisahkan antara filtrat dan residu. Filtrat selanjutnya di
uji kualitatif terlebih dahulu dengan ditambah mayer menghasilkan endapan putih.
Kafein dioksidasi secara kuantitatif oleh iodin. Kemudian kelebihan iodine
dititrasi kembali menggunakan titran berupa larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3).

Pada penetapan kadar sediaan sebuk putih kafein, langkah pertama yang
dilakukan adalah pembakuan larutan Natrium tiosulfat merupakan larutan baku
sekunder atau larutan yang akan digunakan untuk mentitrasi sample. Larutan ini
perlu dibakukan karena konsentasinya cepat berubah oleh pengaruh lingkungan
karena senyawa yang digunakan sebagai larutan baku sekunder umumnya tidak
stabil, misalnya saja bersifat higroskopis, sensitive terhadap cahaya atau mudah
terdegradasi oleh udara. Pengaruh ketidakstabilan ini tidak hanya bersifat kimia
tetapi juga dapat bersifat fisik seperti misalnya saat penimbangan sering tidak
tepat karena senyawa ini memiliki berat molekul relative kecil dan mudah
menyerap uap air di udara.
Pembakuan menggunakan KBrO3 0,1 N kalium bromat merupakan
senyawa baku primer yang tidak perlu dibakukan lagi terhadap senyawa lain
dengan memasukkan KBrO3 ke dalam labu erlenmeyer bertutup, kemudian
ditambahkan 2 g KI dan 5 ml HCl encer. Pada pembakuan ini digunakan larutan
baku kalium iodida karena larutan ini cukup stabil dan lebih mudah larut dari pada
iodium, serta dapat menghasilkan iodium bila ditambahkan asam. Larutan baku
kalium iodida yang digunakan harus selalu dibuat baru karena mudah teroksidasi
oleh udara sehingga jumlah yang lepas menjadi lebih banyak dan diperlukan titran
yang lebih banyak pula. Akibatnya penetapan kadar menjadi tidak akurat lagi.
Oleh karena iodium mudah menguap dan iodida dalam larutan asam mudah
dioksidasi oleh udara, maka labu harus selalu ditutup dan titrasinya tidak  boleh
terlalu lama. Penambahan KI diharuskan berlebih, apabila tidak maka Br2 masih
bersisa dan akan terjadi reaksi sampingan antara Br2 dan Na2S2O3 yang membuat
titik akhir titrasi tidak tercapai. Selanjutnya untuk penentuan kadar juga dilakukan
titrasi blanko dimana fungsinya adalah sebagai pembanding.

Kemudian kelebihan iodium yang ditambah amylum dititrasi dengan baku


natrium tiosulfat sampai menunjukan dari warna biru kemudian berwarna bening,
perubahan warna ini bahwa sampel telah sampai di titik akhir titrasi.

Iodin mengoksidasi tiosulfat menjadi ion tetrationat:

I2 + 2S2O32- →2I- + S4O62-

Reaksi ini berjalan cepat, sampai selesai dan tidak ada reaksi sampingan.
pemilihan indikator menggunakan amylum karena warna biru gelap dari
kompleks iodin-kanji bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitif untuk iodin.
Mekanisme pembentukan kompleks yang berwarna ini tidak diketahui, namun ada
pemikiran bahwa molekul-molekul iodin tertahan dipermukaan β-amylose, suatu
konstituen dari kanji. Larutan-larutan kanji dengan mudah didekomposisinya oleh
bakteri, dan biasanya sebuah substansi seperti asam borat ditambahkan sebagai
perngawet.

A. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum ini dapat disimpulkan bahwa:
a. Penentuan kadar Kafein dapat dilakukan dengan metode Iodometri secara
tidak langsung
b. Kadar Kafein dengan nomor sampel 8B diperoleh hasil .... %.

B. DAFTAR PUSTAKA

Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas


Indonesia :  Jakarta
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005. Kimia Dasar. Gajah Mada Universitas
Press : Yogjakarta.
Harjadi,W. 1987. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT. Gramedia : Jakarta
Keenan,W. Kleinfelter. 1980. Kimia Untuk Universitas. Erlangga : Jakarta
Shevla, G. 1985. Vogel Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro.PT. Kalman Media Pustaka : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai