Anda di halaman 1dari 79

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Judul Pratikum : Analisa Oksidimetri/Redukometrit


1.2 Tanggal Pratikum : 12 Oktober 2015
1.3 Pelaksana Pratikum : 1. Aulia Fahri (140140002)
2. Fitria Fauli (140140003)
3. Afna Nurhusna (140140017)
4. Nur Rahmi Keliat (140140011)
1.4 Tujuan Pratikum : Panentuan suatu zat kimia itu terjadi reaksi
oksidasi atau reduksi

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Reaksi Iodida


Suatu garam ferry bereaksi dengan iodide sebagai berikut :
2Fecl3 + 2 KI 2Fecl2 + kcl + I2
Reaksi ini adalah kesetimbangan, akan terjadi dalam lingkungan asam
dengan larutan iodide berlebih untuk menghilangkan kehilangan reaksi harus
dilangsungkan dalam labu tertutup dan pengruh oksigen harus ditiadakan dengan
CO2 (Panduan Praktikum, 2015).

2.2 Teori Iodimetri dan Iodometri


Metode titrasi langsung dinamakan iodimetri mengacu kepada titrasi
dengan menggunakan suatu larutan iod standar, sedangkan metode titrasi tak
langsung dinamakan iodometri, adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang
dibebaskan dalam reaksi kimia. Potensial reduksi nolmel dari system reversible
adalah 0,5345 Volt.
I2 (solid) + 2e- 2I-
Persamaan diatas mengacu kepada suatu larutan, air yang jenuh dengan
adanya iod padat, reaksi setenga sel ini akan terjadi, misalnya menjelang akhir
titrasi dari iodide dengan suatu zat pengoksidasi seperti kalium pemenganat,
ketika kosentrasi ion uodidi menjadi relative rendah. Dekat permukaan atau dalam
kebanyakan titrasi iodometri, bila ion iodida terdapat berlebih, terbentuk ion
triodida :
I2 (aq) + I- I3-
Karena iod mudah larut dalam larutan iodide, Reaksi setengah sel itu lebih
baik ditulis sebagai berikut :
I3- + 2e- I3-
Dan potensial reduksi standarnya adalah 0,5355 volt. Maka iod atau iod
triodida merupakan zat pengoksidasi yang jauh lebih lemah ketimbang kalium

2
3

pemanganat, kalium dikromat dan serium (iu) sulfat. Dalam kebanyakan titrasi
langsung dengan iod, digunakan suatu larutan iod dalam kalium iodide, dank
arena itu spasi reaktifuga adalah ion triodida. Untuk tepatnya,semua persaaan
yang melibatkan reaksi-reaksi iod seharusnya ditulis dengan I3- dan bukqan I2,
missal :
I3- + 2S2O32- 3I- + S4O6 2-
Akan lebih akurat dari pada :
I2 + 2S2O3 2- 2I- + S4O6 2-
Namun demi kesederhanaan, persamaan dalam buku ini biasanya lebih banyak
ditulis dengan rumus-rumus iod indekuler daripada ion triodida (Underwood,
1999).

2.3 Zat-zat pereduksi


Zat-zat pereduksi yang kuat (zat-zat dengan potensial yang jauh lebih
rendah), seperti timah (II) klorida, asam sulfat, hidropgen sulfida dan natrium
triosulfat (Na2S2O3) bereaksi lengkap dan cepat dengan iod bahkan dalam larutan
asam. Dengan zat pereduksi yang agak lemah. Missal arser trivalent, atau stibium
trivalent, reaksi yang lengkap hanya terjadi bila larutan dijaga tetap netral atau
sangat sedikit suasana asam. Pada kondisi ini potensial reduksi dari zat pereduksi
adalah minimum, atau daya mereduksinya adalah masimum.
Jika suatu zat pengosidasi kuat di olah dalam larutan yang netral atau
larutan yang asam dengan ion iodide yang sangat berlebih,yang terakhir bereaksi
dengan zat pereduksi dan oksidan akan direduksi secara kuantitatif. Dalam hal-hal
demikian, sejumlah iod yang eqivalen akan dibebaskan, lalu dititrasi dengan
larutan standar suatu zat pereduksi, biasanya natrium triosulfat (Na2S2O3).
Potensial reduksi normal dari iod-iodida tak bergantung pada PH larutan,
semua yang terakhir berada pada PH 8, pada nilai-nilai yang lebih tinggi, iod
bereaksi dengan ion hidroksida untuk membentuk iodide dan hipoiodit yang sngat
tidak stabil, dimana hasil terakhir ini cepat sekali diubah menjadi padat dan iodide
oleh reaksi oksidasi dan reduksi.
I2 + 2OH- I- H2O
4

3 IO- 2I- + IO3-


Tembaga murni dapat digunakan sebagai standar primer untuk iot dan
natrium tiosulfat dan dianjurkan apabila tiosulfat harus digunakan untuk
penentuan tembaga. Potensial standar pasangan Ci (II)-Cu (I).
Cu 2+ + e Cu+
Adalah 0,15 volt dan dengan demikian iodium E = _0,53 V merupakan
reaksi oksidasi yang lebih baik dari pada ion Cu (II), akan tetapi bila iodide
ditambahkan pada suatu larutan Cu (II), maka siatu endapan CuI terbentuk :
2Cu 2+ + 4- 2 CuI (p) + I2
Reaksinya dipaksa berlangsung kekanan dengan pembentukan endapan
dan juga dengan penambahan ion iodide berlebih. PH larutan harus dipertahankan
oleh suatu system buffer, lebih baik anatar 3 dan 4, pada harga PH lebih tinggi
hidrolisa sebagian dari ion Cu (II) berlangsung bereaksi dengan ion iodide adalah
lambat, dalam larutan berasam tinggi oksida dengan katalis tembaga dari ion
iodide terjadi dengan kecepatan yang cukup tinggi.
Jika anion (seperti asetat) digunakan dalam buffer membentuk suatu
kompleks cukup stabil dengan ion Cu (II), reaksi antara ion Cu (II) dan ion iodide
dapat dicegah untuk berlangsung secara lengkap. Jika iodium dihilangkan dengan
titrasi dengan tiosulfat, komple Cu (II) berdisosiasi untuk membentuk ion Cu(II)
lebih banyak, yang pada gilirannya bereaksi dengan iodide untuk membebakan
lebih banyak iodium. Ini menyebabkan suatu titik akhir yang terulang kembali.
Telah diketahui bahwa iodium ditahan karena adsorbsi pda permukaan
endapan tembaga (III) iodide dan membuatnya bewarna abu-abu dari pada putih.
Kecuali kalu iodium dihilangkan, maka titik akhir dicapai terlalu cepat dan dapat
berulang jika iodium lambat dilepskan dari permukaan (Kalskarboni, 2010).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat-alat
1. Neraca digital
2. Buret
3. Statif
4. Erlenmeyer
5. Gelas ukur
6. Labu ukur
7. Pipet tetes
8. Bola hisap
9. Pipet volume
10. Kaca arloji
11. Spatula
12. Corong

3.1.2 Bahan yang digunakan


Berdasarkan percobaan yang akan dilakukan untuk menentukan zat kimia
yang terjadi reaksi oksidasi atau reduksi maka diperlukan Bahan-bahan sebagai
berikut :
1. FeCl2
2. HCl 4 N
3. KI 20 %
4. NaHCO3
5. Tio 0,1 N
6. Kanji
7. Aquades

5
6

3.2 Prosedur Kerja


Adapun Prosedur Kerja yang dilakukan sebagai berikut :
1. Ditimbang 2 gram FeCl2 dan dimasukkan ke dalam labu ukur yang
berukuran 100 ml, larutan sebanyak 2 ml dan dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer tertutup.
2. Kemudian di tambahkan dengan 3 ml HCl 4 N, 5 ml KI 20% dan 1 gram
NaHCO3 sampai terbentuk CO2 (larutan berwarna orange), lalu di diamkan
selama 10 menit.
3. Dititrasikan dengan tio 0,1 N (sampai larutan bening), lalu ditambahkan
amilum yang sudah diencerkan (dipanaskan) sampai larutan keruh.
4. Dititrasi lagi dengan tio 0,1 N sampai larutan berubah menjadi bening
Hitung kadar FeCl2 dalam sample :
100 V x N x BE FeCL2
%FeCl = x Berat Sampel x 1000 x 100%
2
BM Fe
%Fe = BM FeCl2 x % FeCl2
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 4.1 hasil data pengamatan analisa oksimetri / reduktometri
NO Cara Kerja Hasil Pengamatan
1. 2 ml larutan Fecl2 + 3 ml -larutan menjadi kuning kecoklatan
HCl -larutan bereaksi membentuk gelumbung-
4 N + 5 ml KI 20 % + 1 gr gelumbung
NaHCO3
2. Larutan di tambah aquades -warna menjadi kuning
10 ml kemudian di titrasi -volume titrasi 8 ml
3. Larutan di tambah 20 tetes -warna menjadi kuning pekat
amilum
4. Larutan di titrasi kembali -warna menjadi kuning bening
-volume titrasi 6,5 ml

4.2 Pembahasan
Dari hasil percobaan, dapat di simpulkan bahwa larutan Fe yang dengan 3
ml HCl 4 N, 5 ml KI 20 % dan 1 gram NaHCO3 dan juga taambahkan kanji
setelah di titrasi dengan tio maka larutan menjadi kuning. Fungsi penambahan
HCl pada saat sebelum titrasi adalah agar suasana menjadi asam, karena memiliki
daya oksidasi yang kuat dalam suasana asam.
Reduksimetri adalah metode titrasi redoks dengan larutan baku yang
bersifat sebagai reduktor dan salah satu metode reduksimetri yang terkenal
adalah iodometri larutan baku yang di gunakan adalah natrium tiosulfat yang
dapat titrasinya mengalami oksidasi.
Larutan di tambah 20 tetes amilum warna menjadi kuning pekat kemudian
larutan di titrasi kembali warna menjadi kuning bening. Tujuannya penambahan
amilum pada larutan berfungsi sebagai indicator warna. Sedangkan fungsi titrasi

7
8

pada percobaan ini adalah untuk mendapatkan kesetimbangan pada larutan, ini
membuktikan bahwa pada sampel tersebut ion Fe telah mengalami reduksi.
Dari data di dapat kadar % FeCl2 sebanyak 15,59 % dan setelah dicari
berat ekuvalen (BE) maka dapat juga % Fe sebesar 8,19 %.
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang di lakukan, maka dapat di simpulkan
sebagai berikut :
1. Fungsi penambahan HCl pada saat sebelum tittrasi adalah agar suasana
menjadi asam, karena dalam suasana asam memiliki daya oksidasi yang
besar.
2. Tujuan penambahan amilum pada larutan berfungsi sebagai indicator
warna.
3. Tujuan titrasi pada percobaan ini adalah untuk mendapatkan
kesetimbangan pada larutan.
4. Kadar %FeCl sebanyak 18,59 % dan setelah di hitung ekuvalen (BE) maka
di dapat % Fe sebanyak 8,19%.

5.2 Saran
Sebaiknya sebelum melakukan pratikum mahasiswa di harapkan untuk
belajar pratikum apa yang akan di lakukan agar mempermudah pada saat pratikum
dilaksanakan.

9
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Judul Pratikum : Analisa Konsentrasi


1.2 Tanggal Pratikum : 05 Oktober 2015
1.3 Pelaksana Pratikum : 1. Aulia Fahri (140140002)
2. Fitria Fauli (140140003)
3. Afna Nurhusna (140140017)
4. Nur Rahmi Keliat (140140011)
1.4 Tujuan Pratikum : 1. Analisa Konsentrasi CO2 dalam Air
Menentukan kadar C02 dalam air sampel.
2. Analisa Konsentrasi NaOH dalam air sampel
Untuk Menghitung kadar NaOH dalam air
sampel.

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Analisa Konsentrasi


Analisa Konsentrasi adalah suatu metode untuk menganalisa Sampel
dengan teliti pada konsentrasi tertentu. Pada dasarnya metode analisis kimia dapat
dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Analisa Kualitatif yaitu analisa yang berhubungan dengan identifikasi
suatu zat atau campuran zat yang tidak diketahui.
2. Analisa Kuantitatif yaitu analisis kimia yang menyangkut penentuan
jumlah zat tertentu yang ada didalam suatu conto (sampel).
Ada dua aspek penting dalam analisis kualitatif, yaitu pemisahan dan
identifikasi. Kedua aspek ini didasarkan oleh kelarutan, keasaman, kebasaan,
pembentukan kompleks oksidasi reduksi, sifat penguapan dan ekstrasi. Sifat - sifat
ini adalah sebagai sifat periodic menentukan kecenderungan dari kelarutan
klorida, sulfida, hidroksida, dan iodide, karbonat, sulfat dan garam-garam
(Underwood,1999).
Analisis kualitatif sebagian besar didasarkan pada kesetimbangan untuk
memisahkan dan mengidentifikasi ion yang sejenis. Kesetimbangan asam basa,
kesetimbangan heterogen, kesetimbangan redoks, dan kesetimbangan yang sering
digunakan dalam analisis kuantitatif anion. Analisis kation dan anion sering kali
dapat dibantu oleh digram alir yang didapat mengidentifikasi jenis kation dan
anion. Kelompok anion, sebagian bersifat oksidator, reduktor, sebagian lain
bersifat oksidator reduktornya tergantung dari suasana larutannya.
Prosedur pertama kali yang biasa digunakan untuk menguji suatu zat yang
tidak diketahui adalah membuat contoh (sampel) yang dianalisis dalam bentuk
cairan (larutan). Selanjutnya terhadap larutan yang dihasilkan dilakukan uji
terhadap ion-ion yang mungkin ada. Sebelum mengidentifikasi berbagai
konsentrasi dalam suatu campuran ion, biasanya dilakukan pemisahan ion terlebih
dahulu melalui proses pengendapan, selanjutnya dilakukan pelarutan kembali
endapan tersebut. Kemudian diadakan uji-uji spesifik untuk ion-ion yang akan

11
12

diidentifikasi. Uji spesifik dilakukan dengan menambahkan reagen (pereaksi)


tertentu yang akan memberikan larutan atau endapan berwarna yang merupakan
karakteristik (khas) untuk ion-ion tertentu.
Analisis kation dan anion sering kali dapat dibantu oleh diagram alir, yang
menggambarkan langkah-langkah sistematis untuk mengidentifikasi jenis kation
dan anion. Diagram alir untuk analisis kation lebih sistematis dibandingkan
diagram alir analisis anion. Dalam diagram alir analisis kualitatif anion dan kation
dimulai dari ion yang ditanyakan, pereaksi yang perlu ditambahkan, kondisi
eksperimen dan rumus kimia produk yang dihasilkan. Ada berbagai macam cara
untuk menggambarkan diagram alir analisis ion. Gambar umum yang biasa
digunakan adalah aliran ke bawah, yang endapannya dituliskan di sebelah kiri,
sedangkan larutannya dituliskan dikanan (Harjadi, 1990).
Golongan I, kation golongan ini membentuk endapan dengan asam klorida
encer. ion-ion golongan ini adalah timbal, merkurium (I) raksa dan perak.
Golongan II, kation golongan ini tidak bereaksi dengan asam klorida, tetapi
membentuk endapan dengan hidrogen sulfida dalam suasana asam mineral encer.
ion-ion golongan ini adalah merkurium (II), tembaga, bismut, kadmium, arsenik
(III), arsenik (V), stibium (III), stibium (V), timah (II) dan timah (III) (IV).
Golongan III, kation golongan ini tak bereaksi dengan asam klorida encer,
ataupun dengan hidrogen sulfida dalam suasana asam mineral encer. Namun,
kation ini membentuk endapan dengan amonium sulfida dalam suasana netral atau
amoniakral. Kation-kation golongan ini adalah kobalt (II), nikel (II), besi (II), besi
(II), kromium (III), aluminium, zink dan mangan (II). Golongan IV, kation
golongan ini bereaksi dengan reagensia golongan I, II dan III. Kation-kation ini
membentuk endapan dengan amonium karbonat dengan adanya amonium klorida,
dalam suasana netral atau sedikit asam. Kation-kation golongan ini adalah
kalsium, stronsium dan barium. Terakhir golongan V, kation-kation yang umum
tidak bereaksi dengan reagensia golongan sebelumnya, merupakan golongan
kation yang terakhir yangn meliputi ion-ion magnesium, natrium, kalium,
amonium, litium dan hidrogen.
13

Analisis campuran kation-kation memerlukan pemisahan kation secara


sistemasik dalam golongan dan selanjutnya diikuti masing-masing golongan ke
dalam sub golongan dan komponen-komponennya. Pemisahan dalam golongan
didasarkan pada perbedan sifat kimianya dengan cara menambahkan pereaksi
yang akan mengendapkan ion tertentu dan memisahkan dari ion-ion lainnya.
Sebagai suatu gambaran, penambahan HCl dalam larutan yang mengandung
semua ion hanya akan mengendapkan klorida dari ion-ion timbal (Pb2+), perak
(Ag+) dan raksa (Hg2+). Setelah ion-ion diendapkan dan dipisahkan, ion-ion lain
yang ada dalam larutan tersebut dapat diendapkan dengan penambahan H2S dalam
suasana asam. Setelah endapan dipisahkan, perlakuan selanjutnya dengan pereaksi
tertentu memungkinkan terpisahnya golongan lain.
Langkah dalam analisis kation secara umum dapat dikategorikan dalam tiga
tahapan, yaitu:
1). Pemisahan kation-kation kedalam golongan.
2). Pemisahan kation-kation dari tiap golongan.
3). Identifikasi tiap kation.
Pada pemisahan kation-kation kedalam golongan, kation dalam tiap
kelompok diendapkan sebagai senyawa dengan menggunakan pereaksi pengendap
golongan tertentu. Endapan yang dihasilkan mengandung kation-kation dalam
satu golongan. Pemisahan endapan dari larutannya biasanya cukup dilakukan
dengan teknik sentrifugasi yang diteruskan dengan dekantasi. Kemudian pereaksi
pengendap golongan berikutnya ditambahkan pada larutan hasil dekantasi (Gillis,
2003).
Tahap pemisahan kation-kation dari tiap golongan, serangkaian reaksi
dilakukan untuk dapat memisahkan satu kation dalam satu kelompok dari kation
lainnya. Reaksi yang dipilih harus dilakukan secara hati-hati untuk mendapatkan
keuntungan tentang kemiripan dan perbedaan sifat-sifat kimia dan pada tahap
identifikasi tiap kation ialah keberadaan suatu kation dikonfirmasi atau
diidentifikasi dengan menggunakan satu atau lebih reaksi kimia yang karakteristik
atau spesifik untuk suatu kation.
14

Setelah selesai dilakukan pengujian terhadap kation, barulah dilakukan


pengujian terhadap anion. Pengujian terhadap anion relatif lebih sederhana karena
penggunaan-penggunaan dari ion-ion lain yang ada dalam larutan minimal (dapat
diabaikan). Pada umumnya anion-anion dapat digolongkan sebagai berikut:
1) Golongan sulfat, SO42-, CO32-, Cr2O42-, AsO43-, PO43-, SO32-, Anion-anion
ini mengendap dengan Ba2+ dalam suasana basa.
2) Golongan halida, Cl-, Br, I dan S2-. Anion golongan ini mengendap dengan
Ag+ dalam larutan asam (HNO3)
3) Golongan nitrat, NO3-, NO2- dan CH3COO-. semua garam dari golongan
ini larut.
Analisis anion diawali dengan uji pendahuluan untuk memperoleh
gambaran ada tidaknya anion tertentu atau kelompok anion yang memiliki sifat-
sifat yang sama. Selanjutnya diikuti dengan proses analisis yang merupakan uji
spesifik dari anion tertentu. Pemisahan secara fisik dari anion umumnya tidak
penting, Karena uji spesifik anion hanya peka terhadap anion tertentu dan tidak
peka untuk anion lainnya. Hanya bila terjadi interferensi atau gangguan dalam
suatu analisis anion oleh anion lain maka diperlukan langkah awal proses
pemisahan. Beberapa uji pendahuluan dan uji identifikasi atau uji spesifik dapat
dilakukan dalam fase padatan, tetapi untuk memperoleh validitas pengujian yang
tinggi biasanya dilakukan dalam keadaan larutan. Kelarutan bahan-bahan
anorganik, terutama garam yang berupa daftar. Daftar kelarutan garam sangat
membantu dalam menetapkan kombinasi antara anion dan kation (Ulfin, 1994).
Misalnya, jika larutan zat yang tidak diketahui ditemukan mengandung ion
karbonat, CO32-, maka hanya dimungkinkan ada kation-kation tertentu seperti K+,
Na+, NH4+, sebab garam karbonat dari kation lain tidak larut dalam air.
Cara pengendapan dengan pelepasan anion mempunyai kesamaan dengan
cara hidrolisis. Disini anion pengendapan dibangkitkan secara berlahan-lahan
dalam larutan yang mengandung ion logam yang akan diendapkan. Pembangkitan
anion itu dilakukan dengan cara hidrolisis terkendali senyawa-senyawa tertentu
dalam suasana yang cocok untuk pembentukan endapan. Tetapi ada kendala
dalam pemakaian cara ini, karena terbatasnya ketersediaan senyawa-senyawa
15

yang cocok untuk membangkitkan anion, yakni senyawa-senyawa yang dapat


larut dalam air dan dapat terhidrolisis menghasilkan anion pengendap dalam
larutan dengan kecepatan hidrolisis yang dapat dikendalikan. Senyawa-senyawa
tersebut biasanya berupa ester atau amida. Misalnya, dietil oksalat dapat larut
dalam air dan terhidrolisis menghasilkan ion oksalat dan tioasetamida
menghasilkan ion sulfida. Ion-ion yang dibangkitkan ini dapat dipakai untuk
mengendapkan beberapa ion logam.
Pengendapan anion-anion dari larutan serbasama dapat dilakukan dengan
pelepasan terkendali kation-kation dari senyawa kompleks yang larut dalam
larutan yang mengandung anion yang akan diendapkan. Pelepasan kation-kation
dari senyawa-senyawa kompleks tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara,
misalnya dengan mengoksidasi zat kompleksnya dengan mengubah pH larutan
dan dengan pengusiran ion logam lain yang dapat membentuk kompleks yang
lebih baik dengan zat pengompleks (Khopkar, 1990).

2.2 Sifat-Sifat Unsur


Perak (Ag) merupakan salah satu unsur logam transisi yang berwarna putih
mengkilat dan mudah menghantarkan listrik maupun panas. Perak merupakan
logam yang paling mudah dibentuk dan ditempa diantara semua logam. Logam
perak sangat reaktif dan tidak larut dalam larutan asam encer, tetapi dapat larut
dalam asam nitrat dan asam sulfat pekat. Perak tidak bereaksi dengan udara dan
air pada suhu normal. Di alam, perak terdapat dalam bentuk unsur-unsur bebas
yang banyak terdapat dalam lapisan-lapisan batuan dan terdapat bersama-sama
dengan logam-logam lain, misalnya emas. Selain itu juga terdapat dalam bentuk
persenyawaan dengan unsur-unsur lain mineral dan biji besi.
Timbal (Pb) adalah logam yang berwarna abu-abu kebiruan, dengan
rapatan yan tinggi (11,48 g/ml pada suhu kamar), mudah larut dalam asam nitrat
yang sangat pakat dan terbentuk juga nitrogen oksida. Kelarutan yang sangat kecil
dari timbal sulfida dalam air menjelaskan bahwa hidrogen sulfida merupakan
reagensia yang begitu peka untuk mendeteksi timbal dan dapat diidentifikasi
16

dalam filtrat yang berasal dari pemisahan timbal klorida yang hanya sedikit sekali
larut dalam asam klorida encer.
Besi (Fe) merupakan salah satu unsur logam transisi yang mudah ditempa,
mudah dibentuk, berwarna putih perak dan mudah dimagnetisasi pada suhu
normal. Secara kimia besi merupakan logam yang cukup reaktif, hal ini karena
besi dapat bersenyawa dengan unsur-unsur lain, seperti unsur-unsur halogen,
belerang, fosfor, karbon, oksigen dan silikon.
Krom (Cr) merupakan salah satu unsur logam transisi yang tahan terhadap
karat dan berwarna abu-abu tetapi dalam bentuk beberapa warna. Kromium adalah
logam kristalisasi, yang putih, tak begitu liat dan tak dapat ditempa dengan berarti.
Melebur pada suhu 17650C. Logan ini larut dalam asam klorida encer tau pekat.
Jika tak terkena udara akan terbentuk ion-ion kromium (II).
Seng (Zn) merupakan salah satu unsur logam transisi yang berwarna putih
kebiruan. Seng murni berbentuk kristal logam dan sangat rapuh pada suhu normal.
Seng tidak larut dalam air tetapi larut dalam alkohol dan senyawa-senyawa
(larutan) asam. Seng terdapat dalam lapisan-lapisan bumi yang tidak terdapat
dalam unsur bebas tetapi dalam bentuk senyawa-senyawa seperti seng (ZnO) dan
dalam bentuk mineral-mineral (Underwood, 1999).
Barium (Ba) adalah logam putih perak, dapat ditempa dan liat, yang stabil
dalam udara kering. Barium bereaksi dengan air dala mudara yang lembab,
membentuk oksida atau hidroksida. Barium melebur pada suhu 7100C. Loga ini
bereaksi dengan air pada suhu ruang membentuk barium hidroksida dan hidrogen.
Ion-ion amonium (NH4+) diturunkan dari amonia, NH3 dan ion hidrogen H+. Ciri-
ciri khas ion logam-logam alkali. Dengan elektrolisis memakai katode dari
merkurium dapat dibuat amonium amalgam yang mempunyai sifat-sifat serupa
dengan amalgam dari natrium atau kalium. Garam-garam amonium umumnya
adalah senyawa-senyawa yang larut dalam air dengan membentuk larutan yang
tak berwarna. Gas klorin berbau busuk (tidak enak) dan dalam jumlah yang besar
gas ini cukup berbahaya bagi manusia, sebagai contoh gas ini digunakan sebagai
racun pada perang dunia (1914-1919). Klorin merupakan salah satu unsur yang
reaktif memiliki massa atom 35,4527 sama, jari-jari 0,97 dan memiliki titik
17

didih 239,16 K, digunakan sebagai pembunuh kuman dalam air dan larutan klorin
dapat pula digunakan sebagai pemutih (Harjadi, 1990).

2.3 Titrasi Redoks


Pada reaksi redoks terdapat reduktor dan oksidator dimana reduktor adalah
zat yang dalam reaksi mengalami oksidasi, zat yang mampu mereduksi zat lain
dan zat yang dapat memberikan electron kepada zat lain sedangkan oksidator
adalah zat yang dalam reaksi mengalami penurunan bilangan oksidasi, zat yang
mampu mengoksidasi zat lain, zat yang menangkap elaktron dari zat lain (Gillis,
2003).
Reaksi kimia dapat digolongkan kedalam reaksi redoks atau bukan redoks.
Istilah dari redoks berkaitan dengan peristiwa reduksi dan oksidasi. Pengertian
reaksi reduksi dan oksidasi itu telah mengalami perkembangan. Pada awalnya
reaksi reduksi dan oksidasi berkaitan dengan pelepasan dan pengikatan oksigen,
oksidasi sebagai pengikat oksigen sedangkan reduksi dikaitkan denga pelepasan
oksigen. Pada perkembangan selanjutnya oksidasi dan reduksi dikaitkan dengan
pengkapan dan pelepasan electron dan dengan perubahan bilangan oksidasinya
(Underwood,1998).
Larutanlarutan iodine standar dapat dibuat melalui penimbangan
langsung iodine murni dan penegenceran dalam sebuah labu volumetric. Iodine
akan dimurnikan oleh sublimasi dan ditambahkan kedalam sebual larutan KI yang
konsentrasi iodatnya berjalan cukup cepat, rekasi ini juga hanya membutuhkan
sedikit kelebihan ion hydrogen untuk menyelesaikan reaksi. Reaksi bromat
berjalan lebih lambat, namun kecepatannya dapat ditingkatkan dengan menaikkan
konsentrasi ion hydrogen. Biasanya, sejumlah kecil ammonium molibdat
ditambahkan sebagai katalis (Underwood,1999).
Tembaga murni dapat dipergunakan sebagai standar primer untuk natrium
tiosulfat dan didasrkan untuk dipakai ketika tiosulfatnya akan dipergunakan untuk
menetukan tembaga. Potensial standar dari pasangan Cu (II) - Cu(I)
Cu2+ + e Cu.....(2.1)
18

Adalah + 0,15V, sehingga iodine E = + 0,53 V, adalah agen pengoksidasi yang


lebih baik dibandingkan ion Cu (II). Namun demikaian, ketika ion iodide
ditambahkan kedalam sebuah larutan Cu (II). Endapan CuI terbentuk :
2 Cu2+ + 4 I2 Cu + I2.......(2.2)
Reaksi dipaksa bergeser ke kanan oleh pembentukan endapan dan juga
oleh penembahan ion iodide berlabih pH dari larutan harus dijaga oleh suatu
system penyangga, biasanya antara tiga dan empat. Telah ditemukan. Telah
ditemukan bahwa iodida telah ditahan oleh absorpsi pada permukaan dan
endapam tembaga (I) iodide dan harus dipindahkan untuk mendapatkan hasil
hasil yang benar. Kalium triosianat biasabya ditambahkan sesaat sebelum titik
akhir dicapai untuk memyingkirkan iodine yang di absorbs (Underwood, 1998).
Titrasi redoks dapat dibedakan menjadi beberapa cara berdasarkan
pemakainnya:
1. Na2S2O3 sebagai titran dikenal sebagai iodimetri tak langsung.
2. I2 sebagai titran, dikenal sebagai iodimetri langsung dan kadangkadang
dinamakan iodimetri.
3. Suatu oksidator kuat sebagai titran, diantaranya paling sering dipakai
ialah:
1) KMnO4
2) K2CrO7
4. Reduktor kuat sebagai titran
Reduktor Dikenal berbagai macam titrasi redoks yaitu permanganometri,
dikromatometri, serimetri, iodo - iodimetri, dan bromatometri. Permanganometri
adalah titrasi redoks yang menggunakan KMnO4 (oksidator kuat) sebagai titran.
Dalam permanganometri tidak diperlukan indicator, karena titran bertrindak
sebagai indicator (auto indikator). Kalium permanganate bukan larutan baku
primer, maka larutan KMnO4 harus distandardisasi, antara lain arsen (III), oksida
(As2O3), dan Natrium Oksalat (N2C2O4). Permanganometri dapat digunakan untuk
penentuan kadar bese, kalsium, hidrogen peroksida. Pada penentuan besi pada
bijih besi mula-mula dilarutkan asam klorida, kemudian semua besi direduksi
menjadi Fe2+, baru dititrasi secara permanganometri. Sedangkan pada penetapan
19

kalsium, mula-mula kalsium diendapakan, dilarutkan dan oksalatnya dititrasi


dengan permanganat (Khopkar, 1990).
Dikromatometri adalah titrasi redoks yang menggunakan senyawa
dikromat sebagai oksidator. Senyawa dikromat merupakan oksidator kuat, tetapi
lebih lemah daripada permanganate. Kalium dikromat merupakan standar primer.
Titrasi dengan iodium ada dua macam yaitu iodimetri (secara lansung) dan
iodimetri (cara tidak langsung). Dalam iodimetri, iodin digunakan sebagai
oksidator, sedangkan iodimetri ion iodida digunakan sebagai reduktor. Baik dalam
iodimetri ataupun iodimetri. Penentuan titik akhir titrasi didasarkan pada I2 yang
bebas. Dalam iodiometri digunakan larutan tiosulfat untuk menitrasi iodium yang
dibebaskan. Larutan natrium tiosulfat merupakan standar sekunder dan dapat
distandardisasi dengan kalium kromat tau kalium iodidat (Ulfin, 1994).
Dalam proses analitis iod diguankan sebagai zat pengoksid (iodimetri ),
dan ion iodida digunakan sebagai zat pereduksi (iodimetri). Relatif beberapa zat
merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung
dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodimetrik adalah sedikit. Akan tetapi
banyak pereaksi oksidasi yang cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion
iodida, dan ada banyak prose penggunaan iodimetrik. Suatu kelebihan ion iodida
di tambahkan kepada perekasi oksidasi yang ditentukan dengan larutan natrium
tiosulfat. Iodimetri adalah suatu proses analitik tak langsung yang memlibatkan
iod. Ion iodida berlebih ditambahkan pada suatu zat pengoksid sehingga
membebaskan iod, yang kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat (Underwood,
1999).
Dalam suatu titrasi bila larutan titran dibuat dari zat yang kemurniannya
tidak pasti, perlu dilakukan pembakuan. Untuk pembakuan tersebut digunakan zat
baku yang disebut larutan baku primer. Larutan standar primer adalah larutan
dimana kadarnya dapat diketahui secara langsung dari hasil penimbangan.
Contohnya K2Cr2O4, As2O3 dan sebagainya. Adapun syaratsyarat larutan standar
primer adalah :
1. Mudah diperoleh dalam bentuk murni
2. Mempunyai kemurnian tinggi
20

3. Mempunyai rumus molekul yang pasti


4. Tidak mengalami perubahan saat penimbangan
5. Mempunyai berat ekivalen yang tinggi jai kesalahn penimbangan dapat
diabaikan.
Larutan standar sekunder adalah larutan dimana konsentrasinya ditentukan
dengan cara pembakuan. Contohnya NaOH, HCl, AgNO3, KMnO4, dan lain-lain.
Kebanyak titrasi dapat dilakukan dalam keadaan asam, disamping itu ada
beberapa titrasi yang sangat penting dalam suasana basa untuk bahan-bahan
organik. Daya oksidasi MnO4- lebih kecil sehingga letak keseimbang kurang
menguntungkan. Untuk menarik keseimbangan kearah hasil titrasi, titasi di
tambahkan Ba2+, yang dapat mngendapkan ion MnO42- sebagai BaMnO4. Selain
menggeser kesetimbangan ke kanan pengendapan ini juga mencegah reduksi
MnO42- ini lebih lanjut (Harjadi, 1993).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Peralatan yang digunakan
A. Analisa CO2 dalam air keran dan air mineral
1. Buret 1 buah
2. Pipet tetes 1 buah
3. Pipet volume 1 buah
4. Bola hisap 1 buah
5. Erlenmeyer 1 buah

3.1.2 Bahan yang digunakan


1. Natrium Hidroksida (NaOH) 2N
2. Indikator Fenolpthalein (PP) 1% 3 tetes
3. Air mineral 5 ml
4. Air keran 5 ml

3.2 Prosedur Kerja


Adapun Prosedur kerja yang dilakukan sebagai berikut :
1. Di pepet sampel sebanyak 5 ml dimasukkan dalam Erlenmeyer
2. Di tambahkan indikator Fenolpthalein (PP) 3 tetes
3. Di titrasi dengan NaOH 2N
4. Di hitung kadar CO2
A x N x 44
Mg/L(ppm) = Sampel (mL) x 1000

21
22

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Peralatan yang digunakan
B. Analisa Konsentrasi NaOH dalam brine dan air kolam
1. Buret 1 buah
2. Pipet tetes 1 buah
3. Pipet volume 1 buah
4. Bola hisap 1 buah
5. Erlenmeyer 1 buah

3.1.2 Bahan yang digunakan


1. Air garam 10 ml
2. Air kolam 10 ml
3. Pentahidrat (5H2O) 1N 1 ml
4. Asam Klorida (HCl) 0,1N
5. Metyl Orange
6. Indikator Fenolpthalein (PP) 1% 3 tetes

3.2 Prosedur Kerja


Adapun Prosedur kerja yang dilakukan sebagai berikut :
1. Diamabil sampel 10 ml dalam Erlenmeyer
2. Ditambahkan 1 ml Pentahidrat 1N
3. Ditambahkan 3 tetes indkator Fenolpthalein(PP) 1% (larutan menjadi
bening)
4. Dititrasi dengan HCl 0,1N sampai end point (warna menjadi keruh) catat
volume sebagai A
5. Ditambahkan 3 tetes metyl orange (larutan menjadi merah muda), titrasi
dilanjutkan sampai end point (warna pink) dan catat volumenya sebagai B
V x N x BE x 1000
6. Dihitung kadar NaOH : NaOH (Mg/L) = Sampel (L)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
A. Analisa CO2 dalam air keran dan air mineral
Tabel 4.1 Hasil Pecobaan Analisa Konsentrasi
Sampel Cara Kerja Keterangan Volume Keterangan Kadar CO2 (ppm)
NaOH
I II I II
Air 5 ml Warna Warna 33.440 17.600
Keran sampel air bening bening
keran
+Indikator
PP 1 %
Air 5 sampel Warna 0,2 0,3 Warna 3.520 5.280
Mineral air mineral bening ml ml merah muda
+Indikator
PP 1 %

4.2 Pembahasan
Percobaan ini analisa konsentrasi CO2 dalam air, sampel yang digunakan
adalah air kerana dan air mineral, masing-masing 5 ml. Dari hasil di atas, kita
dapat melihat bahwa air keran memiliki titrasi 1,9 ml dan 1 ml. Setiap sampel
ditambahkan indikator fenolpthalein (PP) 1% untuk menandakan titik akhir titrasi
atau ekuivalen suatu larutan. Setelah penambahan indikator fenolpthalein (PP) 1%
sampel akan berubah warna menjadi bening karena sampel yang telah
ditambahkan indikator PP 1% akan berubah menjadi bening, karena apabila
indikator fenolpthalein (PP) 1% dilarutkan atau dicampurkan dengan larutan
bersifat netral airnya akan berubah menjadi warna merah muda. Perubahan warna
ini disebabkan oleh adanya konsentrasi karbon dioksida (CO2).
Pada sampel yang kedua yaitu sampel air mineral yang memiliki titrasi 0,2
ml dan 0,3 ml. Setiap sampel juga ditambahkan indikator fenolpthalein (PP) 1%
untuk menandakan titik akhir titrasi suatu larutan. Setelah penambahan indikator
fenolpthalein (PP) 1% sampel bewarna bening, karena sampel yang telah

23
24

ditambahkan indikator fenolpthalein (PP) 1% akan berubah menjadi bening juga.


Karena apabila indikator fenolpthalein (PP) 1% dilarutkan dengan larutan yang
bersifat netral airnya akan berubah menjadi warna bening. Kemudian dititrasi
dengan NaOH 2N warna sampel berubah menjadi warna merah muda. Perubahan
warna ini disebabkan oleh adanya konsentrasi karbon dioksida.
Setelah kedua larutan sudah dititrasi maka kita dapat melihat kadar CO2
baik dalam air keran maupun air mineral. Kadar CO2 dalam air keran adalah
33.440 ppm dan 17.600 ppm, dan kadar CO2 dalam air mineral adalah 3.520 ppm
dan 5.280 ppm.
Menurut standar yang ditetapkan oleh U.S Public Health Service mengenai
batas ppm CO2 dala air adalah 100.000 ppm. Pada dasarnya kadar CO2 dalam air
keran berbeda dengan kadar CO2 dalam air mineral, Karena apabila kadar dalam
air tinggi maka air itu tidak bagus untuk dikonsumsi atau dapat mengakibatkan
pnyakit, dan apabila kadar CO2 dalam air lebih rendah berarti air tersebut bisa
dikonsumsi.
25

4.1 Hasil
B. Analisa Kosentrasi NaOH dalam Braine dan air kolam
Tabel 4.1 Hasil Pecobaan Analisa Konsentrasi
Sampel Cara kerja Keterangan Volume Keterangan Setelah Volume NaOH (Mg/L)
HCl dititrasi
I II I II
Air 10 ml sampel air Warna 0,25 0,5 Warna + metyl 2.000.000 4.800.000
garam garam+penta merah ml ml keruh orange
hidrat+indikator muda warna
PP menjadi
merah
muda
Air 10 ml sampel air Warna 0,6 0,4 Warna + metyl 4.000.000 3.200.000
kolam kolam+penta merah ml ml keruh orange
hidrat+indikator muda pudar warna
PP menjadi
orange
muda

4.2 Pembahasan
Pada percobaan ini kami menggunakan sampel yaitu air garam sebanyak
10 ml dan dilakukan dua kali pengulangan (titrasi). Pada percobaan pertama, air
garam 10 ml ditambahkan indikator fenolpthalein (PP) 1% sebanyak 3 tetes warna
larutan menjadi merah muda. Karena indikator fenolpthalein (PP) 1% apabila
dicampurkan dengan larutan yang bersifat basa warnanya akn berubah menjadi
merah muda. Kemudian titrasi dengan HCl warna menjadi keruh, dan didapat
volume titrasi 0,25 ml dan 0,5 ml. Kemudian di tambahkan metyl orange warna
menjadi merah muda. Dan kemudian kadar NaOH yang kita dapat pada sampel air
garam adalah 2.000.000 Mg/L dan pengulangan yang didapatkan 4.000.000 Mg/L.
Pada percobaan yang kedua dengan menggunakan sampel air kolam
sebanyak 10 ml dan dilarutkan dua kali pengulangan juga. Pada percobaan
menjadi pertama, air kolam 10 ml ditambahkan indikator fenolpthalein (PP) 1%
sebanyak 3 tetes warna larutan menjadi merah pudar, karena indikator
fenolpthalein (PP) 1% apabila dicampurkan dengan larutan bersifat basa warnanya
berubah merah muda pudar, karena apabila basa kuat dalam air akan
menghasilkan ion Hidroksida (OH), oleh karena itu indikator fenolpthalein (PP)
26

1% ditambahkan dalam air kolam dan membentuk larutan yang bersifat basa.
Kemudian dititrasi dengan HCl warna berubah menjadi keruh, dan didapatkan
volume titrasi adalah 4.800.000 Mg/L dan pengulangan yang kedua didapatkan
3.200.000 Mg/L.
NaOH apabila dilarutkan dalam air sangat berpengaruh, karena apabila
kadar NaOH dilarutkan dalam air akan memebentuk basa kuat. Dan semuanya ini
sangat mudah terionisasi membentuk ion natrium dan hidroksida.
Menurut standar yang telah ditetapkan oleh U.S Public Health Service
mengenai batas ppm NaOH dalam air adalah 200.000 ppm.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Volume titrasi untuk menentukan kadar CO2 dalam air keran pada
percobaan I = 1,9 ml dan pada percoban II = 1 ml. Volume titrasi untuk
menentukan kadar CO2 dalam air mineral pada percobaan I = 0,2 ml dan
pada percobaan II = 0,3 ml
2. Saat titrasi, dengan NaOH air keran dan air mineral warna berubah
menjadi warna merah muda
3. Kadar CO2 dalam air keran pada percobaan I = 33.440 ppm dan pada
percobaan II = 17.600 ppm, sedangkan pada air mineral kadar CO2 pada
percobaan I = 3.520 ppm dan pada percobaan II = 5.280 ppm. Jika kadar
CO2 dalam air lebih tinggi, maka air tersebut tidak baik untuk dikonsumsi
4. Volume titrasi HCl pada air garam pada percobaan I = 0,25 ml dan pada
percobaan II = 0,5 ml. Volume titrasi HCl pada air kolam pada percobaan
I = 0,6 ml dan pada percobaan II = 0,4 ml
5. Perubahan warna pada air garam setelah ditambahkan indikator
fenolpthalein (PP) 1% adalah warnanya menjadi merah muda, sedangkan
pada air kolam warnanya menjadi merah muda pudar
6. Setelah dititrasi sampel air garam dan air kolam warnanya menjadi keruh
7. Kadar NaOH pada air garam pada percobaan I = 2.000.000 Mg/L dan pada
percobaan II = 4.000.000 Mg/L, sedangkan pada air kolam pada percobaan
I = 4.800.000 Mg/L dan pada percobaan II = 3.200.000 Mg/L
8. Kadar CO2 pada air garam pada percobaan I = 2.200 Mg/L dan pada
percobaan II = 4.400 Mg/L, sedangkan pada air kolam pada percobaan I =
5.280 Mg/L dan pada percobaan II = 3.520 Mg/L

27
28

5.2 Saran
Pada percobaan analisa konsentrasi ini, juga didapatkan adanya metode
lain untuk pengujian konsentrasi, yaitu metode spektrofotometri yang dapat
digunakan untuk menganalisis analisa konsentrasi suatu zat di dalam lautan
berdasarkan absorbansi terhadap warna dari larutan pada panjang gelombang
tertentu.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Judul Praktikum : Analisa Konsentrasi


1.2 Tanggal Praktikum : 05 November 2015
1.3 Pelaksana Pratikum : 1. Aulia Fahri (140140002)
2. Fitria Fauli (140140003)
3. Nur Rahmi Keliat (140140011)
4. Afna Nurhusna (140140017)
1.4 Tujuan Praktikum : c. Untuk menghitung kadar NaCl dalam air laut
d. Untuk menghitung kadar % HCl

29
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Larutan


Larutan adalah campuran serba sama dari dua komponen atau lebih yang
mana tiap-tiap komponen dapat berupa gas, cair atau padat. Komponen yang lebih
banyak disebut pelarut, sedangkan komponen yang lebih sedikit disebut zat
terlarut. Pada umumnya zat yang digunakan sebagai pelarut adalah air, selain air
yang berfungsi sebagai pelarut adalah alkohol amoniak, kloroform, benzena,
minyak, asam asetat, akan tetapi kalau menggunakan air biasanya tidak
disebutkan. Berdasarkan daya hantar larutan dapat dibedakan 2 macam, antara
lain sebagai berikut :
1. Larutan Elektrolit yaitu larutan yang dapat menghantarkan arus listrik
2. Larutan Non-elektrolit yaitu larutan yang tidak dapat menghantarkan arus
listrik
1) Macam-macam larutan
Macam-macam larutan antara lain :
a. Larutan padat pelarutnya padat kuningan (Zn dalam Cu)
b. Larutan cair pelarutnya cair gula dalam garam
c. Larutan gas pelarutnya gas uap cair dalam udara
2) Larutan (dispersi molekuler)
Contoh larutan (disperse molekuler) yaitu larutan gula dalam air dan
larutan alkohol.
Sifat-sifatnya antara lain :
a. Homogen, tidak dapat dibedakan walaupun menggunakan mikroskop ultra
b. Semua partikel berdimensi < 1 Nm
c. Satu fase
d. Stabil
e. Tidak dapat disaring
3) Koloid (disperse koloid)
Contohnya : campuran susu dengan air.

30
31

Sifat-sifatnya antara lain :


a. Secara makrokopik bersifat homogen, tetapi heterogen jika diamati dengan
mikroskop ultra
b. Partikel berdimensi antara 1-100 Nm
c. Dua fase
d. Pada umumnya stabil
e. Dapat di saring dengan penyaring ultra (Team jurusan teknik kimia,2012).
4) Satuan-satuan konsentrasi
a. Persentase (%)
Yang dimaksud denga persentasi adalah jumlah gram zat terlarut dalam
tiap 100 gram larutan. Persamaannya adalah sebagai berikut :
gram zat terlarut
% = X 100%...........................................................................(2.1)
gram larutan

b. Fraksi mol
Fraksi mol adalah perbandingan jumlah mol suatu zat dalam larutan
terhadap jumlah mol seluruh zat dalam larutan. Persamaannya adalah :
mol suatu zat
X = mol seluruh zat ...(2.2)

c. Kemolaran (M= molar)


Kemolaran adalah jumlah mol zat terlarut dalam tiap liter larutan.
Persamaannya adalah :
n
M = v ...(2.3)

d. Kemolalan (m= molal)


Kemolalan adalah jumlah mol zat terlarut dalam tiap 100 gram pelarut.
e. Normalitas
Normalitas menyatakan banyaknya gram ekivalen zat terlarut dalam 1 liter
larutan. Satuan N hanya dipakai pada reaksi asam basa dan reaksi redoks. Masalah
yang berhubungan dengan konsentrasi dapat di golongkan dalam 3 hal yaitu :
1. Masalah perhitungan jumlah zat terlarut
2. Masalah pengenceran larutan
32

3. Maslah pencampuran konsentrasi yang berbeda


f. Jumlah zat terlarut
Rumus :
Mol zat terlarut = V x M.(2.4)
Mol zat terlarut = Ml x M......(2..5)
g. Pengenceran larutan
Pengenceran larutan adalah penambahan pelarut terhadap jumlah zat
terlarut yang tetap. Setiap pengenceran berarti memperkecil konsentrasi. Proses
pengenceran adalah mencampur larutan pekat (konsentrasi tinggi) dengan cara
menambahkan pelarut agar diperoleh volume akhir yang lebih besar. Jika suatu
larutan senyawa kimia yang pekat diencerkan, kadang-kadang sejumlah panas
dilepaskan. Hal ini terutama dapat terjadi pada pengenceran asam sulfat pekat.
Agar panas ini dapat dihilangkan dengan aman, asam sulfat pekat yang harus
ditambahkan ke dalam air, tidak boleh sebaliknya. Jika air ditambahkan ke dalam
asam sulfat pekat, panas yang dilepaskan sedemikian besar yang dapat
menyebabkan air mendadak mendidih dan menyebabkan asam sulfat memercik.
Jika kita berada di dekatnya, percikan asam sulfat ini merusak kulit.
Larutan asam dapat ditentukan kadarnya melalui penambahan larutan baku
basa yang tepat ekivalen (setara) dengan jumlah asam yang ada. Titik pada saat
tercapainya kesetaraan asam dan basa yang bereaksi dinamakan titik akhir titrasi.
Untuk mengamati titik ekivalen ini digunakan indicator asam-basa, yaitu suatu zat
yang dapat berubah warnanya tergantung PH larutan. Jenis indicator yang dipilih
harus tepat. Titik akhir titrasi tidak selalu berimpit dengan titik ekivalen dan
selisihnya dinamakan kesalahan titrasi. Ketepatan dalam memilih indicator dapat
memperkecil kesalahan titrasi.
Rumus pengenceran :
V1 x M1 = V2 x M2..(2.6)
Dimana :
V1 : volume sebelum pengenceran
V2 : volume sebelum pengenceran
M1 : konsentrasi sebelum pengenceran
33

M2 : konsentrasi sebelum pengenceran


(Otoby Gillis, 2003).
5) Kesetimbangan kimia
Kesetimbangan kimia adalah dimana laju alir reaksi ke kanan sama dengan
laju reksi ke kiri.
a. Perubahan konsentrasi suatu zat
Contoh :
A+B C(2.7)
Bila zat A ditambahkan kedalam campuran yang bereaksi memperbesar
konsentrasi zat A, maka terjadi pergeseran kearah kanan sehingga zat C lebih
banyak terbentuk. Pengaruh perubahan konsentrasi terhadap suatu kesetimbangan
antara lain :
a) Bila suatu zat konsentrasinya di perbesar (ditambah), maka reaksi akan
bergeser kearah zat tersebut
b) Bila salah satu zat konsentrasi diperkecil (dikurangi) maka reaksi akan
bergeser kearah zat tersebut
6) Pergeseran kesetimbangan
Pergeseran kesetimbangan terjadi karena faktor berikut :
a. Konsentrasi
Bila konsentrasi di tambah, kesetimbangan kearah berlawanan. Adapun
pengurangan konsentrasi akan mengakibatkan pergeseran kearah yang
dikurangi.
b. Suhu
Kenaikan suhu akan menggeser kesetimbangan kearah reaksi eksoterm.
Penurunan suhu akan menggeser kesetimbangan kearah suhu endoterm.
c. Perubahan tekanan
1. Tekanan diperkecil (volume diperbesar), reaksi bergeser kearah
dengan mol gas yang lebih besar
2. Tekanan diperbesar (volume diperkecil), reaksi bergeser kearah
dengan mol gas yang lebih kecil (Underwood. 1999).
34

Larutan adalah zat-zat yang homogen yang memiliki komposisi merata


atau serba sama diseluruh volumnya suatu larutan mengandung suatu zat terlarut
atau lebih dari satu pelarut. Fasa larutan dapat berupa fasa padat yang bergantung
pada sifat-sifat kedua komponen pembentuk larutan dan fasa zat-zat
pembentuknya sama, zat yang berada dalam jumlah terbanyak umumnya disebut
pelarut sedangkan zat lainnya sebagai zat terlarutnya.
Jenis-jenis larutan yaitu gas, cair dan padat antara lain :
1. Larutan gas, penyusunnya campuran antar gas antar uap (dalam semua
perbandingan), contoh : udara dengan N2 sebagai pelarut
2. Larutan cair, zat padat, zat cair atau gas melarut ke dalam pelarut cair atau
gas melarut ke dalam pelarut cair. Contoh : asam asetat dalam air
3. Larutan padat, gas terlarut dalam zat padat (gas H2 dalam logam
palladium), zat cair terlarut dalam zat padat (raksa dalam logam emas), zat
padat terlarut dalam zat padat (seng dalam tembaga, karbon dalam besi)
Larutan baku/ larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah
diketahui. Larutan baku biasanya berfungsi sebagai titran sehingga ditempatkan
buret, yang sekaligus berfungsi sebagai alat ukur volume larutan baku. Larutan
yang akan ditentukan konsentrasinya atau kadarnya, diukur volumenya dengan
menggunakan pipet volumetri dan ditempatkan di erlenmeyer. Macam-macam
larutan sebagai berikut:
a. Larutan baku primer
Larutan yang mengandung zat padat murni yang konsentrasi larutannya
diketahui secara tepat melalui metode gravimetri (perhitungan massa), dapat
digunakan untuk menetapkan konsentrasi larutan lain yang belum diketahui. Nilai
konsentrasi dihitung melalui perumusan sederhana, setelah dilakukan
penimbangan teliti dari zat pereaksi tersebut dan dilarutkan dalam volume
tertentu.
Contoh: K2Cr2O7, As2O3, NaCl, asam oksalat, asam benzoat (kimia 2, Benny
Karyadi).
35

Syarat-syarat larutan baku primer :


1. Zat harus mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan (jika mungkin pada
suhu 110-120 derajat celcius) dan disimpan dalam keadaan murni. (Syarat
ini biasanya tak dapat dipenuhi oleh zat- zat terhidrasi karena sukar untuk
menghilangkan air-permukaan dengan lengkap tanpa menimbulkan
pernguraian parsial)
2. Zat harus tidak berubah berat dalam penimbangan di udara; kondisi ini
menunjukkan bahwa zat tak boleh higroskopik, tak pula dioksidasi oleh
udara atau dipengaruhi karbondioksida.
3. Zat tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji- uji kualitatif dan
kepekaan tertentu.
4. Zat tersebut sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa
ekuivalen yang besar.
5. Zat tersebut harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih.
6. Reaksi yang berlangsung dengan pereaksi harus bersifat stoikiometrik dan
langsung.
a. Larutan baku sekunder
Larutan suatu zat yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan tepat
karena berasal dari zat yang tidak pernah murni. Konsentrasi larutan ini
ditentukan dengan pembakuan menggunakan larutan baku primer, biasanya
melalui metode titrimetri. Contoh: AgNO3, KmnO4, Fe(SO4)2.
Syarat-syarat larutan baku sekunder :
a) Derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer
b) Mempunyai berat ekivalen yang tinggi untuk memperkecil kesalahan
penimbangan
c) Larutannya relatif stabil dalam penyimpanan (Basset, J, 1994).

2.2 Titrasi Pengendapan


Titrasi pengendapan adalah salah satu golongan titrasi dimana hasil reaksi
titrasinya merupakan endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip dasarnya ialah
reaksi pengendapan yang cepat mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan
36

titran, tidak ada pengotor yang mengganggu serta diperlukan indikator untuk
melihat titik akhir titrasi. Hanya reaksi pengendapan yang dapat digunakan pada
titrasi. Beberapa macam titrasi yang biasanya digunakan adalah sebagai berikut:
(Khopkar, 1990).
1. Titrasi Argentometri
Istilah argentometri diturunkan dari bahasa latin argentum, yang berarti
perak. Jadi argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat
dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan
dengan ion Ag+. Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi
indikator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat AgNO3. Dengan
mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat
tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan.
(Underwood, 1992).
2. Cara Mohr
Pada metode ini, titrasi halida dengan AgNO3 dilakukan dengan K2CrO4.
Pada titrasi ini akan terbentuk endapan baru yang berwarna. Pada titik akhir
titrasi, ion Ag+ yang berlebih diendapkan sebagai Ag2CrO4 yang berwarna merah
bata. Larutan harus bersifat netral atau sedikit basa, tetapi tidak boleh terlalu basa
sebab Ag akan diendapkan sebagai Ag(OH)2. Jika larutan terlalu asam maka titik
akhir titrasi tidak terlihat sebab konsentrasi CrO4- berkurang.
Pada kondisi yang cocok, metode mohr cukup akurat dan dapat digunakan pada
konsentrasi klorida yang rendah. Pada jenis titrasi ini, endapan indikator berwarna
harus lebih larut disbanding endapan utama yang terbentuk selama titrasi.
Indikator tersebut biasanya digunakan pada titrasi sulfat dengan BaCl2, dengan
titik akhir akhir terbentuknya endapan garam Ba yang berwarna merah. (Khopkar,
1990).
3. Cara Volhard
Titrasi Ag dengan NH4SCN dengan garam Fe(III) sebagai indikator adalah
contoh metode volhard, yaitu pembentukan zat berwarna didalam larutan. Selama
titrasi, AgSCN terbentuk sedangkan titik akhir tercapai bila NH4SCN yang
berlebih bereaksi dengan Fe(III) membentuk warna merah gelap [FeSCN]2+.
37

Pada metode volhard, untuk menentukan ion klorida suasana haruslah asam
karena pada suasana basa Fe3+ akan terhidrolisis. AgNO3 berlebih yang
ditambahkan ke larutan klorida tentunya tidak bereaksi. Larutan Ag+ tersebut
kemudian dititrasi balik dengan menggunakan Fe(III) sebagai indikator.
(Khopkar, 1990).
4. Cara Fajans
Dalam titrasi fajans digunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi ialah
zat yang dapat diserap pada permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya
warna. Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekuivalen, antara lain
dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH.
Indikator ini ialah asam lemah atau basa lemah organic yang dapat membentuk
endapan dengan ion perak. Misalnya flouresein yang digunakan dalam titrasi ion
klorida. Dalam larutan, flouresein akan mengion (untuk mudahnya ditulis HFI) :
HFI H+ + FI-
Ion FI- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan
berwarna merah muda.
Flouresein sendiri dalam larutan berwarna hijau kuning, sehingga titik akhir dalam
titrasi ini diketahui berdasar tiga macam perubahan, yakni (i) endapan yang
semula putih menjadi merah muda dan endapan terlihat menggumpal, (ii) larutan
yang semula keruh menjadi lebih jernih, dan (iii) larutan yang semula kuning
hijau hampir tidak berwarna lagi. (Harjadi, 1990).

2.3 Penetapan Titik Akhir Dalam Reaksi Pengendapan


2.3.1 Pembentukan suatu endapan berwarna
Ini dapat diilustrasikan dengan prosedur mohr untuk penetapan klorida dan
bromide. Pada titrasi suatu larutan netral dari ion klorida dengan larutan perak
nitrat, sedikit larutan kalium kromat ditambahkan untuk berfungsi sebagai
indikator. Pada titik akhir, ion kromat ini bergabung dengan ion perak untuk
membentuk perak kromat merah yang sangat sedikit sekali dapat larut. Titrasi ini
hendaknya dilakukan dalam suasana netral atau sangat sedikit sekali basa, yakni
dalam jangkauan pH 6,59. (Bassett, 1994)
38

2.3.2 Pembentukan suatu senyawaan berwarna yang dapat larut


Contoh prosedur ini adalah metode volhard untuk titrasi perak dengan
adanya asam nitrat bebas dengan larutan kalium atau ammonium tiosianat standar.
Indikatornya adalah larutan besi(III) ammonium sulfat. Penambahan larutan
tiosianat menghasilkan mula-mula endapan perak klorida. Kelebihan tiosianat
yang paling sedikitpun akan menghasilkan pewarnaan coklat kemerahan,
disebabkan oleh terbentuknya suatu ion kompleks. Metode ini dapat diterapkan
untuk penetapan klorida, bromide dan iodide dalam larutan asam. Larutan perak
nitrat standar berlebih ditambahkan dan kelebihannya dititrasi balik dengan
larutan tiosianat standar. (Bassett, 1994).

2.3.3 Penggunaan indikator adsorpsi


Aksi dari indikator-indikator ini disebabkan oleh fakta bahwa pada titik
ekuivalen, indikator itu diadsorpsi oleh endapan dan selama proses adsorpsi
terjadi suatu perubahan dalam indikator yang menimbulkan suatu zat dengan
warna berbeda, maka dinamakan indikator adsorpsi.
Zat-zat yang digunakan adalah zat-zat warna asam, seperti warna deret
flouresein misalnya flouresein an eosin yang digunakan sebagai garam
natriumnya.
Untuk titrasi klorida, boleh dipakai flouresein. Suatu larutan perak klorida dititrasi
dengan larutan perak nitrat, perak klorida yang mengendap mengadsorpsi ion-ion
klorida. Ion flouresein akan membentuk suatu kompleks dari perak yang merah
jambu. (Basset, 1994).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Peralatan yang digunakan
3.1.1.1 Analisa Konsentrasi NaCl dan Air Laut
1. Buret
2. Erlenmeyer
3. Labu ukur
4. Piper tetes
5. Pipet volume
6. Bola penghisap
7. Corong

3.1.1.2 Analisa % HCl


1. Buret
2. Erlenmeyer
3. Labu ukur
4. Piper tetes
5. Pipet volume
6. Bola penghisap
7. Corong
8. Timbangan digital

3.1.2 Bahan yang digunakan


3.1.2.1 Analisa Konsentrasi NaCl dalam Air Laut
1. AgNO3 0,1N
2. Indikator K2CrO4
3. Air garam 10 ml

39
40

3.1.2.2 Analisa % HCl


1. NaOH 1N
2. Indikator PP
3. Air Keran

3.2 Prosedur Kerja


Adapun prosedur kerja yang dilakukan sebagai berikut:
3.2.1 Analisa Konsentrasi NaCl dalam Air Laut
1. Sampel air garam diambil sebanyak 10 ml dan diencerkan sampai dengan
100 ml.
2. Diambil sampel yang telah diencerkan sebanyak 10 ml dan dimasukkan
ke dalam erlenmeyer.
3. Ditambahkan indikator K2CrO4 sebanyak 3 tetes.
4. Dititrasi dengan larutan AgNO3 0,1N sampai dengan end point (terbentuk
endapan).
5. Dihitung kadar NaCl.
6. Diulangi percobaan sebanyak 2 kali.

3.2.2 Analisa % HCl


1. Sampel air keran ditimbang 10 gram lalu dimasukkan ke dalam
erlenmeyer
2. Kemudian ditambahkan 3 tetes indikator PP.
3. Lalu dititrasi dengan larutan NaOH 1 N sampai end point (warna merah
muda).
4. Diulangi percobaan ini sebanyak 2 kali.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Analisa Konsentrasi NaCl dan Air Laut
Tabel 4.1.1 Hasil Percobaan Analisa Konsentrasi NaCl dan Air Laut
NO Cara Kerja Hasil Pengamatan
1 10 ml air garam + 3 tetes 1. air garam berwarna bening berubah
indikator K2CrO4 menjadi warna kuning
2. Dititrasi dengan AgNO3. 1. Menghasilkan titrasi 4 ml
2. Terdapat endapan berwarna putih

3. Percobaan di atas diulangi 1. Menghasilkan titrasi sebanyak 1 ml


sebanyak 2 kali lagi. dan 2,01 ml dan terdapat endapan
putih

4.1.2 Analisa % HCl


Tabel 4.1.2 Hasil Percobaan Analisa % HCl.
NO Cara Kerja Hasil Pengamatan
1 10 gram air keran + 3 tetes 1. Larutan berwarba bening
indikator pp
2. Ditirasi dengan larutan NaOH 1N 1. Menghabiskan titrasi sebanyak 0,07
ml.
2. Terjadi perubahan warna merah
muda
pekat.
3 Percobaan di atas diulangi 1. Menghabiskan titrasi sebanyak 0,72
sebanyak 2 kali ml dan 1,5 ml
2. Terdapat perubahan warna menjadi
merah muda pekat

41
42

4.2 Pembahasan
4.2.1 Analisa Konsentrasi NaCl dan Air Laut
Pada percobaan analisa konsentrasi NaCl dalam air laut sampel yang
digunakan adalah garam. Hasil yang didapat saat sampel air garam ditetesi dengan
indikator K2CrO4 berubah warna menjadi kuning, Ini di karenakan K2CrO4
merupakan pereaksi spesifik yang memberikan warna khas untuk setiap kation-
kation. Reaksi spesifik adalah reaksi yang khas yang merupakan reaksi antara
bahan tertentu dengan pereaksi spesifik untuk bahan tersebut dan menghasilkan
perubahan warna. Kemudian sampel yang sudah ditetesi indikator K2CrO4 dititrasi
dengan AgNO3 dan menghasilkan endapan putih pada sampel air garam. Endapan
putih ini menandai bahwa titik akhir titrasi sudah tercapai. Banyaknya titran yang
digunakan pada sampel air garam sebanyak 4 ml dan dilakukan pengulangan
sebanyak 2 kali dan dihasilkan titran sebesar 1 ml dan 2,01 ml.

4.2.2 Analisa % HCl


Pada percobaan analisa % HCl, sampel yang digunakan air keran ditetesi
dengan indikator pp. Larutan tetap berwarna bening, dikarenakan indikator pp
merupakan preaksi spesifik yang ditandai dengan tidak adanya perubahan warna
saat ditetesi indikator pp.
Lalu sampel dititrasi dengan NaOH 1N dan menghasilkan warna merah
muda, Perubahan warna terrjadi menandai bahwa titik akhir titrasi sudah tercapai
dan didapat volume titran sebanyak 0,07 ml dan di ulangi percobaan sebanyak 2
kali dan di dapat volume titran sebanyak 0,72 ml dan 1,5 ml, terjadi perbedaan
volume titran karena kurangnya ketelitian saat mentitrasi sampel
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Metode yang digunakan pada pada percobaan analisa konsentrasi NaCl
dalam air laut adalah metode Mohr
2. Semakin banyak kadar NaCl didalam suatu sampel, maka semakin banyak
juga titran yang digunakan
3. Proses reaksi terbentuknya NaCl dari air laut
HCl + NaOH NaCl + H2O.(6.1)

5.2 Saran
Selain menggunakan metode Mohr dapat digunakan metode Volhard dan
metode Fajans untuk menganalisa NaCl dalam air laut.

43
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Judul praktikum : Analisa Dengan Peralatan Instrumen


1.2 Tanggal praktikum : 02 November 2015
1.3 Pelaksana Pratikum : 1. Aulia Fahri (140140002)
2. Fitria Fauli (140140003)
3. Nur Rahmi Keliat (140140011)
4. Afna Nurhusna (140140017)
1.4 Tujuan Pratikum : 1. Mengetahui instalasi pH meter,
mengkalibrasidan mempergunakan pH
meter.
2. Menghitung derajat keasaman/basa dalam
pernyataan konsentrasi ion hydrogen dalam
larutan sampel.
3. Untuk mengetahui kadar Fe dalam air
sampel.

44
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi pH Meter


pH meter adalah sebuah alat elektronik yang digunakan untuk mengukur pH
(keasaman atau alkalinitas) dari suatu cairan (meskipun probe khusus terkadang
digunakan untuk mengukur pH zat semi padat). pH meter biasanya terdiri
daripengukuran khusus probe (elektroda gelas) yang bersambung kemeteran
elektronik yang mengukur dan menampilkan pH. Primsip pengukuran pH dengan
menggunakan pH meter adalah potensial elektrokimia yang terjadi antara larutan
yang terdapat dalam elektoda gelas yang telah diketahui dengan larutan yang
terdapat diluar elektroda gelas yang tidak diketahui. Hal ini dikarenakan lapisan
tipis dari gelembung kaca akan berinteraksi dengan ion hidrogen yang ukurannya
relatif kecil dan aktif. Elektroda gelas terssebut akan mengukur potensial
elektrokimia dari ion hidrogen atau di istilahkan dengan potensial of hydrogen
(Benny, 1994).
Untuk melengkapi sirkuit elektrik dibutuhkan suatu elektroda pendamping.
Sebagai catatan, alat tersebut tidak mengukur arus tetapi hanya mengukur
tegangan. Skema elektroda pH meter akan mengukur potensial listrik antar
Merkuri Klorid (HgCl) pada elektroda pembanding dan potasium Chloride (KCl)
yang merupakan larutan didalam gelas elektroda seerta potensial antara larutan
dan elektroda perak. Tetapi potensial antara sampel yang tidak dikeahui dengan
elektroda gelas dapat berubah tergantung sampelnya. Oleh karena itu, perlu
dilakukan kalibrasi dengan menggunakan larutan ekuivalen yang lainnya untuk
menetapkan nilai pH. Elektroda pembanding calomel terdiri dari tabung gelas
yang berisi Potasium Kloride (KCl) yang merupakan elektrolit yang berinteraksi
dengan HgCl diujung larutan KCl. Tabung gelas ini mudah pecah sehingga untuk
menghubungkannya digunakan keramik berpori atau bahan sejenisnya. Elektroda
semacam ini tidak mudah terkontaminasi oleh logam dan unsur natrium. Elektroda
gelas terdiri dari tabung kaca yang kokoh dan tersambung dengan gelembung kaca

45
46

yang tipis. Didalamnya terdapat larutan KCl yang buffer pH 7. Elektroda pH yang
ujungnya merupakan perak khloride (AgCl) dihubungkan kedalam larutan
tersebut. Untuk meminimalisir pengaruh elektrolit yang tidak diinginkan, alat
tersebut dilindungi oleh suatu lapisan kertas pelindung yang biasanya terdapat di
bagian dalam elektroda gelas. Pada kebanyakan pH meter modern sudah
dilengkapi dengan thermistor temperature, yakni suatu alat untuk mengkoordinasi
pengaruh temperatur. Antara elektroda pemanding elektroda gelas sudah disusun
dalam suatu kesatuan (John, 1997).
Penggunaan alat maupun instrumen dalam melakukan pengukuran
sebaiknya dilakukan kalibrasi alat terlebih dahulu, salah satunya adalah pH meter.
Menurut Tahir (2008), kalibrasi alat harus diperhatikan sebelum dilakukan
pengukuran pada pH meter. Kalibrasi adalah memastikan kebenaran nilai-nilai
yang ditunjukkan oleh instrumen ukur atau sistem pengukur atau nilai-nilai yang
diabadikan pada suatu bahan ukur dengan cara membandingkan dengan nilai
konvensional yang diwakili oleh standar ukur yang memiliki kemampuan telusur
ke standar nasional atau internasional. Larutan yang biasa digunakan untuk
kalibrasi pH meter adalah larutan buffer.
Kalibrasi terhadap pH meter dilakukan dengan larutan buffer standar dengan
pH 4.01, 7 dan 10.01 dan dengan metode satu titik, dua titik atau multi titik.
Metode satu titik dilakukan dengan menggunakan buffer standar sekitar pH yang
akan diukur, pH 4.01 untuk sistem asam, buffer standar 7.00 untuk sistem netral
dan buffer standar 10.01 untuk sistem basa. Metode dua titik dilakukan jika bahan
bersifat asam digunakan dua buffer standar berupa pH 4.01 dan 7.00. Jika bahan
bersifat basa, digunakan dua buffer standar berupa pH 7.00 dan 10.00. Selain
kalibrasi terdapat pH meter, juga terdapat kalibrasi temperatur berupa PT100
maupun termoccouple dapat menggunakan metode pembanding maupun simulasi
(Sulaiman, 2011).
Pengukuran dengan menggunakan pH meter dan pH universal menunjukkan
hasil yang berbeda, dikarenakan pH meter memiliki daya ukur yang lebih akurat
dan tepat dibandingkan dengan menggunakan pH universal. Hasil dari pH
universal yang berupa kisaran pH dalam bentuk warna sesaat setelah dicelupkan
47

ke dalam suatu larutan, warna yang terbentuk tersebut akan dicocokkan dengan
nilai pH yang yang terdapat pada warna universal. Sedangkan pH meter lebih
akurat dan presisi karena setelah elektroda dicelupkan pada larutan, nilai pH akan
ditransmisikan secara digital di layar dengan dua atau empat angka desimal. Alat
tersebut memiliki ketelitian yang baik karena memiliki sensitivitas 0.01 pH
(Matiin 2012).
Salah satu aplikasi dalam penggunaan pH meter yakni mengukur kadar
keasaman atau kebasaan suatu air tanah yang dikembangkan saat ini. Selain itu,
alat-alat instrumentasi yang digunakan pada pabrik pembuatan kertas atau pulp
adalah dengan menggunakan pH meter yang berfungsi untuk mendeteksi
keasaman dan kebasaan pada buburan kertas agar dapat menghasilkan kertas atau
pulp yang kualitas baik. Instrumen pH meter merupakan suatu peralatan yang
terdiri dari sensor sebagai pendeteksi keasaman dan kebasaan, di mana data yang
diperoleh dari pendeteksian oleh sensor tersebut akan ditampilkan ke transmiter,
selanjutnya transmiter mengirim data tersebut ke ruang DCS (Distribution Control
System), sehingga data tersebut dapat dibaca oleh operator pada ruang control
(Hartas 2008).

2.2 pH
pH keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Ia
didefenisikan sebagai kalogaritma aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut.
Koefisien aktivitas ion hidrogen tidak dapat diukur secara eksperimental, sehingga
nilainya didasarkan pada perhitungan teoritis. Skala pH bukanlah skala absolut. Ia
bersifat relatif terhadap sekumpulan larutan standar yang pH-nya ditentukan
berdasarkan persetujuan international.
Konsep pH pertama kali dikenalkan oleh kimiawan Denmark Soren Peder
Lauritz Serensen pada tahun 1909. Tidaklah diketahui dengan pasti makna
singkatan P pada pH. Beberapa rujukan mengisyaratkan bahwa p berasal dari
singkatan untuk Powerp (pangkat), yang lainnya merujuk kata bahasa jerman
Potenz (yang juga berarti pangkat) dan ada pula yang merujuk pada kata potential.
48

Jens Norby mempublikasikan sebuah karya ilmiah pada tahun 2000 yang
beragumen bahwa pmadalah sebuah ketetapan yang berarti logaritma negatif.
Air murni bersifat netral, dengan pH-nya pada suhu 25C ditetapkan sebagai
7,0. Larutan dengan pH kurang daripada tujuh disebut bersifat asam dan larutan
dengan pH lebih dari pada tujuh dikatakan bersifat basa atau alkali. Pengukuran
pH sangatlah penting dalam bidang terkait dengan kehidupan atau industri
pengolahan kimia seperti kimia, biologi, kedokteran, pertanian, ilmu pangan,
rekaya (keteknikan) dan oseanografi. Tentu saja kadang-kadang sains dan
teknologi lainnya juga memakai meskipun dalam frekuensi yang lebih rendah.
pH didefenisikan sebagai minus logaritma dari aktivitas ion hidrogen dalam
larutan pelarut air. pH merupakan kuantitas tak berdiamensi.
Defenisi operasional pH secara resmi didefenisikan oleh standar
international ISD 31-8 sebagai berikut : untuk suatu larutan x pertama ukur gaya
elektromotif ex :Sel Galvani yang berbeda hanya pada penggantian larutan x yang
pH-nya tidak diketahui dengan larutan s yang pH-nya (standar) diketahui pH (s).
Perbedaan antara pH larutan x dengan pH larutan standar bergantung hanya
pada perbedaan dua potensial yang terukur. Sehingga, pH didapatkan dari
pengukuran potensial dengan elektroda yang dikalibrasikan terhadap satu atau
lebih pH standar. Suatu ph meter diatur sedemikiannya pembacaan meteran untuk
suatu larutan standar adalah sama dengan nilai pH(s). nilai pH(s) untuk berbagai
larutan standar S diberikan oleh rekomendasi IUPAC. Larutan standar yang
digunakan seringkali merupakan larutan penyangga standar. Dalam prakteknya
adalah lebih baik untuk menggunakan dua atau lebih larutan penyangga standar
untuk mengizinkan adanya penyimpangan kecil dari hukum Nerst Ideal pada
elektroda sebenarnya.pengukuran nilai ph yang sangat rendah, misalnya pada air
tambang yang sangat asam, memerlukan prosedur khusus. Kalibrasi elektroda
pada kasus ini dapat digunakan menggunakan larutan standar asam sulfat pekat
yang nilai pH-nya dihitung menggunakan parameter Pitzer untuk menghitung
koefisien aktivitas (Merry, 2012).
49

2.3 Pengertian Spektrofotometri


Spektrofotometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
absorbansi dengan cara melewatkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu
pada suatu obyek kaca atau kuarsa yang disebut kuvet. Sebagian dari cahaya
tersebut akan diserap dan sisanya akan dilewatkan. Nilai absorbansi dari cahaya
yang dilewatkan akan sebanding dengan konsentrasi larutan di dalam kuvet.
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari
spectrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum
dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas
cahaya yang di transmisikan atau yang di absorpsi.Spektrofotometri merupakan
salah satu metode dalam kimia analisis yang digunakan untuk menentukan
komposisi suatu sampel baik secara kuantitatif dan kualitatif yang didasarkan
pada interaksi antara materi dengan cahaya. Peralatan yang digunakan dalam
spektrofotometri disebut spektrofotometer. Cahaya yang dimaksud dapat berupa
cahaya visibel, UV dan inframerah, sedangkan materi dapat berupa atom dan
molekul namun yang lebih berperan adalah elektron valensi.Sinar atau cahaya
yang berasal dari sumber tertentu disebut juga sebagai radiasi elektromagnetik.
Radiasi elektromagnetik yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah
cahaya matahari. Dalam interaksi materi dengan cahaya atau radiasi
elektromagnetik, radiasi elektromagnetik kemungkinanan dihamburkan,
diabsorbsi atau dihamburkan sehingga dikenal adanya spektroskopi hamburan,
spektroskopi absorbsi ataupun spektroskopi emisi.
Pengertian spektroscopi dan spektrofotometri pada dasarnya sama yaitu di
dasarkan pada interaksi antara materi dengan radiasi elektromagnetik. Namun
pengertian spektrofotometri lebih spesifik atau pengertiannya lebih sempit karena
ditunjukan pada interaksi antara materi dengan cahaya (baik yang dilihat maupun
tidak terlihat). Sedangkan pengertian spektroskopi lebih luas misalnya cahaya
maupun medan magnet termasuk gelombang elektromagnetik(Day RA dan
Underwood AL.1986).
50

Komponen dari suatu spektrofotometer berkas tunggal :


1. Suatu sumber energy cahaya yang berkesinambungan yang meliputi daerah
spectrum dimana instrument itu dirancang untuk beroperasi.
2. Suatu monokromator, yakni suatu piranti untuk mengecilkan pita sempit
panjang-panjang gelombang dari spectrum lebar yang dipancarkan oleh
sumber cahaya.
3. Suatu wadah sampel (kuvet)
4. Suatu detector, yang berupa transduser yang mengubah energy cahaya
menjadi suatu isyarat listrik.
5. Suatu pengganda (amplifier), dan rangkaian yang berkaitan membuat isyarat
listrik itu memadai untuk di baca.
6. Suatu system baca (piranti pembaca) yang memperagakan besarnya isyarat
listrik, menyatakan dalam bentuk % Transmitan (% T) maupun Adsorbansi
(A).
Hubungan antara warna dengan panjang gelombang sinar tampak, berikut
panjang gelombangwarna yang diserap warna komplementer
1. 400-435 nm ungu (lembayung) hijau kekuningan
2. 450-480 nm biru kuning
3. 480-490 nm biru kehijauan orange
4. 490-500 nm hijau kebiruan merah
5. 500-560 nm hijau merah anggur
6. 560-580 nm hijau kekuningan ungu (lembayung)
7. 580-595 nm kuning biru
8. 595-610 nm orange biru kekuningan
9. 610-750 nm merah hijau kebiruan

2.4 Jenis-jenis Spektrofotometer


Spektrofotometer dibagi menjadi dua jenis yaitu spektrofotometer single-
beam dan spektrofotometer double-beam. Perbedaan kedua jenis spektrofotometer
tersebut hanya pada pemberian cahaya, dimana pada single-beam, cahaya hanya
melewati satu arah sehingga nilai yang diperoleh hanya nilai absorbansi dari
51

larutan yang dimasukan. Berbeda dengan single-beam, pada spektrofotometer


double-beam, nilai blanko dapat langsung diukur bersamaan dengan larutan yang
diinginkan dalam satu kali proses yang sama(Karyadi, Benny. 1994).
Prinsipnya adalah dengan adanya chopper yang akan membagi sinar
menjadi dua, dimana salah satu melewati blanko (disebut juga reference beam)
dan yang lainnya melewati larutan (disebut juga sample beam). Dari kedua jenis
spektrofotometer tersebut, spektrofotometer double-beam memiliki keunggulan
lebih dibanding single-beam, karena nilai absorbansi larutannya telah mengalami
pengurangan terhadap nilai absorbansi blanko. Selain itu, pada single-beam,
ditemukan juga beberapa kelemahan seperti perubahan intensitas cahaya akibat
fluktuasi voltase.

2.5 Keuntungan Spektrofotometer


Keuntungan dari spektrofotometer adalah yang pertama penggunaannya
luas, dapat digunakan untuk senyawa anorganik, organik dan biokimia yang
diabsorpsi di daerah ultra lembayung atau daerah tampak. Kedua sensitivitasnya
tinggi, batas deteksi untuk mengabsorpsi pada jarak 10-4 sampai 10-5 M. Jarak ini
dapat diperpanjang menjadi 10-6 sampai 10-7 M dengan prosedur modifikasi
yang pasti. Ketiga selektivitasnya sedang sampai tinggi, jika panjang gelombang
dapat ditemukan dimana analit mengabsorpsi sendiri.
Persiapan pemisahan menjadi tidak perlu. Keempat, ketelitiannya baik,
kesalahan relatif pada konsentrasi yang ditemui dengan tipe spektrofotometer UV-
Vis ada pada jarak dari 1% sampai 5%. Kesalahan tersebut dapat diperkecil
hingga beberapa puluh persen dengan perlakuan yang khusus. Dan yang terakhir
mudah, spektrofotometer mengukur dengan mudah dan kinerjanya cepat dengan
instrumen modern, daerah pembacaannya otomatis.

2.6 Komponen-komponen Pada spektrofotometer


Hal kedua yang diperlukan adalah pembaur cahaya yang kerennya disebut
monokromator yang di video memberikan sinar pelangi, karena dari sana lah
kemudian kita bisa memilih panjang gelombang yang diinginka/diperlukan. Pada
52

video yang diperlihatkan sinar tampak atau untuk spektro visible, tapi untuk UV
pun kerjanya sama, hanya saja tidak akan terlihat oleh mata kita.
Hal ketiga adalah tempat sampel atau kuvet, pada praktikum tempat meletakan
kuvet ada dua karena alat yang dipakai tipe double beam, disanalah kita
menyimpan sample dan yang satu lagi untuk blanko.
Keempat adalah detektor atau pembaca cahaya yang diteruskan oleh sampel,
disini terjadi pengubahan data sinar menjadi angka yang akan ditampilkan pada
reader (komputer). Komponen lain yang nampak penting adalah cermin-cermin
dan tentunya slit (celah kecil) untuk membuat sinar terfokus dan tidak membaur
tentunya, jadi satu hal penting dalam pekerjaan dengan spektrofotometer Uv-Vis
adalah harus dihindari adanya cahaya yang masuk ke dalam alat, biasanya pada
saat menutup tenpat kuvet, karena bila ada cahaya lain otomatis jumlah cahaya
yang diukur menjadi bertambah.

2.7 Kalibrasi Panjang gelombang


Dengan menggunakan filter gelas holium oksida yang mempunyai panjang
gelombang acuan (nm) :Kemudian pasang filter gelas holium oksida pada
kompartemen sampel dan kompartemen pembanding dibiarkan kosong (udara),
dan yang terakhir Scan spektrum serapan holium oksida, bandingkan panjang
gelombang spektrum yang diperoleh dengan data panjang gelombang acuan.

2.8 Kalibrasi Absorbans


Mula-mula buat larutan kalium dikromat 50 + 0,5 mg dalam 1 liter 0,005
mol/L asam sulfat (larutan A) ekmudian buat larutan kalium dikromat 100 + 1 mg
dalam 1 liter 0,005 mol/L asam sulfat (larutan B), dan buat larutan 0,005 mol/L
asam sulfat sebagai pembanding dan bandingkan hasilnya dengan data acuan (+
2%) (Keenan R, 1992).

2.9 Proses Absorbsi Cahaya pada Spektrofotometer


Ketika cahaya dengan panjang berbagai panjang gelombang (cahaya
polikromatis) mengenai suatu zat, maka cahaya dengan panjang gelombang
53

tertentu saja yang akan diserap. Di dalam suatu molekul yang memegang peranan
penting adalah elektron valensi dari setiap atom yang ada hingga terbentuk suatu
materi. Elektron-elektron yang dimiliki oleh suatu molekul dapat berpindah
(eksitasi), berputar (rotasi) dan bergetar (vibrasi) jika dikenai suatu energi.
Jika zat menyerap cahaya tampak dan UV maka akan terjadi perpindahan
elektron dari keadaan dasar menuju ke keadaan tereksitasi. Perpindahan elektron
ini disebut transisi elektronik. Apabila cahaya yang diserap adalah cahaya
inframerah maka elektron yang ada dalam atom atau elektron ikatan pada suatu
molekul dapat hanya akan bergetar (vibrasi). Sedangkan gerakan berputar elektron
terjadi pada energi yang lebih rendah lagi misalnya pada gelombang radio.
Atas dasar inilah spektrofotometri dirancang untuk mengukur konsentrasi
suatu suatu yang ada dalam suatu sampel. Dimana zat yang ada dalam sel sampel
disinari dengan cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu. Ketika cahaya
mengenai sampel sebagian akan diserap, sebagian akan dihamburkan dan
sebagian lagi akan diteruskan.
Pada spektrofotometri, cahaya datang atau cahaya masuk atau cahaya yang
mengenai permukaan zat dan cahaya setelah melewati zat tidak dapat diukur, yang
dapat diukur adalah It/I0 atau I0/It (perbandingan cahaya datang dengan cahaya
setelah melewati materi (sampel). Cahaya yang diserap diukur sebagai absorbansi
(A) sedangkan cahaya yang hamburkan diukur sebagai transmitansi (T)(Hart
dkk,2003).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Peralatan yang digunakan


3.1.1 Analisa dengan pH meter
1. pH Meter
2. Gelas kimia
3. pH meter
3.1.2 Analisa Fe Secara Spektrofotometri
1. Labu ukur
2. Pipet volume
3. Filler
4. Spektrofotometer
5. Kuvet

3.2 Bahan yang digunakan


3.2.1 pH Meter
1. Air gula
2. Air garam
3. Air Parit
4. Sari jeruk
5. Air bawang

3.2.2 Analisa Fe Secara Spektrofotometri


1. Larutan FeCl2
2. Aquadest

54
55

3.3 Prosedur Kerja


Adapun prosedur kerja yang dilakukan sebagai berikut:
3.3.1 pH meter
1. Rangkai peralatan pH meter sesuai panduan pH meter.
2. Dimasukkan Air gula ke dalam gelas beaker.
3. Diukur berapa pH dari air gula tersebut.
4. Dilakukan seperti no.2 pada air garam, air parit, sari jeruk dan air bawang.

3.3.2 Analisa Fe Secara Spektrofotometri


1. Ditekan tombol nol mekanis (waktu masih mati)
2. Ditekan nol absorbansi (setelah mesin dihidupkan ditunggu 15 menit
stabil) kemudian dimasukkan larutan FeCl2 yang telah di encerkan 700
ppm
3. Hitung absorbansi dan transmitasi dari sampel. Dilakukan seperti no.2 dan
no.3 pada larutan diencerkan 750 ppm, 650 ppm, 550ppm, 450ppm.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 5.1.1 Hasil Percobaan pH meter
NO Sampel pH Keterangan
1 Air gula 8,6 Basa
2 Air garam 7,7 Basa
3 Air parit 8,7 Basa
4 Sari jeruk 5,5 Asam
5 Air bawang 6,5 Asam

Tabel 5.1.2 Hasil Percobaan Analisa Fe secara Spektrofotometri


NO Sampel Absorbansi Transmitasi Gelombang
1 750 ppm 0,169 67,6 562
2 700 ppm 0,165 68,2 562
3 650 ppm 0,164 68,6 562
4 550 ppm 0,157 69,6 562
5 450 ppm 0,156 69,7 562

4.2 Pembahasan
Pada percobaan pertama yaitu pengukuran pH pada air gula, air garam, air
parit, sari jeruk, dan air bawang. Pada sampel sari jeruk yang menyebabkan sari
jeruk asam karena sari jeruk banyak mengandung asam di antaranya: asam sitrat,
asam malat dan asam oksalat. Tetapi sangat banyak terkandung dalam jeruk
adalah asam sitrat dengan kandungannya 78%, dengan rumus empirisnya C6H8O7.
Pada air bawang dikatakan asam karena dalam bawang mengandung asam
diantaranya asam amino, asam ferulic dan asam folat. Jenis asam yang paling
banyak pada bawang adalah asam folat dengan jumlah kandungan 68% dengan
rumus empirisnya C19H19N7O6.

56
57

Pada sampel yang bersifat basa yaitu air gula, air garam dan air parit. Pada
sampel air gula yang menyebabkan air gula basa karena air gula mengandung
sukrosa, glukosa dan fruktosa. Kandungan paling dominan pada gula adalah
sukrosa dengan jumlah kandungan 75% dengan rumus empirisnya C12O12O11.
Pada sampel air garam di katakan basa, karena dalam air garam mengandung ion
hidroksida dengan jumlah kandungan 90%, Air parit dikatakan basa karena di
dalam air parit mengandung anorganik seperti senyawa karbonat, bikarbonat dan
hidroksida. Kandungan paling dominan pada air parit adalah hidroksida dengan
kandungan 72%.

0.17
0.169
0.168
0.166
Absorbansi (A)

0.165
0.164 0.164
0.162
Absorbansi
0.16
0.158
0.157
0.156 0.156
0.154
0 200 400 600 800

Konsentrasi (ppm)

Gambar 5.1 Grafik Hubungan absorbansi terhadap konsentrasi


Pada grafik di atas terlihat bahwa semakin besar konsentrasi dalam larutan
FeCl2 maka nilai absorbansinya semakin besar akan tetapi berbanding terbalik
dengan transmitasinya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang di dapat dari percobaan berikut:
1. Semakin besar nilai konsentrasi maka semakin besar nilai absorbansinya
yang di dapat.
2. Nilai absorbansi dan transmitasi berbanding terbalik apabila
konsentrasinya bebas maka transmitasi kecil dan sebaliknya.
3. Air bawang dan sari jeruk bersifat asam karena mengandung senyawa
asam di dalam kedua sampel tersebut.
4. Air garam, air gula dan air parit bersifat basa tetapi bukan basa kuat.

5.2 Saran
Untuk menentukan larutan asam dan basa selain menggunakan pH meter
dapat juga menggunakan kertas lakmus. Kemudian pada percobaan
spektrofotometer bisa juga dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan lain.

58
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Judul Praktikum : Indikator Asam Basa


1.2 Tanggal Pratikum : 26 Oktober 2015
1.3 Pelaksana Praktikum : 1. Aulia Fahri (140140002)
2. Fitria Fauli (140140003)
3. Nur Rahmi Keliat (140140011)
4. Afna Nurhusna (140140017)
1.4 Tujuan Praktikum : Mengamati perubahan-perubahan warna
indikator pada larutan asam dan basa.

59
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Indikator adalah suatu zat penunjuk yang dapat membedakan larutan,


apakah larutan tersebut itu asam atau basa atau netral. Alerts dan Santika (1984)
melampirkan beberapa indikator dan perubahannya pada trial pH tertentu.
Kegunaan indikator ini adalah untuk mengetahui beberapa pH suatu larutan
(Sukarjo,1984).
Disamping itu juga digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi pada
beberapa analisa kuantitatif senyawa organik dan anorganik (Modul, 2015).

2.1 Teori Asam-Basa Menurut Para Ahli


1. Teori Asam-Basa Arhenius
Asam adalah senyawa yang jika dilarutkan dalam air akan menghasilkan
ion H+. Basa adalah senyawa yang jika dilarutkan dalam air menghasilkan ion
OH-.
2. Teori Asam-Basa Bronsted-Lowry
Asam adalah suatu zat yang dapat memberi proton (donor H+). Basa dalah
suatu senyawa yang dapat menerima proton (akseptor ion H+).
3. Teori Asam-Basa Lewis
Asam merupakan partikel (ion atau molekul) yang dapat bertindak sebagai
penerima (akseptor) pasangan elektron. Sedangkan basa merupakan partikel (ion
atau molekul) yang dapat bertindak sebagai pemberi (donor) pasangan elektron
(Nana, 2006).

2.2 Indikator Asam-Basa


Indikator asam-basa adalah senyawa khusus yang ditambahkan pada
larutan, dengan tujuan mengetahui kisaran pH dalam larutan tersebut.
Indikator asam-basa biasanya adalah basa atau asam organik lemah.
Senyawa indikator yang tidak terionisasi akan mempunyai warna berbeda
dibandingkan dengan yang terionisasi.

60
61

Sebuah indikator asam-basa tidak mengubah warna larutan murni asam-


basa pada konsentrasi ion hidrogen. Kisaran ini merupakan suatu interval
perubahan warna yang menandakan kisaran dari pH.
Penggunaan indikator asam-basa adalah larutan yang akan dicari tingkat
keasamannya diberi suatu asam. Basa yang sesuai, kemudian dilakukan suatu
titrasi perubahan pH dapat diketahui dari perubahan warna larutan yang berisi
indikator. Perubahan warna ini sesuai dengan kisaran pH yang sesuai dengan jenis
indikator.

2.3 Indikator yang Biasa Digunakan


2.3.1 Indikator Asam-Basa Buatan
Kertas lakmus yang terdiri dari lakmus merah dan lakmus biru merupakan
contoh dari indikator buatan. Indikator lain yang berupa kertas lakmus adalah
indikator universal.
Indikator buatan juga dapat berubah, larutan indikator PP atau
phenoftalein dan metyl jingga. Indikator juga dapat berupa perangkat elektronik
seperti pH meter. Larutan yang bersifat asam akan memiliki pH lebih kecil dari 7,
larutan yang bersifat netral memiliki pH sama dengan 7, dan larutan yang bersifat
basa memiliki pH lebih besar dari 7 (Raymond, 1989).
Untuk mengetahui suatu larutan bersifat basa atau asam maupun netral,
dapat dilakukan 5 metode :
1. Identifikasi Larutan dengan Kertas Lakmus
Lakmus biru di dalam larutan asam akan berubah warna menjadi berwarna
merah, sedangkan di dalam larutan yang bersifat basa atau netral tetap
berwarna biru.
Lakmus merah di dalam larutan basa akan berubah warna menjadi biru,
sedangkan di dalam larutan asam atau netral tidak berubah warna.
2. Identifikasi Larutan dengan Bahan Alami
Bahan-bahan yang dapat dijadikan untuk mengidentifikasi sifat keasaman
atau kebasaan suatu zat dinamakan indikator. Misalnya, ekstrak buah
manggis yang berwarna ungu akan berubah menjadi berwarna coklat
62

kemerahan jika berada di lingkungan asam. Sedangkan dalam lingkungan


basa, ekstrak kulit manggis akan berubah warna menjadi kuning kehijauan.
3. Kertas pH dan Kertas Indikator Universal
Kertas pH dan indikator universal dapat digunakan untuk menentukan
harga pH dari suatu larutan, dengan harga pH tersebut larutan dapat
bersifat asam (pH < 7), atau basa (pH > 7).
Kertas lakmus tersebut dicelupkan pada larutan yang akan di tentukan nilai
pH nya. Ketika sudah tercelup, warna-warna pada kertas akan berubah
warna. Keempat garis warna yang berubah di cocokkan dengan skala pH
dari 0 sampai 14 yang terdapat pada kemasan kertas indikator.
4. pH Meter
Penentuan pH larutan yang lebih akurat, dapat dilakukan menggunakan
alat pH meter. Alat ini bekerja berdasarkan elektrolit larutan asam dan
basa.
Bagian utamanya adalah sebuah elektrode yang peka terhadap konsentrasi
ion H+ dalam larutan yang akan diukur pH nya. Jika elektrode tersebut di
celupkan ke dalam larutan yang akan di uji, pH meter menunjukkan angka
yang sesuai dengan harga pH larutan tersebut.
5. Identifikasi Larutan dengan Indikator
Indikator asam-basa merupakan suatu zat yang dapat berubah warna pada
pH yang berbeda-beda. Sifat inilah yang dimanfaatkan untuk mengetahui
nilai pH suatu larutan. Perubahan warna zat atau larutan indikator
memiliki rentang (trayek) tertentu yang disebut trayek indikator.

2.4 Jenis-Jenis Indikator


1. Metyl Hijau
Pada suasana asam akan berubah menjadi kuning dan pada basa akan
berubah warna menjadi biru dan memiliki trayek pH 0,2 sampai 1,8.
2. Metyl Biru
Pada asam berubah warna menjadi kuning dan pada basa tidak berubah
warna, memiliki trayek pH 1,2 sampai 2,8.
63

3. Metyl Jingga
Pada suasana asam akan berubah warna menjadi warna merah, sedangkan
pada basa akan berubah warna menjadi kuning, metyl jingga memiliki
trayek pH 3,2 sampai 4,4.
4. Metyl Ungu
Pada suasana asam tidak berubah warna dan pada suasana basa akan
berubah warna menjadi hijau, memiliki trayek pH 4,8 sampai 5,8
5. Bromkresol Ungu
Pada asam berubah warna menjadi kuning, dan pada basa tidak berubah
warna. Memiliki trayek pH 5,2 sampai 6,8.
6. Fenolftalein
Tidak berubah pada senyawa asam, pada basa berwarna merah muda dan
pada netral tidak berwarna. Memiliki trayek pH 8,2 sampai 10,0.
7. Kuning Alizarin
Pada suasana asam akan berubah warna menjadi kuning dan berwarna
merah pada suasana basa, trayek pH 10,1 sampai 12,0
Suatu larutan yang di tetesi larutan indikator akan menghasilkan warna
tertentu. Selanjutnya warna ini di cocokkan dengan tabel warna yang
menunjukkan harga pH (Hadyana, 1989)
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Peralatan yang digunakan
1. Tabung Reaksi 4 buah
2. Rak Tabung 1 buah
3. Pipet Tetes 1 buah
4. Pipet Volume 1 buah
5. Bola Penghisap (Filler) 1 buah
6. Kertas Lakmus Secukupnya

3.1.2 Bahan yang digunakan


1. Larutan HCl 0,1 M
2. Larutan NaOH 0,1 M
3. Larutan CH3COOH 0,1 M
4. Aquadest
5. Indikator PP, Metil Biru, dan Metil Orange.

3.2. Prosedur Kerja


Adapun prosedur kerja yang dilakukan sebagai berikut:
1. Disediakan 4 buah tabung reaksi masing-masing diisi dengan 2 ml larutan:
a. Air
b. HCl 0,1 M
c. NaOH 0,1 M
d. CH3COOH 0,1 M
Dicelupkan kertas lakmus ke dalam 4 tabung reaksi, di catat perubahan
warnanya.
2. Larutan pada cara kerja No.1 jangan di buang, tetapi masing-masing
tabung di tetesi 2 tetes indikator PP, metil biru, dan metil orange.

64
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 4.1.1 Hasil percobaan indikator asam basa
Larutan Lakmus Merah Lakmus Biru
1. Air Merah Biru
2. HCl 0,1 M Merah Merah
3. NaOH 0,1 M Biru Biru
4. CH3COOH 0,1 M Merah Biru

Tabel 4.1.2 Hasil percobaan indikator asam basa


Larutan PP Metyl Blue Metyl Orange
1. Air Bening Biru Orange
2. HCl 0,1 M Bening Biru Merah
3. NaOH 0,1 M Merah Muda Pekat Biru Orange
4. CH3COOH 0,1 M Bening Biru Orange

4.2 Pembahasan
Berdasarkan percobaan di atas terlihat bahwa air jika dicelupkan lakmus
merah dan biru tidak mengalami perubahan warna, sama halnya dengan air yang
di tetesi dengan beberapa indikator seperti larutan PP, metyl blue, dan metyl
orange juga tidak mengalami perubahan warna. Ini menunjukkan bahwa air adalah
larutan yang netral dengan pH nya 7. Sehingga jika di uji dengan kertas lakmus
dan indikator lainnya tidak mengalami perubahan warna.
Pada larutan HCl dan CH3COOH ketika di celupkan kertas lakmus merah
menghasilkan warna merah juga. Sedangkan jika di celupkan kertas lakmus biru
maka akan berubah menjadi merah. Pada HCl akan tetap berwarna biru hal ini
menandakan bahwa larutan HCl dan CH3COOH merupakan larutan yang bersifat
asam.

65
66

Pada larutan NaOH yang di celupkan kertas lakmus merah menghasilkan


perubahan warna menjadi biru. Sedangkan pada kertas lakmus biru menghasilkan
warna biru, hal ini dikarenakan larutan NaOH bersifat basa, yang apabila di uji
dengan kertas lakmus merah akan berubah menjadi biru. Sedangkan pada kertas
lakmus biru warnanya akan tetap biru.
Untuk percobaan pada saat menggunakan beberapa indikator seperti:
indikator PP, metyl blue dan metyl orange. Dimana, pada saat indikator PP di
teteskan ke dalam air larutan menjadi bening, ini menandakan bahwa air bersifat
netral, dan pada saat indikator PP di teteskan ke dalam larutan HCl dan
CH3COOH larutan tetap berwarna bening, ini menandakan kedua larutan ini
merupakan asam, sedangkan pada larutan NaOH indikator PP mengubah warna
larutan menjadi merah muda pekat dan ini menunjukkan bahwa NaOH merupakan
senyawa basa.
Pada saat menggunakan indikator metyl blue di dapat warna biru pada
semua larutan yang berupa air, larutan HCl, NaOH, dan CH3COOH. Sehingga
tidak dapat dibedakan mana senyawa asam dan mana senyawa basa. Jadi, untuk
mengetahuinya harus menggunakan pH meter agar dapat dibedakan pH nya. Jadi
penggunaan indikator metyl blue hanya dapat digunakan pada saat-saat tertentu
saja. Dimana pH untuk senyawa asam <7 dan untuk senyawa basa >7 dan netral
=7.
Pada saat menggunakan indikator metyl orange terjadi perubahan warna
yang berbeda, yaitu pada HCl, metyl orange berubah warna menjadi merah, dan
pada larutan air, HCl, dan CH3COOH tidak ada perubahan warna yaitu warnanya
tetap orange. Dimana, metyl orange pada HCl berubah menjadi warna merah ini
menandakan bahwa HCl merupakan asam kuat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Kertas lakmus merah jika dicelupkan ke dalam larutan asam (pH<7) akan
tetap berwarna merah, sedangkan di dalam larutan basa (pH>7) akan
menjadi warna biru.
2. Kertas lakmus biru jika dicelupkan ke dalam larutan asam akan menjadi
warna merah, sedangkan pada larutan basa akan tetap berwarna biru.
3. Indikator PP akan bersifat netral di dalam larutan asam, dan akan berwrna
merah di dalam larutan basa.
4. Indikator metyl blue jika dimasukkan ke dalam larutan basa akan tetap
berwarna biru.
5. Indikator metyl orange akan tetap berwarna orange di dalam larutan basa,
dan berwarna merah atau orange kemerahan dalam larutan asam.

5.2 Saran
Sebaiknya waktu masuk dan keluar jam praktikum tepat waktu agar tidak
mengganggu jam mata kuliah berikutnya.

67
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Judul Pratikum : Termokimia


1.2 Tanggal Pratikum : 19 Oktober 2015
1.3 Pelaksana Pratikum : 1. Aulia Fahri (140140002)
2. Fitria Fauli (140140003)
3. Afna Nurhusna (140140017)
4. Nur Rahmi Keliat (140140011)
1.4 Tujuan Pratikum : Mengamati perubahan suhu pada reaksi eksoterm
dan reaksi endoterm.

68
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Termokimia


Termokimia adalah bagian dari termodinamika yang mempelajari
perubahan perubahan panas yang mengikuti reaksi-reaksi kimia. Banyak panas
yang ditimbul atau diperlukan pada reaksi kimia disebut panas reaksi. Pada
volume tetap sama dengan perubahan energy dalamnya. Besarnya pada reaksi
tergantung pada jenis reaksi. Keadaan fasa-fasa zat dalam reaksi, jumlah zat yang
bereaksi dan suhu reaksi.
Termokimia juga bagian dari ilmu kimia yang mempelajari perubahan
kalor atau panas suatu zat yang menyertai suatu reaksi atau proses kimia dan
fisika disebut termokimia. Secara operasional termokimia berkaitan dengan
pengukuran dan penafsiran perubahan kalor yang menyertai reaksi kimia,
perubahan keadaan, dan pembentukan larutan. Fokus bahasa dalam termokimia
adalah tentang jumlah kalor yang dapat dihasilkan oleh sejumlah tertentu pereaksi
serta cara pengukuran kalor reaksi. Termokimia merupakan penerapan hukum
pertama thermodinamika terhadap peristiwa kimia yang membahas tentang kalor
yang menyertai reaksi kimia.
Dalam pratikumnya termokimia lebih banyak berhubungan dengan
pengukuran kalor yang menyertai reaksi kimia atau proses-proses yang
berhubungan dengan perubahan struktur zat, misalnya perubahan wujud atau
perubahan kalor dari suatu proses kiranya dikaji beberapa hal yang berhubungan
dengan energy yang dimiliki zat (Underwood, 1999).

2.2 Kalor Reaksi


Perubahan energy dalam reaksi kimia selalu dapat dibuat sebagai panas,
sebab itu lebih tepat bila istilahnya disebut panas reaksi. Ada berapa macam je is
perubahan pada suatu system. Salah satunya system terbuka, yaitu ketika massa,
panas, dan kerja dapat berubah-ubah. Ada juga system tertutup, dimana tidak ada
perubahan massa, tetapi hanya panas dan kerja saja. Sementara perubahan diabatis

69
70

merupakan suatu keadaan dimana system diinstalasi dari lingkungan sehingga


tidak ada panas yang dapat mengalir. Kemudian, ada pula perubahan yang terjadi
pada temperature tetap, yang dimanakah perubahan isotermik.
Pada perubahan suhu,ditamdai dengan t (t menunjukkan temperature),
dihitung dengan cara mengurangi temperature akhir dengan temperature mula-
mula.
Dimana persamaan rumusnya :
t = takhir tmula-mula....(2.1)
Demikian juga, perubahan energy potensial, dimana persamaan rumusnya adalah
:(E.P) akhir (E.P)mula-mula.....(2.2)
Kalor reaksi (H) adalah kalor yang diserap (dipermukaan) atau
dilepaskan (dihasilkan) dalam reaksi, disebut juga perubahan enthalpy. Pada
beberapa reaksi kimia jumlah kalor reaksi tersebut dapat diukur melalui suatu
percobaan didalam laboratorium. Pengukuran kalor reaksi tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut kalorimeter. Kalorimeter
merupakan alat yang digunakan untuk mengukur jumlah kalor yang diberikan atau
yang diambil dalam suatu proses tetentu. Sebuah thermometer sederhana terdiri
dari bejana terisolasi, alat pengaduk, dan thermometer (Oktoby, 2003).
Kemudian perubahan kalor pada tekanan konstan dapat dirumuskan dalam
persamaan rumus sebagai berikut :
H=E + PV....(2.3)
W = PV....(2.4)
E = energi dalam..(2.5)

2.3 Sistem Dan Lingkungan


Dalam termokimia ada dua hal yang perlu diketahui yang menyangkut
perpindahan energi, yaitu system dan lingkungan. Segala sesuatu yang menjadi
pusat perhatian dalam mempelajari perubahan energi disebut system, sedangkan
hal-hal yang membatasi system dan dapat mempengaruhi system disebut
lingkugan. Berdasarkan interaksinya dengan lingkungan, system dibedakan
menjadi tiga macam, yaitu:
71

1. Sistem Terbuka
Sistem terbuka adalah suatu sistem yang menyakinkan terjadi perpindahan
energy zat (materi) antara lingkungan dengan system. Pertukaran materi
artinya ada haisl reaksi yang dapat meninggalkan system (wadah reaksi),
misalnya gas, atau ada sesuatu dari lingkunagn yang padat yang dapat
memasuki system.
2. Sistem Tertutup
Suatu system yang antar system dan lingkungan dapat terjadi perpindahan
energy, tetapi tidak dapat pertukaran materi disebut system tertutup.
3. Sistem Terisolasi
Sistem terisolasi merupakan system yang tidak memungkinkan terjadinya
perpindahan energy dan materi antara system dengan lingkungan.
Energi adalah kapasitas untuk melakukan kerja (w) atau menghasilkan
panas (kalor =q). Pertukaran energy antara system dan lingkungan dapat berupa
kalor (q) atau bentuk energy lainnya yang secara kolektif kita sebut kerja (w).
Energi yang dipindahkan dalam bentuk kerja atau dalam bentuk kalor yang
mempengaruhi jumlah total energy yang terdapat dalam system tersebut energy
dalam (internal energy). Kerja adalah suatu bentuk pertukaran energy antara
system dan lingkungan di luar kalor. Salah satu bentuk kerja tekanan, volume,
yaitu kerja yang berkaitan dengan pertambahan atau pengukuran volume system
tersebut (Kalskarboni, 2010).

2.4 Enthalpi (H)


Enthalpi (H) adalah jumlah total dari semua bentuk energy. Enthalpi (H)
suatu zat ditentukan oleh jumlah energy dan semua bentuk energy yang dimilikin
zat yang jumlahnya tidak dapat diukur dan akan tetap konstan selama tidak ada
energy yang masuk akan keluar dari zat. Misalnya enthalpy untuk menyatakan
kalor reaksi pada tekanan (qp) digunakan besaran yang dapat disebut Enthalpi(H).
Untuk reaksi Kimia :
H = P Hr......(2.6)
72

Dimana :
P = entalpi produk
Reaksi pada tekanan tetap : qp = H ( perubahan enralpi)
Reaksi pada volume tetap : qw = E ( perubahan energy dalam)
Perubahan kalor atau entalpi yang terjadi selama proses penerimaan atau
pelepasan kalor dinyatakan dengan Perubahan Enthalpi (H). Harga entalpi zat
sebenarnya tidak dapat ditentukan atau diukur. Tetapi H dapat ditentukan dengan
cara ,mengukur jumlah kalor yang diserap system. Misalnya pada perubahan es
menjadi air, yaitu 89 kalori / gram. Pada perubahan es menjadi air, H pada
keadaan positif, karena entalpi hasil perubahan, entalpi air lebih besar dari pada
entalpi es. Pada perubahan kimia selalu terjadi perubahan entalpi, besarnya
perubahan entalpi adalah sama besar dengan selisih antar entalpi hasil reaksi dan
jumlah entalpi pereaksi.
Entalpi (H) suatu zat ditentukan oleh jumlah energy dan semua bentuk
energy yang dimiliki zat yang jumlahnya tidak dapat diukur. Perubahan kalor atau
entalpi yang terjadi selama proses penerimaan atau pelepasan kalor yang
dinyatakan dengan Perubahan entalpi (H). Berarti termokimia meruaka bagian
dari ilmu kimia yang mempelajari perubahan entalpi yang menyertai suatu proses
reaksi. Pada perubahan kimia selalu terjadi perubahan entalpi.
Entalpi dapat dibagi 8 macam pembagiannya, yaitu :
1. Entalpi pembentukan standar (H0f)
2. Entalpi penguraian standar (H0d)
3. Entalpi pembakaran standar (H0c)
4. Entalpi Pelarutan standar (H0s)
5. Entalpi netralisasi standar
6. Entalpi penguapan standar
7. Entalpi peleburan standar
8. Entalpi sublimasi standar
9. Entalpi Pembakaran standar
10. Entalpi Penetralan standar (Michael, 2006).
73

2.5 Reaksi Eksoterm dan Reaksi Endoterm


Dalam suatu reaksi kimia, energy yang dilepaskan oleh system dalam
bentuk kalor akan diserap oleh lingkungan disebut reaksi eksoterm. Sebaliknya
dalam reaksi dimana energy yang diserap oleh system dalam bentuk kalor akan
sama dengan energy yang dilepaskan oleh lingkungan disebut reaksi endoterm.
Reaksi eksoterm adalah suatu reaksi yang disertai dengan perpindahan
kalor dari system ke lingkungan. Pada reaksi eksoterm pada umumnya suhu naik.
Adanya kenaikan suhu ini yang mengakibatkan sistem melepaskan kalor ke
lingkungan.
Reaksi endoterm adalah suatu reaksi yang disertai dengan perpindahan
kalor dari lingkungan ke system. Dalam hal ini, kalor diserap oleh system ke
lingkungannya. Pada reaksi endoterm umumnya ditunjukkan oleh adanya
penurunan suhu. Adanya penuruan suhu. Adanya penurunan suhu ke system pada
reaksi endoterm (David, 2000).

2.6 Sistem dan lingkungan


Dalam termokimia ada sua hal yang diperlukan perhatikan yang
menyangkut perpindahan energi, yaitu sistem dan lingkungan. Segala sesuatu
yang menjadi pusat perhatian dalam mempelajari perubahan energi disebut sistem,
sedangkan hal-hal diluar yang membatasi sistem dan dapat mempengaruhi sistem
disebut lingkungan.Pada contoh tersebut yang menjadi pusat perhatian adalah
larutan NaOH dan HCl. Dengan demikian larutan NaOH dan HCl disebut system.
Berdasarkan interaksinya dengan lingkungan, sistem dibedakan menjadi
dua macam, yaitu sistem terbuka, sistem tertutup.
a. Sistem terbuka yaitu, Sistem terbuka adalah suatu sistem yang
memungkinkan terjadi perpindahan energi dan zat (materi) antara
lingkungan dengan sistem.
b. Sistem tertutup
Suatu sistem yang antara sistem dan lingkungan dapat terjadi perpindahan
energi, tetapi tidak dapat terjadi pertukaran materi disebut sistem tertutup.
(Michael, 2006).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat-alat
1. Tabung reaksi 4 buah
2. Rak tabung 1 buah
3. Termometer 1 buah
4. Aluminium foil secukupnya
5. Bola hisap 1 buah

3.1.2 Bahan
1. HCl 1M 4 ml
2. H2SO4 pekat 1 ml
3. Logam Zn secukupnya
4. NH4Cl 2 gram
5. Air suling 4 ml

3.2 Prosedur Kerja


Adapun prosedur kerja yang dilakukan sebagai berikut :
1. Reaksi Penguraian
Di dua tabung reaksi, masing-masing diisi 2 ml air suling. Diukur suhunya
dengan menggunakan termometer dan catat. Dibiarkan thermometer terus
tercelup. Thermometer diangkat pada tabung pertama masukkan 2 gram
NH4Cl dan catat suhunya. Pada tabung kedua teteskan larutan H2SO4 pekat
melaui dinding tabung sebanyak 1 ml, catat suhunya.
2. Reaksi pada Ruangan Tertutup dan Terbuka
Disediakan 2 buah tabung reaksi, tabung pertama dilengkapi dengan tutup
karet yang berlubang untuk memasukkan thermometer. Dan di tabung
kedua dibiarkan terbuak. Isi kedua tabung dengan HCl 1 M masing-
masing 2 ml dan masukkan secuil logam Zn kedalam tabung tersebut.

74
75

Biarkan selama 5 menit dan catat suhu dari masing-masing larutan diatas
dan tabung mana yang suhunya lebih tinggi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 4.1 Hasil Data Pengamatan Reaksi Penguraian

No Tabung Perubahan suhu (0C) Reaksi


Suhu Awal Suhu akhir
1 2 ml H2O + 2 gr NH4Cl 180C 240C Eksoterm
2 2 ml H2O + 1 ml H2SO4 400C 350C Endoterm

Tabel 4.2 Hasil Data Pengamatan Reaksi Ruangan Tertutup dan Terbuka

No. Tabung Perubahan suhu (0C) Reaksi


Suhu Awal Suhu akhir
1 2 ml HCl + lempeng Zn 280C 270C Endoterm
(tabung tertutup)
2 2 ml HCl + lempeng Zn 280C 290C Eksoterm
(tabung terbuka)

4.2 Pembahasan
Pada percobaan ini tabung pertama dan tabung kedua sama-sama diisi air
suling. Kemudian diukur suhu dengan menggunakan thermometer. Dan suhu awal
pada air suling tersebut adalah 180C, kemudian setelah air suling diukur dengan
thermometer, lalu dimasukkan 2 gram NH4Cl pada tabung pertama dan ditunggu
atau dibiarkan selama 5 menit. Setelah dibiarkan thermometer tercelup dalam
tabung selama 5 menit, didapatlah suhu akhirnya yaitu 240C. Jadi percobaan
pertama ini terjadinya reaksi eksoterm, reaksi diamana adanya perpindahan kalor
dari system ke lingkungan.
Reaksi yang terjadi pada percobaan tabung pertama adalah :
NH4Cl + H2O NH4OH + HCl

76
77

Pada tabung kedua yang berisiair suling dan ditambahkan 1 ml H2SO4


pekat dan diukur suhu menggunakan thermometer. Dan suhu awal yang didapat
adalah 400C, kemudian dibiarkan selama 5 menit. Selanjutnya thermometer
diangkat dari tabung dan didapatkan suhu jadinya 350C. jadi, percobaan pada
tabung kedua ini terjadinya reaksi endoterm, reaksi dimana adanya perpindahan
kalor dari lingkungan ke sisem.
Reaksi yang terjadi pada percobaan tabung kedua adalah :
H2SO4 + H2O HSO4 + H3O
Pada percobaan tabung terbuka dan tertutup, pada tabung pertama
(tertutup) diamasukkan 2 ml HCl + lempengan Zn kedalam tabung dan diukur
suhunya menggunakan thermometer, dan suhu awal yang didapat adalah 280C.
Kemudian termometer dibiarkan tercelup selama 5 menit, dan selanjutnya
thermometer diangkat dari tabung dan didapatlah suhu akhirnya adalah 270C. Jadi,
pada percobaan tabun tertutup ini terjadinya reaksi endoterm, reaksi dimana
adanya perpindahan kalor dari lingkungan ke system.
Pada tabung kedua (terbuka) dimasukkan 2 ml HCl + lempengan Zn ke
dalam tabung dan diukur suhunya menggunakn thermometer, dan suhu awal yang
didapat adalah 280C. Kemudian thermometer dibiarkan tercelup selama 5 menit,
dan selanjutnya thermometer diangkat dari tabung dan didapatlah suhu akhirnya
adalah 290C. Jadi, pada percobaan tabung terbuka ini terjadinya reaksi eksoterm,
reaksi dimana adanya perpindahan kalor dari system ke lingkungan.
Reaksi yang terjadi dari percobaan ini adalah :
2HCl + Zn ZnCl2 + H2
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pada reaksi penguraian, pada tabung pertama 2 ml air suling + 2 gram
NH4Cl didapat suhu awalnya 180C dan suhu akhir yang didapat 240C.
Sedangkan pada tabung kedua 2 ml air suling + 1 ml H2SO4 pekat didapat
suhu awalnya 400C dan suhu akhir yang didapat 350C.
2. Pada reaksi ruang tertutup dan terbuka, pada tabung tertutup dimasukkan 2
ml HCl + lempengan Zn didapat suhu awalnya 280C dan suhu akhir yang
didapat 270C. Sedangkan pada tabung terbuka dimasukkan 2 ml HCl +
lempengan Zn didapat suhu awalnya 280C dan suhu akhirnya yang didapat
290C.
3. Air ditambahkan dengan NH4Cl akan mengalami reaksi eksoterm. Reaksi
terjadi karena adanya perpindahan kalor dari system ke lingkungan.
4. Air ditambahkan dengan H2SO4 pekat akan mengalami reaksi endoterm.
Reaksi terjadi karena adanya perpindahan kalor dari lingkungan ke system.
5. Pada tabung terbuka mengalami reaksi eksoterm. Karena adanya
perpindahan kalor dari system ke lingkungan.
6. Pada tabung tertutup mengalami reaksi endoterm. Karena adanya
perpindahan kalor dari lingkungan ke system.
7. Reaksi yang terjadi pada NH4Cl + H2O adalah :
NH4Cl + H2O NH4OH + HCl
8. Reaksi yang terjadi pada H2SO4 + H2O adalah :
H2SO4 + H2O HSO4 + H3O
9. Reaksi yang terjadi pada tabung terbuka dan tertutup adalah :
2HCl + Zn ZnCl2 + H2

5.2 Saran
Pada prcobaan termokimia ini kita diharapkan hasus sangat teliti, karena
pada percobaan ini kita harus melihat mana reaksi yang mengalami eksoterm dan

78
79

endoterm. Kemudian pada saat melihat thermometer kita harus melihat dengan
benar, berapa hasil yang kita dapatkan pada tabung reaksi yang telah kita
masukkan larutan, agar nanti kita dapat mengetahui pada tabung yang mana yang
mengalami reaksi eksoterm dan endoterm.

Anda mungkin juga menyukai