Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI

IODOMETRI

Disusun oleh:
DEA VIANA
NURAHMAH INTAN.P
RINA LIESNAWATI
VIKI KHAIMAH

Akademi Farmasi Bumi Siliwangi


JL. Rancabolang No. 48 B, Margahayu Raya, Bandung
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Titrasi iodometri adalah salah satu metode titrasi yang didasarkan pada reaksi oksidasi
reduksi. Metode ini lebih banyak digunakan dalam analisa jika dibandingkan dengan metode
lain. Alasan dipilihnya metode ini karena perbandingan stoikometri yang sederhana
pelaksanannya praktis.

Dilakukan percobaan ini titrasi iodometri dilakukan secara tidak langsung terhadap zat-
zat oksidator berupa garam-garam besi (III) dan tembaga sulfat dimana zat-zat oksidator ini
direduksi dahulu dengan KI dan iodin dalam jumlah yang setara dan ditentukan kembali dengan
larutan natrium tiosulfat baku. Dalam bidang farmasi metode ini digunakan untuk menentukan
kadar zat-zat yang mengandung oksidator misalnya Cl2, Fe (III), Cu (II) dan sebagainya,
sehingga mengetahui kadar suatu zat berarti mengetahui mutu dan kualitasnya.

I.2 Maksud dan Tujuan

I.2.1. Maksud Percobaan

Mengetahui dan memahami cara penetapan kadar suatu senyawa secara volumetri.

I.2.2 Tujuan Percobaan

1. Mengetahui Normalitas Natrium Thiosulfat dengan baku primer Kalium Iodat


2. Menetapkan kadar zat dalam sampel

I.3 Prinsip Percobaan

Metode Iodometri

Penentuan kadar Vitamin C secara volumetri dengan metode iodimetri berdasarkan reaksi
oksidasi reduksi antara sampel sebagai reduktor dengan larutan baku I2 0,1 N sebagai oksidator
dalam suasana asam dengan menggunakan indikator larutan kanji dengan titik akhir ditandai
dengan perubahan warna larutan dari bening menjadi biru.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. Teori Singkat

. Iodometri adalah analisa titrimetri untuk zat-zat reduktor dengan penambahan dengan
penambahan larutan iodin baku berlebihan dan kelebihannya dititrasi dengan larutan natrium
tiosulfat baku. Pada titrasi iodimetri titrasi oksidasi reduksinya menggunakan larutan iodum.
Artinya titrasi iodometri suatu larutan oksidator ditambahkan dengan kalium iodida berlebih dan
iodium yang dilepaskan (setara dengan jumlah oksidator) ditirasi dengan larutan baku natrium
tiosulfat.

Bagan reaksi :

Ox + 2 I I2 + red

I2 + 2 S2O3= 2 I + S4O6=

Titrasi dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena larutan iodium yang berwarna
khas dapat hilang pada titik akhir titrasi hingga titik akhir tercapai. Tetapi pengamatan titik akhir
titrasi akan lebih mudah dengan penambahan larutan kanji sebagai indikator, karena amilum
akan membentuk kompleks dengan I2 yang berwarna biru sangat jelas. Penambahan amilum
harus pada saat mendekati titik akhir titrasi. Hal ini dilakukan agar amilum tidak membungkus I2
yang menyebabkan sukar lepas kembali, dan ini akan menyebabkan warna biru sukar hilang,
sehingga titik akhir titrasi tidak terlihat tajam.

Indikator kanji merupakan indikator yang sangat lazim digunakan, namun indikator kanji
yang digunakan harus selalu dalam keadaan segar dan baru karena larutan kanji mudah terurai
oleh bakteri sehingga untuk membuat larutan indikator yang tahan lama hendaknya dilakukan
sterilisasi atau penambahan suatu pengawet. Pengawet yang biasa digunakan adalah merkurium
(II) iodida, asam borat atau asam formiat. Kepekatan indikator juga berkurang dengan naiknya
temperatur dan oleh beberapa bahan organik seperti metil dan etil alkohol.

Iodium hanya sedikit sekali larut dalam air (0,00134 mol/liter pada 25oC), namun sangat
mudah larut dalam larutan yang mengandung ion iodida. Iodium membentuk kompleks triiodida
dengan iodida, dengan tetapan keseimbangan 710 pada 25oC. Penambahan KI untuk menurunkan
keatsirian dari iod, dan biasanya ditambahkan KI 3-4 % dalam larutan 0,1 N dan kemudian
wadahnya disumbat baik-baik dan menggunakan botol yang berwarna gelap untuk menghindari
penguraian HIO oleh cahaya matahari.

Pada proses iodometri atau titrasi tidak langsung banyak zat pengoksid kuat yang dapat
dianalisis dengan menambahkan KI berlebihan dan mentitrasi iodium yang dibebaskan. Karena
banyak zat pengoksid yang menuntut larutan asam untuk bereaksi dengan iodida, natrium
tiosulfat lazim digunakan sebagai titran. Beberapa tindakan pencegahan perlu diambil untuk
menangani KI untuk menghindari galat. Misalnya ion iodida dioksidai oleh oksigen di udara :

4 H+ + 4 I + O2 2 I2 + 2 H2O

Reaksi ini lambat dalam larutan netral namun lebih cepat dalam larutan asam dan
dipercepat dengan cahaya matahari. Setelah penambahan KI ke dalam suatu larutan (asam) dari
suatu zat pengoksid larutan tak boleh dibiarkan terlalu lama bersentuhan dengan udara, karena
akan terbentuk tambahan iodium oleh reaksi tersebut di atas. Pada titrasi iodometri titrasi harus
dalam keadaan asam lemah atau nertal karena dalam keadaan alkali akan terbentuk iodat yang
terbentuk dari ion hipoiodit yang merupakan reaksi mula-mula antara iodin dan ion hidroksida,
sesuai dengan reaksi :

I2 + O2 HI + IO

3 IO IO3 + 2 I

Dalam keadaan alkali ion-ion ini akan mengoksidasi sebagian tiosulfat menjadi ion sulfat
sehingga titik kesetarannya tidak tepat lagi. Namun pada proses iodometri juga perlu dihindari
konsentrasi asam yang tinggi karena asam tiosulfat yang dibebaskan akan mengendap dengan
pemisahan belerang, sesuai dengan reaksi berikut :

S2O3= + 2 H+ H2S2O3

8 H2S2O3 8 H2O + 8 SO2 + 8 S

Larutan tiosulfat tidak stabil dalam waktu lama. Bakteri yang memakan belerang akan
masuk ke dalam larutan ini dan proses metaboliknya akan mengakibatkan pembentukan SO3=,
SO4= dan belerang koloidal. Tiosulfat diuraikan dalam bentuk belerang dalam suasana asam
sehingga endapan mirip susu. Tetapi reaksi tersebut lambat dan tak terjadi jika larutan
dititrasikan ke dalam larutan iodium yang asam dan dilakukan pengadukan yang baik. Iodium
mengoksidasi tiosulfat menjadi ion tetraionat

I2 + 2 S2O3= 2 I + S4O6=

Reaksi ini sangat cepat dan berlangsung sampai lengkap benar tanpa reaksi samping. Dalam
larutan netral atau sedikit sekali basa oksidasi ke sulfat tidak terjadi terutama jika digunakan
iodium sebagai titran. Iodometri menurut penggunaan dapat dibagi menjadi 4 golongan yaitu :

1. Titrasi iod bebas.


2. Titrasi oksidator melalui pembentukan iodium yang terbentuk dari iodida.
3. Titrasi reduktor dengan penentuan iodium yang digunakan.
4. Titrasi reaksi, titrasi senyawa dengan iodium melalui adisi atau subsitusi.
II. 2. Uraian Bahan

1. Tembaga (II) sulfat (5,731)

Nama resmi : Cuprii sulfas

Sinonim : Tembaga (II) sulfat

RM/BM : CuSO4 / 249,68

Pemerian : Prisma triklinik atau serbuk hablur, biru.

Kelarutan : Larut dalam 3 bagian air dan dalam 3 bagian gliserol P, sangat sukar larut
dalam etanol 95 % P

Khasiat : Zat tambahan

Kegunaan : Sebagai sampel

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Persyaratan Kadar : Mengandung tidak kurang dari 98,5 % dan tidak lebih dari1001,0 % CuSo4.
5H2O.

2. Amylum manihot (5,93)

Nama resmi : Amylum manihot

Sinonim : Pati singkong

Pemerian : Serbuk halus, kadang-kadang berupa gumpalan kecil, putih, tidak berbau,
tidak berasa.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dingin dan dalam etanol 95 % P

Khasiat : Zat tambahan

Kegunaan : Sebagai indikator

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik ditempat sejuk dan kering.


3. Asam sulfat (5,58)

Nama resmi : Acidum sulfuricum

Sinonim : Asam sulfat

RM/BM : H2SO4 /98,07

Pemerian : Cairan kental seperti minyak, korosif, tidak berwarna, jika ditambahkan ke
dalam air menimbulkan panas.

Khasiat : Zat tambahan

Kegunaan : Sebagai katalisator

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

4. Air Suling (5,96)

Nama resmi : Aqua destillata

Sinonim : Air suling, aquades

RM/BM : H2O /18,02

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa

Khasiat : Zat tambahan

Kegunaan : Sebagai pelarut

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik


BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat-alat yang Digunakan

1. Botol semprot
2. Buret 25 ml
3. Erlemeyer 250 ml
4. Gelas arloji
5. Gelas piala 250 ml
6. Gelas ukur 25 ml dan 10 ml
7. Neraca Analitik
8. Pipet skala
9. Statif + klem

III.1.2 Bahan-bahan yang digunakan

1. Air suling
2. Kertas perkamen
3. Larutan asam sulfat (H2SO4) 10 %
4. Larutan baku primer:KIO3
5. Larutan baku sekunder natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N
6. Indikator:Larutan kanji
7. Sampel no 3
8. Serbuk tembaga (II) sulfat (CuSO4)
III.2 Cara Kerja

Pembakuan Iodometri
a. Pipet 25 ml KIO3, masukkan ke dalam Erlenmeyer
b. Tambahkan 1,5 g/3 mL larutan KI 50%
c. Tambahkan 5 ml H2SO4 2N (10%)
d. Titrasi dengan Natrium thiosulfat hingga warna kuning muda
e. Tambahkan 1-2 ml indicator kanji, warna berubah menjadi biru
f. Lanjutkan titrasi ad warna biru hilang
g. Lakukan titrasi sebanyak 3 kali. Hitung Normalitas Natrium Thiosulfat sesungguhnya

Penetapan Kadar CuSO4


a. Timbang 400-500 mg Kuprisulfat, masukkan ke dalam Erlenmeyer
b. Tambahkan 50 ml air
c. Tambah 10 ml H2SO4 encer dan 1 gram KI, segera titrasi dengan larutan Na2S2O3
0,1N sampai warna larutan kuning pucat
d. Tambahkan 2 ml amilum, lanjutkan titrasi sampai larutan tepat tidak berwarna biru.
e. Hitung kadar CuSO4
Tiap 1 ml Na2S2O3 0,1N ~ dengan 24,9686 mg CuSO4.5H2O
BAB IV

HASIL PENGAMATAN

IV.1 Data Pengamatan

1. Penentuan kadar CuSO4

Volume Na Thisulfat
No Sampel Berat Sampel
0,0967 N
1. I 0,402 gram 13,5 ml

IV.2 Perhitungan

- Pembakuan Iodometri :

3 3
. =

0,1 25
= = 0,0844 N
29,6

- Penetapan kadar sampel CuSO4 :


. 24,9686
4 = 100%
0,1
0,00844 13,5 24,9686
= 100% = 70,76%
0,1 0,402 (402 )
BAB V

V.1 Pembahasan

Titrasi iodometri adalah salah satu metode titrasi yang didasarkan pada reaksi oksidasi
reduksi. Pada percobaan ini metode iodometri dilakukan pada CuSO4. Pada proses iodometri
juga perlu dihindari konsentrasi asam yang tinggi karena asam tiosulfat yang dibebaskan akan
mengendap dengan pemisahan belerang, sesuai dengan reaksi berikut :

S2O3= + 2 H+ H2S2O3

8 H2S2O3 8 H2O + 8 SO2 + 8 S

Indikator kanji merupakan indikator yang sangat lazim digunakan, namun indikator kanji
yang digunakan harus selalu dalam keadaan segar dan baru karena larutan kanji mudah terurai
oleh bakteri sehingga untuk membuat larutan indikator yang tahan lama hendaknya dilakukan
sterilisasi atau penambahan suatu pengawet.

Pada percobaan ini didapatkan hasil kadar Tembaga(II) sulfat adalah 70,76 %. Adapun
faktor-faktor yang dapat salah pengamatan dalam melakukan percobaan ini adalah Larutan kanji
yang digunakan sudah tidak bagus lagi, karena endapan yang terlihat agak kehitaman.

V.2 Kesimpulan

1) Kesimpulan yang dapat ditarik dari percobaan ini adalah Kadar kemurnian tembaga (II)
sulfat adalah 70,76 %,
DAFTAR PUSTAKA

1. Rivai, H., (1995), Asas Pemeriksaan Kimia, Universitas Indonesia Press, Jakarta,
2. Wunas, J., Said, S., (1986), Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif< UNHAS, Makassar,
122-123
3. Underwood, A.L., day, RA., (1993), Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi V, Alih Bahasa :
R. Soedonro, Erlangga, Surabaya, 302-304
4. Roth, J., Blaschke, G., (1988), Analisa Farmasi, UGM Press, Yogyakarta, 271-279.
5. Dirjen POM, (1979), Farmakope Indonesia, edisi III, Departemen Kesehatan RI.,
Jakarta, 143, 581, 587, 714
6. Dirjen POM, (1994), Farmakope Indonesia, edisi IV, Depatemen Kesehatan RI.,
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai