Anda di halaman 1dari 159

Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)

Provinsi Riau Tahun 2019-2024

2.3. Aspek Pelayanan Umum


Pelayanan publik atau pelayanan umum merupakan segala bentuk jasa
pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang menjadi
tanggungjawab Pemerintah Daerah Provinsi Riau dalam upaya pemenuhan
kebutuhan masyarakat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Aspek
pelayanan umum terdiri dari fokus urusan pemerintahan wajib pelayanan dasar,
urusan pemerintahan wajib non pelayanan dasar dan urusan pemerintahan pilihan
serta fungsi penunjang urusan.

2.3.1 Fokus Layanan Urusan Pemerintahan Wajib Pelayanan Dasar


Analisis kinerja atas layanan urusan wajib dilakukan terhadap indikator-
indikator kinerja penyelenggaraan urusan pemerintahan wajib pelayanan dasar
daerah Provinsi Riau, yaitu bidang urusan pendidikan, kesehatan, pekerjaan
umum dan penataan ruang, perumahan rakyat dan kawasan pemukiman,
ketentraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat dan sosial.

2.3.1.1. Bidang Urusan Pendidikan


a. Angka Rata-Rata Lama Sekolah
Perkembangan angka rata-rata lama sekolah tahun 2010-2017 Provinsi
Riau memiliki trend meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 0,86% per
tahun. Pencapaian angka rata-rata lama sekolah Provinsi Riau hingga tahun 2017
yaitu 8,76 tahun masih dibawah wajib belajar 9 tahun. Namun demikian,
pencapaian angka rata-rata lama sekolah Provinsi Riau lebih baik dibandingkan
Nasional 8,10 tahun. Oleh karena itu, upaya peningkatan angka rata-rata lama
sekolah minimal 9 tahun menjadi prioritas pembangunan sumberdaya manusia di
Provinsi Riau kedepannya melalui program peningkatan wajib belajar 15 tahun
dan didukung pendidikan universal. Terdapat 7 kabupaten yang perlu
mendapatkan prioritas utama dalam peningkatan RLS karena berada dibawah rata-
rata RLS Provinsi adalah Inhil-Kuansing, lengkapnya dapat dilihat pada Tabel
2.42.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-102


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.42. Angka Rata-Rata Lama Sekolah Provinsi Riau Tahun 2011-2017
Pertumbuhan/
Angka Rata-Rata Lama Sekolah Tahun
No Kabupaten (%)
2011 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
1 Provinsi Riau 8,25 8,29 8,34 8,38 8,47 8,49 8,59 8,76 0,86
Sumber: BPS Provinsi Riau Tahun 2012-2017

Pada tahun 2017 capaian rata-rata lama sekolah Provinsi Riau adalah
sebesar 8,76. Ini berarti bahwa rata-rata penduduk usia 15 tahun hanya mampu
sekolah sampai kelas 9 semester I atau tidak tamat SMP. Keadaan ini
menunjukkan bahwa program wajib belajar 9 tahun belum sepenuhnya dapat
dicapai. Peningkatan rata-rata lama sekolah yang dicapai Provinsi Riau ini tidak
bisa dilepaskan dari berbagai kebijakan yang ditujukan untuk meningkatkan
aksesibilitas pendidikan baik kebijakan nasional, kebijakan pemerintahan provinsi
dan kebijakan pemerintahan Kabupaten/Kota. Namun demikian kebijakan itu
perlu dioptimalkan sehingga dapat mencapai target kebijakan wajib belajar 9
tahun.
Kemudian jika dilihat sebaran pencapaian angka rata-rata lama sekolah
pada tingkat Kabupaten/Kota di Provinsi Riau, tersebar secara tidak merata.
Terdapat 7 Kabupaten yang capaiannya masih di bawah rata-rata RLS Provinsi
Riau diantaranya Kabupaten Indragiri Hilir, Kepulauan Meranti, Indragiri Hulu,
Rokan Hilir, Rokan Hulu, Pelalawan dan Kuantan Singingi. Sementara itu RLS
Kabupaten/Kota tertinggi adalah Kota Pekanbaru sebesar 11,21 tahun dan
digambarkan pada Gambar 2.44.

Rata-Rata Lama Sekolah Kabupaten Rata-rata Lama Sekolah Provinsi Riau,


Kota, 2017 2010-2017
8.8 8.76
Pekanbaru 11.21 R² = 0.9793
Dumai 9.67 8.7
Siak 9.40 8.59
8.6
Kampar 9.09
8.47 8.49
Bengkalis 8.89 8.5
Provinsi Riau 8.76 8.38
8.4 8.34
Kuantan Singingi 8.20 8.29
Pelalawan 8.3 8.25
8.19
Rokan Hulu 8.18 8.2
Rokan Hilir 7.89
Indragiri Hulu 7.89 8.1
Kep.Meranti 7.47 8
Indragiri Hilir 7.18
7.9
- 5.00 10.00 15.00 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Gambar 2.44. Angka Rata-Rata Lama Sekolah


Kabupaten/Kota Se Riau Tahun 2017

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-103


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Berdasarkan keadaan tersebut di atas, menunjukkan angka rata-rata lama


sekolah Kabupaten Indragiri Hilir adalah terendah di Provinsi Riau. Namun
demikian kebijakan wajib belajar 9 tahun tetap harus didukung oleh Pemerintah
Provinsi Riau walaupun pendidikan dasar merupakan kewenangan Pemerintah
Kabupaten/Kota terutama pada kabupaten/kota yang rata-rata lama sekolahnya
masih di bawah provinsi kedepannya haruslah menjadi prioritas.

b. Angka Harapan Sekolah


Perkembangan angka harapan lama sekolah tahun 2010-2017 Provinsi
Riau memiliki trend meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 1,51% per
tahun. Pencapaian angka rata-rata harapan lama sekolah Provinsi Riau hingga
tahun 2017 yaitu 13,03 tahun sudah di atas wajib belajar 9 tahun. Berdasarkan
Gambar 2.45 menunjukkan bahwa terdapat dua wilayah yang AHL nya lebih
tinggi dari rata-rata AHL provinsi Riau yaitu Kota Pekanbaru, Kuansing dan
Kabupaten Kampar masing-masing 14,93 tahun, 13,26 tahun dan 13,20 tahun.
Halnya ini sejalan dengan jumlah penduduk yang berumur 19-24 tahun yang
melanjutkan ke perguruan tinggi dimana Kota Pekanbaru, Kuansing dan Kampar
menjadi urutan tertinggi dari jumlah penduduknya yang masuk perguruan tinggi
yang dijelaskan pada Tabel 2.43 dan Gambar 2.45.

Tabel 2.43. Angka Harapan Lama Sekolah Provinsi Riau Tahun 2010-2017
Angka Harapan Lama Sekolah Pertumbuhan/
No Kabupaten Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 %
1 Riau 11,74 11,78 11,79 12,27 12,45 12,74 12,86 13,03 1,51
Sumber: BPS Provinis Riau Tahun 2012-2017

Selanjutnya bila dilihat sebaran capaian angka haparan lama sekolah pada
tahun 2017 seperti terlihat pada Gambar 2.45, terdapat 8 Kabupaten yang
capaiannya di bawah rata-rata Provinsi dan tiga kabupaten/Kota yang di atas
Provinsi yaitu Kota Pekanbaru, Kabupaten Kuantan Singingi dan Kabupaten
Kampar.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-104


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Angka Harapan Lama Sekolah (HLS- Angka Harapan Lama Sekolah (HLS)
Tahun) Kabupaten Kota, 2017 Provinsi Riau, 2010-2017
R² = 0.9577
13.5
Pekanbaru 14.93
13.03
Kuantan Singingi 13.26 12.86
13 12.74
Kampar 13.20
Provinsi Riau 13.03 12.45
Dumai 12.97 12.5 12.27
Rokan Hulu 12.81
Kep.Meranti 12.77 12 11.74 11.78 11.79
Bengkalis 12.73
Siak 12.72 11.5
Indragiri Hulu 12.29
Rokan Hilir 12.25 11
Pelalawan 11.89
Indragiri Hilir 11.88
10.5
- 5.00 10.00 15.00 20.00 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Gambar 2.45. Harapan Lama Sekolah (Th) Kabupaten/Kota Se-Riau


Tahun 2017

c. Angka Partisipasi Murni

Angka Partisipasi Murni (APM) adalah merupakan proporsi penduduk


pada kelompok umur jenjang pendidikan tertentu yang masih bersekolah terhadap
penduduk pada kelompok umur tersebut. APM menunjukkan seberapa banyak
penduduk usia sekolah yang sudah dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan
sesuai jenjang pendidikannya. Perkembangan APM SD/MI Provinsi Riau tahun
2013/2014 sampai dengan 2016/2017 terlihat pada Tabel 2.44.

Tabel 2.44. Angka Partisipasi Murni SD/MI Tahun 2013/2014 s/d 2016/2017
Angka Partisipasi Murni SD/MI Pertumbuhan
No Kabupaten
2013/2014 2014/2015 2015/2016 2016/2017 /Tahun (%)
1 Kuantan Singingi 86,29 86,63 86,42 96,08 3,78
2 Indragiri Hulu 95,30 95,74 95,40 96,36 0,37
3 Indragigiri Hilir 84,88 85,86 85,32 86,59 0,67
4 Pelalawan 95,63 96,44 95,79 97,89 0,79
5 Siak 95,77 96,17 95,93 97,14 0,48
6 Kampar 95,07 95,30 95,12 96,63 0,55
7 Rokan Hulu 95,51 96,36 95,91 97,39 0,66
8 Bengkalis 95,73 96,10 95,85 97,83 0,73
9 Rokan Hilir 95,56 95,75 95,67 96,62 0,37
10 Kepulauan Meranti 73,97 74,92 74,80 76,88 1,30
11 Pekanbaru 95,56 95,70 95,52 97,55 0,69
12 Dumai 95,47 95,72 95,59 99,33 1,35
13 Riau 93,06 93,64 93,41 95,28 0,79
Sumber: Pusat Data dan Statistik Kementerian Pendidikan Tahun 2014-2017

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-105


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

APM SD/MI Provinsi Riau selama kurun tahun 4 tahun terakhir


2013/2014 sampai dengan 2016/2017 menunjukkan kecenderungan meningkat
dari 93,06 menjadi 95,28 atau meningkat rata-rata sebesar 0,74 persen. Pada
tahun 2016/2017 APM SD/MI Provinsi Riau sebesar 95,28. Ini berarti bahwa
95,28 persen penduduk usia sekolah SD/MI dapat memanfaatkan fasilitas
pendidikan sekolah dasar. Capaian APM SD/MI Provinsi Riau jika dibandingkan
dengan APM SD/MI nasional berada di atas rata-rata nasional yang mencapai
93,73. Bila dicermati masih terdapat dua kabupaten, yaitu: Kepulauan Meranti
dan Indragiri Hilir yang capaian APM SD/MI di bawah rata-rata Provinsi Riau.
Keadaan ini menunjukkan penduduk usia Sekolah Dasar (7-12) di dua kabupaten
tersebut masih banyak yang belum dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan dasar
dibandingkan dengan Kabupaten lainnya.
Berbeda dengan APM SD/MI, capaian APM SMP/MTs menunjukkan
perkembangan yang berfluktuatif dan tahun terakhir terjadi penurunan. Adapun
perkembangan APM SMP/MTs Provinsi Riau dimaksud dapat lihat pada Tabel
2.45.
Tabel 2.45. Angka Partisipasi Murni SMP/MTs
Angka Partisipasi Murni SMP/MTs
No Kabupaten Pertumbuhan
2013/2014 2014/2015 2015/2016 2016/2017 /Tahun (%)
1 Kuantan Singingi 74,09 75,64 75,85 71,27 -1,22
2 Indragiri Hulu 75,79 72,34 72,68 68,99 -3,05
3 Indragigiri Hilir 71,62 75,39 75,93 73,15 0,77
4 Pelalawan 76,07 72,69 73,34 69,85 -2,77
5 Siak 75,40 77,39 77,63 72,30 -1,31
6 Kampar 71,96 77,49 77,67 73,98 1,06
7 Rokan Hulu 76,13 73,61 74,06 71,52 -2,04
8 Bengkalis 76,11 77,38 77,63 72,32 -1,62
9 Rokan Hilir 75,79 73,69 73,77 73,90 -0,83
10 Kepulauan Meranti 74,74 72,03 72,14 70,25 -2,03
11 Pekanbaru 83,83 81,53 81,71 75,99 -3,17
12 Dumai 85,95 82,27 82,41 74,82 -4,44
13 Riau 76,45 76,44 76,72 72,87 -1,56
Sumber: Pusat Data dan Statistik Kementerian Pendidikan Tahun 2014-2017

Bila dicermati tabel di atas APM SMP/MTs 2013/204 Provinsi Riau


sebesar 76,45 persen. Ini berarti, 76,45 persen penduduk usia sekolah SMP/MTs
(13-15 tahun) dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan SMP/MTs, sementara
23,55 persen tidak dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan dengan berbagai

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-106


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

alasan. Pada tahun 2016/2017 APM SMP/MTs menurun drastis menjadi 72,87
persen. Keadaan ini menunjukkan bahwa jumlah anak usia sekolah SMP/MTs
yang dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan setara SMP/MTs berkurang dari
76,45 persen menjadi 72,87. Sementara anak usia sekolah SMP/MTs yang tidak
dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan setara SMP meningkat dari 23,55 persen
pada tahun 2013/2014 menjadi 27,13 persen. Capaian APM SMP/MTs pada tahun
2016/2017 di bawah APM SMP/MTs secara nasional yang mencapai 76,29
persen. Keadaan ini harus menjadi perhatian, karena berpotensi menghambat
kebijakan wajib belajar 9 tahun. Selanjutnya perkembangan APM
SMA/MA/SMK Provinsi Riau selama kurun tahun 4 tahun terakhir dapat dilihat
pada Tabel 2.46.
Tabel 2.46. Angka Partisipasi Murni SMA/MA/SMK
Tahun 2013/2014 s/d 2016/2017
Angka Partisipasi Murni SMA/MA/SMK Pertumbuhan
No Kabupaten
2013/2014 2014/2015 2015/2016 2016/2017 /Tahun (%)
1 Kuantan Singingi 60,11 60,03 59,58 67,14 3,94
2 Indragiri Hulu 56,33 54,70 56,08 57,76 0,87
3 Indragigiri Hilir 40,70 40,09 42,46 44,45 3,03
4 Pelalawan 56,01 53,88 52,16 56,64 0,53
5 Siak 55,75 56,93 62,10 65,15 5,37
6 Kampar 44,01 47,59 52,42 52,94 6,43
7 Rokan Hulu 49,76 55,51 53,52 61,96 7,91
8 Bengkalis 56,07 54,52 55,63 57,60 0,94
9 Rokan Hilir 46,16 49,47 51,43 52,34 4,30
10 Kepulauan Meranti 59,63 58,23 58,48 60,11 0,29
11 Pekanbaru 68,97 68,63 72,32 70,50 0,79
12 Dumai 64,58 62,24 63,60 66,07 0,82
13 Riau 54,01 54,59 56,71 58,63 2,78
Sumber: Pusat Data dan Statistik Kementerian Pendidikan Tahun 2014-2017

APM SMA/MA/SMK Provinsi Riau selama kurun tahun 4 tahun terakhir


menujukkan kecenderungan meningkat. Pada tahun 2013/2014 capaian APM sebesar
54,01 persen meningkat menjadi 58,63 persen pada tahun 2016/2017 atau meningkat
rata-rata 1,54 persen. Walaupun terjadi peningkatan capaian APM SMA/SMK/MA di
Provinsi Riau namun bila dibandingkan secara nasional masih di bawah capaian rata rata
nasional yang mencapai 61,20 persen. Jika dilihat sebaran APM SMA/MA/SMK pada
masing-masing Kabupaten/Kota terdapat 6 Kabupaten/Kota yang capaian APM
2016/2017 di bawah rata-rata Provinsi antara lain Kabupaten Indragiri Hilir, Pelalawan,
Rokan Hilir, Indragiri Hulu, Bengkalis dan Kampar. Keadaan ini patut menjadi perhatian

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-107


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

serius mengingat kewenangan pendidikan Sekolah Menengah sudah menjadi


tanggungjawab Pemerintah Provinsi.

d. Rasio Ketersediaan Sekolah dengan Penduduk Usia Sekolah


Ketersediaan sekolah pada dasarnya adalah sebagai upaya untuk
meningkatkan akses masyarakat terhadap pendidikan pada berbagai jenjang
pendidikan. Ketersediaan sekolah ditunjukkan dengan banyaknya ruang kelas
yang tersedia untuk menampung penduduk usia sekolah pada jenjang pendidikan
dengan rasio sesuai Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang ditetapkan.
Data di atas memperlihat bahwa di Provinsi Riau rasio ketersediaan
sekolah untuk tingkat SD/MI pada tahun 2016 adalah 26,27 sementara standar
pelayanan minimum berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 17 Tahun 2017 untuk SD/MI paling banyak 28 orang dan paling sedikit
20 orang. Ini berarti bahwa pada tingkat Provinsi Riau rasio ketersediaan sekolah
sudah baik karena masih di bawah standar pelayanan minimum yang ditetapkan.
Namun demikian dilihat sebarannya pada Kabupaten/Kota di Provinsi Riau,
terdapat 2 Kota yakni Pekanbaru dan Dumai yang belum mencapai standar
pelayanan minimum. Hal ini disebabkan karena tingginya pertumbuhan penduduk
Kota Pekanbaru dan Dumai sebagai wilayah Kota disatu sisi dan disisi yang lain
rendahnya pertambahan ruangan kelas untuk SD/pada kedua Kota tersebut. Oleh
sebab itu dalam upaya untuk mensuksekan wajib belajar 9 tahun kebijakan
terhadap kedua kota tersebut adalah penambahan ruangan kelas atau menambah
sekolah baru untuk memenuhi SPM yang telah ditetapkan. Adapun rasio
ketersediaan sekolah dengan penduduk usia sekolah di Provinsi Riau pada tahun
2016 dapat dilihat pada Tabel 2.47.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-108


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.47. Rasio Ketersediaan Sekolah dengan Penduduk Usia Sekolah


Tahun 2016
Penduduk Penduduk
Penduduk Jumlah Jumlah Jumlah
Usia (13- Usia (16-
Kabupaten Usia (7-12) Ruangan Rasio Ruangan Rasio Ruangan Rasio
15) 18)
Kelas Kelas Kelas
Indragiri Hilir 93.141 3.337 27,91 37.757 773 48,84 40.419 345 117,15
Pelalawan 47.042 1.842 25,54 20.562 439 46,83 17.730 247 71,78
Rokan Hilir 84.487 3.243 26,05 40.474 918 44,08 40.536 575 70,49
Indragiri Hulu 54.023 2.386 22,64 25.289 588 43,00 21.217 254 83,53
Siak 57.246 2.241 25,54 29.329 782 75,50 23.977 358 66,97
Rokan Hulu 70.741 2.921 24,22 31.773 828 38,37 24.966 341 73,21
Bengkalis 71.700 2.939 24,40 37.265 966 38,57 35.046 570 61,48
Kep. Meranti 25.759 1.210 21,29 11.899 270 44,07 10.340 175 59,08
Dumai 34.558 1062 35,54 16.114 357 45,13 14.405 212 67,94
Kuantan Singingi 38.374 1.924 19,94 19.187 596 32,19 15.479 271 57,11
Kampar 95.741 3.969 24,12 45.528 1.045 43,56 43.852 588 74,57
Pekanbaru 112.188 2.812 39,89 54.323 1.254 43,31 56.933 774 73,55
Riau 785.000 29.886 26,27 369.500 8816 41,91 344.900 4.710 73,22

Sumber: BPS Provinsi Riau Tahun 2017

Selanjuntnya ketersediaan sekolah dengan penduduk usia sekolah SLTP di


Provinsi Riau tahun 2016 sebesar 41,91. Berdasarkan Permendikbud Nomor 17
Tahun 2017 ditetapkan SPM paling sedikit 20 dan paling banyak 32. Keadaan ini
memperlihatkan bahwa rasio ketersediaan sekolah dengan penduduk usia sekolah
belum memenuhi SPM yang sudah ditetapkan.
Bila dilihat sebarannya pada Kabupaten/Kota sebagian besar belum
memenuhi SPM SMP/MTs, kecuali Kabupaten Kuantan Singingi. Untuk
memenuhi SPM berdasarkan Permendikbud tersebut kebijakan yang harus
dilakukan adalah menambah ruangan kelas dalam rangka untuk mencapai target
wajib belajar 9 tahun.
Kemudian pada tingkat SLTA, ketersediaan sekolah dengan penduduk usia
sekolah SLTA di Provinsi Riau pada tahun 2016 sebesar 73,22, sedangkan SPM
SMA/MA/SMK yang ditetapkan berdasarkan Permendikbud Nomor 17 tahun
2017 adalah sebesar 15 orang paling sedikit dan 36 orang paling banyak. Keadaan
ini menggambarkan ketersediaan sekolah SLTA di Provinsi Riau saat ini masih
jauh dari SPM yang sudah ditetapkan. Dilihat dari sebarannya pada Kabupaten/
Kota tidak ada satupun Kabupaten/Kota yang dapat mencapai standar. Kondisi
terparah ketersediaan sekolah SLTA ini adalah Kabupaten Indragiri Hilir dan
Kabupaten Indragiri Hulu. Melihat rasio ketersediaan sekolah di atas, jika
Pemerintah Provinsi Riau melakukan kebijakan wajib belajar 12 tahun dengan

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-109


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

asumsi pendudukan usia sekolah 16-18 semuanya sekolah maka untuk mencapai
SPM diperlukan penambahan ruang kelas sebanyak 50,83 persen lagi.

e. Sekolah Kondisi Bangunan Baik


Bangunan gedung sekolah merupakan salah satu prasarana pendidikan
yang mempunyai peran penting untuk kelancaran proses pendidikan. Bangunan
gedung sekolah dalam kondisi baik akan memberikan kontribusi bagi semangat
belajar, karena memberikan rasa aman dan nyaman bagi peserta didik. Dalam
rangka memberikan pelayanan pendidikan terbaik kepada masyarakat diperlukan
sarana dan prasarana sekolah yang memadai. Sebaran kondisi bangunan SD/MI
pada Kabupaten/Kota pada tahun 2016 dilihat pada Tabel 2.48.
Tabel 2.48. Persentase Bangunan SD/MI Dalam Kondisi Baik Tahun 2016
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau
SD/MI
Sekolah pendidikan
No Kabupaten/Kota Jumlah seluruh Persentase SD/MI
SD/MI kondisi
sekolah SD/MI bangunan baik
bangunan baik
1 Kuantan Singingi 462 1.927 23,98
2 Indragiri Hulu 682 2.401 28,40
3 Indragiri Hilir 800 3.400 23,53
4 Pelalawan 655 1.913 34,24
5 Siak 563 2.313 24,34
6 Kampar 917 3.898 23,52
7 Rokan Hulu 614 2.956 20,77
8 Bengkalis 907 2.943 30,82
9 Rokan Hilir 692 3.307 20,93
10 Kep. Meranti 154 1.184 13,01
11 Pekanbaru 1.976 3.084 64,07
12 Dumai 437 1.134 38,54
Jumlah 8.859 30.460 29,00
Sumber: Dinas Pendidikan Provinsi Riau Tahun 2017

Melihat data tabel di atas dapat dinyatakan sebagian besar Kabupaten/Kota


memilki bangunan ruang sekolah SD yang baik di bawah 29 persen kecuali
Pekanbaru, Dumai, Bengkalis dan pelalawan. Kabupaten Kepulauan Meranti
merupakan Kabupaten/Kota yang memeliki konidis bangunan ruang sekolah
SD/MI yang baik paling sedikit yakni 13,00 persen sedangkan Kota Pekanbaru
merupakan daerah yang memiliki kondisi bangunan ruang baik yang lumayan
banyak yakni 64,07 persen. Namun demikian idealnya semua bangunan ruang
yang tersedia harus 100 persen dalam kondisi yang baik, dalam rangka untuk
memberikan rasa aman dan kenyaman siswa dalam belajar. Keadaan ini tentunya

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-110


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

menjadi pekerjaan rumah ke depan dengan memprioritaskan rehabilitasi


bangunan ruang sekolah SD/MI yang rusak saat ini.
Sehubungan dengan sebaran bangunan ruang sekolah SMP/MTs dalam
kondisi baik pada Kabupaten/Kota di Provinsi Riau dapat dilihat pada Tabel 2.49.
Dari Tabel 2.49. dapat dinyatakan bahwa sebagian besar Kabupaten/Kota
memiliki besaran persentase bangunan ruang sekolah SMP/MTs yang baik di
bawah rata-rata Provinsi Riau, kecuali Kota Pekanbaru dan Kabupaten Pelalawan.
Sementara itu Kabupaten Kepulauan Meranti memliki bangunan ruang sekolah
SMP/MTs yang persentasenya besarannya paling rendah yakni 13,00 persen,
sedangkan Kota Pekanbaru yang paling tinggi yakni 57,78 persen. Sama seperti
SD/MI idealnya bangunan ruang sekolah SMP/MTs yang baik seharusnya 100
persen. Kondisi ini tentunya harus menjadi focus perhatian kedepan terutama
reahbilitas bangunan ruang sekolah yang rusak, sehingga dapat memberikan rasa
aman dan nyaman bagi siswa.
Tabel 2.49. Persentase Bangunan SMP/MTs Dalam Kondisi Baik Tahun
2016 Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau
SMP/MTs
Sekolah pendidikan Persentase
No Kabupaten/Kota Jumlah seluruh
SMP/MTs kondisi SMP/MTS
sekolah SMP/MTs
bangunan baik bangtunan baik
1 Kuantan Singingi 131 596 21,98
2 Indragiri Hulu 159 615 25,85
3 Indragiri Hilir 160 794 20,15
4 Pelalawan 196 493 39,76
5 Siak 143 842 16,98
6 Kampar 305 1.089 28,01
7 Rokan Hulu 202 834 24,22
8 Bengkalis 256 996 25,70
9 Rokan Hilir 200 965 20,73
10 Kep. Meranti 36 277 13,00
11 Pekanbaru 765 1.324 57,78
12 Dumai 81 404 20,05
Jumlah 2.634 9.229 28,54
Sumber; Dinas Pendidikan Provinsi Riau Tahun 2017

Selanjutnya pada tingkat SMA/SMK/MA, kondisi bangunan baik sedikit


lebih baik jika dibandingkan dengan SD/MI dan SMP/MTs. Adapun besaran
persentase bangunan ruang baik pada tingkat SMA/SMK dan MA selama kurun
tahun 2012-2016 dapat dilihat pada Tabel 2.50.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-111


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.50. Persentase Bangunan SMA/SMK Dalam Kondisi Baik


di Provinsi Riau 2012-2016
Pertumbuhan
No Uraian 2012 2013 2014 2015 2016
/Tahun (%)
1 SMA/SMK/MA.
1.1. Sekolah pendidikan
SMA/SMK/MA kondisi 4.696 4.984 3.513 3.810 3.835 -3,57
bangunan baik
1.2. Jumlah seluruh sekolah
5.558 5.842 7.544 8.087 8.098 10,39
SMA/SMK/MA
1.3. Persentase
SMA/SMK/MA 84,49 85,31 46,57 47,11 47,36 -10,69
bangunan baik
Sumber: Dinas Pendidikan Provinsi Riau Tahun 2017

Mencermati data pada tabel di atas, selama kurun tahun 2012-2016 jumlah
seluruh bangunan ruang sekolah SMA/SMK/MA di Provinsi Riau meningkat rata-
rata 10,39 persen per tahun. Sedangkan jumlah bangunan ruang yang berada
dalam kondisi baik mengalami penurunan rata-rata 3,57 persen per tahun.
Selanjutnya bila dibandingkan antara jumlah seluruh bangunan ruang sekolah
SMA/SMK/MA dengan jumlah bangunan ruang sekolah SMA/SMK yang berada
dalam kondisi baik dalam kurun tahun yang sama, maka diperoleh besaran
persentase sekolah yang berkondisi baik yang menurun rata-rata 10,69 persen per
tahun. Pada tahun 2016 persentase bangunan ruang sekolah SMA/SMK/MA yang
berada dalam kondisi baik adalah 47,36 persen. Ini berarti jumlah bangunan ruang
sekolah SMA/SMK/MA yang rusak adalah 52,64 persen. Walaupun jumlah ruang
yang rusak pada tingkat SMA/SMK/MA lebih kecil persentasenya dibandingkan
dengan SD/MI dan SMP/MTs, namun jumlahnya masih relative sangat besar.
Oleh karena itu upaya pemerintah mengalokasikan anggaran dari 20 persen dari
APBD mandatori setiap tahun perlu pemetaan yang lebih lokus dan fokus dalam
rangka memenuhi standart pelayanan minimum.
Selanjutnya dilihat dari sebaran bangunan ruang sekolah SMA/SMK/MA
yang berada dalam kondisi baik pada Kabupaten/Kota di Provinsi Riau dapat
dilihat pada Tabel 2.51.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-112


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.51. Persentase Bangunan SMA/SMK Dalam Kondisi Baik Menurut


Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2016
SMA/SMK
Sekolah pendidikan
Jumlah seluruh Persentase
No Kabupaten/Kota SMA/SMK/MA
sekolah SMA/SMK/MA
kondisi bangunan
SMA/SMK/MA bangtunan baik
baik
1 Kuantan Singingi 221 462 47,84
2 Indragiri Hulu 262 471 55,63
3 Indragiri Hilir 236 532 44,36
4 Pelalawan 199 458 43,45
5 Siak 329 673 48,89
6 Kampar 501 856 58,53
7 Rokan Hulu 218 668 32,63
8 Bengkalis 418 874 47,83
9 Rokan Hilir 257 839 30,63
10 Kep. Meranti 80 261 30,65
11 Pekanbaru 879 1.585 55,46
12 Dumai 235 419 56,09
Jumlah 3.835 8.098 47,36
Sumber: Dinas Pendidikan Provinsi Riau Tahun 2017

Merujuk pada data tabel 2.51. di atas terlihat 5 Kabupaten/Kota yang


memiliki besaran persentase bangunan ruang sekolah SMP/MTs yang baik di
bawah rata-rata Provinsi Riau diantaranya adalah Kabupaten Kepulauan Meranti,
Rokan Hilir, Rokan Hulu, Pelalawan dan Indargiri Hilir. Sementara itu terdapat 4
Kabupaten/Kota yang memiliki bangunan ruang sekolah baik di atas 50 persen
antara lain Dumai, Pekanbaru, Kampar dan Indargiri Hulu. Sama seperti SD/MI
dan SMP/MTS idealnya bangunan ruang sekolah SMA/SMK yang baik
seharusnya 100 persen. Dari kondisi tersebut di atas kebijakan rehabilitasi
sekolah harus menjadi prioritas kedepannya

f. Rasio Guru Dengan Murid


Perbaikan mutu pendidikan dan perluasan akses terhadap pendidikan
menengah akan memerlukan pemanfaatan sumber daya yang lebih baik. Salah
satu faktor yang menentukan mutu pendidikan adalah ketersediaan guru yang
cukup untuk melayani siswa pada berbagai tingkatan pendidikan. Oleh sebab itu
rasio antara guru dan murid haruslah berada dalam jumlah yang ideal. Pada
tingkat pendidikan dasar di Provinsi Riau rasio antara jumlah guru dan murid
dapat dilihat pada Tabel 2.52 dan Gambar 2.46.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-113


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.52. Rasio Guru dengan Murid Sekolah Pendidikan Dasar


di Provinsi Riau Tahun 2012-2016
Pertumbuhan
No Uraian 2012 2013 2014 2015 2016
/Tahun (%)
1 Pendidikan Dasar
1.1. Jumlah Guru (SD/MI
61.220 60.800 72.315 70.205 67.598 2,91
+SMP/MTs).
1.2. Jumlah Murid
948.715 942.972 1.037.232 1.054.808 1.060.115 2,90
(SD/MI+SMP/MTs)
1.3. Rasio Guru dan
Murid Pendidikan 15 16 14 15 16 1,99
Dasar
Sumber: Dinas Pendidikan Provinsi Riau Tahun 2017

Gambar 2.46. Rasio Guru dengan Murid Pendidikan Dasar


di Provinsi Riau Tahun 2012-2016

Selama kurun tahun 2012-2016 jumlah guru SD/MI+SMP/MTs


menunjukkan kecendrungan menurun pada masa 3 tahun terakhir. Sementara itu
jumlah murid selama kurun tahun yang sama cenderung meningkat. Keadaan ini
menyebabkan rasio antara guru dengan murid cenderung meningkat pada masa 3
tahun terakhir. Namun demikian secara umum rasio antara guru dengan murid
pendidikan dasar masih belum melampaui standar pelayanan minimum menurut
Permendikbud Nomor 23 Tahun 2013 yakni 1:32. Hal ini menunjukkan bahwa
rasio antara guru dan murid pendidikan dasar di Provinsi Riau sudah memadai.
Kemudian dilihat dari sebarannya pada masing-masing Kabupaten/Kota di
Provinsi Riau seperti Tabel 2.53 dan Gambar 2.47.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-114


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.53. Rasio Guru dengan Murid Sekolah Pendidikan Dasar Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2016
Pendidikan Dasar
Rasio Guru dan
No Kabupaten/Kota Jumlah Guru (SD/MI Jumlah Murid
Murid Pendidikan
+SMP/MTs). (SD/MI+SMP/MTs)
Dasar
1 Kuantan Singingi 4.500 52.831 12
2 Indragiri Hulu 5.168 75.176 15
3 Indragiri Hilir 6.964 97.724 14
4 Pelalawan 3.994 66.782 17
5 Siak 4.845 82.618 17
6 Kampar 9.038 131.922 15
7 Rokan Hulu 6.221 98.640 16
8 Bengkalis 6.810 104.194 15
9 Rokan Hilir 6.564 109.739 17
10 Kep. Meranti 2.514 28.357 11
11 Pekanbaru 8.129 161.303 20
12 Dumai 2.851 50.829 18
Jumlah 67.598 1.060.115 16
Sumber: Dinas Pendidikan Provinsi Riau Tahun 2017

Gambar 2.47. Sebaran Rasio Guru dengan Murid Pendidikan Dasar pada
Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2016

Grafik di atas memperlihatkan bahwa sebaran rasio guru dengan murid


pendidikan dasar pada Kabupaten/Kota sedikit bervariasi. Kabupaten Kepulauan
Meranti merupakan daerah yang rasio guru dan murid paling rendah sementara
Kota Pekanbaru dengan rasio guru dan murid paling tinggi. Secara keseluruhan
semua Kabupaten/Kota di Provinsi Riau rasionya masih belum melampaui standar
pelayanan minimal yang ditetapkan oleh Permendikbud 23 Tahun 2013. Namun
demikian rasio guru dan murid yang terlalu rendah juga akan dapat menganggu
efesiensi.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-115


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Sama halnya dengan rasio guru dengan murid pendidikan dasar pada
pendidikan menengah selama kurun tahun 2012-2016 juga berfluktuasi, dengan
kecenderungan meningkat pada 3 tahun terakhir. Secara rinci dapat dilihat pada
Tabel 2.54 dan Gambar 2.48.
Tabel 2.54. Rasio Guru dengan Murid SMA/SMK/MA
di Provinsi Riau Tahun 2012-2016
No Uraian 2012 2013 2014 2015 2016 Pertumbuhan
/Tahun (%)
1 Pendidikan Menengah
1.1. Jumlah Guru
(SMA/SMK/MA).
12.346 13.020 18.703 16.045 16.809 9,91
1.2. Jumlah Murid
(SMA/SMK/MA)
197.407 198.677 212.945 217.031 233.206 4,30
1.3. Rasio Guru dan Murid
16 15 11 14 14 -1,41
Pendidikan Menengah
Sumber; Dinas Pendidikan Provinsi Riau

Gambar 2.48. Rasio Guru dengan Murid Pendidikan Menengah


di Provinsi Riau Tahun 2012-2016

Data di atas memperlihatkan bahwa jumlah murid sekolah menengah


selama kurun tahun 2012-2016 menunjukkan kecenderung yang meningkat rata-
rata 4,30 persen per tahun. Sementara itu jumlah guru selama kurun tahun yang
sama menunjukkan trend yang berfluktuasi. Kondisi yang demikian diikuti
dengan capaian rasio antara guru dengan murid yang juga berfluktuasi dengan
kecenderungan meningkat pada masa 3 tahun terakhir. Walaupun demikian rasio
yang dicapai selama kurun tahun yang sama tidak ada yang melampaui standar
pelayanan minimum.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-116


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.55. Rasio Guru dengan Murid Sekolah Menengah Menurut


Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2016
Sekolah Menengah
Rasio Guru dan
No Kabupaten/Kota Jumlah Guru Jumlah Murid Murid
(SMA/SMK/MA) (SMA/SMK/MA) Pendidikan
Menengah
1 Kuantan Singingi 1.135 12.024 11
2 Indragiri Hulu 1.005 13.742 14
3 Indragiri Hilir 1.132 16.926 15
4 Pelalawan 926 12.844 14
5 Siak 1.267 18.773 15
6 Kampar 1.811 23.948 13
7 Rokan Hulu 1.360 18.048 13
8 Bengkalis 1.784 24.376 14
9 Rokan Hilir 1.582 25.036 16
10 Kep. Meranti 528 6.736 13
11 Pekanbaru 3.435 48.762 14
12 Dumai 844 11.991 14
Jumlah 16.809 233.206 14
Sumber: Dinas Pendidikan Provinsi Riau Tahun 2017

Gambar 2.49. Rasio Guru dengan Murid Pendidikan Menengah


Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2016

Mencermati data di atas terlihat bahwa tidak terdapat variasi yang tajam
pada rasio guru dengan murid tingkat sekolah menengah diantara Kabupaten/Kota
di Provinsi Riau. Kabupaten Rokan Hilir merupakan daerah yang rasio guru dan
murid sekolah menengah tertinggi sementara Kabupaten Kuantan Singgi terendah.
Secara keseluruhan rasio guru dengan murid sekolah menengah pada
Kabupaten/Kota di Provinsi Riau sudah memenuhi standar pelayanan minimun.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-117


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

g. Guru Kualifikasi S1/D-IV


Tingkat pendidikan guru merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kualitas pendidikan. Oleh sebab itu dalam rangka untuk
meningkatkan kualitas pendidikan pemerintah mensyaratkan kualifikasi akademik
minimal pendidikan guru pada masing jenjang pendidikan. Berdasarkan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2007 kualifikasi akademik yang harus
dimiliki oleh guru pada berbagai jenjang pendidikan antara lain:
(a) Guru pada SD dan MI harus memiliki kualifikasi akademik minimum
Diploma 4 ( D4 ) atau sarjana ( S1 ) dalam bidang pendidikan SD/MI atau
psikologi yang diperoleh dari program studi yang ter akreditasi.
(b) Guru pada SMP dan MTS harus memiliki kualifikasi akademik minimum
Diploma 4 ( D4 ) atau sarjana ( S1 ) program studi yang sesuai dengan mata
pelajaran yang di ajarkan serta diperoleh dari program studi yang ter
akreditasi.
(c) Guru pada SMA dan MA harus memiliki kualifikasi akademik minimum
Diploma 4 ( D4 ) atau sarjana ( S1 ) program studi yang sesuai dengan mata
pelajaran yang di ajarkan serta diperoleh dari program studi yang ter
akreditasi.
Berdasarkan Gambar 2.50 dapat dinaytakan bahwa Guru SD/MI di
Provinsi Riau sampai dengan tahun 2017 yang sudah berkualifikasi akademik S-
1/D-IV sebanyak 85,31 persen. Hal ini berarti bahwa masih terdapat sebanyak
14,69 persen yang belum berkualifikasi akademik S-1 / D-IV. Keadaan ini
menunjukkan bahwa belum semua Guru SD/MI yang ada saat ini memenuhi
kualifikasi akademik yang disyaratkan oleh Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-118


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Gambar 2.50. Persentase Guru SD/MI yang Berkualifikasi S-1/D-IV


di Provinsi Riau

Dilihat dari sebaran Guru SD/MI yang berkualifikasi akademik S-1/D-IV


pada masing-masing Kabupaten/Kota di Provinsi Riau terdapat 3 Kabupaten:
Indragiri Hilir, Meranti dan Kuantan Singingi yang masih di bawah 80 persen.
Sementara itu Kabupaten/Kota yang sudah mencapai di atas 90 persen antara lain
Kota Pekanbaru dan Kabupaten Siak.
Besaran persentase Guru SMP/MTs yang sudah berkualifikasi akademik
S-1/D-IV, sedikit lebih baik dibandingkan dengan Guru SD/MI. Jelasnya dapat
dilihat pada gambar 2.51 berikut:

Gambar 2.51. Persentase Guru SMP/MTs Berkualifikasi S-I/D-IV


di Provinsi Riau

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-119


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Mencermati data pada gambar di atas sampai dengan tahun 2017 terlihat
bahwa besaran Guru SMP/MTs yang sudah berkualifikasi S-1/D-IV di Provinsi
Riau adalah sebesar 91,17 persen. Ini berarti bahwa masih terdapat sebesar 8,83
persen Guru SMP/MTs di Provinsi Riau yang berkualifikasi akademik di bawah
S-1/D-IV. Kemudian dilihat dari sebarannnya pada masing-masing
Kabupaten/Kota terdapat 3 Kabupaten yang masih di bawah 90 persen Guru
SMP/MTs yang berkualifikasi S-1/D-IV. yakni: Indragiri Hilir, Meranti dan
Kuantan Singingi. Sementara yang sudah mencapai 95 persen adalah Kota
Pekanbaru.
Selanjutnya besaran persentase Guru SMA/SMK/MA yang sudah
berkualifikasi akademik S-1/D-IV, dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.52. Persentase Guru SMA/SMK/MA Berkualifikasi S-1/D-IV


di Provinsi Riau

Dibandingkan dengan persentase Guru SMP/MTs yang berkualifikasi


S1/D-IV, besaran persentase Guru SMA/SMK/MA yang berkualifikasi akademik
sedikit lebih besar. Pada tahun 2017 besaran persentase Guru SMA/SMK/MA
yang berkualifikasi akademik S-1/D-IV di Provinsi Riau adalah sebesar 95,67
persen. Ini berarti bahwa hanya sedikit lagi yakni sebesar 4,33 persen yang belum
berkualifikasi akademik S-1/D-IV. Kemudian dilihat dari sebarannnya pada
masing-masing Kabupaten/Kota Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan paling
kecil jumlah Guru SMA/SMK/MA yang berkualifikasi akademik yakni sebesar

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-120


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

90,43. Sedangkan yang paling besar adalah Kabupaten Pelalawan, yakni sebesar
97, 97 persen.

2.3.1.2. Bidang Urusan Kesehatan


a. Angka Harapan Hidup
Usia harapan hidup merupakan ukuran terhadap peningkatan kesejahteraan
penduduk umumnya dan derajat kesehatan pada khususnya. Perkembangan usia
harapan hidup tahun 2010-2017 di Provinsi Riau ditunjukkan pada Tabel 2.56.
Selama periode ini, usia harapan hidup penduduk Provinsi Riau terus meningkat
dari 70,15 tahun pada tahun 2010 menjadi 70,99 tahun pada tahun 2017 dengan
rata-rata pertumbuhan sebesar 0,17% per tahun. Pada tahun 2017, pencapaian
usia harapan hidup (70,99 tahun) di Provinsi Riau ini masih lebih rendah
dibandingkan usia harapan hidup Nasional (71,06 tahun). Oleh karena itu,
program dan kegiatan kesehatan yang terkait untuk meningkatkan usia harapan
hidup perlu menjadi prioritas pembangunan Provinsi Riau ke depan.

Tabel 2.56. Angka Harapan Hidup di Provinsi Riau Tahun 2010-2017

Angka Harapan Hidup Pertumbuhan


No Kabupaten /Tahun (%)
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
1 Riau 70,15 70,32 70,49 70,67 70,76 70,93 70,97 70,99 0,17
Sumber: BPS Provinsi Riau Tahun 2017

Jika dilihat sebaran angka harapan hidup pada Kabupaten/Kota di Provinsi


Riau terlihat bahwa Angka Harapan Hidup Kota Pekanbaru sedikit lebih baik
dibandingkan dengan Provinsi Riau umumnya. Keadaan dipahami karena fasilitas
kesehatan Kota Pekanbaru lebih baik dibandingkan Kabupaten/Kota lainnya di
Provinsi Riau. Sementara itu Kabupaten/Kota lainnya yang capaian AHH di
bawah 70 diantaranya Kabupaten Kepulauan Meranti, Indragiri Hilir, Kuantan
Singingi, Rokan Hulu, Rokan Hilir dan Indragiri Hulu, yang perlu mendapat
prioritas dalam pembangunan kesehatan di Provinsi Riau.

b. Fasilitas dan Rasio Pelayanan Kesehatan


Salah satu komponen untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia
adalah upaya meningkatkan pelayanan kesehatan. Berkenaan dengan itu

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-121


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

pembangunan bidang kesehatan menjadi prioritas baik Pemerintah Pusat, Provinsi


maupun Kabupaten/Kota. Dalam UU No. 23 tahun 2014 urusan kesehatan
merupakan urusan pemerintah wajib pelayanan dasar, artinya wajib
diselenggarakan oleh semua Kabupaten/Kota dan harus menjadi prioritas dalam
pengalokasian anggaran. Salah satu upaya meningkatkan pelayanan kesehatan
adalah meningkatkan sarana dan prasarana kesehatan yang indikatornya adalah
semakin baiknya rasio antara sarana dan prasarana dengan jumlah penduduk.
Adapun perkembangan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan dan rasio
pelayanan kesehatan di Provinsi Riau dapat dilihat pada Tabel 2.57.

Tabel 2.57. Jumlah Fasilitas dan Rasio Pelayanan Kesehatan di


Provinsi Riau Tahun 2012– 2016
Tahun Pertumbuhan/
No Uraian
2012 2013 2014 2015 2016 Tahun (%)

1 Jumlah Penduduk (jiwa) 5.929.173 6.033.300 6.188.400 6.344.402 6.500.971 2,41


2 Jumlah Balita (jiwa) 682.865 698.147 712.993 719.985 752.271 2,54
3 Posyandu 5.100 4.977 5.138 4.772 - 2,10
4 Puskesmas 205 209 211 212 (224) 213 0,98
5 Puskesmas Pembantu 830 869 933 981 981 4,54
6 Puskesmas Keliling 204 192 212 185 191 -1,90-
7 Rumah Sakit 59 63 64 67 71 5,08
8 Tempat Tidur Rumah Sakit 4359 5.008 5.315 6.020 6.227 10,71
9 Tempat Tidur Puskesmas 622 854 935 901 1.098 19,13
10 Rasio Posyandu 135 136 135 - - 0,00
11 Rasio Puskesmas 28.923 28.867 29.329 29.926 30.520 1,36
12 Rasio Puskesmas Pembantu 7.144 6.943 6.633 6.467 6.626 -1,83
13 Rasio Puskesmas Keliling 29.065 31.423 29.191 34.294 34.036 4,43
14 Rasio Rumah Sakit 100.494 95.767 96.694 94.692 91.562 -2,28
15 Rasio Tempat Tidur RS 1.360 1.205 1.164 1.053 1.035 -6,51
16 Rasio Tempat TidurPuskesmas 9.532 7.065 6.619 7.041 5.920 -10,43
Sumber: BPS Provinsi Riau (Riau Dalam Angka Tahun 2015) dan Olahan, 2016

Bila dicermati data tabel di atas rasio puskesmas selama kurun tahun 5
tahun terakhir terjadi penurunan pelayanan dari 1 puskesmas melayani 29.065
orang penduduk menjadi 1 puskesmas melayanan 30.520 orang. Sama halnya
dengan rasio puskesmas, rasio puskesmas pembantu dan dan puskesmas keliling
juga terjadi penurunan pelayanan. Kondisi ini disebabkan karena laju
pertambahan penduduk lebih tinggi dari laju pertambahan puskesmas, puskesmas
pembantu dan puskesmas keliling. Kondisi ini perlu dicermati mengingat

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-122


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

puskesmas merupakan pelayanan pertama yang merupakan ujung tombak


pelayanan kesehatan masyarakat disatu sisi dan disisi yang lain pertumbuhan
jumlah penduduk menuntut peningkatan kuantitas pelayanan.
Berbeda halnya dengan rasio Puskesmas, rasio Rumah Sakit selama kurun
tahun 5 tahun terakhir justru terjadi peningkatan dari 1 rumah sakit melayani
100.494 orang penduduk meningkat pelayanannya menjadi 91.562 orang
penduduk. Keadaan disebabkan karena selama kurun tahun yang sama terjadi
pertumbuhan jumlah rumah sakit sebesar rata-rata 5,08 persen per tahun, yang
sebagian besar adalah rumah sakit swasta yang terkonsentrasi pada Kota
Pekanbaru dan Ibukota Kabupaten di Provinsi Riau.
Selanjutnya rasio tempat tidur puskesmas terjadi peningkatan pelayanan
dari 9.532 orang per tempat tidur meningkat pelayanannya menjadi 5,920 orang
per tempat tidur. Kondisi karena adanya penambahan jumlah tempat tidur untuk
menampung pasien rawat inap pada tingkat puskesmas. Sama halnya dengan rasio
tempat tidur puskesmas, rasio tempat tidur rumah sakit juga meningkat dari 1.360
menjadi 1.035 dan sudah mendekati standar WHO 1000 penduduk per tempat
tidur. Namun demikian sebaran Rumah Sakit di Provinsi Riau relatif tidak
merata dan sebagian besar terpusat di Ibukota Kabupaten/Kota dan yang paling
besar berada di Kota Pekanbaru.

c. Prevalensi Balita Gizi Buruk


Menurut Depkes Republik Indonesia (2008), gizi buruk adalah keadaan
kurang gizi yang dilihat dari tingkat berat pada anak, berdasarkan indeks berat
badan menurut tinggi badan (BB/TB) <-3 SD dan atau ditemukan tanda-tanda
klinis marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor. Kekurangan gizi,
terutama pada anak usia dini akan berdampak pada tumbuh kembang anak,
rendahnya kemampuan kognitif dan kecerdasan anak. Oleh sebab itu upaya-
upaya yang bersifat preventif dan kuratif harus senantiasa dilakukan. Sebaran
prevalensi gizi buruk pada Kabupaten/Kota di Provinsi Riau dapat dilihat pada
Tabel 2.58.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-123


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.58. Prevalensi Balita Gizi Buruk Kabupaten/Kota


di Provinsi Riau Tahun 2016
Jumlah Balita Prevalensi Balita
No Kabupaten/Kota Jumlah Balita.
Gizi Buruk Gizi Buruk
1 Kuantan Singingi 85 4500 1,9
2 Indragiri Hulu 121 4200 2,9
3 Indragiri Hilir 46 3600 1,3
4 Pelalawan 24 3600 0,7
5 Siak 57 4210 1,4
6 Kampar 39 6300 0,6
7 Rohul 11 4800 0,2
8 Bengkalis 25 2400 1,0
9 Rohil 40 3910 1,0
10 Kep. Meranti 10 2700 0,4
11 Pekanbaru 26 3600 0,7
12 Dumai 4 2100 0,4
Jumlah 488 45920 1,1
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Riau Tahun 2017

Mencermati data di atas terlihat bahwa Kabupaten Indragiri Hulu, Kuantan


Singingi dan Siak merupakan daerah terjadinya kasus balita kurang gizi dan
angka prevalensi balita gizi buruk terbesar di Provinsi Riau. Kenyataan ini
menjadi referensi dalam penanganan gizi buruk kedepan di Provinsi Riau.

d. Prevalensi Balita Gizi Kurang

Sama halnya dengan gizi buruk, penyebab gizi kurang pada anak balita
adalah karena tidak mendapatkan asupan gizi yang sesuai usiannya, Jika
masalah kekurangan gizi ini tidak segera di atasi, anak akan mengalami masalah
gizi buruk. Prevalenzsi Gizi Kurang di Provinsi Riau selama kurun tahun 2012-
2016 menjukkan ternd yang semakin menurun dari 9,0 persen pada tahun 2012
menurun menjadi 7,9 persen pada tahun 2016. Prevalensi gizi kurang di Provinsi
Riau dapat dilihat pada Tabel 2.59.

Tabel 2.59. Prevalensi Balita Gizi Kurang di Provinsi Riau Tahun 2012-2016
Pertumbuhan/
No Uraian 2013 2014 2015 2016
Tahun (%)
1 Jumlah Balita Gizi
6282 3596 3647 3642 -13,83
Kurang
2 Jumlah Balita 69423 45221 47602 45920 -11,04
3 Pravalensi Balita
9,0 8,0 7,7 7,9 -4,09
Gizi Kurang
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Riau Tahun 2017

Menurunnya prevalensi gizi kurang ini tidak bisa dilepaskan dari upaya-
upaya yang dilakukan untuk memperbaiki anak dengan status kurang gizi seperti

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-124


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

penambahan gizi dalam asupan makanan. Namun demikian besaran angka kasus
balita gizi kurang masih cukup signifikan dan memerlukan penangan khusus
kedepan. Selanjutnya sebaran prevalensi gizi kurang pada Kabupaten/Kota di
Provinsi Riau dapat dilihat pada Tabel 2.60.
Tabel 2.60. Prevalensi Balita Gizi Kurang Menurut Kabupaten/Kota
di Provinsi Riau Tahun 2016
Jumlah Balita Pravalensi Balita
No Kabupaten/Kota Jumlah Balita.
Gizi Kurang Gizi Kurang.
1 Kuantan Singingi 362 4500 8,0
2 Indragiri Hulu 412 4200 9,8
3 Indragiri Hilir 374 3600 10,4
4 Pelalawan 232 3600 6,4
5 Siak 374 4210 8,9
6 Kampar 633 6300 10,0
7 Rohul 114 4800 2,4
8 Bengkalis 215 2400 9,0
9 Rohil 364 3910 9,0
10 Kep. Meranti 218 2700 8,1
11 Pekanbaru 291 3600 8,1
12 Dumai 53 2100 2,5
Jumlah 3642 45920 7,9
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Riau

Data di atas memperlihatkan terdapat 9 Kabupaten/Kota yang angka


prevalensi gizi kurang di atas rata-rata Provinsi yaitu: Indragiri Hilir, Kampar,
Indragiri Hulu, Bengkalis, Rokan Hilir, Siak, Meranti, Pekanbaru dan Kuantan
Singingi. Jika dilihat dari nominal jumlahnya Kabupaten Kampar dan Indragiri
Hulu merupakan terbesar kasus balita gizi kurang. Sementara yang terkecil adalah
Kota Dumai.

e. Cakupan Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan


Balita gizi buruk menunjukkan bahwa masih terdapat masyarakat yang
belum sejahtera hidup. Selain itu tentunya masih kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang kesehatan. Oleh sebab itu penangan gizi buruk terutama
perawatan menjadi penting dalam pelayanan kesehatan. Adapun cakupan balita
gizi buruk yang mendapat peratawatan di Provinsi Riau dapat dilihat pada Tabel
2.61.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-125


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.61. Cakupan Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan


di Provinsi Riau Tahun 2012-2016
Pertumbuhan/
No Uraian 2012 2013 2014 2015 2016
Tahun (%)
1 Jumlah balita gizi buruk
mendapat perawatan di
sarana pelayanan
49 56 123 91 172 49,23
kesehatan di satu wilayah
kerja pada kurun tahun
tertentu.
2 Jumlah seluruh balita gizi
buruk yang ditemukan di 49,23
49 56 123 91 172
satuwilayah kerja dalam
waktu yang sama.
3 Cakupan Balita Gizi
Buruk mendapat 100 100 100 100 100 0,00
perawatan
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Riau Tahun 2017

Data tabel di atas memperlihatkan bahwa selama kurun tahun 2012-2016


semua kasus gizi buruk yang ditemui di Provinsi Riau dapat ditangani secara
keseluruhan. Hal ini menunjukkan dari sisi penanganan/perawatan gizi buruk
terutama terhadap kasus yang ditemui sudah sangat baik.

f. Cakupan Pemberian Makanan Pendamping ASI Pada Anak Usia 6 - 24


Bulan Keluarga Miskin

Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah makanan atau


minuman yang mengandung zat gizi yang diberikan kepada bayi/anak untuk
memenuhi kebutuhan gizi. MP-ASI merupakan makanan transisi dari yang
berbentuk cair menjadi makan an semi padat.
Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6 – 24
bulan keluarga miskin adalah pemberian makanan pendamping ASI pada anak
usia 6 –24 Bulan dari keluarga miskin selama 90 hari. Program permberikan
makanan pendapming ASI ini adalah sebagai upaya untuk memperbaiki gizi bayi
dan anak usia 6 – 24 bulan terutama kepada keluarga miskin. Kebijakan ini
dilakukan untuk menghindari terjadinya gangguan pertumbuhan dan
perkembangan anak usia 6-24 bulan yang akan berdampak pada kecerdasan anak.
Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang
pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode
kritis. Indikator kinerja dari pemberian makanan pendamping ASI pada anak suai
6-12 bulan bagi keluarga miskin adalah Cakupan Pemberian Makanan

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-126


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Pendamping ASI pada Anak Usia 6 - 24 Bulan Keluarga Miskin. Adapun capain
cakupan tersebut pada Kabupaten /Kota di Provinsi Riau terlihat pada Tabel 2.62.
Tabel 2.62. Cakupan Pemberian Makanan Pendamping ASI pada Anak Usia
6 - 24 Bulan Keluarga Miskin Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau
Tahun 2016
Cakupan
Jumlah anak usia pemberian
Jumlah seluruh
6-24 bulan makanan
anak usia 6-24
No Kabupaten/Kota keluarga miskin pendamping ASI
bulan keluarga
yang mendapat pada anak usia 6 -
miskin
MP-ASI 24 bulan keluarga
miskin.
1 Kuantan Singingi 14 129 10.85
2 Indragiri Hulu 112 205 54.63
3 Indragiri Hilir 1.680 2.082 80.69.
4 Pelalawan 42 377 11.14
5 Siak 17 393 4.33
6 Kampar 261 470 55.53
7 Rohul 24 352 6.82
8 Bengkalis 24 154 15.58
9 Rohil 56 863 6.49
10 Kep. Meranti 809 1.765 45.84
11 Pekanbaru 108 145 74.48
12 Dumai 21 1.037 2.03
Provinsi Riau 3.168 7.972 39.74
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Riau Tahun 2017

Data di atas memperlihatkan di Provinsi Riau pada tahun 2016 cakupan


pemberian makanan pendamping ASI anak usia 6-24 bulan dari keluarga miskin
adalah sebesar 39,74 persen. Keadaan ini berarti masih terdapat sebesar 60,26
persen anak usia 6-12 bulan dari keluarga miskin yang belum mendapat
pemberian makanan pendamping ASI. Pemberian makanan pendamping ASI
anak usia 6- 24 bulan dari keluarga miskin menjadi penting untuk dilakukan,
karena adanya keterbatasan ekonomi dari keluarga miskin untuk memenuhi
standar gizi. Sementara itu kecukupan gizi merupakan faktor yang mendorong
pertumbuhan dan perkembangan anak. Oleh sebab itu masih besarnya jumlah
anak 6-12 bulan dari keluarga miskin yang belum mendapatkan pemberian
makanan pendamping ASI di Provinsi Riau menjadi penting untuk diperhatikan.
Selanjutnya dilihat dari sebaran pada Kabupaten/Kota di Provinsi Riau
terdapat ketimpangan yang mencolok. Kabupaten/Kota yang cakupannya sangat
rendah diantaranya adalah Dumai, Siak, Rokan Hilir, Rokan Hulu,dan Kuantan
Singingi. Padahal Kabupaten/Kota tersebut kecuali Dumai, jumlah anak usia 6-24
bulan dari keluarga miskinnya tidak begitu banyak.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-127


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

g. Persentase Anak Usia 1 Tahun yang diimunisasi Campak

Persentase Imunisasi Campak adalah perbandingan antara banyaknya anak


berumur 1 tahun yang telah menerima minimal satu kali imunisasi campak
terhadap jumlah anak berumur 1 tahun, dan dinyatakan dalam persentase. Anak
berumur usia 1 tahun adalah anak usia 12-23 bulan. Besaran persentase anak usia
1 tahun yang sudah dimunisasi campak di Provinsi Riau dapat dilihat pada Tabel
2.63.
Tabel 2.63. Persentase Anak Usia 1 Tahun Yang diimunisasi Campak
Pertumbuhan/
No Kabupaten/Kota 2012 2013 2014 2015 2016
Tahun (%)
1 Kuantan Singingi 85,2 79,8 88,5 69,0 73,8 -2,63
2 Indragiri Hulu 90,0 94,4 92,7 73,3 82,0 -1,49
3 Indragiri Hilir 77,7 79,6 76,8 71,8 66,8 -3,64
4 Pelalawan 102,3 105,5 108,9 74,6 76,2 -5,75
5 Siak 97,6 99,7 85,3 78,1 80,9 -4,29
6 Kampar 101,7 111,7 116,7 72,8 76,1 -4,69
7 Rohul 88,6 92,2 94,1 86,8 91,2 0,86
8 Bengkalis 103,8 93,8 93,1 85,3 87,8 -3,96
9 Rohil 83,5 85,2 95,0 72,2 74,4 -1,85
10 Kep. Meranti 77,4 93,5 80,8 112 103,8 9,63
11 Pekanbaru 91,5 101,7 98,2 93,2 93,9 0,84
12 Dumai 77,4 99,4 95,1 109 119,4 12,06
Provinsi Riau 91,2 95,2 94,6 80,8 83,8 -1,78
Sumber: Bidang Pencegahan & Pengendalian Penyakit Menular – Dinkes Provinsi Riau Tahun
2017

Selama kurun tahun 2012-2016 besaran persentase anak usia 1 tahun yang
sudah diimunisasi campak di Provinsi Riau menunjukkan kecenderungan trend
yang menurun. Pada tahun 2012 persentase jumlah anak usia 1 tahun yang
diimuniasi sebesar 91,2 persen. Sementara itu pada tahun 2016 adalah sebesar
83,8 persen, artinya terjadi penurunan rata-rata 1,78 persen. Hal ini berarti terjadi
kenaikan persentase jumlah anak usia 1 tahun yang belum mendapatkan imunisasi
campak dari 8,8 persen meningkat menjadi 16,2 persen. Ada beberapa faktor yang
memungkinkan terjadinya penurunan ini antara lain adalah menurunnya kualitas
system pelayanan kesehatan anak, dan menurunnya partisipasi masyarakat.
Dilihat dari sebarannya pada masing-masing Kabupaten/Kota, terdapat 5
Kabupaten, persentase anak usia 1 tahun yang diimunisasi campak di bawah rata-
rata Provinsi anatara lain Indragiri Hilir, Kuantan Singingi, Rokan Hilir, Kampar
dan Pelalawan. Sementara itu dua kabupaten/Kota yakni Kabupaten Kepulauan
Meranti dan Dumai melebihi 100 persen.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-128


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

h. Cakupan Komplikasi Kebidanan yang Ditangani.


Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani adalah ibu dengan
komplikasi kebidanan di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
yang mendapat penanganan definitif sesuai dengan standar oleh tenaga
kesehatan terlatih pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan (Polindes,
Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Rumah Bersalin, RSIA/RSB, dan RSU).
Cakupan komplikasi kebidanan yang tertangani di Provinsi Riau kurun tahun
2013 -2016 terlihat pada Tabel 2.64.
Tabel 2.64. Cakupan Komplikasi Kebidanan yang Ditangani
di Provinsi Riau Tahun 2013-2016
Pertumbuhan/
No Uraian 2013 2014 2015 2016
Tahun (%)
1 Jumlah komplikasi kebidanan yang
mendapat penanganan difinitif di satu
wilayah kerja pada kurun tahun
13.303 7.538 12.933 14.290 12,91
tertentu
2 Jumlah ibu dengan komplikasi
kebidanan di satu wilayah kerja pada 28.153 29.543 31.072 156.850 138,30
kurun tahun yang sama
3 Cakupan komplikasi kebidanan yang -20,32
47,25 25,51 41,63 9,11
ditangani
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Riau Tahun 2017

Selama kurun tahun 2013-2016 cakupan komplikasi kebidanan yang


ditanganidi Provinsi Riau berfulktuasi dan menurun para tahun 2016
dibandingkan dengan tahun 2015. Secara nominal jumlah komplikasi kebidanan
yang ditangani meningkat pada tahun 2016, namun jumlah ibu dengan
komplikasi kebidanan di Provinsi Riau meningkat drastis dari 31.072 orang
meningkat menjadi 156.850. Peningkatan secara drastis ini tidak diikuti dengan
peningkatan tenaga kesehatan yang seimbang. Dampak dari itu adalah cakupan
komplikasi kebidanan yang ditangani pada tahun 2016 menurun secara drastis.
Akibat dari hal tersebut tidak semua ibu dengan komplikasi kebidanan dapat
ditangani.
Kemudian dilihat dari sebaran cakupan komplikasi kebidanan yang
ditangani pada Kabupaten/Kota di Provinsi Riau terlihat pada Tabel 2.65. Dari
Tabel 2.65 dapat dinyatakan bahwa sebaran penangan kompilkasi kebidanan pada
Kabupaten/ Kota tidak merata. Kabupaten Rokan Hilir merupakan Kabupaten
yang paling rendah cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani yakni sebesar

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-129


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

1,10 persen. Keadaan ini disebabakan karena jumlah kasus komplikasi kebidanan
di Kabupaten Rokan Hilir cukup besar yaitu 128..937 kasus, sementara yang
ditangai hanya 1.418 kasus. Sedangkan yang paling baik adalah Kabupaten Siak
dengan cakupan kompilkasi kebidanan yang ditangai sebesar 95,61 persen.

Tabel 2.65. Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani Kabupaten/Kota


di Provinsi Riau Tahun 2016
Jumlah komplikasi Jumlah ibu
kebidanan yang dengan komplikasi Cakupan
mendapat penanganan kebidanan di satu komplikasi
No Kabupaten/Kota
difinitif di satu wilayah wilayahkerja pada kebidanan yang
kerja pada kurun kurun tahun yang ditangani
tahun tertentu sama
1 Kuantan Singingi 560 1393 40.21
2 Indragiri Hulu 579 2118 27.33
3 Indragiri Hilir 1450 3130 46.33
4 Pelalawan 1364 1874 72.79
5 Siak 2012 2104 95.61
6 Kampar 1117 3653 30.57
7 Rohul 1089 3541 30.57
8 Bengkalis 1386 2466 56.20
9 Rohil 1418 128937 1.10
10 Kep. Meranti 484 774 62.52
11 Pekanbaru 1496 5048 29.64
12 Dumai 1335 1811 73.79
Jumlah 14290 156857 9.11
Sumber; Dinas Kesehatan Provinsi Riau Tahun 2017

i. Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan


Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi kebidanan adalah jumlah ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga
kesehatan di satu wilayah kerja pada kurun tahun tertentu. Cakupan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi di Provinsi Riau
dapat dilihat pada Tabel 2.66.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-130


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.66. Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Yang


Memiliki Kompetensi Kebidanan di Provinsi Riau Tahun 2012-2016
Pertumbuhan/
No Uraian 2012 2013 2014 2015 2016
Tahun (%)
1 Jumlah ibu
bersalin yang
ditolong oleh
tenaga kesehatan 57.488 107.455 122.830 124.849 149.269 30,61
di satu wilayah
kerja pada kurun
tahun tertentu.
2 Jumlah seluruh
sasaran ibu
bersalin di satu 3,59
133.622 1343.66 140.997 147.877 149.269
wilayahkerja
dalam kurun
tahun yang sama
3 Cakupan
pertolongan
persalinan oleh
tenaga kesehatan 43,27 79,97 87,12 84,43 83,13 1,44
yang memiliki
kompetensi
kebidanan
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Riau Tahun 2017

Selama kurun tahun 2012-2016 cakupan pertolongan persalinan oleh


tenaga kesehatan yang berkompetensi di Provinsi Riau berfluktuasi dengan
kecenderungan menurun pada 2015 sampai dengan 2016. Namun demikian secara
nominal jumlah Ibu melahirkan yang ditangani tenaga kesehatan yang
berkompetensi meningkat rata-rata 30,61 persen. Hal ini menunjukkan bahwa
secara umum meningkatknya kepercayaan masyarakat terhadap tenaga kesehatan,
meningkatknya pelayanan dalam menangani persalinan. Namun demikian perlu
pengoptimalan pelayanan, karena pada tahun 2016 masih terdapat sekitar 16,87
ibu bersalin yang ditangani bukan oleh tenaga kesehatan yang berkompetensi.
Selanjutnya sebaran cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
yang berkompetensi pada Kabupaten/Kota dapat dilihat pada Tabel 2.67.
Berdasarkan Tabel 2.67 dapat dinyatakan bahwa terdapat 4 Kabupaten cakupan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi di bawah
rata-rata Provinsi Riau antara lain Rokan Hilir, Indragiri Hilir, Indragiri Hulu dan
Rokan Hulu. Rokan Hilir dan Indragiri Hilir merupakan daerah cakupan terendah.
Beberapa faktor yang bias menyebabkan rendahnya cakupan ini antara lain
tingkat kepercayaan, ekonomi dan sarana dan prasarana kesehatan. Keadaan ini

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-131


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

memberikan petunjuk bahwa daerah-daearh tersebut perlu mendapatkan perhatian


dalam peningkatan pelayanan persalinan.
Tabel 2.67. Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan yang
Memiliki Kompetensi Kebidanani Menurut Kabupaten/Kota di Provinssi
Riau Tahun 2016
Jumlah ibu Cakupan
Jumlah seluruh
bersalin yang pertolongan
sasaran ibu
ditolong oleh persalinan oleh
bersalin di satu
No Kabupate/Kota tenaga kesehatan tenaga kesehatan
wilayahkerja
di satu wilayah yang memiliki
dalam kurun
kerja pada kurun kompetensi
tahun yang sama
tahun tertentu... kebidanan
1 Kabupaten Kuantan Singingi 5.624 6.647 84.61
2 Indragiri Hulu 7.901 10.112 78.13
3 Indragiri Hilir 10.029 14.661 68.41
4 Pelalawan 7.848 8.941 87.76
5 Siak 9.048 10.045 90.07
6 Kampar 16.774 7.438 96.19
7 Rohul 13.662 16.908 80.57
8 Bengkalis 10.779 10.907 98.83
9 Rohil 10.715 17.176 62.38
10 Kep. Meranti 3.344 3.695 90.50
11 Pekanbaru 20.679 24.092 85.83
12 Dumai 7.724 8.645 89.35
Jumlah 124.087 149269 83.13
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Riau Tahun 2017

j. Cakupan Penemuan dan Penanganan penderita Penyakit TBC BTA


Sesuai standar
Cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit TBC BTA
selama kurun waktu tahun 2012-2016 menunjukkan kecenderungan meningkat.
Jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.67. Berdasarkan Tabel 2.67 dapat dinyatakan
bahwa cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit TBC BTA sesuai
standar di Provinsi Riau semakin meningkat dari 50 persn tahun 2012 meningkat
menjadi 62 persen pada tahun 2016, atau meningkat rata-rata 5,59 persen per
tahun. Sementara itu dilihat sebarannya pada Kabupaten/Kota. Terdapat beberapa
Kabupaten/Kota yang cakupan penemuan dan penanganannya masih rendah di
bawah rata-rata Provinsi anatara lain Kuantan Singgingi, Indragiri Hulu, Indragiri
Hilir, Siak, Kampar, Rokan Hulu, Rokan Hilir dan Bengkalis.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-132


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.68. Cakupan Penemuan dan Penanganan penderita Penyakit TBC


BTA sesuai standar Provinsi Riau Tahun 2012-2016
Pertumbuhan/
No Kabupaten/Kota 2012 2013 2014 2015 2016 Tahun (%)
1 Kuantan Singingi 56 57 65 43 46 -2,76
2 Indragiri Hulu 52 33 35 24 34 -5,06
3 Indragiri Hilir 19 19 24 21 23 5,83
4 Pelalawan 118 76 71 73 70 -10,87
5 Siak 36 45 53 58 56 12,19
6 Kampar 26 44 39 41 48 20,02
7 Rohul 46 57 64 60 60 7,49
8 Bengkalis 49 50 47 54 60 5,51
9 Rohil 50 70 62 56 60 6,51
10 Kep. Meranti 60 49 50 69 77 8,33
11 Pekanbaru 58 75 68 108 109 19,93
12 Dumai 88 73 100 86 82 0,32
Provinsi Riau 50 54 54 59 62 5,59
Sumber: Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu

2.3.1.3 Bidang Urusan Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang


a. Pembangunan Infrastruktur Jalan
Peran dan fungsi jalan darat adalah sebagai sarana penghubung antar
daerah. Jalan ini penting untuk meningkatkan kegiatan perekonomian di daerah
dan memperlancar distribusi perdagangan barang dan jasa angkutan darat, serta
orang/penumpang. Mengingat pentingnya jalan darat ini, perlu diketahui proporsi
panjang jalan dalam kondisi baik. Proporsi panjang jalan dalam kondisi baik dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kualitas jalan dari keseluruhan panjang jalan.
Tabel 2.69. Kondisi Jalan Nasional dan Jalan Provinsi
di Provinsi Riau Tahun 2014-2017
Jalan Nasional Jalan Provinsi
2017 2014 2015 2016 2017
No Kondisi
Panjang Panjang Panjang Panjang Panjang
(%) (%) (%) (%) (%)
(Km) (km) (km) (km) (km)
1 Baik 1.068,95 79,97 931,10 30,70 1153,42 38,03 1330,97 43,88 1254,80 44,82
2 Sedang 70,82 5,30 936,11 30,86 756,55 24,94 582,14 19,19 512,64 18,31
3 Rusak 73,54 5,50 544,88 17,96 383,65 12,65 410,98 13,55 361,22 12,90
Ringan
4 Rusak 123,31 9,23 621,23 20,48 739,70 24,39 709,23 23,38 671,15 23,97
Berat
Total 1.336,61 100,00 3033,32 100,00 3033,32 100,00 3033,32 100,00 2799,81 100,00
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau, 2017

Panjang jaringan jalan provinsi berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi


Riau No. KPTS.308/IV/2017 tahun 2017 adalah sepanjang 2.799,81 Km. Panjang
jalan provinsi mengalami pengurangan dikarenakan beberapa ruas jalan

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-133


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

kewenangan provinsi beralih menjadi kewenangan nasional. Pada tahun 2017,


kondisi jalan baik pada jalan kewenangan provinsi sepanjang 1.254,80 km atau
44,82 % dari panjang keseluruhan.
Adapun kondisi rusak ringan dan rusak berat ialah 12,9% dan 23,97 %.
Kondisi jalan rusak yang mencapai 36,6 % ini memerlukan perhatian serius,
mengingat kondisi jalan sangat berpengaruh terhadap kelancaran arus barang dan
jasa yang pada gilirannya merangsang adanya stabilisasi dan mengurangi
disparitas harga antar daerah, serta peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah.

1330.97
1254.8
1153.42
936.11
931.1
756.55
739.7 709.23 671.15
621.23 582.14
544.88 512.64
383.65 410.98 361.22

2014 2015 2016 2017


Baik Sedang Rusak Ringan Rusak Berat

Gambar 2.53. Grafik Perkembangan Kondisi Infrastruktur Jalan


Provinsi Riau Tahun 2014-2017

24% Baik
45% Sedang
13% Rusak Ringan
Rusak Berat
18%

Gambar 2.54. Persentase Kondisi Jalan Provinsi Riau Tahun 2017

Dengan membandingkan grafik perkembangan kondisi jalan dari tahun


2014 hingga 2017, dapat diketahui bahwa pada dasarnya pembangunan

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-134


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

infrastruktur jalan di Provinsi Riau mengalami perbaikan yang cukup signifikan.


Hal ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya persentase jalan dalam kondisi
baik dan menurunnya kondisi jalan sedang dan rusak ringan. Namun demikian,
kondisi jalan dengan rusak berat mengalami sedikit kenaikan, yaitu 20,48% pada
tahun 2014 naik menjadi 23,97 % pada tahun 2017.

Tabel 2.70. Besaran Parameter Kinerja SPM untuk Indeks Aksesibilitas

Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) Nilai Indeks


Kategori Besaran Aksesibilitas
Sangat Tinggi > 5.000 > 5,00
Tinggi > 1.000 > 1,50
Sedang > 500 > 0,50
Rendah > 100 > 0,15
Sangat Rendah > 100 > 0,05
Sumber: Kepmenkimpraswil No. 534/KPTS/M/2001

Untuk mengetahui tingkat ketersediaan prasarana jalan atau indek


aksesibilitas, dapat dianalisa melalui rasio panjang jalan terhadap luas wilayah
(km2). Semakin tinggi nilai rasio, maka semakin tinggi pula daerah yang dilayani.
Rasio >5 menunjukkan indeks aksesibilitas sangat tinggi, >1,5 menunjukkan
indeks aksesibilitas tinggi, >0,5 dikategiorikan sedang, >0,15 dikategorikan
rendah, dan >0,05 dikategorikan aksesibilitas sangat rendah.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-135


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.71. Indeks Aksesibilitas berdasarkan Rasio Panjang Jalan Terhadap


Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2017
Status Jalan (km) Rasio
Luas panjang
Kabupaten/ Indek
No wilayah jalan
Kota Kab/Kota Provinsi Nasional Jumlah thp luas Aksesibilitas
(km2) wilayah
Kuantan
1 1,989.83 189.70 123.42 2,302.95 5,272.74 0.44 rendah
Singingi
2 Indragiri Hulu 1,737.05 339.38 155.53 2,231.96 7,978.17 0.28 rendah
sangat
3 Indragiri Hilir 1,190.59 378.27 163.32 1,732.18 13,465.89 0.13
rendah
sangat
4 Pelalawan 1,138.47 135.47 127.73 1,401.67 13,020.19 0.11
rendah
5 Siak 2,880.19 155.00 152.53 3,187.72 7,843.97 0.41 rendah

6 Kampar 2,073.10 383.86 179.44 2,636.40 10,897.22 0.24 rendah

7 Rokan Hulu 2,140.37 503.58 - 2,643.95 7,527.43 0.35 rendah

8 Bengkalis 1,882.90 82.60 59.06 2,024.56 8,520.44 0.24 rendah

9 Rokan Hilir 1,400.00 217.98 193.78 1,811.76 9,154.72 0.20 rendah


Kepulauan
10 929.41 131.24 1,060.65 3,636.79 0.29 rendah
Meranti
11 Pekanbaru 1,277.90 142.61 65.25 1,485.76 633.40 2.35 tinggi

12 Dumai 1,486.70 140.12 116.56 1,743.38 2,177.80 0.80 sedang

Riau 20,126.51 2,799.81 1,336.62 24,262.94 90,128.76 0.49 rendah

Sumber: Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Riau, 2017

Provinsi
11%
Nasional
5%

Kab/Kota
Provinsi
Kab/Kota Nasional
84%

Gambar 2.55. Indeks Aksesibilitas berdasarkan Rasio Panjang Jalan


terhadap Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau
Tahun 2017

Jika ditinjau dari aspek rasio panjang jalan terhadap luas wilayah, dapat
diketahui bahwa indeks aksesibilitas Provinsi Riau masih dalam kategori rendah.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-136


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Indeks aksesibilitas tinggi hanya dimiliki oleh Kota Pekanbaru, dan indeks
aksesibilitas sedang terdapat di Kota Dumai. Sedangakan Kabupaten Kuantan
Singingi, Indragiri Hulu, Siak, Kampar, Rokan Hulu, Bengkalis, Rokan Hilir, dan
Kepulauan Meranti memili indeks aksesibilitas rendah. Berdasarkan pendekatan
ini, seluruh kabupaten/kota di Provinsi Riau tidak terkatogori sebagai daerah
dengan indeks aksesibilitas rendah. Adapun Indeks Aksesibilitas sangat rendah
terdapat di Kabupaten Indragiri Hilir dan Kabupaten Pelalawan. Untuk
mengetahui tingkat kecukupan ketersediaan infrastruktur jalan di Provinsi Riau,
maka perlu analisa komparatif antara indeks aksesibilitas eksisting tahun 2017
dengan standar pelayanan minimal (SPM).

Tabel 2.72. Analisa Perbandingan Parameter Kinerja SPM untuk


Indeks Aksesibilitas di Provinsi Riau Tahun 2017

Kepadatan Indeks
Jumlah
No Kabupaten/Kota penduduk SPM Aksesibilitas Analisa
Penduduk
(jiwa/km2) 2017

1 Kuantan Singingi 321.216 139,48 rendah rendah Cukup


2 Indragiri Hulu 425.897 190,82 rendah rendah Cukup
3 Indragiri Hilir 722.234 416,95 rendah sangat Perlu
rendah peningkatan
pembangunan
4 Pelalawan 438.788 313,05 rendah sangat Perlu
rendah peningkatan
pembangunan
5 Siak 465.414 146,00 rendah rendah Cukup
6 Kampar 832.387 315,73 rendah rendah Cukup
7 Rokan Hulu 641.208 242,52 rendah rendah Cukup
8 Bengkalis 559.081 276,15 rendah rendah Cukup
9 Rokan Hilir 679.663 375,14 rendah rendah Cukup
10 Kepulauan Meranti 183.297 172,82 rendah rendah Cukup
11 Pekanbaru 1.091.088 734,36 sedang tinggi Sudah
melampaui
SPM
12 Dumai 297.638 170,72 rendah sedang Cukup
Riau 274,41 rendah rendah Cukup
Sumber: Analisis, 2017

Tabel di atas membandingkan antara indeks aksesibilitas eksisting tahun


2017 dengan standar pelayanan minimal (SPM). Dengan melakukan komparatif
antara indeks aksesibilitas eksisting tahun 2017 dengan standar pelayanan
minimal (SPM), maka dapat diketahui bahwa ketersedian infratruktur jalan guna
aksesibilitas penduduk di Provinsi Riau dinilai sudah mencukupi standar SPM,
kecuali untuk wilayah Indragiri Hilir dan Pelalawan. Pada kedua daerah tersebut,

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-137


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

indeks aksesisbilitas sangat rendah untuk kepadatan penduduk yang tergolong


rendah. Oleh sebab itu perlu pembangunan jalan pada kedua daerah tersebut.
Sedangkan Pekanbaru teridentifikasi memiliki kepadatan penduduk yang sedang,
namun indeks aksesibilitas Kota Pekanbaru tahun 2017 sudah mencapai kategori
tinggi.

c. Pembangunan Infrastruktur Sumberdaya Air


Provinsi Riau merupakan provinsi yang tidak dianugerahi lahan yang
mendukung terwujudnya kemandirian pangan, karena jenis tanah yang didominasi
oleh jenis podsolik merah kuning, dimana jenis tanah ini merupakan jenis tanah
miskin hara. Walaupun demikian, pada beberapa daerah persawahan perlu
dukungan optimal dari Daerah Irigasi yang telah ditetapkan.

d. Akses Air Bersih dan Air Minum


Salah satu kebutuhan hakiki manusia adalah kebutuhan akan air bersih
yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, baik untuk minum maupun
memasak, mandi, cuci dan sebagainya. Hal ini menjadi penting karena sumber air
baku yang ada sudah tidak layak, baik dari jumlah maupun kualitasnya. Untuk
itulah diperlukan peran perusahaan air minum dalam menangani hajat hidup orang
banyak tersebut. Berdasarkan Statistik Air Bersih Provinsi Riau Tahun 2015 yang
diterbitkan Badan Pusat Statistik Provinsi Riau, jumlah perusahaan air bersih yang
ada di Provinsi Riau Tahun 2015 adalah 27 perusahaan, dan keseluruhannya
adalah perusahaan daerah. Jumlah ini bertambah jika dibandingkan tahun
sebelumnya yaitu 25 perusahaan. Hal ini disebabkan bertambahnya perusahaan
yang aktif di kabupaten.
Kapasitas produksi potensial air bersih pada tahun 2015 sebesar 2.466 liter
per detik, dan ini berarti ada peningkatan sebesar 4,98 persen dibanding tahun
2014 yaitu 2.349 liter per detik. Adapun kapasitas produksi efektif pada tahun
2015 sebesar 2.033 liter per detik, dan tahun sebelumnya 1.888 liter per detik,
berarti mengalami peningkatan sebesar 7,68 persen. Secara efektivitas produksi
perusahaan air bersih pada tahun 2015 mengalami peningkatan dibanding tahun
2014 dari 80,37 persen menjadi 82,44 persen.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-138


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Namun demikian, kinerja tersebut tidak dapat dipertahankan yaitu dengan


menurunnya cakupan wilayah pelayanan akibat tidak aktifnya beberapa
perusahaan di kabupaten. Gambaran pelayanan aksesibilitas air bersih dan air
minum dapat dilihat pada Tabel 2.73.
Tabel 2.73. Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Pemenuhan Sumber Air
Minum Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2017
SumberAir Minum
Kabupaten/
Kota Air Leding Sumur Bor/ Sumur Sumur tak Air Air
Mata Air Lainnya
Kemasan Meteran Pompa Terlindungi Terlindungi Permukaan Hujan

Kuantan Singingi 38.19 - 6.17 40.29 10.95 1.71 0.35 2.35 -

Indragiri Hulu 46.40 1.39 11.81 17.65 20.13 0.84 0.57 1.23 -

Indragiri Hilir 12.69 0.48 1.53 0.99 2.25 - - 82.06 -

Pelalawan 51.45 0.36 18.94 10.66 11.09 0.98 0.85 5.66 -

Siak 55.60 - 26.49 4.68 0.98 1.13 - 11.13 -

Kampar 35.17 - 24.28 23.04 6.71 8.90 0.97 0.67 0.26

Rokan Hulu 37.19 1.22 16.03 33.60 8.12 2.13 1.39 0.33 -

Bengkalis 32.28 - 12.37 4.50 4.42 - - 46.43 -

Rokan Hilir 40.61 - 10.76 12.54 7.56 0.83 0.81 26.89 -

Kep, Meranti 1.63 - - 0.40 17.89 0.18 - 79.90 -

Pekanbaru 94.00 - 2.26 3.73 - - - - -

Dumai 65.59 - 14.99 6.72 2.20 1.38 - 9.13 -

Riau 36.16 0.38 13.47 15.98 7.75 2.19 0.59 23.45 0.04

2016 46.75 0.56 11.05 16.42 5.95 1.36 0.56 17.26 0.09

2015 45.98 0.53 10.40 16.42 6.95 1.42 0.85 17.43 0.04

2014 41.81 0.59 10.86 16.56 7.31 1.99 1.00 19.5 0.07

2013 41.75 0.64 8.56 18.04 7.94 1.72 1.15 19.32 0.10

Sumber: Statistik Kesejahteraan Rakyat Provinsi Riau

120
100
80
60
40
20
0
2013 2014 2015 2016 2017

Air Kemasan Leding Pompa


Sumr Terlindung Sumur Tak Terlindung Mata Air
Permukaan Air Hujan Lainnya

Gambar 2.56. Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Pemenuhan


Sumber Air Minum

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-139


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Persentase rumah tangga menurut sumber air minum pada setiap kabupaten/
kota di Provinsi Riau berdasarkan data Statistik Kesejahteraan Rakyat Provinsi
Riau tahun 2017 dapat dilihat pada Tabel 2.73. Pada tabel tersebut terlihat bahwa
sumber air minum yang berasal dari air leding (perpipaan) hanya sebesar 0,38%,
dan hanya menjangkau empat kabupaten, yaitu Indragiri Hulu, Indragiri Hilir,
Pelalawan dan Rokan Hulu. Kondisi ini mengalami penurunan jika dibandingkan
dengan tahun-tahun sebelumnya, baik dari segi besarnya pengguna maupun
cakupan layanan. Dimana pada tahun-tahun sebelumnya, selain keempat
kabupaten tersebut, air minum perpipaan juga melayani kabupaten Kampar,
Bengkalis, Kota Pekanbaru dan Dumai.
Untuk memenuhi kebutuhan air minumnya, masyarakat pada umumnya
membangun sumur, baik sumur bor, maupun sumur gali yang mencapai 37,20
persen. Selain itu, masyarakat menggunakan jasa air isi ulang dan air kemasan
yang mencapai 36,16 persen. Walaupun kondisi ini mengalami penurunan jika
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yang sejak tahun 2013 sampai
dengan 2016 mengalami peningkatan.
Kondisi yang cukup mengkhawatirkan dari segi kesehatan adalah tingginya
ketergantungan masyarakat terhadap air hujan dalam memenuhi kebutuhan air
minumnya yang mencapai 23,45 persen, dimana terjadi peningkatan yang cukup
signifikan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Sedangkan untuk
kebutuhan lain selain air minum tidak terlalu jauh berbeda sebagaimana tertera
pada Tabel 2.74.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-140


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.74. Persentase Rumah Tangga di Daerah Perkotaan dan Perdesaan


Menurut Kabupaten/Kota dan Sumber Air Utama yang Digunakan Rumah
Tangga untuk Memasak/Mandi/Cuci/dll di Provinsi Riau Tahun 2017
Sumber Air Memasak/Mandi/Cuci/dll
Kabupaten/ Leding &
Kota Sumur Bor/ Sumur Sumur tak
Air Mata Air Lainnya
Pompa Terlindungi Terlindungi
Kemasan
Kuantan Singingi 5.17 11.53 54.1 20.42 2.51 6.27
Indragiri Hulu 21.21 11.26 35.27 25.15 0.66 6.45
Indragiri Hilir 4.35 0.71 1.83 2.35 0.17 90.59
Pelalawan 22.94 26.58 18.72 19.2 3.09 9.47
Siak 23.09 28.37 21.84 7.42 0.77 18.52
Kampar 13.8 25.32 41.41 8.04 5.71 5.71
Rokan Hulu 8.06 11.87 63.63 11.42 3.88 1.13
Bengkalis 9 14.72 23.82 13.71 0.77 37.98
Rokan Hilir 8.77 16.99 24.04 14.25 0.55 35.39
Kep. Meranti 1.79 0.28 1.84 4.9 0.55 90.64
Pekanbaru 26.42 56.51 7.57 3.41 0.81 5.28
Dumai 23.84 50.3 9.67 4.21 0.7 11.29
Riau 2.18 4.71 40.88 37.56 1.04 13.63
Sumber: Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Riau 2017

Berdasarkan Tabel 2.74. tersebut, dapat dilihat bahwa untuk memenuhi


kebutuhan air bersih dalam melakukan aktivitas memasak, mandi, cuci dan
sebagainya di luar untuk air minum di tahun 2017, rumah tangga pada umumnya
memanfaatkan air sumur, baik sumur bor maupun sumur bor yang mencapai 78,44
persen. Selain itu, perhatian juga harus diberikan kepada rumah tangga yang
masih bergantung kepada air hujan untuk memenuhi kebutuhan selain untuk air
minum yang mencapai 13,63 persen.
Dari rentang waktu tahun 2013 sampai dengan tahun 2017 persentase
rumah tangga yang menggunakan air leding cendrung berfluktatif. Namun
pemakaian air kemasanan sebagai sumber air minum rumah tangga terus
mengalami peningkatan sampai di angka 49,59 % di tahun 2017.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-141


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.75. Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Pemenuhan Sumber Air


Minum Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2013-2017
Sumber Air Minum
Sumur
Tahun Sumur Air
Air Tak Mata Air
Air Kemasan Pompa Terlin- Permu- Lainnya
Leding Terlin- Air Hujan
dungi kaan
dungi

2013
41,75 0,64 8,56 18,04 7,94 1,72 1,15 19,32 0,10
2014
- - 10,86 16,56 7,31 1,99 - - -
2015
45,98 0,53 10,40 16,42 6,95 1,42 0,85 17,43 0,04
2016
46,75 0,56 11,05 16,42 5,95 1,36 0,56 17,26 0,09
2017
49,59 0,48 12,89 12,06 5,18 1,98 0,41 17,37 0,04
Rata-
rata 35,58 0,39 11,30 15,37 6,35 1,69 0,46 13,02 0,04
Sumber: Statistik Kesejahteraan Rakyat Provinsi Riau Tahun 2013-2017

Berdasarkan Gambar 2.57 terlihat bahwa sumber air minum yang berasal
dari air leding meteran (pipa) hanya sebesar 0,56%. Penggunanan air untuk
minum berasal dari air kemasan menjadi yang paling mencolok dari pada sumber
air minum yang lain. Sumber air minum yang paling banyak dipakai kedua adalah
dari sumur terlindungi dengan rata-rata pemakaian dari tahun 2013-2017 sebesar
15,37%. Sedangkan sumber air minum rumah tangga yang lain adalah dari sumur
bor/pompa hanya 11,30 %, sumur tak terlindungi 6,35 %, mata air hanya 1,69 %,
Air Permukaan sebesar 0,46%, Air Hujan dengan persentase yang cukup banyak
dengan 13,02% dan sumber air minum lainnya 0,04 %. Akses rumah tangga untuk
air minum di Provinsi Riau terbesar berasal dari air kemasan.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-142


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

50.000

45.000

40.000
air kemasan
35.000
Sumber Air Minum

air leding
30.000 Pompa

25.000 Sumur Terlindungi


Sumur tak Terlindungi
20.000
Mata Air
15.000
air permukaan
10.000
air hujan
5.000 Lainnya
-
2013 2014 2015 2016 2017
TAHUN

Gambar 2.57. Trend Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Pemenuhan


Sumber Air Minum Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau
Tahun 2013-2017

Potensi sumber baku air bersih di Provinsi Riau pada dasarnya sangat besar
karena dialiri oleh empat sungai besar, yaitu Sungai Indragiri, Kampar, Rokan dan
Siak. Untuk mengetahui dukungan keempat sungai tersebut, berikut disajikan
kondisi tutupan lahan dari vegetasi yang bersifat permanen yang diharapkan dapat
berfungsi sebagai daerah resapan serta Indeks Penggunaan Air di masing-masing
Daerah Aliran Sungai (DAS) yang merupakan hasil monitoring dan evaluasi
kinerja DAS yang telah dilakukan oleh Balai Pengelolaan DAS dan Hutan
Lindung Indragiri Rokan.

e. Indeks Penggunaan Air


Indeks penggunaan air (IPA) merupakan perbandingan antara kebutuhan
air dan ketersediaan air. Kebutuhan air yang diperhitungkan kebutuhan air untuk
irigasi, kebutuhan air untuk keperluan sehari-hari oleh penduduk dan kebutuhan
air lain-lain seperti untuk PAM. Dalam perhitungan kebutuhan air digunakan
asumsi kebutuhan air untuk irigasi adalah 1 liter/Ha/dt dan kebutuhan air untuk
keperluan penduduk adalah 60 liter/orang/hari (Badan Standarisasi Nasional,
2002). Perhitungan ketersediaan air dilakukan dengan menggunakan pendekatan

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-143


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

jumlah curah hujan yang dapat diserap dalam satu areal daerah tangkapan air
DAS/Sub DAS. Pendekatan ini memanfaatkan data koefisien aliran dimana untuk
menentukan jumlah curah hujan yang diserap adalah dengan cara mengalikan
jumlah curah hujan yang jatuh dengan nilai 1 dikurangi dengan nilai koefisien
aliran itu sendiri. Data lain yang diperlukan adalah data curah hujan tahunan yang
dikonversi menjadi intensitas hujan dan data luas daerah tangkapan air DAS/Sub
DAS. Data Indeks Penggunaan Air DAS disajikan pada Tabel 2.76.
Tabel 2.76 Besaran Indeks Penggunaan Air di Empat DAS Utama
No. Nama DAS Besaran IPA Kategori
1 Indragiri 0,165 Sangat Rendah
2 Kampar 0,035 Sangat Rendah
3 Rokan 0,200 Sangat Rendah
4 Siak 0,010 Sangat Rendah
Keterangan:
• Sumber: Olahan Hasil Monitoring BPDAS HL Indragiri Rokan.
• Formulasi perhitungan Indeks Penggunaan Air adalah
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛
𝐼𝑃𝐴 = 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛

• Kategori IPA merujuk pada Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.61


tahun 2014.
Dari Tabel tersebut menunjukkan bahwa penggunaan air di DAS Utama
Provinsi Riau masih sangat rendah, sehingga masih potensial untuk menjadi
sumber air baku.

f. Sumber Daya Air


Koefisien Regim Aliran
Koefisien regim aliran secara langsung memberikan indikasi apakah DAS
tersebut masih memiliki kemampuan yang baik sebagai ’lumbung’ penyimpan air
tanah sekaligus sebagai pengendali banjir. Nilai ideal dari KRA adalah lebih dari
20. Ini berarti tidak ada perbedaan yang signifikan antara debit maksimum yang
biasanya terjadi dalam kurun tahun musim penghujan dengan aliran dasar atau
yang sering disebut dengan debit andalan yang biasanya terjadi selama musim

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-144


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

kemarau. Dengan kata lain bahwa aliran sungai pada DAS tersebut adalah relatif
konstan baik pada musim penghujan dan musim kemarau.
Namun kondisi ideal ini pada umumnya jarang ditemui, sehingga nilai
KRA pada umumnya juga lebih dari 20. Semakin besar nilai KRA maka
diasumsikan semakin jelek kemampuan DAS tersebut dalam mengendalikan tata
air, sehingga pada DAS-DAS yang memiliki nilai KRA tinggi, memiliki urgensi
yang tinggi pula untuk harus segera ditangani. Data hasil perhitungan koefisien
rezim aliran pada DAS Utama di Provinsi Riau sebagaimana tersaji pada Tabel
berikut.

Tabel 2.77. Besaran Koefisien Rezim Aliran di Empat DAS Utama


Besaran
No. Nama DAS Koefisien Rezim Kategori
Aliran
1 Indragiri 10,47 Sangat Rendah
2 Kampar 11,51 Sangat Rendah
3 Rokan 217,730 Sangat Tinggi
4 Siak 7,650 Sangat Rendah
Keterangan:
• Sumber: Olahan Hasil Pencatatan SPAS oleh BPDAS HL Indragiri
Rokan 2014.
• Formulasi perhitungan Indeks Penggunaan Air adalah
𝑄𝑚𝑎𝑥
𝐾𝑅𝐴 =
𝑄𝑚𝑖𝑛

Dari table tersebut diketahui bahwa koefisien rezim aliran DAS Utama di
Provinsi Riau pada umumnya tergolong sangat rendah kecuali DAS Rokan yang
tergolong Sangat Tinggi.

Koefisien Aliran Tahunan


Koefisien aliran adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan antara
jumlah curah hujan yang menjadi aliran permukaan di suatu tempat dengan total
curah hujan yang jatuh di tempat yang sama. Sebagai contoh nilai koefisien aliran
0,2 berarti bahwa terdapat 2 bagian dari 10 bagian air hujan yang menjadi aliran
permukaan, dan nilai 0,9 bahwa terdapat 9 bagian dari 10 bagian air hujan yang
menjadi aliran permukaan. Hal ini berarti bahwa semakin besar nilai koefisien

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-145


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

aliran maka semakin besar pula air hujan yang mengalir langsung sebagai aliran
permukaan. Ini berarti pula bahwa kesempatan air hujan untuk meresap kedalam
tanah menjadi semakin kecil, sehingga semakin sedikit pula cadangan air tanah
yang dapat tersimpan dalam DAS tersebut. Konsekuensinya adalah ketika musim
kemarau disaat tidak ada curah hujan yang jatuh, hanya sedikit air tanah yang
tersimpan yang bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Data hasil
perhitungan koefisien aliran tahunan sebagai berikut.
Tabel 2.78. Besaran Koefisien Aliran Tahunan di Empat DAS Utama
Besaran Koefisien
No. Nama DAS Kategori
Aliran Tahunan
1 Indragiri 0,216 Sangat Rendah
2 Kampar 1,126 Sangat Tinggi
3 Rokan 0,200 Sangat Rendah
4 Siak 0,890 Sangat Tinggi
Keterangan:
• Sumber: Olahan Hasil Monitoring BPDAS HL Indragiri Rokan 2015.
• Formulasi perhitungan Indeks Penggunaan Air adalah
𝑄𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛
𝐾𝐴𝑇 =
𝑃𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛

Dari Tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa resiko terjadinya banjir di


DAS Kampar dan DAS Siak lebih besar dibandingkan dengan DAS Indragiri dan
DAS Rokan.

Daerah Irigasi (DI)


Daerah irigasi adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu
jaringan irigasi. Meliputi bangunan bendung, saluran-saluran primer dan sekunder
termasuk bangunan bangunan utama dan pelengkap saluran pembawa dan saluran
pembuang. Berdasarkan data yang diperoleh maka dapat dilihat kondisi saluran
primer, sekunder dan tersier pada jaringan irigasi masing-masing kabupaten/kota
di Provinsi Riau seperti yang terlihat pada Tabel 2.79.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-146


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.79. Kondisi Saluran Irigasi Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2017 (Dalam Km)
Primer Sekunder Tersier
No Kabupaten Subtotal Subtotal Subtotal Total
Baik Sedang Rusak Baik Sedang Rusak Baik Sedang Rusak
1 Rokan Hulu 19,13 0,41 0,00 19,54 20,90 1,99 0,00 22,89 48,60 26,09 2,68 77,37 119,80
2 Kepulauan Meranti 25,83 21,71 2,43 49,97 36,15 77,92 27,26 141,33 2,62 32,06 12,38 47,06 238,36
3 Kuantan Singingi 22,63 0,00 0,08 22,71 70,19 0,00 0,61 70,80 11,82 0,00 0,01 11,83 105,34
4 Bengkalis 54,29 16,71 0,00 71,00 31,39 54,06 0,00 85,45 10,40 43,41 0,00 53,81 210,26
5 Pelalawan 313,37 15,79 14,38 343,54 160,11 5,16 13,22 178,49 81,06 3,44 0,00 84,50 606,53
6 Indragiri Hulu 2,73 4,98 0,00 7,71 30,42 27,04 2,50 59,96 12,35 1,51 15,22 29,08 96,75
7 Indragiri Hilir 0,00 0,00 324,00 324,00 0,00 0,00 464,00 464 0,00 0,00 644,00 644,00 1432,00
8 Rokan Hilir 0,00 38,00 52,00 90,00 471,00 78,00 0,00 549 0,00 1621,00 685,00 2306,00 2945,00
9 Siak 45,80 9,08 0,00 54,88 54,69 9,55 0,00 64,24 158,22 76,77 7,91 242,90 362,02
10 Kampar
TOTAL ( KM ) 483,78 106,68 392,89 983,35 874,85 253,72 507,59 1636,16 325,07 1804,28 1367,2 3496,55 6116,06

Primer Tersier
Sekunder Baik
9%
Rusak Rusak Rusak
40% Baik 31% 39%
49%
Baik
53% Sedang
Sedang 52%
Sedang 16%
11%
Baik Sedang Rusak Baik Sedang Rusak Baik Sedang Rusak

Gambar 2.58. Persentase Kondisi Saluran Irigasi di Provinsi Riau Tahun 2017

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-147


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Daerah Abrasi dan Sedimentasi Pesisir


Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan
arus laut yang bersifat merusak. Daerah abrasi merupakan daerah yang harus
dijaga agar luas wilayah daratan tidak berkurang. Di Provinsi Riau memiliki
daerah-daerah pesisir yang terkena abrasi dan daerah tersebut merupakan daerah
yang termasuk ke dalam kawasan strategis nasional maupun lokal. Daerah pesisir
Provinsi Riau juga sebagai batas negara. Jika abrasi terus-menerus bertambah
maka garis pantai pun ikut berkurang yang berimplikasi pada berkurangnya luas
daratan negara ini. Pada Tabel 2.80 diperlihatkan kondisi pantai atau daerah
pesisir yang mengalami bencana kerusakan yang diakibatkan oleh abrasi maupun
sedimentasi.

g. Pembangunan Infrastruktur Penanggulangan Banjir


Banjir dalam hal ini diartikan sebagai meluapnya air sungai atau danau
atau laut yang menggenangi areal tertentu (biasanya kering) yang secara
signifikan menimbulkan kerugian baik materi maupun non materi terhadap
manusia dan lingkungannya. Data kejadian banjir yang digunakan bersumber dari
perolehan data di lapangan yaitu rerata frekuensi kejadian banjir per tahun yang
dilakukan oleh Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung Indragiri Rokan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Tabel 2.81). Semakin tinggi
frekuensi kejadian banjir yang terjadi di suatu DAS mengindikasikan bahwa
fungsi tata air dari DAS tersebut sudah semakin terganggu sehingga diprioritaskan
untuk segera direhabilitasi.
Untuk melihat potensi sebarannya dapat dilihat dari sebaran sedimentasi
yang terjadi dimasing-masing Sub DAS. Sedimentasi adalah hasil proses erosi,
baik berupa erosi permukaan, erosi parit atau jenis erosi tanah lainnya. Sedimen
umumnya mengendap di bagian bawah kaki bukit, di daerah penggenangan banjir,
di saluran air, sungai dan waduk. Sedimen yang sering kita jumpai di dalam
sungai, baik terlarut atau tidak terlarut adalah merupakan produk dari pelapukan
batuan induk yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama perubahan iklim.
Hasil pelapukan batuan induk tersebut kita kenal sebagai partikel-partikel tanah.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-148


Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.80. Kerusakan pantai yang terjadi di WS bengkalis-Meranti dan WS Reteh


No Pantai Koordinat Wilayah Administrasi Wilayah Sungai Panjang Kerusakan Pantai ± (m) Jenis Kerusakan

1 Pambang Pesisir N 01°29'42.662'' E 102°28'39.165'' Kabupaten Bengkalis WS Bengkalis-Meranti 2000 Abrasi

2 Bantar, Tanjung Motong N 01°01.718' E 102°39.143' Kabupaten Kepulauan Meranti WS Bengkalis-Meranti 4000 Abrasi

3 Tanah Merah N 01°09.204' E 102°47.518' Kabupaten Kepulauan Meranti WS Bengkalis-Meranti 4000 Abrasi

4 Kuala Merbau N 01°07.497' E 102°31.236' Kabupaten Kepulauan Meranti WS Bengkalis-Meranti 4000 Abrasi

5 Meskom, Bengkalis N 01°36'34.862'' E 102°1'49.242'' Kabupaten Bengkalis WS Bengkalis-Meranti 14000 Abrasi

6 Pergam N 01°43.794' E 101°40.286' Kabupaten Bengkalis WS Bengkalis-Meranti 2000 Abrasi

7 Tanjung Pisang N 01°08.140' E 102°27.557' Kabupaten Kepulauan Meranti WS Bengkalis-Meranti 4000 Abrasi

8 Tanjung Jaya N 02°07'30.478'' E 101°39'21.686'' Kabupaten Bengkalis WS Bengkalis-Meranti 500 Abrasi

9 Kedur N 02°03'12.880'' E 101°43'9.778'' Kabupaten Bengkalis WS Bengkalis-Meranti 2000 Abrasi

10 Batu Panjang N 01°42.615' E 101°30.495' Kabupaten Bengkalis WS Bengkalis-Meranti 2000 Abrasi

11 Teluk Rhu N 02°07'3.547'' E 101°40'7.212'' Kabupaten Bengkalis WS Bengkalis-Meranti 500 Abrasi

12 Sekodi N 01°15'5.803'' E 102°30'12.362'' Kabupaten Bengkalis WS Bengkalis-Meranti 2000 Abrasi

13 Teluk Lapin N 02°05'27.528'' E 101°42'34.610'' Kabupaten Bengkalis WS Bengkalis-Meranti 500 Abrasi

14 Tanjung Punak N 02°06'14.346'' E 101°41'33.558'' Kabupaten Bengkalis WS Bengkalis-Meranti 500 Abrasi

15 Tanjung Kapal N 01°43'27.44'' E 101°27'18.02'' Kabupaten Bengkalis WS Bengkalis-Meranti 500 Abrasi

16 Makeruh N 02°01.967' E 101°44.679' Kabupaten Bengkalis WS Bengkalis-Meranti 2000 Abrasi

17 Parit 2 Pulau Kijang N -0.698554, E103.017773 Kabupaten Indragiri Hilir WS Reteh 3000 Sedimentasi

18 Sungai Ruku N -0.682863, E103.244751 Kabupaten Indragiri Hilir WS Reteh 3000 Sedimentasi

19 Sungai Luar Pulau Kijang N -0.693164, E103.411399 Kabupaten Indragiri Hilir WS Reteh 3000 Sedimentasi

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-149


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.81. Frekuensi Kejadian Banjir Pada DAS Utama di Provinsi Riau
Frekuensi
No. Nama DAS Rata-Rata Kategori
(kali/tahun)
1 Indragiri 1 Sangat Tinggi
2 Kampar 2 Sangat Tinggi
3 Rokan 2 Sangat Tinggi
4. Siak 2 Sangat Tinggi
Keterangan:
• Sumber: Olahan dari Hasil Monitoring BPDAS HL Indragiri Rokan 2015
• Kategori merujuk pada Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.61 tahun 2014

Oleh karena pengaruh tenaga kinetis air hujan dan aliran air permukaan,
partikel-partikel tanah tersebut dapat terkelupas dan terangkut ke tempat yang
lebih rendah untuk kemudian masuk ke dalam sungai dan di kenal sebagai
sedimen. Oleh adanya transport sedimen dari tempat yang lebih tinggi ke daerah
hilir dapat menyebabkan pendangkalan waduk, sungai, saluran irigasi, dan
terbentuknya tanah-tanah baru di pinggir-pinggir dan di delta-delta sungai.

2.3.1.4. Bidang Urusan Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman


Rumah dan kelengkapannya merupakan kebutuhan dasar dan juga
merupakan salah satu faktor penentu indikator kesejahteraan rakyat. Karena
dengan meningkatnya kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat melalui
pemenuhan kebutuhan papan maka akan terwujud kesejahteraan rakyat.
Kualitas lingkungan rumah tinggal mempengaruhi terhadap status
kesehatan penghuninya. Kualitas rumah tinggal yang baik dalam No. 9 tahun
1999) diartikan sebagai suatu kondisi rumah yang memenuhi standard minimal
dari segi kesehatan, sosial, budaya, ekonomi, dan kualitas teknis.
Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Pemukiman
sebagai pengganti dari Undang-Undang No. 4 tahun 1992 mencantumkan bahwa
salah satu tujuan diselenggarakannya perumahan dan kawasan permukiman yaitu
untuk menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam
lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan
berkelanjutan. Definisi perumahan itu sendiri merupakan kumpulan rumah
sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan yang

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-150


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan fasilitas umum sebagai hasil upaya
pemenuhan rumah yang layak huni.
Tabel 2.82. Jumlah Rumah Berdasarkan Status Kepemilikan
Tempat Tinggal Provinsi Riau
Kepemilikan Rumah/ Bangunan Tempat Tinggal
Kabupaten/ Jumlah
No Milik Sewa/
Kota Keluarga Menumpang Lainnya
Sendiri Kontrak
1 Bengkalis 107,195 75,944 14,015 12,790 4,446
2 Indragiri Hulu 81,213 71,611 2,887 4,357 2,358
3 Indragiri Hilir 105,515 94,924 2,876 6,236 1,479
4 Kampar 163,553 137,834 6,851 10,260 8,608
5 Kepulauan 43,223 34,597 1,329 5,740 1,557
Meranti
6 Kuantan 64,839 52,353 2,658 7,704 2,124
Singingi
7 Rokan Hilir 83,680 76,664 2,553 3,690 773
8 Rokan Hulu 79,646 66,693 3,953 7,752 1,248
9 Siak 72,323 66,866 1,796 2,873 788
10 Pelalawan 50,409 34,329 5,516 7,179 3,385
11 Dumai 47,437 29,711 10,335 5,409 1,982
12 Pekanbaru 162,248 93,834 43,021 14,781 10,612
Provinsi 1,061,281 835,360 97,790 88,771 39,360
Sumber: BKKBN Tahun 2016

835,360

97,790 88,771 39,360

MILIK SENDIRI SEWA/ KONTRAK MENUMPANG LAINNYA

Gambar 2.59. Jumlah Rumah Berdasarkan Status Kepemilikan


Tempat Tinggal di Provinsi Riau

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-151


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.83. Jumlah Pembangunan Rumah Sederhana Layak Huni (RSLH)


di Provinsi Riau Tahun 2009 – 2017
Tahun
No Kabupaten/kota Jumlah
2009 2010 2011 2012 2013 2017
1 Kuantan Singingi 80 60 30 24 78 165 437
2 Indragiri Hulu 90 60 30 60 136 166 542
3 Indragiri Hilir 75 60 20 35 26 162 378
4 Pelalawan 55 80 30 30 39 160 394
5 Siak 75 70 30 25 91 165 456
6 Kampar 120 80 20 45 52 164 481
7 Rokan Hulu 90 80 40 50 60 162 482
8 Bengkalis 55 55 20 30 29 164 353
9 Rokan Hilir 40 50 20 26 13 163 312
10 Kep. Meranti 0 60 30 50 60 167 367
11 Pekanbaru 75 60 20 30 26 168 379
12 Dumai 45 85 30 10 30 167 367
Jumlah 800 800 320 415 640 1.973 4.948
Sumber: Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan

1973

800 800
640
415
320

2009 2010 2011 2012 2013 2017

Jumlah Pembangunan Rumah Sederhana Layak Huni (RSLH) Tahun 2009 – 2017
Provinsi Riau

Gambar 2.60. Jumlah Pembangunan Rumah Sederhana Layak Huni


(RSLH) Tahun 2009 – 2017 Provinsi Riau

Jumlah rumah layak huni yang telah dibangun selama ini jauh lebih rendah
dibanding jumlah keluarga miskin yang menempati rumah yang belum layak.
Pada tahun 2017, jumlah unit rumah layak huni yang dibangun sebanyak 1.973
unit. dengan jumlah penduduk miskin berdasarkan Basis Data Terpadu tahun
2017 sebesar 369.081 rumah tangga, berdasarkan data analisis backlog perumahan

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-152


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

yang dikeluarkan oleh BKKBN tahun 2016 setidaknya masyarakat miskin yang
belum memiliki rumah sebanyak 314.692 unit rumah tangga. Oleh karena itu,
program pembangunan rumah layak huni bagi keluarga miskin harus menjadi
prioritas dalam RPJMD 2019 – 2023.
Selain itu, yang perlu mendapatkan perhatian adalah penanganan kawasan
kumuh. Seyogyanya pembangunan rumah layak huni sekaligus dapat menata
kawasan kumuh yang ada. Adapun kondisi kawasan kumuh di Provinsi Riau yang
menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi dengan luasan 10 hektar sampai dengan
15 hektar adalah seperti tersaji pada Tabel 2.84 – Tabel 2.87.
Tabel 2.84. Persentase Kawasan Kumuh di Provinsi Riau
Tahun Pertumbuhan Tahun SK
Kabupaten/
No. Per Tahun Bupati/
Kota 2012 2013 2014 2015 2016 (%) Walikota
1 Kuantan - - 0.004 0.004 0.004 0.000 2014
Singingi
2 Indragiri Hilir - - 0.004 0.004 0.004 0.000 2014
3 Bengkalis - - 0.026 0.026 0.026 0.000 2014
4 Pekanbaru - - 0.197 0.197 0.18 -0.006 2014/2016
5 Dumai - - 0.126 0.063 0.063 -0.042 2014/2015

Tabel 2.85. Persentase Lingkungan Permukiman Kumuh di Provinsi Riau


Tahun Pertumbuhan Tahun SK
Kabupaten/
No. Per Tahun Bupati/
Kota 2012 2013 2014 2015 2016 (%) Walikota
1 Kuantan - - 0.022 0.022 0.022 0.000 2014
Singingi
2 Indragiri - - 0.013 0.013 0.013 0.000 2014
Hilir
3 Bengkalis - - 0.800 0.800 0.800 0.000 2014
4 Pekanbaru - - 0.328 0.328 0.328 0.000 2014/2016
5 Dumai - - 0.515 0.424 0.424 -0.061 2014/2015

Tabel 2.86. Proporsi Rumah Tangga Kumuh di Provinsi Riau


Tahun Pertumbuhan Tahun SK
No. Kabupaten/ Kota Per Tahun Bupati/
2012 2013 2014 2015 2016 (%) Walikota
1 Kuantan - - 0.019 0.019 0.019 0.000 2014
Singingi
2 Indragiri Hilir - - 0.008 0.008 0.008 0.000 2014
3 Bengkalis - - 0.017 0.017 0.017 0.000 2014
4 Pekanbaru - - 0.022 0.022 0.022 0.000 2014/2016
5 Dumai - - 0.103 0.103 0.103 0.000 2014/2015

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-153


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.87. Persentase Luas Permukiman Kumuh di Provinsi Riau


Tahun Pertumbuhan Per Tahun SK
Kabupaten/
No. Tahun Bupati/
Kota 2012 2013 2014 2015 2016
(%) Walikota
1 Kuantan - - 0.004 0.004 0.0040 0.000 2014
Singingi
2 Indragiri - - 0.004 0.004 0.0040 0.000 2014
Hilir
3 Bengkalis - - 0.026 0.026 0.0260 0.000 2014
4 Pekanbaru - - 0.197 0.197 0.1800 -0.006 2014/2016
5 Dumai - - 0.126 0.063 0.0630 -0.042 2014/2015

Berdasarkan tabel-tabel tersebut di atas dapat dinyatakan bahwa


penanganan infrastruktur permukiman dan pembangunan rumah layak huni tidak
berbanding lurus dengan penanganan kawasan kumuh. Hal ini dapat dilihat dari
tidak adanya perubahan per tahun.

2.3.1.5 Bidang Urusan Ketentraman, Ketertiban Umum dan Perlindungan


Masyarakat

a. Kejadian Unjuk Rasa


Secara umum Provinsi Riau selama tahun 2015- 2017 relatif kondusif.
Meskipun demikian masih terjadi berarapa gangguan keamanan dan ketertiban
masyarakat antara terjadi unjuk rasa dan kriminalitas di Provinsi Riau dalam
kurun tahun tersebut. Banyaknya unjuk rasa yang dilakukan oleh kelompok
masyarakat dan materi unjuk rasa selama kurun tahun 2015-2017 terlihat pada
tabel berikut:
Tabel 2.88. Jumlah Kejadian Unjuk Rasa Provinsi Riau Tahun s/d 2017
Materi Unjuk Kasus
No
Rasa 2015 2016 2017 Jumlah Persentase
1 Masalah
8 3 3 14 5.00
pendidikan
2 Pemerintah Pusat
17 7 19 43 15.36
dan Daerah
3 Terkait dengan 106 15 8 129 46.07
politik dan hukum
4 Masalah lainnya 34 1 0 35 12.50
5 Masalah lahan 31 7 11 49 17.50
6 Masalah tenaga
4 2 4 10 3.57
kerja
Jumlah 200 35 45 280 100,00

Sumber: Sumber: Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Riau (2017)

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-154


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Selama kurun tahun 2015-2017 kejadian unjuk rasa menunjukkan


kecenderungan menurun dari 200 kasus tahun 2015 menurun menjadi 45 kasus
pada tahun 2017. Jika dilihat dari aspirasi/materi yang dominan disampaikan,
terjadi sedikit pergeseran dari masalah politik dan hukum bergeser menjadi
masalah pemerintah pusat dan daerah. Namun demikian materi masalah lahan,
walaupun terjadi penurunan dari 31 tahun 2015 menjadi 11 pada tahun 2017, patut
diwaspadai, karena masih banyak persoalan konflik lahan antara masyarakat dan
perusahaan yang sampai saat ini belum tuntas penyelesaian permasalahan.

b. Konflik Sosial
Disamping masalah lahan yang rawan dan berpotensi menjadi konflik
sosial ditengah masyarakat, adalah persoalan Suku Agama dan Ras (SARA). Hal
ini karena di Provinsi Riau terdapat berbagai macam suku, agama dan ras.
Beberapa kasus yang terjadi misalnya pendirian rumah ibadah di Kabupaten
Kampar, Pelalawan dan Indragiri Hulu yang sedikit menganggu kerukunan umat
beragama. Hal ini patut menjadi perhatian mengingat Provinsi Riau terdapat
beragam macam etnis, suku dan agama. Oleh itu kebijakan-kebijakan yang dapat
menciptakan kerukunan antara agama, suku dan ras patut menjadi perhatian
kedepannya.

c. Kriminalitas
Angka kriminalitas adalah menunjukkan jumlah tindak kejahatan yang
terjadi dalam suatu wilayah. Tindak kejahatan tentunya dapat menganggu
ketenteraman dan ketertiban masyarakat. Oleh sebab itu penekanan angka
kriminalitas menjadi penting untuk mewujudkan rasa aman, rasa tentram
masyarakat. Tingkat kriminalitas yang terjadi di Provinsi Riau Tahun 2014-2016
seperti terlihat pada tabel berikut:

Tabel 2.89. Angka Kriminalitas Tahun 2014-2017 di Provinsi Riau


Tahun Pertumbuhan/
Kasus Tahun (%)
2014 2015 2016 2017
Kejadian Kriminilitas 7.043 7,999 9.183 9.629 12,24
Jumlah Penduduk 6 188 442 6 344 402 6 500 971 6 657 911 2,58

Rasio 0,001 0,001 0,001 0,001 -


Sumber: Kesbangpol Provinsi Riau Tahun 2017

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-155


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Selama kurun tahun 4 tahun terakhir angka kriminalitas yang terjadi di Provinsi
Riau menunjukkan kecenderungan yang meningkat dari 7.043 kasus tahun 2014
meningkat menjadi 9,629 kasus pada tahun 2017. Sementara dari sisi rasio dengan jumlah
penduduk selama kurun tahun yang sama tidak terjadi perubahan. Peningkatan angka
kriminalitas ini tidak bisa dilepaskan dari perkembangan kota-kota dan perekonomian
Provinsi Riau. Oleh sebab itu upaya-upaya untuk menekan angka kriminalitas terutama
upaya preventif haruslah menjadi kebijakan kedepannya. Karena angka kriminalitas yang
tinggi tidak hanya menganggu ketenteraman masyarakat tetapi juga akan berdampak pada
kurang kondusifnya iklim investasi.

2.3.1.6 Bidang Urusan Sosial


Keberadaan sarana sosial seperti panti jompo, panti asuhan dan tempat-
tempat rehabilitasi memiliki peran yang sangat penting dalam rangka untuk
menangani penyandang masalah kesejahteraan sosial. Oleh sebab itu sebagai
bagian dari pelayanan dasar pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk
menyediakan dan memberikan dan membina sarana tersebut. Keberadaan sarana
sosial di Provinsi Riau tahun 2016 secara keseluruhan berjumlah 136 dengan daya
tampung dan jumlah klien sebanyak 5.706 yang tersebar di Kabupaten/Kota.
Adapun sebarannya seperti terlihat pada Tabel 2.90.

Tabel 2.90. Jumlah Panti Sosial Anak Terlantar Menurut Kabupaten/Kota


di Provinsi Riau Tahun 2016
Jumlah Jumlah Klien
No Kabupaten/Kota
Panti Sial
1 Kuantan Singingi 3 79
2 Indragiri Hulu 8 297
3 Indragiri Hilir 11 424
4 Pelalawan 5 260
5 Siak 7 205
6 Kampar 25 1.045
7 Rokan Hulu 9 221
8 Rokan Hilir 9 527
9 Bengkalis 12 582
10 Kep. Meranti 1 34
11 Pekanbaru 32 1.483
12 Dumai 14 549
Jumlah 136 5.706
Sumber: Dinas Sosial Provinsi Riau (2015)

Dari 136 panti sosial yang ada di Provinsi Riau, milik pemerintah hanya
sebanyak 5 panti sosial dan semuanya terletak di Kota Pekanbaru dengan

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-156


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

penghuni dan saya tamping sebanyak 395 orang. Sebagian besar panti sosial yang
ada saat ini adalah Panti Asuhan, dan sedikit Panti Jompo, sementara panti sosial
lainnya belum ada.
Keberadaan Panti Sosial yang ada bila dibanding dengan penyandang
masalah kesejahteraan sosial khususnya anak balita terlantar, anak terlantar, anak
nakal, lanjut usia terlantar pada tahun 2016 uyang memerlukan panti sebanyak
49.303 masih jau dari mencukupi. Keadaan menunjukkan bahwa keberadaan panti
sosial belum dapat sepenuhnya menampung penyandang masalah sosial yang
memerlukan panti. Adapun jumlah penyandang sosial dari tahun 2012 sampai
dengan 2016 dapat dilihat pada Tabel 2.91.
Tabel 2.91. Jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
Provinsi Riau Tahun 2012–2016
Tahun
No Jenis PMKS
2012 2013 2014 2015 2016
1 Anak Balita Terlantar 1.711 1.662 1736 1.083 1.022
2 Anak Terlantar 27.013 25.715 19.200 5.892 3.517
3 Anak Nakal 1.297 1.293 458 119 133
4 Anak Jalanan 791 798 888 827 2.743
5 Wanita Rawan Sosek 15.712 15.783 14.097 8.978 7.803
6 Lanjut Usia Terlantar 16.337 14.661 20.896 15.203 20.934
7 Korban Tindak Kekerasan 1.025 1.208 476 439 1.694
8 Penyandang Cacat 16.064 16.064 11.838 7.937 15.299
9 Tuna Susila 1.229 1.036 1.166 1.144 699
10 Pengemis 478 497 379 353 131
11 Gelandangan 181 179 132 150 226
12 Bekas BWBLK 1.616 2.117 891 1.462 1.442
13 Korban Napza 561 551 185 530 387
14 Keluarga Fakir Miskin 113.053 100.619 142.291 176.081 209.515
Keluarga Rumah Tak Layak
15 29.323 29.410 0 0 0
Huni
16 Keluarga Bermasalah Psikologis 596 609 900 557 811
17 Komunitas Adat Terpencil 19.876 19.282 19.219 8.519 7.829
18 Korban Bencana Alam 95.720 112.559 83.633 44.295 45.754
19 Korban Bencana Sosial 13.644 14.422 1.298 2.692 2.263
Pekerja Migran Bermasalah
20 1.704 2.182 445 352 365
Sosial
21 HIV/AIDS (ODHA) 1.704 2.182 390 286 459
22 Keluarga Renran 8.126 9.698 1736 1.083 0
Anak Memerlukan Perlind
23 147
Khusus
24 Pemulung 242
25 Kelompok Minoritas 96
Jumlah 315.668
Sumber: Dinas Sosial Provinsi Riau Tahun 2017

Disamping penyediaan panti untuk penyandang masalah sosial tertentu,


penanganan pemerintah terhadap masalah penyandang sosial lainnya perlu
mendapat perhatian hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah penyandang sosial

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-157


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2016. Sebagai daerah yang rawan bencana
seperti banjir dan kebakaran hutan, dan tingginya angka migrasi masuk yang
berpotensi meningkatkan penyandang masalah sosial patut menjadi pertimbangan
kebijakan dalam penanganan masalah sosial ini kedepannya.
Indikator lain mengani PKMS adalah melihat besaran jumlah PMKS yang
terangani dengan membandingkan jumlah penyandang masalah kesejahteraan
sosial yang ditangani melalui pemberian modal kerja dan pelatihan pengembangan
ketrampilan usaha dengan jumlah masyarakat penyandang masalah kesejahteraan
sosial dengan jumlah keseluruhan PMKS yang ada. Jumlah PMKS yang
tertangani dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.92 Persentase Jumlah PMKS yang Tertangani di Provinsi Riau


Tahun 2016
No Uraian 2012 2013 2014 2015 2016
1 Jumlah PMKS yang 9,236 5,521 6,484 4,497 3,542
tertangani
2 Jumlah PMKS yang ada 366,472 269,948 321,448 278,692 442,562
3 Persentase PMKS yang 2.52 2.05 2.02 1.61 0.80
tertangani
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Riau Tahun 2017
Jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial yang tertangani di
Provinsi Riau selama kurun tahun 2012-2016 menunjukkan kecenderungan yang
semakin menurun dari 2,52 persen tahun 2012, menurun menjadi 0,80 persen
tahun 2016. Keadaan ini menunjukkan bahwa jumlah PMKS yang diberikan
modal, pelatihan pengembangan keterampilan usaha selama kurun tahun tersebut
masih sangat sedikit.

2.3.2.Fokus Layanan Urusan Pemerintahan Wajib Non Pelayanan Dasar

2.3.2.1. Bidang Urusan Tenaga Kerja


a. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah suatu indikator
ketenagakerjaan yang memberikan gambaran tentang penduduk usia kerja (15
tahun ke atas) yang aktif secara ekonomi dalam kegiatan sehari-hari. Untuk
mengukur TPAK adalah dengan membandingkan penduduk usia kerja dengan
angkatan kerja pada tahun yang sama. Provinsi Riau pada tahun 2012 jumlah
angkatan kerja 2.506.776 meningkat menjadi 2.965.585 pada tahun 2017 atau
naik rata-rata 4,57 persen setahun. Sedangkan jumlah penduduk usia kerja juga

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-158


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

meningkat dari 3.963.872 pada tahun 2012 menjadi 4.634.041 pada tahun 2017
atau meningkat rata-rata 4,2 persen per tahun. Perkembangan TPAK Provinsi
Riau selama kurun tahun 2012 sampai dengan 2017 terlihat pada Tabel 2.93.
Tabel 2.93. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
di Provinsi Riau Tahun 2012-2017
Pertumbuhan/
Tahun Tahun (%)
Uraian
2013 2014 2015 2016 2017
Penduduk Usia Kerja 4,093,227 4,213,077 4,383,550 4,509,908 4,634,041 4,2
Angkatan Kerja 2,623,310 2,695,247 2,771,349 2,987,952 2,965,585 4,57
TPAK 64.09
63.97
63.22 66.25 64.00 (0,34)
Sumber: BPS Provinsi Riau Tahun 2017

Tingkat Partsipasi Angkatan Kerja (TPAK) dalam kurun tahun 2013-2017


menunjukkan kecencerungan menurun dari 64,09 persen tahun 2013 menurun
sedikit menjadi 64,00 persen tahun 2017 atau menurun rata-rata (0,34) persen.
Keadaan ini disebabkan karena terbatasnya lapangan pekerjaan yang dapat diakses
disatu sisi dan disisi yang lain terjadinya perubahan status penduduk dari
angkatan kerja menjadi bukan angkatan kerja.
Selanjutnya partisipasi angkatan kerja dilihat dari daerah dan jenis
kelamin di Provinsi Riau dapat dilihat pada Tabel 2.94. Dilihat dari TPAK
menurut daerah selama kurun tahun 2013-2017 partisipasi angkatan kerja daerah
pedesaan sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat partisipasi angkatan
kerja perkotaan. Rendahnya TPAK daerah perkotaan disebabkan tingginya
partsipasi sekolah penduduk usia kerja, sehingga belum terjun ke dunia kerja.
Sedangkan tingginya TPAK di daerah pedesaan, diduga disebabkan karena
tuntutan ekonomi, penduduk usia kerja yang tidak sanggup melanjutkan
pendidikan terpaksa harus memasuki dunia kerja meskipun sebagai pekerja
keluarga.
Tabel 2.94. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Menurut Daerah dan Jenis
Kelamin di Provinsi Riau Tahun 2012-2016
Tahun
Uraian
2013 2014 2015 2016 2017
Perkotaan 61,72 61,65 62,58 66,25 63,65
Perdesaan. 64,57 64,41 63,55 66,26 64,23
TPAK 63,44 63,31 63,22 66,25 64,00
Laki-Laki 82,88 83,23 83,20 84,65 83,45
Perempuan 42,83 42,21 42,08 46,80 43,43
TPAK 63,44 63,31 63,22 66,25 64,00
Sumber: BPS Provinsi Riau Tahun 2017

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-159


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Sementara itu dilihat dari jenis kelamin, TPAK laki-laki lebih besar
dibandingkan perempuan. Hal ini disebabkan TPAK laki-laki bersifat universal
karena setiap laki-laki dewasa dituntut untuk mencari nafkah dirinya maupun
keluarganya. TPAK perempuan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
meningkatnya pendidikan perempuan, terbukanya kesempatan kerja bagi
perempuan, meningkatnya kebutuhan ekonomi keluarga dan kemajuan sosial
ekonomi masyarakat, seperti pandangan terhadap perempuan yang bekerja di luar
rumah dan sebagainya.

b. Tingkat Pengangguran Terbuka


Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah persentase jumlah
pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja. Kegunaan dari indikator
pengangguran terbuka ini baik dalam satuan unit (orang) maupun persen berguna
sebagai acuan pemerintah bagi pembukaan lapangan kerja baru. Selain itu,
perkembangannya dapat menunjukkan tingkat keberhasilan program
ketenagakerjaan dari tahun ke tahun. Lebih penting lagi, indikator ini digunakan
sebagai bahan evaluasi keberhasilan pembangunan perekonomian, selain angka
kemiskinan. Perkembangan tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Riau tahun
2013-2017 dapat dilihat pada Tabel 2.95.

Tabel 2.95. Tingkat Pengangguran Terbuka di Provinsi Riau Tahun 2012-2017


Tahun Pertumbuha
Uraian n/Tahun (%)
2013 2014 2015 2016 2017
Angkatan Kerja 2,623,310 2,695,247 2,771,349 2,987,952 2,965,585
4,57

Angkatan Kerja yang tidak 148.817 176.762 138,352 222.000 184.560 12,00
bekerja. (Pengangguran )
TPI 5,67 6,56 4,99 7,42 6,22 2,41
Sumber: BPS Provinsi Riau Tahun 2017

Jumlah angkatan kerja yang tidak bekerja atau disebut pengangguran


selama kurun-waktu 5 tahun (2013-2017) di Provinsi Riau meningkat rata-rata 12
persen per tahun. Sementara jumlah angkatan kerja meningkat rata-rata 4,57
persen per tahun. Sedangkan pengangguran terbuka pada kurun tahun yang sama
meningkat rata-rata 2,41 persen. Namun demikian tingkat pengangguran terbuka
tahun 2017 menurun dari 7,42 persen tahun 2016 menurun menjadi 6,22 persen
pada tahun 2017. Penyumbang turunnya angka pengangguran ini adalah sektor

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-160


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

perdesaan, sementara sektor perkotaan tidak banyak mengalami perubahan.


Keadaan ini memberikan gambaran bahwa lapangan pekerjaan di perdesaan
meningkat lebih besar dibanding perkotaan.

2.3.2.2.Bidang Urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak


a. Indeks Pembangunan Gender (IPG)
Pemberdayaan perempuan dilakukan untuk mempercepat tercapainya
kualitas hidup dan mitra kesejajaran laki-laki dan perempuan. Untuk mewujudkan
hal tersebut dilaksanakan melalui kegiatan sosialisasi/advokasi pendidikan dan
latihan bagi kaum perempuan yang bergerak dalam seluruh bidang atau sektor.
Keberhasil pembangunan perempuan dapat dilihat dari Indeks
Pembangunan Gender (IPG) . IPG adalah merupakan indeks pencapaian
kemampuan dasar pembangunan manusia yang sama seperti IPM dengan
memperhatikan ketimpangan gender atau yang difokuskan kepada perempuan.
IPG digunakan untuk mengukur pencapaian dalam dimensi yang sama dan
menggunakan indikator yang sama dengan IPM, namun lebih diarahkan untuk
mengungkapkan ketimpangan antara laki-laki dan perempuan. Perkembangan
Indeks Pembangunan Gender Provinsi Riau dapat dilihat pada Tabel 2.96.
Tabel. 2.96. Indeks Pembangunan Gender Provinsi Riau Tahun 2011-2016
Indeks Pembangunan Gender
No Kabupaten
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Kuantan Singingi 79.64 83.98 86.64 87.81 88.90 Na
2 Indragiri Hulu 82.88 83.54 84.62 86.27 86.33 Na
3 Indragiri Hilir 79.24 79.47 80.05 80.99 81.11 Na
4 Pelalawan 83.52 84.59 85.06 87.83 87.81 Na
5 Siak 88.41 88.85 89.05 89.3 89.02 Na
6 Kampar 88.18 88.27 88.46 88.78 89.17 Na
7 Rokan Hulu 79,00 79.15 79.35 79.36 79.79 Na
8 Bengkalis 85.88 86.67 87.59 88.86 88.87 Na
9 Rokan Hilir 82.73 82.79 83.93 84.3 84.29 Na
10 Kepulauan Meranti 84.12 84.14 84.21 84.37 84.42 Na
11 Kota Pekan Baru 90.76 90.77 91,00 91.83 92.36 Na
12 Kota Dumai 88.62 88.82 89.01 89.35 89.74 Na
RIAU 85.74 86.29 86.74 87.62 87.75 88,0
Sumber: BPS Provinsi Riau Tahun 2017.

Mencermati data di atas, IPG Provinsi Riau dalam kurun tahun 2011
sampai dengan 2016 terus mengalami peningkatan dari 85,17 tahun 2011
meningkat menjadi 88,00 pada tahun 2016 atau meningkat rata-rata 0,45 persen
per tahun.. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas sumberdaya manusia perempuan

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-161


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

di Provinsi Riau selama kurun tahun tersebut menunjukkan arah yang semakin
membaik. Namun demikian jika dibandingkan dengan IPG nasional capaian IPG
Provinsi Riau pada tahun 2016 masih di bawah capaian nasional yang mencapai
90,82.
Selanjutnya bila dilihat dari sebaran IPG pada Kabupaten/Kota di Provinsi
Riau terdapat 5 Kabupaten capaian IPG nya di bawah capaian Provinsi antara lain
Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Rokan Hilir,
Kabupaten Kepulauan Meranti, dan Kabupaten Indragiri Hulu. Capaian IPG pada
tahun 2016 paling rendah adalah Kabupaten Rokan Hulu yakni sebesar 79,79
sedangkan yang paling tinggi adalah Kota Pekanbaru sebesar 92,36. Hal ini
menunjukkan bahwa kualitas sumberdaya manusia perempuan di Kabupaten
Rokan Hulu adalah yang paling rendah di Provinsi Riau, sementara Kota
Pekanbaru merupakan yang paling tinggi.

b. Indeks Pemberdayaan Gender


Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) adalah indeks komposit yang
mengukur peran aktif dan keterlibatan perempuan dalam kehidupan ekonomi dan
politik. Peran aktif dan keterlibatan perempuan dalam kehidupan ekonomi dan
politik mencakup partisipasi berpolitik, partisipasi ekonomi dan pengambilan
keputusan serta penguasaan sumber daya ekonomi. Menurut ukuran ini semakin
tinggi tingkat keterlibatan perempuan dalam ekonomi dan politik semakin berdaya
perermpuan dalam kehidupan masyarakat. Perkembangan Indeks Pemberdayaan
Gender di Provinsi Riau dapat dilihat pada Tabel 2.97.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-162


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.97. Indeks Pemberdayaan Gender Menurut Kabupaten/Kota


di Provinsi Riau Tahun 2011-2016
Indeks Pemberdayaan Gender
No Kabupaten
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Siak 48.52 47.38 48.6 44.29 45.1 na
2 Rokan Hilir 47.18 56.13 57.66 52.78 50.83 na
3 Bengkalis 47.36 44.56 48.05 59.68 51.83 na
4 Pelalawan 45.71 45.76 46.92 56.14 53.06 na
5 Indragiri Hilir 51.54 49.45 50.96 57.39 59.08 na
6 Rokan Hulu 52.46 54.78 55.53 59.03 59.36 na
7 Kampar 49.13 50.14 53.14 65.29 61.46 na
8 Kota Dumai 49.89 49.78 51.13 62.56 62.45 na
9 Indragiri Hulu 64.56 66.23 66.6 60.07 62.92 na
10 Kuantan Sengingi 55.13 55.03 55.66 64.16 64.19 na
11 Kota Pekan Baru 62.73 61.8 63.54 64.08 64.45 na
12 Kepulauan Meranti 54.48 55.51 59.04 57.09 64.55 na
13 Provinsi Riau 65.34 69.05 69.78 74.11 74.59 75,15
Sumber: BPS Provinsi Riau Tahun 2017

Capaian IDG Provinsi Riau selama kurun tahun 2011-2016 menunjukkan


kecenderungan yang semakin meningkat, dari 63,34 pada tahun 2011 meningkat
menjadi 75,15 pada tahun 2016. Namun demikian dilihat sebarannya pada
Kabupaten/Kota masih terjadi sedikit ketimpangan, diantaranya Kabupaten Siak,
Rokan Hilir, Rokan Hulu, Bengkalis, Pelalawan, Indragiri Hilir dan Rokan Hulu
masih belum mencapai di atas 60 persen. Artinya pemberdayaan gender pada
Kabupaten tersebut masih belum optimal.

2.3.2.3. Bidang Urusan Pangan


Pangan merupakan salah satu urusan wajib pemerintah non pelayanan
dasar, hak memperoleh pangan merupakan salah satu hak azasi manusia,
sebagaimana disebut dalam pasal 27 UUD 1945, yang dipertegas lagi dengan
dikeluarkannya UU No 18/2012 tentang pangan. Ketersediaan pangan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan akan menyebabkan ketidakstabilan bagi suatu negara
atau daerah, baik secara ekonomi maupun politis, sehingga Ketahanan Pangan
merupakan suatu hal yang wajib menjadi perhatian pemerintah dan pemerintah
daerah. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa Ketahanan Pangan merupakan
“Kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang
tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,
aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-163


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

agama, keyakinan, budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan
produktif secara berkelanjutan”. Dengan kondisi ini, maka pangan terutama beras
memiliki nilai strategis, disebabkan beras merupakan makanan pokok bangsa dan
daerah Riau khususnya, disamping itu beras juga merupakan sumber utama
pemenuhan gizi yang meliputi kalori, protein, lemak dan vitamin. Khusus untuk
Provinsi Riau saat ini dan yang akan datang, masalah beras tentu akan semakin
penting, disebabkan semakin terbatasnya daerah produksi dan dilain pihak
konsumsi akan beras juga semakin bertambah seiiring dengan semakin
bertambahnya penduduk, sehingga gap antara produksi dan konsumsi akan
semakin melebar, sebagaimana digambarkan pada Tabel 2.98.
Tabel 2.98. Perkembangan Rasio Produksi dan Kebutuhan Beras dan
Jagung di Provinsi Riau Tahun 2013-2017
Tahun Rata-Rata
Komoditas Pertumbuhan/
2013 2014 2015 2016 2017* Tahun (%)
Produksi (ton)
1. Beras 272.382 241.847 247.144 234.356 234.357 (3,65)
2. Jagung 28.052 28.651 30.870 32.850 33.173 3,41
Konsumsi (ton)
1. Beras 641.929 647.929 662.990 679.351 695.751 1,38
2. Jagung 1.207 1.238 1.269 1.300 1.332 1,99
Perimbangan (ton)
1. Beras (369.547) (406,082) (415.8446) (444.995) (461.394) 4,65
2. Jagung 26.845 27.413 29.601 31.550 31.841 3,47
Rasio
1. Beras 0,42 0,37 0,37 0,34 0,34 (4,95)
2. Jagung 23,24 23,14 24,33 25,27 24,90 1,39
Sumber: BPS Provinsi Riau, Riau Dalam Angka, dan Data Olahan
*Data tahun 2017 (Angka Sementara)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa produksi beras Provinsi Riau dari
tahun 2013 sampai dengan 2017 cenderung menurun, dengan rata-rata penurunan
sebesar 3,65 persen. Terjadinya penurunan produksi beras selama beberapa tahun
terakhirnya ini, disebabkan semakin menurunnya luas tanam dan luas panen padi
di Provinsi Riau sebagai akibat dari tingginya alih fungsi lahan dari lahan sawah
ke penggunaan lainnya baik disektor pertanian maupun keluar sektor pertanian,
seperti perumahan, jalan, pertokoan dan sebagainya. Sementara itu produksi
komoditas Jagung cenderung meningkat, dengan pertumbuhan 3,41 persen.
Kebutuhan konsumsi beras penduduk Riau dari tahun 2013 sampai dengan tahun

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-164


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

2017 meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dengan


pertumbuhan 1,38 persen, kebutuhan konsumsi komoditas jagung juga terjadi
peningkatan yaitu 1,99 persen.
Pada tahun 2013 kemampuan produksi beras hanya dapat mencukupi
43,43 persen dari kebutuhan konsumsi masyarakat Riau, rasio ini juga
memperlihatkan trend rata-rata selama kurun tahun 5 tahun semakin menurun.
Sedangkan jagung memperlihatkan trend rata-rata rasio pertumbuhan semakin
meningkat. Dengan kondisi tersebut di atas, maka ketergantungan Provinsi Riau
akan pangan khususnya beras dimasa yang akan datang akan semakin meningkat.
Sedangkan gambaran kondisi per Kabupaten/Kota, sebagaimana tertera pada tabel
2.99.

Tabel 2.99. Rasio Produksi dan Konsumsi Komoditas Beras dan Jagung
Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau Tahun 2016
Produksi (Ton) Konsumsi (Ton) Rasio
Kabupaten/Kota
Beras Jagung Beras Jagung Beras Jagung

Kuantan Singingi 28.552 411 33.224 64 0,86 6,46


Indragiri Hulu 8.254 4.527 43.653 84 0,19 54,19
Indragiri Hilir 63.509 7.714 74.512 143 0,85 54,09
Pelalawan 18.893 7.013 43.629 83 0,43 83,99
Siak 23.897 520 47.344 91 0,50 5,74
Kampar 15.479 4.212 84.927 163 0,18 25,91
RokanHulu 24.110 2.887 64.421 123 0,37 23,42
Bengkalis 14.324 445 57.651 110 0,25 4,03
Rokan Hilir 27.672 1.154 69.204 132 0,40 8,71
Kep.Meranti 5.752 1.075 19.035 36 0,30 29,51
Pekanbaru 11 2.202 111.247 213 0,00 10,34
Dumai 3.903 690 30.504 58 0,13 11,82
Provinsi Riau 234.356 32.850 679.351 1.300 0,34 25,27
Sumber: BPS Provinsi Riau (Riau Dalam Angka Tahun 2016

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa rasio produksi dan kebutuhan beras
Kabupaten Kuantan Singingi menunjukkan paling tinggi yaitu 86 persen, artinya
86 persen kebutuhan konsumsi beras di Kabupaten Kuantan Singingi dapat
dipenuhi dari produksi lokal yang dihasilkan. Sedangkan rasio produksi dan
kebutuhan yang terendah berada di Kota Pekanbaru, karena Kota Pekanbaru

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-165


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

bukan merupakan daerah penghasil beras di Provinsi Riau, tapi merupakan daerah
perkotaan.
Rasio produksi dan kebutuhan jagung tertinggi terdapat di Kabupaten
Pelalawan dengan kemampuan memenuhi kebutuhan sendiri sebanyak 83,99
persen, sedangkan rasio terendah untuk komoditi jagung berada di Kabupaten
Bengkalis sebanyak 4,03 persen. Walaupun produksi jagung menunjukkan trend
meningkat, namun sesungguhnya produksi Jagung ini tidak terlalu besar
dibanding dengan daerah lain, hal ini juga disebabkan semakin berkurangnya
lahan kering yang merupakan basis untuk komoditi jagung.
Untuk komoditi sayur dan buah, kondisi juga tidak jauh berbeda dengan
beras dan jagung, untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.100. di bawah ini.
Hasil RISKESDAS tahun 2010-2013 menunjukkan bahwa secara nasional
perilaku penduduk umur di atas 10 tahun yang kurang memakan sayur masih di
atas 90 %, kondisi ini sejalan dengan temuan hasil Survey Konsumsi Makanan
Individu (SKMI) dalam studi diet total tahun 2014 bahw konsumsi penduduk
terhadap sayur dan olahannya masih rendah dan untuk Provinsi Riau secara rinci
angka tersebut memang belum tersedia.
Tabel 2.100. Perkembangan Rasio Produksi dan Konsumsi Komoditi
Sayur-Sayuran dan Buah-Buahan di Provinsi Riau Tahun 2012 – 2016
Pertumbuha
Tahun
Komoditas n
2012 2013 2014 2015 2016 /Tahun (%)
Produksi (ton)
1. Sayuran 85.759 101.247 88.767 80.207 63.882 -7,10
2. Buah-
185.292 189.931 206.119 180.352 199.419 1,85
Buahan
Konsumsi (ton)
1. Sayuran 286.972 293.822 243.206 278.519 176.277,2 -11,47
2. Buah-
186.769 190.049 120.675 171.299 156.891 -4,26
Buahan
Perimbangan (ton)
- - - - -
1. Sayuran -13,55
201.213 192.575 154.439 198.312 112.395,2
2. Buah-
-1.477 -118 -12.671 9.053 42.528 11,00
Buahan
Rasio
1. Sayuran 0,3 0,34 0,36 0,29 0,36 4,94
2. Buah-
0,99 1 0,94 1,05 1,27 6,39
Buahan
Sumber: BPS Provinsi Riau (Riau Dalam Angka Tahun 2015)

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-166


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Dari tabel di atas dapat dilihat, jumlah produksi untuk tanaman sayuran
dari tahun 2012-2016 mengalami pertumbuhan yang fluktuatif dengan rata-rata
pertumbuhan sebesar -7,10%. Penurunan ini antara lain disebabkan oleh musim
kemarau panjang serta bencana kabut asap pada tahun 2015 yang sangat
mempengaruhi produksi. Sedangkan pada tahun 2016 selain adanya faktor
anomali iklim, juga disebabkan oleh tidak terlaksananya beberapa
program/kegiatan bantuan yang diberikan pemerintah karena ada kendala regulasi.
Rasio produksi buah-buahan terhadap konsumsi sebagaimana ditunjukkan
pada Tabel 2.100. terkategori berfluktuasi. Rasio sebesar 1,27 pada tahun 2016
memberi makna bahwa produksi buah-buahan Provinsi Riau tahun 2016 sudah
surplus jika dilihat dari kebutuhan konsumsi buah-buahan penduduk Riau sesuai
anjuran FAO sebesar 73 kg/kapita/tahun. Meningkatnya produksi buah dari tahun
2012-2014 ini menunjukkan berhasilnya program Gerinam Buah (Gerakan Riau
Menanam Buah) tahun 2010-2014. Sementara penurunan produksi secara teknis
disebabkan karena musim kemarau panjang serta bencana kabut asap pada tahun
2015 .
Dari sisi konsumsi berdasarkan tabel di atas di Provinsi Riau justru
semakin menurun, dimana pada tahun 2012 jumlah konsumsi sayur di Provinsi
Riau sebesar 286.972 ton dan terus menurun, sehingga pada tahun 2016 hanya
sebesar 176.277,2 ton atau rata-rata penurunan sebesar 11,47 %. Hal yang sama
juga terjadi pada komoditi buah-buahan yang trennya juga menurun, dimana
konsumsi pada tahun 2012 sebesar 186.769 ton dan menurun menjadi sebesar
156.891 ton pada tahun 2016 atau rata-rata penurunan sebesar 4,26 %. Melihat
tren angka ini tentu perlu diwaspadai dan dicermati, karena akan sangat
mempengaruhi kondisi penduduk Riau untuk masa akan datang. Menurunnya
angka komsumsi sayur memamng sejalan dengan mernurunnya angka produksi
sayur di Provinsi Riau, namun berbeda dengan komoditi buah-buahan, dimana
produksi sudah melebihi dari konsumsi, ditambah lagi dengan banyaknya masuk
buah dari provinsi tetangga dan bahkan buah impor juga banyak terdapat di
Provinsi Riau.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-167


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Bila dilihat kondisi pada setiap Kabupaten/Kota, juga terdapat variasi


antara jumlah produksi dan kosumsi ini, sebagaimana disajikan pada Tabel 2.101.
di bawah ini.
Tabel 2.101. Rasio Produksi dan Konsumsi Komoditas Sayur-Sayuran
dan Buah-Buahan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2016
Produksi (Ton) Konsumsi (Ton) Rasio
Kabupaten/
Kota Buah- Buah- Buah-
Sayuran Sayuran Sayuran
Buahan Buahan Buahan
1.315 7.752 8.679,63 7.471,47 0,15 1,04
Kuantan Singingi
Indragiri Hulu 10.939 8.700 11.654,75 9.524,31 0,94 0,91
Indragiri Hilir 2.194 38.596 20.606,68 16.685,00 0,11 2,31
Pelalawan 1.569 3.156 11.021,95 10.479,20 0,14 0,30
Siak 7.860 15.467 12.866,68 10.692,03 0,61 1,45
Kampar 32.762 51.857 18.692,15 19.504,85 1,75 2,66
Rokan Hulu 4.120 10.959 16.028,12 17.692,57 0,26 0,62
Bengkalis 1.929 6.681 14.582,97 12.792,08 0,13 0,52
Rokan Hilir 1.961 6.606 17.681,86 15.496,46 0,11 0,43
Kep.Meranti 4.504 3.094 4.717,74 3.989,13 0,95 0,78
Pekanbaru 17.193 4.786 31.191,78 25.762,50 0,55 0,19
Dumai 2.421 48.465 8.552,90 6.801,46 0,28 7,13
Provinsi Riau 88.767 206.119 176.277,20 156.891,05 0,50 1,31
Sumber: BPS Provinsi Riau (Riau Dalam Angka Tahun 2016)

Dari tabel di atas, bila dilihat dari rasio produksi dan konsumsi per
Kabupaten, maka Kabupaten Kampar memberikan kontribusi yang besar dalam
pemenuhan kebutuhan sayuran di Provinsi Riau, dimana Kabupaten Kampar
banyak menghasilkan sayuran semusim seperi Kangkung, bayam dan cabe besar,
dengan ratio 1,75. Sedangkan untuk komoditi buah-buahan kota Dumai yang
kontribusinya terbesar dengan ratio sebesar 7,13. yang didominasi oleh buah
nenas yang terdapat di Kecamatan Medang Kampai dan Bukit Timah.
Peningkatan produksi dan produktivitas sayuran dan buah-buahahan
perKabupaten/Kota harus terus diupayakan dalam rangka meningkatkan rasio
produksi dan konsumsi terutama wilayah-wilayah yang berada di bawah rata-rata
rasio produksi dan konsumsi sayur-sayuran maupun buah-buahan provinsi.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-168


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.102. Perkembangan Rasio Produksi dan Konsumsi Daging


Ruminansia dan Unggas di Provinsi Riau Tahun 2013-2017
Tahun Pertumbuhan/
Komoditas
2013 2014 2015 2016 2017 Tahun (%)
Produksi (ton)
1. Ruminasia 7.608 11.758 11.154 12.139 12.382 10,23
2. Unggas 46.107 45.582 52.494 52.534 53.585 3,05
Konsumsi (ton)
1. Ruminasia 8.447 8.664 8.882 9.101 9.321 1,99
2. Unggas 51.886 53.221 54.562 55.908 57.258 1,99
Perimbangan (ton)
1. Ruminasia -839 3.094 -2.272 3.038 3.061 (229,56)
2. Unggas -5.779 -7.639 -2.068 3.374 3.673 (191,34)
Rasio
1. Ruminasia 0,90 1,36 1,26 1,33 1,33 8,08
2. Unggas 0,89 0,86 0,96 0,94 0,94 1,04
Sumber: Angka Konsumsi Berdasarkan Survey Konsumsi BKP Riau

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa Produksi daging ruminansia Provinsi
Riau dari tahun 2013 sampai dengan 2017 terjadi peningkatan pertumbuhan
produksi 10,23 persen, daging unggas 3,05 persen dan rata-rata pertumbuhan
kebutuhan konsumsi daging ruminansia penduduk Riau dari tahun 2013 sampai
dengan tahun 2017, terjadi peningkatan 1,99 persen, hal ini juga terjadi pada
daging unggas 1,99 persen. jika dilihat perimbangan produksi dan kebutuhan
konsumsi daging ruminansia dan daging unggas, berimbang antara produksi dan
kebutuhannya karena produksi dapat memenuhi kebutuhan konsumsi langsung
penduduk Riau. Rata-rata pertumbuhan rasio selama 5 tahun untuk daging
ruminansia 8,08 persen dan daging unggas 1,04 persen.
Hal lain yang membuat produksi daging meningkat karena dalam konsep
produksi semua pemotongan yang terjadi di provinsi Riau dimasukan dalam
kategori produksi walaupun ternaknya berasal dari pemasukan ke provinsi Riau.
Produksi daging yang tersedia di Provinsi Riau sudah melebihi kebutuhan
konsumsi penduduk, hal ini sangat baik untuk konsumsi pangan hewani, tetapi
menjadi kendala dalam mengkonsumsi daging karena harga daging sejak satu
tahun terakhir mengalami kenaikan sehingga membuat konsumsi penduduk
menjadi lebih rendah.
Upaya untuk meningkatkan populasi ternak adalah hal yang sangat
diperlukan dalam upaya peningkatan konsumsi, karena jika ternak tersebut berasal

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-169


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

dari Provinsi Riau maka kemingkinan harga dagingnya dapat lebih rendah dari
waktu saat ini.
Tabel 2.103. Rasio Produksi dan Konsumsi Daging Ruminansia dan Unggas
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2015
Kabupaten/ Produksi (Ton) Konsumsi (Ton) Rasio
Kota Ruminansia Unggas Ruminansia Unggas Ruminansia Unggas
Kuantan Singingi 508 1.509 481 1,704 1.06 0.89

Indragiri Hulu 482 5.043 626 2,220 0.77 2.27


Indragiri Hilir 440 9.516 1,077 3,816 0.41 2.49
Pelalawan 524 5.173 607 2,153 0.86 2.40
Siak 654 1.892 674 2,391 0.97 0.79
Kampar 3051 4.149 1,213 4,300 2.51 0.96
Rokan Hulu 1038 6.007 906 3,212 1.15 1.87
Bengkalis 430 2.893 832 2,950 0.52 0.98
Rk. Hilir 264 467 986 3,496 0.27 0.13
Kep. Meranti 58 367 277 982 0.21 0.37
Pekanbaru 3513 12.410 1,588 5,630 2.21 2.20
Dumai 192 1.787 438 1,551 0.44 1.15
Provinsi Riau 11.154 52.214 9,707 34,406 1.15 1.49
Sumber: BPS Provinsi Riau (Riau Dalam Angka Tahun 2015)

Pada tahun 2015 secara keseluruhan terjadi peningkatan produksi daging


ruminasia maupun unggas. Kabupaten yang mempunyai produksi tertinggi adalah
kabupaten Kampar, diikuti oleh Pekanbaru, Rokan Hulu dan Kuantan Singingi.
Sedangkan kabupaten yang membutuhkan pasokan daging adalah kabupaten
Indragiri Hilir dengan rasio produksi hanya 41% dari kebutuhan. Kekurangan
pasokan ini dipenuhi dari produksi kabupaten lain seperti Pekanbaru. Hal yang
sama juga terjadi pada Kabupaten Kepulauan Meranti. Kebutuhan pasokan untuk
di Kabupaten Kepulauan Meranti ini dipenuhi juga oleh Kota Pekanbaru dan
Kampar.
Untuk produksi daging unggas, Provinsi Riau telah mengalami surplus.
Jika melihat kelebihan produksi ini maka idealnya terdapat produksi unggas
provinsi Riau yang dijual ke provinsi tetangga atau ekspor keluar negeri. Produksi
daging unggas terbesar dihasilkan oleh Kota Pekanbaru, Pelalawan dan Inderagiri
Hulu. Berkembangnya usaha ayam broiler di beberapa Kabupaten/Kota ini

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-170


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

disebabkan karena jumlah peternak ayam Broiler secara kemitraan sudah


berkembang secara baik pada wilayah tersebut.

Tabel 2.104. Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Menurut Kabupaten/Kota di


Provinsi Riau Tahun 2012-2016
Kabupaten/
No 2012 2013 2014 2015 2016
Kota
1 Kuantan 77,6 80,4 79,6 79,5 82,5
Singingi
2 Indragiri Hulu 76,0 79,6 80,1 77,5 82,5
3 Indragiri Hilir 75,8 80,6 80,4 79,5 84,5
4 Pelalawan 75,5 83,6 84,1 79,5 84,5
5 Siak 78,3 80,5 81,2 81,5 84,5
6 Kampar 79,2 - - 81,5 82,5
7 Rohul 76,9 83,6 83,9 84,5 84,5
8 Bengkalis 79,3 81,2 83,6 81,5 84,0
9 Rohil 77,3 81,4 82,2 79,5 82,5
10 Kep. Meranti 75,6 80,5 81,4 79,5 85,0
11 Pekanbaru 77,4 84,6 84,8 85,1 84,5
12 Dumai 79,5 82,1 83,6 84,5 82,5
Provinsi Riau 79,5 82,7 82,8 81,5 84,5
Sumber: Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Riau Tahun 2017

Pola Pangan Harapan menunjukkan seberapa besar keragaman konsumsi


penduduk Riau, semakin beragam konsumsi penduduk memperlihatkan tingkat
kesehatan penduduk semakin meningkat dan pada akhirnya dapat mencerminkan
tingkat kesejahteraan, dari tabel di atas dapat dilihat bahwa skor Pola Pangan
Harapan (PPH) Penduduk Riau dari tahun 2012 meningkat ke 2014, pada tahun
2015 terjadi koreksi 1,57 persen dibandingkan tahun lalu, tetapi pada tahun 2016
meningkat kembali sebesar 3,68 persen dibandingkan tahun 2015. Secara
keseluruhan terjadi peningkatan skor PPH, dimana pada Tahun 2012 rata-rata
Provinsi Riau sebesar 79,5, meningkat menjadi 84,5 pada tahun 2016 atau terjadi
peningkatan sebesar 5 point atau meningkat 6,29%. Beberapa hal yang
mendukung peningkatan keragaman konsumsi pangan secara umum adalah;
a. Penyediaan pangan di tingkat pasar dan rumah tangga sudah lebih merata
sehingga tersedia untuk di konsumsi;
b. Semakin tingginya kesadaran konsumsi rumah tangga untuk mengkonsumsi
makanan berragam seimbang dan aman;
c. Semakin beragam ketersediaan pangan di tengah masyarakat karena sebagian
pangan sudah tersedia di halaman rumah;

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-171


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

d. Semakin meningkatnya pendapatan penduduk untuk mejangkau komoditas


pangan
e. Semakin tinggi kemampuan ibu-ibu rumah tangga dalam menyediakan
makanan berragam, bergizi seimbang dan aman;
f. Sudah mulai membudayanya di tengah masyarakat untuk mengkonsumsi
makanan yang beragam bergizi, seimbang dan aman.
Suatu hal yang sangat penting dalam hal konsumsi pangan adalah
konsumsi kalori/kapita/hari dari setiap penduduk, karena konsumsi kalori juga
menggambarkan taraf hidup dan kesejahteraan penduduk terutama dari sisi
kecukupan gizi, khususnya kecukupan kalori dan protein. Tingkat konsumsi
energi penduduk Provinsi Riau tahun 2012 – 2016, dijelaskan pada Tabel 2.10.

Tabel 2.105. Konsumsi Energi Penduduk di Provinsi Riau Tahun 2012 - 2016
Konsumsi Energi Kkal/Kap/Hari
Kelompk Bahan Pangan
2012 2013 2014 2015 2016
I. Padi-padian 1.221,0 1.217 1.161 1.204 1.115
II. Umbi-umbian 64,0 73 70 73 39
III. Pangan Hewani 136,0 175 167 170 247
IV. Minyak dan Lemak 276,0 257 231 235 293
V. Bh/Biji Berminyak 65,0 61 96 121 71
VI. Kacang-kacangan 77,0 76 74 72 46
VII. Gula 123,0 149 99 119 109
VIII. Sayur dan Buah 51,0 71 75 89 77
IX. Lain-lain - - - - -
Total Energi 2.013,0 2.079 1.973 2.083 2.123
Sumber Data: Susenas (BPS Riau) dan Survey Konsumsi DKP data diolah DKP

Konsumsi Energi kelompok pangan Provinsi Riau Tahun 2012 ke Tahun


2016 memperlihatkan peningkatan, standar Widyakarya Pangan dan Gizi Nasional
konsumsi adalah 2.000 kalori, dari kondisi di atas dapat memperlihatkan kalau
konsumsi energy penduduk riau perhari sudah melebihi standar yang dibutuhkan,
secara energy sudah mencukupi standar yang dianjurkan. Konsumsi umbi-umbian
masih belum stabil, sehingga diperlukan peningkatan sosialisasi sehingga terjadi
peralihan konsumsi pangan padi-padian (beras) ke konsumsi umbi-umbian dan
pati (sagu), hal ini sangat potensial dilaksanakan karena:

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-172


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

a. Potensi produksi pangan pokok padi sudah semakin terbatas karena lahan
untuk pengembangan sangat terbatas dan jumlah penduduk semakin
meningkat;
b. Komoditi sagu memiliki potensi produksi yang tinggi sehingga sangat
memungkinkan untuk di kembangkan menjadi pangan alternative;
c. Sagu sudah menjadi makanan budaya masyarakat Riau sehingga dapat
dikembangkan dan disolisasikan dengan cepat dimasyarakat;
d. Sudah dimulainya pengembangan pangan alternative sagu di provinsi Riau;
e. Komitmen Pemerintah untuk mengangkat komoditi ini menjadi titik awal
kebangkitan sagu sebagai pangan alternatif sumber karbohidrat

Tabel 2.106. Konsumsi Protein Penduduk Provinsi Riau


Tahun 2012 – 2016, Dirinci Menurut Kelompok Bahan Pangan
Konsumsi Protein (Gram/Kapita/Hari)
Kelompk Bahan Pangan
2012 2013 2014 2015 2016
I. Padi-padian 23,00 23,47 23,32 23,62 27,1
II. Umbi-umbian 3,00 3,11 3,02 1,48 0,5
III. Pangan Hewani 20,00 19,68 13,30 19,29 21,8
IV. Minyak dan Lemak 1,00 1,27 7,09 0,37 0
V. Bh/Biji Berminyak 1,00 0,84 0,98 1,67 0,8
VI. Kacang-kacangan 4,00 4,05 2,70 3,83 4,6
VII. Gula - 0,17 0,36 0,29 0
VIII. Sayur dan Buah - 0,08 0,98 1,98 2,8
IX. Lain-lain - - - - 1,3
Total Energi 52,00 52,67 51,76 52,53 58,9
Sumber Data: Susenas (BPS Riau) dan Survey Konsumsi DKP data diolah DKP

Konsumsi Protein Provinsi Riau Sudah memperlihatkan peningkatan,


standar Widyakarya Pangan dan Gizi untuk konsumsi protein adalah 52
gram/kapita/hari, pada kenyataannya penduduk Provinsi Riau sudah mencapai
angka tersebut, tetapi penyebarannya masih perlu ditingkatkan dengan
melaksanakan sosialisasi di tengah masyarakat, dimana protein umbi-umbian
terjadi penurunan, dan protein dari pangan hewani harus lebih ditingkatkan,
seperti daging ruminansia, daging ungags, telur dan ikan, untuk mendukung ini
produksi untuk komoditas ini tetap harus lebih ditingkatkan sehingga konsumsi
protein sudah di atas standar anjuran.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-173


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Sesuai dengan amanat UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan,


mengamanatkan bahwa Pemerintah bertanggungjawab atas tercukupinya pangan
bagi setiap individu. Demikian pula bahwa UU RI No. 24 tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, Pemerintah Daerah dalam hal ini menjadi Penanggung
Jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana dan wajib untuk
memberikan perlindungan bagi masyarakat dari dampak bencana, tentunya
terutama dari sisi pangan. Terkait dengan hal itu maka setiap Pemerintah Provinsi
dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota harus memiliki Cadangan Pangan.
Namun kenyataannya belum semua Kabupaten/Kota melaksanakan amanat dari
UU ini, sebagaimana terlihat pada Tabel 2.107.

Tabel 2.107. Jumlah Pengadaan Cadangan Pangan Pemerintah


Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2013-2017
Pengadaan
Pengadaan Tahun (Ton) Penyaluran Sisa Stok Per 31
Tahun
No Kab/Kota Tahun 2013- Desember 2017
2013-2017
2017 (ton) (Ton)
2013 2014 2015 2016 2017 (Ton)
1 Kuantan Singingi - - - - - - - -
2 Indragiri Hulu - 100 - - - 100 40 60
3 Indragiri Hilir - 18 5 - - 23 - 23
4 Pelalawan - 23 - - - 23 - 23
5 Siak - - - - - - - -
6 Kampar - - - - - - - -
7 Rokan Hulu - - - - - - - -
8 Bengkalis - - 20 - - 20 - 20
9 Rokan Hilir - - - - - - - -
10 Kep. Meranti - 10 - - - 10 10 -
11 Pekanbaru - - - - - - -
12 Dumai - - - - - - -
13 Provinsi 112 252 115 - - 478 173 306
Total CPP Provinsi
+ Kab/kota 112 403 140 - - 654 223 431
Sumber: Data Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Riau

Sesuai dengan Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 bahwa


Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten berkewajiban menyediakan beras
cadangan pangan daerah, dimana untuk Provinsi adalah sebanyak 200 ton beras
sedangkan untuk Kabupaten dan Kota masing-masing sebanyak 100 ton Beras.
Dari tabel di atas terlihat bahwa tidak semua Kabupaten dan Kota
menindaklanjuti ketentuan tersebut, dimana terlihat bahwa tidak semua
Kabupaten/kota memiliki cadangan beras di wilayahnya, ada yang sudah
memiliki, namun jumlahnya belum sesuai dengan ketentuan yang ada. Pada 31
Desember 2017, Provinsi Riau masih tersedia beras Cadangan Pangan Pemerintah
306 Ton beras, Kabupaten/Kota yang memiliki cadangan beras Pemerintah adalah
Kabupaten Indragiri Hulu sebesar 60 ton, Indragiri Hilir 23 ton, Pelalawan 23 ton,

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-174


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Bengkalis 20 ton, sedangkan kabupaten/kota lainnya tidak memiliki sama sekali


cadangan beras. Beras cadangan pangan pemerintah ini berfungsi untuk:
a. Meningkatkan penyediaan pangan untuk menjamin pasokan pangan yang
stabil antar waktu dan antar daerah
b. Memenuhi kebutuhan pangan masyarakat yang mengalami keadaan darurat
dan paceklik berkepanjangan serta antisipasi kerawanan pangan pasca
bencana dan kerawanan pangan spesifik lokasi;
c. Instrumen stabilisasi harga khususnya mengalami goncangan dari pasar
domestik maupun internasional;
d. Meningkatkan akses pangan kelompok masyarakat rawan pangan transien
pada daerah terisolir dan/dalam kondisi darurat karena bencana alam dan
paceklik berkepanjangan maupun masyarakat rawan pangan kronis karena
kemiskinan.
Fungsi ini sudah dijalankan dengan memberikan bantuan Cadangan Pangan
Pemerintah (CPP), baik yang berada di Kabupaten maupun CPP yang berada di
Provinsi Riau.
Penanganan Daerah Rawan Pangan dilakukan dalam dua bentuk, yaitu
kerawanan pangan disebabkan oleh kerawanan kronis dan kerawanan transien,
kerawanan pangan kronis dilaksanakan melalui berbagai kegiatan yang
disinergikan dengan OPD se Provinsi Riau yang tergabung dalam Dewan
Ketahanan Pangan karena kerawanan pangan kronis disebabkan oleh kekurangan
kemampuan dasar dari masyarakat untuk mengakses pangan, penyebabnya sangat
komplek, sehingga upaya menanganinya juga dengan program dan kegiatan yang
bersinergi antara OPD yang tujuannya adalah meningkatkan pendapatan
masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kerawanan pangan transien disebabkan oleh bencana, seperti bencana
banjir, kekeringan, kebakaran dan lainnya yang menyebabkan ancaman terhadap
masyarakat memperoleh pangan, penangan dilaksanakan dengan pemberian
pangan pokok dalam bentuk bantuan beras.
Selama ini di Provinsi Riau ketersediaan pangan utama, khususnya beras
belum ada persoalan, sekalipun jumlah produksi yang ada belum mampu
memenuhi kebutuhan beras di Provinsi Riau, hal ini disebabkan distribusi dari

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-175


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

daerah lain berjalan dengan baik sesuai dengan makanisme pasar. Gambaran
ketersediaan beras di provinsi Riau, sebagaimana tertera pada Tabel 2.108.

Tabel 2.108. Ketersediaan Pangan Utama Beras Menurut Kabupaten/Kota


di Provinsi Riau Tahun 2012 - 2016

No. Kabupaten/Kota 2012 2013 2014 2015 2016

1 Kuantan Singingi 42,612 41,186 41,383 41,776 41,393


2 Indragiri Hulu 54,044 52,685 53,411 54,425 54,385
3 Indragiri Hilir 95,244 92,052 92,541 93,546 92,831
4 Pelalawan 47,856 48,100 50,256 52,771 54,355
5 Siak 56,899 55,900 57,087 58,600 58,984
6 Kampar 103,283 101,162 103,007 105,412 105,807
7 Rokan Hulu 73,645 73,247 75,749 78,730 80,259
8 Bengkalis 73,133 70,888 71,428 72,311 71,825
9 Rokan Hilir 83,414 81,880 83,564 85,696 86,218
10 Kep. Meranti 25,005 24,014 23,967 24,073 23,715
11 Pekanbaru 134,942 132,220 134,754 137,995 138,598
12 Dumai 37,739 36,804 37,318 38,013 38,004
Jumlah 827,818 810,137 824,463 843,347 846,373
Sumber: Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Riau Tahun 2017

Ketersediaan Pangan Utama adalah ketersediaan beras di pasaran, dari


tabel di atas terlihat ketersediaan pangan pokok di 1dua Kabupaten/Kota
mencukupi karena kebutuhan konsumsi penduduk Riau rata-rata 600.000 sampai
670.000 ton pertahun dan kalau dilihat angka total di atas sudah melebihi angka
tersebut berarti stok beras selalu tersedia minimalnya untuk kebutuhan 3 bulan
mendatang dan distribusi pangan pokok ini lancar ke seluruh wilayah Provinsi
Riau.
Kebutuhan pangan pokok dalam hal ini adalah beras berasal dari produksi
dalam daerah Riau dan didatangkan dari Provinsi Sumatera Utara, Provinsi
Sumatera Barat, Provinsi Jambi, Lampung, Bengkulu dan Sumatera Selatan dan
beberapa juga berdasarkan perdagangan antar pulau dari Jawa dan Sulawesi sesuai
dengan mekanisme pasar.

Keamanan pangan telah menjadi salah satu isu sentral dalam perdagangan
produk pangan. Penyediaan pangan yang cukup disertai terjaminnya keamanan,
mutu dan gizi pangan yang dikonsumsi merupakan hal yang tidak bisa ditawar
dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Tuntutan konsumen akan keamanan pangan
yang juga turut mendorong kesadaran produsen menuju persaingan sehat yang

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-176


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

berhulu pada jaminan keamanan pangan bagi konsumen. Untuk menjamin bahwa
penanganan pangan hasil pertanian dilaksanakan dengan baik, maka unit usaha
pangan hasil pertanian harus mendapatkan pengakuan jaminan mutu pangan hasil
pertanian. Pengakuan tersebut diberikan setelah dilakukan penilaian terhadap
pelaku usaha yang dinyatakan mampu dan memenuhi persyaratan. Hasil
sertifikasi ini yang akan menetukan produk Prima 1, Prima 2 dan Prima 3.

Sertifikat prima adalah proses pemberian sertifikat sistem


budidaya produk yang dihasilkan setelah melalui pemeriksaan, pengujian, dan
pengawasan serta memenuhi semua persyaratan untuk mendapatkan label produk
Prima Satu (P-1), Prima Dua (P-2), dan Prima Tiga (P-3). Tujuan dari
pelaksanaan sertifikasi prima tersebut adalah memberikan jaminan mutu dan
keamanan pangan, memberikan jaminan dan perlindungan masyarakat/konsumen,
mempermudah penelusuran kembali dari kemungkin penyimpangan mutu dan
keamanan produk, dan meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk
(pphp.pertanian.go.id, 2015).
Prima Satu (P-1) merupakan penilaian yang diberikan terhadap
pelaksanaan usaha tani dimana produk yang dihasilkan aman dikonsumsi,
bermutu baik, dan cara produksinya ramah terhadap lingkungan. Prima Dua (P-2)
yaitu penilaian yang diberikan terhadap pelaksana usaha tani dimana produk yang
dihasilkan aman dikonsumsi dan bermutu baik. Sedangkan Prima Tiga (P-3)
adalah penilaian yang diberikan terhadap pelaksana usaha tani dimana produk
yang dihasilkan aman di konsumsi (tekpan.unimus.ac.id, 2015).
Pemberian sertifikasi tersebut dilakukan oleh lembaga pemerintah yaitu
Otoritas Kompetensi Keamanan Pangan Daerah (OKKPD), dan Otoritas
Kompetensi Keamanan Pangan Pusat (OKKPP). Pemberian sertifikat kepada
pelaku usaha pertanian merupakan pengakuan bahwa pelaku usaha tersebut telah
memenuhi persyaratan dalam menerapkan sistem jaminan mutu pangan hasil
pertanian. Sertifikasi Prima Tiga atau Prima Dua dikeluarkan oleh OKKPD,
sedangkan sertifikasi Prima Satu dikeluarkan oleh OKKPP.
Dalam penerapan GAP (Good Agriculture Practices) oleh pelaku usaha
tani untuk mendapat sertifikat prima, para petani harus mengikuti pedoman
standar yang ditetapkan. Dalam pedoman standar kegiatan tersebut, terdapat tiga

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-177


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

kelompok kegiatan yang ditetapkan yaitu dianjurkan (A), sangat dianjurkan (SA),
dan wajib. Untuk Sertifikat Prima Satu terdapat 12 kegiatan wajib, 103 kegiatan
sangat dianjurkan, dan 64 kegiatan anjuran. Untuk Sertifikat Prima Dua terdapat
12 kegiatan wajib, 63 kegiatan sangat dianjurkan, dan 39 kegiatan anjuran. Untuk
sertifikat Prima Tiga terdapat 12 kegiatan wajib, 29 kegiatan sangat dianjurkan,
dan 15 kegiatan anjuran (https://ml.scribd.com, 2015).
Terhadap pelaku usaha tani yang sudah mendapatkan sertifikat, OKKPD
atau OKKPP selalu melakukan audit untuk memastikan produk pertanian yang
dihasilkan masih memenuhi standar yang ditetapkan, Ada dua macam audit yang
dilakukan yaitu audit survailen dan audit investigasi. Audit survailen merupakan
audit yang dilakukan untuk memeriksa konsistensi pelaku usaha pertanian yang
telah memenuhi syarat-syarat yang dilakukan dan dilakukan setiap enam bulan.
Sedang audit investigasi merupakan audit yang dilakukan sewaktu-waktu, untuk
memeriksa pelaku usaha pertanian memenuhi syarat yang ditentukan.
Tabel 2.109. Penguatan Cadangan Pangan (Kg) Pengadaan Cadangan
Pangan Pemerintah Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau
Tahun 2013-2017
Pengadaan
Pengadaan Tahun (Ton) Penyaluran Sisa Stok Per 31
Tahun
No Kab/Kota Tahun 2013- Desember 2017
2013-2017
2017 (ton) (Ton)
2013 2014 2015 2016 2017 (Ton)
1 Kuantan Singingi - - - - - - - -
2 Indragiri Hulu - 100 - - - 100 40 60
3 Indragiri Hilir - 18 5 - - 23 - 23
4 Pelalawan - 23 - - - 23 - 23
5 Siak - - - - - - - -
6 Kampar - - - - - - - -
7 Rokan Hulu - - - - - - - -
8 Bengkalis - - 20 - - 20 - 20
9 Rokan Hilir - - - - - - - -
10 Kep. Meranti - 10 - - - 10 10 -
11 Pekanbaru - - - - - - -
12 Dumai - - - - - - -
13 Provinsi 112 252 115 - - 478 173 306
Total CPP Provinsi
+ Kab/kota 112 403 140 - - 654 223 431
Sumber: Data Dinas Pertanian Provinsi Riau Tahun 2017

Beras Cadangan Pangan Pemerintah Daerah sesuai dengan Undang-Undang


Pangan Nomor 18 Tahun 2012 bahwa Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten
berkewajiban menyediakan beras cadangan pangan sejumlah untuk Provinsi
adalah 200 ton beras dan masing-masing Kabupaten 100 ton Beras.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-178


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Pada 31 Desember 2017, Provinsi Riau masih tersedia beras Cadangan


Pangan Pemerintah 306 Ton beras, Kabupaten/Kota yang memiliki cadangan
beras Pemerintah adalah Kabupaten Indragiri Hulu sebesar 60 ton, Indragiri Hilir
23 ton, Pelalawan 23 ton, Bengkalis 20 ton.
Beras cadangan pangan pemerintah ini berfungsi untuk:
a. Meningkatkan penyediaan pangan untuk menjamin pasokan pangan yang
stabil antar waktu dan antar daerah
b. Memenuhi kebutuhan pangan masyarakat yg mengalami keadaan darurat dan
paceklik berkepanjangan serta antisipasi kerawanan pangan pasca bencana
dan kerawanan pangan spesifik lokasi;
c. Instrumen stabilisasi harga khususnya mengalami goncangan dari pasar
domestic maupun internasional;
d. Meningkatkan akses pangan kelompok masyarakat rawan pangan transien
pada daerah terisolir dan/dalam kondisi darurat karena bencana alam dan
paceklik berkepanjangan maupun masyarakat rawan pangan kronis karena
kemiskinan;
Fungsi ini sudah dijalan kan dalam memberikan bantuan cadangan pangan
pemerintah, baik yang berada di Kabupaten maupun CPP yang berada di Provinsi
Riau.
Penanganan Daerah Rawan Pangan dalam dua bentuk yaitu kerawanan
pangan disebabkan oleh kerawanan kronis dan kerawanan transien, kerawanan
pangan kronis dilaksanakan melalui berbagai kegiatan yang disinergikan dengan
OPD se Provinsi Riau yang tergabung dalam Dewan Ketahanan Pangan karena
kerawanan pangan kronis disebabkan oleh kekurangan kemampuan dasar dari
masyarakat untuk mengakses pangan, penyebabnya sangat komplek, sehingga
upaya menanganinya juga dengan program dan kegiatan yang bersinergi antara
OPD yang tujuannya adalah meningkatkan pendapatan masyarakat dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kerawanan pangan transien disebabkan oleh bencana, seperti bencana
banjir, kekeringan, kebakaran dan lainnya yang menyebabkan ancaman terhadap
masyarakat memperoleh pangan, penangan dilaksanakan dengan pemberian
pangan pokok dalam bentuk bantuan beras.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-179


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

2.3.2.4. Bidang Urusan Pertanahan


Kondisi terkini terkait bidang urusan pertanahan yang merupakan urusan
wajib non pelayanan dasar di Provinsi Riau antara lain:
a. Bahwa berpedoman kepada ketentuan Pasal 8 Ayat (1) dan (2) menegaskan
bahwa Gubernur melaksanakan Tahapan Persiapan Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dengan membentuk Tim Persiapan
Pengadaan Tanah dengan Sekretariat di Biro Administrasi Pemerintahan
Umum, Bagian Pemerintahan Umum, Sub Bagian Pertanahan;
b. Bahwa pada saat ini sedang dilaksanakan Pembebasan Tanah/Lahan Jalan Tol
Pekanbaru-Dumai, kegiatan ini merupakan implementasi dari Tahapan
Pelaksanaan pasca dilaksanakannya Tahapan Persiapan oleh Tim Persiapan
yang dibentuk oleh Gubernur, sebagaimana di atur dengan Ketentuan Pasal 13
Undag-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;
c. Bahwa Gubernur telah membentuk Tim Persiapan Pengadaan Tanah Untuk
Pembangunan Jalur Kereta Api Trans Sumatera Antara Dumai-Bukit Kayu
Kapur Kota Dumai Provinsi Riau, dan saat ini Tim Persiapan telah
melaksanakan Kegiatan Konsultasi Publik Pertama dan dalam persiapan untuk
melaksanakan Konsultasi Publik Kedua dan persiapan penyusunan Draf Surat
Keputusan Penetapan Lokasi;
d. Bahwa Biro Administrasi Pemerintahan Umum sedang memfasilitasi Pra
Tahapan Persiapan untuk Rencana Pengadaan tanah Pembangunan Saluran
Interkoneksi DI. OSAKA di Kabupaten Rokan Hulu;
e. Bahwa Biro Administrasi Pemerintahan Umum sedang memfasilitasi Pra
Tahapan Persiapan untuk Rencana Pengadaan Tanah Pembangunan Proyek
Asset Integrity Program (AIP) Koridor Utara di Kabupaten Bengkalis,
Kabupaten Rokan Hilir dan Kota Dumai Provinsi Riau.

2.3.2.5. Bidang Urusan Lingkungan Hidup


Status mutu air dipantau dari dua aspek, yaitu kualitas lingkungan baku
mutu air sungai Provinsi Riau yang pengawasannya dilakukan oleh Dinas
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau dengan sasaran industri-industri

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-180


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

yang membuang air limbah ke badan air. Dari empat sungai besar yang ada di
Provinsi Riau, yaitu Sungai Indragiri, Sungai Rokan, Sungai Siak, dan Sungai
Kampar, dari tahun ke tahun menunjukkan penurunan kualitas mutu air.
Berdasarkan hasil pemantauan dan pengawasan industri di kabupaten/kota masih
ada perusahaan yang membuang limbahnya ke badan air yang melebihi baku mutu
yang ditetapkan di dalam peraturan yang ada dan yang tertuang dalam izin yang
dimiliki. Disamping itu, penurunan kualitas mutu air disebabkan masih rendahnya
kesadaran masyarakat tentang pengelolaan sungai terutama masyarakat
dipinggiran sungai.

Rangkuman kondisi ke 4 sungai besar di Provinsi Riau berdasarkan hasil


pemantauan 5 tahun terakhir adalah sebagai berikut:
1. Sungai Siak
a) Bagian Hulu mewakili ruas sungai kelas 2 (berdasarkan pergub No.12
Tahun 2003 Tentang Peruntukan dan Baku mutu Air Sungai Siak
Provinsi Riau) dengan lokasi titik pantau Tapung Kiri Tandun, Tapung
Kiri Petapahan, Tapung Kanan, Desa Pelambayan, Kuala Tapung, Muara
Sungai Takuana, Perbatasan Kampar – Pekanbaru, sedangkan bagian
hilir mewakili ruas sungai kelas 3 dengan lokasi titik pantau Jembatan
Leghton II, Muara Sungai Senapelan, Pelabuhan Sungai Duku, Muara
Sungai Sail, Perbatasan Kota Pekanbaru –Kab. Siak, Ferry
Penyeberangan Perawang, Muara Sei Gasib, Hulu Sei Pandau, Muara Sei
Mandau dan Teluk Salak Mempura.
b) Kegiatan pencemar di DAS bagian hulu (Kelas 2) dijumpai, Industri
sektor agro dan perkebunan kelapa sawit dan karet. Sedangkan di bagian
hilir (kelas 3) di jumpai pemukiman, Industri sektor agro, perkebunan
(kelapa sawit dan karet) dan pertanian serta aktivitas sungai sebagai
transportasi air.
c) Parameter pencemar dari setiap pemantauan yaitu TSS, DO, BOD, COD,
Fe, NH3, H2S, T. Phospat, fecal coli dan total coliform.
d) Sumber pencemar utama adalah limbah domestik (limbah pemukiman,
MCK, rumah sakit, hotel, pasar, rumah makan, bengkel dan lain-lain),
industri sektor agro (pabrik kelapa sawit maupun pabrik karet, playwood,

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-181


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

pulp dan kertas) industri sektor migas (terminal bahan bakar minyak),
pertanian, perkebunan, transportasi air dan erosi di bantaran sungai akibat
alih fungsi lahan.
2. Sungai Rokan
a) Bagian Hulu mewakili ruas sungai kelas 1 (berdasarkan pergub No.6
Tahun 2005 Tentang Peruntukan dan Baku mutu Air Sungai Rokan
Provinsi Riau) dengan lokasi titik pantau Tangun, Hulu Batang Sosa,
Kota Tengah, Hulu Rokan IV Koto, Ujung Batu, Kota lama, Batang
Kumu, Siarang-arang, Kuala Sako, sedangkan bagian hilir mewakili ruas
sungai kelas 2 dengan lokasi titik pantau Sungai Rangau, Desa
Sedinginan, Ujung Tanjung dan Jembatan Jumrah.
b) Kegiatan pencemar di DAS di bagian hulu (Kelas 1) maupun bagian hilir
(kelas 2) umumnya di jumpai daerah pemukiman, Industri sektor agro,
galian C, dan perkebunan.
c) Parameter pencemar dari setiap pemantauan yaitu parameter TSS, DO,
BOD, COD, Fe, NH3, H2S, T.Phospat, fecal coli dan total coliform.
d) Sumber pencemar utama adalah limbah domestik (limbah pemukiman,
MCK, rumah sakit, hotel, pasar, rumah makan, bengkel dan lain-lain),
pabrik kelapa sawit pertanian, perkebunan, dan erosi di bantaran sungai
akibat alih fungsi lahan.
3. Sungai Indragiri
a) Bagian Hulu mewakili ruas sungai kelas 1 (berdasarkan pergub No.24
Tahun 2003 Tentang Peruntukan dan Baku mutu Air Sungai Indragiri
Provinsi Riau) dengan lokasi titik pantau Hulu Lubuk Ambacang, Lubuk
Jambi, Hilir Pasar Taluk Kuantan, Hilir Pasar Usang Baserah, Batang
Peranap Desa Pematang, Hilir Pasar Peranap, Desa Gading Air Molek,
Desa Pasir Ringgit, Pasir Kemilu Rengat, Dermaga Kuala Cinaku
sedangkan bagian hilir mewakili ruas sungai kelas 2 dengan lokasi titik
pantau Pelabuhan Riau Baraharum Mumpa, Pasar Pulau Palas dan
Tembilahan Kota.
b) Kegiatan pencemar di DAS di bagian hulu (Kelas 1) dijumpai daerah
pemukiman, Industri sektor agro, PETI, perkebunan, sedangkan di bagian

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-182


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

hilir (kelas 2) di jumpai pemukiman, pabrik sektor agroindustri,


perkebunan (kelapa dan sawit) dan pertanian (sawah) serta aktivitas
sungai sebagai transportasi air.
c) Parameter pencemar dari setiap pemantauan yaitu parameter TSS, DO,
BOD, COD, Fe, NH3, H2S, T.Phospat, fecal coli dan total coliform.
d) Sumber pencemar utama adalah limbah domestik (limbah pemukiman,
MCK, rumah sakit, hotel, pasar, rumah makan, bengkel dan lain-lain),
industri dan pabrik kelapa sawit maupun pabrik karet, pertanian,
perkebunan, tambang batubara, Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI)
dan erosi di bantaran sungai akibat alih fungsi lahan.
4. Sungai Kampar
a) Bagian Hulu mewakili ruas sungai kelas 1 (berdasarkan pergub No.23
Tahun 2003 Tentang Peruntukan dan Baku mutu Air Sungai Kampar
Provinsi Riau) dengan lokasi titik pantau Siberuang, Jembatan Rantau
Berangin, Air Tiris, Desa Danau Bengkuang, Desa Teratak Buluh, Buluh
Cina, Muara Lembu, Sungai Paku Singingi, Desa Lipat Kain, Sitingkai,
Kualo Sako, sedangkan bagian hilir mewakili ruas sungai kelas 2 dengan
lokasi titik pantau Langgam, Kuala Kerinci, Muara Sei Nilo, Jembatan
Pangkalan Kerinci, Hilir Outlet PT. RAPP dan Desa Sering.
b) Kegiatan pencemar di bagian hulu (Kelas 2) di jumpai, Industri sektor
agro, Galian C, PETI sektor migas dan perkebunan kelapa sawit dan
karet. Sedangkan di bagian hilir (kelas 3) di jumpai pemukiman, industri
sektor agro, perkebunan (kelapa sawit dan karet) dan pertanian, erosi di
bantaran sungai akibat alih fungsi lahan serta aktivitas sungai sebagai
transportasi air.
c) Parameter pencemar di DAS adalah parameter TSS, DO, BOD, COD,
Fe, NH3, H2S, T.Phospat, fecal coli dan total coliform.
d) Sumber pencemar utama adalah limbah domestik (limbah pemukiman,
MCK, rumah sakit, hotel, pasar, rumah makan, bengkel dan lain-lain),
industri sektor agroindustri, sektor migas, pertanian, perkebunan,
transportasi air (bagian hilir) dan erosi di bantaran sungai akibat
perubahan fungsi lahan.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-183


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Parameter kualitas air di atas digunakan untuk menghitung Indeks Kualitas


Lingkungan Hidup (IKLH) diantaranya TSS, DO, COD, BOD, total fosfat, fecal
coli dan total coliform, selain itu juga digunakan parameter tanah dan tutupan
lahan, untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.110 di bawah ini.

Tabel 2.110. Indikator dan Parameter IKLH di Provinsi Riau


Indikator Parameter Bobot (%) Keterangan
Kualitas Udara SO2 30
NO2
Kualitas Air Sungai TSS 30 Dihitung berdasarkan
BO Indek Pencemaran Air
(IPA)
BOD
COD
Total Fosfat
Fecal-Coli
Total Coliform
Tutupan Hutan Luas Hutan 40
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) merupakan ekspresi dari kondisi


lingkungan hidup suatu daerah. IKLH diukur dari 3 anasir yaitu indeks kualitas air
(30%), indeks kualitas udara (30%) dan indeks tutupan hutan (40%). IKLH akan
diukur di setiap provinsi dan akan dijadikan ukuran dalam IKLH nasional.
Formula penghitungan IKLH Provinsi:
IKLH provinsi = (IKA x 30%) + (IKU x 30%) + (ITH x 40%)
Dimana: IKA adalah indeks kualitas air, IKU adalah indeks kualitas udara dan
ITH adalah indeks tutupan hutan. Rentang nilai IKLH:
Unggul X > 90
Sangat baik 82 < X ≤ 90
Baik 74 < X ≤ 82
Cukup 66 ≤ X ≤ 74
Kurang 58 ≤ X < 66
Sangat kurang 50 ≤ X < 58
Waspada X <50
a. Indikator Air
- Sumber data Indeks Kualitas Air (IKA) Provinsi Riau hingga tahun 2014
adalah data hasil pemantauan kualitas air 2 sungai besar di Riau yaitu Kampar

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-184


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

dan Siak. Sejak tahun 2015 sumber data menjadi 4 sungai besar yaitu Kampar,
Siak, Rokan dan Indragiri
- Parameter yang dijadikan dasar acuan perhitungan IKA yaitu zat padat
tersuspensi (Total Suspended Solid/TSS), oksigen terlarut (Dissolved
Oxygen/DO), Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen
Demand (COD), kandungan fosfat (Total Phosphat), Fecal Coliform, dan Total
Coliform
- Hasil perhitungan indeks pencemaran air dinarasikan dalam bentuk baku mutu
dengan rumusan:
0≤ PI≤1,0 → memenuhi baku mutu (kondisi baik)
1,0≤ PI ≤5,0 → cemar ringan
5,0≤ PI ≤10 → cemar sedang
PI> 10 → cemar berat
- Transformasi nilai indeks pencemaran air dalam IKA dilakukan dengan
mengalikan bobot nilai indeks dengan persentase pemenuhan baku mutu.
Persentase pemenuhan baku mutu didapatkan dari hasil penjumlah titik sampel
yang memenuhi baku mutu terhadap jumlah sampel dalam persen. Sedangkan
bobot indeks diberikan batasan sebagai berikut: 70 untuk memenuhi baku
mutu, 50 untuk tercemar ringan, 30 untuk tercemar sedang, dan 10 untuk
tercemar berat.
Indikator Udara
- Sumber data adalah data hasil pemantauan kualitas udara ambien dengan
metoda passive sampler.
- Pemantauan dilakukan di 4 (empat) area per kabupaten/kota yaitu area
transportasi, area industri, area perkantoran/komersil dan area pemukiman
dengan frekuensi pemantauan 2 (dua) kali per tahun yang mewakili musim
panas dan musim hujan. Dari keseluruhan parameter kualitas udara ambien,
untuk keperluan perhitungan Indeks Kualitas Udara (IKU) hanya memantau 2
(dua) parameter yaitu Sulfur Dioksida (SO2) dan Nitrogen Dioksida (NO2).
- Kriteria Indeks Kualitas Udara untuk IKLH:
Unggul X > 90
Sangat baik 82 < X ≤ 90

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-185


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Baik 74 < X ≤ 82
Cukup 66 ≤ X ≤ 74
Kurang 58 ≤ X < 66
Sangat kurang 50 ≤ X < 58
Waspada X < 50
b. Indikator Tutupan Hutan
- Luas tutupan hutan yang dihitung adalah seluruh hamparan daratan yang
ditutupi pohon-pohon berdasarkan hasil analisis citra landsat, dibandingkan
dengan luas wilayah kabupaten/kota.
- Angka luas tutupan lahan dikonversi ke dalam bentuk indeks tutupan hutan
(ITH).
Dengan menggunakan formula dan kondisi di atas, maka perubahan IKLH
Provinsi Riau dari Tahun 2011 sampai dengan 2016, sebagaimana diuraikan pada
Tabel 2.111 di bawah ini.

Tabel 2.111. Perubahan IKLH Provinsi Riau Tahun 2011 – 2016


Tahun Pertumbuhan
Indeks
2011 2012 2013 2014 2015 2016 (%)
Udara 67,06 51,91 52,89 60,30 *) 72,4 N/A
Air 55,60 54,30 48,71 47,53 47,65 46,73 -3,35
Tutupan Hutan 60,49 50,65 50,60 50,60 50,60 46,31 -4,97
IKLH 61,00 52,12 50,72 52,59 34,53 52,263 0,69
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2017)
*) data tidak tersedia
**) data belum tersedia

Dalam kurun tahun 6 (enam) tahun terjadi fluktuasi nilai IKLH. Pada
tahun 2013 terjadi penurunan nilai IKLH cukup signifikan menjadi 34.53 dari
tahun sebelumnya, hal ini disebabkan karena pada tahun tersebut terjadi
kebakaran hutan dan lahan yang sangat besar sehingga nilai kualitas udara pada
saat itu tidak bisa dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan.
Nilai IKLH Provinsi Riau cenderung mengalami penurunan dengan
berbagai penyebab, antara lain:
a. Peningkatan laju alih fungsi lahan yang berakibat berkurangnya tutupan
lahan;

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-186


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

b. Hingga tahun 2015, peristiwa kebakaran hutan dan lahan masih terjadi di
Riau, sehingga mempengaruhi nilai IKU selain pengendalian pencemaran
udara sumber bergerak (transportasi perkotaan) yang belum optimal;
c. Pengelolaan limbah domestik merupakan sumber pencemar utama air
permukaan selain industri dan perkebunan/pertanian. Sampai saat ini
pengelolaan limbah domestrik tersebut belum berdampak terhadap perbaikan
nilai IKA.
d. Selain permasalahan di atas, khusus untuk IKA, data yang digunakan untuk
perhitungan IKA hanya berasal dari 4 sungai besar di Riau (Kampar, Siak,
Rokan dan Indragiri) yang kenyataannya memang kualitasnya sudah
tercemar. Sedangkan sumber air permukaan di Riau tidak hanya keempat
sungai besar tersebut, tetapi banyak anak sungai dan danau dengan kualitas
air yang lebih baik untuk dijadikan sumber data yang dapat meningkatkan
nilai IKA. Permasalahannya adalah diperlukan penambahan sumber daya dan
anggaran untuk memperluas sumber data selain memantau keempat sungai
sudah tercemar tersebut. Perbandingan IKLH Provinsi Riau dengan provinsi
lainnya di Sumatera, sebagaimana tertera pada Gambar 2.61.

IKLH Se-Sumatera 2014

80.00 72.60 68.91 69.27


66.76
61.53 62.04 61.62
70.00
52.59 56.42 60.21
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2015)

Gambar 2.61. Perbandingan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup


per Provinsi di Sumatera

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-187


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Provinsi Riau memiliki IKLH paling rendah dibanding dengan Provinsi


lainnya di Pulau Sumatera (Gambar 2.61), yaitu 52.59. Nilai ini juga di bawah
IKLH rata-rata nasional yaitu 63.42. penyebab rendahnya nilai IKLH sudah
dijelaskan sebelumnya.
Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan IKLH Provinsi Riau mutlak
dilakukan karena kondisi lingkungan yang semakin memburuk akan berdampak
pada sosial ekonomi masyarakat di masa mendatang. Kondisi IKLH 2014 serta
sasaran yang harus dicapai pada Tahun 2019 digambarkan pada Tabel 2.112.

Tabel 2.112. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Provinsi Riau Tahun 2014
dan Sasaran Tahun 2019

Pembangunan Baseline 2014 (%) Sasaran 2019 (%)


Penurunan Emisi Gas
15,50 26% (2020)
Rumah Kaca
Indek Kualitas Lingkungan
63,00-64,00 66,50-68,50
Hidup
Tambahan Rehabilitasi 2 juta ha dalam dan luar 750 ribu ha dalam
Hutan kawasan kawasan
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015

Sasaran IKLH Provinsi Riau sampai tahun 2019 berdasarkan RPJMD


Provinsi Riau adalah 66,5 – 68,6 (tabel 2.111). Sejalan dengan komitmen nasional
untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK), maka Pemerintah Provinsi Riau
juga memberikan dukungan untuk menurunkan emisi GRK sebesar 26% pada
tahun 2020 (Dokumen RAD GRK Provinsi Riau, 2012). Sedangkan upaya
rehabilitasi hutan juga terus dilakukan untuk meningkatkan IKLH dan menjadi
salah satu aksi mitigasi perubahan iklim, dengan target sasaran pada tahun 2019
adalah sebesar 750 ribu dalam kawasan.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-188


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.113. Persentase Cakupan Area Pelayanan Lingkungan Hidup


Persentase Cakupan Area Pelayanan
Tahun 2012-2016
No Kabupaten 2012 2013 2014 2015 2016
1 Pekanbaru 100% 100% 100% 100% 100%
2 Kampar 30% 30% 30% 30% 30%
3 Rokan Hulu 30% 30% 30% 30% 30%
4 Rokan Hilir 30% 30% 30% 30% 30%
5 Dumai 70% 70% 70% 70% 70%
6 Bengkalis 65% 65% 65% 65% 65%
7 Siak 100% 100% 100% 100% 100%
8 Pelalawan 25% 25% 25% 25% 25%
9 Indragiri Hulu 45% 45% 45% 45% 45%
10 Indragiri Hilir 15% 15% 15% 15% 15%
11 Kuansing 30% 30% 30% 30% 30%
12 Kepulauan Meranti 15% 15% 15% 15% 15%
Sumber Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota Se Provinsi Riau Tahun 2017

Dari tabel di atas, Kota Pekanbaru dan Kabupaten Siak sudah melayani
seluruh kecamatan untuk sampah domestik. Oleh sebab itulah maka kedua kota ini
pernah mendapatkan penghargaan adipura. Untuk kabupaten/kota lainnya,
persentase cakupan pelayanan yang rendah bukan berarti menunjukkan kinerja
Dinas Kebersihan yang rendah, akan tetapi bisa saja penduduk di suatu kecamatan
membakar sampah, membuang sampah ke sungai atau menimbun dalam lubang-
lubang di pekarangan rumah.

2.3.2.6. Bidang Urusan Adminsitrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil

a. Kependudukan
Secara ekonomi Provinsi Riau saat ini sedang mengalami perkembangan
pesat, baik itu sektor perkebunan maupun industri. Dampak dari
berkembangannya perekonomian di Provinsi Riau, salah satunya adalah tingginya
angka migrasi masuk yang dapat menyumbangkan pertambahan penduduk
disamping angka kelahiran.
Dampaknya dari tingginya tingkat pertumbuhan penduduk Provinsi Riau
terutama pada Kabupaten/Kota tersebut adalah meningkatnya beban anggaran
untuk menyediakan fasilitas dan pelayanan kepada masyarakat terutama pada
sektor pendidikan dan kesehatan sebagai amanat peraturan dan perundang-
undangan. Sehubungan dengan itu upaya pengendalian penduduk terutama
migrasi masuk menjadi issue penting dalam kebijakan Pemerintah Provinsi Riau.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-189


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

b. Catatan Sipil
Pelaksanaan administrasi kependudukan mempunyai peranan yang penting
bagi perkembangan pembangunan kependudukan. Database yang lengkap dan
akurat akan sangat membantu tugas-tugas pemerintahan dalam merumuskan dan
menetapkan kebijakan teknis di bidang pencatatan sipil daerah yang meliputi
pendaftaran/pencatatan kependudukan dan pelayanan umum. Salah satu
pelaksanaan administrasi kependudukan adalah pelayanan pembuatan Kartu
Tanda Penduduk (KTP). KTP sebagai identitias dapat mempermudah pemerintah
untuk melakukan berbagai kebijakan. Penduduk yang memliki KTP pada
Kabupaten /Kota di Provinsi Riau Tahun 2016 seperti terlihat pada Tabel 2.114.
Tabel 2.114. Rasio Penduduk ber-KTP per Satuan Penduduk
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2016
Rasio
Jumlah Jumlah
penduduk
penduduk penduduk usia>
No Kabupate/Kota ber-KTP
usia> 17 yang 17 atau telah
persatuan
ber KTP menikah
penduduk
1 Kampar 383.265 492.643 51,89
2 Indragiri Hulu 204.580 288.349 48,63
3 Bengkalis 313.268 366.832 58,50
4 Indragiri Hilir 285.721 439.971 46,50
5 Pelalawan 168.620 237.366 46,23
6 Rokan Hulu 275.420 365.963 49,95
7 Rokan Hilir 310.522 421.354 49,34
8 Siak 206.958 269.602 50,00
9 Kuantan Sngingi 168.913 228.227 51,92
10 Kepulauan Meranti 113.247 147.190 54,98
11 Pekanbaru 499.467 613.588 56,89
12 Dumai 162617 185.047 59,20
Jumlah 3.092.598 4.056.132 51,95
Sumber: Dinas Kependudukan Catatan Sipil dan Pengendalian Penduduk Tahun 2017

Jumlah penduduk yang memliki KTP pada tahun -2016 di Provinsi Riau
adalah sebanyak 3.092.613 jiwa. Sementara itu dalam waktu yang sama jumlah
penduduk yang wajib memiliki KTP adalah sebesar 4.056.132 jiwa. Keadaan ini
menunjukkan besaran persentase penduduk yang memilki KTP di Provinsi Riau
sebesar 51,95 persen.. Ini berarti masih terdapat sebanyak 48,05 persen penduduk
yang belum memiliki KTP.
Kemudian sebaran kepemilikan KTP pada masing-masing
Kabupaten/Kota t terdapat 5 Kabupaten/Kota antara lain Indragiri Hulu, Indragiri

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-190


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Hilir, Pelalawan, Rokan Hulu dan Rokan Hilir yang kepemilikian KTP
penduduknya belum mencapai 50 persen. Sedangkan yang paling tinggi tingkat
capaiannya adalah Kota Pekanbaru dan Dumai.
Dapat dipastikan kepemilikan KTP tidak hanya berdampak sosial tetapi
juga berdampak ekonomi. Hal ini karena berbagai persyarakata izin, kredit
perbankan dan bantuan pemerintah lainnya harus menggunakan KTP. Oleh sebab
pelayanan pembuatan KTP harus senantiasa ditingkatkan yang tentunya dengan
berbagai persyaratan wajib yang harus dipenuhi.

2.3.2.7. Bidang Urusan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa


Pemberdayaan masyarakat Desa adalah upaya untuk mewujudkan
kemampuan dan kemadirian masyarakat Desa, yang meliputi aspek ekonomi,
sosial budaya, lingkungan hidup melalui penguatan pemerintahan desa, lembaga
kemasyarakat dan upaya penguatan kapasitas masyarakat. Oleh sebab penguatan
kelembagaan masyarakat penting dalam meningkatkan keberdayaan masyarakat
Desa.
Dalam rangka pemberdayaan masyakrat dan desa, tidak bisa tidak haruslah
melibatkan semua komponen masyarakat desa. Diantara komponen yang penting
tersebut adalah Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa. Oleh sebab
pembangunan kelembagaan penting untuk mendorong pemberdayaan
masyarakat. Di Provinsi Riau jumlah Lembaga Pemeberdayaan Masyarakat Desa
selama 5 kurun tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 2.115.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-191


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.115. Jumlah Lembaga Pemberdayaan Masyakat Desa


Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2012-2016
Kabupaten/ Tahun Pertumbuhan/
No
kota 2012 2013 2014 2015 2016 Tahun(%)
Kuantan
1 209 209 229 229 229 9,5%
Singingi
2 Indragiri Hulu 194 194 194 194 194 0%
3 Indragiri Hilir 192 192 237 237 237 23%
4 Pelalawan 118 118 118 118 118 0%
5 Siak 128 128 131 131 131 1,5%
6 Kampar 248 248 251 251 251 1,2%
7 Rokan Hulu 153 153 150 150 150 1,9%
8 Rokan Hilir 151 151 194 194 194 28,4%
9 Bengkalis 102 102 155 155 155 51,9%
10 Kep. Meranti 101 101 101 101 101 0%
11 Pekanbaru 58 58 58 58 58 0%
12 Dumai 33 33 33 33 33 0%
Jumlah 1687 1687 1851 1851 1842 9,78%
Sumber: Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Tahun 2017

Secara keseluruhan selama 5 tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah


LPM di Provinsi Riau rata-rata 9,78 persen. Jika dibandingkan dengan jumlah
Kelurahan dan Desa yang ada di Provinsi Riau sebanyak 1847 desa, berarti masih
terdapat 5 Desa yang belum memiliki LPM. Rata-rata LPM yang ada saat ini
relative masih lemah dan memerlukan penguatan kapasistas kelembagaannya.
Oleh sebab pemberdayaan kelembagaan desa menjadi penting, apalagi semakin
besarnya dana yang mengalir ke Desa.
Keberhasilan dalam pemberdayaan Desa ini dapat dilihat dari perubahan
Status Desa. Perubahan status desa dari swadaya menjadi swakarya dan dari
swakarya menjadi swasembada menunjukkan telah terjadi kemajuan desa.
Swasembada merupakan status desa yang paling tinggi yang dapat dicapai oleh
Desa. Desa yang sudah mencapai swasembada berarti desa tersebut sudah
dianggap mandiri. Pembangunan Desa di Provinsi Riau pada dasarnya adalah
untuk mencapai predikat swasembada. Perkembangan persentase Desa yang sudah
masuk dalam kategori swasembada di Provinsi Riau dapat dilihat pada Tabel
2.116.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-192


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.116. Presentase Desa Berstatus Swasembada Terhadap Total Desa


Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2012-2016
No Kabupaten/Kota 2012 2013 2014 2015 2016
1 Kuantan Singingi 0% 0% 0% 0% 0%
2 Indragiri Hulu 14,9 % 14,9 % 14,9 % 14,9 % 19,7 %
3 Indragiri Hilir 0% 0% 0% 0% 0%
4 Pelalawan 5,9 % 5,9 % 5,9 % 5,9 % 5,9 %
5 Siak 3% 3% 3% 3% 3%
6 Kampar 0,4 % 0,4 % 0,4 % 0,4 % 0,4 %
7 Rohul 17,9 % 17,9 % 17,9 % 17,9 % 17,9 %
8 Bengkalis 12,9 % 12,9 % 12,9 % 12,9 % 12,9 %
9 Rohil 1,6 % 1,6 % 1,6 % 1,6 % 1,6 %
10 Kep. Meranti 0,9 % 0,9 % 0,9 % 0,9 % 0,9 %
11 Pekanbaru 0% 0% 0% 0% 0%
12 Dumai 0% 0% 0% 0% 0%
Provinsi Riau 5,75 % 5,75 % 5,75 % 5,75 % 6,23%
Sumber: Dinas Pemberdayaan Masyakarat Desa Tahun 2017

Perkembangan jumlah Desa yang mencapai swasembada dari tahun 2012


sampai dengan 2016 tidak begitu mengembirakan. Pada tahun 2012 hanya sebesar
5,7 persen desa di Provinsi Riau yang berpredikat swasembada. Sampai dengan
tahun 2015 tidak terjadi perubahan jumlah desa swasembada. Kemudian baru
pada tahun 2016 jumlah desa swasembada meningkat menjadi 6,23 persen.
Kabupaten Indragiri Hulu merupakan satu-satunya Kabupaten yang menjadi
penyumbang meningkatnya jumlah desa swasembada di Provinsi Riau dan
sekaligus Kabupaten terbanyak persentase desa swasembadanya paling tinggi
yakni 19,7 %. Tidak terjadinya pertumbuhan ini berarti selama kurun tahun 5
tahun terakhir menunjukkan bahwa pembinaan terhadap Desa belum optimal.

2.3.2.8 Bidang Urusan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana


Pengendalian penduduk adalah suatu usaha yang dapat mempengaruhi
jumlah penduduk ke arah suatu angka pertumbuhan penduduk yang diinginkan.
Pengendalian jumlah penduduk lazimnya di Indonesia adalah dengan kebijakan
keluarga berencana. Kebijakan keluarga berencana dilakukan dengan
mengendalikan angka kelahiran dengan menggunakan indikator kontrasepsi.
Tujuan dari keluarga berencana untuk meningkat kualitas hidup manusia, dengan
membatasi jumlah anak.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-193


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

2.3.2.9. Bidang Urusan Perhubungan


a. Perhubungan Udara
Transportasi Udara yaitu bandara udara yang terdapat Provinsi Riau.
Terdapat tujuh bandara udara yang sebagian belum beroperasi secara memadai,
yaitu Bandara Sultan Syarif Kasim II di Pekanbaru, Japura di Rengat, Penipahan
di Pasir Pangaraian, Pinang Kampai di Dumai, Bukit Batu di Sei Pakning, SSH
Setia Negara di Pangkalan Kerinci, dan Tempuling di Indragiri Hilir. Bandara
Sultan Syarif Kasim II melayani lebih dari 99 persen penerbangan domestik dan
internasional. Pelayanan transportasi udara perlu diantisipasi melalui peningkatan
kapasitas pelayanan bandar udara, pembangunan bandar udara baru, peningkatan
keselamatan penerbangan, dan integrasi dengan sistem moda transportasi darat,
laut, sungai, dan penyeberangan. Untuk itu diperlukan pembangunan bandar udara
baru pengganti Bandara Sultan Syarif Kasim II yang berfungsi sebagai Pusat
Pelayanan Primer; peningkatan fungsi Bandara Pinang Kampai-Dumai sebagai
Pusat Penyebaran Tersier yang dapat ditingkatkan melayani penerbangan
internasional untuk mendukung peran kota Dumai sebagai PKN; dan perlu
dilakukan peningkatan pelayanan Bandara Japura, Penipahan di Pasir Pangaraian,
Bukit Batu di Sei Pakning, SSH Setia Negara-Pelalawan, dan Tempuling.
Tabel 2.117. Jumlah Keberangkatan Pesawat, Penumpang Pelabuhan Udara
di Provinsi Riau Tahun 2011-2015
Tahun Pertumbuhan/
No Indikator Tahun (%)
2011 2012 2013 2014 2015
Pesawat
1 11.883 11.288 16.689 28.185 10.276 12,05
Datang
Pesawat
2 11.895 11.316 16.631 28.184 10.251 11,98
Berangkat
Penumpang
3 1.234.932 1.300.071 1.561.327 3.007.266 1.567.293 17,52
Datang
Penumpang
4 1.246.181 1.425.803 1.605.095 3.002.440 1.285.567 68,47
Berangkat
Penumpang
5 30.233 127.064 21.799 5.902 1.859 24,00
Transit
Sumber: Dinas Perhubungan Provinsi Riau Tahun 2016.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-194


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

30,000

25,000

20,000

15,000

10,000

5,000

0
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Pesawat Datang 11,883 11,288 16,689 28,185 10,276 17,121
Pesawat Berangkat 11,895 11,316 16,631 28,184 10,251 17,118

Gambar 2.62. Jumlah Keberangkatan Pesawat


Pelabuhan Udara di Provinsi Riau Tahun 2011-2016

Terjadi fluktuasi kedatangan dan keberangkatan pesawat dari dan ke


Provinsi Riau selama periode 2011-2016. Dari tahun 2011-2014 terjadi tren
kenaikan pergerakan pesawat positif, namun di tahun 2015 terjadi penurunan yang
signifikan dan menaik lagi di tahun 2016 pergerakan pesawat di Provinsi Riau.
Penurunan pergerakan penumpang di tahun 2015 sampai 50% ini diperkirakan
karena terjadi bencana kebakaran dan kabut asap yang berlangsung selama
beberapa bulan di tahun 2015, di awal tahun (bulan Februari-Maret), pertengahan
tahun (Juni-Agustus) dan diakhir tahun (Oktober-November) 2015. Sehingga
sejumlah bandar udara di Provinsi Riau tutup saat terjadi bencana kabut asap
teresebut dan konsekuensinya adala tidak tebangnya pesawat dari dan ke Provinsi
Riau yang mengakibatkan turunnya 50% penumpang baik yang datang maupun
yang berangkat selama periode 2015. Namun pada tahun 2016, jumlah
penumpang kembali menaik seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi dan
tidak adanya lagi bencana kabut asap.

b. Perhubungan Laut
Untuk arus keberangkatan/ penumpang naik pada 15 Port/pelabuhan yang
ada di kabupaten/kota di Provinsi Riau secara umum juga mengalami trend
peningkatan dari tahun ke tahunnya dengan jumlah keberangkatan penumpang
tertinggi pada tahun 2015, yaitu sebanyak 1.736.349 orang penumpang berangkat.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-195


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

1,800,000
1,750,000 1,736,349
1,700,000 1,712,052
1,650,000
1,631,973
1,600,000
1,550,000 1,550,374 1,558,322
1,500,000 1,503,863
1,450,000
1,400,000
1,350,000
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Penumpang Naik

Gambar 2.63. Jumlah Penumpang Naik Pada Terminal/Port


di Provinsi Riau Tahun 2011-2016
1,750,000
1,700,000 1,700,227
1,650,000 1,653,327 1,658,097
1,600,000
1,570,661
1,550,000
1,523,541 1,523,823
1,500,000
1,450,000
1,400,000
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Penumpang Turun

Gambar 2.64. Jumlah Penumpang Turun Pelabuhan di Provinsi Riau Tahun


2011-2016
Hal yang sama juga terjadi untuk arus kedatangan/ penumpang turun pada
terminal pelabuhan/port yang ada di provinsi Riau, yang secara umum mengalami
trend kenaikan pada periode tahun 2011 -2013 namun sempat mengalami
penurunan yang cukup sigifikan pada kurun tahun 2013-2014, hal ini biasa
disebabkan oleh faktor alam/musim yang mempengaruhi tinggi gelombang untuk
keamanan pelayaran,namun pada kurun tahun 2014-2015 jumlah arus kedatangan
penumpang kembali mengalami kenaikan dengan nilai tertinggi pada tahun 2015
sebanyak 1.700.227 orang penumpang datang.

c. Perhubungan Darat
Transportasi darat diarahkan terutama melalui pengembangan jaringan
prasarana dan sarana jalan bagi keperluan angkutan barang maupun penumpang.
Dalam konteks pemenuhan pengangkutan barang produk perekonomian, jaringan

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-196


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

prasarana jalan memiliki fleksibilitas dan daya angkut yang besar di samping
biaya ekonominya yang relatif murah.

Tabel 2.118. Jumlah Layanan Angkutan Darat Menurut Kabupaten/Kota di


Provinsi Riau Tahun 2012-2016
TAHUN
NO KABUPATEN/KOTA
2012 2013 2014 2015 2016
1 Kuantan Singingi 4367 4968 5523 5886 6170
2 Indragiri Hulu 120 58 63 68 53
3 Indragiri Hilir N/A N/A N/A N/A N/A
4 Pelalawan N/A N/A N/A N/A N/A
5 Siak 6 10 10 10 13
6 Kampar 9569 11429 12086 12972 13425
7 Rokan Hulu 17482 17876 17674 17772 17716
8 Rokan Hilir 20 35 35 40 40
9 Bengkalis 50 67 74 74 74
10 Kep. Meranti N/A N/A N/A N/A N/A
11 Pekanbaru 4006 4024 4066 4076 4076
12 Dumai 160 160 179 179 179
Jumlah 35800 38662 39745 41117 41786
Sumber: Dinas Perhubungan Provinsi Riau Tahun 2017

41786
41117
39745
38662

35800

2012 2013 2014 2015 2016

JUMLAH LAYANAN ANGKUTAN DARAT

Gambar 2.65. Jumlah Layanan Angkutan Darat di Provinsi Riau


Tahun 2012-2016
Terminal wilayah terdiri dari terminal penumpang dan terminal barang.
Terminal penumpang menurut wilayah pelayanannya dibedakan atas:
1. Terminal Penumpang Tipe A, berfungsi melayani kendaraan umum untuk
angkutan lintas batas negara (bagi wilayah yang memiliki batas darat dengan
negara tetangga), angkutan antar perkotaan antar provinsi, angkutan antar
perkotaan di Provinsi, angkutan dalam perkotaan, dan angkutan perdesaan.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-197


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Kota-kota yang klasifikasi terminal masuk dalam klasifikasi ini adalah Kota
Pekanbaru, Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kampar,
Kabupaten Indragiri Hilir, dan Kabupaten Indragiri Hulu.
2. Terminal Penumpang Tipe B, berfungsi melayani kendaraan umum untuk
angkutan antar perkotaan di Provinsi, angkutan dalam perkotaan, dan
angkutan perdesaan. Kota-kota yang masuk dalam klasifikasi terminal type
B Kabupaten Kampar;
3. Terminal Penumpang Tipe C, berfungsi melayani kendaraan umum untuk
angkutan dalam perkotaan dan angkutan perdesaan. Terminal tipe ini
tersebar di kota-kota kecamatan;
4. Terminal barang menurut fungsi pelayanan penyebaran atau distribusinya
dibedakan atas:
• Terminal Utama, berfungsi melayani penyebaran antar Pusat
Kegiatan Nasional (PKN) bagi wilayah yang memiliki PKN di
dalamnya, dari Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) ke Pusat Kegiatan
Nasional (PKN), antar Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), serta angkutan
barang perpindahan antar moda di simpul-simpul utama kegiatan
transportasi terutama pelabuhan laut dan penyeberangan.
Direncanakan di Kota Pekanbaru dan Kota Dumai,
• Terminal Pengumpan, berfungsi melayani penyebaran dari Pusat
Kegiatan Lokal (PKL) ke Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), dan antar
Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Lokasi tersebar di pusat kegiatan
wilayah
• Terminal Lokal, berfungsi melayani penyebaran dari Pusat Kegiatan
Lokal 1 ke Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang lainnya, dan ke
kawasan-kawasan produksi di dalam wilayah Kabupaten/Kota. Lokasi
terminal penumpang dan barang sebagaian besar menjadi satu (dalam
satu kawasan) untuk efisiensi pengembangan. Lokasi tersebar di
pusat-pusat kegiatan lokal.
Hierarki terminal penumpang tipe A setara dengan terminal utama, terminal
penumpang tipe B setara dengan terminal pengumpan, dan terminal
penumpang tipe C setara dengan terminal lokal.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-198


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

d. Perhubungan Perkeretaapian
Perkembangan pembangunan jaringan jalur kereta api di Provinsi Riau
sampai dengan tahun 2017 baru pada tahap sosialisasi rencana trase yang
diprioritaskan pada jalur kereta api trans Sumatera dengan jalur Rantau Prapat-
Duri-Pekanbaru.

e. Angkutan Sungai dan Penyeberangan


Jika pada masa lalu peran sungai sangat menonjol bagi pergerakan barang
dan orang, pada saat ini cenderung menurun dengan semakin luasnya sarana jalan
dan adanya pendangkalan sungai yang menghambat alur pelayaran. Peran
angkutan sungai pada dasarnya diperlukan untuk meningkatkan aksesibilitas
kawasan DAS dan pedesaan yang belum terlayani jaringan jalan. Dalam rangka
memantapkan sistem transportasi terpadu, maka dibutuhkan revitalisasi angkutan
sungai melalui pengelolaan DAS untuk memulihkan kondisi alur pelayaran,
pembangunan dermaga sungai, dan penyediaan prasarana kapal dan perahu.
Integrasi sistem transportasi juga perlu didukung oleh pembangunan
sarana dan prasarana penyeberangan antar provinsi dan antar negara, oleh karena
Provinsi Riau memiliki sejumlah besar pulau-pulau kecil dan berbatasan dengan
provinsi lain dan negara tetangga.

2.3.2.10. Bidang Urusan Komunikasi dan Informatika

Kebutuhan jaringan komunikasi di Provinsi Riau didasarkan kepada


kebutuhan sambungan rumah, sambungan untuk fasilitas, serta kebutuhan untuk
telepon umum. Karena perkembangan kota yang relatif pesat dari tahun ke tahun
maka kebutuhan akan jaringan komunikasi akan terus meningkat.
Selain itu, untuk memperluas cakupan layanan informasi, maka perlu
dilakukan pembangunan Base Transceiver Station (BTS ) yang merupakan
infrastruktur telekomunikasi yang memfasilitasi komunikasi nirkabel antara
piranti komunikasi dan jaringan operator.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-199


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.119. Proporsi Rumah Tangga dengan Akses Internet Menurut


Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2012-2016
Kabupaten/ Tahun
No
kota 2012 2013 2014 2015 2016
1 Kuantan 9,90 11.22 10,82 15,88 21,18
Singingi
2 Indragiri Hulu 8.90 7.97 9,03 11,23 22,90
3 Indragiri Hilir 6.10 7.60 9,73 13,79 18,39
4 Pelalawan 12.70 16.66 13,64 17,28 23,83
5 Siak 13.10 12.82 11,31 17,78 29,83
6 Kampar 9.60 12.56 12,59 10,51 18,85
7 Rokan Hulu 6.30 7.31 9,63 11,26 18,19
8 Rokan Hilir 4.70 7.59 7,16 9,76 14,43
9 Bengkalis 8.80 13.28 14,16 19,12 23,25
10 Kep. Meranti 9.40 10.35 10,55 14,71 23,25
11 Pekanbaru 33.00 32.60 41,86 41,04 49,06
12 Dumai 18.20 20.77 13,90 22,50 34,88
Jumlah 12,90 14.50 16,03 18,51 25,90
Sumber: Dinas Kominfo Statistik dan Persandian Tahun 2017

Tabel 2.120. Cakupan Layanan Telekomunikasi Menurut Kabupaten/Kota


di Provinsi Riau Tahun 2012-2016
Tahun
No Kabupaten/ kota
2012 2013 2014 2015 2016
1 Kuantan Singingi 87,90 93,97 94,12 93,30 60,56
2 Indragiri Hulu 93,20 93,87 97,3 95,79 61,74
3 Indragiri Hilir 83,80 90,86 95,03 90,26 56,49
4 Pelalawan 93,60 96,00 97,39 95,24 63,30
5 Siak 96,20 101,75 102,88 97,95 64,11
6 Kampar 90,00 96,72 97,27 95,16 60,25
7 Rokan Hulu 88,20 89,89 90,80 92,46 57,26
8 Rokan Hilir 85,20 87,30 93,42 92.59 52,91
9 Bengkalis 95,20 100,99 101,19 96.94 66,07
10 Kep. Meranti 90,30 92,80 99,93 95,29 62,96
11 Pekanbaru 98,10 107,55 104,94 99,03 85,55
12 Dumai 96,10 101,89 100,71 98,75 69,32
Jumlah 91,40 96,81 98.17 95,27 64,52
Sumber: Dinas Kominfo Statistik dan Persandian Tahun 2017

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-200


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

91.40 96.81 98.17 95.27


64.52

2012 2013 2014 2015 2016

cakupan layanan telekomunikasi

Gambar 2.66. Cakupan Layanan Telekomunikasi di Provinsi Riau


Tahun 2012-2016

2.3.2.11 Bidang Urusan Koperasi, Usaha Kecil dan Menegah


Peran koperasi dalam perekonomian provinsi Riau ditunjukkan oleh
jumlahnya sebagai pelaku usaha yang besar, serta jumlah anggotanya dalam
keterlibatannya dalam menggerak perekonomian, pembentukan produk domestik
bruto (PDB), ekspor dan penciptaan modal tetap/investasi. Data perkembangan
koperasi di Provinsi Riau tahun 2011-2016 disajikan pada Tabel 2.121 berikut ini.

Tabel 2.121. Perkembangan Koperasi di Provinsi Riau Tahun 2011 – 2015


Perekembangan
No Investasi Pertumbuhan
2011 2012 2013 2014 2015 2016 (%/Thn)

1 Jumlah Koperasi 4,729 5,013 6,125 4,993 4.983 5.185 3,47


Koperasi Aktif - - - - 3,099 2,733 -
Anggota
610,749 608,468 629,567 545,025 505.069 540.742
Modal Sendiri
(Rp. Juta) 641,052 726,108 842,723 1,152,374 1.006.004,72 1,409,240 (2,73)
Modal Luar
(Rp. Juta) 1,609,952 1,915,236 1,636,660 1,905,988 2.181.771,90 2,055,965 15,46
Volume Usaha
(Rp. Juta) 2,279,604 2,348,918 2,379,019 3,314,885 2.802.816,28 2,931,225 10,94
SHU (Rp. Juta) 106,564 129,150 138,253 182,829 172.972,95 234,647 8,24

2 Jumlah UMKM 482,193 484,298 525,800 534,504 535,139 526.747 (16,70)

Pendataan untuk koperasi aktif di provinsi Riau dimulai pada tahun 2015
dengan jumlah sebanyak 3.099 unit dengan jumlah anggota sebanyak 505.069
orang. Pada tahun 2016 jumlah koperasi aktif mengalami penurunan menjadi
sebanyak 2.733 unit, namun jumlah anggota koperasi aktif meningkat menjadi
540.742 orang. Penurunan jumlah koperasi aktif ini disebabkan oleh penerapan

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-201


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

regulasi yang mengatur bahwa koperasi yang tidak melaksana RAT (Rapat
Anggota Tahunan) 2 tahun berturut-turut status badan hukumnya dicabut. Pada
tahun 2016 terjadi peningkatan jumlah modal sendiri dan SHU (sisa hasil usaha)
dibandingkan tahun 2015, hal ini menunjukkan peningkatan kualitas koperasi
aktif yang ada.
Jumlah UMKM relatif stabil ditengah gejolak pertumbuhan ekonomi
Provinsi Riau pada kurun tahun tahun 2014 sampai tahun 2015, hal ini
menunjukkan bahwa UMKM terbukti memiliki ketahanan terhadap krisis
ekonomi yang disebabkan oleh jatuhnya harga minyak dunia dan harga komoditi
utama provinsi Riau.
Pertumbuhan koperasi yang yang naik turun di atas, juga diikuti dengan
jumlah koperasi di kabupaten/kota, jumlah anggota, modal, volume usaha dan
Sisa Hasil Usaha per tahun dapat dilihat pada Tabel 2.122. berikut ini.

Tabel 2.122. Koperasi dan UMKM Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi


Riau Tahun 2015
Kinerja Koperasi
Kabupaten/Kota Jumlah Modal Sendiri Modal Luar Volume Usaha SHU
Anggota
Koperasi (Rp.Juta) (Rp. Juta) (Rp.Juta) (Rp. Juta)
Kuantan Singingi 270 8.160 28.618,12 26.230,22 187.249,30 16.570,76
Indragiri Hulu 354 49.785 32.740,69 184.531,92 345.257,86 12.196,97
Indragiri Hilir 504 20.621 39.814,72 147.496,73 119.478,37 8.208,71
Pelalawan 248 43.452 74.103,01 166.279,48 127.582,10 15.304,43
Siak 232 43.842 80.091,03 319.079,33 209.614,40 14.135,03
Kampar 502 82.620 190.283,00 195.544,00 603.336,00 29.493,00
Rokan Hulu 314 67.118 79.287,03 122.422,53 83.091,16 14.096,49
Bengkalis 843 35.149 11.087,42 22.982,08 37.605,47 10.150,94
Rokan Hilir 303 20.952 39.014,40 749,20 76.491,37 4.565,18
Kepulauan Meranti 242 3.755 11.390,26 4.639,52 5.770,89 218,36
Pekanbaru 924 110.089 374.503,37 954.957,74 947.947,16 38.414,98
Dumai 247 19.526 45.071,67 36.859,15 59.392,21 9.618,10
Provinsi Riau 4.983 505.069 1.006.004,72 2.181.771,90 2.802.816,28 172.972,95
Sumber: BPS Provinsi Riau (Riau Dalam Angka, 2016)

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-202


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.123. Jumlah Koperasi dan Anggota Menurut Kabupaten/Kota di


Provinsi Riau Tahun 2016
Kinerja Koperasi
Kabupaten/Kota
Jumlah Koperasi Anggota
Kuantan Singingi 273 28.639
Indragiri Hulu 357 44.520
Indragiri Hilir 499 21.261
Pelalawan 260 43.956
Siak 238 44.177
Kampar 510 93.478
Rokan Hulu 325 70.102
Bengkalis 861 34.941
Rokan Hilir 330 22.307
Kepulauan Meranti 265 5.015
Pekanbaru 945 110.587
Dumai 257 20.214
Riau 65 1.545
Jumlah/Total 5.185 540.742
Sumber: BPS Provinsi Riau Riau (Riau Dalam Angka, 2017)

Data Modal Sendiri, Modal Luar, Volumen Usaha dan SHU tidak tersedia
di OPD. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa 18,23% koperasi berada di kota
Pekanbaru dengan jumlah anggota 110.587 orang. Distribusi anggota koperasi
diseluruh kabupaten/kota provinsi Riau terlihat tidak merata, seperti di Kabupaten
Kep. Meranti rata-rata jumlah anggota per koperasi 19 orang sedangkan di Kota
Pekanbaru rata-rata jumlah anggota per koperasi 117 orang. Hal ini antara lain
disebabkan oleh masih kurangnya sosialiasi kepada masyarakat tentang
manfaat/keuntungan berkoperasi.

2.3.2.13 Bidang Urusan Penanaman Modal

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang


Penanaman Modal menjelaskan bahwa Penanaman modal adalah segala bentuk
kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun
penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik
Indonesia. Berikut realisasi perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri dan
Penanaman Modal Asing di Provinsi Riau dari tahun 2011 sampai dengan tahun
2017.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-203


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.124. Jumlah Investor PMDN dan PMA di Provinsi Riau


Tahun 2011 - 2017
Perkembangan
No Investasi
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
1 PMDN
Proyek (Unit) 56 51 64 76 180 304 285
Nilai (Rp.
7,462.60 5,450.43 4,874.27 7,707.55 9,943.04 6,613.70 10.829,80
Milyar)
Penyerapan TK 15,769 12,865 33,284 28,227 32,050 21,249 12,417
2 PMA
Proyek (Unit) 56 81 168 129 243 430 285
Nilai
212.34 1,152.85 1,304.95 1,369.56 653.39 869.1 1.061,10
(US $. Juta)
Penyerapan TK 3,038 12,194 26,095 24,429 11,989 9,630 2,093

Berdasarkan tabel di atas, Realisasi investasi dipengaruhi banyak faktor


antara lain kondisi ekonomi global dan regional, strategi dan keuangan
perusahaan, perizinan dan administrasi pencatatan. Investasi jumlah proyek
PMDN tren nya dari tahun 2012 sampai tahun 2017 meningkat dengan jumlah
proyek di tahun 2017 sebanyak 317 proyek, sedangkan nilai investasi dalam
rupiah berfluktuasi, puncaknya di tahun 2015 sebesar 9.943,04, dan dua tahun
setelahnya terjadi penurunan hal ini disebabkan adanya stagnansi realisasi
investasi pada bidang-bidang usaha baru akibat hambatan perizinan, sementara
realisasi investasi yang dominan berasal dari pengembangan usaha CPO yang
berasal dari PT. Ivo Mas Tunggal dan PT. Energi Sejahtera Mas, untuk bidang
usaha Listrik, Air dan Gas berasal dari PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk
demikian halnya juga dengan penyerapan tenaga kerja, pada tahun 2013
penyerapan tenaga kerja tinggi, tetapi pada tahun 2014 dan 2015 tidak ada
penyerapan tenaga kerja hal ini disebabkan oleh belum terinputnya data tenaga
kerja.
Investasi jumlah proyek PMA tren nya dari tahun 2012 sampai tahun 2016
meningkat, sedangkan nilai investasi dalam USD berfluktuasi, puncaknya di tahun
2014, dan tiga tahun setelahnya terjadi penurunan hal ini disebabkan adanya
stagnansi realisasi investasi pada bidang-bidang usaha baru akibat hambatan
perizinan, sementara untuk tahun 2016 dan 2017 realisasi investasi yang dominan
berasal dari pengembangan usaha CPO yang berasal dari PT. Dabi oleo, Intibenua
Perkasa Tama, untuk Bidang Industri kimia berasal dari PT. Sateri Viscose

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-204


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

International, PT. Ciliandra Perkasa, PT. Wilmar Bioenergi Indonesia, untuk


bidang usaha Industri kertas yaitu PT. Indah Kiat Pulp & Paper. TBK demikian
halnya juga dengan penyerapan tenaga kerja, pada tahun 2013 penyerapan tenaga
kerja tinggi, tetapi pada tahun 2014 dan 2015 tidak ada penyerapan tenaga kerja
hal ini disebabkan oleh belum terinputnya data tenaga kerja. Namun demikian
berdasarkan target Realiasi Investasi baik PMDN dan PMA di Provinsi Riau yang
ditetapkan oleh BKPM RI mulai dari 2013 s.d 2017 secara keseluruhan terbilang
tercapai.

Indikator lainnya yang dapat dijadikan acuan dalam pelayanan penanaman


modal adalah indeks kepuasan masyarakat (IKM). IKM terhadap palayanan
terpadu satu pintu berfluktuatif dengan kecenderungan meningkat (Tabel 2.125).
IKM Tahun 2017 belum terinput dan belum selesai terekapitulasi dan untuk IKM
Kabupaten/Kota se Provinsi Riau tidak ada data laporannya. Berdasarkan Tabel
Indeks Kepuasan Masyarakat dari tahun 2012 sampai tahun 2016 cenderung
meningkat, hal ini dipengaruhi oleh adanya inovasi-inovasi dalam peningkatan
pelayanan yang diberikan oleh pelayanan terpadu satu Pintu.
Tabel 2.125. Indeks Kepuasan Masyarakat Terhadap Pelayanan Terpadu
Satu Pintu di Provinsi Riau Tahun 2012-2016
No Provinsi 2012 2013 2014 2015 2016
1 Provinsi Riau 76,88 78,37 78,77 83,96 83,56
Sumber : Laporan Penyusunan IKM Tahun 2012-2016
Selanjutnya indikator pelayanan penanaman modal dapat dilihat dari
perkembangan ekspor. Pada periode 2012-2016 nilai ekspor bersih di Provinsi
Riau cenderung meningkat, dengan tingkat pertumbuhan 18,96 persen (Tabel
2.126). Hal ini mengindikasikan pelayanan penanaman modal di Provinsi Riau
semakin membaik sehingga dapat menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif.

Tabel 2.126. Ekspor Bersih Perdagangan Provinsi Riau


(Migas dan Non Migas)

Ekspor Tahun Jan-Nov Pertumbuhan/


No Tahun (%)
Bersih
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Total
1 Perdagangan
1,406,903,067 19,529,682,063 18,965,199,173.00 15,715,297,505.00 15,013,611,516.00 14,726,179,920.00 18.96

Sumber: Kementerian Perdagangan RI Tahun 2017

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-205


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

2.3.2.13. Bidang Urusan Kepemudaaan dan Olahraga


a. Fasilitas Olahraga
Pembangunan Kepemudaan dan Olahraga saat ini mendapat perhatian
yang khusus dari pemerintah. Berbagai faslitas yang disediakan pemerintah untuk
mewadahi aktivitas kepemudaan. Salah satu fasilitas yang disedikan adalah sarana
dan prasarana olahraga. Keberadaan sarana dan prasarana olehraga di Provinsi
dapat dilihat pada Tabel 2.127.

b. Cakupan Pembinaan Olahraga

Pembinaan terhadap cabang olahraga merupakan upaya untuk


meningkatkan prestasi pada cabang olehraga tersebut. Semakin intensif pembinaan
yang dilakukan semakin besar kecenderungan meningkatkan prestasi. Oleh sebab
itu pelaksanaan pembinaan terhadap cabang-cabang olahraga menjadi penting
untuk dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan prestasi. Oleh sebab itu
Pemerintah Provinsi Riau senantiasa melakukan pembinaan melalui Dinas Pemuda
dan Olahraga Provinsi Riau. Banyaknya jumlah cabang olahraga yang mendapat
pembinaan dari Pemerintah Provinsi Riau terlihat seperti pada Tabel 2.128.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-206


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.127. Jumlah Fasilitas Olahraga Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2016
Fasilitas Olahraga
Kabupaten/Kota Kolam &
Stadion GOR Padang & Lapangan Hall PKM
Danau
Kuantan Singingi Sport Centre (Sepak Bola) - - - - -
Indragiri Hulu - - - - - -
Indragiri Hilir Sport Centre (Sepak Bola) - - - - -
Pelalawan - Pangkalan Kerinci - - - -
Siak - Sepatu Roda - - - -
Kampar - Kampar (Pencat Silat) Labersa (Golf) - - -
Rokan Hulu - - - - - -
Bengkalis - - - PAS (Bela Diri Tarung Drajat) - -
Rokan Hilir - - - - -
Kep.Meranti - - - - -
1. Grand Stadion–UNRI (Sepak Bola) 1. Remaja (Bulu Tangkis) 1. Chevron (Soft Ball) 1. SC Rumbai (Basket) 1. UNILAK Danau
2. Kaharudin Nasution Rumbai (Sepak Bola) 2. Angkasa (Bulu Tangkis) 2. UNRI (Kawasan Olaharaga) 2. SC Rumbai (Renang) (Anggar) Buatan
3. SC Rumbai (Hockey) 3. SC Rumbai (Senam) 3. UNRI (Panjat Tebing) 3. SC Rumbai (Menembak) 2. UNRI (Sky Air)
4. SC Rumbai (Atletic) 4. Tribuana (Karate) 4. UIR Panahan 4. SC Rumbai (Volly Ball) (Yudo)
5. UIR Volly Ball 3. UIN
Pekanbaru
(Taekwond
o)
4. UIR
(Gulat)

Sasana
Tirta
Dumai - - Chevron (Tennis Meja) - -
Pertamina
(Renang)

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-207


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.128. Cakupan Pembinaan Olahraga di Provinsi Riau


Tahun 2012-2016
No Uraian 2012 2013 2014 2015 2016
1 Jumlah cabang olahraga yang 47 47 47 47 47
dibina (cabor)
2 Jumlah seluruh cabang 47 47 47 47 47
olahraga yang ada/terdaftar
(orang)
3 Cakupan pembinaan olahraga 100 100 100 100 100
Sumber; Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Riau Tahun 2017

Selama kurun tahun 2012-2016 seperti terlihat pada Tabel 2.127, tidak
terdapat perubahan baik jumlah cabang olahraga yang terdaftar maupun jumlah
cabang olahraga yang mendapatkan pembinaan dari Pemerintah Provinsi Riau.
Artinya selama kurun tahun tersebut semua cabang olahraga yang terdaftar
mendapat pembinaan dari pemerintah. Kenyataan ini menunjukkan bahwa
komitmen Pemerintah Provinsi Riau dalam pembinaan cabang olahraga sangat
tinggi.

c. Cakupan Pembinaan Atlet Muda


Pembinaan terhadap atlet muda adalah sebagai bentuk regenerasi atlet
disatu sisi dan disisi yang lain merupakan pengembangan bibit unggul dalam suatu
cabang olahraga, untuk peningkatan prestasi . Oleh sebab itu pembinaan terhadap
atlet muda merupakan hulu dari prestasi olahraga yang harus dilakukan. Semakin
banyak atlet muda yang berpotensi dibina semakin besar perluang untuk meraih
prestasi kedepannya. Cakupan pembinaan atlet muda yang dilakukan selama kurun
tahun 2012-2016 di Provinsi Riau dapat dilihat pada Tabel 2.129.
Tabel 2.129. Cakupan Pembinaan Atlet Muda di Provinsi Riau
Tahun 2012-2016
No Uraian 2012 2013 2014 2015 2016
1 Jumlah atlit pelajar yang 170 157 150 231 261
dibina (orang)
2 Jumlah seluruh atlit 1368 1368 1403 1403 1376
pelajar
3 Cakupan pembinaan atlet 12,43 11,48 10,69 16,46 18,97
muda
Sumber: PPLP dan POPDA Tahun 2017

Besaran cakupan pembinaan atlet muda selama kurun tahun 2012-2016


menunjukkan kecenderungan semakin meningkat. Namun demikian dilihat dari
besaran cakupan pembinaan atlet muda tersebut selama kurun tahun yang sama
masih sangat kecil, yakni di bawah 20 persen. Artinya terdapat lebih kurang 80

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-208


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

persen altet mudah yang belum mendapat pembinaan Hal ini menunjukkan bahwa
pembinaan bibit unggul di Provinis Riau belum sepenuhnya dilakukan serius.
Padahal pembinaan terhadap altet muda/bibit unggul adalah membentuk altet-alet
masa yang akan datang.

d. Persentase Organisasi Pemuda yang Aktif


Organisasi pemuda merupakan wadah bagi pemuda untuk melatih
kepemimpinan. Keberadaan organisasi pemuda sangat strategis bagi
pembangunan bangsa, karena akan melahirkan pemimpin-pemimpin masa depan.
Oleh sebab itu pembinaan terhadap organisasi pemuda harus senantiasa dilakukan
untuk melahirkan pemimpin-pemimpin yang berkualitas. Adapun persentase
jumlah organisasi pemuda yang aktif di Provinsi Riau selam kurun tahun 2014-
2016 dapat dilihat pada Tabel 2.130.
Tabel 2.130. Persentase Organisasi Pemuda Yang Aktif
di Provinsi Riau Tahun 2012 -2016
No Uraian 2014 2015 2016
1 Jumlah organisasi pemuda yang aktif 399 446 539
2 Jumlah seluruh organisasi pemuda 435 490 570
3 Persentase organisasi pemuda yang 90 90 90
aktif
Sumber: Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Riau Tahun 2017

Mencermati data tabel di atas terlihat bahwa selama kurun tahun 2014-
2016 baik jumlah seluruh organisasi pemuda, maupun jumlah organisasi pemuda
yang aktif terus mengalami peningkatan. Dilihat dari persntase jumlah aktif tidak
terajdi perubahan selama kurun tahun yang sama. Rata-rata selama 3 tahun jumlah
yang aktif sebesar 90 persen. Berarti terdapat 30 persen organisasi pemuda yang
tidak aktif.

e. Persentase Wirausaha Muda


Keberadaaan wirausaha dikalangan generasi muda sangat penting untuk
menciptakan lapangan pekerjaan bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Bertambahnya jumlah populasi manusia berpotensi meningkatnya jumlah
pengangguran pada usia produktif, karena kesulitan dalam mencari lapangan
pekerjaan. Pengembangan kemampuan wirausaha dilakukan dengan pengelolaan
dan pengembangan ketrampilannya, yang akan menjadi kekuatan yang besar bagi

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-209


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

pembangunan. Banyak peluang bagi para pemuda untuk menjadi wirausaha,


namun harus didukung oleh pemerintah dan lembaga pendidikan, termasuk
perguruan tinggi. Jumlah wirausaha muda di Provinis Riau selama kurun tahun
2014-2013 menunjukkan kecenderungan meningkat. Jelasnya dapat dilihat pada
Tabel 2.131.
Tabel 2.131. Persentase Wirausaha Muda di Provinsi Riau
Tahun 2012 -2016
No Uraian 2014 2015 2016
1 Jumlah wirausaha muda 300 500 1.000
2 Jumlah seluruh wirausaha 468.400 482.192 498.891
3 Persentase wirausaha muda 1,5 0,9 0,4
Sumber: Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Riau Tahun 2017

Mencermati data tabel di atas, secara nominal jumlah wirausaha mudah di


Provinsi Riau menunjukkan peningkatan selama kurun tahun 2014-2015. Namun
demikian dilihat dari nominal jumlahnya masih sangat sedikit. Jika dibandingkan
dengan jumlah seluruh wirausaha, maka besaran persentase jumlah wirausaha
muda di Provinis Riau sangat sedikit berkisar 0,4 persen. Kenyataan menunjukkan
masih rendahnya minat dari kalangan generasi mudah untuk menjadi wirausaha.
Oleh sebab perlu dorongan pemerintah dan kalangan perguruan tinggi untuk
memmotivasi dan membina kalangan generasi mudah menjadi wirausaha yang
tangguh.

2.3.2.14. Bidang Urusan Statistik dan Persandian


Kebutuhan akan data khususnya data statistik sektoral sangat dibutuhkan
dalam rangka mendukung proses perencanaan secara sektor. Sampai dengan tahun
2017 Provinsi Riau belum melakukan pengorganisasi pendataan secara sektoral.
Untuk itu telah dilakukan penyusunan Forum Data yang beranggotakan lintas
sektor pusat dan daerah dalam rangka membangun sistem satu data di Provinsi
Riau.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-210


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.132. Persentase Pelayanan Pengamanan Persandian pada Seluruh Kab/Kota dan OPD
di Provinsi Riau Tahun 2014-2017

Tingkat Pengamanan Informasi Publik Tingkat pengamanan informasi pemerintah Persentase


perangkat
Jumlah Perangkat daerah yang
Jumlah Daerah yang telah telah
OPD KSI (Keamanan Surat (Op. Komunikasi tata kelola menggunakan menggunakan
Tahun index KP (Kontra sertifikat
Sistem Elektronik Diklat Sandi sandi,enkripsi informasi layanan Persandian layanan
KAMI Penginderaan) elektronik
Informasi) (mail sanapati) email,e-Office) cadangan persandian di
Provinsi Riau

1 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2 jml % jml % jml % jml % jml % jml % jml % jml %

100
2014 55 0 12 0 1 1,82% 0 0 0
%
7 OPD (LPSE ,
100
2015 55 0 12 0 1 1,82% 0 0 0 BPKAD ,
%
DISKOMINFO,
16,27%
SEKRETARIAT
100
2016 55 2 3,64% 12 0 2 3,64% 0 0 0 DAERAH, PTSP,
%
BAPPEDA, DPRD)
100
2017 43 5 11,63% 12 1 2,33% 6 13,95% 2 4,65% 43 100,00% 0
%

Source: Arsip Persandian

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-211


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.133. Rincian OPD Dengan Pelayanan Persandian


Jenis Pelayanan
No. OPD
Persandian
1 Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) KSI , KP
Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
2 (BPKAD) KSI , KP
Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik
3 (DISKOMINFOTIK) KSI , S.E , KP
Sekretariat Daerah (Asisten I,II,III, VVIP lancang
4 KSI , S.E , KP
kuning dan Biro )
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
5 Satu Pintu (BPMPTSP) KSI , S.E
Badan Perencenaan Pembangunan Daerah
6 (BAPPEDA) KP
7 DPRD Provinsi Riau KP

2.3.2.15. Bidang Urusan Kebudayaan


a. Kurikulum Muatan Lokal Budaya Melayu
Pembangunan kebudayaan di Provinsi Riau merupakan salah satu sektor yang
menjadi prioritas, terutama budaya melayu dalam rangka untuk mewujudkan Visi Riau
2020 menjadikan Riau Sebagai Pusat Kebudayaan Melayu. Komitmen ini tentunya harus
diwujudkan dengan program-porgram yang mengarahkan pelestarian budaya melayu.
Untuk menjaga kelestarisan budaya melayu salah satunya adalah mensosialisasikan
melalui jalur pendidikan. Untuk mewujudkan itu salah satu upaya yang dilakukan oleh
Pemerintah Provinsi Riau yang bekerjasama dengan Lembaga Adat Melayu Riau adalah
dengan memasukkan Mata Pelajaran Budaya Melayu sebagai kurikulum muatan lokal.
Sampai dengan tahun 2017 Kebudayaan Melayu sudah masuk dalam muatan kurikulum
lokal pada tingkat SMA/SMK. Adapun banyak jumlah SMA/SMK yang memasukkan
budaya melayu dalam muatan lokal seperti terlihat pada Tabel 2.134.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-212


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.134 Rekapitulasi Jumlah Menengah Yang Menerapkan Muatan Lokal Yang
Berbasis Budaya Melayu Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2017
No Kabupaten/Kota SMA SMK
1 Kuantan Singingi 21 4
2 Indragiri Hulu 29 16
3 Indragiri Hilir 25 19
4 Pelalawan 23 17
5 Siak 31 -
6 Kampar 51 29
7 Rokan Hulu 34 36
8 Rokan Hilir 64 1
9 Bengkalis 45 7
10 Kep. Meranti 23 2
11 Pekanbaru 17 -
12 Dumai 6 7
Provinsi Riau 369 138
Sumber: Dinas Kebudayaan Provinsi Riau Tahun 2017

Secara keseluruhan sampai dengan tahun 2017 di Provinsi Riau terdapat 369 SMA
dan 138 SMK yang sudah memasukkan kurikulum Budaya Melayu dalam muatan lokal.
Jika dibandingkan dengan jumlah SMU dan SMK yang ada di Provinsi Riau, sebanyak
675 buah, maka jumlah sekolah yang sudah maemasukkan kurikulum budaya melayu
sebagai muatan lokal adalah sebanyak 75,11 persen. Ini berarti masih ada sebesar 24,89
persen SMU dan SMK yang belum memasukkan budaya melayu sebagai kurikulum
muatan lokal. Sejalan dengan hal tersebut dengan beralihnya kewenangan urusan SMU
kepada Provinsi sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2014, kebijakan memasukkan budaya
melayu sebagai kurikulum muatan untuk sekolah yang belum haruslah menjadi prioritas.

b. Jumlah Karya Seni Budaya Melayu Yang Direvitalisasi.


Bentuk lainnya pelestarian budaya melayu adalah melakukan inventarisasi dan
revitalisasi karya dan budaya melayu. Upaya revitalisasi dan inventarisasi sudah dilakukan
mulai tahun 2012 sampai dengan 2016. Adapun jumlah revitalisasi dan inventarisasi yang
dilakukan selama kurun tahun tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.135.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-213


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.135. Jumlah Karya Seni Budaya Yang di Revitalisasi dan Diinventarisasi
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2012-2017
Tahun
Kabupaten/Kota 2017
2012 2013 2014 2015 2016
Kuantan Singingi 4 3 2 1 3
Indragiri Hulu 4 3 2 1 5
Indragiri Hilir 3 3 1 1 2
Pelalawan 3 3 1 1 6
Siak 3 4 2 3 5
Kampar 4 4 2 4 8
Rokan Hulu 3 3 2 3 6
Rokan Hilir 2 3 1 1 4
Bengkalis 5 3 3 3 6
Kep. Meranti 2 2 2 3 5
Pekanbaru 1 - -
Dumai 1 - 1
Provinsi Riau 35 31 18 21 50
Sumber: Dinas Kebudayaan Provinsi Riau Tahun 2017

Selama kurun tahun 6 tahun sudah 155 karya seni di Provinsi Riau yang berbasis
melayu direvitalisasi dan diinvetarisasi. Sesungguhnya potensi karya seni dan budaya
melayu yang sejatinya direvitalisasi masih sangat banyak. Basis budaya melayu yang
berada pada 4 aliran sungai besar sebagai tempat peradaban budaya melayu masa lalu
harus menjadi sumber revitalisasi dan inventarisasi. Empat sungai besar harus menjadi
fokus dalam pelestarian budaya melayu, terutama budaya lisan dan karya seni budaya
melayu lainnya . Hal ini mengingat generasi tua yang tahu persis tentang budaya lisan
dan karya seni budaya melayu sudah mulai berangsur-angsur termakan usia tua.

c. Cagar Budaya Yang Dilestarikan


Pelestarian bermakna pada upaya untuk memanfaatkan, melindungi dan
mengembangan. Pelstarian Cagar Budaya adalah upaya untuk memanfaatkan cagar
budaya, melindungi dari kemusnahan dan mengembangannya. Menurut Undang-undang
Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, cagar budaya adalah merupakan kekayaan
budaya bangsa sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting
artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, danh bernegara. Oleh sebab itu Cagar budaya
perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya pelindungan, pengembangan,
dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Provinsi Riau memililki berbagai cagar budaya baik bergerak maupun

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-214


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

yang tidak bergerak. Adapun jumlah cagar budaya yang sudah dilestasikan di Provinsi
Riau dapat dilihat pada Tabel 2.136.
Tabel 2.136. Persentase Jumlah Cagar Budaya yang dilestasikan di Provinsi Riau
Tahun 2012-2016
No Uraian 2012 2013 2014 2015 2016
Jumlah Cagar Budaya yang
1
dilestarikan 1 32 25 1 433
Total Cagar Budaya yang
2 na na na na
dimiliki daerah 2,862

3 Persentase Yang dilestarikan - - - - 16,11


Sumber: Dinas Kebudayaan Provinsi Riau Tahun 2017

Pada tahun 2016 jumlah cagar budaya yang ada di Provinsi Riau baik bergerak
maupun tidak bergerak yang terinventarisasi sebanyak 2,862 buah. Sementara yang baru
dilestarikan sebanyak 433 buah atau sebesar 16,11 persen. Ini berarti masih terdapat
sebanyak 83,89 persen yang belum mendapat sentuhan pelestarian. Kondisi ini
memberikan gambaran bahwa pelastian cagar budaya belum optimal dilakukan di Provinsi
Riau.

2.3.2.16. Bidang Urusan Perpustakaan

Keberadaan perpustakaan merupakan sarana untuk mencerdaskan kehidupan


bangsa. Oleh sebab fasilitas perpustakaan terutama buku baik menyangkut keragaman
koleksi maupun jumlah koleksi buku yang tersedia harus menjadi perhatian disamping
fasilitas lainnya. Hal ini karena masing-masing pengunjung mempunyai kepentingan
referensi yang berbeda dengan buku yang ingin dicari dan memanfaatkan fasilitas
peminjaman buku. Adapun pengunjung pengunjung di Perpustakaan Soeman HS dapat
dilihat pada Tabel 2.137.

Tabel 2.137. Jumlah Pengunjung dan Dokumen Perpustakaan Soeman HS Provinsi


Riau Tahun 2013-2017
Tahun Pertumbuhan
No Uraian
2013 2014 2015 2016 2017 /Tahun (%)

1 Jumlah Pengunjung (orang) 234,439 303,630 334,318 339,104 415,283 19,28


Jumlah Orang dalam
2 Populasi yang harus 6,033,268 6,188,442 6,344,402 6,500,971 6,657,911 2,58
dilayani
3 Rasio 3.89 4.91 5.27 5.22 6.24 15,10
Sumber: BPS Provinsi Riau (Riau Dalam Angka, 2017)

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-215


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

7.00 6.24
6.00 5.27 5.22
4.91
5.00
3.89
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
2013 2014 2015 2016 2017

Gambar 2.67. Rasio Pengunjung dengan Populasi Perpustakaan Soeman HS


Tahun 2013-2017
Jumlah pengunjung di Perputakaan Soeman HS selama kurun tahun 2013-2017
meningkat rata-rata 19,28 persen. Jika dibandingkan dengan populasi orang yang harus
dilayani, rasionya juga mengalami peningkatan rata-rata 15,10 persen. Keadaan
menunjukkan terjadinya peningkatan minat membaca masyarakat. Kondisi rasio
kunjungan pada tahun 2017 sebesar 6,24, bila dibanding dengan standar perpuskataan
nasiona sebesar 0,10 per kapita, berartli dari sisi kunjungan sudah di atas standar yang
ditetapkan.

2.3.2.17. Bidang Urusan Kearsipan

Pengelolaan arsip yang dilaksanakan dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah
yang ada akan menghadirkan kemanfaatan besar bagi kehidupan organisasi, pemerintah,
dan masyarakat. Ketersediaan arsip secara utuh, otentik, dan terpercaya, pada lembaga
pemerintahan akan memberikan dukungan nyata bagi pelaksanaan reformasi birokrasi
utamanya untuk kemanfaatan penilaian kinerja, pertanggungjawaban kinerja, pelayanan
publik, serta penyediaan indikator bukti bagi kepentingan lain.
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap penyelenggaraan kearsipan sesuai
dengan keinginan, diantaranya yaitu keberadaan sumber daya manusia (arsiparis).
Sumberdaya manusia kearsipan yang baik dan mencukupi merupakan faktor yang dapat
mewujudkan ketertaaan kearsipan. Sumberdaya yang mengelola arsip secara baku di
Provinsi Riau selama kurun tahun 2012-2016 dapat dilihat pada Tabel 2.138.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-216


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.138. Persentase Perangkat Daerah yang Mengelola Arsip Secara Baku
Provinsi Riau Tahun 2012-2016
No Uraian 2012 2013 2014 2015 2016
1 Jumlah Perangkat Daerah yang telah menerapkan arsip
0 0 2 4 6
secara baku
2 Jumlah Perangkat Daerah 33 33 33 54 54
3 Persentase Perangkat Daerah yang mengelola arsip
0 0 6,06 7,40 11,11
secara baku
Sumber: Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Riau Tahun 2017

Data pada tabel di atas memperlihatkan bahha jumlah perangka daerah yang telah
menerapkan arsip secara baku meningkat dari tidak ada pada tahun 2012 meningkat
menjadi 6 orang pada tahun 2016. Jika dibandingkan dengan jumlah perangkat daaerah
pada tahun yang sama terjadi peningktan persentase jumlah perangkat daerah yang
menerapkan arsip secara baku dari tidak ada meningkat menjadi 11,11 persen.

2.3.3.Fokus Layanan Urusan Pemerintahan Pilihan


2.3.3.1 Bidang Urusan Kelautan dan Perikanan
Provinsi Riau merupakan salah satu daerah di sumatera yang memiliki potensi
sumberdaya perikanan yang besar yang menjadi sumber perekonomian bagi
masyarakatnya. Secara umum Provinsi Riau memiliki aktvitas kegiatan perikanan baik
perikanan tangkap, maupun perikanan budidaya air tawar serta budidaya perikanan laut
dan payau.
Selama periode 2011-2016 menunjukkan bahwa produksi perikanan Provinsi Riau
mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari 149,93 ribu ton pada tahun 2011
meningkat menjadi 219,40 ribu ton pada tahun 2016. Dalam kurun tahun lima tahun terjadi
penambahan produksi sebesar 69,47 ton atau sebesar 46,33 % atau naik sebanyak 9,26 %
per tahun. Jenis usaha perikanan yang mengalami peningkatan produksi adalah perairan
umum sebanyak 19,61 % per tahun diikuti oleh usaha budidaya kolam naik sebanyak 8,64
% per tahun% dan oleh perikanan laut sebanyak 2,67% per tahun.Namun perikanan
tambak mengalami penurunan produksi sebanyak 52,35 % per atau turun dari 5,75 ribu
ton pada tahun 2011 menjadi 0,758 ribu ton pada tahun 2016 sebagaimana terlihat dalam
Tabel 2.139 dan Tabel 2.140.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-217


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.139. Rasio Produksi dan Konsumsi Ikan di Provinsi Riau


Tahun 2010 – 2016
Tahun Rata-rata
Pertumbuh
Komoditas
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 an/ Tahun
(%)
Produksi (Ton) 133.001,60 149.939,80 150.788.00 161,672.20 180.561,96 209.691.93 219.406,2 8,81

Konsumsi (Ton) 179.477,30 182.855,77 188.930,16 111.480,15 112.630,00 277,250 260.039 17,53

Perimbangan
(43.475 ,70) (32.915,97) (38.142,16) 50.192,05 67.932 (67.558,44) (40.632,64)
(Ton)
Rasio 0,74 0,82 0,79 1,45 1,60 0.76 0.84 0,50

Sumber: BPS Provinsi Riau (Riau Dalam Angka Tahun 2017)

Berdasarkan tabel 2.139 di atas dapat dijelaskan bahwa perkembangan produksi


perikanan Provinsi Riau sejak Tahun 2010 – 2016 cenderung mengalami peningkatan
setiap tahunnya dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 8,81%, Demikian juga laju
pertumbuhan kebutuhan konsumsi pertahun mencapai rata-rata17,53%. Dengan demikian
kemampuan produksi bila dibandingkan dengan kebutuhan konsumsi penduduk Provinsi
Riau masih belum dapat mencukupinya kecuali produksi Tahun 2013 dan 2014 terjadi
surplus sebesar 50.192,05 ton (2013) dan 67.932 ton (2014). Tingginya tingkat komsumsi
disebabkan antara lain yaitu tingkat kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi ikan dan
lajunya pertumbuhan penduduk di Provinsi Riau. Adapun rasio produksi dan konsumsi
ikan di setiap Kabupaten/kota se Provinsi Riau dapat dilihat pada Tabel 2.140.

Tabel 2.140. Rasio Produksi dan Konsumsi Ikan Menurut Kabupaten/Kota


di Provinsi Riau Tahun 2016
Indikator
Kab/Kota Produksi (Ton) Konsumsi (ton) Perimbangan (ton) Rasio
1 2 3 = (1-2) 4 = (1/2)
KuantanSingingi 4.057.5 12,123 -8.065,36 0.33
Indragiri Hulu 5,372.10 15,878 -10.505,93 0.34
Indragiri Hilir* 44,128.80 27,673 16,455.95 1.59
Pelalawan 13,801.60 17,051 -3.249,02 0.81
Siak 2,507.00 17,379 -14.872,07 0.14
Kampar 59,550.90 32,053 27,497.93 1.86
RokanHulu 7,740.00 22,378 -14.637,72 0.35
Bengkalis 2,864.30 11,519 -8.654,84 0.25
RokanHilir 68,160.20 22,503 45,657.22 3.03
Kep. Meranti* 2,452.10 10,585 -8.132,75 0.23
Pekanbaru 7,977.30 36,131 -28.154,07 0.22
Dumai 794.5 9,341 -8.546,56 0.09
Provinsi Riau 219,406.20 260,039 -40.632,64 0.84

Dari Tabel 2.140 dapat dijelaskan bahwa kemampuan produksi ikan Provinsi Riau
Tahun 2016 sebesar 219.406,20 ton dan jika dibandingkan dengan kebutuhan konsumsi
penduduk Riau sebesar 260.039 ton maka terjadi kekurangan atau devisit sebesar -

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-218


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

40.632,64 ton (18,51%). Tingkat kekurangan yang tertinggi terdapat di Kota Pekanbaru
lalu diikuti Kabupaten Siak dan Kabupaten Rokan Hulu.Tingginya tingkat kekurangan di
Pekanbaru lebih disebabkan karena daerah ini merupakan daerah yang jumlah
penduduknya terbesar sementara potensi produksi sangat rendah. Kemudian daerah dengan
tingkat komsumsi ikan terendah adalah Kota Dumai, hal ini dipengaruhi oleh faktor
keterbatasan masyarakat mengakses bahan baku ikan karena terbatasnya pasokan dan juga
tingginya harga ikan.
Selama ini, kekurangan suplai ikan di Provinsi Riau umumnya didatangkan dari
Sumatera Barat dan Kepulauan Riau. Rendahnya produksi perikanan dibanding konsumsi
yang selama ini dialami Provinsi Riau perlu menjadi perhatian serius. Pada perikanan laut
dan budidayanya, permasalahan terbatasnya kemampuan jelajah kapal penangkapan ikan
nelayan dan over fishing disekitar pantai perlu diantisipasi melalui modernisasi kapal dan
perindikatoran tangkap serta pengembangan budidaya perikanan laut. Pada perikanan
perairan umum, upaya penegakan peraturan tentang pencemaran sungai perlu ditingkatkan
disamping pengaturan penangkapan ikan diperairan umum. Khusus perikanan kolam
keramba yang saat ini menjadi andalan produksi perikanan Provinsi Riau perlu diikuti
pengembangan industri pengolahan ikan oleh UKM atau perusahaan besar sehingga harga
ikan (patin) dapat stabil.

Produksi ikan di Provinsi Riau diperoleh dari berbagai jenis usaha antara lain usaha
perikanan tangkap di laut, perikanan tangkap di perairan umum, budidaya di tambak dan di
kolam, budidaya keramba di perairan umum, jaring reaping serta budidaya di laut. Jumlah
produksi dari tahun 2019 sampai dengan 2016 menurut jenis usaha dapat dilihat pada
Tabel 2.141.
Tabel 2.141. Produksi Perikanan Menurut Jenis di Provinsi Riau
Tahun 2011-2016
Tahun Rata-Rata
Jenis Usaha Perikanan Pertumbuhan/
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Tahun (%)
Perikanan Tangkap di Laut 90.505,30 95.611,00 93.279,20 107.306,20 105.296,30 102.100,9 2.67

Perikanan Tangkap di Perairan Umum 12.285,70 16.068,60 17.455,90 18.384,10 17.097,80 27.406,6 19.61

Budidaya di Tambak 5.753,00 645,90 329,30 311,20 134,98 758,16 52.35


Budidaya di
41.395,90 38.462,50 50.607,80 54.560,50 55.711,66 60.603,82 8.64
Kolam
Budidaya
- - - - 5.379,55 28.381,1 1,37
Keramba di Perairan Umum

Budidaya Jaring Apung di Laut - - - - 25.451,35 155,63 4,27

Budidaya Laut - - - - 614,23 - 1,2


Jumlah 149.939,90 150.788,00 161.672,20 180.562,00 209.691,0 219.406,2 8.26
Sumber: Riau Dalam Angka 2017 dan Data Olahan

Berdasarkan Tabel 2.141 dapat dijelaskan bahwa rata-rata pertumbuhan produksi


perikanan cenderung mengalami peningkatan dari tahun 2011 s/d 2016. Pada tahun 2016

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-219


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

total produksi Perikanan tangkap dilaut mengalami penurunan sebesar 3.195,4 ton
dibandingkan total produksi tahun 2015 hal ini diakibatkan oleh bencana asap yang
terjadi di Provinsi Riau pada pertengahan tahun 2015. Sedangkan untuk usaha perikanan
tangkap di periaran umum mengalami peningkatan pada tahun 2016 dibandingkan dengan
tahun 2015 sebesar 10.308,8 ton, peningkatan ini cukup signifikan karena kesempurnaan
pendataan di lapangan pada setiap Kabupaten/kota.
Pada sektor perikanan budidaya mengalami peningkatan produksi pada semua jenis
usaha pada tahun 2016, kecuali budidaya jaring apung yang mengalami penurunan sangat
cukup signifikan yakni mencapai 61% hal ini di sebabkan tingginya modal dalam
pengembangan usaha dan juga dipengaruhi oleh mentalitas pembudidaya yang belum
berorientasi bisnis. Produksi perikanan menurut kabupaten/kota di Provinsi Riau
berdasarkan jenis usaha perikanan dapat dilihat pada Tabel 2.142.
Tabel 2.142. Produksi Perikanan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau
Tahun 2016
Jenis Usaha Perikanan

Budidaya
Perairan Keramba Kontribusi
No Kabupaten/Kota Keramba Budidaya
Perikanan Tangkap Jaring (%)
Budidaya Budidaya di Budidaya Jaring Jaring
Tangkap di di Tancap di Jumlah
di Tambak Kolam di Keramba Apung di Apung di
Laut Perairan Perairan
Perairan Laut
Umum Umum
Umum

1 Kuantan Singingi 353,1 3.678,47 25,89 4.057,5 1,84


2 Indragiri Hulu 1.362,1 3.809,48 131,63 68,88 5.372,1 2,44
3 Indragiri Hilir 39.022,5 3.774,0 722,24 558,00 52,06 44.128,8 20,11
4 Pelalawan 3.847,0 1.564,2 0,38 6.466,31 399,32 1.524,37 13.801,6 6,29
5 Siak 618,0 621,0 1.268,64 2.507,0 1,14
6 Kampar 2.536,6 31.038,84 3.912,02 22.063,47 59.550,9 28,43
7 Rokan Hulu 1.920,0 5.675,95 144,00 7.740,0 3,53
8 Bengkalis 2.312,1 409,4 20,00 122,76 2.864,3 1,30
9 Rokan Hilir 53.421,9 13.724,3 880,84 133,15 68.160,2 31,07
10 Kep. Meranti 2.345,8 6,68 77,15 22,48 2.452,1 1,18
11 Pekanbaru 1.141,9 6.818,44 16,96 7.977,3 3,64
12 Dumai 533,6 8,86 209,54 42,50 794,5 2.18
Riau 102.100,9 27.406,6 758,16 60.603,82 4.354,19 23.915,53 111,38 155,63 219.406,2 100,00

Berdasarkan Tabel 2.142 dapat dijelaskan bahwa Kabupaten/Kota yang


memberikan kontribusi produksi perikanan di Provinsi Riau yaitu Kabupaten Rokan Hilir
(31,07 %), Kampar (28,43%) dan Indragiri Hilir (20,11 %). Pada sektor perikanan
tangkap, terdapat potensi di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 571 sebesar 484.414
ton yang meliputi Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Aceh, untuk Provinsi Riau
meliputi Kabupaten Rokan Hilir, Bengkalis, Meranti, Siak dan Dumai, namun potensi
tersebut baru dimanfaatkan 8,17%. Untuk wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 711
terdapat potensi sebesar 1.143.341 ton, di Provinsi Riau meliputi Indragiri Hilir dan
Pelalawan, potensi tersebut baru termanfaatkan di Provinsi Riau sebesar 3,6%. Hal ini

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-220


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

diduga ketidakberdayaan nelayan bersaing dengan nelayan luar untuk memanfaatkan


potensi tersebut. Rendahnya produksi tangkap juga didisebabkan oleh adanya transaksi
jual beli ikan di tengah laut sehingga data produksi tidak terdata. Oleh karena itu
diharapkan UPT pengawasan yang dibentuk dapat meningkatkan kinerja pengawasan.
Pada sektor perikanan budidaya kontribusi produksi tertinggi ada di Kabupaten
Kampar yaitu sebesar 57.014,33 Ton, sedangkan yang terendah ditempati oleh Kabupaten
Kepulaun Meranti kemudian diikuti oleh Kota Dumai. Kemudian jika dilihat dari
kewilayahan, perikanan budidaya yang belum berkembang adalah wilayah bagian pesisir,
kondisi ini sangat ironis padahal potensi wilayah pesisir sangat besar dengan panjang garis
pantai 2.713 Km, belum termanfaatkanya potensi tersebut, hal ini disebabkan biaya
produksi pengembangan perikanan budidaya didaerah pesisir lebih besar dibandingkan
dengan wilayah darat. Adapun produktivitas perikanan dari Perairan umum dan perikanan
laut di setiap kabupaten/kota se Provinsi Riau pada tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel
2.143.
Tabel 2.143. Produktivitas Perikanan dari Perairan Umum dan Perikanan Laut
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2016
Luas Perairan Produktivitas
Kabupaten/Kota Produksi (Ton)
(ha) Persentase (ton/ha)

Kuantan Singingi 4.384 0,21 353,1 0,0792


Indragiri Hulu 5.277 0,25 1.362,1 0,5172
Indragiri Hilir 436.297 20,82 3.774,0 0,1187
Pelalawan 110.313 5,26 1.564,2 0,0433
Siak 9.216 0,44 621,0 0,1117
Kampar 18.173 0,87 2.536,6 0,1280
Rokan Hulu 5.631 0,27 1.920,0 0,3349
Bengkalis 677.472 32,33 409,4 0,0022
Rokan Hilir 542.880 25,91 13724,3 0,0984
Kepulauan Meranti 284.727 13,59 - 0,0058
Pekanbaru 757 0,04 1.141,9 0,5210
Dumai 372 0,02 - 1,5962
Provinsi Riau 2.095.497 100,00 27.406,6 0,0584

Berdasarkan Tabel 2.143 dapat dijelaskan bahwa daerah yang memiliki perairan
terluas adalah Kabupaten Bengkalis, lalu diikuti Kabupaten Rokan Hilir, dan Indragiri
Hilir, sedangkan Kabupaten yang terendah adalah Kabupaten Dumai dan Pekanbaru. Luas
perairan tidak berbading lurus dengan jumlah produksi, karena besaran produksi sangat
dipengaruhi seberapa besar pemanfaatan potensi diperairan tersebut. Sebagai perbadingan,
Kabupaten Siak yang hanya memiliki luas perairan 9.216 (0.44%), tetapi memiliki jumlah
produksi lebih besar dibandingkan dengan Kabupaten Bengkalis dengan luas perairan
677.472 (32.33%).Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa Kabupaten Siak telah

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-221


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

memanfaatkan potensi diperairan tersebut cukup maksimal sedangkan Kabupaten


Bengkalis, pemanfaatan potensi sangat rendah.
Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu
wilayah/regionaldalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan.PDRB pada
dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam
suatu negara / daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang
dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.

Tabel 2.144 . Kontribusi Sektor Kelautan dan Perikanan Terhadap PDRB


di Provinsi Riau Tahun 2012-2016
No Uraian 2012 2013 2014 2015 2016*

1 Provinsi Riau 2,41 % 2,50 % 2,55 % 2,67 % 2,64 %


Sumber: BPS Riau 2017 2016* (angka sementara)

Berdasarkan tabel 2.144 dapat dijelaskan bahwa kontribusi sektor kelautan dan
perikanan terhadap PDRB Provinsi Riau dari tahun ke tahun terus meningkat mulai dari
2,41% pada tahun 2012 naik hingga 2,67 % pada tahun 2015. Angka sementara tahun 2016
terjadi sedikit penurunan yaitu 0,03 % dari 2,67 % Tahun 2015 menjadi 2,64 % tahun
2016.
Sektor kelautan dan perikanan di Provinsi Riau rata-rata menyumbang 2,55 %
setiap tahun terhadap laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) daerah Riau. Meski
masih dalam proporsi yang kecil disbanding industri lainnya, namun porsi sumbangan ini
secara tahunan terus meningkat dalam empat tahun terakhir. Pertumbuhan sektor kelautan
dan perikanan ini terdorong oleh peningkatan produksi hasil tangkapan baik dilaut maupun
di perairan umum dan budidaya perikanan air tawar, payau dan pantai (laut).

2.3.3.2 Bidang Urusan Pariwisata


Provinsi Riau memiliki daya tarik pariwisata yang dapat dikembangkan sehingga
menjadi tujuan wisatawan domestik maupun mancanegara. Namun demikian, daya tarik
wisata yang ada di Provinsi Riau belum dikembangkan dengan baik, termasuk sarana dan
prasarana pendukungnya sehingga belum menjadi tujuan wisata dan belum memberikan
kontribusi yang berarti dalam perekonomian Provinsi Riau.
Sementara itu jumlah objek wisata di Provinsi Riau menunjukkan penyebaran
lokasi di setiap kabupaten/Kota, dimana kabupaten yang memiliki objek wisata paling

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-222


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

banyak adalah Kabupaten Kuantan Singingi dengan tujuhpuluh sembilan objek wisata dan
yang paling sedikit adalah Rokan Hilir, Kep.Meranti dan Indragiri Hilir.
Objek wisata alam dan wisata budaya yang ada di Provinsi Riau perlu dukungan
aksesibilitas dan fasilitasi destinasi wisata agar dapat memudahkan wisatawan domestik
dan mancanegara untuk menuju dan menikmatinya objek wisata tersebut. Dengan
terbangunnya sarana dan prasarana wisata serta dukungan terhadap pemasaran pariwisata
dapat dapat berkontribusi secara signifikan terhadap pertumbuhan perekonomian Provinsi
Riau. Selain daya tarik wisata alam dan budaya, Provinsi Riau juga berpotensi untuk
dikembangkan untuk menjadi daerah tujuan wisata MICE (Meeting, Incentive, Conference
dan Exhibition) dan wisata minat khusus, dengan memanfaatkan keunikan alam, sarana
dan prasarana olah raga yang telah dibangun dalam rangka PON XVIII Tahun 2012, serta
sarana MICE yang telah dimiliki pihak swasta.

Tabel 2.145. Jumlah Objek Wisata Menurut Kabupaten/Kota


di Provinsi Riau Tahun 2016
Objek Wisata
Kabupaten dan Kota
Alam Sejarah Budaya Religi Bahari Tirta Rekreasi Minat Khusus Jumlah

Kuantan Singingi 44 7 11 5 0 12 0 0 79
Indragiri Hulu 26 8 8 3 0 3 0 0 48

Indragiri Hilir 6 5 2 2 3 2 1 0 21
Pelalawan 23 19 7 2 0 1 0 2 54

Siak 8 37 4 6 0 2 0 1 58
Kampar 21 11 7 14 0 5 3 3 64

Rokan Hulu 29 8 2 4 0 2 0 6 51
Bengkalis 5 3 3 0 10 5 7 8 41

Rokan Hilir 3 5 1 5 1 0 1 2 18
Kep. Meranti 7 8 0 0 0 0 0 4 19

Pekanbaru 1 9 2 2 0 1 4 7 26
Dumai 7 8 0 3 0 3 1 3 25

Provinsi Riau 180 128 47 46 14 36 17 36 504

Pariwisata merupakan potensi baru yang dapat meningkatkan perekonomian


masyarakat. Berdasarkan tabel 2.145 di atas, terdapat 504 objek wisata di Provinsi Riau
yang terdiri dari objek wisata alam, sejarah, budaya, religi, bahari, tirta, rekreasi dan minat
khusus. Jumlah objek wisata ini meningkat cukup siginifikan dibanding tahn sebelumnya
oleh karena dukungan program Dinas Pariwisata Provinsi Riau secara masif melakukan
eksplorasi dan identifikasi destinasi serta pembinaan pengembangan destinasi kepada
pengelola destinasi wisata Provinsi Riau. Hal ini tentunya tak lepas dari kebijakan
Gubernur Riau dan Pemerintah Kab./Kota seiring dengan arahan Pemerintah Pusat untuk

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-223


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

mendorong pariwisata di Provinsi Riau. Di samping itu juga dilakukan kegiatan sadar
wisata untuk membangun kesadaran masyarakat serta upaya promosi melalui media sosial,
yaitu “Cerita Baru Centre”. Dukungan yang sangat penting adalah pembenahan dan
pembangunan infrastruktur pariwisata melalui alokasi APBN & APBD.
Sejak dilaunchingnya Brand Image The Homeland of Melayu pada tahun 2016,
Dinas Pariwisata Provinsi Riau melakukan program POSE untuk pengembangan
pariwisata di Provinsi Riau. Program POSE tersebut antara lain:
1. Paid Media, promosi pariwisata Provinsi Riau dengan melibatkan media dalam dan
luar negeri.
2. Owened Media: website resmi Dinas Pariwisata Provinsi Riau
(http://pariwisata.riau.go.id/) digunakan untuk mempromosikan Pariwisata Provinsi
Riau.
3. Social Media: promosi Pariwisata Provinsi Riau yaitu melalui Path, Facebook,
Instagram dan Twitter.
Pariwisata merupakan lokomotif penggerak ekonomi rakyat karena memiliki multiplier
efek yang luas bagi masyarakat. Pariwisata ke depannya diharapkan menjadi penghasil
devisa utama mengingat besarnya potensi wisata di Provinsi Riau dengan berbagai
keragaman alam dan budaya. Oleh karena itu, peranan dari pemerintah dan industri
pariwisata termasuk pengusaha industri perhotelan yang sangat penting dalam upaya
memajukan menyukseskan pembangunan pariwisata di Provinsi Riau.

Tabel 2.146. Tamu Asing yang Datang ke Provinsi Riau


menurut Pintu Masuk Utama Provinsi Riau Tahun 2012-2016
Tahun Rata-Rata
Pintu Masuk
2012 2013 2014 2015 2016 Pertumbuhan/Tahun (%)
1 Dumai 16.147 12.370 14.739 13.100 12.433 -5,11
2 Pekanbaru 25.065 18.986 25.757 27.810 32.810 9,34
3 Bengkalis 6.108 5.954 7.162 7.301 8.327 8,44
4 Selat Panjang 1.499 1.274 276 6.226 12.560 541,05
Jumlah 48.819 38.584 47.934 54.437 66.130 9,58

Pariwisata menjadi lokomotif penggerak ekonomi rakyat karena memiliki


multiplier efek yang luas bagi masyarakat. Pariwisata diharapkan akan menjadi penghasil
devisa utama mengingat besarnya potensi wisata di Provinsi Riau dengan berbagai
keragaman alam dan budaya Oleh karena itu, peranan dari pemerintah dan industri
pariwisata termasuk pengusaha industri perhotelan yang sangat penting dalam upaya

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-224


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

memajukan menyukseskan pembangunan pariwisata di Provinsi Riau. Berdasarkan tabel


2.146, perkembangan jumlah tamu asing dan kamar hotel di Provinsi Riau dari tahun 2012
sampai dengan tahun 2016 cenderung mengalami peningkatan. Selain program promosi
dan pengembangan destinasi wisata, peningkatan jumlah tamu asing ini juga didukung
oleh meningkatnya sumber daya manusia yang tersertifikasi di bidang perhotelan dan
perilaku masyarakat yang mencerminkan sapta pesona.

Terjadinya peningkatan yang signifikan pada jumlah objek wisata di Provinsi Riau
pada tahun 2016 bila dibandingkan dengan yang ada pada tahun 2015 tak lepas dari
beberapa strategi yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata Provinsi Riau, diantaranya:

1. "Kebijakan pemerintah pusat yang termasuk pada NAWACITA Presiden RI, Pariwisata
menjadi prioritas dalam pengembangan dan pembangunan indonesia yg dikarenakan
meningkatkan perhimbuhan ekonomi negara. Kebijakan gubernur Riau seiring dengan
arahan pemerintah pusat, untuk mendorong pariwisata di daerah-daerah yang targer
prioritas pembangunan di provinsi Riau. Pemerintah kab/kota juga mensinergitaskan
program pengembangan pariwisata untuk mendukung program pemeritahan pusat dan
provinsi. Sasaran pemerintah tentunya mendorong pembangunan infranstruktur
kedestinasi destinasi wisata yang ada di daerah daerah disamping pemerintah juga
melakukan kepada masyarakat (SDM) untuk mengembangkan potensi wisata yang ada
didaerahnya. Dengan adanya hal tersebut dari tahun 2015 sampai dengan saat ini,
potensi wisata yang ada di provinsi Riau secara signitifikan mengalami peningkatan, hal
ini dikarenakan masyarakat dan pemerintah telah menyadari dan berkomitmen bersama.
Pariwisata merupakan potensi baru yang dapat meningkatkan perekonomian
masyarakat. Dinas Pariwisata provinsi Riau melalui bidang destinasi melakukan
eksplorasi dan identifikasi destinasi serta melakukan pembinaan dalam pengembangan
destinasi terhadap pengelola destinasi wisata provinsi Riau. Pemerintahan provinsi riau
fokus dalam pembenahan dan pembangunan infranstruktur pariwisata melalui lokasi
APBN & APBD.
2. Dinas Pariwisata memunculkan Cerita Baru Centre sebagai sarana promosi pariwisata
Provinsi Riau melalui media sosial.
3. Dinas Pariwisata Provinsi Riau membangun kesadaran masyarakat dalam program
kegiatan Sadar Wisatanya, sehingga membuat masyarakat mengerti peran mereka
sebagai masyarakat yang berada di lokasi wisata. Selain itu, masyarakat juga

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-225


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

bersemangat dalam menghidupkan destinasi wisata didaerah mereka karena mereka


merasakan sendiri dampaknya bagi perekonomian hidup mereka
4. Dinas Provinsi Riau memaksimalkan perannya dalam setiap kegiatan-kegiatan yang
mereka jalankan. Seperti pembinaan homestay dan pembinaan stakeholder pariwisata.
Hal ini semakin meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pariwisata yang ada.

Terjadinya peningkatan yang signifikan pada jumlah kunjungan wisatawan di


Provinsi Riau pada tahun 2016 tak lepas dari beberapa strategi yang dilakukan oleh Dinas
Pariwisata Provinsi Riau, diantaranya dengan melakukan program POSE sejak
dilaunchingnya brand image The Homeland of Melayu. POSE yaitu: Paid Media: Paid
Media merupakan suatu program yang mana Dinas Pariwisata Provinsi Riau membayar
media-media dalam dan luar negeri untuk mempromosikan pariwisata Provinsi Riau.
1. Owened Media: Dinas Pariwisata Provinsi Riau menggunakan medianya sendiri untuk
mempromosikan Pariwisata Provinsi Riau yaitu melalui website
http://pariwisata.riau.go.id/
2. Social Media: Dinas Pariwisata Provinsi Riau mempromosikan Pariwisata Provinsi
Riau yaitu melalui social media seperti Path, Facebook, Instagram dan Twitter.

Melalui kegiatan pembinaan yang dilaksanakan Pemerintah Provinsi Riau melalui


Dinas Pariwisata kepada Masyarakat destinasi pariwisata di Kabupaten dan kota se
Provinsi Riau secara umum masyarakat telah mendukung kepariwisataan. Hal ini
tercermin dengan perilaku sapta pesona yang menjadi pelaku utama usaha masyarakat di
daerah wisata setempat, dan masyarakat sudah cukup aktif dalam mendukung penciptaan
keamanan, ketertiban, dan kebersihan lingkungan

2.3.3.3 Bidang Urusan Pertanian


Perkembangan tanaman tanaman pangan dan palawija di Provinsi Riau dari tahun
2012-2016 mengalami penurunan pertumbuhan luas panen. Penurunuan luas panen
terbesar terdapat pada komoditi ubi jalar sebesar 14,87% diikuti kacang tanah sebesar
13,73% dan Kacang Kedelai sebesar 12,03%. Secara umum penurunan luas panen untuk
tanaman pangan dipengaruhi oleh tingginya alih fungsi lahan seluas 43,987 ha (rata-rata
pertahun 8.795 ha), faktor anomali iklim dan juga adanya aturan yang mengatur larangan
membuka lahan dengan membakar.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-226


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tingginya penurunan luas panen dan produksi tanaman padi dan palawija selama
periode tersebut, maka diperlukan upaya peningkatkan pemanfaatan lahan yang ada
melalui program pengembangan komoditas tersebut secara intensif dengan meningkatkan
kapasitas penggunaan lahan misalnya dengan cara intensifikasi. Peningkatan kapasitas
penggunaan lahan tentunya harus dibarengi dengan penyediaan infrastruktur (energi,
pengairan dan teknologi input baik perindikatoran, benih unggul dan pupuk serta
perbaikan manajemen usahatani) pertanian yang dapat mendukung berjalannya program
tersebut.
Menurunya luas panen tanaman pangan, berdampak terhadap penurunan produksi.
Penurunan produksi sebesar 15,07% untuk ubi jalar,13,38% untuk kacang tanah dan
10,75% untuk Kacang Kedelai. Sedangkan Produktivitas untuk Kacang Kedelai meningkat
sebesar 1,51% dan Kacang tanah juga meningkat sebesar 0,26% sedangkan untuk ubi jalar
terjadi penurunan produktivitas sebesar 0,24%. Peningkatan Produktivitas yang besar
terjadi pada ubi kayu sebesar 5,37%, padi ladang 1,75% dan padi sawah sebesar 1,59%
serta jagung 1,24%. Peningkatan produktivitas untuk Padi, Jagung dan Kacang Kedelai
seiring dengan pelaksanaan program pemerintah ‘pajale’ yaitu pengembangan padi, jagung
dan kedele. Sedangkan untuk peningkatan ubi kayu karena petani sudah menanam varietas
unggul.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-227


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.147. Luas Panen dan Produksi Padi dan Palawija di Provinsi Riau
Tahun 2012-2016
Tahun Rata-Rata
Komoditas Pertumbuhan/
2012 2013 2014 2015 2016 Tahun (%)
Luas Panen (ha)
1. Padi Sawah 117.649 97.796 85.062 86.218 79.475,4 -9,34
2. Padi Ladang 26.366 20.722 20.975 21.328 19.955,0 -6,73
3. Jagung 13.284 11.748 12.057 12.425 13.205,4 -0,15
4. Ubi Kayu 3.642 3.863 4.038 3.578 3.535,7 -0,74
5. Kacang Tanah 1.732 1.325 1.194 1.081 959,5 -13,73
6. Ubi Jalar 1.137 1.028 981 793 597,1 -14,87
7. Kacang Kedelai 3.686 1.949 2.030 1.516 2.207,3 -12,03
8. Kacang Hijau 865 585 598 576 599,3 -8,77
Produksi (ton)
1. Padi Sawah 453.294 387.849 337.233 345.441 325.826,0 -7,92
2. Padi Ladang 58.858 46.295 48.242 48.476 47.710,0 -5,11
3. Jagung 31.433 28.052 28.651 30.870 32.850,0 -1,11
4. Ubi Kayu 88.577 103.070 117.287 103.599 105.992,0 4,59
5. Kacang Tanah 1.622 1.243 1.134 1.036 913,0 -13,38
6. Ubi Jalar 9.424 8.462 8.038 6.562 4.904,0 -15,07
7. Kacang Kedelai 4.182 2.211 2.332 2.145 2.654,0 -10,75
8. Kacang Hijau 920 619 645 598 650,0 -8,32
Produktivitas (Kw/ha)
1. Padi Sawah 38,5 39,7 39,6 40,1 41,0 1,59
2. Padi Ladang 22,3 22,3 23,0 22,7 23,9 1,75
3. Jagung 23,7 23,9 23,8 24,8 24,9 1,24
4. Ubi Kayu 243,2 266,8 290,5 289,5 299,8 5,37
5. Kacang Tanah 9,4 9,4 9,5 9,6 9,5 0,26
6. Ubi Jalar 82,9 82,3 81,9 82,7 82,1 -0,24
7. Kacang Kedelai 11,3 11,3 11,5 14,1 12,0 1,51
8. Kacang Hijau 10,6 10,6 10,8 10,4 10,9 0,70
Sumber: BPS Provinsi Riau, Riau Dalam Angka 2017 dan Data Olahan

Secara umum untuk tanaman pangan khusunya padi masih diperlukan peningkatan
produktivitas melalui pemanfaatan lahan yang ada. Untuk itu masih diperlukan program
peningkatan produktivitas tanaman padi melalui peningkatan penggunaan teknologi input
berupa benih unggul, pupuk yang cepat direspon oleh tanaman dan pemupukan yang
berimbang atau kombinasi optimal dalam penggunaan teknologi input, penggunaan
perindikatoran tepat guna dan peningkatan infrastruktur pengairan serta perbaikan
manajemen usaha tani.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-228


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.148. Potensi Peningkatan Produksi Padi Sawah Menurut Kabupaten/Kota


di Provinsi Riau Tahun 2016

Potensi Penggunaan Lahan Pertanian (Lahan Sawah)


Tanam (Ha) Sementara
Tidak
Kecamatan Tidak Total Lahan
1 Kali Per 2-3 Kali Ditanami
Diusahakan (Ha)
tahun Per tahun Padi (Ha)
(Ha)
Kuantan Singingi 8.902 1.224 78 7094 17.298,0
Indragiri Hulu 1.752 304 149 1096 3.301,0
Indragiri Hilir 19.261 3.335,5 964,5 1185 24.746,0
Pelalawan 6.327 127 227 704 7.385,0
Siak 1.706 3.110 277 148 5.241,0
Kampar 2.994 1.791 993 901 6.679,0
Rokan Hulu 434 1.453 192 822 2.901,0
Bengkalis 4571,7 44 502,8 0 5.118,5
Rokan Hilir 10.188 728,5 7361 1849 20.126,5
Kep. Meranti 3.820 0 6 202 4.028,0
Pekanbaru 1,5 7 0 5 13,5
Dumai 25 45 2 3 75,0
Jumlah 59.982,2 12.169 10.752,3 14.009 96.912,5
Sumber: Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Riau (Statistik Pertanian 2017)

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa luas baku lahan sawah Provinsi Riau
sebesar 96.912,5 Ha, baru dimanfaatkan seluas 72.151,2 Ha, sisanya berpotensi untuk
ditanami padi IP100 seluas 24.761,3 ha. Dari luas lahan IP 100 yang potensi itu
ditingkatkan menjadi IP 200 seluas 21.200 ha yang tersebar di Kabupaten Indragiri Hilir
seluas 10.000 ha, Kabupaten Rokan Hilir seluas 5.000 ha, Kabupaten Kuantan singingi
seluas 4.500 ha, Kabupaten Kampar seluas 1.500 dan Kabupaten Rokan Hulu seluas 200
ha. Potensi peningkatan produksi padi sawah ini harus didukung dengan teknik budidaya
yang baik dan benar (Standar Operasional Prosedure), teknologi inovasi dan saluran
irigasi yang mendukung.
Tanaman sayuran juga berpotensi dikembangkan di Provinsi Riau. Pada tahun 2002
– 2008 dikembangkan sayuran daun lebar di Provinsi Riau kemudian dilanjutkan lagi
tahun 2012 – 2004. Pengembangan sayuran daun lebar ini dengan sistem semi organik dan
penjualannya ekspor ke Singapura. Stagnannya pengembangan sayur daun lebar ini dan
akhirnya tidak bisa dilanjutkan lagi terkait masalah harga jual yang belum bisa
menguntungkan petani. Rendahnya keuntungan petani karena biaya sarana produksi yang
tinggi termasuk juga ongkos kirim ke Singapura masih ditanggung petani.
Sayuran yang dikembangkan di Provinsi Riau meliputi sayuran daun (bayam,
kangkung dan aneka sawi), sayuran buah (cabe, cabe rawit, terung, kacang panjang,
gambas, mentimun dan pare) dan akhirnya berkembang penanaman sayuran umbi yaitu
bawang merah. Pengembangan bawang merah ini awalnya karena campur tangan

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-229


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

pemerintah untuk memberikan bantuan berupa bibit dan pupuk kepada kelompok tani-
kelompok tani. Perkembangan luas panen sayur-sayuran di Provinsi Riau selama tahun
2012-2016 dapat dilihat pada tabel 2.149.
Tabel 2.149. Perkembangan Luas Panen Sayur-Sayuran Di Provinsi Riau,
2012-2016
Tahun Pertumbuhan/
Komoditas
2012 2013 2014 2015 2016 Tahun (%)
Luas Panen (ha)
1. Cabe 3.488 3.105 3.222 3.088 2.954 -4,07
2. Bawang Merah 0 0 0 41 75 82,93
2. Ketimun 2.255 1.913 1.969 1.675 1.685 -7,03
3. Terong 1.681 1.483 1.553 1.321 1.277 -6,64
4. Kacang Panjang 2.878 2.546 2.584 2.194 2.241 -6,06
5. Bayam 2.592 2.447 2.507 2.226 2.183 -4,20
6. Kangkung 2.768 2.531 2.534 2.361 2.252 -5,03
7. Petsai dan Sawi 614 597 553 573 596 -0,74
8. Labu 101 106 62 29 34 -23,83
9. Sayuran Lainnya 5.252 138 102 76 103 -62,58
Jumlah 21.629 14.866 15.086 13.584 13.400 -11,28
Produksi (ton)
1. Cabe 15.906 15.509 15.608 11.956 18.644 4,05
2. Bawang merah 0 0 0 140 303 116,43
2. Ketimun 13.545 20.726 19.332 14.175 1.740 -40,13
3. Terong 13.861 17.257 14.883 12.102 1.422 -43,41
4. Kacang Panjang 11.573 12.447 12.787 8.795 1.253 -42,64
5. Bayam 7.804 8.381 7.984 7.258 8.734 2,85
6. Kangkung 12.556 13.955 13.884 9.587 9.298 -7,23
7. Petsai dan Sawi 3.266 3.484 3.190 1.540 2.547 -6,03
8. Labu 251 515 522 53 300 4,56
9. Sayuran Lainnya 4.747 8.973 577 1.017 503 -42,95
Jumlah 83.509 101.247 88.767 66.483 44.744 -14,44
Produktivitas (ton/ha)
1. Cabe 4,56 4,99 4,84 3,87 6,31 8,46
2. Bawang Merah 0 0 0 3,41 4,04 18,48
2. Ketimun 6,01 10,83 9,82 8,46 10,30 14,42
3. Terong 8,25 11,64 9,58 9,16 11,10 7,70
4. Kacang Panjang 4,02 4,89 4,95 4,01 5,59 8,59
5. Bayam 3,01 3,43 3,18 3,26 4,00 7,37
6. Kangkung 4,54 5,51 5,48 4,06 4,13 -2,34
7. Petsai dan Sawi 5,32 5,84 5,77 2,7 4,27 -5,35
8. Labu 2,49 4,86 8,42 1,83 8,82 37,19
9. Sayuran Lainnya 0,90 65,02 5,66 8,69 4,88 52,60
Sumber: Data dan Informasi Pembangunan Provinsi Riau Tahun 2017 dan Data Olahan

Berdasarkan tabel di atas menunjukan bahwa luas panen tanaman hortikultrura


(sayuran semusim) di Provinsi Riau cenderung mengalami penurunan setiap tahunnya

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-230


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

terutama untuk sayuran lainnya yaitu sebesar 11,28%, penurunan luas panen ini
disebabkan banyaknya petani yang beralih menanam cabe dan bawang karena harga yang
menjanjikan dan adanya bantuan bibit dan pupuk dari pemerintah, terutama untuk
Kabupaten Kampar didukung program Pemerintah Kabupaten Kampar menjadikan
Kampar sebagai sentra Bawang Merah di Riau. Penurunan luas panen untuk tanaman
sayuran secara umum kecuali bawang merah juga disebabkan oleh faktor anomali iklim
dan hama penyakit. Menurunnya luas panen tanaman hortikultura (sayuran semusim)
berdampak terhadap penurunan produksi.
Berdasarkan Tabel 2.150 dapat dijelaskan bahwa pertumbuhan luas panen sayuran
di Provinsi Riau untuk 5 (lima) tahun terakhir cenderung mengalami penurunan, kecuali
komoditi cabe dan bawang merah. Hal ini disebabkan karena komoditi cabe dan bawang
mempunyai harga yang cukup baik dibandingkan komoditi lainnya, sehingga diminati oleh
petani dan didukung dengan adanya program pengembangan dari Pemerintah Pusat dan
Pemerinta Daerah. Pengembangan sayur-sasyuran agar dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat di Provinsi raiau maka diperlukan program pengembangan sayur-sayuran agar
produksi sayur-sayuran dapat ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan di Provinsi Riau.
Salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah melaksanakan suatu sistem budidaya dengan
model agribisnis terpadu (integrated agribusiness) di mana kegiatan budidaya yang pada
umumnya dilaksanakan oleh para petani kecil terpadu dengan kegiatan proses penanganan
hasil dan distribusi yang dilaksanakan secara bersama terintegrasi.
Tabel 2.150. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Sayur- Sayuran
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2016
Sayur-Sayuran
Kabupaten/Kota Produksi
Luas Panen (ha) Kontribusi (%) Kontribusi (%)
(ton)
Kuantan Singingi 571 3,85 1.259 1,97
Indragiri Hulu 1.234 8,33 4.160 6,51
Indragiri Hilir 1.358 9,17 2.102 3,29
Pelalawan 1058 7,14 2.587 4,05
Siak 1.251 8,45 13.488 21,11
Kampar 3.057 20,64 19.114 29,92
Rokan Hulu 1.480 9,99 3.086 4,83
Bengkalis 928 6,26 4.086 6,40
Rokan Hilir 1453 9,81 1.928 3,02
Kep. Meranti 284 1,92 1.635 2,56
Pekanbaru 1.513 10,21 6.867 10,75
Dumai 626 4,23 3.569 5,59
Provinsi Riau 14.813 100 63.881 100
Sumber: Data dan Informasi Pembangunan Provinsi Riau Tahun 2017

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-231


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Untuk tanaman buah-buahan juga banyak potensi yang tersedia. Potensi ini berupa
potensi lahan, dan potensi kecocokan komoditi pada lahan tersebut. Seperti manggis
Tembilahan yang sudah dikukuhkan oleh Kementrian Pertanian menjadi Manggis Ratu
Tembilahan. Ada juga durian Omeh Kampar, Jeruk Kuok dan Rokan Hulu, nenas Kampar,
Siak dan Dumai serta Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir (sesuai jenis dan varietas
daerahnya). Untuk lebih jelasnya perkembangan jumlah tanaman menghasilkan dan
produksi buah-buahan dapat dilihat Tabel 2.151.
Dari Tabel 2.151 dapat dijelaskan bahwa jumlah tanaman menghasilkan pada
komoditi Jeruk, Durian, Mangga, Manggis dan Nenas yang merupakan komoditi buah
unggulan Provinsi Riau cenderung mengalami peningkatan kecuali Rambutan, hal ini
disebabkan Tanaman Tua Rusak (TTR). Pada tanaman durian pada tahun 2016 terjadi
peningkatan rumpun sebanyak 38,329 pohon dari tahun 2015, namun produksi mengalami
penurunan +/- 50%. Penurunan produksi selain dipengaruhi oleh faktor anomali iklim,
juga disebabkan banyaknya Tanaman Tua Rusak (TTR) yang direplanting. Penambahan
rumpun baru untuk tanaman tahunan tidak secara langsung berproduksi ditahun
penanaman, tetapi baru berproduksi 5 (lima) tahun yang akan datang. Sedangkan produksi
nenas cendrung meningkat kecuali pada tahun 2015 (bencana kabut asap) dan untuk
komoditi jeruk terus meningkat dari tahun ketahun. Peningkatan produksi nenas dan jeruk
ini seiiring banyaknya permintaan akan buah nenas dan jeruk, namun akhir-akhir ini
produksi melimpah pada saat panen raya (bulan April dan September untuk jeruk) untuk
itu diperlukan industri hilir (manufacture) untuk kedua komoditi ini.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-232


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.151. Perkembangan Jumlah Tanaman Menghasilkan dan


Produksi Buah-Buahan (Pohon/Rumpun) di Provinsi Riau Tahun 2012-2016
T ahun Pertumbuhan/
Komoditas
No 2012 2013 2014 2015 2016 T ahun (%)
Pohon/Rumpun
1 1. Pisang 703.379 753.543 740.667 633,107 940.193 7,52
2 2. Durian 180.385 171.229 144.328 180,989 219.318 5,01
3 3. Duku 53.232 43.229 42.428 29,828 55.975 1,26
4 4. Mangga 74.222 79.636 88.872 126,398 143.521 17,92
5 5. Jeruk 88.513 120.580 142.175 177,225 319.437 37,83
6 6. Rambutan 322.371 323.047 221.749 304,699 211.093 -10,04
7 7. Pepaya 228.562 214.372 216.115 184,518 260.187 3,29
8 8. Nenas 20.608.349 22.714.807 27.195.997 23,696,176 40.700.642 18,55
9 9. Jambu 75.499 102.691 75.958 92,858 79.717 1,37
10 10. Buah Lainnya 363.366 454.218 396.325 496,538 772.746 20,76
Jumlah 22.697.878 24.977.352 29.264.614 25,922,336 43.634.524 17,75
Produksi (ton)
1 1. Pisang 20.644 19.685 22.758 21,314 25.165 5,08
2 2. Durian 13.250 7.951 10.201 12,366 6.913 -15,01
3 3. Duku 3.383 2.645 2.372 1,369 2.013 -12,17
4 4. Mangga 7.337 6.210 9.785 10,248 9.947 7,91
5 5. Jeruk 5.057 5.195 7.249 10,243 10.375 19,68
6 6. Rambutan 9.223 7.604 9.839 9,963 6.279 -9,16
7 7. Pepaya 12.965 19.517 7.379 7,038 12.158 -1,59
8 8. Nenas 92.444 96.173 107.438 74,389 94.129 0,45
9 9. Jambu 3.783 3.882 3.407 4,523 3.617 -1,12
10 10. Buah Lainnya 20.788 21.069 25.621 23,257 28823 8,51
Jumlah 188.874 189.931 206.049 174,71 199.419 1,37
Sumber: Data dan Informasi Pembangunan Provinsi Riau Tahun 2016 dan Data olahan

Berdasarkan Tabel 2.152 dapat dilihat Kabupaten/kota yang memberikan


konstribusi produksi komoditi tanaman buah – buahan terbesar adalah kabupaten Kampar,
Kota Dumai, Kabupaten Indragiri Hulu dan Kabupaten Indragiri Hilir. Buah-buahan dari
masing-masing kabupaten ini meliputi jeruk dari Kabupaten Kampar dan Rokan Hulu serta
nenas dari Kampar, Siak dan Dumai, Durian dari Kampar serta manggis dan manga dari
Kabupaten Indragiri Hilir.
Tabel 2.152. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Buah-Buahan
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2015
Buah Buahan
Kabupaten/ Kota Pohon/ Produksi Kontribusi Produktivitas
Kontribusi (%)
Rumpun (ton) (%) (Kg/Pohon)
Kuantan Singingi 141,220 0.54 9,806 5.60 14.40
Indragiri Hulu 2,382,967 9.19 24,535 14.02 97.13
Indragiri Hilir 3,212,177 12.39 18,210 10.41 176.40
Pelalawan 93,542 0.36 3,210 1.83 29.14
Siak 5,475,756 21.12 13,448 7.68 407.18
Kampar 4,656,426 17.96 34,009 19.43 136.92
Rokan Hulu 237,187 0.91 12,883 7.36 18.41
Bengkalis 597,008 2.30 7,252 4.14 82.32
Rokan Hilir 222,521 0.86 5,952 3.40 37.39
Kep. Meranti 71,223 0.27 2,375 1.36 29.99
Pekanbaru 110,456 0.43 3,576 2.04 30.89
Dumai 8,722,579 33.65 39,740 22.71 219.49
Provinsi Riau 25,923,062 100.00 174,996 100.00 148.14
Sumber: Data dan Informasi Pembangunan Provinsi Riau Tahun 2016

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-233


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tanaman perkebunan juga sangat berpotensi dikembangkan di Provinsi Riau.


Tingginya animo masyarakat untuk menanam kelapa sawit karena harga yang
menjanjikan. Sedangkan untu tanaman sagu terjadi peningkatan luas panen dari tahun ke
tahun dan peningkatan produksi sagu cukup signifikan dari tahun terutama dari tahun 2013
sebanyak 126.145 ton menjadi 340.196 pada tahun 2014 dan 366.032 pada tahun 2015.
Peningkatan produksi sagu ini karena banyaknya permintaan masyarakat dan juga karena
adanya program pemerintah untuk menjadikan Provinsi Riau sebagai Provinsi penghasil
sagu, banyaknya produk olahan asal sagu ini menjadikan sagu Riau ‘sagu menyapa dunia’.

Tabel 2.153. Perkembangan Luas, Produksi dan Produktivitas Komoditas


Perkebunan Provinsi Riau Tahun 2011-2015
Tahun Rata-Rata
Komoditas Pertumbuhan/
2011 2012 2013 2014 2015 Tahun (%)
Luas Lahan (Ha)
1. Kelapa Sawit 2.258.553 2.372.402 2.399.172 2.411.820 2.424.545 1,81
2. Kelapa 521.038 521.792 520.260 516.895 515.168 (0,28)
3. Karet 504.139 500.851 505.264 502.906 501.788 (0,12)
4. Pinang 18.795 19.005 19.284 19.145 19.156 0,48
5. Kakao 7.215 7.401 6.179 6.368 6.327 (2,88)
6. Gambir 4.828 4.931 4.848 4.824 4.846 0,10
7. Kopi 4.725 4.862 5.415 5.713 4.640 0,25
8. Enau 29 35 29 22 23 (4,01)
9. Lada 12 13 7 6 5 (17,19)
10. Sagu 82.378 82.713 83.256 83.513 83.691 0,40
Jumlah 3.401.712 3.514.005 3.543.714 3.551.212 3.560.189 1,15
Produksi (Ton)
1. Kelapa Sawit 7.047.221 7.343.498 7.570.854 7.761.293 7.841.947 2,71
2. Kelapa 481.087 473.221 427.080 421.654 421.465 (3,18)
3. Karet 333.069 350.476 354.257 367.261 374.901 3,01
4. Pinang 10.700 10.817 8.762 8.597 9.825 (1,38)
5. Kakao 3.544 3.505 1.552 1.437 1.641 (12,51)
6. Gambir 4.312 4.230 4.145 4.022 2.770 (9,50)
7. Kopi 1.913 2.520 2.603 2.465 2.843 11,26
8. Enau 11 19 22 22 22 22,13
9. Lada 3 1 1 1 1 (16,67)
10. Sagu 284319 281704 126145 340196 366.032 30,29
Jumlah 8.166.179 8.469.991 8.495.421 8.906.948 9.021.447 2,54
Produktivitas (Ton/ha)
1. Kelapa Sawit 3,12 3,10 3,16 3,22 3,23 0,91
2. Kelapa 0,92 0,91 0,82 0,82 0,82 (2,90)
3. Karet 0,66 0,70 0,70 0,73 0,75 3,14
4. Pinang 0,57 0,57 0,45 0,45 0,51 (1,79)
5. Kakao 0,49 0,47 0,25 0,23 0,26 (11,44)
6. Gambir 0,89 0,86 0,85 0,83 0,57 (9,55)
7. Kopi 0,40 0,52 0,48 0,43 0,61 13,13
8. Enau 0,38 0,54 0,76 1,00 0,96 27,58

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-234


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tahun Rata-Rata
Komoditas Pertumbuhan/
2011 2012 2013 2014 2015 Tahun (%)
9. Lada 0,25 0,08 0,14 0,17 0,20 13,29
10. Sagu 3,45 3,41 1,52 4,07 4,37 29,85
Sumber: Riau Dalam Angka, 2016 dan Data Olahan

Pada Tabel 2.153 dapat dilihat bahwa luas areal beberapa komoditi perkebunan
mengalami penurunan pada tahun 2016 jika dibandingkan tahun 2015. Komoditi yang
mengalami penurunan antara lain kelapa sawit, kelapa, karet, kopi dan sagu. Penurunan ini
disebabkan oleh alih fungsi komoditi terutama ke komoditi kelapa sawit, serta disebabkan
oleh intrusi air laut pada daerah pasang surut dan adanya kegiatan konservasi daerah
pantai. Khusus komoditi kelapa sawit penurunan luas lahan disebabkan adanya tanaman
tua dalam proses replanting.
Produksi untuk beberapa komoditi perkebunan mengelami penurunan seperti
kelapa sawit, kelapa dan karet. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya luas lahan tanaman
tua rusak dan menurunnya produktifitas. Pada komoditi kelapa sawit luas tanaman tua
rusak (TTR) seluas 40.363 ha, Kelapa 114.811 ha dan Karet 85.039 ha.

Tabel 2.154. Luas, Produksi dan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit, Kelapa
dan Karet per Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2016
Komoditas Utama
Kelapa Sawit Kelapa Karet

No Kabupaten/ Kota
Produktivit

Produktivit

Produktivit
as (kg/ha)

(kg/ha/th)

(kg/ha/th)
Luas (ha)

Luas (ha)

Luas (ha)
Produksi

Produksi

Produksi
(ton)

(ton)

(ton)
as

1 Kuantan Singingi 130.487 431.387 3.632 2.759 1.863 818 144.414 88.515 as
1.053
2 Indragiri Hulu 117.820 424.022 4.057 1.828 446 327 61.392 44.421 1.250
3 Indragiri Hilir 227.806 721.084 4.239 440.696 359.397 1.188 5.364 4.108 1.393
4 Pelalawan 306.977 1.249.219 4.415 16.931 15.282 1.488 30.009 40.520 1.463
5 Siak 324.216 1.093.407 3.754 1.548 1.327 1.140 15.659 13.571 1.054
6 Kampar 396.623 1.178.672 3.218 1.718 528 427 94.005 58.975 970
7 Rokan Hulu 407.479 1.489.019 4.672 1.134 647 570 56.800 55.781 1.109
8 Rokan Hilir 281.531 807.920 3.492 5.182 4.248 1.125 24.595 22.184 1.059
9 Bengkalis 182.099 257.904 1.995 6.101 4.213 944 32.773 23.586 1.017
10 Kep. Meranti - - - 31.453 27.384 1.112 20.481 9.976 980
11 Pekanbaru 10.929 31.219 4.133 15 9 1.500 3.085 438 564
12 Dumai 37.795 78.306 3.179 1.586 868 749 2.448 1.660 1.296
Jumlah 2.423.761 7.762.159 3.710 510.950 416.212 1.176 491.025 363.734 1.100

Sumber: : Buku Statistik Perkebunan Dinas TPHBUN Prov Riau Tahun 2017

Dari Tabel 2.154 dapat dijelaskan bahwa pada tahun 2016 lahan kelapa sawit
yang terluas ada di Kabupaten Rokan Hulu, Kampar dan Siak. Sedangkan komoditi

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-235


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

kelapa yang terluas di Kabupaten Indragiri Hilir dan Kepulauan Meranti. Jika dilihat dari
proporsi penggunaan lahan perkebunan kelapa sawit Kabupaten Bengkalis didominasi
oleh perkebunan rakyat yang mencapai 79% sedangkan di Kabupaten lain luasan
perkebunan rakyat hanya berkisar antara 38–65% sehingga produktivitas kelapa sawit
yang rendah, hal ini disebabkan rendahnya penerapan teknologi budidaya yag baik dan
benar.
Selanjutnya untuk produktivitas komoditi kelapa dalam, dari 3 (tiga) Kabupaten
yang merupakan sentra perkebunan kelapa dalam di Provinsi Riau yaitu Kabupaten
Kepulauan Meranti dan Indragiri Hilir masih rendah bila di bandingkan dengan
Kabupaten Pelalawan hal ini disebabkan karena adanya intrusi air laut.
Untuk komoditi karet produktivitas tertinggi berada di Kabupaten Pelalawan dan
Indragiri Hilir sedangkan Kabupaten yang produktivitasnya masih di bawah 1.000
(kg/ha/tahun) yaitu Kabupaten Kampar, Kepulauan Meranti dan Pekanbaru. Hal ini lebih
disebabkan karena banyaknya tanam tua rusak (TTR) dan pola budidaya belum sesuai
dengan teknik budidaya yang dianjurkan.
Untuk komoditi kelapa sawit, strategi dan program yang tepat dan terencana
dengan baik harus menjadi prioritas, karena tanpa ini semua maka dikhawatirkan
pemanfaatan sumber daya alam kelapa sawit tidak mencapai nilai yang optimal dan akan
berakhir sama dengan yang terjadi pada komoditas sumber daya alam lainnya yang secara
perlahan mulai ditingggalkan oleh petani dan beralih ke komoditas lainnya.
Keberhasilan strategi pengembangan industri berbasis kelapa sawit memerlukan
integrasi dan koordinasi dari berbagai pemangku kepentingan baik pemerintah, pelaku
usaha terkait, pihak lembaga penelitian dan pengembangan serta perguruan tinggi serta
Lembaga Penelitian dan Pengembangan pemerintah dan swasta agar semua aspek yang
menjadi penentu keberhasilan pengembangan komoditas tersebut dapat terpenuhi.
Untuk mensinergikan hal tersebut, maka program pemetaan luas lahan perkebunan
kelapa sawit sesuai dengan umur tanaman dan pabrik kelapa sawit (PKS) baik dari aspek
jumlah existing, kapasitas terpasang serta utilisasi diperlukan untuk mengetahui secara
tepat dan akurat produksi dan rencana kebutuhan pengembangan produksi dan kenutuhan
input kelapa sawit dan PKS.
Laju perkembangan luas lahan perkebunan kelapa sawit dan produksi TBS di
Provinsi Riau yang cukup signifikan telah memacu perkembangan pembangunan pabrik
kelapa sawit (PKS) dapat dilihat pada Tabel 2.155.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-236


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.155. Jumlah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Provinsi Riau Tahun 2017
Luas Luas
Jumlah PKS Kapasitas
No Kabupaten/Kota Kebun Kelapa Kebun/PKS
Unit (Ton/Jam)
Sawit (Ha) (Ha/PKS)
1 KuantanSingingi 133.995 22 1.005 -
2 Indragiri Hulu 120.585 23 975 -
3 Indragiri Hilir 238.559 29 1.350 -
4 Pelalawan 310.195 35 1.670 -
5 Siak 334.969 26 1.160 -
6 Kampar 400.734 36 1.785 -
7 RokanHulu 407.679 38 1.665 -
8 RokanHilir 281.531 32 1.325 -
9 Bengkalis 184.862 16 740 -
10 Kep. Meranti - - - -
11 Pekanbaru 10.929 2 75 -
12 Dumai 37.795 2 120 -
Jumlah 2.461.833 261 11.870
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Riau Tahun 2017

Tabel 2.155 menunjukan bahwa potensi produksi TBS (Tandan Buah segar)
dengan luas lahan 2.461.833 ha sebesar 49.236.660 ton/tahun dengan asumsi (20
ton/ha/tahun) sedangkan kebutuhan TBS untuk PKS (Pabrik Kelapa Sawit) dengan total
kapasitas 11.870 ton/jam selama 1 (satu) tahun sebesar 71.220.000 ton dengan asumsi
(kapasitas ton TBS/jam x 20 jam/hari x 25 hari x 12 bulan). Dari data tersebut dapat
disimpulkan bahwa terdapat kekurangan TBS dalam setahun sebesar 18.334.780, kondisi
ini seharusnya ada sekitar 101 unit PKS tidak bisa operasional karena kekurangan bahan
baku TBS dengan asumsi kebutuhan 180.000 ton/PKS (TBS 30 ton TBS/jam x 20 jam x
25 hari x 12 bulan).
Berdasarkan Tabel 2.156, jika diperhatikan terjadi peningkatan populasi pada
ternak sapi, domba dan ayam broiler serta ayam kampung. Peningkatan populasi terbesar
adalah pada ternak domba yang tumbuh sebesar 21,92%, diikuti oleh ayam kampung
sebesar 15,24% serta sapi yang meningkat sebesar 6,80%. Namun bila dilihat dari sisi
produksi pertumbuhan terbesar terjadi pada komoditas domba sebesar 44,70%, diikuti oleh
ayam kampung yaitu sebesar 38,80% serta kerbau yang tumbuh sebesar 17,18%.
Terjadinya peningkatan ini, disamping besarnya peranan program pemerintah dalam
mengembangkan komoditas ini, juga usaha ini cukup menguntungkan. Untuk populasi
ternak kerbau dan kambing, terus mengalami penurunan akibat tingginya permintaan/
konsumsi ternak kerbau dan kambing terutama untuk kebutuhan hari raya dan hari-hari
besar lainnya dibandingkan pertumbuhan ketersediaan.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-237


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.156. Populasi Ternak dan Produksi Daging di Provinsi Riau


Tahun 2011 – 2015
Rata-Rata
Tahun
No Ternak Pertumbuhan
2012 2013 2014 2015 2016 /Tahun (%)

Populasi (Ekor)
Sapi 189,060 175,431 217,652 229,634 231,860 6.80
Kerbau 41,229 32,237 43,163 39367 33,855 -1.93
Kambing 208,428 175,832 184,899 195,827 180,671 -1.31
1 Domba 4,583 4,739 8,242 7,354 9,225 21.92
Ayam
38,165,987 36,930,599 39,987,136 39,304,056 46,266,787 3.58
Broiler
Ayam
3,377,652 3,163,705 3,327,820 3,746,784 5,372,975 15.24
Kampung
Itik 289,564 243,483 289,238 259,363 244,039 -1.82

Produksi (Kg)
Sapi 11,317,359 8,242,781 9,297,618 8,676,703 9,396,286 1.18
Kerbau 1,607,797 1,367,217 1,839,676 1,813,239 2,074,966 17.18
Kambing 465,571 550,139 620,342 648,242 652,278 7.66
2 Domba 6,386 10,174 13,462 15,779 15,715 44.70
Ayam
37,034,456 26,609,747 40,731,586 45,307,621 47,575,101 14.28
Broiler
Ayam
2,702,121 3,302,202 4,043,996 5,613,968 4,178,656 38.80
Kampung
Itik 231,651 245,625 282,502 292,575 266,426 1.39
Sumber: Data dan Informasi Pembangunan Provinsi Riau Tahun 2016 dan Data olahan

Secara umum pembangunan pertanian di Provinsi Riau lebih ditekankan pada


pemanfaatan lahan yang ada. Tingginya alih fungsi lahan pertanian khususnya untuk
tanaman hortikultura harus dapat dicegah dengan cara penganekaragaman komoditi
pertanian. Penganekaragaman komoditi ini juga akan dapat meningkatkan produktivitas.
Peningkatan produksi dan produktivitas juga dapat dilakukan dengan pemanfaatan lahan
secara multiple cropping (pemeliharaan tanaman, ternak dan ikan pada lahan yang sama).
Intensifikasi, penanaman tumpang sari, tanaman sela untuk lahan kelapa, kelapa sawit dan
karet yang baru ditanam juga akan dapat meningkatkan produksi dan produktivitas. Untuk
mendukung ini semua diperlukan peningkatan insfrastruktur berupa jaringan irigasi,
penyediaan sarana produksi dan peranan Penyuluh Pertanian lapangan (PPL). Penyuluh
Pertanian sangat berperan baik dalam hal peningkatan inovasi dalam hal teknik budidaya,
kelembagaan petani ataupun pencatatan pengembangan penanaman, jumlah produksi dan
lain-lainnya.

2.3.3.4. Bidang Urusan Kehutanan


Berdasarkan pasal 6 ayat (2) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan. Hutan menurut fungsi pokoknya dibagi menjadi hutan konservasi, hutan
lindung, dan hutan produksi. Hutan sebagai salah satu penentu system penyangga

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-238


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat, cenderung menurun kondisinya, oleh karena
itu harus dipertahankan secara optimal, dijaga daya dukungnya secara lestari, dan diurus
dengan akhlak yang mulia, adil, arif, bijaksana, terbuka, professional, serta bertanggung
gugat, sehingga harus diperhatikan kelestariannya.
Luas kawasan hutan Provinsi Riau hutan berdasarkan Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kahutanan Republik Indonesia Nomor:
SK.903/MENLHK/SETJEN/PLA.2/12/2016 tanggal 7 Desember 2016 adalah
± 5.406.992 hektar. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.157.

Tabel 2.157. Kawasan Hutan di Provinsi Riau


Berdasarkan SK Nomor: 903/MenLHK/SETJEN/PLA.2/12/2016
Distribusi
No Fungsi
Luas (Ha) %
1 Hutan Konservasi 630.753,00 11,67
2 Hutan Lindung 233.910,00 4,33
3 Hutan Produksi
- Tetap 2.339.578,00 43,27
- Terbatas 1.017.318,00 18,81
4 Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) 1.185.433,00 21,92
Jumlah 5.406.992,00 100,00
Sumber: Dinas LHK Tahun 2017

Luasan kawasan hutan yang berada di Provinsi Riau berdasarkan Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: 903/MenLHK/II/2016, paling luas adalah
kawasan Hutan produksi tetap (HP) yaitu ± 2.339.578,00 Ha (dua juta tiga ratus tiga puluh
sembilan ribu lima ratus tujuh puluh delapan hektar) atau meliputi 43,27% dari luas
kawasan hutan yang ada di provinsi Riau. Selanjutnya berturut-turut diikuti oleh Hutan
Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) seluas ± 1.185.433 Ha (satu juta seratus delapan
puluh lima ribu empat ratus tiga puluh tiga hektar) atau 21,92% (dua puluh satu koma
sembilan puluh dua persen), Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas ± 1.017.318,00 Ha
(satu juta tujuh belas ribu tiga ratus delapan belas) hektar atau 18,81 (delapan belas koma
delapan puluh satu persen), Hutan Konservasi seluas ± 630.753,00 Ha (enam ratus tiga
puluh ribu tujuh ratus lima puluh tiga) hektar atau seluas 11.67% (sebelas koma enam
puluh tujuh persen) dan Hutan Lindung seluas ± 233.910,00 Ha (dua ratus tiga puluh tiga
ribu sembilan ratus sepuluh hektar) atau 4,33% (empat koma tiga puluh tiga persen) dari
total luas Kawasan Hutan Provinsi Riau.
Kerusakan kawasan hutan di Provinsi Riau menunjukkan angka yang berfluktuasi
dan cenderung meningkat. Pada tahun 2011 kerusakan kawasan hutan seluas 1.253.799,40

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-239


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

hektar meningkat menjadi 4.219.418,33 hektar pada tahun 2016. Terdapat tiga kondisi
lahan kritis yaitu sangat kritis seluas 230.369,93 hektar, agak kritis seluas 2.395.814,29
hektar dan kritis seluas 1.593.234,11 hektar, sebagaimana tercantum dalam Tabel 2.158.
Tabel 2.158. Kerusakan Kawasan Hutan dan Rehabilitasi Hutan
dan Lahan Kritis di Provinsi Riau Tahun 2011 -2016

Tahun Rata-Rata
No Keterangan Pertumbuhan/
2011 2012 2013 2014 2015 Tahun (%)
2016
1 Kerusakan Kawasan Hutan 1.253.799,40 1.195.807,75 1.536.653,99 1.039.531,17 4.793.369,09 88,16
4.219.418,33
a. Sangat Kritis - - - - 142.081,57 230.369,93 -
b. Agak Kritis - - - - 2.998.285,94 2.395.814,29 -
c. Kritis - - - - 1.653.001,58 1.593.234,11 -

2 Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kritis 61.000,00 85.000,00 95.000,00 152.455,00 158.531,00- -
151.287,00
Sumber: BPS,Riau Dalam Angka, 2012; 2013; 2014; 2015 dan 2016

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dan Riau dalam Angka Tahun 2011 sampai
dengan Tahun 2016, kerusakan kawasan hutan meningkat signifikan pada tahun 2015 yaitu
mencapai 4.793.369.09 Ha (tiga juta tujuh ratus sembilan puluh tiga ribu tiga ratus enam
puluh sembilan koma kosong sembilan hektar), hal ini banyak disebabkan oleh pembukaan
lahan perkebunan secara besar-besaran dan kebakaran hutan yang terjadi hampir setiap
tahun hingga tahun 2015, dimana kebakaran hebat terjadi pada awal tahun 2014 pada
kawasan hutan gambut di kawasan kawasan Kabupaten Inderagiri Hilir, Kabupaten
Kampar, Kabupaten bengkalis dan Kabupaten Rokan Hilir. Akan tetapi dengan
pelaksanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan, kerusakan Kawasan Hutan dan Lahan tersebut
berangsur berkurang. Hal ini dapat dilihat dari trend penurunan luasan kerusakan kawasan
hutan pada tahun 2016.
Berdasarkan Keputusan menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor:
SK.903/MENLHK/SETJEN/PLA.2/12/2016, luas lahan kritis di dalam kawasan hutan di
Provinsi Riau, berturut-turut dari yang terluas adalah Kabupaten Indragiri Hilir yaitu
seluas 195.702,02 Ha (seratus sembilan puluh lima ribu tujuh ratus dua koma nol dua
hektar) atau sebesar 18.835 (delapan belas koma delapan puluh tiga persen) dari total luas
lahan kritis dalam kawasan hutan di Provinsi Riau, selanjutnya berada di Kabupaten
Kampar yaitu seluas 159.786,38 Ha (seratus lima puluh sembilan ribu tujuh ratus delapan
puluh enam koma tiga puluh delapan hektar) atau sebesar 15,37% (lima belas koma tiga
puluh tujuh persen), Kabupaten Bengkalis 127.019,19 Ha (seratus dua puluh tujuh ribu
sembilan belas koma sembilan belas hektar) atau 12,225 (dua belas koma dua puluh dua
persen). Lebih jelasnya luas lahan kritis di dalam kawasan hutan pada tiap-tiap kabupaten
di Provinsi Riau, sebagaimana tabel 2.159 di bawah ini.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-240


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.159. Luas Lahan Kritis Dalam Kawasan Hutan di Provinsi Riau Tahun 2015
Luas Lahan Kritis (Ha)
Hutan
Kabupaten/Kota Hutan Hutan Hutan Distribusi
Prod Jumlah (ha)
Lindung Konservasi Prod Tetap (%)
Terbatas
Kuantan Singingi 19.738,21 5.037,97 62.778,87 6,04
38.002,69 -
Indragiri Hulu 4.151,86 62,69 65.198,29 6,27
51.774,48 9.209,26
Indragiri Hilir 1.849,53 195.702,02 18,83
- 83.275,19 110.577,30
Pelalawan 90.338,28 8,69
- 2.016,75 84.112,57 4.208,97
Siak 2.217,48 90.060,26 8,66
- 24.259,44 63.583,34
Kampar 11.924,72 159.786,38 15,37
15.482,05 120.994,04 11.385,56
Rokan Hulu 11.317,16 93.958,23 9,04
- 60.627,53 22.013,55
Bengkalis - 127.019,19 12,22
15.346,72 91.231,14 20.441,33
Rokan Hilir 27.456,05 146,96 124.512,53 11,98
47.473,31 49.436,21
Kepulauan Meranti - - 92,87 0,01
50,29 42,58
Pekanbaru - 8.436,11 0,81
- 8.436,11 -
Dumai - 21.648,14 2,08
- 5.709,39 15.938,75
Provinsi Riau 76.437,53 40.310,62 615.946,17 306.836,85 1.039.531,17 100,00
Sumber: BPS, Riau Dalam Angka Tahun 2015

2.3.3.5. Bidang Urusan Energi dan Sumber Daya Mineral


Provinsi Riau memiliki potensi/cadangan bahan tambang sebagai sumber energi
primer yang banyak terdapat di Provinsi Riau adalah minyak bumi, gas bumi, batubara,
bitumin dan gambut, Cadangan minyak bumi di Provinsi Riau diperkirakan sebesar 4,27
MMSTB (million metric stock tanks barrels) yang terdapat Kabupaten Bengkalis, Siak,
Rohil, Rohul, Kampar, pelalawan dan Indragiri Hulu, Potensi/cadangan gas bumi sebesar
7,75 trilliun standart cubic feet (TSCF) terdapat di kabupaten Pelalawan, Siak, Pekanbaru
dan Bengkalis, Potensi/cadangan batubara sebesar 2,37 milyar ton berada di Kabupaten
Kuantan Singingi, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Indragiri Hulu dan Kampar,
Potensi/cadangan bitumin (oil shale) sebesar 52,8 juta ton berada di Kabupaten Kuantan
Singingi, Potensi/cadangan gambut sebesar 12,88 milyar ton berada di Kabupaten Siak,
Bengkalis dan Indragiri Hilir.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-241


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.160. Produksi Hasil Tambang di Provinsi Riau Tahun 2011-2015


Tahun Rata-Rata
Pertumbuhan/
Jenis Tambang
Tahun
2011 2012 2013 2014 2015 (%)

Minyak Bumi 140.049.484,00 135.474.058,00 126.556.611,67 119.433.077,73 83.033.801,58 -11,49

Gas Bumi 6.083.885,00 5.716.756,00 10.960.321,71 14.983.802,05 14.563.561,47 29,90

Batu Bara 1.952.958,00 1.885.041,00 2.057.139,59 585.812,67 240.511,32 -31,20

Sumber: BPS, Riau Dalam Angka Tahun 2016

Produksi pertambangan Provinsi Riau yang terus diusahakan selama periode 2011-
2015 meliputi minyak bumi, gas bumi, dan batu bara. Selama periode ini, produksi
minyak bumi cenderung menurun dengan rata-rata penurunan pertumbuhan produksi
sebesar -11,49 per tahun. Penurunan pertumbuhan produksi ini lebih dikarenakan jumlah
sumur yang tua dan kurang produktif. Produksi pertambangan gas bumi adalah satu-
satunya yang memiliki trend meningkat dengan rata-rata pertumbuhan produksi meningkat
sebesar 29,90% per tahun.
Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian disektor pertambangan dan penggalian
ini adalah produksi minyak mentah Provinsi Riau besar ini hanya sebagian kecil saja yang
diolah di Provinsi Riau yaitu sebesar yaitu 1,235,261 liter atau setara 0,88% dari total
produksi minyak mentah Provinsi Riau tahun 2011. Sebagian besar diekspor dalam bentuk
minyak mentah sehingga nilai tambah diperoleh negara pengimpor, Sebaliknya Provinsi
Riau mengimpor hasil minyak sebesar 492,223 ton dari luar. Oleh karena itu, potensi
produksi minyak mentah yang dimiliki Provinsi Riau seharusnya dapat dikembangkan
dengan meningkatkan jumlah dan/atau kapasitas terpasang pabrik pengolahan minyak
mentah yang ada di Provinsi Riau sehingga nilai produksi minyak akan semakin
meningkatkan kontribusinya dalam PDRB Provinsi Riau.
Kondisi pertambangan di Provinsi Riau berdasarkan temuan di lapangan tentang
keberadaan Pertambangan Tanpa Izin (PETI) dan dari informasi yang diperoleh dari
masyarakat, serta data Dinas teknis di daerah dan kegiatan penertiban yang dilakukan oleh
kab./kota, bahwa saat ini masih banyak terdapat aktivitas PETI. Persentase pertambangan
tanpa ijin dihitung dengan rumus luas penambangan liar yang ditertibkan dibagi dengan
luas PETI tahun sebelumnya.
Temuan di lapangan merupakan spot-spot PETI, diasumsikan setiap spot memiliki luas 1-2
ha, Data Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dijadikan perkiraan akan adanya kegiatan
PETI, Data untuk Kab. Kuansing dihitung oleh Badan Lingkungan Hidup Kab. Kuansing
dengan asumsi memiliki luasan hingga daerah yang terpengaruh kegiatan PETI, Data PETI

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-242


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

merupakan kompilasi kegiatan dari APBD Kabupaten, laporan masyarakat, maupun media
internet, Untuk Kab. Kepulauan Meranti dan Rokan Hilir tidak tersedia data PETI,
Persentase pertambangan tanpa ijin bisa dihitung untuk yang memiliki data dan dilakukan
penertiban. Mungkin terjadi suatu daerah memiliki PETI tetapi tidak dilakukan penertiban
atau tidak ada informasi mengenai penertiban yang dilaporkan ke Pemda setempat,
sehingga persentasenya tidak dapat dihitung.

Tabel 2.161. Persentase Pertambangan Tanpa Izin Menurut Kabupaten/Kota


di Provinsi Riau Tahu 2012-2016
Kabupaten/ Tahun Pertumbuhan/
No
kota 2012 2013 2014 2015 2016 Tahun(%)
1 Kuantan Singingi 3.2 3.3 8.0 3.7 3.8 23.63
2 Indragiri Hulu 2.0 6.1 13.0 8.8 4.1 58.10
3 Indragiri Hilir - - - 5.1 2.0 -15.20
4 Pelalawan 2.0 7.1 12.1 12.5 7.1 71.38
5 Siak 0.6 0.6 30.0 42.9 4.7 -11.51
6 Kampar 2.0 8.2 4.4 1.9 3.8 76.71
7 Rokan Hulu 2.0 8.2 3.3 3.4 2.4 55.97
8 Rokan Hilir - - - - - 0.00
9 Bengkalis 2.0 7.1 9.9 2.8 18.4 131.22
10 Kep. Meranti - - - - - 0.00
11 Pekanbaru 2.0 8.2 11.1 12.5 4.3
12 Dumai 2.0 15.3 2.4 9.9 6.8
Rata-rata per tahun 2.0 7.1 10.5 10.3 5.8
Sumber: Dinas ESDM Prov. Riau

Dari tabel di atas, terlihat bahwa aktivitas PETI di Provinsi Riau masih cukup tinggi
dan terjadi hampir di seluruh wilayah Provinsi Riau kecuali Kabupaten Rokan Hilir dan
menunjukan trend yang semakin meningkat kecuali di Kabupaten Indragiri Hilir dan
Kabupaten Siak yang sudah menunjukan trend menurun masing sebesar 15,20 % dan
11,51%. Pertumbuhan aktivitas PETI tertinggi terjadi di Kabupaten Bengkalis yaitu
dengan pertumbuhan sebesar 131,22%, diikuti oleh Kabupaten Kampar dan Inderagiri
Hulu masing-masing sebesar 76.71% dan 58.10%. Kondisi ini tentunya sangat
memprihatinkan karena aktivitas ini hanya mengguntungkan segelintir pihak dan juga
menimbulkan kerusakan lingkungan yang sangat parah serta tidak memberikan kontribusi
baik bagai daerah maupun Negara dan masyarakat.
Permasalahan utama bidang energi dan sumber daya mineral adalah:
1. Penurunan produksi hasil tambang khususnya minyak bumi dengan rata-rata
pertumbuhan penurunan sebesar 11,49%. Penurunan pertumbuhan ini diperparah
dengan turunnya harga komoditas utama tersebut sehingga berakibat pada turunnya

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-243


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

penerimaan DBH migas dan dividen dari perusahaan BUMD yang bergerak pada
usaha tersebut. Demikian halnya hasil tambang batubara yang mengalami penurunan
sebesar 31,20% per tahun;
2. Belum adanya hilirisasi migas dari hasil produksi migas sehingga memiliki nilai
tambah yang rendah;
3. Belum optimalnya cakupan pelayanan energi listrik dimana masih terdapat sebanyak
12,19% RT yang belum terlayani oleh PLN dan Non PLN dan yang tertinggi terdapat
di kabupten Rokan Hulu sebesar 38,17%; (5) Belum optimalnya pemanfaatan energi
baru dan terbarukan; (6) Belum optimalnya konservasi energi dan sumber daya
mineral serta pendayangunaannya.
Sedangkan isu strategis bidang energi dan sumber daya mineral adalah Peningkatan
Ketahanan Energi, minyak merupakan salah satu energi yang masih tetap dipertahankan
dan dibutuhkan, namun saat ini dihadapkan pada produksi minyak yang terus menurun dan
sebaliknya kebutuhan akan konsumsi minyak terus meningkat sebanding dengan jumlah
populasi penduduk. Indonesia sepanjanglima tahun terakhir ini, mengalami penurunan
produksi rata-rata minyak bumi di bawah 1 (satu) juta barel per hari. Tingkat produksi
yang cukup rendah ini terutama disebabkan oleh sebagian besar produksi minyak bumi
berasal dari ladang minyak tua (mature), di mana tingkat produksinya terus mengalami
penurunan (natural depletion). Sementara kondisi yang sama terjadi di provinsi Riau
ladang atau sumur minyak yang sudah lama berproduksi terutama yang berlokasi di Minas
dan Duri juga mengalami penurunan produksi setiap tahunnnya. Penurunan produksi
minyak dan gas tersebut di perparah dengan penurunan harga komoditas utama tersebut
dua tahun terakhir. Oleh karena itu diperlukan upaya pencarian sumber-sumber baru migas
dan gas serta penetapan regulasi DMO (domestic market obligation) terhadap gas dan
batubara, kemudian pemanfaatan energi terbarukan dengan mengupayakan terwujudnya
madate energi biofuel sebesar 20% serta melakukan efisiensi penggunaan energi.
Listrik merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat yang sangat penting dan
sebagai sumber daya ekonomis yang paling utama yang dibutuhkan dalam suatu kegiatan
usaha. Dalam waktu yang akan datang kebutuhan listrik akan meningkat seiring dengan
adanya peningkatan dan perkembangan baik dari jumlah penduduk, jumlah investasi yang
semakin meningkat akan memunculkan berbagai industri-industri baru. Penggunaan listrik
merupakan factor yang penting dalam kehidupan masyarakat, baik pada sektor rumah
tangga, penerangan, komunikasi, industri dan sebagainya. Seiring dengan perkembangan
dan kemajuan teknologi, pembangunan teknologi industri berkaitan erat dengan tenaga

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-244


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

listrik yang merupakan salah satu faktor yang penting yang sangat mendukung
perkembangan pembangunan khususnya sektor industri, dalam kehidupan modern tenaga
listrik merupakan unsur mutlak untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat oleh karena
itu energi listrik merupakan tolak ukur kemajuan masyarakat.
Sektor listrik di Provinsi Riau secara umum menunjukkan perkembangan yang
positif. Besarnya rasio elektrifikasi per kabupaten/kota dapat dilihat sebagaimana Tabel
2.162.
Tabel 2.162. Rasio Elektrifikasi Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau
Tahun 2011-2017
Tahun Rata-rata
No Kabupaten/Kota
Pertumbuhan
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
1 Kuantan Singingi 47.81 69.71 72.4 86.3 94.84 83.85 88.15 12.05
2 Indragiri Hulu 66 93.63 99 99.16 98.04 73.91 83.89 5.92
3 Indragiri Hilir 26.09 68.47 69.42 75.04 70.72 42.51 49.47 23.77
4 Pelalawan 28.18 62.1 69.76 67.19 71.59 53.52 57.83 19.73
5 Siak 37.71 62.85 67.44 54.93 77.94 67.74 73.87 15.55
6 Kampar 80.05 71.88 76.68 83.93 87.89 94.81 102.44 4.43
7 Rokan Hulu 36.82 52.55 57.81 57.63 61.83 57.5 65.8 11.19
8 Bengkalis 67.72 77.48 80.93 106.11 98.69 89.99 95.4 6.7
9 Rokan Hilir 28.73 84.69 90.74 85.79 91.97 70.05 75.76 31.33
10 Kep. Meranti 39.17 95.45 95.48 100.42 96.64 62.12 66.9 19.52
11 Pekan Baru 65.95 108.33 115.71 105.41 104.97 109.74 114.52 11.78
12 Dumai 73.58 90.19 95.38 97.25 100 99.04 103.85 6.17
Provinsi Riau 53.06 78.88 83.73 85.19 87.81 78.03 84.26 5.88
Sumber: PLN 2017

Secara keseluruhan, selama periode 2011 – 2015 rasio elektrifikasi provinsi Riau
mengalami rata-rata pertumbuhan sebesar 5.88% per tahun, dengan wilayah pertumbuhan
tertinggi terjadi di Kabupaten Rokan Hilir sebesar 31,33% per tahun dan terendah di
Kabupaten Kampar dengan rata-rata pertumbuhan terendah 4,43% per tahun. Pertumbuhan
yang rendah wilayah tersebut disebabkan oleh rasio pertumbuhan jumlah rumah tangga
lebih tinggi berbanding laju pertumbuhan pembangunan energi listrik.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-245


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

100
83.73 85.19 87.81
78.88 78.03
80 84.26

60
53.06
40

20

0
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Gambar 2.68. Rasio Elektrifikasi di Provinsi Riau Tahun 2011-2017

Rasio elektrifikasi didefinisikan sebagai jumlah rumah tangga yang sudah berlistrik
dibagi dengan jumlah rumah tangga yang ada. Dilihat dari Rasio elektrifikasi Provinsi
Riau dari tahun 2011 sampai tahun 2015 mengalami peningkatan tetapi pada tahun 2016
dan 2017 rasio elektrifikasi mengalami penurunan karena hanya memperhitungkan rumah
tangga yang penerangannya bersumber dari PLN sedangkan pada tahun 2011 – 2015
menggabungkan rumah tangga yang penerangannya bersumber dari non PLN dan PLN.
Hal ini menunjukan bahwa laju pertumbuhan rumah tangga lebih tinggi dibandingkan laju
pertumbuhan pembangunan energi listrik.

Provinsi Riau 84.26


Dumai 103.85
Pekan Baru 114.52
Kep. Meranti 66.90
Rokan Hilir 75.76
Bengkalis 95.40
Rokan Hulu 65.80
RE
Kampar 102.44
Siak 73.87
Pelalawan 57.83
Indragiri Hilir 49.47
Indragiri Hulu 83.89
Kuantan Singingi 88.15
0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00

Gambar 2.69. Rasio Elektrifikasi Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau


Tahun 2017

Berdasarkan pada Gambar 2.69 menunjukkan bahwa rasio elektrifikasi di bawah rata
rata provinsi terdapat 6 kabupaten dan 6 kabupaten di atas rata-rata provinsi. Wilayah
terendah rasio elektrifikasi di bawah provinsi yaitu Kabupaten Indragiri Hilir, Indragiri

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-246


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Hulu, Siak Pelalawan, Rokan Hulu dan Kepulauan Meranti. Berdasarkan UU no 23 Tahun
2014 Tentang Pemerintahan Daerah, perpindahan kewenangan dalam pengurusan energi
dan sumberdaya mineral ke provinsi maka wilayah-wilayah terendah rasio elektrifikasinya
harus mendapatkan prioritas dalam pembangunan energi kedepan.
Tabel 2.163. Rasio Desa Berlistrik di Provinsi Riau sampai 31 Desember 2016
Desa Rasio
Kelurahan Sudah
No Kabupaten/Kota Kecamatan Kelurahan Desa Belum Desa
+Desa Belistrik
Belistrik (%)
1 Kampar 21 2 242 244 224 20 92%
2 Indragiri Hulu 14 16 178 194 183 11 94%
3 Bengkalis 8 19 136 155 150 5 97%
4 Indragiri Hilir 20 39 198 237 93 144 39%
5 Pelalawan 12 14 104 118 107 11 91%
6 Rokan Hulu 16 6 139 145 126 19 87%
7 Rokan Hilir 15 25 159 184 174 10 95%
8 Siak 14 9 122 131 117 14 89%
9 Kuansing 15 11 218 229 226 3 99%
10 Kep. Meranti 9 5 96 101 78 23 77%
11 Dumai 7 33 0 33 32 1 97%
12 Pekanbaru 12 58 0 58 58 0 100%
JUMLAH 163 237 1592 1829 1568 261 86.06%
Sumber: PLN Tahun 2017

Sedangkan jumlah desa yang sudah terlayani listrik di Provinsi Riau hingga tahun
2016 baru memcapai 86,06% dan yang belum terlayani 13,94%. Kabupaten yang belum
terlayani listrik yang paling rendah adalah Indragiri Hilir yang desanya tersedia listrik baru
mencapai 39% dan yang belum tersedia listrik sebesar 61%. Jika dilihat rata-rata desa yang
belum teraliri listrik di provinsi Riau masih terdapat sebanyak 14,27% dari jumlah desa
dan kelurahan yang ada sebanyak 1.829 atau sebanyak 261 desa dan kelurahan yang belum
teraliri listrik dan yang terbanyak di Kabupaten Indragiri Hilir dari 237 desa masih terdapat
144 desa yang belum teraliri listrik, kemudian diikuti Kabupaten Kepulauan Meranti dari
101 Desa dan Kelurahan yang baru dialiri listrik 78 desa dan kelurahan sementara 23 desa
lagi belum dialiri listrik.
Permasalahan kelistrikan yang dihadapi di Provinsi Riau adalah masih terbatasnya
pasokan listrik sehingga menyebabkan rendahnya rasio elektrikasi di Provinsi Riau.
Sampai dengan tahun 2015, system interkoneksi kelistrikan 150 KV baru menjangkau
lebih kurang 60% wilayah Provinsi Riau melalui 8 (delapan) Gardu Induk. Sementara total
daya mampu pembangkit listrik di Provinsi Riau sebesar 486 MW dengan Beban Puncak
549 MW atau defisit kapasitas pembangkit listrik sebesar 63 MW. Dalam kondisi normal,
defisit kapasitas pembangkit tersebut dapat disuplai oleh pembangkit dari wilayah lain
melalui system interkoneksi 150 kV. Namun demikian secara umum system interkoneksi

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-247


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

150 KV di Sumatera mempunyai cadangan kapasitas (reserve margin) yang rendah.


Sehingga jika terjadi gangguan atau perawatan rutin pembangkit, gangguan pasokan bahan
bakar untuk PLTG, PLTMG atau batubara, atau penurunan debit air untuk PLTA saat
kemarau panjang akan terjadi pemadaman bergilir.
Wilayah Provinsi Riau yang belum terjangkau sistem interkoneksi kelistrikan 150
KV dilayani oleh10 sistem kelistrikan lokal (system isolated), dengan total daya mampu
157.5 MW. Sistem kelistrikan lokal ini pada umumnya melayani daerah perdesaan, yang
disalurkan melalui system distribusi 20 kV. Sistem Kelistrikan Lokal ini melayani sekitar
20% wilayah Provinsi Riau.Pembangkit listrik untuk sistem kelistrikan lokal berupa PLTD
berbahan bakar solar sebanyak sekitar 70% dan sisanya PLTMG (Pembangkit Listrik
Tenaga Mesin Gas) berbahan bakar gas bumi. Kondisi ini menyebabkan harga pokok
produksi listrik yang tinggi. Disisi lain, pendapatan masyarakat di perdesaan yang dilayani
oleh system kelistrikan lokal relative rendah, yang berarti kemampuannya terbatas untuk
menikmati layanan listrik. Kondisi ini menyebabkan rasio elektriikasi di beberapa wilayah
di Provinsi Riau masih rendah. Kualitas layanan listrik untuk masyarakat perdesaan pada
saat ini masih di bawah standar. Hal ini disebabkan oleh tingkat kerapatan penduduk
perdesaan yang rendah dan menggunakan saluran distribusi yang panjang, sehingga secara
teknis kurang andal akibat tingginya kehilangan tegangan dan kehilangan daya pada
saluran distribusi.
Pengembangan jaringan transmisi sistem interkoneksi 150 KV di Provinsi Riau terus
diupayakan untuk menghubungkan sistem-sistem kelistrikan isolated di atas. Namun
demikian penyelesaian pembangunan saluran transmisi dan gardu induk 150 KV tidak
berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Dari 1.546 total tower transmisi yang dibangun
sejak tahun 2013, baru dapat diselesaikan sebanyak 350 tower serta pembangunan Gardu
Induk Pembangkit (PLTU Tenayan Raya, PLTU-Tembilahan) dan Gardu Induk ( Pasir
Putih, lahan baru untuk tapak tower transmisi), baik karena belum tercapainya kesepakatan
harga dengan pemilik lahan maupun karena permasalahan tata ruang untuk saluran
transmisi yang melewati kawasan hutan.
Kondisi rasio ketersediaan listrik Provinsi Riau dari Tahun 2012 sampai dengan
Tahun 2016, digambarkan pada Tabel 2.164. Dari Tabel 2.164 di atas terlihat bahwa rasio
ketersediaan daya listrik di Provinsi Riau sejak Tahun 2012 sampai dengan Tahun 2016
terus meningkat. Ratio ketersediaan listrik tahun 2012 baru 70,62 % dan pada Tahun 2016
sudah mencapai angka 98,81%, dengan rata-rata pertumbuhan 7% per-tahun. Hal ini
menunjukkan bahwa pembangunan bidang kelsitrikan di Provinsi selama 5 tahun terakhir

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-248


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

cukup berhasil dan menggembirakan. Sementara itu rasio ketersediaan daya listrik per
Kab/Kota tidak bisa dihitung karena tidak semua kab/kota yang memiliki sumber
pembangkit/gardu induk sendiri, sehingga tidak diketahui rasio ketersediaan daya pada
setiap Kab/Kota.
Tabel 2.164. Rasio Ketersediaan Daya Listrik Tahun 2011 - 2016
Provinsi Riau
Tahun Pertumbuhan/Tahun
2012 2013 2014 2015 2016 (%)
70.62 76.93 82.15 88.56 98.81 7%

2.3.3.6. Bidang Urusan Perdagangan


Salah satu kegiatan ekonomi atau perdagangan yang ada di Provinsi Riau adalah
ekspor dan impor. Kegiatan ekspor dan impor yang terjadi di Provinsi Riau memiliki
pengaruh yang cukup besar terhadap perekonomian daerah. dimana ekspor memainkan
peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi, terutama bagi daerah yang berkembang.
Berikut data Nilai Ekspor Bersih Perdagangan Provinsi Riau dari tahun 2012 sampai
dengan tahun 2017.
Berdasarkan Tabel 2.165 dapat dinyatakan bahwa tren ekspor bersih Riau menurun
dari tahun 2012 s/d tahun 2016 hal ini disebabkan oleh penurunan ekspor migas,
penurunan ini dipengaruhi oleh semakin sedikitnya jumlah cadangan minyak di Riau dan
diperparah lagi oleh penurunan harga minyak di pasar internasional. Penurunan perdangan
Non migas juga terjadi dikarenakan turunnya harga komoditas di pasar global seperti harga
kelapa sawit dan karet, sehingga memicu penurunan jumlah ekspor ke Negara-negara
mitra dagang seperti India dan Tiongkok. Namun pada tahun 2017 terjadi rebound sebesar
16,16 Miliar USD, hal ini mencerminkan telah membaiknya harga komoditas dan
permintaan Negara-negara mitra dagang.
Tabel 2.165. Ekspor Bersih Perdagangan Provinsi Riau (dalam juta Rupiah)
Ekspor Tahun Pertumbuhan/
No
Bersih 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Tahun (%)
1 Total Perdagangan 21,406.90 19,529.68 18,965.19 15,715.29 15,013.61 16,166.17 -6,78
Ekspor Tahun Pertumbuhan/
No
Bersih 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Tahun (%)
1 Total Perdagangan 21,406.90 19,529.68 18,965.19 15,715.29 15,013.61 16,166.17 -6,78
Ekspor Tahun Pertumbuhan/
No
Bersih 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Tahun (%)
1 Total Perdagangan 21,406.90 19,529.68 18,965.19 15,715.29 15,013.61 16,166.17 -6,78

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-249


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

2.3.3.6. Bidang Urusan Perindustrian


Berdasarkan PP No. 24 Tahun 2009 bahwa Kawasan Industri adalah kawasan
tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana
penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah
memiliki Izin Usaha Kawasan Industri.
Sarana dan prasarana yang dimaksud di atas meliputi jalan, pengolahan air bersih
dan air kotor terpadu, komersial, perumahan, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi,
jaringan gas dan sebagainya, sehingga pabrik (disebut dengan perusahaan industri) yang
masuk ke Kawasan Industri akan mendapatkan sarana/prasarana ini. Pembangunan dan
pengembangan Kawasan Industri bertujuan untuk mengendalikan pemanfataan ruang.
Berikut lokasi dan kawasan Industri Provinsi Riau.
Tabel 2.166. Lokasi Kawasan Industri di Provinsi Riau Tahun 2016
No Wilayah Industri Luas (ha) Lokasi
1 Kawasan Industri Dumai
- Pelintung 5.084,53
- Lubuk Gaung 2.158,00 Kota Dumai
- Dock Yard 300,00
- Pelindo (BK) 115,00
2 Kawasan Industri Tanjung Buton 5.789,90 Kab. Siak
3 Kawasan Industri Buruk Bakul 3.220,00 Kab. Bengkalis
4 Kawasan Industri Kuala Enok 5.203,95 Kab. Indragiri Hilir
5 Kawasan Industri Tenayan Raya 3.247,54 Kota Pekanbaru
6 Kawasan Teknopolitan 3.754,00 Kab. Pelalawan
Jumlah 23.652,92 Provinsi Riau
Sumber: Dinas Perindustrian Provinsi Riau Tahun 2016

1. Kawasan Industri Dumai


Kawasan Industri Dumai memiliki lima potensi unggulan kawasan strategis,
yaitu dua kawasan industri yang strategis yaitu Kawasan Industri Pelintung dan
Kawasan Industri Lubuk Gaung; dua kawasan pelabuhan yaitu Kawasan
Pengembangan Pelabuhan Terpadu dan Kawasan Pelabuhan Pelindo I; dan
Kawasan Industri Pengolahan Migas (PT. Pertamina RU II dan PT. Chevron). Ada
13 industri di kawasan Industri Lubuk gaung dan ada 9 Kawasan Industri di
kawasan Industri Pelintung.
2. Kawasan Industri Tanjung Buton
Adapun pengembangan di Kawasan Industri Tanjung Buton yakni
Pengembangan Industri Penunjang Migas, Pengembangan Industri Hulu dan Hilir
Agro Sebagai outlet Riau Bagian Tengah. Dari total luas lahan yang disediakan

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-250


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

terdapat ada alokasi lahan kawasan migas 50 ha, kawasan CPO 54 ha, kawasan
multipurpose- 24 ha, Kawasan Container & Bulk Cargo – 117 Ha, Kawasan
Galangan Kapal – 36 Ha, Kawasan Bisnis Maritim – 10 Ha, Kawasan Fasilitas
Umum – 5 Ha, Kawasan Karantina – 5 Ha, sementara itu untuk area pelabuhan dan
kawasan industri saja dialokasikan masing-masing sebesar 300 ha. Pemerintah
Kabupaten Siak telah menunjuk BUMD PT. KITB sebagai badan pengelola
kawasan industry Tanjung Buton dan saat ini telah menjalin kerjasama investasi
pergudangan PT. BOSOWA
3. Kawasan Industri Buruk Bakul
Kawasan Industri Buruk Bakul mempunyai Lahan sekitar 3.000 hektar dan
1.000 hektar sebagai inti dari rencana kawasan industri dan pelabuhan. Kebutuhan
infrastruktur untuk mendukung kawasan ini yakni peningkatan kualitas dan
kapasitas jalan Dumai – Pelintung, peningkatan kualitas dan kapasitas jalan Dumai
– Lubuk Gaung, penyediaan layanan air minum melalu pembangunan SPAM
regional Durolis (Dumai-Rokan Hilir-Bengkalis), pembangunan pengamanan tebing
sungai dan pantai, dan penataan kawasan.

4. Kawasan Industri Kuala Enok


Pelabuhan Kuala Enok telah dibangun tahun 1995 dan pencadangan lahan
seluas kurang lebih 5500 Ha, berdasarkan hasil kajian Pelindo dan GIZ Jerman
potensi yang dikembangkan 172 T yang merupakan Outlet Utama Riau Bagian
Selatan, Jambi bagian Utara dan Sumatera Barat bagian Timur. Adapun
pengembangan kawasan yakni Terminal Curah Cair, Terminal General Cargo,
Terminal Penumpang, Terminal Curah Kering dan Terminal Kapal Pandu/Tunda
5. Kawasan Industri Tenayan Raya
Kawasan Industri Tenayan Raya mempunyai Lahan seluas 306 Ha (dibebaskan
pada tahun 2002 & 2003), didukung potensi Pengembangan hingga 3000 Ha
(RTRW Kota Pekanbaru). Didalam 306 Ha, 40 Ha nya telah dibangun PLTU 2 x
110 mw (efektif 266 Ha untuk kegiatan industri). Terletak 39 km dari reservoir
energi gas milik PGN dan telah ada Mou Pemko Pekanbaru dengan PGN dan PLN.
Berada di jalur Jalan 70 (outer ringroad Pekan Sikawan) sebagai akses langsung ke
jalur Tol Pekanbaru-Dumai dan Pekanbaru-Padang. Secara teknis berada di sentral

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-251


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Provinsi Riau dan Pulau Sumatera, serta berhadapan langsung dengan Asia
Tenggara.
6. Kawasan Teknopolitan
Secara umum kawasan perencanaan Teknopolitan di Pelalawan akan dibagi
menjadi tujuh Blok, yaitu:
1) Blok A (80 ha): Blok Kegiatan Pendidikan dan R&D Center meliputi Institut
Teknologi Pelalawan, Akademi Komunitas/Politeknik dan Pusat Penelitian dan
Pengembangan (R&D Center).
2) Blok B (600 ha): Blok Kegiatan Industri dan UKM; beberapa bangunan
fasilitas utama yang ada di areal ini adalah bangunan pabrik oleo kimia, oleo
pangan, dan limbah sawit.
3) Blok C (140 ha): Blok Kegiatan permukiman yang berwawasan lingkungan,
seperti kawasan hunian, rumah ibadah, rekreasi, dan rumah sakit.
4) Blok D (40 ha): Blok Kegiatan perkantoran; beberapa bangunan fasilitas utama
yang ada di areal ini adalah kantor pengelola kawasan, kantor pelayanan
pengurusan perijinan, kantor pengelola keamanan kawasan.
5) Blok E (40 ha): Blok Kegiatan perdagangan dan jasa beberapa fasilitas utama
yang ada di areal ini adalah kawasan perdagangan dan layanan jasa.
6) Blok F (600 ha): Blok Kegiatan Rekreasi, Olah Raga, Rumah Ibadah, Ruang
Terbuka Hijau dan Buffer.
7) Area Fasilitas prasarana dan sarana penunjang kawasan meliputi Badan jalan,
drainase dan sanitasi lingkungan, jaringan TIK, pengolahan air bersih,
pengolahan air limbah, jaringan listrik, pengolahan sampah sebesar 170 ha.
Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang
setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan
keuntungan. Para |ekonom menganggap bahwa sektor industri yang kuat menjadi tanda
perekonomian berfungsi dengan baik dengan PDB (produk domestik bruto) yang tinggi
dan kualitas hidup yang tinggi. Berikut tabel perkembangan sektor industri Provinsi Riau.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-252


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.167. Perkembangan Sektor Industri di Provinsi Riau Tahun 2009-2013


Tahun
Uraian
2009 2010 2011 2012 2013
Unit Usaha 191 183 205 202 217
Tenaga Kerja (Org) 48,202 51,015 72,903 59,470 64,002
Nilai Output (Rp) 60.488.084.355 99.115.947.081 154.563.118.879 172.022.759.137 223.553.742.033
Nilai Tambah (Rp) 33.963.066.298 34.765.145.740 51.517.303.820 45.848.556.289 55.799.271.875
NO/Tenaga Kerja 1.254.887 1.942.879 2.120.120 2.892.597 3.492.918
NT/Tenaga Kerja 704.598 681.469 706.655 770.952 871.836

Perkembangan sektor industri dalam beberapa tahun terakhir cukup


menggembirakan, dimana terjadi peningkatan, terutama dari sisi unit usaha, jumlah
serapan tenaga kerja, nemaun terajdi penurunan dai sisi nilai tambah dan output,
sebagaimana tertera pada Tabel 2.168.
Tabel 2.168. Perkembangan Sektor Industri di Provinsi Riau
Tahun 2014-2015
Tahun
Uraian
2014 2015
Unit Usaha 219 250
Tenaga Kerja (Org) 61,002 69.754
Nilai Output (Rp) 215.874.357.150 229.872.381.591
Nilai Tambah (Rp) 108.722.504.166 97.464.507.488
NO/Tenaga Kerja 3.511.979,52 3.295.472.40
NT/Tenaga Kerja 1.768.765.93 1.397.260.48
Sumber Data: Dinas Perindustrian Provinsi Riau

Dari tabel di atas bahwa data nilai output dan nilai tambah baik rupiah dan tenaga
kerja tidak ada, karena perlu pengolahan data lebih lanjut.
Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah
dalam satu periode tertentu adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik
atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB pada dasarnya
merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu
daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir (netto) yang dihasilkan
oleh seluruh unit ekonomi. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah
barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga berlaku pada setiap tahun, sedangkan
PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang
dihitung menggunakan harga berlaku pada suatu tahun tertentu sebagai dasar.
Pertumbuhan ekonomi negara-negara maju ditopang oleh sektor industri yang maju,
dengan demikian mau tidak mau dan suka tidak suka, provinsi Riau harus mengalihkan
sektor pertambangan dan pengalian yang selama ini menjadi primadona ke sektor industri.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-253


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Ini terlihat dari table di bawah ini bahwa pertumbuhan sektor industri terus mengalami
peningkatan.

Tabel 2.169. Pertumbuhan Industri di Provinsi Riau Tahun 2012-2016


No Uraian 2012 2013 2014 2015 2016

1 Provinsi Riau 20,60% 20,56% 20,88% 23,87% 24,63%

Sumber: BPS Provinsi Riau Tahun 2017

Membaiknya sektor pertumbuhan industri di Provinsi Riau hal ini disebabkannya


karena tumbuhnya sektor industri pengolahan dari tahun ke tahun. Meningkatnya
pertumbuhan industri dikarenakan ada switch (peralihan), yang mana sektor
pertambangan-migas dan pertanian- perkebunan yang mengalami perlambatan, hal ini
disebabkan oleh menurunnya harga komoditas global dan cadangan minyak bumi yang
diperparah oleh turunnya harga minyak dunia.
Sektor industri pengolahan masih memiliki peran strategis dalam perekonomian
nasional. Hal ini terlihat dari kontribusi sektor industri terhadap serapan tenaga kerja,
kesejahteraan masyarakat, dan penerimaan negara.

Tabel 2.170. Perkembangan Sektor Industri Pengolahan Menurut Kabupaten/Kota


di Provinsi Riau Tahun 2016
Kinerja Industri
Kabupaten/Kot NO/Tenaga NT/Tenag
a Tenaga Kerja Nilai Output Nilai Tambah
Unit Usaha Kerja a Kerja
(Org) (Rp.000) (Rp.000)
(Rp.000) (Rp.000)
Kuantan
698 2.283 785.518.942
Singingi
Indragiri Hulu 994 2.763 10.658.638
Indragiri Hilir 517 2.428 57.462.327 - -
Pelalawan 736 2.396 57.836.116 - -
Siak 970 3.457 120.076.897.875 - -
Kampar 459 2.175 111.316.403
Rokan Hulu 724 2.679 35.152.328 - -
Bengkalis 874 1.353 18.887.910 - - -
Rokan Hilir 874 3.228 101.968.107 - -
Kep.Meranti 3.545 NA - - -
1321
Pekanbaru 206 2.864 326.197.616 -
Dumai 782 3.442 210.052.195 - -
Provinsi Riau 8,628 32.613 121.791.948.456 -
Sumber: Dinas Perindustrian Provinsi Riau Tahun 2017

Sektor pertanian merupakan sektor yang dominan dalam menyumbang PDRB di


Provinsi Riau. Sub sektor kehutanan merupakan kontributor terbesar kepada sektor
pertanian disusul oleh sektor perkebunan. Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa
struktur ekonomi dari Provinsi Riau merupakan Pertanian dengan kekuatan pada sub
sektor kehutanan dan perkebunan. Hal menarik lain dari kontributor ekonomi terbesar

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-254


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

adalah sektor Industri Pengolahan. Perkembangan sektor ini mencerminkan industri


pengolahan berkembang cukup berarti di Provinsi Riau yang diperlihatkan dengan terus
tumbuhnya unit usaha industri pengolahan di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Riau.

2.3.4. Fokus Penunjang Urusan


2.3.4.1 Bidang Urusan Perencanaan
Dokumen perencanaan pembangunan yang harus dimiliki Pemerintah Provinsi
maupun Kabupaten/Kota antara lain Rencana Pembangunan jangka Panjang Daerah
(RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja
Pembangunan Daerah (RKPD),
RPJPD Provinsi Riau disusun untuk jangka waktu 2005 – 2025, RPJMD Provinsi
Riau saat ini merupakan RPJMD tahap ke ketiga sejak era otonomi daerah dengan masa
periode 2014-2019. Namun pada tahun 2016 dilakukan perubahan RPJMD dalam rangka
menyesuaikan dengan perkembangan kondisi ekonomi daerah, RPJMN dan nawacita serta
undang-undang 23 tahun 2014 terkait dengan kewenangan dalam urusan pemerintah.
Setiap tahunnya RPJMD dijabarkan kedalam RKPD. Semua dokumen perencanaan ini
selalu disusun oleh Pemerintah Provinsi Riau maupun Pemerintah Kabupaten/Kota se
Provinsi Riau sesuai jadual yang telah tetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.
Sesuai dengan Pasal 369 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam NegeriNomor 86 Tahun
2017 fungsi Gubernur sebagai Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap penyelenggaraan perencanaan, pengendalian dan evaluasi pembangunan Daerah
lingkup Provinsi dan Kabupaten/Kota. Untuk menjalankan fungsi tersebut, maka indikator
yang dapat dilihat terhadap ketersediaan dokumen perencanaan pembangunan daerah
(RPJPD,RPJMD dan RKPD). Jika dilihat dari tabel 2.171 terhadap Perda RPJPD sudah
semua Kabupaten/Kota dan Provinsi memiliki Perda RPJPD, untuk RPJMD sudah semua
Kabupaten/Kota dan Provinsi yang memiliki Perda dan RKPD dari tahun 2015 hingga
tahun 2017 sudah semua Kabupaten/Kota dan Provinsi yang mempunyai Perkada RKPD.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-255


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.171. Ketersediaan Dokumen Perencanaan (RPJPD, RPJMD, RKPD)


Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2012-2016
Periode RKPD
No Kabupaten/kota RPJPD
RPJMD 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Kuantan
1  2016-2021      
Singingi
2 Indragiri Hulu  2016-2021      
3 Indragiri Hilir  2013-2018      
4 Pelalawan  2016-2021      
5 Siak  2016-2021      
6 Kampar  2017-2022      
7 Rokan Hulu  2016-2021      
8 Rokan Hilir  2016-2021      
9 Bengkalis  2016-2021      
10 Kep, Meranti  2016-2021 - - -   
11 Pekanbaru  2017-2022      
12 Dumai  2016-2021      
Provinsi Riau 2005-2025 2014-2019      
Sumber: Bappeda Provinsi Riau (2017)

2.3.4.2 Bidang Urusan Keuangan


Pendapatan daerah merupakan penerimaan yang sangat penting bagi pemerintah
daerah dalam menunjang pembangunan daerah guna membiayai proyek-proyek dan
kegiatan-kegiatan daerah.
Pendapatan Daerah sebagai penerimaan kas daerah merupakan sarana pemerintah
daerah untuk melaksanakan tujuan, mengoptimalkan kemakmuran rakyat yaitu menumbuh
kembangkan masyarakat disegala bidang kehidupan. Pendapatan daerah dalam
APBD (Anggaran Pendapatan dan Belaja Daerah) dikelompokan menjadi 3 kelompok
yakni Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Lain-lain Penerimaan yang
sah.
Tabel 2.172. Realisasi Komponen Pendapatan Terhadap Total Pendapatan Daerah
Provinsi Riau Tahun Anggaran 2013-2017 (Ribu-Rupiah)

Tahun
Pertumbuhan/Ta
No Jenis Penerimaan
2017 hun (%)
2013 2014 2015 2016

1 PendapatanAsli Daerah 2.617.954.835 3.243.284.730 3.476.598.263 2.872.829.005 3.119.162.326


4,48
A. Pajak Daerah 2.110.997.529 2.496.771.206 2.572.758.997 2.417.976.745 2.755.289.104 6,89
Pajak Kendaraan Bermotor 680.988.243 752.936.238 802.073.723 847.541.057 924.482.768
Pajak Kendaraan Di Atas Air 45.026 125.294 42.705 0 0
Bea Balik Nama KB 744.524.968 797.745.702 705.571.355 602.973.471 752.987.613
Bea Balik Nama Pajak Kendaraan Di Atas Air 11.164 4.202 0 0 0
Pajak Bahan Bakar KB 655.313.684 730.767.736 744.197.640 621.980.452 709.232.518
Pajak Air Permukaan 30.114.441 33.859.938 28.997.596 29.012.970 27.459.128
Pajak Rokok 0.00 181.332.092 291.875.976 316.468.792 341.127.075
B Retribusi Daerah 24.359.496 16.624.678 20.504.628 12.684.510 14.605.012 -12,00
Retribusi jasa umum 22.284.286 14.299.075 15.937.084 4.753.679 3.063.776

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-256


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tahun
Pertumbuhan/Ta
No Jenis Penerimaan
2017 hun (%)
2013 2014 2015 2016

Retribusi jasa usaha 2.050.196 2.305.083 4.522.823 4.483.024 5.967.474


Retribusi perizinan tertentu 25.014 20.520 44.720 3.447.806 5.573.762
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
C 146.463.619 154.214.508 178.216.271 83.335.007 124.105.583 -4,06
Dipisahkan
D Lain-Lain PAD yang Sah 336.134.189 575.674.337 705.118.365 358.832.742 225.162.627 -9,53

2 Dana Perimbangan 3.610.182.229 4.231.808.633 2.548.627.473 3,835,873,256 4.539.386.747 5,89

A Dana Bagi Hasil Pajak/SDA 2.844.812.993 3.367.086.539 1.831.045.031 1.676.598.377 1.473.538.188 -15,16
DBH Pajak 618.581.035 668.492.186 756.114.292 836.925.397 723.990.115
DBH Bukan Pajak/SDA 2.226.231.958 2.698.594.352 1.074.930.738 839.672.980 749.548.072
B Dana Alokasi Umum 726.630.916 820.984.584 654.220.250 737.744.590 1.457.997.067 19,02

C Dana Alokasi Khusus 38.738.320 43.737.510 63.362.192 1.421.530.289 1.607.851.491 153,82

3 Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 636.219.961 655.513.513 883.578.327 7.788.800 3.078.000 -73,63

PENDAPATAN HIBAH 0.00 0.00 2.665.080 2.788.800 3.078.000


DANA PENYESUAIAN DAN OTSUS 636.219.961 655.513.513 880.913.247 0.00 0.00
DANA INSENTIF DAERAH (DID) 0.00 0.00 0.00 5.000.000 0.00
Total Pendapatan Daerah
6.864.357.027 8.130.606.877 6.908.804.063 6.716.491.062 7.661.627.073 2,79
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Riau Tahun 2017

Dari tabel di atas, bahwa ada penurunan total pendapatan pada tahun 2016 dari
tahun 2015, penurunan ini disebabkan oleh turunnya realisasi Pendapatan Asli Daerah dari
tahun 2015 ke tahun 2016, hal ini dipengaruhi oleh menurunnya daya beli masyarakat,
sehingga menyebabkan menurunnya pembayaran pajak masyarakat ke daerah. Disamping
itu juga kesadaran masyarakat dalam membayar pajak masih rendah.

2.3.4.3 Bidang Urusan Kepegawaian Serta Pendidikan dan Diklat


Kedudukan dan peranan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam setiap organisasi
pemerintah sangatlah menentukan,karena merupakan tulang punggung pemerintahan
dalam melakukan pembangunan. Oleh sebab itu keberadaan PNS di Provinsi Riau
menjadi penting baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas. Banyaknya jumlah
PNS di Provinsi Riau dapat dilihat pada Tabel 2.173.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-257


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.173. Jumlah PNS di Provinsi Riau Berdasarkan Jenis Kelamin

Kabupaten/kota PNS
Rasio (%) Keterangan
Laki-Laki Perempuan
Kuantan Singingi 2.904 3.317 114,22 Pr > Lk
Indragiri Hulu 3.011 3.671 121,92 Pr > Lk
Indragiri Hilir 3.773 4.250 112,64 Pr > Lk
Pelalawan 2.510 2.978 118,65 Pr > Lk
Siak 2.912 3.757 129,02 Pr > Lk
Kampar 5.052 5.873 116,25 Pr > Lk
Rokan Hulu - - - -
Bengkalis 3.318 4.902 147,74 Pr > Lk
Rokan Hilir 2.743 3.611 131,64 Pr > Lk
Kep.Meranti 1.646 1.742 105,83 Pr > Lk
Pekanbaru 6.528 2.942 45,07 Pr < Lk
Dumai 1.699 3.003 176,75 Pr > Lk
Provinsi Riau 4.468 3.462 77,48 Pr < Lk
Sumber: BPS Provinsi Riau (Riau Dalam Angka Tahun 2015, Kabupaten/Kota Dalam Angka, 2015)

Jumlah PNS di Instansi pemerintah Provinsi Riau dan Kabupaten/Kota di


Provinsi Riau pada tahun 2015 terbanyak adalah Kabupaten Kampar yakni 10.925 orang
yang terdiri laki laki-laki sebanyak 5.502 orang dan perempuan sebanyak 5.873.. Sedangkan
jumlah PNS pada Instansi Pemerintah Provinsi Riau secara keseluruhan berjumlah 7.930 orang
yang terdiri 4.468 laki-laki dan 3.462 perempuan.

2.3.4.4 Bidang Urusan Penelitian dan Pengembangan


Penelitian merupakan salah satu faktor yang cukup menentukan pengembangan
Ilmu pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Oleh karena itu kemajuan dan kemakmuran
suatu bangsa tidak bisa dilepaskan dari peran penelitian. Berapa negara maju di dunia
dewasa ini merupakan negara-negara maju di dalam penelitian, baik penelitian dasar
maupun penelitian rekayasa. Sebagai contoh negara yang mengembangkan kemajuan
IPTEK yang dikembangkan berdasarkan hasil penelitian meskipun miskin sumber daya
alam adalah Jepang dan Skandinavia, tetapi menjadi negara paling makmur dengan
pendapatan perkapita tertinggi di dunia. Sebaliknya, Indonesia merupakan salah satu
negara yang kaya akan sumber daya alam tetapi masih berkategori pendapatan rendah
karena masih rendahnya pengembangan IPTEK demikian halnya dengan Provinsi Riau.
Upaya yang telah dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi
Riau dalam bidang penelitian dan mengembangan menunjukkan perkembangan baik dari
aspek jumlah dan bidang keilmuan. Selama periode 2010-2016 penelitian yang telah
dilakukan sebanyak 15 bidang keilmuan. Jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.174.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-258


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

Tabel 2.174. Bidang dan Jumlah Penelitian dan Pengembangan (R&D)


Provinsi Riau Oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
Provinsi Riau Tahun 2010-2016
Tahun
No Bidang Penelitian
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Pendidikan 1 1 2 0 0 0 0
2 Pariwisata 0 1 7 2 1 0 1
3 Pertanian 1 0 4 6 2 0 1
4 Perikanan 0 0 0 1 1 0 0
5 Peternakan 1 0 2 1 0 0 1
6 Kehutanan 0 0 0 0 0 0 0
7 Industri 0 0 5 0 0 0 0
8 Teknologi 0 1 0 0 0 0 1
9 Kebudayaan 0 0 3 1 0 0 0
10 Kesehatan 1 0 0 0 0 0 0
11 SDM 0 0 2 0 1 0 0
12 Ekonomi 11 3 8 4 4 0 2
13 Kebijakan & Perpolitikan 20 2 7 4 5 1 2
14 Hukum 2 0 5 0 0 0 0
15 Religi 0 0 1 2 1 0 0

Jumlah 37 8 46 21 15 1 8
Sumber: Ristekdikti Tahun 2017
Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa penelitian terbanyak dilakukan
pada tahun 2012 sebanyak 46 judul dan terendah tahun 2015 dan 2016 sebanyak 1 judul
dengan judul penelitian terbanyak adalah bidang kebijakan dan perpolitikan. Dari hasil
penelitian tersebut, hal yang dapat dicermati adalah tidak adanya konsistensi jumlah per
bidang penelitian. Sebaiknya penelitian dilakukan secara konsisten dengan melakukan
penelitian sesuai dengan kebutuhan pembangunan dan sumberdaya serta prospek yang
dapat dikembangkan di Provinsi Riau kedepan.
Dalam dokumen RPJMD Tahun 2014-2019, untuk meningkatkan ekonomi melalui
peningkatan nilai tambah, maka yang dilakukan penelitian yang berkaitan dengan hilirisasi
produk pertanian, akan tetapi penelitian dan pengembangan bidang industri hanya ada
empat kegiatan selama periode 2014-2016.
Hal yang perlu mendapatkan perhatian dari penelitian ini adalah seberapa banyak
dari jumlah penelitian tersebut yang sudah diterapkan oleh perangkat daerah, masyarakat
atau dunia usaha sehingga dapat meningkatkan produksi barang dan jasa, baik dari segi
produktivitas, efektivitas dan efisiensi serta perbaikan sosial budaya masyarakat yang
berdampak terhadap peningkatkan produktivitas wilayah dan kesejahteraan masyarakat di
Provinsi Riau.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-259


Background Studi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD)
Provinsi Riau Tahun 2019-2024

2.3.4.5 Bidang Urusan Pengawasan


Pelaksanaan pengawasan adalah agar pelaksanaan kegiatan sesuai dengan regulasi,
kebijakan dan peraturan yang berlaku. Pelaksanaan pengawasan difokuskan pada
pengawasan internal secara berkala pada beberapa objek pemeriksaan (obrik) meliputi
seluruh SKPD di jajaran pemerintah provinsi. Jumlah temuan atas pengawasan yang
dilakukan baik yakng dilakukan oleh BPK RI, Inspektorat dan Itjen Kementerian selama
kurun tahun 2012 sampai dengan 2016 seperti terlihat pada Tabel 2.175.

Tabel 2.175. Temuan Hasil Pemeriksaan di Lingkungan Pemerintahan


Provinsi Riau Tahun 2012-2016

Pengawas/Pemeriksa 2012 2013 2014 2015 2016


BPK RI 152 62 89 81 60
Inspektorat 903 1031 928 521 519
Itjen Kementerian 83 59 37 21 27
Jumlah 1.138 1.152 1.057 623 606
Sumber: Inspektorat Provinsi Riau Tahun 2017
Jumlah temuan selama kurun tahun 5 tahun terakhir menunjukkan kecenderungan
menurun. Jika dilihat dari temuan berdasarkan instansi pengawas maka jumlah temuan
terbanyak ditemukan oleh Inspektorat Provinsi kemudian diikuti oleh BPK RI dan Itjen
Kemenetian. Walaupun terjadi penurunan temuan. namun dari sisi jumlah temuan
khsususnya pada tahun 2016 masih cukup banyak.
Selanjutnya temuan yang ditemukan oleh ketiga Instansi pengawas tersebut
ditindaklanjuti oleh Inspektorat Provinsi. Jumlah temuan yang ditindaklanjuti selama
kurun tahun 2012 sampai dengan 2016 terlihat pada Tabel 2.176.

Tabel 2.176. Tindak Lanjut Temuan Hasil Pemeriksaan di Lingkungan


Pemerintahan Provinsi Riau Tahun 2012-2016
Pengawas/Pemeriksa 2012 2013 2014 2015 2016
BPK RI 13.6% 97.6% 2.1% 8.9% 56.2%
Inspektorat 40.7% 32.9% 34.9% 21.2% 16.3%
Itjen Kementerian 100% 100% 100% 98% 100%
Sumber: Inspektorat Provinsi Riau Tahun 2017
Jumlah temuan yang sudah ditindaklanjuti terbanyak selama kurun tahun 2012-
2016 adalah temuan dari Itjen Kementerian Dalam Negeri. Sedangkan temuan dari
Inspektor dan BPK relative bervariasi. Pada tahun 2016, temuan BPK yang ditindak
lanjunti adalah sebesar 56,2 persen. Ini berarti masih terdapat sekitar 46,2 persen temuan
BPK yang belum ditindaklanjuti. Keadaan ini menunjukkan bahwa kinerja tindak lanjut
atas temuan BPK perlu dioptimalkan.

BABI II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-260

Anda mungkin juga menyukai