Anda di halaman 1dari 8

MUDRA Jurnal Seni Budaya Volume 32, Nomor 1, Februari 2017

p 141 - 148
P- ISSN 0854-3461, E-ISSN 2541-0407

Kebaya Sebagai Busana Ke Pura Dalam Representasi


Perempuan Kontemporer Di Kota Denpasar

I Dewa Ayu Sri Suasmini


Desain Mode Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia
Jalan Nusa Indah Denpasar

E-mail: srisuasmini@yahoo.com

Kebaya merupakan busana yang dikenakan kaum perempuan dalam setiap kegiatan upacara di Bali. Kebaya
mulai mengalami perubahan dalam hal desain maupun bahan yang digunakan akibat dari perkembangan
zaman, teknologi, informasi dan industri pariwisata, mengakibatkan masyarakat Bali tidak lepas dari
pengaruh kebudayaan luar, yang membawa perubahan dalam berbagai kehidupan masyarakat Bali. Kaum
kapitalis memanfaatkan momen ini dengan menciptakan atau membuat desain kebaya diluar dari ciri khas
kebaya Bali. Hal ini dapat dilihat dari munculnya desain kebaya modifikasi yang banyak di tawarkan di
pasaran dan menjadi tren. Desain kebaya modifikasi banyak dijual di pasaran, sehingga menyebabkan kaum
perempuan ingin tampil trendi dengan busana yang di tawarkan tersebut. Kaum perempuan kontemporer
dengan bangga mengenakan kebaya yang trendi di pasaran, pada kegiatan persembahyangan ke pura. Hal
ini mengakibatkan seolah-olah kaum perempuan sudah mulai melupakan etika berbusana untuk ke pura.
Hal ini tentunya dapat membuat generasi mendatang tidak akan mengetahui dan melupakan ciri khas dari
kebaya Bali. Permasalahan dari penelitian ini adalah bagaimana kebaya dijadikan sebagai representasi oleh
kaum perempuan di Kota Denpasar.
Penelitian ini bertujuan untuk memahami perkembangan kebaya ke pura, dapat mengubah cara berbusana
dan gaya hidup perempuan kontemporer. Paradigma representasi dengan pendekatan fenomenologis dan
metode kualitatif digunakan pada penelitian ini. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dan
interpretatif mempergunakan analisis representasi dan konsumerisme.

Kebaya As Fashion to the Temple In the Representation of


Contemporary Women in Denpasar

Kebaya is a fashion worn by women in every ceremony in Bali. Kebaya began to change in terms of design
and materials used as a result of the change of era, technology, information and tourism industry, resulting
that Balinese society can not be separated from the influence of outside cultures, which lead to the changes
in a various parts of Balinese life. The capitalists use this moment to create or make designs of kebaya
which are out of the characteristic of kebaya of Bali. It can be seen from the emergence of plenty on kebaya
designs modifications offered in the market and become a trend. Kebaya design modifications sold in the
market, causing women want to look trendy with fashion in the offer. Contemporary women proudly wear
the trendy kebaya on the market, on the activities of the temple to worship. This result is that the women
seem to start forgetting the ethics of dressing to go to the temple. It will make the future generations do not
know and forget the characteristic of kebaya Bali. The problem of this research is how kebaya made as a
representation by women in the city of Denpasar.
This study aims at understanding the development of kebaya which is worn to the temples, can change the
way of dressing and lifestyle of contemporary women. The paradigm of representation with a phenomeno-
logical approach and qualitative methods used in this study. The data were analyzed using qualitative
descriptive and interpretative analysis of representations and consumerism.

Keywords : Kebaya to the temple, Representation, Contemporary.

Proses Review : 15 Januari - 5 Februari 2017, Dinyatakan Lolos : 6 Februari 2017

141
I Dewa Ayu Sri Suasmini (Kebaya Sebagai Busana...) MUDRA Jurnal Seni Budaya

I. PENDAHULUAN mengetahui bahwa gaya hidupnya yang konsumer-


isme akan membawa pada penghancuran diri
Kebaya adalah salah satu bagian dari busana yang sendiri, namun demi hasrat yang kuat untuk tetap
merupakan baju tradisional Bali. Dilihat dari survive, rasionalitas dicampakkan dan mengganti-
sejarahnya, kebaya bukan merupakan busana yang kan dengan berbagai kemasan ilusi, pretense, kebo-
berasal dari Bali. Bentuk kebaya terus berubah hongan dan mitos-mitos dirinya (Adlin, 2006: 14).
seiring perubahan zaman, dan perkembangan peng- Penampilan para perempuan Bali dengan kebaya
gunaan kebaya mulai mengubah tata cara berpaka- modifikasi ini dapat dilihat sebagai penampilan
ian perempuan Bali. perempuan kontemporer, modern bahkan postmod-
ern.
Dilihat dari sejarahnya, kebaya bukan merupakan
busana yang berasal dari Bali. Kebaya merupakan Melihat kondisi ini secara tidak langsung menyeret
busana hasil dari perpaduan budaya yang berasal secara halus, kelompok masyarakat untuk mengi-
dari bangsa lain diantaranya Tiongkok, India, Arab, kuti keinginan para produsen kebaya. Hal ini
Portugis yang pernah singgah dan tinggal di Indo- menyebabkan masyarakat akan terus membeli
nesia dalam hubungan dagang. Hubungan dagang kebaya yang ditawarkan, karena hasrat untuk terus
yang terjadi dalam waktu yang lama menghasilkan melengkapi koleksi kebaya. Hasrat selalu diprod-
perpaduan budaya baik secara langsung maupun uksi dalam bentuk yang lebih tinggi sehingga tidak
tidak langsung mempengaruhi budaya di Indonesia. akan pernah bisa terpenuhi oleh mesin hasrat terse-
Hal ini dapat dilihat dari busana bangsa Tiongkok but (Piliang, 2011: 150). Tumbuhnya hasrat yang
yang disebut bei-zi yaitu busana longgar berlengan terus menerus menyebabkan budaya konsumtif
panjang buka depan yang dikatupkan pada tepi- yang tanpa mempertimbangkan nilai guna tetapi
tepinya (Triyanto, 2011: 4). Bentuk kebaya terus lebih mengutamakan unsur simbolik untuk menan-
berubah seiring perkembangan zaman, perubahan dai status sosial, kelas, gengsi, prestise, pencitraan
terjadi pada panjang kebaya yang awalnya menca- diri (Piliang, 2011: 145). Kondisi ini menunjukkan
pai mata kaki, kemudian memendek mencapai bahwa budaya konsumtif telah melekat pada
tengah paha, sampai akhirnya di bawah pinggul. masyarakat kontemporer sekarang ini. Hal ini dapat
dilihat dari gaya hidup, busana, hiburan saat waktu
Seiring perkembangan zaman, teknologi, informasi luang, dan seterusnya dipandang sebagai individu-
dan industri pariwisata, mengakibatkan masyarakat alitas selera serta rasa gaya dari pemilik atau
Bali tidak lepas dari pengaruh kebudayaan luar. konsumen (Featherstone, 2008: 197).
Globalisasi berpengaruh terhadap terjadinya
perubahan sosial budaya pada masyarakat Bali yang Perubahan orientasi pemenuhan kebutuhan akan
masuk dalam berbagai aspek kehidupan manusia. barang-barang tentunya berkaitan dengan gaya
Pengaruh kebudayaan luar tersebut membawa hidup dewasa ini yang tidak lagi hanya berkaitan
perubahan-perubahan yang mendasar dalam berba- dengan nilai guna memenuhi kebutuhan dasar
gai kehidupan masyarakat Bali. manusia, melainkan konsumsi sekarang ini untuk
mengekspresikan dan menunjukkan status sosial
Melihat perkembangan sekarang ini tampak atau identitas seseorang atau menunjukkan siapa
desain-desain kebaya mengalami perubahan yang saya, melalui gaya pakaian, atau produk lainnya
sangat inovatif, seperti kebaya modifikasi dengan sebagai komunikasi simbolik dan makna-makna
lengan pendek di atas siku, selain itu penggunaan sosial dalam masyarakat (Piliang, 2011: 145-151).
bahan kebaya yang sangat transparan. Hal ini terjadi
karena perempuan kontemporer di Kota Denpasar Komoditas kebaya sebagai representasi gaya hidup
terinspirasi atau dicekoki oleh budaya postmodern dapat dilihat dari pemakaianya, para perempuan
sebagai representasi perempuan yang berpenampi- kontemporer di Kota Denpasar mengenakan kebaya
lan layaknya penampilan homo minimalis yang ke pura dengan desain modifikasi lengan pendek
didefiniskan oleh Pilliang sebagai salah satu ciri dan bahan yang transparan untuk sembahyang ke
manusia postmodern minimalis yaitu manusia yang pura sehingga menjadi popular dan ngetren. Repre-
merayakan hasrat untuk memiliki citra. Manusia ini sentasi ini adalah untuk selain menunjukan identitas
termasuk manusia ironis (homo ironia) yang diri kepada orang lain. Dipihak lain menurut Piliang

142
MUDRA Jurnal Seni Budaya Volume 32, Nomor 1, Februari 2017

(2011: 40-42) masyarakat kontemporer adalah Alasan berikutnya dapat mengungkapkan peruba-
hilangnya konsep diri dalam hutan rimba citraan han yang terjadi dari representasi kebaya ini.
(image) masyarakat informasi, dimana masyarakat
informasi global menawarkan berbagai konsep diri Semua masalah tersebut pada akhirnya melahirkan
melalui fashion show, iklan, teknologi kecantikan hipotesa awal yaitu: perkembangan desain dan
yang seolah-olah konsep diri ini dapat dibeli seba- bahan kebaya yang ditawarkan oleh kaum kapitalis
gai komoditas. Dunia konsumerisme dan gaya sehingga menyebabkan kaum perempuan kontem-
hidup virtual telah memerangkapkan manusia porer selalu ingin tampil berbeda dengan yang
kontemporer untuk menjadikan prestise, perbedaan, lainnya. Penampilan menjadi hal utama pada saat
citra, dan penampakan sebagai satu kebutuhan, mengenakan kebaya sehingga etika busana dilupa-
sedangkan kesemuan, artifisial, kepalsuan yang ada kan.
dibaliknya dianggap sebagai kebenaran. Sedangkan
menurut Fiske (2011: 29) dalam masyarakat Penelitian ini secara umum bertujuan untuk meng-
konsumen semua komoditas memiliki nilai budaya kaji dan memahami perkembangan desain kebaya
serta nilai fungsional. Ideologi ekonominya bukan ke pura sebagai representasi perempuan kontempo-
merupakan sirkulasi uang melainkan sirkulasi rer di Kota Denpasar. Tujuan berikutnya adalah
makna dan kepuasan. untuk mengetahui dampak apa yang muncul akibat
dari representasi ini. Manfaat penelitian ini untuk
Selain itu representasi kebaya ke pura sekarang ini menambah pengetahuan tentang perkembangan
lebih memperhatikan segi estetika daripada penggunaan busana kebaya dewasa ini. Penelitian
fungsinya. Dimana para perempuan mengenakan ini mempergunakan teori representasi, teori
kebaya untuk ke pura dengan bahan yang transparan konsumerisme dan teori estetika postmodern untuk
dan model yang lagi ngetren sehingga kurang mengkaji permasalahan.
pantas dikenakan ke pura. Dengan penggunaan
kebaya yang kurang memperhatikan etika maka II. MATERI DAN METODE PENELITIAN
akan dapat menyebabkan generasi berikutnya tidak
mempertimbangkan etika dalam penggunaan Materi Penelitian
busana kebaya sehingga akan dapat menghilangkan Penelitian ini merupakan penelitian lapangan
makna kebaya. dengan mengungkap permasalahan yang sebe-
narnya dari gejala-gejala yang tampak di permu-
Melihat fenomena perkembagan penggunaan kaan (fenomena) berdasarkan kerangka berpikir
kebaya ke pura yang kurang memperhatikan etika Kajian Budaya. Sebagai penelitian Kajian Budaya,
dan lebih mengutamakan status dan penampilan, masalah yang dianalisis adalah manusia dalam
maka perlu dilakukan penelitian terkait dengan aspek rohani dan prilaku (Ratna, 2010: 288). Pene-
kesesuaian penggunaan kebaya ke pura antara litian ini mengkaji apa yang tersembunyi di balik
fesyen dengan etika ke pura pada jaman sekarang kebaya sebagai ke pura dalam representasi perem-
ini agar tidak sampai menghilangkan nilai-nilai puan kontemporer di Kota Denpasar.
tradisi yang harus tersirat dari busana kebaya
sehingga dapat melestarikan etika dan budaya Metoda Penelitian
berbusana. Penelitian ini akan menggunakan metode deskriptif
kualitatif untuk mengungkapkan fakta dan objek
Alasan diangkatnya masalah ini untuk diteliti material. Penggunaan metode deskriptif kualitatif,
adalah untuk menganalisis masalah yang berkaitan pada dasarnya didorong oleh adanya kesadaran
dengan etika dan gaya hidup, karena dewasa ini akan sifat unik dan realitas sosial dan dunia tingkah
masyarakat lebih mengutamakan penampilan laku manusia itu sendiri dan untuk mengetahui dan
daripada etika, analisis terfokus pada perkemban- memperoleh gambaran dan perkembangan penggu-
gan kebaya dewasa ini. Selain itu masyarakat naan kebaya sekarang ini dalam kehidupan
kurang memperhatikan situasi dan kondisi dalam masyarakat di Kota Denpasar.
penggunaan kebaya sehingga muncul wacana dari
masyarakat antara yang pro dan yang kontra dengan
perkembangan penggunaan kebaya.

143
I Dewa Ayu Sri Suasmini (Kebaya Sebagai Busana...) MUDRA Jurnal Seni Budaya

Lokasi Penelitian yang bersifat menyeluruh dan mendalam dari para


Penelitian ini dilakukan di Kota Denpasar, lokasi ini informan yang telah ditentukan berdasarkan sejum-
dipilih mengingat masyarakat kota Denpasar adalah lah kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
masyarakat yang heterogen atau majemuk sehingga Selain pedoman wawancara, instrumen lain yang
pengaruh globalisasi cepat terjadi. juga diperlukan adalah berupa alat perekam suara
atau tape recorder, alat perekam gambar atau
Jenis dan Sumber Data kamera agar data yang diperoleh bisa disimpan.
Penelitian ini menggunakan data yang diperoleh
melalui dua jenis sumber yaitu sumber data primer Teknik Pengumpulan Data
dan sekunder. Informan terdiri atas sulinggih, Penelitian ini menggunakan metode deskriptip
pengurus pura, pakar dan praktisi busana adat Bali, analitis dengan teknik pengumpulan data sebagai
desainer kebaya, pemilik butik dan pengguna berikut.
kebaya merupakan ketegori sumber data primer. Observasi
Sumber data sekunder terdiri atas buku bacaan dan Pengamatan langsung dan mendalam khusus
dokumentasi yang berkaitan dengan busana kebaya dilakukan pada busana kebaya, yaitu busana yang
sebagai representasi perempuan kontemporer. dikenakan para perempuan pada saat melakukan
persembahyangan mulai dari kepala sampai alas
Data yang diperoleh dari informan ini adalah berupa kaki. Selain itu pengamatan langsung pada butik-
kata-kata, kalimat, dan tindakan melalui wawancara butik kebaya juga dilakukan untuk mengetahui
yang dilakukan secara mendalam. Data yang diper- penjualan busana kebaya yang lagi tren dan paling
oleh dari hasil wawancara untuk mengetahui diminati konsumen saat ini. Untuk memperlancar
persepsi, sikap, pandangan dan gagasan para infor- dan memperoleh gambaran yang lengkap, data yang
man terhadap busana kebaya dewasa ini. Selain itu, diperoleh juga dilengkapi dengan visualsasi.
demi kelengkapan penelitian ini, data juga diper- Sehingga untuk kepertingan ini kegiatan observasi
oleh melalui observasi dan dokumen lain yang di lapangan dilengkapi dengan alat bantu berupa
berhubungan dengan objek penelitian, baik secara kamera dan video rekam.
langsung maupun tidak langsung.
Wawancara
Penentuan Informan Penelitian ini menggunakan teknik wawancara
Informan yang dipilih pada penelitian ini adalah langsung dengan informan untuk memperoleh
sulinggih, pengurus pura, para pakar dan praktisi informasi yang menyeluruh dan mendalam menge-
yang memiliki wawasan tentang busana kebaya nai fenomena fesyen kebaya ke pura yang berkaitan
atau busana adat Bali , designer fesyen, pemilik dengan sosial-budaya, politik, dan ekonomi.
butik kebaya , dan pengguna kebaya yaitu perem- Wawancara dilakukan secara mendalam dengan
puan dengan rentang umur antara 15 tahun sampai langkah pertama, yaitu membuat daftar pertanyaan,
50 tahun karena rentang usia ini sudah mulai dan yang sebelumnya dikonfirmasikan kepada nara-
masih memperhatikan penampilan selain itu penca- sumber atau informan.
paian kemandirian dan identitas sangat menonjol
(pemikiran semakin logis, abstrak, dan idealistis). Studi Dokumentasi
Para informan yang dipilih dianggap sudah bisa Teknik ini dilakukan untuk mendapatkan data
mewakili pendapat untuk mendapatkan data yang sekunder dari berbagai dokumen yang ada kaitan-
diperlukan dari penelitian ini. nya dengan busana kebaya dalam representasi
perempuan kontemporer di kota Denpasar. Data
Instrumen Penelitian dokumen berupa dokumentasi, baik berupa foto
Adapun alat yang digunakan untuk mengumpulkan maupun video, maupun dokumen lain seperti peta
data adalah pedoman wawancara (interview guide) geografis kota Denpasar sebagai dokumen pendu-
yang merupakan alat untuk berkomunikasi dengan kung. Dokumen berupa foto dan video dilakukan
informan yang berbentuk sejumlah pertanyaan lisan selama peneliti melakukan penelitian untuk mem-
yang dijawab secara lisan oleh informan. Pedoman peroleh gambaran perempuan kontemporer dengan
wawancara digunakan untuk memperoleh busana kebayanya, pengamatan juga dillakukan
keterangan-keterangan atau informasi-informasi pada butik-butik kebaya untuk mengamati prilaku

144
MUDRA Jurnal Seni Budaya Volume 32, Nomor 1, Februari 2017

konsumen pada saat menentukan kebaya dan aseso- terhadap fesyen ke pura saat ini, yang sudah jauh
ris untuk menunjang penampilan agar fashionable. berubah. Istilah representasi sosial mengacu pada
produk dan proses yang menandai pemikiran pada
Studi Pustaka masyarakat awam (diambil dari kata common sense
Studi pustaka yang digunakan dalam penelitian ini dan untuk selanjutnya akan disebut sebagai pikiran
adalah untuk memperoleh data sekunder yang awam), suatu bentuk pemikiran praktis, secara
berasal dari sumber-sumber tertulis seperti buku, sosial dielaborasi, ditandai oleh suatu gaya dan
majalah ilmiah, tesis, disertasi, serta klip harian logika khas, dan dianut oleh para anggota sebuah
surat kabar yang relevan yang berkaitan tentang kelompok sosial atau budaya. Sejak paruh kedua
masalah busana kebaya sebagai representasi abad 20 opini umum menempati posisi penting di
perempuan kontemporer. antara objek-objek ilmu-ilmu sosial dan humaniora,
yang diakibatkan oleh sejumlah aliran pemikiran
Teknik Analisis Data yang searah dalam bidang antropologi, sejarah,
Adapun tahapan yang dilakukan dalam proses psikologi, psikoanalisis, sosiologi, dan baru-baru
analisis yang dilakukan secara intensif setelah bera- ini, dalam ilmu-ilmu kognitif, filsafat bahasa dan
khirnya kegiatan pengumpulan data lapangan. nalar.
Proses analisis diawali dengan menyeleksi seluruh
data yang telah diperoleh dari berbagai sumber Barker (2006: 9) menyatakan bahwa representasi
kemudian disusun dan digolong-golongkan ke berkaitan tentang bagaimana dunia dikontruksi dan
dalam kategori-kategori tertentu yang disesuaikan disajikan secara sosial kepada kita dan oleh diri
dengan pertanyaan-pertanyaan yang telah dirumus- kita. Bahkan Kajian Budaya bisa dipahami sebagai
kan dalam penelitian busana kebaya sebagai repre- kajian tentang budaya sebagai praktik-praktik
sentasi perempuan di Kota Denpasar. Selanjutnya pemaknaan dari representasi. Representasi dan
dilakukan penafsiran (interpretasi) dan penjelasan- makna budaya memiliki materialitas, yang melekat
penjelasan sesuai dengan data yang diperoleh dari pada bunyi, prasasti, objek, citra, buku, majalah,
lapangan yang disajikan dalam bentuk uraian dan program televisi. Semua diproduksi, ditampil-
deskriptif. kan, digunakan, dan dipahami dalam konteks sosial
tertentu. Di dalam representasi menurut Barker
Teknik Penyajian Hasil Analisis Data (2006: 215), senantiasa terdapat masalah kekuasaan
Tahap akhir dari penelitian deskriptif kualitatif, yang mengandung unsur pelibatan dan penying-
yaitu penyajian hasil analisis data. Penyajian hasil kiran atau pengabaian. Representasi menurut
analisis data lebih banyak disajikan dalam bentuk Piliang (2003: 18), merupakan tindakan menghadir-
deskriptif-naratif atau uraian kata-kata dengan cara kan atau mempresentasikan sesuatu lewat sesuatu
dirangkum dan disusun sesuai dengan format penu- yang lain di luar dirinya, biasanya berupa tanda dan
lisan disertasi kajian budaya. Selain itu penyajian simbol. Dunia simbol merepresentasikan sesuatu di
hasil analisis data dilakukan secara formal, yakni luar dirinya (realitas atau dunia). Dunia simbol
berupa gambar, bagan yang dilengkapi pula dengan merepresentasikan sesuatu di luar dirinya (realitas
penjelasan yang lebih rinci yang mencakup inter- atau dunia). Hubungan antara simbol, tanda, dan
pretasi terhadap data tersebut dilakukan terhadap dunia realitas bersifat referensial karena tanda
data yang bersifat kualitatif atau data yang memi- merujuk pada realitas yang direpresentasikan.
liki tingkat kerumitan yang tinggi sehinggga mem- Keberadaan dunia tanda menurut Piliang (2004:
butuhkan penyederhanaan. 46-47), hanya dimungkinkan bila ada dunia realitas
yang direpresentasikannya. Representasi merupa-
kan tindakan menghadirkan atau merepresentasikan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN sesuatu lewat sesuatu yang lain di luar dirinya, yang
umumnya berupa simbol atau tanda (Pilliang, 2011:
Representasi Kebaya Wanita Kontemporer di 112). Menurut (Pilliang, 2011: 112) representasi
Kota Denpasar. merupakan media penyampaian pesan, berekspresi
Pada penelitian ini penulis mengungkapkan repre- dan mengkomunikasikan ide, konsep atau perasaan
sentasi kebaya dewasa ini di Kota Denpasar. Selain kita, yang kesemuanya merupakan transmisi
itu mengungkap pandangan masyarakat Bali penyampai makna.

145
I Dewa Ayu Sri Suasmini (Kebaya Sebagai Busana...) MUDRA Jurnal Seni Budaya

Menurut Hall, teori representasi dapat dibedakan Sebagai manusia yang berkebudayaan pakaian
menjadi dua proses, yaitu (1) representasi mental, merupakan wujud budaya suatu individu dan
yang bersifat abstrak (konseptual) karena terdapat bangsa. Pakaian memberikan nilai dan warna dari
dalam benak individu dan masyarakat, dan (2) budaya, sebagai manusia yang memiliki pikiran
representasi bahasa, yang merupakan penerjemahan cerdas pakaian merupakan buah pikiran yang
dari representasi abstrak. Penerjemahan dari repre- matang untuk dapat memperlihatkan prestis atau
sentasi abstrak, representasi bahasa berfungsi men- harga diri ditengah-tengah orang lain yang membe-
ghubungkan konsep dan ide-ide tentang sesuatu nahi diri dalam mencari jati diri.
dengan tanda dan simbol-simbol tertentu.
Dilihat dari perkembangan sekarang ini fesyen
Representasi biasanya, dipahami sebagai gambaran kebaya ke pura sudah mulai berubah, hal ini dapat
sesuatu yang akurat atau realita yang terdistorsi. dilihat dari representasi para perempuan di Kota
Representasi tidak hanya berarti “to present”, “to Denpasar pada saat sembahayang ke pura. Dilihat
image”, atau “to depict”. Kedua, gambaran politis dari cara berpakaian, cara menata rambut dan akse-
hadir untuk merepresentasikan. Kedua ide ini soris yang dikenakan mulai berubah dari fesyen
berdiri bersama untuk menjelaskan gagasan menge- kebaya di tahun 1900. Dimana pada tahun 1970
nai representasi. “representasi” adalah sebuah cara cara berbusana masih memperhatikan etika dalam
dimana memaknai apa yang diberikan pada benda melakukan persembahyangan, demikian juga
yang digambarkan. Konsep lama mengenai repre- dengan bahan yang digunakan masih sopan tidak
sentasi ini didasarkan pada premis bahwa ada transparan. Demikian juga dengan warna kebaya
sebuah pandangan tentang representasi yang men- tidak mengharuskan berwarna putih, karena pada
jelaskan perbedaan antara makna yang diberikan tahun 1970 pakaian kebaya putih hanya dikenakan
oleh representasi dan arti benda yang sebenarnya oleh para sulinggih dan para pemangku. Demikian
digambarkan. Hal ini terjadi antara representasi dan juga dengan tatanan rambut juga untuk perempuan
benda yang digambarkan. dewasa yang sudah menikah tatanan rambutnya
(http://yolagani.wordpress.com/2007/11/18/represe disanggul yang dikenal dengan istilah pusung tagel
ntasi-dan-media-oleh-stuart-hall/). yang memiliki arti bahwa mereka dengan tatanan
pusung tangel sudah terikat oleh suatu pernikahan
Perkembangan informasi yang begitu pesat baik atau remaja putri yang sudah dewasa, sementara
melalui media televisi maupun internet telah para remaja yang belum menstruasi, tatanan
merubah pola kehidupan manusia. Segala sesuatu rambutnya adalah menggunakan pusung gonjer
bisa berubah dengan cepat pada zaman ini, jarak yaitu tatanan rambut yang sebagaian atas rambut
yang jauh dapat terasa dekat dengan teknologi dipusung sisa sanggulnya diurai hal ini menjelas-
informasi ini. Demikian juga dengan perkembangan kan bahwa remaja putri ini belum terikat pernika-
fesyen mengalami perkembangan yang begitu han, dan masih bebas untuk memilih.
pesat. Baju adalah salah satu bagian dari fesyen
yang paling cepat berubah, karena pada era ini Selain tatanan rambut hal yang dapat mempercantik
manusia lebih mengutamakan penampilan. Dewasa penampilan seseorang adalah aksesoris, aksesoris
ini masyarakat khususnya kota Denpasar benar- yang dikenakan untuk bersembahyang tentunya
benar memperhatikan penampilan. Pakaian adalah berbeda dengan aksesoris yang dikenakan untuk
suatu tren tertentu sesuai dengan fenomena yang upacara selain persembahyangan. yang dikenakan
dihadapi, namun kita sering lupa apa makna paka- juga tidak berlebihan.
ian tersebut bagi dirinya. Dilihat dari perkemban-
gan pakaian yang dikenakan kaum perempuan di Berbeda dengan fesyen busana kebaya ke pura pada
Indonesia, diulas dalam pakaian atau busana yang zaman postmodern ini, para perempuan di Kota
dikenakan pada zaman kerajaan dalam hal ini Denpasar lebih mementingkan penampilan dari
zaman kerajaan majapahit. Sebelum dikenalnya pada etika persembahyangan. Hal ini dapat dilihat
kebaya kaum perempuan hanya mengenakan pada penampilan kaum remaja dan bahkan dengan
busana seadanya, sekarang ini fesyen kebaya meru- busana kebaya yang kurang sesuai untuk dikenakan
pakan hal yang utama melebihi sesaji yang akan untuk bersembahyang.
mereka haturkan.

146
MUDRA Jurnal Seni Budaya Volume 32, Nomor 1, Februari 2017

Dampak Kebaya Sebagai Busana Ke Pura Berbeda dengan yang lain dan memiki kelas
Dalam Representasi Kaum Perempuan Di Kota tersendiri. Kaum perempuan selalu ingin tampil
Denpasar. berbeda sehingga dalam setiap kegiatan upacara
Konsumerisme sebagai representasi identitas meru- yang mengenakan kebaya selalu ingin tampil baru
pakan suatu cara memaknai barang-barang atau supaya tidan dianggap ketinggalan jaman.
komoditi secara simbolik, yaitu sebuah sikap Desain-desain kebaya yang ditawarkan dirancang
konsumsi yang merujuk pada cara orang-orang sebagus mungkin dan selalu berbeda dari kebaya
berusaha menampilkan individualitas mereka dan yang ada sebelumnya. Hal inilah yang menyebab-
cita rasa mereka melalui pemilihan barang-barang kan kaum perempuan selalu ingin mencoba busana
tertentu dengan personalisasi barang-barang kebaya yang ditawarkan, meskipun mereka masih
tertentu. Masyarakat secara aktif menggunakan mempunyai kebaya. Sehingga dampak yang timbul
barang-barang konsumsi pakaian, rumah, furniture, akibat dari representasi busana kebaya adalah kaum
dekorasi interior, mobil, liburan, makanan dan perempuan menjadi konsumtif karena harus mem-
minuman, juga benda-benda budaya seperti musik, beli kebaya keluaran terbaru agar tidak ketinggalan
film dan seni dengan cara-cara yang menunjukkan zaman. Representasi kebaya ke pura yang terjadi di
selera atau cita rasa pribadi. Konsumerisme mela- Kota Denpasar, berdampak pada mulai hilangnya
hirkan masyarakat konsumer. Oleh Pilliang (2011: pemahaman kaum perempuan terhadap etika
24) masyarakat konsumer didefinisikan masyarakat busana ke pura. Dimana kaum perempuan lebih
yang menciptakan nilai-nilai yang berlimpah ruah memperhatikan penampilan dengan busana kebaya
melalui barang-barang yang dikonsumsi serta men- modifikasi. Selain itu kaum perempuan tidak mem-
jadikan konsumsi sebagai aktivitas kehidupan. bedakan desain kebaya yang dipergunakan untuk
sembahyang dengan desain kebaya di luar penggu-
Konsumerisme di sini mengekspresikan keinginan naan untuk sembahyang ke pura.
untuk menjadi orang lain, keinginan menempati
strata sosial yang lebih tinggi, dan keinginan men- V. SIMPULAN
jadi ‘berbeda’. Saat keinginan-keinginan tersebut
diwujudkan dengan aksi konsumsi, saat itulah Simpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini
terjadi proses pelabelan identitas. Dalam konsumsi, adalah:pengumpulan data adalah:
selera, gaya hidup, dan standar nilai ditentukan oleh 1. Kaum perempuan kontemporer tidak mau keting-
kelas yang lebih superior. Kelas atas bukan hanya galan dalam merepresentasikan kebaya ke pura
unggul secara ekonomi politik, namun juga budaya yang dewasa ini lagi trend. Kaum perempuan selalu
dengan menentukan dan melakukan hegemoni ingin berpenampilan mengikuti perkembangan
dalam pola-pola konsumsi. kebaya ke pura tanpa memperhatikan etika persem-
Konsumerisme sebagai representasi identitas meru- bahyangan ke pura.
pakan suatu cara memaknai barang-barang atau 2. Kaum perempuan dalam mengenakan kebaya ke
komoditi secara simbolik, yaitu sebuah sikap pura lebih memperhatikan estetika penampilan
konsumsi yang merujuk pada cara orang-orang sehingga melupa etika busana ke pura.
berusaha menampilkan individualitas mereka dan
cita rasa mereka melalui pemilihan barang-barang Pada kesempatan ini perlu disampaikan saran yang
tertentu dengan personalisasi barang-barang berkaitan dengan penelitian ini adalah:
tertentu. Masyarakat secara aktif menggunakan 1. Bagi desainer dalam merancang busana kebaya
barang-barang konsumsi pakaian, rumah, furniture, diharapkan selalu mempertimbangkan kebutuhan
dekorasi interior, mobil, liburan, makanan dan dari masyarakat baik dilihat dari segi etika maupun
minuman, juga benda-benda budaya seperti musik, estetika.
film dan seni dengan cara-cara yang menunjukkan 2. Bagi pengguna kebaya sebaiknya pertimbangkan
selera atau cita rasa pribadi. Konsumerisme mela- beberapa hal seperti kesesuaian dengan tubuh, etika
hirkan masyarakat konsumer. Oleh Pilliang (2011: dan estetika dalam membeli kebaya sehingga
24) masyarakat konsumer didefinisikan masyarakat kebaya yang digunakan bisa nyaman dan supaya
yang menciptakan nilai-nilai yang berlimpah ruah tidak konsumtif.
melalui barang-barang yang dikonsumsi serta men-
jadikan konsumsi sebagai aktivitas kehidupan.

147
I Dewa Ayu Sri Suasmini (Kebaya Sebagai Busana...) MUDRA Jurnal Seni Budaya

DAFTAR RUJUKAN Nordholt, Henk Schulte. 2010. Bali Benteng


Terbuka1995-2005: Otonomi daerah, demokrasi
Adlin, A. 2006. Menggeledah Hasrat: Sebuah electoral, dan identitas-identitas defensive.
Pendekatan Multiperspektif. Yogyakarta: Jalasutra. Denpasar: Pustaka Larasan.

Ardika, I Wayan. 1999. “Warisan Budaya dan Piliang, Yasraf Amir. 2011. Dunia yang Dilipat
Globalisasi”. Makalah Program Magister Kajian Tamasya Melampaui Batas-Batas Kebudayaan.
Budaya Universitas Udayana dari 10 Juli-14 Agus- Yogyakarta: Matahari.
tus di Denpasar.
Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Metodelogi Peneli-
------------------2007. Pusaka Budaya & Pariwisata. tian Kajain Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora
Denpasar : Pustaka Larasan. pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Atmadja, Nengah Bawa. 2011. Ajeg Bali Gerakan, Triyanto. 2011. Eksistensi Kebaya dari Masa ke
Identitas Cultural, dan Gobalisasi. Yogyakarta. Masa. Yogyakarta: PT. Intan Sejati Klaten.
LKiS.
Data dari internet:
Barker, Chris. 2006. Cultural Studies: Teori dan
Praktek. Yogyakarta: Kreasi Wacana. http://yolagani.wordpress.com/2007/11/18/represe
ntasi-dan-media-oleh-stuart-hall/), diakses tanggal
Featherstone, Mike. 2008. Postmodernisme Budaya 3 April 2014, 8:56PM.
dan Konsumen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Fiske, John. 2011. Memahami budaya Populer.


Yogyakarta: Jalasutra.

148

Anda mungkin juga menyukai