Anda di halaman 1dari 14

PERATURAN DIREKTUR UTAMA

RUMAH SAKIT MENTENG MITRA AFIA


NOMOR : 62/PERDIR/DIRUT/RSUMMA/I/2019
TENTANG
PANDUAN PERLINDUNGAN TERHADAP KEKERASAN FISIK
DI RUMAH SAKIT UMUM MENTENG MITRA AFIA
DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT UMUM MENTENG MITRA AFIA

Menimbang : a. bahwa Rumah Sakit Menteng Mitra Afia sebagai institusi


kesehatan yang bergerak di bidang kesehatan terutama terkait
pelayanan pasien harus mampu meningkatkan pelayanan yang
bermutu
b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a, diatas
perlu ditetapkan Panduan Perlindungan terhadap Kekerasan
Fisik di Rumah Sakit Menteng Mitra Afia
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam a dan b perlu ditetapkan dan disahkan dalam
Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Menteng Mitra Afia.

Mengingat : 1. Undang- Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan
2. Undang-undang RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
3. Undang-undang Nomor. 29 tahun 2009 Tentang Praktek
Kedokteran
4. Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang Pembukaan
informasi yang tidak memerlukan persetujuan pasien dalam
keadaan tertentu
5. Keputusan Direktur Utama PT. Menteng Mitra Abadi
No.006/SK/PTMMA/V/2022 Tentang Penunjukkan dan
Pengangkatan Direktur Utama Rumah Sakit Umum Menteng
Mitra Afia;
6. Surat Keputusan Direktur Utama Rumah Sakit Umum Menteng
Mitra Afia No.054/SK/DIRUT/RSUMMA/I/2019 Tentang
Pelayanan Minimal Rumah Sakit Umum Menteng Mitra Afia.

-1-
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Kesatu : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT MENTENG
MITRA AFIA TENTANG PANDUAN PERLINDUNGAN
TERHADAP KEKERASAN FISIK DI RUMAH SAKIT
MENTENG MITRA AFIA
Kedua : Mengesahkan peraturan direktur Rumah Sakit Umum Menteng
Mitra Afia tentang Panduan Penanganan Keluhan di Rumah
Sakit Menteng Mitra Afia sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Peraturan Ini.
Ketiga : Surat Keputusan Direktur Utama ini berlaku sejak tanggal
dikeluar dengan ketentuan apabila di kemudian hari terdapat
kesalahan atau kekeliruan akan dilakukan perbaikan sebagaimana
mestinya

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 15 Juni 2022
RSU MENTENG MITRA AFIA

dr. Suwignyo,M. Kes


Direktur Utama

-2-
BAB I

DEFINISI

A. Pengertian

Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman
kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembagasosial, kepolisian,
kejaksaan, pengadilan, atau pihak lainnya baik sementaramaupun berdasarkan penetapan
pengadilan.

Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik, dilakukan
secara aktif maupun dengan cara pasif (tidak berbuat), dikehendaki oleh pelaku, dan ada
akibat yang merugikan pada korban (fisik atau psikis) yang tidak dikendaki oleh korban.

Istilah kekerasan berasal dari bahasa Latin violentia, yang berarti keganasan,
kebengisan, kedahsyatan, kegarangan, aniaya, dan perkosaan (dikutip Arif
Rohman : 2005).

Kekerasan merupakan tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan, pemukulan,


pemerkosaan, dan lain-lain) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan
penderitaan atau menyakiti orang lain Kekerasan adalah perbuatan seseorang atau
kelompok orang yg menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan
kerusakan fisik atau barang orang lain (www.artikata.com)

Tindak kekerasan, menunjuk pada tindakan yang dapat merugikan orang lain.
Misalnya, pembunuhan, penjarahan, pemukulan, dan lain-lain.Walaupun tindakan
tersebut menurut masyarakat umum dinilai benar. Pada dasarnya kekerasan diartikan
sebagai perilaku dengan sengaja maupun tidak sengaja (verbal maupun nonverbal) yang
ditujukan untuk mencederai atau merusak orang lain, baik berupa serangan fisik,
mental, sosial, maupun ekonomi yang melanggar hak asasi manusia, bertentangan
dengan nilai - nilai dan norma-norma masyarakat sehingga berdampak trauma
psikologis bagi korban.

-3-
Kekerasan fisik adalah setiap tindakan yang disengaja atau penganiayaan secara
langsung merusak integritas langsung merusak integritas fisik maupun psikologis korban,
ini mencakup antara lain memukul, menendang, menampar, mendorong, menggigit,
mencubit, pelecehan seksual, dan lain-lain yang dilakukan baik oleh pasien, staf maupun
oleh pasien, staf maupun oleh pengunjung

Kekerasan psikologis termasuk ancaman fisik terhadap individu atau kelompok


yang dapat mengakibatkan kerusakan pada fisik, mental, spiritual, moral atau social
termasuk pelecehan secara verbal. Menurut Atkinson, tindak kekerasan adalah perilaku
melukai orang lain, secara verbal ( kata-kata yang sinis, memaki dan membentak )
maupun fisik ( melukai atau membunuh ) atau merusak harta benda.

Kekerasan merupakan tindakan agresi dan pelanggaran ( penyiksaan, permukulan,


pemerkosaan dan lain-lain ) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan
penderitaan atau menyakiti orang lain , dan hingga batas tertentu tindakan menyakiti
binatang dapat dianggap sebagai kekerasan, tergantung pada situasi dan nilai-nilai sosial
yang terkait dengan kekejaman terhadap binatang. Istilah “kekerasan” juga mengandung
kecenderungan agresif untuk melakukan perilaku yang merusak. Kerusakan harta benda
biasanya dianggap masalah kecil dibandingkan dengan kekerasan terhadap orang.

-4-
B. Tujuan
Tujuan dari perlindungan terhadap kekerasan fisik, usia lanjut, penderita cacat, anak-
anak dan yang berisiko disakiti adalah melindungi kelompok pasien berisiko dari
kekerasan fisik yang dilakukan oleh pengunjung, staf rumah sakit dan pasien
lain serta menjamin keselamatan kelompok pasien berisiko yang mendapat
pelayanan di Rumah Sakit.
Panduan ini dapat digunakan sebagai acuan bagi seluruh staf Rumah Sakit dalam
melaksanakan pelayanan perlindungan pasien terhadap kekerasan fisik, usia lanjut,
penderita, anak-anak dan yang berisiko disakiti

-5-
BAB II
RUANG LINGKUP

A. Ruang Lingkup
Ruang lingkup panduan ini adalah di seluruh kawasan rumah sakit baik pasien,
pengunjung dan staf rumah sakit karena rumah sakit merupakan salah satu
tempat yang dimungkinkan dapat terjadinya tindak kekerasan.Ketika orang datang
untuk berobat ke rumah sakit, pasti mengharapkan kondisi yang sehat kembali
seperti semula. Namun, selain kesehatan, pasien juga berharap untuk mendapatkan
jaminan keamanan, kenyamanan, dan keselamatan selama pasien berada di rumah
sakit. Oleh karena itu rumah sakit berkewajiban untuk melindungi hak pasien,
salah satunya adalah rumah sakit wajib melindungi pasien dari tindak kekerasan
serta memiliki Staf yang dapat memahami tanggung jawab mereka dalam proses
perlindungan

B. Batasan Operasional
1. Sumber Kekerasan di Rumah Sakit
Berikut sumber kekerasan yang mungkin terjadi di rumah sakit :
a. Pengunjung Rumah Sakit
b. Pasien Lain
c. Staf Rumah Sakit

Ketiga sumber kekerasan tersebut merupakan sumber yang memungkinkan


terjadinya kekerasan dalam rumah sakit

2. Kelompok Beresiko di Rumah Sakit


Untuk memaksimalkan proses perlindungan tersebut, maka rumah sakit perlu
mengidentifikasi kelompok pasien yang mudah diserang dan yang berisiko.
Rumah Sakit mempunyai proses untuk melindungi pasien dari kekerasaan fisik
dimana proses tersebut bertujuan untuk melindungi hak dari kelompok pasien
tersebut, selain itu para staf rumah sakit harus memahami tanggung
jawabnya dalam proses ini.

Perlindungan juga meluas untuk masalah keselamatan pasien, seperti


perlindungan dari penyiksaan, kelalaian asuhan, tidak dilaksanakannya pelayanan
-6-
atau bantuan dalam kejadian kebakaran.
Pasien yang butuh perlindungan terhadap kekerasan fisik terdiri dari :
a. Pasien dengan cacat fisik dan mental
b. Pasien usia lanjut
c. Pasien bayi dan anak-anak
d. Korban kriminal
e. Pasien napi, korban dan tersangka tindak pidana
f. Pasien Pasca Bedah
g. Perlindungan Pasien Tidak Sadar (Koma)

Daftar kelompok pasien beresiko tersebut dipilih berdasarkan kondisi fisik


pasien atau ketidakmampuan pasien dalam melindungi dirinya sendiri, serta riwayat
penyebab kesakitan pasien. Kekerasan fisik tidak hanya bersumber dari pihak lain
seperti pengunjung ataupun staf rumah sakit, kekerasan fisik dapat juga bersumber
dari pasien lain. Maka rumah sakit perlu memiliki system yang dapat melindungi
pasien dari berbagai kemungkinan yang akan terjadi, selain kekerasan fisik.

-7-
BAB III

TATA LAKSANA

A. Upaya Umum Pencegahan Tindak Kekerasan di Rumah Sakit

Berikut beberapa upaya rumah sakit dalam mencegah timbulnya tindak


kekerasan di rumah sakit :

- Penyampaian informasi kepada penunggu pasien


- Penunggu disarankan untuk tetap mendampingi pasien ketika pasien
dikunjungi oleh pengunjung;
- Batas jumlah penunggu pasien adalah maksimal dua penunggu;
- Jika pasien dalam keadaan sendiri dan atau tidak sedang ditunggui oleh
penunggu, maka penunggu wajib lapor kepada petugas ruang rawat
sehingga petugas akan lebih intensif dalam melakukan pengawasan
terhadap pasien tanpa penunggu tersebut.
- Penyampaian Informasi Kepada Seluruh Pengunjung
1. Pembatasan waktu kunjung
 Jadwal Kunjungan Umum
o 11.00 -13.00
o 16.00- 18.00
 Jadwal Kunjungan Area Kebidanan
o 11.00 – 12.00
o 16.00-17.00
2. Pembatasan jumlah masuk pengunjung ke ruang rawat pasien
a. Rumah sakit memberikan batasan kepada setiap pengunjung untuk
tidak masuk keruang rawat secara bersama-sama . Pengunjung yang
hendak masuk ruang rawat harus bergantian maksimal dua orang
b. Selain itu demi kepentingan dan keselamatan pasien, penunggu atau
pengunjung sewaktu-waktu dapat dipersilahkan meninggalkan
ruangan meskipun waktu kunjungan belum habis
c. Anak dibawah umur 12 tahun dilarang ikut serta masuk ke dalam
-8-
ruang rawat pasien
3. Pengunjung wajib lapor kepada petugas
4. Penyampaian Informasi Kepada Pasien bahwa:
a. Pasien dapat memanggil petugas sewaktu-waktu dengan cara
memanggil ke ruang perawat yang berada di setiap ruang rawat inap
b. Mengijinkan pasien untuk ditunggu oleh maksimal dua orang
penunggu dengan memperlihatkan identitas penunggu terlebih
dahulu disertai pemberian Kartu Tunggu kepada penunggu tersebut
c. Penyampaian Informasi Kepada Seluruh Petugas Rumah Sakit
d. Rumah sakit menghimbau seluruh petugas rumah sakit untuk tidak
melalukan tindakan kekerasan kepada pasien, kepada
pengunjung dan kepada sesama staf rumah sakit
e. Petugas rumah sakit dilarang untuk membawa dan menggunakan
senjata tajam
f. Jika petugas mendapati suatu hal yang menurutnya bahaya, dan
atau berpotensi akan terjadinya kekerasan di lingkungan sekitar
terutama pada lingkungan pasien maka petugas wajib bereaksi
secara cepat yaitu :
 Petugas berteriak, dengan tujuan agar kejadian tersebut
tidak dilakukan
 Petugas menghubungi bagian berwenang yaitu satpam
untuk mendatangi lokasi kejadian
 Security mengamankan pelaku tindak kekerasan
 Petugas melindungi pasien, menenangkan keadaan pasien
dan memeriksa kondisi pasien
5. Monitoring di setiap lobi, koridor rumah sakit, unit, rawat inap, rawat
jalan, maupun di lokasi terpencil atau terisolasi dengan pemasangan kamera
CCTV ( Closed Circuit Television ) yang terpantau oleh petugas keamanan
selama 24 ( dua puluh empat ) jam
6. Setiap pengunjung Rumah Sakit selain keluarga pasien meliputi : tamu
Rumah Sakit, detailer, pengantar obat atau barang, dan lain-lain wajib
melapor ke petugas informasi dan wajib memakai kartu visitor.
-9-
7. Petugas keamanan berwenang menanyai pengunjung yang
mencurigakan dan mendampingi pengunjung tersebut sampai ke pasien
yang dimaksud
8. Pengunjung diatas jam 22.00 WIB lapor dan menulis identitias pengunjung
pada petugas keamanan.
9. Pasien yang rentan terhadap kekerasan fisik dan kelompok pasien
yang berisiko diidentifikasi dan dilindungi, dengan cara rumah sakit menjaga
keamanan dalam tiga area yaitu :
a. Area publik yang terbuka untuk umum seperti area parkir, rwat
jalan dan penunjang pelayanan
b. Area tertutup di mana area ini hanya bisa dimasuki orng
tertentu dengan ijin khusus dan pakaian tertentu misalnya kamar
operasi
c. . Area semi terbuka, yaitu area yang terbuka pada saat-saat
tertentu dan tertutup pada saat yang lain, misalnya rawat inap
pada saat jam kunjung menjadi area terbuka tetapi di luar jam
kunjung menjadi area tertutup
d. Semua pengunjung di luar jam kunjung harus diatur, diidentifikasi
dan menggunakan identitas pengunjung.

B. Upaya Khusus Pencegahan Tindak Kekerasan Bagi Kelompok Pasien


Beresiko
Beberapa upaya khusus yang dilakukan oleh rumah sakit kepada kelompok
pasien beresiko adalah sebaga berikut :
1. Pasien dengan cacat fisik dan mental
Pasien dengan cacat fisik adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik
dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan
hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari
penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental serta penyandang cacat fisik
dan mental. Perlu ada perlindungan khusus bagi pasien penyandang cacat yang
diberikan oleh rumah sakit:
- Petugas penerima pasien melakukan proses penerimaan pasien - 10 -

penderita cacat baik rawat jalan maupun rawat inap dan wajib
membantu serta menolong sesuai dengan kecacatan yang disandang
sampai proses pelayanan selesai dilakukan.
- Bila diperlukan, perawat meminta pihak keluarga untuk menjaga
pasien atau pihak lain yang ditunjuk sesuai kecatatan yang
disandang.
- Memastikan bel pasien dapat dijangkau oleh pasien dan memastikan
pasien dapat menggunakan bel tersebut
- Perawat memasang dan memastikan pengaman tempat tidur pasien

2. Pasien usia lanjut


Tata laksana perlindungan dari kekerasan fisik untuk pasien usia lanjut :
a. Pasien Rawat Jalan:
- Pendampingan oleh petugas penerimaan pasien dan mengantarkan
sampai ke tempat periksa yang dituju dengan memakai alat bantu bila
diperlukan
- Perawat poli umum, spesiais dan gigi wajib mendampingi pasien
saat dilakukan pemeriksaan sampai selesai.

a. Pasien Rawat Inap


- Penempatan pasien dikamar rawat inap sedekat mungkin dengan ruang
perawat
- Perawat memastikan dan memasang pengaman tempat tidur
- Perawat memastikan bel pasien mudah dijangkau oleh pasien dan dapat
digunakan.
- Mengijinkan pasien untuk ditunggu oleh dua orang penunggu dengan
memperlihatkan identitas penunggu terlebih dahulu disertai pemberian
Kartu Tunggu kepada penunggu tersebut
- Meminta keluarga untuk menjaga pasien baik oleh keluarga atau pihak
yang ditunjuk atau dipercaya

- 11 -
3. Perlindungan pasien bayi dan anak – anak
Upaya rumah sakit dalam rangka memberikan perlindungan bagi pasien bayi
dan anak-anak di rumah sakit adalah
- Ruang perinatologi harus dijaga minimal satu orang perawat atau bidan,
ruangan tidak boleh ditinggalkan tanpa ada perawat atau bidan yang
menjaga
- Perawat meminta surat pernyataan secara tertulis kepada orang tua
apabila akan dilakukan tindakan yang memerlukan pemaksaan.
- Perawat memasang pengamanan tempat tidur pasien.
- Pemasangan CCTV untuk memantau setiap orang yang keluar masuk dari
ruang tersebut
- Perawat memberikan bayi diruang perinatologi hanya kepada ibu kandung
bayi bukan kepada keluarga yang lain;
- Ruang kebidanan dan perina tertutup dan terkunci mulai jam sembilan
malam;
4. Pasien NAPI , korban dan tersangka tindak pidana
Korban kriminal adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental,
dan / atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak kriminal.
Sehingga rumah sakit perlu memperhatikan pasien yang sakit akibat menjadi
korban kriminal, dengan cara :
a. Pasien ditempatkan di kamar perawatan sedekat mungkin dengan ruang
perawat.
b. Pengunjung maupun penjaga pasien wajib lapor dan mencatat identitas
diruang perawat, berikut dengan penjaga pasien lain yang satu kamar
perawatan dengan pasien berisiko
c. Perawat berkoordinasi dengan satuan pengamanan untuk memantau
lokasi perawatan pasien, penjaga maupun pengunjung pasien.
d. Koordinasi dengan pihak berwajib bila diperlukan.
e. Rumah sakit melarang seluruh petugas rumah sakit untuk memberikan
informasi kepada pihak yang tidak berwenang tanpa seijin dari pasien dan
Direktur rumah sakit.
f.
5. Pasien pasca bedah
- Perawat memantau pasien lebih intensif ;
- Memastikan pasien didampingi oleh kelurga terdekat; - 12 -

6. Perlindungan Pasien Tidak Sadar (Koma)


Koma adalah keadaan tidak sadarkan diri yang berkepanjangan. Koma adalah
kondisi medis yang ditandai dengan hilangnya kesadaran dan kewaspadaan,
serta ketidakmampuan untuk dibangunkan. Penanganan yang dilakukan
tersebut adalah :
- Menempatkan pasien di ruang rawat inap HCU (High Care Unit)/
Intensive Care Unit
- Mengijinkan pasien ditunggu diarea yang ditentukan rumah sakit, jika
diperlukan untuk masuk ke ruang intensive penunggu wajib untuk
menggunakan pakaian khusus dalam ruangan intensive

- 13 -
BAB IV

DOKUMENTASI

Pencatatan kejadian rawat inap dan rawat jalan :

1. Formulir insiden keselamatan pasien


2. Lembar status rawat jalan.
3. Lembar catatan pelayanan.
4. Buku pencatatan pengunjung pasien.

Dengan ditetapkannya Buku Panduan Perlindungan Terhadap Kekerasan Fisik, Usia


Lanjut Penderita Cacat, Anak-anak dan yang berisiko disakiti maka setiap personil
Rumah Sakit dapat melaksanakan prosedur perlindungan terhadap kekerasan fisik, usia
lanjut, penderita cacat, anak-anak dan yang berisiko disakiti dengan baik dan benar serta
melayani pasien dengan memuaskan dan melayani dengan kasih sayang.

- 14 -

Anda mungkin juga menyukai