untuk menentukan perolehan kursi partai politik di DPR atau DPRD. Metode ini berdasarkan
perolehan suara terbanyak partai politik dari hasil pembagian diurutkan sesuai dengan jumlah
ketersediaan kursi di setiap dapil. Dasar hukumnya adalah UU nomor 7 tahun 2017 pasal 415 ayat 2.
“Dalam hal penghitungan perolehan kursi DPR, suara sah setiap partai politik yang memenuhi
ambang batas perolehan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 414 ayat (1) dibagi dengan
bilangan pembagi 1 dan diikuti secara berurutan oleh bilangan ganjil 3; 5; 7; dan seterusnya”.
Sainte Lague menerapkan bilangan pembagi suara untuk mendapatkan kursi berangka ganjil mulai 1,
3, 5, 7, 9 dan seterusnya. Metode ini diperkenalkan oleh ahli matematika asal Perancis, Andre Sainte
Lague pada tahun 1910.
Seandainya dalam satu daerah pemilihan (dapil) tersedia 5 kursi, bagaimana cara membagi kursi
tersebut?. Berikut contoh cara menghitungnya:
_______//_______
maka yang mendapatkan kursi pertama di dapil tersebut adalah Partai Apel dengan jumlah 36.000
suara.
B. Kursi kedua. Berhubung partai Apel sudah mendapatkan kursi pada pembagian kursi pertama,
maka pembagian kursi kedua, Partai Apel dibagi angka ganjil 3. Sementara Partai Blimbing, Cokelat,
Durian dan Erbis tetap dibagi angka 1 kerena belum mendapatkan kursi.
Partai Apel 36.000/3 = 12.000
yang berhak atas kursi kedua adalah Partai Blimbing dengan perolehan 18.000 suara. Suara
terbanyak dibandingkan partai lainnya.
C. Kursi ketiga. Untuk menentukan kursi ketiga, Partai Apel dan Partai Blimbing dibagi dengan angka
3. Sementara Partai Cokelat, Durian dan Erbis masih tetap dibagi dengan angka 1 karena belum
mendapatkan kursi saat pembagian kursi pertama dan kedua.