a. Pangkat
b. Kepangkatan
c. Jabatan
d. Pegawai
e. Kenaikan pangkat
2. Kedudukan yang menunjukkan tingkat seorang PNS dalam rangkaian susunan kepegawaian
dan digunakan sebagai dasar penggajian disebut…
a. Pangkat
b. Kepangkatan
c. Jabatan
d. Pegawai
e. Kenaikan pangkat
3. Kenaikan pangkat yang diberikan kepada PNS yang tidak menduduki jabatan struktural atau
jabatan fungsional tertentu termasuk PNS yang melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya
tidak menduduki jabatan struktural atau jabatan tertentu disebut …
a. Kenaikan Pangkat Pilihan
b. Kenaikan Pangkat Istimewa
c. Kenaikan Pangkat Reguler
d. Kenaikan Pangkat Pengabdian
e. Kenaikan Pangkat Anumerta
6. Kenaikkan pangkat sebagai penghargaan bagi PNS yang telah mencapai batas usia pensiun
dan akan mengakhiri masa jabatannya sebagai PNS dengan hak pension disebut…
a. Kenaikan Pangkat Pilihan
b. Kenaikan Pangkat Istimewa
c. Kenaikan Pangkat Reguler
d. Kenaikan Pangkat Pengabdian
e. Kenaikan Pangkat Anumerta
7. Kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi yang diberikan Pemerintah sebagai penghargaan
kepada PNS yang tewas atas pengabdian dan jasa jasanya kepada negara dan bangsa
disebut…
a. Kenaikan Pangkat Pilihan
b. Kenaikan Pangkat Istimewa
c. Kenaikan Pangkat Reguler
d. Kenaikan Pangkat Pengabdian
e. Kenaikan Pangkat Anumerta
8. Kenaikan pangkat yang dapat diberikan kepada PNS yang ditugaskan mengikuti pendidikan
atau latihan jabatan, lulus dan memperoleh Ijazah dengan ketentuan DP3 yang bersangkutan
bernilai rata-rata bernilai baik dalam tahun terakhir dan tidak ada unsur yang bernilai kurang
disebut…
a. Kenaikan Pangkat Tugas belajar
b. Kenaikan Pangkat Istimewa
c. Kenaikan Pangkat Reguler
d. Kenaikan Pangkat Pengabdian
e. Kenaikan Pangkat Anumerta
9. Kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang pegawai
negeri sipil dalam kerangka suatu satuan organisasi disebut…
a. Pangkat
b. Kepangkatan
c. Jabatan
d. Pegawai
e. Kenaikan pangkat
10. Jabatan yang tidak tercantum dalam struktur organisasi tetapi dari sudut pandang tugas dan
fungsi (tusi) pekerjaannya tidak bisa terlepas dari struktur organisasi dan sangat diperlukan
oleh organisasi dan pelaksanaannya merupakan satu kesatuan disebut …
a. Jabatan structural
b. Jabatan fungsional
c. Jabatan pegawai
d. Pengangkatan jabatan
e. Kenaikan jabatan
Soal fitri handayani
12. 1. Mempunyai metodologi, teknik analisis, teknik dan prosedur kerja yang didasarkan atas
disiplin ilmu pengetahuan dan/atau pelatihan teknis tertentu dengan sertifikasi,
2. Memiliki etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi,
3. Dapat disusun dalam suatu jenjang jabatan
17. Disiplin kerja, kesetiaan, pengabdian, pengalaman, kerjasama dan dapat dipercaya.
Merupakan pengertian dari…
a. Pengangkatan
b. Jabatan structural
c. Jabatan fungsional
d. Syarat obyektif
e. Pengangkatan
18. kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil berupa
pengetahuan, ketrampilan dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas
jabatannya, sehingga Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara
profesional, efektif dan efisien. Merupakan pengertian dari…
a. pengangkatan
b. kenaikan pangkat
c. jabatan fuingsional
d. kompetensi
e. syarat obyektif
19. Salinan/Fotocopy sah Tanda lulus Ujian Dinas Tingkat I untuk kenaikan pangkat dari
Pengatur Tk.I golongan ruang II/d menjadi Penata Muda. Merupakan golongan dari...
a. Ruang II/a
b. ruang IV/a.
c. Ruang III/a
d. Ruang V/a
e. Ruang VI/a
20. Salinan/Fotocopy sah Tanda lulus Ujian Dinas Tingkat I untuk kenaikan pangkat dari
Pengatur Tk.I golongan ruang II/d menjadi Penata Muda
Peristiwa yang terjadi di Timor-Timur tidak terlepas dari Revolusi Bunga yang terjadi di
Portugal pada tahun 1974, dimana Presiden Portugal yang ada, Salazar, dan digantikan dengan
Presiden yang baru, Spinola. Presiden Spinola menetapkan dua kebijakan baru yang mempengaruhi
daerah jajahannya, yang pertama adalah dekolonisasi, yang kedua adalah demokratisasi. Kebijakan
demokratisasi ini yang nantinya memberikan kesempatan bagi daerah jajahan untuk menentukan
nasibnya sendiri. Di Timor Timur sendiri terbentuk beberapa oragnisasi masyarakat yang kemudian
berubah menjadi partai politik. Setiap partai ini memiliki tujuan tersendiri diantaranya seperti
Fretilin (Frente Revolucionaria de Timor-Leste Independente), sebuah partai komunis yang
menginginkan Timor menjadi sebuah negara komunis yang merdeka. UDT (União Democrática
Timorense), sebuah partai yang menginginkan Timor merdeka namun masih dalam naungan
Portugal. Ada pula Apodeti (Associação Popular Democratica Timorense) yang menginginkan wilayah
Timor bergabung dengan NKRI.
Salah satu perlawanan terhadap pemerintahan kolonial Portugal yang cukup besar dan
terorganisasi adalah Perlawanan Viqueque. Perlawanan rakyat yang di gerakkan dari Viqueque ini
merupakan awal dari keinginan rakyat untuk berintegrasi dengan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. tuntutan integrasi sebenarnya sudah muncul sejak awal tahun 1950-an. Bahkan pada
tanggal 3 Juni 1959, rakyat Timor Portugal, terutama rakyat Kabupaten Viqueque bangkit
mengangkat senjata melawan penjajah Portugal. Beberapa tokoh pemberontakan itu seperti Jose
Manuel Duarte, Salem Musalam Sagran dan, Germano D.A. Silva kini menjadi saksi hidup yang
banyak bercerita tentang bagaimana perlawanan terebut, cita-cita intergrasi penderitaan akibat
kegagalan perjuangan karena berhasil ditumpas oleh Pemerintahan Portugal. Selain ketiga tokoh
tersebut, pada pertengahan Januari 1996, ketiga pelaku pergerakan Viqueque yang oleh pemerintah
Portugal di buang ke Angola dan Portugal. Perjuangan rakyat Timor Timur melepaskan diri dari
belenggu penjajahan dan kemudian mendapatkan status sebagai salah satu provinsi di Indonesia.
Insiden Santa Cruz (juga dikenal sebagai Pembantaian Santa Cruz) adalah penembakan
pemrotes Timor Timur di kuburan Santa Cruz di ibu kota Dili pada 12 November 1991. Para
pemrotes, kebanyakan mahasiswa, mengadakan aksi protes mereka terhadap pemerintahan
Indonesia pada penguburan rekan mereka, Sebastião Gomes, yang ditembak mati oleh pasukan
Indonesia sebulan sebelumnya. Dalam prosesi pemakaman, para mahasiswa menggelar spanduk
untuk penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan, menampilkan gambar pemimpin kemerdekaan
Xanana Gusmao. Pada saat prosesi tersebut memasuki kuburan, pasukan Indonesia mulai
menembak. Dari orang-orang yang berdemonstrasi di kuburan, 271 tewas, 382 terluka, dan 250
menghilang. Salah satu yang meninggal adalah seorang warga Selandia Baru, Kamal Bamadhaj,
seorang pelajar ilmu politik dan aktivis HAM berbasis di Australia.
Di akhir 1998, Habibie mengeluarkan kebijakan yang jauh lebih radikal dengan menyatakan
bahwa Indonesia akan memberi opsi referendum untuk mencapai solusi final atas masalah Timor
Timur. Jalannya jajak pendapat dikawal oleh Australia atas nama PBB. Dan hasil dari jajak pendapat
ini adalah memenangkan pihak yang ingin Timor Timur merdeka. Hasil dari jajak pendapat itu sendiri
adalah sebanyak 98,6% dari 450.000 pemilih yang terdaftar, menggunakan haknya dalam jajak
pendapat. Terdapat 446.953 suara yang dihitung dan 438.968 di antaranya sah. Kelompok
prokemerdekaan meraih suara terbanyak dalam hasil jajak pendapat dengan perolehan suara
344.580 suara atau 78,2%, sedangkan prootonomi meraih sekitar 94.388 suara atau 21%. Indonesia
pun setelah itu tidak bisa berbuat apa-apa lagi dan harus merelakan salah satu provinsinya lepas.
Bagian 2
Lepasnya Timor Timur dari NKRI
Bernard Agapa di 02.54 14 komentar
Berakhirnya rezim pemerintahan otoritarian Orde Baru yang ditandai dengan pengunduran
diri mantan Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 sebagai akibat dari gerakan
reformasi yang dimotori oleh mahasiswa telah membuka cakrawala baru bagi penyelesaian
persoalan Timor Timur. Gerakan reformasi dilakukan sebagai bentuk ungkapan
kekecewaan yang dirasakan oleh rakyat Indonesia dan dilakukan pada saat terjadi krisis
multidimensi di Indonesia. Dengan momentum reformasi itu, persoalan status Timor Timur
yang menarik perhatian PBB dan masyarakat internasional diharapkan memperoleh
kejelasan. Penyelesaian masalah Timor Timur ini dilanjutkan oleh B.J Habibie dengan
mengeluarkan kebijakan berupa pemberian status khusus dengan otonomi luas dalam
sebuah rapat kabinet pada tanggal 9 Juni 1998.
1. Tawaran ( Opsi) Penyelesaian Persoalan Timor Timur
Konsep Otonomi Luas telah lama menjadi pembicaraan banyak kalangan bagi
penyelesaian persoalan Timor Timur. Setelah insiden Santa Cruz, Uskup Carlos Filipe
Ximenes Belo sudah berusaha menyerukan otonomi bagi Timor Timur sebagai alternatif
terbaik yang dapat dilakukan[1]. Seruan tersebut disampaikannya setelah surat usulan
Perez de Cuellar mendapat reaksi keras dari Pemerintah Republik Indonesia. Dalam surat
bantuan pengamanan dari internasional. Hal itu dilakukannya dengan alasan di Timor
Timur sudah tidak ada tempat untuk melakukan pengaduan karena ABRI yang dianggap
sebagai pelindung telah melakukan hal sebaliknya berupa tindakan ancaman dan
kekerasan[2]. Akan tetapi semua usulan mengenai pemberian otonomi luas di Timor Timur
tidak mendapat perhatian serius dari pemerintah Republik Indonesia pada saat itu karena
posisi dan sikap pemerintah sangat jelas yang menganggap bahwa integrasi Timor Timur
kedaulatan Indonesia atas Timor Timur. Selain itu keputusan tersebut diambil dengan
pertimbangan berbagai permasalahan ekonomi dan politik dalam negeri pada saat.
membangun citra baik sebagai pemerintahan transisi yang reformis dan demokratis serta
merupakan suatu usaha untuk membangun kembali perekonomian negara yang kacau
sebagai akibat dari krisis multidimensi yang sedang terjadi di Indonesia. Selain itu,
keputusan keluarnya Opsi II juga didasari oleh sikap Presiden B.J. Habibie yang
beberapa pakar dan pengamat politik Indonesia dianggap sebagai suatu tindakan yang
gegabah. Hal itu dilandasi alasan bahwa keadaan situasi di dalam negeri Indonesia sedang
sedang dialami oleh negara Indonesia sejak tahun 1997 dan berdampak kedalam politik
desakan para mahasiswa dan rakyat Indonesia melalui gerakan reformasi secara
sparatis Timor Timur yang menuntut diadakannya referendum sebagai sarana penentuan
pada saat Presiden B.J Habibie mengumumkan kesediaan Pemerintah Republik Indonesia
untuk memberikan “ status khusus dengan Otonomi luas”. Pemberian status ini dianggap
sebagai formula dan usaha untuk mencapai penyelesaian politik dalam masalah Timor
Timur. Akan tetapi pada tanggal 27 Januari 1999 Menteri Luar Negeri Ali Alatas
mengumumkan keputusan dalam Sidang Kabinet Paripurna bidang Politik dan Keamanan
mengenai pemberian “Opsi II” yang berhubungan dengan pemberian tanggapan atas
otonomi luas apabila pemberian status khusus itu ditolak oleh mayoritas masyarakat Timor
Timur maka jalan yang akan diambil selanjutnya adalah Pemerintah Republik Indonesia
akan mengusulkan kepada Sidang Umum MPR hasil Pemilu yang baru terpilih agar Timor
Timur dapat berpisah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia secara baik-baik, damai,
Keluarnya Opsi II mengejutkan bagi banyak pihak dan tidak diterima secara
menyeluruh di Indonesia. Salah satu pihak yang sangat menentang Opsi II adalah tentara
membawa akibat yang merugikan bagi persatuan dan keamanan di wilayah itu[9].
intensitas kekerasan dan ketegangan di Timor Timur disebabkan oleh kedua kelompok
(pro-integrasi dan pro-kemerdekaan) saling melakukan teror dan intimidasi. Kelompok pro-
kemerdekaan yang mendapat “angin segar” atas keputusan pemberian Opsi II semakin
Indonesia. Tindak kekerasan tidak hanya menghantui rakyat setempat tetapi juga
masyarakat pendatang, baik para pedagang maupun aparat pemerintah yang bertugas dan
ditugaskan di wilayah itu. Selain itu kemunculan berbagai kelompok milisi pro integrasi
yang tidak dapat dicegah menjadi faktor pendukung bagi meningkatnya intensitas konflik
Keadaan di Timor Timur, khususnya Dili semakin kacau setelah pemimpin Gerakan
Gusmao pada tanggal 5 April 1999 mengumumkan perang terhadap Pemerintah RI dan TNI.
Pertikaian dan konflik, serta tindak kekerasan yang sering terjadi antara kelompok pro-
tersebut juga dilakukan untuk menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban di Timor
Timur. Usaha yang telah dilakukan oleh TNI/POLRI antara lain adalah dengan memfasilitasi
suatu perjanjian damai yang diselenggarakan di Diosis Keuskupan Dili pada tanggal 21 April
Komnas HAM, dan Gereja Katholik di Timor Timur dan menghasilkan kesepakatan tentang
damai tersebut maka TNI/POLRI dan Komnas HAM kemudian membentuk Komisi
Perdamaian dan Stabilitas (KPS). Unsur-unsur keanggotaan KPS terdiri dari perwakilan
serta wakil dari UNAMET[12]. Tugas dari KPS antaralain adalah (1) memonitor terjadinya
dengan semua pihak untuk menghentikan segala bentuk permusuhan, intimidasi, dan
Timor Timur, baik yang dilakukan oleh aparat maupun pihak-pihak yang bertikai; (4) KPS
bersama UNAMET akan menyusun suatu aturan main (code of conduct) untuk mengatur
perilaku pada masa sebelum, selama, dan setelah konsultasi yang harus ditaati oleh semua
pihak[13]. Pada tanggal 18 Juni 1999 TNI/POLRI berhasil memfasilitasi kesepakatan antara
Concelho Nacional Resistencia Timorense (CNRT) dan Falintil dengan pihak pro-integrasi
untuk menyambut Jajak Pendapat di Timor Timur. TNI/POLRI juga berhasil menjadi
fasilitator penyelenggaraan Pertemuan Dare II di Jakarta pada tanggal 25-30 Juni 1999[14]
yang membahas empat masalah pokok, yaitu rekonsiliasi, Jajak Pendapat, keamanan, dan
masalah politik.
Hasil dari usaha-usaha tersebut tidak sesuai dengan harapan karena kedua pihak
yang bertikai sering melanggar kesepakatan yang telah dibuat bersama. Hal itu
disebabkan oleh kuatnya rasa dendam diantara mereka. Keadaan tersebut semakin
meningkat setelah dilakukan Jajak Pendapat yang diselenggarakan oleh UNAMET. Hasil
jajak Pendapat yang diumumkan oleh PBB pada tanggal 4 September 1999 menunjukkan
bahwa sebesar 78,5% atau sekitar 344.580 orang menolak tawaran status khusus dengan
otonomi luas, sedangkan sebanyak 21,5% atau sekitar 94.388 orang menerima Opsi I. Hal
ini menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Timor Timur memilih untuk merdeka berpisah
dari NKRI[15].
Penyelenggaraan Jajak Pendapat dilakukan oleh UNAMET sebagai badan khusus
yang didirikan oleh PBB. Badan ini mempunyai misi dan kewajiban untuk memantau
keadaan Timor Timur serta menyelenggarakan Jajak Pendapat dengan bersikap netral. Hal
ini sesuai dengan kesepakatan yang telah dicapai oleh Menteri luar negeri Ali Alatas ( RI)
dan Menteri luar negeri Jaime Gama ( Portugal) dengan mengikutsertakan wakil PBB
Jamsheed Marker, serta memperoleh perhatian langsung dari Sekretaris Jendral PBB Kofi
Annan[16]. Kesepakatan ini diperoleh dalam sebuah dialog yang diselenggarakan pada
tanggal 5 Mei 1999 di New York (AS) yang menghasilkan “Persetujuan New York”.
Persetujuan ini menghasilkan tiga hal yang disepakati dan ditandatangani, serta satu
lampiran yang berisi konsep status khusus dengan otonomi luas bagi Timor Timur. Ketiga
hal yang disepakati adalah (1) kesepakatan tentang persetujuan RI-Portugal mengenai
masalah Timor Timur; (2) persetujuan bagi modalitas atau tatacara Jajak Pendapat
melalui pemungutan suara secara langsung, bebas, dan jujur serta adil; (3) persetujuan
yang muncul dari tawaran (Opsi) Presiden B.J.Habibie. Sesuai dengan Perjanjian New
York, Jajak Pendapat diselenggarakan oleh PBB. Pelaksanaan Jajak Pendapat terdiri dari
tujuh tahapan, yaitu (1) Tahap Perencanaan Operasi dan Penggelaran, tanggal 10 Mei-15
Juni 1999; (2) Tahap Sosialisasi/penerangan Umum, tanggal 10 Mei-15 Agustus 1999; (3)
Tahap Persiapan dan Registrasi, tanggal 13 Juni-17 Juli 1999; (4) Tahap Pengajuan
keberatan atas daftar peserta Jajak Pendapat, tanggal 18-23 Juli 1999; (5) Tahap
Kampanye Politik, tanggal 20 Juli sampai tanggal 5 Agustus 1999; (6) Tahap Masa Tenang,
tanggal 6 dan 7 Agustus 1999; (7) Tahap Pemungutan suara, tanggal 8 Agustus 1999. Dalam
pelaksanaan ada beberapa tahapan yang dilakukan tidak sesuai dengan rencana sehingga
waktu pelaksanaan yaitu Tahap Persiapan dan Registrasi dilakukan tanggal 16 Juli 1999
personil. Registrasi dilakukan tanggal 6 Agustus 1999 untuk wilayah Timor Timur dan 8
Agustus 1999 untuk wilayah diluar Timor Timur. Masa Kampanye juga mengalami
kemunduran sehingga dimulai tanggal 11-27 Agustus 1999. Jajak pendapat diselenggarakan
perubahan waktu pelaksanaan tahapan sebelumnya, juga karena alasan keamanan dan
Jajak Pendapat dilakukan secara serentak di lebih dari 700 Tempat Pemungutan
Suara (TPS) di wilayah Timor Timur pada tanggal 30 agustus 1999 dan diikuti oleh sekitar
600.000 orang Timor Timur yang berada di wilayah ini. Disamping itu juga diikuti oleh
sekitar 30.000 orang Timor Timur yang berada di daerah lain (Denpasar, Jakarta, Makasar,
Surabaya, Yogyakarta) serta di Luar Negeri (AS, Australia, Macau, Mozambik, Portugal)
yang telah memenuhi syarat menjadi pemilih[20]. Syarat bagi orang-orang yang berhak
mengikuti jajak pendapat adalah (1) telah berumur 17 tahun; (2) lahir di Timor Timur; (3)
lahir diluar Timor Timur, tetapi memiliki sedikitnya satu orang tua yang lahir di Timor
Timur; (4) menikah dengan seseorang yang memenuhi syarat sebagai pemilih. Sementara
itu hasil jajak pendapat diumumkan oleh PBB tanggal 4 September 1999.
Indonesiatu - Program Studi Ilmu Pemerintahan Semester V STISIPOL Raja Haji dan Tanjungpinang-
Kepulauan Riau dan Wartawan Tabloid Suara Mahasiswa
Tepat pada 4 September 1999 di Dili dan di PBB hasil jajak pendapat masyarakat Timor Timur
tentang pilihan untuk menerima otonomi khusus atau berpisah dengan NKRI diumumkan. Dan
akhirnya, 78,5 persen penduduk menolak otonomi khusus dan memilih untuk memisahkan diri dari
NKRI. Sejak itulah, isu disentegrasi bangsa menjadi suatu persoalan yang tidak bisa dinomorduakan
sebab bukan tidak mungkin muncul “kecemburuan” dari daerah lain yang merasa dirinya kaya dan
mampu mengurus daerahnya sendiri memilih memisahkan diri juga dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
Untunglah, kekhawatiran itu tidak terjadi pasca Timor Timur menyatakan sikap untuk membuat
negara sendiri yang kini bernama Timor Leste. Meskipun demikian, ancaman-ancaman untuk
merobohkan bangunan NKRI selalu saja terbit ketika bangsa ini lemah dan lengah. Namun, siapakah
pelaku yang mencoba merobohkan kebhinekaan Indonesia? Kalau boleh jujur, ini adalah lagu lama.
Permusuhan dan permainan negara-negara yang merasa dirinya digdaya antara AS yang berkiblat
pada ideologi liberalis dan negara-negara yang beraliran komunis.
Ada benarnya, apa yang ditulis oleh wartawan Batam Pos pada Selasa (28/8), Bung Abdul Latif dalam
tulisannya di kolom opini, “DCA, Ancam Integritas Bangsa” bahwasanya ada intervensi atau campur
tangan AS (Amerika Serikat) dalam perjanjian DCA antara Indonesia dan Singapura. Kekhawatiran ini,
menurut hemat penulis bukanlah sesuatu hal yang mengada-ada, tetapi perlu dicermati bersama
format seperti apa yang kita butuhkan untuk menjaga stabilitas dan keutuhan bangsa. Oleh sebab
itu, ada baiknya kita belajar banyak dari sikap Timor Timur mengapa masyarakat di sana lebih
memilih berpisah daripada bergabung dan menerima otonomi khusus dari pemerintah RI.
Bergabungnya Timor Timur sebagai propinsi ke-27 di masa pemerintahan Presiden Soeharto
merupakan suatu cerita panjang bagi kehidupan kesejarahan dunia global umumnya dan khususnya
bagi Indonesia. Bagaimana tidak, propinsi yang pernah dirasuki dan dikuasai Portugis itu, sekarang
telah mengingkari ‘janji’-nya sendiri. Sebuah kesepakatan untuk setia kepada wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Namun, dibalik bergabungnya Timor Timur itu masih menyimpan teka-teki.yang mungkin tak terlalu
sulit untuk dijawab. Mengapa negara lain khususnya Amerika Serikat mendukung pada saat disahkan
RUU tentang integrasi Timor Timur ke wilayah Republik Indonesia. Ada apa, toh Amerika sebagai
negara yang mengaku dirinya adalah negara super power atau adi daya tidak memperoleh
keuntungan materi dari disahkannya RUU itu menjadi UU. Aneh tapi nyata, segala kesulitan-
kesulitan yang dihadapi Indonesia selalu dibantu oleh negara penganut paham liberal tersebut.
Khususnya tentang loby pihak Amerika kepada negara-negara lain untuk mengakui bahwa Timor
Timur telah resmi bergabung dengan Indonesia.
Negara-negara lain biasanya mengamini saja kalau Amerika yang mempunyai kemauan. Akan tetapi,
itu semua belum dapat menjawab teka-teki yang penulis katakan tak sulit untuk dijawab tadi. Inti
dari “belas kasih” negeri yang sekarang dipimpin George W. Bush ini merupakan umpan empuk yang
dipergunakan untuk memberangus paham atau ideologi komunis.
Kalau Timor Leste saat itu tidak bergabung, maka Amerika tentu akan merasa sulit untuk
menyuntikkan paham-paham liberalnya, karena saat itu paham komunis terlebih dahulu masuk
daripada paham yang mereka anut. Sementara, komunis bagi mereka adalah faktor penghambat
sekaligus penghalang bagi mereka untuk menguasai dunia, sehingga membuat mereka menyusun
kekuatan dengan pemerintah Indonesia pada saat itu untuk memberangus komunis di Timor Timur.
Bantuan setengah hati dari Amerika itu membuat Indonesia terbuai. Ketika paham komunis telah
berhasil mereka tumpas, maka mereka mulai lepas tangan. Sehingga, pemerintah Indonesia
terhanyut dalam kegamangan dan kekayaan propinsi-propinsi yang berpotensi besar
menyumbangkan “upetinya” ke pemerintahan pusat. Selanjutnya, Timor Timur menjadi ‘anak
adopsi’ yang tak terurus. Mereka hanya diberikan ‘uang jajan’ selebihnya dibiarkan.
Memang secara fisik Amerika tidak sedikit pun mempengaruhi apalagi menjajah Timor Timur untuk
digali hasil kekayaannya secara materi, tetapi intervensi yang mereka lakukan hanyalah semata-mata
untuk menolong dan mendukung Timor Timur, sehingga mereka mencari teman terdekat untuk
diajak kerjasama yaitu Indonesia. Perbuatan yang kelihatannya terpuji menyimpan maksud
terselubung yaitu terciumnya bau komunis di wilayah itu. Jadi, dengan bergabungnya Timor Timur
dengan Indonesia, Amerika berharap, ideologi itu dapat diberangus guna mempermudah dan
memuluskan paham modernisasi.
Sebagaimana yang ditulis Andi Yusran (1999: 128) bahwasanya masalah Timor Timur sebenarnya
tidak melulu masalah politik, melainkan juga adalah persoalan hukum, persoalan yang selalu
mengedepan saat ini dan sebelumnya adalah tidak adanya kepastian hukum bagi status Timor Timur,
sejarah mencatat bahwa sejak awal integrasi (1975), integrasi tersebut tidak mendapat pengakuan
dari PBB, namun demikian negara-negara barat seperti Amerika Serikat dan Australia, justru lebih
awal memberikan dukungan, bahkan sejarah juga menunjukkan kalau AS “terlibat” dalam proses
tersebut.
Masih menurutnya, dukungan negara-negara barat atas integrasi Timor Timur ke dalam wilayah RI
itu bernuansa politik strategis, yakni usaha membendung pelebaran sayap komunisme, karena
Fretelin yang sebelumnya telah memproklamirkan kemerdekaan atas Timor Timur secara sepihak
(Nov 1974), dianggap beraliran Marxis. Dalam konteks ini, maka wajar jika Indonesia merasa telah di
atas angin, karena telah mendapat dukungan AS dan negara Barat lainnya, konsekuensi dari semua
itu Indonesia menjadi lengah (setengah hati?) tidak memperjuangkan status hukum atas Timor
Timur, padahal sekiranya Indonesia mengangkat isu keabsahan Timor Timur di forum PBB minimal
sebelum perang dingin berakhir (1989), besar kemungkinan AS beserta sekutu baratnya akan
menjadi negara pertama yang mengakui integrasi tersebut.
Bermula dari perang saudara di Timor Timur, Fretelin golongam yang beraliran Marxis mendapat
bantuan persenjataan. Bantuan persenjataan yang berasal dari Portugis menjadikan mereka
kelompok yang berkuasa khususnya di daerah Dili. Pada 28 November 1975 secara sepihak Fretelin
memproklamasikan berdirinya Republik Demokrasi Timor Timur dengan Xavier do Amaral sebagai
presidennya, Ramos Horta sebagai menteri luar negeri dan Nicola Lobato sebagai perdana menteri.
Namun, proklamasi ini tidak mendapat dukungan dari masyarakat Timor Timur sendiri. Demi
mewujudkan impiannya, Fretelin kemudian melakukan tindakan pembersihan terhadap lawan-lawan
politiknya untuk menguasai wilayah Timor Timur sehingga terjadilah perang saudara. Fretelin
sebagai partai beraliran komunis terpaksa menghadapi empat partai lain yang juga menguasai
wilayah Timor Timur. Empat partai (UDT, Apodeti, KOTA dan Trabalista) yang menggabungkan
kekuatan itu, melakukan proklamasi tandingan yang dikenal sebagai Proklamasi Balibo pada 30
November 1975 yang menyatakan diri bergabung dengan Indonesia pada 7 Desember 1975.
Selanjutnya, pasukan Indonesia membantu keempat partai tersebut untuk melumpuhkan kekuatan
Fretelin. Pernyataan integrasi masyarakat Timor Timur ke Indonesia di Balibo diulang kembali oleh
para pendukungnya di Kupang (NTT) pada 12 Desember 1975. Melalui pengulangan proklamasi
terebut, maka para pendukungnya sepakat membentuk Pemerintahan Sementara Timor Timur
(PSTT) pada 17 Desember 1975 yang beribukota di Dili dan dipimpin oleh Arnaldo dos Reis Araujo
sebagai ketua dan wakilnya Francisco Xavier Lopez da Cruz serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
yang diketuai oleh Guilherme Maria Gonsalvez dengan wakilnya Gaspocorria Silva Nones.
Pada 31 Desember 31 Mei 1976 saat sidang DPR tentang masalah Timor Timur dikeluarkan petisi
yang mendesak pemerintah RI untuk secepatnya menerima dan mengesahkan integrasi Timor Timur
ke dalam negara kesatuan RI tanpa referendum. Integrasi Timor Timur ke dalam wilayah RI diajukan
secara resmi pada 29 Juni 1976. Dan seterusnya, pemerintah mengajukan RUU integrasi Timor Timur
ke wilayah RI kepada DPR RI.
DPR melalui sidang plenonya menyetujui RUU tersebut menjadi UU Nomor. 7 Tahun 1976 pada 17
Juli 1976 dan ketentuan ini semakin kuat setelah MPR menetapkan TAP MPR No. VI / MPR/ 1978.
Walhasil, Timor Timur menjadi Propinsi Indonesia yang ke-27. Dan propinsi yang baru lahir tersebut
memiliki 13 kabupaten yang terdiri dari beberapa kecamatan. Ketigabelas kabupaten itu adalah Dili,
Baucau, Monatuto, Lautem, Viqueque, Ainaro, Manufani, Kovalima, Ambeno, Bobonaru, Liquisa,
Ermera dan Aileu. Arnaldo dos Reis Araujo dan Franxisco Xavier Lopez da Cruz diangkat oleh
Presiden Soeharto menjadi gubernur dan wakil gubernur yang selanjutnya dilantik oleh Amir
Machmud sebagai Menteri Dalam Negeri pada 3 Agustus 1976.
Bergabungnya Timor Timur ke wilayah Indonesia bukan berarti persoalan Timor Timur selesai begitu
saja. Sementara, bagi pemerintah RI Timor Timur telah sah bergabung wilayah Indonesia dan
menganggap ancaman disintegrasi kecil kemungkinan untuk terjadi. Kelompok-kelompok penekan
yang menentang integrasi memang tak dapat tumbuh dan berkembang di masa itu, tetapi mereka
terus bergerilya menyusun rencana dan mencari moment yang tepat untuk bergerak meneruskan
perjuangan mereka untuk lepas dari wilayah Republik Indonesia.
Memang tokoh-tokoh sentral yang mengingkari pengintegrasian tersebut seperti Alexander Kay Rala
alias Xanana Gusmao telah ditahan oleh pihak-pihak yang berwenang di lingkungan pengamanan
pada Era Orde Baru. Dan itu tak lepas dari peran Presiden Soeharto yang jeli melihat aksi-aksi kritis
yang mencoba memecah belah persatuan.
Di dunia internasional, Portugal yang memasuki wilayah Timor Timur pertama kali mempersoalkan
propinsi yang berlambang dasar perisai berbentuk persegi lima tersebut. Indonesia menganggap ini
bukan sesuatu yang membahayakan dan menganggap hal ini biasa-biasa saja karena memandang
masalah Timor Timur sudah selesai dan Timor Timur telah mereka anggap sebagai anak kandung
yang paling bungsu. Selalu dimanja dan dipuja-puja. Pemerintah telah memberikan bantuan dana
bagi daerah ini sebesar 92 persen untuk tahun 1998.
Meskipun demikian, Dewan Keamanan PBB, terus mengobok-obok bergabungnya Timor Timur ke
wilayah Indonesia dan mereka belum mengakui integrasi Timor Timur ke dalam wilayah RI. Seperti
yang ditulis Nico Thamien R (2003: 46) dalam bukunya yang berjudul. “Sejarah untuk Kelas Tiga
SMU”,
“Posisi Indonesia semakin sulit ketika terjadi peristiwa Santa Cruz pada bulan November 1991 yang
menimbulkan korban jiwa. Peristiwa ini memperkeras kritik dunia internasional dan lembaga-
lembaga non pemerintah terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Namun, bukan berarti
pemerintahan Indoenesia lepas tangan begitu saja. Sejak tahun 1980 sebenarnya mereka telah
mencium bau yang tak sedap ini dan sering melakukan pembicaraan rutin dengan Portugal, tetapi
pembicaraan itu tak mencapai titik temu.”
Hingga pemerintahan Soeharto mengundurkan diri dari tampuk kekuasaan. Angin disentegrasi yang
semula sepoi-sepoi berhembus, sekarang hembusannya semakin kencang. Apalagi bos CNRRT
(Conselho Nacional de Resistencia Timorese) yang merupakan tempat oposisi Fretelin bergabung
setelah disudutkan, Xanana Goemao telah dilepaskan. Rencana apik yang telah dia susun di dalam
kerangkeng semakin mudah dia lakukan bersama konco-konconya.
B. J Habibie yang menggantikan mantan presiden Soeharto mau tidak mau turut tertimpa masalah
dan beragam krisis termasuk krisis disentegari di Timor Timur yang merupakan warisan orang yang
mengajarkan sekaligus mendiktenya untuk berpolitik itu. Habibie yang terkesan tidak tegas, plin-plan
dalam mengambil keputusan merupakan faktor keberuntungan yang dimiliki oleh Xanana Goesmao
untuk mengacaubalaukan rasa nasionalime rakyat Timor Timur.
Xanana Goesmao yang didukung oleh negara luar seperti Australia dan Portugal semakin menggebu-
gebu untuk menyuarakan kemerdekaan. Akan tetapi, Presiden B.J Habibie berupaya keras untuk
menampal luka lama Partai Fretelin itu. Sayangnya, manusia brilliant asal Indonesia itu tidak mampu
menutup luka secara utuh, hanya ditutup sebagian saja, sebagian lagi dibiar terbuka.
Dua opsi (pilihan alternatif) yang dia tawarkan untuk memecahkan masalah Timor Timur yaitu
pemberian otonomi khusus di dalam negara kesatuan RI atau memisahkan diri dari Indonesia.
Portugal dan PBB menyambut baik tawaran ini. Selanjutnya, perundingan Tripartit di New York pada
5 Mei 1999 antara Indonesia, Portugal dan PBB menghasilkan kesepakatan tentang pelaksanaan
jajak pendapat mengenai status masa depan Timor Timur atau United Nations Mission in East Timor
(UNAMET).
Jajak pendapat diselenggarakan pada tanggal 30 Agustus 1999 yang diikuti oleh 451.792 orang
pemilih yang dianggap penduduk Timor Timur berdasarkan kriteria yang ditetapkan UNAMET, baik
yang berada di wilayah Indonesia maupun luar negeri. Hasil jajak pendapat diumumkan pada 4
September 1999 di Dili dan di PBB. Sejumlah 78,5 persen penduduk menolak dan 21,5 persen
menerima otonomi khusus yang ditawarkan. Dengan mempertimbangkan hal ini maka MPR RI dalam
Sidang Umum MPR pada 1999 mencabut TAP MPR No. VI/1978 dan mengembalikan Timor Timur
seperti pada 1975.
Memperkuat NKRI
Di mulai dari kisah visi-misi Amerika Serikat untuk memberangus komunis hingga drama
bergabungnya Timor Timur, penulis mencoba memetik hikmah dari lepasnya Timor Timur. Dan ada
dua item penting yang dapat kita petik yaitu penyelesaian masalah Timor Timur memberikan citra
positif Indonesia di forum internasional, terlepas dari citra negatif yang datangnya dari kelompok-
kelompok penekan untuk menjatuhkan mantan Presiden Habibie dan Indonesia secara ekonomis
diuntungkan, sebagaimana kata Andi Yusran (1999: 127) dalam buku karangannya,.”Reformasi
Ekonomi Politik”. Dengan lepasnya Timor Timur setidaknnya membawa keuntungan atau
kepentingan strategis bagi Indonesia.
Pertama, secara politik, penyelesaian sesegera mungkin secara bijaksana dan bertanggung jawab
atas masalah Timor Timur akan memberikan citra positif bagi Indonesia di forum
internasional. Kedua, secara ekonomis Timor Timur bukanlah daerah ‘basah’ penghasil devisa
negara, sebaliknya Timor Timur justru telah menjadi beban ekonomi bagi pemerintahan Indonesia,
PAD sebesar 8 persen dari APBD setidaknya mengindikasikan posisi geo-ekonomi, Timor Timur
tersebut minimal membawa konsekuensi ekonomis atas masalah Timor Timur sendiri.
Satu hal perlu menjadi catatan bagi masyarakat Indonesia untuk mempertangguh keintegrasian
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebagian besar suatu anggota masyarakat tersebut
sepakat mengenai batas-batas teritorial dari negara sebagai suatu kehidupan politik dalam mana
mereka menjadi warganya dan apabila sebagian besar anggota masyarakat tersebut bersepakat
mengenai sturuktur pemerintahan dan aturan-aturan daripada proses-proses politik yang berlaku
bagi seluruh masyarakat di atas wilayah negara tersebut. Hal ini seperti yang dikutip Nasikun (1983)
dari Liddle.
Menurut Soleman B. Taneko, SH dalam bukunya yang berjudul, “Konsepsi Sistem Sosial dan Sistem
Sosial”, untuk mendukung hal yang penulis maksud di atas diperlukan lima cara antara lain. Pertama,
penciptaan musuh dari luar. Kedua, gaya politik para pemimpin. Ketiga, ciri dari lembaga-lembaga
politik seperti birokrasi tentara, parpol dan badan legislatif. Keempat, ideologi nasional dan terakhir
kesempatan perluasan ekonomi. Di saat usia Indonesia yang ke-62, semoga bangsa ini tetap utuh
dan selalu jaya.
Hasil Jajak Pendapat menunjukkan bahwa sekitar 78,5% atau sekitar 344.580 orang
Timor Timur memilih merdeka dan menolak status khusus dengan otonomi luas yang
ditawarkan Pemerintah dan 21,5 % atau sekitar 94.388 orang menerima tawaran tersebut.
Dengan hasil tersebut maka Pemerintah Republik Indonesia melalui MPR hasil Pemilu tahun
melepaskan Timor Timur dari NKRI dan mengembalikan status wilayah itu seperti sebelum
berintegrasi . Hasil tersebut pada satu sisi sangat menggembirakan kelompok pendukung
anti-integrasi, sedangkan pada sisi lain mengecewakan kelompok pro-integrasi dan para
Bersamaan dengan pengumuman hasil Jajak Pendapat, keadaan di Dili ( Ibu kota
Timor Timur) semakin kacau. Pihak yang kalah dan kecewa dengan hasil jajak pendapat
melakukan tindak kekerasan, teror, dan intimidasi terhadap para pendukung anti-
integrasi. Pertikaian dan konflik antara kedua pihak semakin meningkat setelah masing-
masing pihak menyatakan siap untuk perang. Pada tanggal 4 September terjadi pertikaian
bersembunyi dirumah Uskup Belo sehingga menyebabkan massa dari kelompok pro-
integrasi marah dan membakar salah satu bangunan di Keuskupan. Peristiwa kekerasan
juga terjadi pada tanggal 5 September 1999 di Keuskupan Diosis Dili dan mengakibatkan
banyak orang meninggal. Pertikaian juga terjadi di kantor CNRT di Mascaronhos, Dili
Barat. Dalam peristiwa tersebut terjadi pembakaran terhadap kantor CNRT oleh massa
Timur semakin tidak aman sehingga mengakibatkan banyak orang mengungsi ke wilayah
lain yang lebih aman. Banyak dari mereka yang mencari perlindungan ke Mapolda Timor
Timur dan daerah Timor Barat (NTT) yang berbatasan langsung dengan Timor Timur.
negara, seperti AS, Australia, Inggris, Jepang, Perancis, Portugal, Selandia baru, dan
yang lebih aman dan tertib di Timor Timur [22]. Tekanan juga dilakukan oleh organisasi
internasional seperti Bank Dunia dan IMF. Kedua organisasi ini mengancam akan
di Timor Timur. Selain itu DK PBB juga mengeluarkan sebuah peringatan keras atau
keamanan dan ketertiban Timor Timur maka Pemerintah Republik Indonesia harus siap
Timur. Berdasar Undang Undang No.23 tahun 1959 tentang Keadaan Darurat maka mulai
di Timor Timur. Pemberlakuan keadaan Darurat Militer (PDM) memberi landasan hukum
dan wewenang bagi TNI/POLRI untuk bertindak lebih tegas dalam menindak kerusuhan,
kebrutalan, dan pelanggaran hukum di wilayah itu supaya ketertiban dapat pulih[24].
Keputusan ini didasarkan pada Keppres No.107/Tahun 1999 dan Lembaran Negara No.152
serta mendapat persetujuan dari Portugal dan Sekjen PBB. Oleh karena hasil yang dicapai
dari PDM tidak sesuai dengan harapan maka pada tanggal 24 September kebijakan ini
dari negara lain untuk memulihkan perdamaian dan keamanan di Timor Timur.
Keamanan PBB kemudian mengeluarkan Resolusi No.1264 tahun 1999 yang disetujui secara
aklamasi oleh 15 anggota DK PBB[25]. Berdasar Bab VII Piagam PBB, maka DK PBB memberi
wewenang pembentukan pasukan multinasional (Multinational Force/MNF) yaitu INTERFET
(International Force East Timor). Badan ini bertugas untuk memulihkan perdamaian dan
tugasnya, dan memfasilitasi operasi bantuan keamanan PBB serta harus bersikap
netral[26]. Badan ini secara resmi bertugas untuk mengambil alih tanggung jawab
keamanan di Timor Timur dari TNI/POLRI. Pada tanggal 20 September 1999 pasukan
INTERFET yang dipimpin oleh Mayor Jendral Peter Cosgrove tiba di Timor Timur untuk
INTERFET juga sering bersikap tidak netral dan berpihak pada kelompok anti-integrasi.
Setelah keadaan di Timor Timur semakin baik dan ketegangan antara kedua pihak yang
bertikai berkurang maka pasukan INTERFET ditarik mundur secara perlahan-lahan dan
PDF | Print |
Berdasarkan Peraturan Walikota Probolinggo Nomor 32 Tahun 2012 Tentang Tugas Pokok
dan Fungsi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Probolinggo, maka tugas
BAPPEDA adalah melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di
bidang perencanaan pembangunan daerah. Dan sebagai SKPD perencanaan, tentunya
keberadaan tenaga fungsional perencana sangat diperlukan.
Jabatan Fungsional merupakan salah satu jalur karier yang dapat ditempuh oleh Pegawai
Negeri Sipil selain Jabatan Struktural. Jabatan Fungsional adalah kedudukan yang
menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil
dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian
dan/atau ketrampilan tertentu serta bersifat mandiri. Baik Jabatan Fungsional Perencana (JFP)
maupun Jabatan Struktural merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari manajemen kerja di
Instansi/lembaga Pemerintahan. Masing-masing memiliki tugas, tanggungjawab, dan
wewenang sendiri untuk melaksanakan kegiatan perencanaan dalam rangka pencapaian visi
misi organisasi.
Menurut Undang-undang No. 43 Tahun 1999 jo Undang-undang No. 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian, Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1994 tentang Jabatan
Fungsional Pegawai Negeri sipil dan Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 tentang
Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil, mengatur bahwa Jabatan Fungsional
adalah: “Kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak
seseorang PNS dalam suatu organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada
keahlian dan atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri”. Sedangkan Jabatan Struktural
adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, jawab, wewenang, dan hak seseorang PNS
dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi. Menurut Peraturan Pemerintah No. 100
Tahun 2000 jo Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2000.
Eksistensi Jabatan fungsional perencana di antaranya seperti diatur dalam Keputusan Menpan
Nomor : 16/Kep/M.PAN/3/2001, tentang Jabatan Fungsional Perencana dan Angka
Kreditnya beserta peraturan pelaksana lainnya. Keputusan MenPAN tersebut dilandasi oleh
dua pertimbangan utama, yakni pertama, untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
sumber daya manusia pada aparatur negara yang bertugas melakukan kegiatan perencanaan
pembangunan, diperlukan adanya pegawai negeri sipil (PNS) yang ditugaskan secara penuh
sebagai Perencana; kedua, untuk menjamin pembinaan karier, kepangkatan/jabatan dan
profesi di bidang perencanaan pembangunan, dipandang perlu ditetapkan Jabatan Fungsional
Perencana dan Angka Kreditnya.
Peran Fungsional Perencana disini bisa dikatakan sebagai Think Tank, Pelaksana
Perencanaan Teknokratis, Analisis Kebijakan, Menyusun Rekomendasi dan Rencana, serta
melakukan Pemantauan, Pengendalian dan Evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan
perencanaan pembangunan yang akan menghasilkan rencana kebijakan lingkup makro, sektor
dan daerah serta berdampak nasional dan daerah untuk menjamin terciptanya integrasi,
sinkronisasi, dan sinergi baik antar-daerah, antar-ruang, antar-waktu, antar-fungsi
pemerintah, maupun antara pusat dan daerah Fungsional Perencana melaksanakan tugas
Idealnya perencanaan mulai dari identifikasi permasalahan, perumusan alternatif kebijakan
perencanaan, pengkajian alternatif, penentuan alternatif dan rencana pelaksanaan,
pengendalian dan penilaian hasil pelaksanaan sebagaimana diatur dalam pasal pasal 4
Keputusan Menpan No. 16/Kep/M.PAN/3/2001. Dalam bahasa lapangan/tehnisnya pejabat
fungsional perencana mempunyai tugas menyusun dan menyiapkan bahan formulasi
kebijakan, menyusun dan menyiapkan bahan pelaksanaan perencanaan, memberikan
masukan-masukan dan analisis kebijakan, menyusun rekomendasi dan rencana, mengarahkan
pelaksanaan, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan. Sebagai bahan masukan yang dapat
digunakan oleh pimpinan unit kerja beserta jajarannya untuk mengambil
langkah-langkah/kebijakan lebih lanjut. Pentingnya tenaga perencana untuk pembangunan di
daerah bagaikan seorang dokter yang ada di rumah sakit atau seorang dosen pada universitas
sehingga peranan seorang perencana sangat dibutuhkan dan sangat penting bagi program
pembangunan kedepan.
Pada tahun 2014, Pemerintah Kota Probolinggo mengangkat 5 (lima) orang Fungsional
Umum (staf) menjadi Fungsional Perencana (JFP). Sebelumnya pada tahun 2002, Pemerintah
Kota Probolinggo telah memiliki Fungsional Perencana sebanyak 3 (tiga) orang. Namun,
pada tahun 2007, salah satu dari ketiga fungsional perencana tersebut dipromosikan untuk
menduduki jabatan structural, dan pada tahun 2010 dua perencana yang lain juga
dipromosikan menduduki jabatan structural.
Kota Probolinggo merupakan salah satu kota yang ada di Jawa Timur yang mempunyai
banyak potensi namun juga mempunyai banyak permasalahan. Pembangunan dalam rangka
pengembangan Kota Probolinggo seringkali menimbulkan permasalahan. Diharapkan dengan
semakin pesatnya pembangunan yang ada di Kota Probolinggo, tidak menambah munculnya
permasalahan-permasalahan baru. Disinilah peran seorang perencana sangat dibutuhkan.
Philosofi seorang planner adalah seorang problem solver yaitu seorang yang mampu
memberikan solusi dalam menyelesaikan permasalahan yang memfokuskan pada sistem
perencanaan dan proses-proses pengambilan keputusan yang tepat dengan tujuan untuk
melayani kepentingan publik di kota-kota, pinggiran kota, dan pedesaan.
Peran seorang planner dalam menyelesaikan permasalahan tentu sangat berat tetapi dengan
analisa dan memilih alternatif solusi yang matang maka kebijakan yang akan diambil pun
nantinya akan menyelesaikan permasalahan yang ada. Peran perencana sebaiknya tidak hanya
sebagai aktor dalam perencanaan pembangunan kota yang tidak turun langsung kepada
masyarakat. Akan tetapi, pada saat ini seorang perencana haruslah terjun ke masyarakat
melihat permasalahan masyarakat secara langsung dari berbagai aspek kehidupan seperti
sosial, ekonomi dan lingkungan yang menjadi permasalahan wilayah dan kota sehingga
permasalahan yang dapat terselesaikan dengan efektif dan efisien sesuai tujuan dan sasaran
perencanaan.
Sebagai penutup, selain sebagai seorang fungsional yang harus berfungsi sesuai fungsinya,
seorang Fungsional Perencana juga merupakan mitra bagi pejabat structural. Maka dari itu,
untuk mendukung pelaksanaan tugasnya tersebut diperlukan kerjasama dan koordinasi
dengan pihak lain sehingga diperoleh hasil yang optimal, menciptakaan perencanaan
pembangunan yang efektif dan efisien. Vini Nuryaningsih, SE
Daftar Pustaka:
Harvey, D., (1996). On Planning The Ideologi of Planning. In S. Campbell & S.S. Fainstein
(eds.) Malden, Massachusetts USA: Blackwell 169-175
http://bengkulutoday.com/jabatan-fungsional-perencana-yang-mulai-dilirik/
https://zejimandala.wordpress.com/2013/06/22/peran-seorang-perencana-planner-dalam-
memimpin-perencanaan-pembangunan-kota/
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri sipil, PP No. 16
Tahun 1994.
_______, Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara tentang Jabatan Fungsional
Perencana dan Angka Kreditnya. Kep MenPAN Nomor : 16/Kep/M.PAN/3/2001.
JABATAN FUNGSIONAL
Rabu, 04 Desember 2013
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam jabatan struktural antara lain dimaksudkan untuk membina
karier PNS dalam jabatan struktural dan kepangkatan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam
peraturan perundangan yang berlaku.
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme
sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat
obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras atau golongan.
Jabatan struktural hanya dapat diduduki oleh mereka yang berstatus sebagai PNS. Calon Pegawai Negeri Sipil
tidak dapat diangkat dalam jabatan struktural. Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota Kepolisian
Negara hanya dapat diangkat dalam jabatan struktural apabila telah beralih status menjadi PNS, kecuali
ditentukan lain dalam peraturan perundangan.
Eselon dan jenjang pangkat jabatan struktural sesuai PP Nomor 13 Tahun 2002
TERENDAH TERTINGGI
NO ESELON
GOL/ GOL/
PANGKAT PANGKAT
RU RU
1. Pengangkatan
Persyaratan PNS yang akan diangkat dalam jabatan struktural, antara lain :
Berstatus Pegawai Negeri Sipil, Serendah-rendahnya memiliki pangkat satu tingkat dibawah jenjang pangkat
yang ditentukan, Memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan, Semua unsur penilaian prestasi
kerja bernilai baik dalam dua tahun terakhir, Memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan, Sehat jasmani dan
rohani
Selain persyaratan tersebut, Pejabat Pembina Kepegawaian perlu memperhatikan faktor : Senioritas dalam
kepangkatan, Usia, Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) Jabatan, Pengalaman.
Pelaksanaan Pengangkatan
Pengangkatan dalam jabatan struktural eselon I dilingkungan instansi pusat ditetapkan dengan keputusan
Presiden setelah mendapat pertimbangan tertulis dari Komisi Kepegawaian Negara. Sedangkan pengangkatan
dalam jabatan struktural eselon II kebawah pada Instansi pusat ditetapkan Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat
setelah mendapat pertimbangan dari Baperjakat Instansi Pusat.
Pengangkatan dalam jabatan struktural eselon I dipropinsi (Sekda) ditetapkan Pejabat Pembina Kepegawaian
Daerah Propinsi setelah mendapat persetujuan Pimpinan DPRD Propinsi, setelah sebelumnya dikonsultasikan
secara tertulis kepada Menteri Dalam Negeri, sedangkan pengangkatan dalam jabatan Struktural eselon II
kebawah ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi setelah mendapat pertimbangan dari
Baperjakat Instansi Daerah Propinsi.
Pengangkatan dalam jabatan struktural eselon II ke bawah di Kabupaten/Kota, ditetapkan oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian Daerah Kabupaten/ Kota setelah mendapat pertimbangan dari Baperjakat Instansi Daerah
Kabupaten/Kota. Khusus untuk pengangkatan Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota setelah mmendapat persetujuan dari pimpinan DPRD
Kabupaten/Kota, setelah terlebih dahulu dikonsultasikan secara tertulis kepada Gubernur
Dalam setiap keputusan tentang pengangkatan dalam jabatan structural, harus dicantumkan nomor dan tanggal
pertimbangan Baperjakat, eselon dan besarnya tunjangan jabatan struktural.
Pelantikan
PNS yang diangkat dalam jabatan struktural, termasuk PNS yang menduduki jabatan struktural yang ditingkatkan
eselonnya, selambatnya 30 hari sejak penetapan pengangkatannya wajib dilantik dan diambil sumpahnya oleh
pejabat yang berwenang. Demikian juga yang mengalami perubahan nama jabatan atau perubahan fungsi dan
tugas jabatan maka PNS yang bersangkutan dilantik dan diambil sumpahnya kembali.
Pendidikan dan Pelatihan
PNS yang akan atau telah menduduki jabatan structural harus mengikuti dan lulus Diklat Kepemimpinan
(Diklatpim) sesuai dengan kompentensi yang dite-tapkan untuk jabatan tersebut. Artinya, PNS dapat diangkat
dalam jabatan struktural meskipun yang bersangkutan belum mengikuti dan lulus Diklatpim. Namun demikian
untuk meningkatkan kemampuan kepemimpinan dan me-nambah wawasan, maka kepada PNS yang
bersangkutan tetap diharuskan untuk mengikuti dan lulus Diklatpim yang dipersyaratkan untuk jabatannya.
2. Pemberhentian
Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dari jabatan struktural karena :
Pemberhentian PNS dari jabatan struktural ditetapkan dengan keputusan pe-jabat yang berwenang setelah
melalui pertimbangan Komisi Kepegawaian Negara/ Baperjakat disertai alasan yang jelas atas
pemberhentiannya.
PNS yang meninggal dunia dianggap telah diberhentikan dari jabatan strukturalnya
3. Perangkapan Jabatan
Untuk optimalisasi kinerja, disiplin dan akuntabilitas pejabat structural serta menyadari akan keterbatasan
kemampuan manusia, PNS yang menduduki jabatan struktural tidak dapat menduduki jabatan rangkap, baik
dengan jabatan structural lain maupun jabatan fungsional.
Rangkap jabatan hanya diperbolehkan apabila ketentuan perangkapan jabatan tersebut diatur dengan Undang-
undang atau Peraturan Pemerintah.
Konsep PNS yang ideal adalah menciptakan kerja birokrasi berbasis kompetensi atau kinerja. PNS
harus memiliki pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam
melaksanakan tugas jabatannya.
Pengembangan SDM aparatur berbasis kompetensi merupakan suatu keharusan agar organisasi
birokrasi dapat mewujudkan kinerja yang lebih baik dan memberikan pelayanan publik yang terbaik.
Kebijakan yang krusial untuk mendukung PNS berbasis kinerja salah satunya dengan penguatan
jabatan fungsional.
Dalam RUU ASN jabatan Struktural khususnya eselon III dan IV akan dihapus dan digantikan dengan
jabatan fungsional. Jabatan struktural hanya sampai pada jabatan eselon II, sebagai policy maker
(pembuat keputusan). Kondisi saat ini jabatan struktural lebih dipilih para PNS daripada jabatan
fungsional, salah satu alasannya karena tunjangannya yang lebih besar.
Sejalan dengan penguatan jabatan fungsional pemerintah mulai menerapkan kebijakan untuk
menaikkan tunjangan jabatan fungsional. Hal ini dimulai dengan mengeluarkan Perpres No 100
Tahun 2012 tentang tunjangan fungsional Peneliti dengan menaikkan tunjangan rata-rata sebesar
hampir 200%, bahkan untuk Peneliti Utama tunjangannya mencapai Rp 5.200.000 dari semula Rp
1.400.000 (lihat Tabel).
Tanggal 1 Maret 2013 Presiden SBY juga sudah menandatangani beberapa Perpres tentang
Tunjangan Jabatan Fungsional yang isinya menaikkan tunjangan jabatan fungsional Penyuluh
Pertanian, Pengendali Organisme, Pengawas Benih Tanaman, Pengawas Bibit Ternak, Medik
Veteriner, Paramedik Veteriner, Pengawas Mutu Pakan, Analis Kepegawaian, Polisi Kehutanan dan
Penyuluh Kehutanan.
Pada bulan November 2013 ini Presiden SBY menerbitkan peraturan yang berkaitan dengan
kenaikan pemberian tunjangan jabatan fungsional. Jabatan fungsional yang berhak atas tunjangan
tersebut yakni Jabatan Fungsional Pustakawan, fungsional Pamong Belajar dan fungsional
Penilik. Tunjangan fungsional tersebut diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan
ditugaskan secara penuh dalam jabatan fungsional Pustakawan, Pamong Belajar dan Penilik.
Fungsional Pustakawan
Tunjangan jabatan fungsional Pustakawan diatur dalam Perpres Nomor 71 Tahun 2013. Besaran
yang diterima paling rendah Pustakawan Pelaksana Rp 350.000, tertinggi pada jenjang jabatan
Pustakawan Utama Rp 1.300.000.
Dengan pemberlakuan ini Perpres No 47 Tahun 2007 tentang tunjangan jabatan fungsional
Pustakawan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pangkat adalah kedudukan yang M menunjukkan tingkatan seseorang Pegawai Negeri Sipil berdasarkan
jabatannya dalam rangkaian susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian. Kenaikan pangkat
adalah penghargaan yang diberikan atas prestasi kerja dan pengabdian Pegawai Negeri Sipil terhadap Negara,
serta sebagai dorongan kepada Pegawai Negeri Sipil untuk lebih meningkatkan prestasi kerja dan
pengabdiannya. Agar kenaikan pangkat dapat dirasakan sebagai penghargaan, maka kenaikan pangkat harus
diberikan tepat pada waktunya dan tepat kepada orangnya. Susunan Pangkat dan Golongan Ruang Pegawai
Negeri Sipil Susunan pangkat serta golongan ruang Pegawai Negeri Sipil sebagai berikut:
No,Pangkat,Golongan Ruang :
1. Juru Muda, Ia
3. Juru, Ic
4. Juru Tingkat 1, Id
5. Pengatur Muda, IIa
7. Pengatur, IIc
Setiap pegawai baru yang dilantik atau diputuskan sebagai Pegawai Negeri Sipil / PNS baik di pemerintah pusat
maupun daerah akan diberikan Nomor Induk Pegawai atau NIP yang berjumlah 18 dijit angka, golongan dan
pangkat sesuai dengan tingkat pendidikan yang diakui sebagai mana berikut di bawah ini :
Info Penerimaan PNS - Jakarta. Salah satu hak yang diterima PNS adalah memperoleh dana pensiun.
Berapakah batas usia pensiun seorang PNS...? Batas Usia Pensiun (BUP) bagi pegawai negeri sipil
yang tidak memangku jabatan adalah 56 (lima puluh enam) tahun. Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang
telah mencapai batas usia pensiun, diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai negeri sipil.
UU No.11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai, Pasal 10 “Usia
pegawai negeri untuk penetapan hak atas pensiun ditentukan atas dasar tanggal kelahiran yang
disebut pada pengangkatan pertama sebagai pegawai negeri menurut bukti-bukti yang sah. Apabila
mengenai tanggal kelahiran itu tidak terdapat bukti-bukti yang sah, maka tanggal kelahiran atas
umur pegawai ditetapkan berdasarkan keterangan dari pegawai yang bersangkutan pada
pengangkatan pertama.
Pegawai negeri sipil berhak mendapatkan pensiun, apabila telah mencapai usia sekurang-kurangnya
50 (lima puluh) tahun dan memiliki masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun.
Berakhirnya Pensiun:
- Pensiun pegawai berakhir pada akhir bulan penerima pensiun pegawai meninggal dunia
3. GURU BESAR EMERITUS 75 Tahun Berlaku sejak tanggal 03 April 2008
6. Auditor dalam Jenjang Madya dan Jenjang Utama, 60 Tahun Berlaku sejak tanggal 12 April 2012
7. Arsiparis dalam Jenjang Madya dan Jenjang Utama 60 Tahun Berlaku sejak tanggal 12 April 2012
8. Pemeriksa dalam Jenjang Madya dan Jenjang Utama 60 Tahun Berlaku sejak tanggal 02 Mei 2012
9. ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan agama, 62 Tahun Berlaku sejak tanggal 30 Maret 2006
10 ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan tinggi agama; 65 Tahun Berlaku sejak tanggal 30 Maret 2006
14 Sandiman jenjang Madya 60 Tahun Berlaku sejak tanggal 22 April 2009
15 Perencana jenjang Madya dan jenjang Utama 60 Tahun Berlaku sejak tanggal 28 April 2009
16 Dokter Pendidik Klinis jenjang Pertama dan Jenjang Muda 60 Tahun Berlaku sejak tanggal 08 Juni 2009
17 Dokter Pendidik Klinis jenjang Madya dan jenjang Utama 65 Tahun Berlaku sejak tanggal 08 Juni 2009
18 Peneliti Madya dan Peneliti Utama yang ditugaskan secara 65 Tahun Berlaku sejak tanggal 30 November 2011
penuh di bidang penelitian
19 Eselon I dalam jabatan Sruktural 60 Tahun Berlaku sejak tanggal 30 November 2011
20 Eselon II dalam jabatan Sruktural 60 Tahun Berlaku sejak tanggal 30 November 2011
21 Dokter yang ditugaskan secara penuh pada unit pelayanan 60 Tahun Berlaku sejak tanggal 30 November 2011
kesehatan negeri
22 Pengawas Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Pertama, 60 Tahun Berlaku sejak tanggal 30 November 2011
Sekolah Dasar, Taman Kanak-Kanak atau jabatan lain yang
sederajat;
23 Eselon I dalam Jabatan Tertentu yang Sangat dibutuhkan 62 Tahun Berlaku sejak tanggal 30 November 2011
Organisasinya
24 Hakim pada Mahkamah Pelayaran 58 Tahun Berlaku sejak tanggal 30 November 2011
25 Penyelidik Bumi Utama dan Penyelidik Bumi Madya 60 Tahun Berlaku sejak tanggal 31 Januari 2007
26 Agen Madya, Agen Madya Tingkat I, Agen Madya Tingkat II dan 60 Tahun Berlaku sejak tanggal 07 Februari 1996
Agen Utama Madya
27 Pemeriksa Bea dan Cukai Muda, Pemeriksa Bea dan Cukai 60 Tahun Berlaku sejak tanggal 19 Mei 1995
Madya, Pemerikas Bea dan Cukai Utama Pratama, Pemeriksa Bea
dan Cukai Utama Muda
28 Pamong Belajar Pratama, Pamong Belajar Muda, Pamong Belajar 60 Tahun Berlaku sejak tanggal 12 Juli 1995
Madya, Pamong Belajar Utama Pratama, Pamong Belajar Utama
Muda
29 Ketua, Wakil Ketua dan Hakim Pengadilan Negeri 60 Tahun Berlaku sejak tanggal 08 Maret 1986Tidak berlaku
lagi angka 3 huruf c, ayat (2) pasal 4 PP no. 32
Tahun 1979
30 Ketua, Wakil Ketua dan Hakim Pengadilan Tinggi 63 Tahun Berlaku sejak tanggal 08 Maret 1986Tidak berlaku
lagi angka 2 huruf c, ayat (2) pasal 4 PP no. 32
Tahun 1979
31 Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah 65 Tahun Berlaku sejak tanggal 30 Desember 1985Tidak
Agung berlaku lagi angka 1 huruf b, ayat (2) pasal 4 PP no.
32 tahun 1979
33