BESI-BAJA
Bijih besi dari tambang biasanya masih tercampur dengan pasir, tanah liat,
dan batuan lainnya. Untuk kelancaran pengolahan, bongkahan bijih tersebut
dilakukan reduksi ukuran lalu dilakukan proses konsentrasi dengan
magnetic separator untuk memisahkan konsentrat besi dan pengotornya.
Proses ini biasanya dilakukan dengan cara basah untuk menghindari partikel
bijih beterbangan. Selanjutnya konsentrat tersebut dilakukan pengeringan
hingga didapatkan konsentrat dengan kadar moisture <3% lalu masuk ke
tungku peleburan. Tungku yang digunakan adalah tunggu tiup atau blast
furnace yang menggunakan prinsip reduksi bertingkat dengan umpan
berupa konsentrat besi, kokas, dan fluks berupa silika. Produk yang
dihasilkan berupa besi cor.
Besi cor tersebut merupakan produk setengah jadi yang selanjutnya akan
dilakukan hilirisasi dengan cara dibuat menjadi produk jadi, seperti kawat
baja, baja konstruksi, dan lembaran baja. Hilirisasi ini dilakukan selain
untuk meningkatkan nilai tambah pada produk pertambangan, juga untuk
menggerakkan roda perekonomian yang dewasa ini bertumpu pada industri
logam. Harapannya dengan dilakukannya hilirisasi pada segala bidang,
industri logam di Indonesia dapat bersaing di taraf Internasional sehingga
kemakmuran masyarakat dapat tercapai.
Gambar 2
Pohon Industri Besi Baja
TEMBAGA
Tembaga adalah jenis logam utama dan salah satu elemen paling penting
yang banyak digunakan oleh manusia. Logam tembaga sudah dikenal sejak
dahulu, bahkan tembaga termasuk ke dalam salah satu logam tertua yang
telah ditemukan sejak 10.000 tahun yang lalu. Penggunaan tembaga sebagai
bahan campuran perunggu pun telah dilakukan setidaknya mulai tahun 3000
sebelum masehi. Tembaga ditemukan dalam bentuk bijih yang tersebar
hampir di seluruh dunia. Saat ini penggunaan tembaga sudah semakin luas.
Tembaga dapat digunakan untuk alat elektronik, pembangkit listrik dan
transmisi, otomotif, hingga alat-alat antimikroba.
Gambar 3
Pohon Industri Tembaga
ALUMINIUM
Aluminium merupakan unsur dengan kelimpahan yang berada di urutan
ketiga dalam kerak bumi. Aluminium ini terletak pada mineral
aluminosilikat yang berasal dari batuan kulit bumi. Batuan ini membentuk
lempung akibat perubahan alam dan lempung itu mengandung aluminium.
Lempung ini menghasilkan deposit bauksit yang merupakan bijih
aluminium. Aluminium diekstraksi dari bijih bauksit dengan menggunakan
proses Bayer menghasilkan kristal-kristal alumina yang kemudian
dilanjutkan dengan proses Hall-Heroultz untuk didapatkan logam
aluminium murni. Produk sampingan dari proses Bayer adalah berupa
lumpur merah (red mud) yang banyak mengandung besi, magnesium,
mangan, hingga logam tanah jarang. Aluminium banyak dimanfaatkan
untuk industri pesawat dan peralatan dapur karena sifatnya yang ringan dan
tahan terhadap korosi.
Gambar 4
Pohon Industri Aluminium
NIKEL
Nikel merupakan strategis karena memiliki sifat lunak, kuat, tahan benturan,
ulet, dan memiliki aplikasi yang cukup luas seperti pada stainless steel,
produksi logam non-ferrous, electroplating, industri kimia, pesawat terbang,
dan industri militer. Sekitar 70% bijih pembawa nikel di dunia umumnya
berada dalam bentuk oksida laterit.
Gambar 5
Ilustrasi Endapan Laterit, Komposisi Kimia, dan Jalur Ekstraksinya
Gambar 6
IUP OP dan Smelter yang Telah Beroperasi tahun 2020
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki cadangan nikel
terbesar di dunia. Cadangan sekitar 12 % cadangan nikel dunia terdapat di
Indonesia dalam bentuk bijih nikel laterit. Nikel laterit umumnya digunakan
pada zona saprolit sedangkan pada zona limonit belum dapat diproses secara
langsung karena berkadar rendah dan tidak ekonomis. Umumnya bijih nikel
dengan zona limonit banyak terdapat di Indonesia bagian Timur sekitar
Pulau Sulawesi khususnya di Sulawesi Tenggara.
Gambar 7
Sebaran Sumber Daya Nikel di Indonesia
Gambar 9
Proses Produksi Nikel secara Umum
Gambar 10
Grafik Perkembangan Pembangunan Fasilitas Pemurnian Nikel
Gambar 11
Profil Endapan Bijih Nikel dan Mineral Asosiasinya
MINERALOGI NIKEL
Bijih nikel terdiri atas Ni-sulfida (nickel sulphides) dan Ni-laterit (nickel
laterites). Mineral Ni-Sulfida umumnya terbentuk secara primer dan
berasosiasi dengan batuan mafik dan ultramafik (piroksenit, harzburgit, dan
dunit). Endapan bijih nikel ini juga terjadi bersama-sama bijih kromit (Cr)
dan Platinum Group Metals (PGM), sedangkan Ni-laterit merupakan bentuk
sekunder endapan Ni-sulfida. Laterisasi adalah proses pelapukan batuan
secara kimiawi yang berlangsung dalam waktu lama pada kondisi iklim
basah. Prosesnya melibatkan penguraian mineral induk atau primer yang
tidak stabil pada kondisi lingkungan basah dan pelepasan unsur-unsur
kimianya ke dalam air tanah. Komponen yang tidak terurai membentuk
mineral baru yang stabil pada kondisi lingkungan tersebut.
Ni-laterit adalah hasil laterisasi batuan ultramafik yang mengandung nikel
seperti peridotit dan serpentinit. Hal ini dapat berlangsung karena adanya air
permukaan yang bersifat asam sehingga dapat melarutkan nikel, magnesium
dan silikon yang terkandung dalam batuan dasar. Berbeda dengan Ni-sulfida
yang ditemukan pada kedalaman ratusan meter di bawah permukaan tanah,
Ni-laterit terdapat pada kedalaman yang relatif lebih dangkal, yaitu sekitar
15–20 meter di bawah permukaan tanah. Endapan Ni-laterit cenderung
berkadar rendah dengan jumlah yang melimpah.
1. (2) (3)
Gambar 12
Batuan Ultrabasa Pembawa Nikel (1) Gabro, (2) Basalt, (3) Peridotit
Secara horizontal penyebaran nikel tergantung kepada arah aliran air tanah
dan bentang alam. Air tanah di zona pelindian mengalir dari pegunungan ke
arah lereng sambil membawa unsur Ni, Mg, dan Si. Berdasarkan cara
terjadinya, endapan nikel dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu
endapan bijih Ni-sulfida (primer) dan Ni-laterit (sekunder). Proses
pembentukan Ni-laterit merupakan proses dekomposisi sekunder endapan
Ni-sulfida yang diawali dari pelapukan batuan ultrabasa seperti harzburgit,
dunit, dan piroksenit. Dalam deret Bowen, batuan ini banyak mengandung
olivin, piroksen, magnesium silikat dan besi. Mineral-mineral tersebut tidak
stabil dan mudah mengalami pelapukan. Media transportasi nikel yang
terpenting adalah air. Air tanah kaya CO2 berasal dari udara dan tumbuhan
akan menguraikan mineral yang terkandung dalam batuan ultrabasa
tersebut. Kandungan olivin, piroksin, magnesium silikat, besi, nikel dan
silika akan terurai dan membentuk suatu larutan. Endapan ini akan
terakumulasi dekat ke permukaan tanah, sedangkan magnesium, nikel dan
silikon akan tetap tertinggal di dalam larutan dan bergerak turun selama
suplai air yang masuk ke dalam tanah terus berlangsung. Rangkaian proses
ini merupakan proses pelapukan dan pelindian. Unsur Ni merupakan unsur
tambahan di dalam batuan ultrabasa. Sebelum proses pelindian berlangsung,
unsur Ni berada dalam ikatan kelompok silikat terutama olivin dan
serpentin. Rumus kimia kelompok silikat adalah M2-3SiO2O5(OH)4, dengan
variabel M merupakan unsur-unsur seperti Cr, Mg, Fe, Ni, Al, Zn atau Mn
atau dapat juga merupakan kombinasinya. Adanya suplai air yang mengalir
melalui kekar akan membawa nikel turun ke bawah dan lambat laun akan
terkumpul di zona permeabel yang tidak dapat menembus batuan induk.
Apabila proses ini berlangsung terus menerus, maka akan terjadi proses
pengayaan supergen yang berada di zona saprolit. Dalam satu penampang
vertikal profil laterit dapat terbentuk zona pengayaan lebih dari satu karena
muka air tanah yang selalu berubah-ubah akibat perubahan musim. Di
bawah zona pengayaan supergen terdapat zona mineralisasi primer yang
tidak terpengaruh oleh proses oksidasi maupun pelindian, yang sering
disebut sebagai zona hipogen. Zona pelapukan kimiawi yang kaya akan
bijih nikel berada pada zona saprolit. Bijih nikel tidak hanya berasosiasi
dengan garnierit, tapi Ni juga dapat mensubstitusi Fe dan Mg pada mineral
silikat, khususnya serpentinit. Komposisi kimia dari mineral-mineral mafik
BIJIH NIKEL
Di Indonesia terdapat dua macam deposit bijih nikel, yaitu laterit (oksida)
dan sulfida. Mayoritas endapan deposit nikel, yakni sebanyak 60% adalah
berupa endapan laterit dan sisanya, sebanyak 40% berupa endapan sulfida.
Dari 60% endapan laterit tersebut hanya 70% saja yang bisa ditambang dan
dari 70% itu hanya sebesar 40% bijih laterit saja yang diproduksi untuk
membuat nikel. Laterit banyak diproduksi sebagai ferronickel yang
digunakan untuk membuat stainless steel.
Beberapa bijih laterit juga biasa digunakan untuk membuat nickel-melting
grade dan nikel matte dan akan dilakukan pemurnian untuk memproduksi
nikel dengan kadar/ kemurnian yang tinggi.
Nikel Laterit :
Limonit ;
o Atmospheric Acid Leaching (AAL) / Heap Leaching (HL). Reagen
yang digunakan adalah asam sulfat dengan hasil berupa MHP atau
MSP)
o High Pressure Acid Leaching (HPAL). Reagen yang digunakan
adalah asam sulfat dengan proses bertekanan tinggi dengan hasil
berupa MHP atau MSP.
o Caron Process. Hasilnya berupa sinter oksida (NiO) dengan kadar
nikel sebesar 75-78% kemudian dimurnikan hingga menghasilkan
briket Nikel dengan kemurnian >97%
Saprolit ;
o Rotary Kiln - Electrical Furnace (RKEF). Menggunakan jalur
pirometalurgi dan didapatkan Ni matte dengan kemurnian sebesar
78% Ni
o RKEF dengan produk berupa ferronickel dengan kandungan Ni
sebesar 15-40%
o Blast Furnace_RKEF dengan produk berupa nickel pig iron dengan
kandungan Ni sebesar 8-15% yang digunakan sebagai bahan untuk
industri baja tahan karat.
Pada zona saprolit, nikel berikatan dengan asosiasi mineral seperti hydrous
magnesium atau biasa dikenal sebagai serpentin (((Mg,Fe)3Si2O5(OH)4)),
klorit ((Mg,Fe)3(Si,Al)4O10), sepiolit, dan garnierit. Pada zona clay terdapat
banyak kalsium, natrium, magnesium, besi, dan aluminium atau biasa
dikenal sebagai smectites dimana terdapat nikel paling sedikit. Sedangkan
nikel pada zona limonit dapat ditemukan bersama mineral asosiasinya
berupa besi oksida seperti hematit dan goethite. Zona saprolit dan limonit
dapat ditemukan nikel dengan kandungan yang paling tinggi dari zona
lainnya yang berkisar pada rentang 1,5-3% dan 1,2-1,7%. Untuk itu, proses
penambangan bijih nikel biasanya difokuskan pada kedua zona ini, yakni
saprolit dan limonit karena keekonomisannya.
Gambar 14
Potensi Logam Tanah Jarang (REE) pada Bijih Nikel
Gambar 15
Pembagian Zona Laterit beserta Komposisi Mineral dan Logamnya
Pada lapisan limonit kandungan mineral asosiasi yang paling besar adalah
mineral besi dan dengan kandungan MgO yang rendah. Satu kelompok
mineral tersebut adalah limonit atau besi oksida hidrat dengan rumus kimia
FeO(OH).nH2O. Pada saat pembentukannya, mineral tersebut mengalami
pelapukan, yakni ada sebagian besi yang teroksidasi sehingga terdapat
banyak ruang-ruang kosong pada sistemm kristalnya. Pada saat itu terjadi,
nikel yang awalnya terlarut dalam air tanah mengisi ruang-ruang tersebut
sehingga terbentuklah bijih nikel limonit dengan unsur pengotor utama
berupa besi yang biasa dikenal sebagai goethite dengan rumus kimia
(Fe,Ni)OOH. Lapisan smectite clay, seperti non-tronite, bisa ditemukan di
beberapa deposit, seperti contohnya di Murrin Barat Australia.
Ada dua rute utama dalam pengolahan bijih laterit, yaitu peleburan
(smelting) untuk memproduksi ferronickel, dan pelindian (leaching) untuk
memproduksi logam nikel murni. Kadar besi (Fe) dalam bijih limonit dan
smectite terlalu tinggi untuk dilakukan peleburan yang ekonomis, sedangkan
kadar MgO di bijih saprolit juga terlalu tinggi untuk dilakukan pelindian
yang ekonomis. Oleh karen itu, pemilihan metode ekstraksi harus
disesuaikan pada jenis bijih yang akan diolah.
Gambar 16
Gambaran Singkat Proses Ekstraksi Nikel
Gambar 17
Flowsheet Ekstraksi Nikel Saprolit menjadi Nikel Matte
Gambar 17
Flowsheet Ekstraksi Nikel Limonit menjadi Nikel Sulfat