Anda di halaman 1dari 22

CATATAN METALURGI NON-FERROUS PERT.

SISTEM PERIODIK UNSUR


 Tabel periodik unsur adalah suatu bentuk tabel yang berisi susunan unsur-
unsur kimia berdasarkan nomor-nomor atom yang dimilikinya. Nomor atom
yang tersusun tersebut berisi sejumlah proton dalam konfigurasi elektron
tertentu dengan kesamaan sifat yang dimiliki undur kimia.
 Berdasarkan susunan sistem periodik unsur, dapat diketahui bahwa 80%
komposisi unsur yang tertulis di tabel periodik tersebut adalah logam, baik
itu logam murni maupun logam transisi. Logam dapat dicirikan mempunyai
warna yang mengkilat, dapat mengahantarkan panas, dan konduktor yang
baik untuk listrik. Sebagai seorang metallurgist, tantangan besar
kedepannya adalah bagaimana cara mengekstrak semua logam tersebut
dengan ekonomis dan dapat diaplikasikan untuk industri, baik hulu maupun
hilir.
 Selain logam, sistem periodik unsur juga terdiri dari 15% persen non-logam
dan sisanya sebanyak 5% adalah metaloid. Unsur non-logam dapat
diaplikasikan untuk industri otomotif dan polimer yang dimanfaatkan
karena sifatnya yang lemah dalam menghantarkan listrik maupun panas.
Sedangkan unsur metaloid adalah unsur yang berada diantara unsur logam
dan non-logam yang biasnaya memiliki sifat diantara keduanya.
 Keberadaan semua unsur dalam sistem periodik unsur dapat dimanfaatkan
semaksimal mungkin untuk kebutuhan manusia dan penggerak roda industri
di dunia. Namun, dewasa ini masih sedikit ditemukan cara yang efektif
untuk mengekstrak semua logam dan unsur-unsur terkait. Harapannya
kedepan sebagai seorang metallurgist dapat memaksimalkan potensi sumber
daya mineral dan logam yang ada di dunia. Sehingga dapat meningkatkan
kemakmuran dan kesejahteraan manusia hingga taraf yang paling tinggi.
Selain itu, juga dapat menggerakkan roda perekonomian dengan baik.
Gambar 1
Sistem Periodik Unsur

LOGAM YANG BANYAK DI PRODUKSI DI INDONESIA


 Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak tambang mineral yang
harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Pemanfaatan pada bahan
tambang masih belum optimal karena adanya kendala pada teknologinya
dan kurangnya pabrik pemurnian tambang mineral sehingga
menguntungkan pihak asing memperoleh nilai tambah yang lebih besar
yang dimana beberapa produk dari tambang mineral telah masuk dalam
komoditas yang diekspor dalam bentuk bijih meliputi nikel, bauksit dan
konsentrat tembaga. Hal ini dapat dibuktikan bahwa Indonesia berhasil
masuk 10 besar negara industri manufaktur terbesar di dunia dan mampu
melampaui negara industri lainnya seperti Inggris, Rusia dan Kanada
(International Yearbook of Industrial Statistic, 2016).
 Dampak dari perdagangan internasional adalah akan terjadi hubungan antar
dua negara yang dimana saling menguntungkan dalam menentukan harga.
Pengaruh perekonomian dunia memang mendominasi pengaruh kenaikan
dan penurunan dari harga komoditi ekspor tembaga di pasaran internasional
maka perlu dilakukan usaha disverifikasi pasar ekspor sehingga berdampak
pada volume dan nilai ekspor terus mengalami peningkatan

 BESI-BAJA
Bijih besi dari tambang biasanya masih tercampur dengan pasir, tanah liat,
dan batuan lainnya. Untuk kelancaran pengolahan, bongkahan bijih tersebut
dilakukan reduksi ukuran lalu dilakukan proses konsentrasi dengan
magnetic separator untuk memisahkan konsentrat besi dan pengotornya.
Proses ini biasanya dilakukan dengan cara basah untuk menghindari partikel
bijih beterbangan. Selanjutnya konsentrat tersebut dilakukan pengeringan
hingga didapatkan konsentrat dengan kadar moisture <3% lalu masuk ke
tungku peleburan. Tungku yang digunakan adalah tunggu tiup atau blast
furnace yang menggunakan prinsip reduksi bertingkat dengan umpan
berupa konsentrat besi, kokas, dan fluks berupa silika. Produk yang
dihasilkan berupa besi cor.
Besi cor tersebut merupakan produk setengah jadi yang selanjutnya akan
dilakukan hilirisasi dengan cara dibuat menjadi produk jadi, seperti kawat
baja, baja konstruksi, dan lembaran baja. Hilirisasi ini dilakukan selain
untuk meningkatkan nilai tambah pada produk pertambangan, juga untuk
menggerakkan roda perekonomian yang dewasa ini bertumpu pada industri
logam. Harapannya dengan dilakukannya hilirisasi pada segala bidang,
industri logam di Indonesia dapat bersaing di taraf Internasional sehingga
kemakmuran masyarakat dapat tercapai.

Gambar 2
Pohon Industri Besi Baja
 TEMBAGA
Tembaga adalah jenis logam utama dan salah satu elemen paling penting
yang banyak digunakan oleh manusia. Logam tembaga sudah dikenal sejak
dahulu, bahkan tembaga termasuk ke dalam salah satu logam tertua yang
telah ditemukan sejak 10.000 tahun yang lalu. Penggunaan tembaga sebagai
bahan campuran perunggu pun telah dilakukan setidaknya mulai tahun 3000
sebelum masehi. Tembaga ditemukan dalam bentuk bijih yang tersebar
hampir di seluruh dunia. Saat ini penggunaan tembaga sudah semakin luas.
Tembaga dapat digunakan untuk alat elektronik, pembangkit listrik dan
transmisi, otomotif, hingga alat-alat antimikroba.
Gambar 3
Pohon Industri Tembaga
 ALUMINIUM
Aluminium merupakan unsur dengan kelimpahan yang berada di urutan
ketiga dalam kerak bumi. Aluminium ini terletak pada mineral
aluminosilikat yang berasal dari batuan kulit bumi. Batuan ini membentuk
lempung akibat perubahan alam dan lempung itu mengandung aluminium.
Lempung ini menghasilkan deposit bauksit yang merupakan bijih
aluminium. Aluminium diekstraksi dari bijih bauksit dengan menggunakan
proses Bayer menghasilkan kristal-kristal alumina yang kemudian
dilanjutkan dengan proses Hall-Heroultz untuk didapatkan logam
aluminium murni. Produk sampingan dari proses Bayer adalah berupa
lumpur merah (red mud) yang banyak mengandung besi, magnesium,
mangan, hingga logam tanah jarang. Aluminium banyak dimanfaatkan
untuk industri pesawat dan peralatan dapur karena sifatnya yang ringan dan
tahan terhadap korosi.

Gambar 4
Pohon Industri Aluminium
NIKEL
 Nikel merupakan strategis karena memiliki sifat lunak, kuat, tahan benturan,
ulet, dan memiliki aplikasi yang cukup luas seperti pada stainless steel,
produksi logam non-ferrous, electroplating, industri kimia, pesawat terbang,
dan industri militer. Sekitar 70% bijih pembawa nikel di dunia umumnya
berada dalam bentuk oksida laterit.

Gambar 5
Ilustrasi Endapan Laterit, Komposisi Kimia, dan Jalur Ekstraksinya

 Berdasarkan laporan U.S. Geological Survey (USGS) tahun 2021, total


sumber daya nikel dunia adalah sekitar 300 juta ton nikel, di mana 60%
berupa deposit laterit dan 40% berupa deposit sulfida. Total cadangan dunia
dilaporkan sejumlah 94 juta ton nikel dengan jumlah cadangan terbesar
berada di Indonesia. Jumlah tersebut merupakan suatu keberkahan bagi
masyarakat Indonesia karena dengan mempunyai cadangan sumber daya
mineral sebanyak itu pastinya dapat digunakan untuk meningkatkan
kemakmuran rakyat. Selain itu, penyerapan tenaga kerja akan semakin
meningkat sejalan dengan semakin abnyaknya kegiatan pertambangan dan
ekstraksi nikel di Indonesia.
 USGS pada tahun 2021 juga melaporkan total sumber daya dan cadangan
kobalt dunia sebesar 25 juta ton kobalt dan 7,1 juta ton kobalt. Di Indonesia,
nikel dan kobalt secara dominan terdapat dalam endapan laterit. Ilustrasi
lapisan endapan laterit, rentang komposisi kimia tiap lapisan, dan
korelasinya dengan jalur proses pengolahannya dirangkum pada tabel di
bawah ini. Deposit nikel laterit di Indonesia tersebar di Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Halmahera, dan Papua.

Gambar 6
IUP OP dan Smelter yang Telah Beroperasi tahun 2020

 Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki cadangan nikel
terbesar di dunia. Cadangan sekitar 12 % cadangan nikel dunia terdapat di
Indonesia dalam bentuk bijih nikel laterit. Nikel laterit umumnya digunakan
pada zona saprolit sedangkan pada zona limonit belum dapat diproses secara
langsung karena berkadar rendah dan tidak ekonomis. Umumnya bijih nikel
dengan zona limonit banyak terdapat di Indonesia bagian Timur sekitar
Pulau Sulawesi khususnya di Sulawesi Tenggara.
Gambar 7
Sebaran Sumber Daya Nikel di Indonesia

 Indonesia merupakan negara yang memiliki cadangan nikel nomor 1 di


dunia. Dalam hal ini, Indonesia memiliki peran yang sangat penting dalam
penyediaan bahan baku nikel secara internasional untuk bahan baku
berbagai industri hilir. Untuk menjawab tantangan tersebut, negara kita
melalui Kementerian ESDM mengatur regulasi tentang hilirisasi
pertambangan nikel di Indonesia sehingga peningkatan nilai tambah
produksi nikel dapat naik. Dalam regulasi tersebut diatur bahwa nikel baru
bisa di ekspor ke luar negeri minimal dalam bentuk produk setengah jadi,
yakni ferronickel, MHP, MSP, dan produk sejenisnya. Produksi tersebut
dilakukan melalui jalur pirometalurgi maupun hidrometalurgi. Pada jalur
pirometalurgi, bijih yang diolah adalah bijih nikel laterit dengan jenis
saprolit, yaitu bijih laterit dengan kandungan Mg tinggi. Sedangkan pada
jalur hidrometalurgi, bijih yang diolah adalah bijih nikel laterit dengan jenis
limonit, yaitu bijih laterit dengan kandungan Fe yang tinggi.
Gambar 8
Produksi Nikel Dunia Didominasi untuk Pembuatan Stainless Steel

 Fun Fact terkait Nikel :


 Di negara AS, Inggris, dan Eropa Nikel digunakan sebagai koin
 Pertumbuhan kebutuhan Nikel disebabkan karena kebutuhan akan
baterai listrik
 Nikel bersifat magnetis pada suhu kamar dan sepenuhnya dapat di
daur ulang
 Nikel adalah unsur paling berlimpah kedua di inti bumi setelah besi

Gambar 9
Proses Produksi Nikel secara Umum
Gambar 10
Grafik Perkembangan Pembangunan Fasilitas Pemurnian Nikel

 Indonesia memiliki keunggulan dibandingkan negara lain karena


karakteristik limonit di Indonesia juga memiliki kandungan kobalt, sehingga
dalam proses penambangan bijih nikel kadar rendah (limonit) juga akan
memperoleh logam kobalt di dalamnya. Selain itu, bijih nikel limonit juga
mengandung logam ikutan lainnya berupa aluminium, silikon, magnesium,
besi, hingga skandium. Bahkan tak jarang juga ditemukan logam tanah
jarang yang apabila kita bisa mengekstraknya akan mendapatkan
keuntungan yang sangat besar. Logam skandium juga demikian, logam ini
bahkan lebih mahal dari nikel meskipun kandungannya hanya sedikit.
Sebagai seorang metallurgist hal ini dapat menjadi tantangan tersendiri
untuk keberlanjutan proses pengembangan ilmu metalurgi, sehingga dengan
hal tersebut kita dapat memaksimalkan perolehan logam berharga dengan
menggunakan cara yang paling optimal.
 Pada tahun 2025 diharapkan pembangunan pabrik pengolahan logam,
terutama nikel, dapat sudah mulai beroperasi dan melakukan produksi
logam nikel dari bijih limonit yang menghasilkan nikel murni maupun dari
bijih saprolit yang menghasilkan ferronickel, nikel matte, dan sejenisnya.
Dari hal tersebut dapat membuka peluang kerja bagi lulusan sarjana Teknik
Metalurgi dan untuk jurusan lainnya yang terkait, sehingga dapat
meningkatkan lapangan pekerjaan dan penyerapan tenaga kerja semakin
baik.

Gambar 11
Profil Endapan Bijih Nikel dan Mineral Asosiasinya

MINERALOGI NIKEL
 Bijih nikel terdiri atas Ni-sulfida (nickel sulphides) dan Ni-laterit (nickel
laterites). Mineral Ni-Sulfida umumnya terbentuk secara primer dan
berasosiasi dengan batuan mafik dan ultramafik (piroksenit, harzburgit, dan
dunit). Endapan bijih nikel ini juga terjadi bersama-sama bijih kromit (Cr)
dan Platinum Group Metals (PGM), sedangkan Ni-laterit merupakan bentuk
sekunder endapan Ni-sulfida. Laterisasi adalah proses pelapukan batuan
secara kimiawi yang berlangsung dalam waktu lama pada kondisi iklim
basah. Prosesnya melibatkan penguraian mineral induk atau primer yang
tidak stabil pada kondisi lingkungan basah dan pelepasan unsur-unsur
kimianya ke dalam air tanah. Komponen yang tidak terurai membentuk
mineral baru yang stabil pada kondisi lingkungan tersebut.
 Ni-laterit adalah hasil laterisasi batuan ultramafik yang mengandung nikel
seperti peridotit dan serpentinit. Hal ini dapat berlangsung karena adanya air
permukaan yang bersifat asam sehingga dapat melarutkan nikel, magnesium
dan silikon yang terkandung dalam batuan dasar. Berbeda dengan Ni-sulfida
yang ditemukan pada kedalaman ratusan meter di bawah permukaan tanah,
Ni-laterit terdapat pada kedalaman yang relatif lebih dangkal, yaitu sekitar
15–20 meter di bawah permukaan tanah. Endapan Ni-laterit cenderung
berkadar rendah dengan jumlah yang melimpah.

1. (2) (3)
Gambar 12
Batuan Ultrabasa Pembawa Nikel (1) Gabro, (2) Basalt, (3) Peridotit

 Secara horizontal penyebaran nikel tergantung kepada arah aliran air tanah
dan bentang alam. Air tanah di zona pelindian mengalir dari pegunungan ke
arah lereng sambil membawa unsur Ni, Mg, dan Si. Berdasarkan cara
terjadinya, endapan nikel dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu
endapan bijih Ni-sulfida (primer) dan Ni-laterit (sekunder). Proses
pembentukan Ni-laterit merupakan proses dekomposisi sekunder endapan
Ni-sulfida yang diawali dari pelapukan batuan ultrabasa seperti harzburgit,
dunit, dan piroksenit. Dalam deret Bowen, batuan ini banyak mengandung
olivin, piroksen, magnesium silikat dan besi. Mineral-mineral tersebut tidak
stabil dan mudah mengalami pelapukan. Media transportasi nikel yang
terpenting adalah air. Air tanah kaya CO2 berasal dari udara dan tumbuhan
akan menguraikan mineral yang terkandung dalam batuan ultrabasa
tersebut. Kandungan olivin, piroksin, magnesium silikat, besi, nikel dan
silika akan terurai dan membentuk suatu larutan. Endapan ini akan
terakumulasi dekat ke permukaan tanah, sedangkan magnesium, nikel dan
silikon akan tetap tertinggal di dalam larutan dan bergerak turun selama
suplai air yang masuk ke dalam tanah terus berlangsung. Rangkaian proses
ini merupakan proses pelapukan dan pelindian. Unsur Ni merupakan unsur
tambahan di dalam batuan ultrabasa. Sebelum proses pelindian berlangsung,
unsur Ni berada dalam ikatan kelompok silikat terutama olivin dan
serpentin. Rumus kimia kelompok silikat adalah M2-3SiO2O5(OH)4, dengan
variabel M merupakan unsur-unsur seperti Cr, Mg, Fe, Ni, Al, Zn atau Mn
atau dapat juga merupakan kombinasinya. Adanya suplai air yang mengalir
melalui kekar akan membawa nikel turun ke bawah dan lambat laun akan
terkumpul di zona permeabel yang tidak dapat menembus batuan induk.
Apabila proses ini berlangsung terus menerus, maka akan terjadi proses
pengayaan supergen yang berada di zona saprolit. Dalam satu penampang
vertikal profil laterit dapat terbentuk zona pengayaan lebih dari satu karena
muka air tanah yang selalu berubah-ubah akibat perubahan musim. Di
bawah zona pengayaan supergen terdapat zona mineralisasi primer yang
tidak terpengaruh oleh proses oksidasi maupun pelindian, yang sering
disebut sebagai zona hipogen. Zona pelapukan kimiawi yang kaya akan
bijih nikel berada pada zona saprolit. Bijih nikel tidak hanya berasosiasi
dengan garnierit, tapi Ni juga dapat mensubstitusi Fe dan Mg pada mineral
silikat, khususnya serpentinit. Komposisi kimia dari mineral-mineral mafik

(olivin) dalam Iherzolit yang mengandung Ni dan Cr misalnya pada


endapan Nilaterit Soroako, Sulawesi Selatan.
Gambar 13
Profil Endapan Laterit dan Komposisinya di Sorowako
 Berdasarkan tipe mineral yang dominan, bijih nikel laterit di dunia dapat
diklasifikasikan menjadi 3 tipe, antara lain :
1. Laterit oksida (oxide laterite)
Laterit oksida merupakan produk yang paling umum dalam proses
laterisasi. Ciri khas cari endapan ini adalah mengandung banyak besi
hidroksida di agian atas lapisan bijihnya.
2. Laterit lempung (clay laterite)
Laterit jenis ini merupakan endapan yang banyak mengandung
mineral clay seperti alumina dan magnesia. Bijih jenis ini akan sangat
susah untuk dilakukan proses pengolahan dengan jalur hidrometalurgi
karena kandungan mineral clay-nya. Konsentrasi clay yang besar akan
menyebabkan viskositas larutan pelindian menjadi tinggi yang
menyebabkan reagen akan dimakan oleh clay tersebut.
3. Laterit silikat
Laterit silikat terbentuk pada bagian yang lebih dalam dan bisa saja
ditemukan dalam keadaan terlapisi laterit oksida. Ciri umum dari jenis
ini adalah asosiasi mineral silika dalam jumlah yang besar dan
terdapat pada kedalaman yang paling tinggi.

BIJIH NIKEL
 Di Indonesia terdapat dua macam deposit bijih nikel, yaitu laterit (oksida)
dan sulfida. Mayoritas endapan deposit nikel, yakni sebanyak 60% adalah
berupa endapan laterit dan sisanya, sebanyak 40% berupa endapan sulfida.
 Dari 60% endapan laterit tersebut hanya 70% saja yang bisa ditambang dan
dari 70% itu hanya sebesar 40% bijih laterit saja yang diproduksi untuk
membuat nikel. Laterit banyak diproduksi sebagai ferronickel yang
digunakan untuk membuat stainless steel.
 Beberapa bijih laterit juga biasa digunakan untuk membuat nickel-melting
grade dan nikel matte dan akan dilakukan pemurnian untuk memproduksi
nikel dengan kadar/ kemurnian yang tinggi.

 Nikel Laterit :
 Limonit ;
o Atmospheric Acid Leaching (AAL) / Heap Leaching (HL). Reagen
yang digunakan adalah asam sulfat dengan hasil berupa MHP atau
MSP)
o High Pressure Acid Leaching (HPAL). Reagen yang digunakan
adalah asam sulfat dengan proses bertekanan tinggi dengan hasil
berupa MHP atau MSP.
o Caron Process. Hasilnya berupa sinter oksida (NiO) dengan kadar
nikel sebesar 75-78% kemudian dimurnikan hingga menghasilkan
briket Nikel dengan kemurnian >97%
 Saprolit ;
o Rotary Kiln - Electrical Furnace (RKEF). Menggunakan jalur
pirometalurgi dan didapatkan Ni matte dengan kemurnian sebesar
78% Ni
o RKEF dengan produk berupa ferronickel dengan kandungan Ni
sebesar 15-40%
o Blast Furnace_RKEF dengan produk berupa nickel pig iron dengan
kandungan Ni sebesar 8-15% yang digunakan sebagai bahan untuk
industri baja tahan karat.
 Pada zona saprolit, nikel berikatan dengan asosiasi mineral seperti hydrous
magnesium atau biasa dikenal sebagai serpentin (((Mg,Fe)3Si2O5(OH)4)),
klorit ((Mg,Fe)3(Si,Al)4O10), sepiolit, dan garnierit. Pada zona clay terdapat
banyak kalsium, natrium, magnesium, besi, dan aluminium atau biasa
dikenal sebagai smectites dimana terdapat nikel paling sedikit. Sedangkan
nikel pada zona limonit dapat ditemukan bersama mineral asosiasinya
berupa besi oksida seperti hematit dan goethite. Zona saprolit dan limonit
dapat ditemukan nikel dengan kandungan yang paling tinggi dari zona
lainnya yang berkisar pada rentang 1,5-3% dan 1,2-1,7%. Untuk itu, proses
penambangan bijih nikel biasanya difokuskan pada kedua zona ini, yakni
saprolit dan limonit karena keekonomisannya.

Gambar 14
Potensi Logam Tanah Jarang (REE) pada Bijih Nikel

EKSTRAKSI NIKEL DAN KOBALT DARI BIJIH LATERIT


 Bijih laterit (oksida) banyak ditemukan di negara-negara tropis dan
ditambang untuk diambil logam nikel dan kobalt seperti yang ditemukan di
Indonesia, Filipina, dan Kuba. Sedangkan bijih sulfida banyak ditemukan di
Kanada dan di utara Siberia. Dalam hal ini, baik bijih laterit maupun sulfida
bisa dikatakan ekonomis untuk ditambang dan diolah apabila bijih tersebut
mempunyai konsentrasi rata-rata nikel 1,3% dan kobalt 0,1%.
 Bijih laterit terdapat di lapisan paling atas di dekat permukaan tanah,
sehingga metode penambangan paling cocok yang dilakukan adalah dengan
menggunakan metode surface mining.
 Terdapat tiga lapisan profil bijih pembawa nikel yang diidentifikasi sebagai
berikut :
a. Limonite ; bijih nikel limonit ini terletak pada lapisan paling atas dekat
dengan permukaan tanah. Penambangan bijih tipe ini dapat
memaksimalkan efisiensi penambangan karena letak bijih ini tidak
terlalu dangkal dan dapat menghemat biaya penambangan.
b. Smectite ; adalah batas antara zona limonit dan saprolit yang bisanya
diidentifikasi sebagai zona transisi bijih.
c. Saprolite ; terletak di bawah zona limonit dan smectite yang ditandai
dengan banyaknya kandungan mineral clay dan konsentrasi nikel di
zona ini merupakan yang paling tinggi dari zona-zona diatas maupun
dibawahnya.

Gambar 15
Pembagian Zona Laterit beserta Komposisi Mineral dan Logamnya

 Pada lapisan limonit kandungan mineral asosiasi yang paling besar adalah
mineral besi dan dengan kandungan MgO yang rendah. Satu kelompok
mineral tersebut adalah limonit atau besi oksida hidrat dengan rumus kimia
FeO(OH).nH2O. Pada saat pembentukannya, mineral tersebut mengalami
pelapukan, yakni ada sebagian besi yang teroksidasi sehingga terdapat
banyak ruang-ruang kosong pada sistemm kristalnya. Pada saat itu terjadi,
nikel yang awalnya terlarut dalam air tanah mengisi ruang-ruang tersebut
sehingga terbentuklah bijih nikel limonit dengan unsur pengotor utama
berupa besi yang biasa dikenal sebagai goethite dengan rumus kimia
(Fe,Ni)OOH. Lapisan smectite clay, seperti non-tronite, bisa ditemukan di
beberapa deposit, seperti contohnya di Murrin Barat Australia.
 Ada dua rute utama dalam pengolahan bijih laterit, yaitu peleburan
(smelting) untuk memproduksi ferronickel, dan pelindian (leaching) untuk
memproduksi logam nikel murni. Kadar besi (Fe) dalam bijih limonit dan
smectite terlalu tinggi untuk dilakukan peleburan yang ekonomis, sedangkan

kadar MgO di bijih saprolit juga terlalu tinggi untuk dilakukan pelindian
yang ekonomis. Oleh karen itu, pemilihan metode ekstraksi harus
disesuaikan pada jenis bijih yang akan diolah.
Gambar 16
Gambaran Singkat Proses Ekstraksi Nikel

 Pada bijih limonit kandungan mineral utama adalah goethite (α-FeOOH)


dan hematit (Fe2O3) dengan kandungan besi sektar 40-50%. Nikel sebagian
besar terdapat dalam bentuk larutan padat (solid solution) bersama besi. Hal
ini menyebabkan untuk melarutkan nikel harus dilakukan bersamaan dengan
pelarutan besi, sehingga besi harus dipresipitasi pada tahap pelindian
ataupun pada tahap berikutnya. Namun, dengan menggunakan metode
ekstraksi HPAL pada suhu dan tekanan tertentu dapat dilakukan pelarutan
emas tanpa atau seminimal mungkin melarutkan besi, sehingga proses yang
dilakukan dapat menghasilkan larutan kaya yang mengandung konsentrasi
besi dalam jumlah yang relatif sangat kecil.
 Pada bijih saprolit nikel berada pada mineral serpentin dan mensubstitusi
Mg sehingga proses pelarutan nikel pada asam sulfat akan melibatkan
pelarutan Mg. Bijih ini mengandung banyak magnesium dan unsur-unsur
basa. Tingginya kadar MgO kurang sesuai untuk dilakukan proses ekstraksi
dengan menggunakan pelindian dalam larutan asam karena akan
menyebabkan konsumsi reagen meningkat. Baik saprolit maupun limonit
terdapat lapisan transisi yang emngandung banyak magnesium (10-20%
Mg) dan besi yang dikenal sebagai serpentin.
 Adapun metode ekstraksi untuk bijih saprolit adalah menggunakan jalur
pirometalurgi dengan kadar awal 1,5-2,5% Ni dan besi yang rendah dimana
akan dibuat menjadi ferronickel yang mengandung 20-40% Ni dan 80-90%
Fe. Produk ferronickel ini nantinya akan menjadi bahan utama dalam
pembuatan stainless steel dan paduan logam lainnya. Pada produk ini
terdapat kandungan kobalt dengan kadar yang relatif rendah dimana tidak
akan diolah lebih lanjut karena kurang ekonomis.

Gambar 17
Flowsheet Ekstraksi Nikel Saprolit menjadi Nikel Matte

 Adapun metode ekstraksi untuk bijih limonit adalah dengan menggunakan


jalur hidrometalurgi dengan reagen berupa asam sulfat panas pada
temperatur 250oC dan tekanan sebesar 40 bar. Proses ini dinamakan HPAL
(High Pressure Acid Leaching) dengan alat berupa autoclave. Umpan yang
digunakan pada proses ini haruslah mempunyai kadar magnesium yang
sangat rendah, karena salah satu faktor pengendali laju kinetika pelindian
nikel adalah keberadaan magnesium. Pada prosesnya, nikel dan kobalt akan
terlindi menjadi larutan kaya dan akan di-recovery dengan mengikuti
tahapan berikut :
 Pemisahan fase solid-liquid larutan hasil leaching menggunakan CCD
yang kemudian didapatkan pregnant leach solution (PLS) yang
mengandung nikel dan kobalt dengan konsentrasi rendah.
 Pemurnian larutan hasil leaching dengan menggunakan metode
ekstraksi pelarut (solvent extraction) untuk meningkatkan kadar nikel
dan kobalt di dalam larutan PLS dan untuk mengurangi kadar
pengotor berupa base metal sehingga didapatkan larutan dengan
tingkat kemurnian yang tinggi. Proses ini dilakukan untuk
memudahkan proses selanjutnya.
 Recovery atau pengambilan kembali logam berharga dari larutan PLS
dengan menggunakan presipitasi gas hidrogen yang didapatkan
produk dengan kandungan Ni 55%, Co 5%, dan S 40% atau dengan
menggunakan electrowinning yang memanfaatkan keelektronegatifan
logam sehingga dapat diperoleh logam Ni dan Co dengan kemurnian
mencapai 99,9%.
 Selain untuk memproduksi logam murni, proses HPAL juga dapat
digunakan untuk memproduksi Nikel Sulfat dan Cobalt Sulfat untuk
kemudian digunakan sebagai bahan baku industri selanjutnya. Namun, saat
ini sedang ramainya digencarkan pembuatan baterai listrik yang terbuat dari
Lithium-Nikel-Cobalt (LNC). Dari hal tersebut sangat jelas bahwa ketiga
logam utama yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan baterai
tersebut merupakan logam-logam yang terkandung di dalam bijih nikel
laterit maupun nikel sulfida. Kita sebagai seorang metallurgist harus bisa
memperkirakan bagaimana alur proses yang optimal untuk bisa mengambil
ketiga logam tersebut dalam bijih nikel. Apalagi seperti yang kita ketahui
bahwa logam Li sangat susah untuk diekstraksi karena sangat stabil dalam
bentuk ionnya yang kemudian menjadi tantangan tersendiri kedepannya.
Harapannya, kedepan bisa ditemukan proses yang ekonomis untuk
mengekstrak Li dari bijih nikel. Sehingga, dengan penerapan hilirisasi
pertambangan ini dapat dirasakan manfaat yang merata di semua bidang.

Gambar 17
Flowsheet Ekstraksi Nikel Limonit menjadi Nikel Sulfat

Anda mungkin juga menyukai