Anda di halaman 1dari 51

STUDI KOMPARATIF

KONSEP KHAIRA UMMAH MENURUT M. QURAISH SHIHAB DAN


IBNU KATSIR
(Studi Komparasi Antara Tafsir Al-Mishbah dan Tafsir Ibnu Katsir)
PAPER

Oleh:
RAHMAT HIDAYAT
NIS: 0117.12327
KELOMPOK: I (SATU)

TARBIYATUL MU’ALLIMIEN AL-ISLAMIYAH


PONDOK PESANTREN AL-AMIEN PRENDUAN
SUMENEP MADURA JAWA TIMUR
TAHUN AJARAN: 1443-1444 H. / 2022-2023 M
STUDI KOMPARATIF
KONSEP KHAIRA UMMAH MENURUT M. QURAISH SHIHAB DAN
IBNU KATSIR
(Studi Komparasi Antara Tafsir Al-Mishbah dan Tafsir Ibnu Katsir)
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Menyelesaikan Program Niha’ie
Di TMI AL-AMIEN PRENDUAN
Sumenep Madura Jawa Timur

Oleh:
RAHMAT HIDAYAT
NIS: 0117.12327
KELOMPOK: I (SATU)

TARBIYATUL MU’ALLIMIEN AL-ISLAMIYAH


PONDOK PESANTREN AL-AMIEN PRENDUAN
SUMENEP MADURA JAWA TIMUR
TAHUN AJARAN: 1443-1444 H. / 2022-2023 M

i
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nomor :-
Lampiran : 1 Eksemplar
Perihal : Paper Ilmiah
Kepada Yth.
Mudir Ma’had TMI Putra,
K. Abdul Warits, S.Pd.I
Di Tempat

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Setelah diperiksa, dikoreksi dan diberikan masukan perbaikan seperlunya,
maka kami menyatakan bahwa Paper saudara:
Nama : Rahmat Hidayat
Asal : Burneh, Bangkalan
NIS : 0117.12327
Judul : KONSEP KHAIRA UMMAH MENURUT M. QURAISH
SHIHAB
DAN IBNU KATSIR

Dapat diajukan kepada sidang Munaqosyah Paper Niha’ie TMI Putra Al-
Amien Prenduan. Demikian, harap menjadi maklum dan tak lupa kami ucapkan
banyak terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

.Prenduan, 25 Oktober 2022 M


.R.Awwal 1444 H 28

Pembimbing,

ii
(Ust. Andri Sutrisno, M.Ag)
PENGESAHAN PENGUJI
Paper dengan Judul:

KONSEP KHAIRA UMMAH MENURUT M. QURAISH SHIHAB DAN


IBNU KATSIR

Paper ini telah dipertahankan di depan sidang Majelis Munaqosyah Paper Niha’ie
di TMI Al-Amien Prenduan Sumenep Madura Jawa Timur, dan diterima sebagai
salah satu Syarat Guna Menyelesaikan Program Niha’ie

.Prenduan, 25 Oktober 2022 M


.R.Awwal 1444 H 28

,TIM PENGUJI

,Penguji I ,Penguji II

)......................................( )......................................(

Mengesahkan,
Mudir Ma’had TMI Putra,

iii
(K. Abdul Warits, S.Pd.I)
HALAMAN MOTTO

Tetaplah Menjadi Orang Baik, Karena Jika Kamu Tidak Menemukan


Orang Baik, Maka Kamu Akan Ditemukan Oleh Orang Baik
~LANGIT~

Sebab Orang Bilang: Lawan Cinta Bukanlah Benci Tapi Tidak Peduli
~KH. Dr. Ghozi Mubarok Idris, MA~

Takutlah Pada Tuhanmu, Hormatlah Pada Guru Dan Orang Tuamu


Sisanya Ratakan
~Bhizer~

There Is No Rest For Me In This World, Perhaps In The Next


~Thomas Shelby~

Men Don’t Have The Strategic Intelligence To Conduct A War


Between Families, Men Are Less Good At Keeping Secrets Out Of
Their Lies
~Peaky Blinders~

iv
PERSEMBAHAN

Paper ini Ananda persembahkan kepada:


1. Ayahanda Muhammad Berdi dan Ibunda Almh. Siti Maridah
Yang selalu mendoakan Asetiap waktu serta memberikan yang terbaik, tanpa
itu semua ananda bukan apa-apa.
2. KH. Dr. Ahmad Fauzi Tidjani, MA
Sebagai Pimpinan dan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan.
3. KH. Dr. Ghozi Mubarok Idris, MA
Sebagai Wakil Pimpinan dan Pengasuh Ma’had TMI Al-Amien Prenduan.
4. Mudir ‘Aam, Mudir Ma’had, Mudir Marhalah dan Para Guru
Yang dengan sabar mendidik serta mengajarkan ananda akan pentingnya
kehidupan di dunia ini. Semoga jasamu setimpal dengan pahala yang didapat.
5. PO. Niha’ie, Ust. Moh. Samhadi M.Ag Beserta Staf-Stafnya
Pengajaran serta nasehat kalian sangat bermanfaat bagi kami, walaupun
terkadang kami mengira itu adalah bentuk kekerasan.
6. Ust. Drs. Abdurrahman As’ad dan Ust. Rian Aidil Hakim
Sebagai Musyrif dan Wakil Musyrif Kelompok I, yang selalu mengingatkan
ananda dan kawan-kawan, fatwa dan nasehat kalian takkan pernah kami
lupakan.
7. Kamu _______ 
Yang tak bisa kusebut namanya, semoga selalu dalam lindungan Allah Swt.
Dimanapun dan kapanpun, tetap semangat pantang menyerah, semoga kita
dipertemukan oleh Allah Swt. dalam Lindungan-Nya. Ana Uhibbuki Fillahi 

v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Selama manusia hidup, hal yang paling sering mereka lupakan adalah
bersyukur atas segala hal yang telah ia dapatkan dan terima dari Allah Swt.
Mensyukuri nikmat Tuhan adalah salah satu bentuk dari ketabahan, keikhlasan
serta sebagai bentuk terima kasih kita sebagai hamba yang selalu diberi
pengalaman hidup. Hitam putih adalah analogi sederhana betapa berwarnanya
hidup yang diberikan tuhan pada setiap insan yang berpijak dimuka bumi ini.
Shalawat Bertangkaikan Salam semoga senantiasa tercurah limpahkan
kepada insan paripurna, manusia paling sempurna, manusia mulia Nabi
Muhammad Saw. Beliau telah memberikan contoh, teladan yang baik dan selalu
menanamkan prinsip yang berkembang. Tak lupa pula saya sampaikan ucapan
terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Ayahanda serta Ibunda Tercinta
Yang selalu mendoakan, men-support ananda setiap waktu tanpa kenal lelah
dan jenuh, meskipun ananda terkadang membuat kalian berdua kecewa, marah
dan sebagainya. Tanpa kalian ananda bukanlah siapa-siapa dan tidak akan bisa
sampai hingga sejauh ini. Pengorbanan kalian tidak akan ananda sia-siakan,
Thanks For Everything.
2. KH. Dr. Ahmad Fauzi Tidjani, MA
Sebagai Pimpinan dan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, yang
selalu menjadi Top Figure dan Top Leader disetiap saat, sehingga ananda
dapat meniru dan termotivasi untuk menjadi lebih baik disetiap saat.
3. KH. Dr. Ghozi Mubarok Idris, MA
Sebagai Wakil Pimpinan dan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Amien
Prenduan, sekaligus Pengasuh Ma’had TMI, yang selalu menjadi Top Figure
dan Top Leader disetiap saat, sehingga ananda dapat meniru dan termotivasi
untuk menjadi lebih baik disetiap saat.
4. Mudir ‘Aam, Mudir Ma’had, Mudir Marhalah dan Para Guru

vi
Yang telah memberikan ilmunya secara cuma-cuma sekaligus selalu memandu
dan mengarahkan ananda disetiap kondisi agar bisa berkembang setiap
harinya.
5. Ust. Drs. Abdurrahman As’ad dan Ust. Rian Aidil Hakim
Sebagai Musyrif dan Wakil Musyrif Kelompok I, yang selalu mengingatkan
ananda dan kawan-kawan, fatwa dan nasehat kalian takkan pernah kami
lupakan.
6. PO. Niha’ie, Ust. Moh. Samhadi M.Ag Beserta Staf-Stafnya
Terima kasih telah mengorbankan waktu dan tenaga untuk selalu
mengingatkan kami agar selau menjaga diri dalam bentuk apapun, walaupun
terkadang kami mengira itu adalah bentuk kekerasan. Thanks A Lot For You
All.
7. Saudara Seperjuangan ZHEDVANOIS
Yang setia menemaniku saat berada dititik terendah, dan hampir menyerah.
Terima kasih atas senyuman hangat kalian beserta Support kalian selama ini
yang menjadi sumber semangat, semoga kita bisa mencapai impian yang telah
lama kita impikan.
8. Kawan-Kawan ZYVOZAILENT XLVIII
Yang selalu menemani dikala Suka dan Duka, Juga bersama-sama mengarungi
Bahtera menuju impian yang telah kita nantikan bersama.
9. Rekan-Rekan GUDEP FUNKY
Yang selau bisa membuatku tertawa dengan segala keunikan dan kekonyolan
tingkah kalian, Thanks Sob 
Dan seluruh orang-orang yang tak dapat saya sebutkan semuanya karena
keterbatasan tempat dan waktu, tidak mengurangi rasa terima kasih saya terhadap
mereka meskipun tak tercantum namanya.
Akhirnya, saya berharap amal mereka menjadi amal jariyah yang tak
pernah putus pahalanya, dan penelitian ini membawa manfaat bagi umat Islam
dimanapun tempatnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Prenduan, 28 Oktober 2022 M.
vii
Peneliti,

(Rahmat Hidayat)
ABSTRAK
Hidayat, Rahmat, 2023 : KONSEP KHAIRA UMMAH MENURUT M.
QURAISH SHIHAB DAN IBNU KATSIR
Pembimbing : Ust. Andri Sutrisno, M.Ag.
Kata Kunci : Khaira Ummah, M. Quraish Shihab, Ibnu Katsir
Diantara banyaknya umat yang ada di muka bumi, Allah memilih umat
Islam sebagai Khaira Ummah atau umat terbaik dikarenakan umat Islam telah
mengerjakan hal-hal yang baik, melarang perbuatan buruk serta beriman kepada
Allah Swt. Melihat keadaan sekarang ini, dimana kejahatan, korupsi dan hoax
menjadi hal yang lumrah terjadi di Indonesia, membuat kita perlu untuk kembali
menggali konsep Khaira Ummah ini, terlebih Indonesia merupakan negara yang
mayoritas penduduknya beragama Islam. Maka dari itu, perlu bagi kita untuk
mendalami dan mengkaji ulang apa itu Khaira Ummah.
Penelitian ini berusaha menjelaskan kepada para pembaca tentang
pemikiran dan pandangan tentang Khaira Ummah menurut dua Mufassir
termasyhur, yang mana kedua Mufassir ini telah berhasil menafsirkan keseluruhan
ayat-ayat yang ada di Al-Qur’an. Yaitu Prof. Muhammad Quraish Shihab,
Mufassir Indonesia yang menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan metode
Maudu’i. Dengan penjelasan yang lugas dan terkesan modern. Dan Ibnu Katsir
yang menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan metode Tahlily. Akan tetapi
bentuk tafsir beliau berdua sama, yaitu berbentuk Bil Ma’tsur.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif berdasarkan coraknya
yaitu dengan kategori kepustakaan atau library research. Pengumpulan data
dalam penelitian ini diperoleh melalui penelusuran terhadap kitab-kitab, buku-
buku, jurnal dan lain-lain yang memiliki hubungan dan mendukung penelitian ini.
Penelitian ini memiliki pendekatan deskriptif-komparatif. Metode deskriptif
adalah sebuah metode untuk meneliti suatu objek, suatu pemikiran, ataupun suatu
kondisi. Sedangkan metode komparatif adalah penelitian yang membandingkan
dua atau lebih fitur yang sama.
M. Quraish Shihab menafsirkan Khaira Ummah sebagai umat terbaik yang
dikeluarkan untuk manusia sejak nabi Adam hingga akhir zaman dikarenakan
sifat-sifatnya yang selalu berbuat baik, yakni yang dianggap baik oleh masyarakat
juga sesuai dengan nilai-nilai ilahi dan selalu mencegah perbuatan yang keji,
yakni yang bertentangan dengan nilai-nilai ilahi dan beriman kepada Allah Swt
dengan cara mengikuti tuntunan-Nya dan tuntunan Rasul-Nya serta berpegang
teguh pada tali Allah Swt. dan tidak bercerai berai. Sementara, Ibnu Katsir
menafsirkan Khaira Ummah sebagai umat terbaik, yaitu umat yang paling
bermanfaat bagi orang lain dan menjadi umat terakhir didunia, akan tetapi umat
viii
pertama diakhirat serta pertama yang masuk kedalam surga dan menjadi sepertiga
hingga dua pertiga penghuni surga, kemudian dari mereka terdapat 70 ribu orang
yang masuk surga tanpa adanya hisab dan azab, bagi setiap orang membawa 70
ribu orang lainnya untuk masuk surga seperti mereka yaitu tanpa hisab dan azab.

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..............................................................................................i
PERSETUJUAN PEMBIMBING.......................................................................ii
PENGESAHAN PENGUJI.................................................................................iii
HALAMAN MOTTO..........................................................................................iv
PERSEMBAHAN.................................................................................................v
KATA PENGANTAR.........................................................................................vi
ABSTRAK..........................................................................................................viii
DAFTAR ISI........................................................................................................ix
BAB I......................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Konteks Penelitian.......................................................................................1
B. Fokus Penelitian...........................................................................................3
C. Tujuan Penelitian.........................................................................................3
D. Manfaat Penelitian.......................................................................................3
E. Alasan Memilih Judul..................................................................................4
F. Definisi Istilah..............................................................................................4
G. Tinjauan Pustaka..........................................................................................5
1. Kajian Teoritik.......................................................................................5
2. Kajian Terdahulu....................................................................................6
H. Metode Penelitian........................................................................................6
I. Sistematika Pembahasan..............................................................................8
BAB II....................................................................................................................9
LANDASAN TEORI............................................................................................9
A. Pengertian Khaira Ummah...........................................................................9
B. Karakteristik dan Ciri-Ciri Khaira Ummah...............................................11
1. Al-Shidqu (Kejujuran)..........................................................................11
ix
2. al-Amānah Wa Al-Wafa bi Al-‘Ahdi (dapat dipercaya dan tepat janji)12
3. Al-Ta’āwun (Tolong Menolong)..........................................................12

4. Al-‘Adālah (Adil).................................................................................12
5. Al-Istiqāmah (Konsisten, Ajeg)...........................................................13
C. Tafsir Al-Misbah........................................................................................13
D. Tafsir Al-Quran Al-‘Azhim.........................................................................16
BAB III................................................................................................................19
BIOGRAFI TOKOH..........................................................................................19
A. Biografi M. Quraish Shihab.......................................................................19
1. Riwayat Kehidupan..............................................................................19
2. Riwayat Pendidikan.............................................................................21
3. Karya-karya M. Quraish Shihab..........................................................21
B. Biografi Ibnu Katsir...................................................................................22
1. Riwayat Kehidupan..............................................................................22
2. Riwayat Pendidikan.............................................................................24
3. Karya-Karya Ibnu Katsir......................................................................25
BAB IV.................................................................................................................27
PEMBAHASAN..................................................................................................27
A. Konsep Khaira Ummah Menurut M. Quraish Shihab...............................27
1. Menyuruh Kepada Yang Makruf. (Al-Amru Bil Ma’ruf).....................27
2. Mencegah Kepada Yang Munkar. (Nahi ‘An Munkar)........................27
4. Beriman Kepada Allah Swt. (Tu’minuuna Billahi).............................28
C. Konsep Khaira Ummah Menurut Ibnu Katsir............................................29
1. Paling Baik dan Paling Bermanfaat Bagi Orang Lain.........................29
2. Umat Terakhir Didunia Tapi Umat Pertama Yang Masuk Surga........30
3. 70 Ribu Orang Masuk Surga Tanpa Hisab dan Menjadi Penghuni
Surga Terbanyak..................................................................................30
D. Analisis Terhadap Konsep Khaira Ummah Menurut M. Quraish Shihab
dan Ibnu Katsir...........................................................................................32

x
1. Konsep Khaira Ummah Menurut Pandangan M. Quraish Shihab dan
Ibnu Katsir............................................................................................32
2. Persamaan dan Perbedaan Konsep Khaira Ummah Menurut M.
Quraish Shihab dan Ibnu Katsir...........................................................33
BAB V..................................................................................................................35
PENUTUP...........................................................................................................35
A. Kesimpulan................................................................................................35
B. Saran...........................................................................................................36
C. Penutup.......................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................37

xi
BAB I
PENDAHULUAN

1. Konteks Penelitian
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk Theosentris yang diturunkan ke
muka bumi dalam rangka menjadi wakil Tuhan dibumi dan berfungsi sebagai
makhluk Tuhan yang berpadu, yaitu makhluk yang lengkap, selaras dan
kreatif dalam semua dimensi kepribadiannya, baik secara fisik, spiritual,
moral, inelektual dan estetika1
Muslim yang benar-benar menganut agama Islam memiliki kewajiban
untuk mengikuti perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya. Melakukan amar
ma’ruf nahi munkar kepada semua orang, bukan hanya kepada sesama
Muslim. Maka dari itu Allah memilih umat Islam sebagai Umat Terbaik atau
Khaira Ummah, sebagaimana dalam firman Allah pada surah Ali-Imran ayat
110 yaitu:
‫ف َو تَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْال ُم ْن َك ِر َو تُْؤ ِمنُوْ نَ بِاهللِ َولَوْ َآ َمنَ َأ ْه ُل‬ ِ ْ‫اال َم ْعرُو‬ ْ ِ‫اس تَْأ ُمرُوْ نَ ب‬ ِ َّ‫ت لِلن‬ ْ ‫ُك ْنتُ ْم خَ ْي َر ُأ َّم ٍة ُأ ْخ ِر َج‬
َ‫ب لَ َكاَن خَ ْيرًا لَهُ ْم ِم ْنهُ ُم ْال ُمْؤ ِمنُوْ نَ َوَأ ْكثَ ُرهُ ُم ْالفَا ِسقُوْ ن‬ ِ ‫ْال ِكتَا‬
Artinya: “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah kepada yang munkar, dan
beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik
bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka
adalah orang-orang fasik” (QS. Ali-Imran [3]: 110)
Allah membagi manusia kepada beberapa umat, umat Nabi Muhammad
dan umat-umat sebelumnya. Setiap umat diberi aturan atau jalan yang terang.
Jika Allah menghendaki, niscaya manusia seluruhnya akan dijadikan satu
umat saja (dari segi akidah), tetapi Allah tidak melakukannya. Sebab, Dia
hendak menguji tentang apa yang diberikan-Nya kepada mereka. Karena itu,
Allah memerintahkan agar mereka berlomba-lomba dalam berbuat kebajikan

1
Faqih El Ilmi Nasution, Konsep Khaira Ummah Menurut M. Quraish Shihab dan Mahmud
Yunus, (Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2020). 1

1
(Fastabiqul Khairaat). Maka di antara mereka ada umat yang memberi
petunjuk dengan hak dan dengan hak pula mereka menjalankan keadilan.2
Akan tetapi menurut Kuntowijoyo, umat Islam tidak secara otomatis
menjadi umat terbaik. Baginya, umat terbaik dalam Islam justru berupa suatu
tantangan untuk bekerja lebih keras lagi. Apalagi jika kita melihat keadaan
hari ini dimana kejahatan bertebaran di lingkungan masyarakat, korupsi
menjadi hal yang lumrah dalam transaksi-transaksi politik, krisis moral terjadi
di kalangan pelajar dan masih banyak lagi kasus-kasus yang dapat kita jumpai
dalam konteks keseharian. Ditambah lagi dengan kemajuan teknologi saat ini
membuat tugas umat Islam bertambah dalam memberantas hoax-hoax yang
bertebaran di berbagai platform media online dan ini mengafirmasi tentang
pentingnya akhlak di tengah kemajuan zaman yang tinggal lepas landas.3
Di Indonesia sendiri yang penduduknya adalah mayoritas umat Islam
justru mengalami hal-hal yang disebutkan di atas. Tentunya ini menjadi miris
disaat negara yang mayoritas muslim justru berprilaku tidak mencerminkan
nilai-nilai ajarannya. Artinya, konsep mengenai Khaira Ummah saat ini perlu
kita gali kembali sebagai suatu pelajaran untuk membangun peradaban yang
sesuai dengan nilai-nilai agama. Salah satu upayanya ialah dengan
menggunakan tafsir.
Dari banyaknya para Mufassir yang menafsirkan Khaira Ummah dalam
rentang waktu yang berbeda. Para Mufassir Indonesia juga berupaya untuk
menafsirkan Khaira Ummah. Salah satunya adalah Prof. M. Quraish Shihab
dengan maha karyanya yaitu Tafsir Al-Mishbah yang terdiri dari 15 volume.
Tafsir yang ditulis oleh Prof. M. Quraish Shihab merupakan ungkapan zaman
baru dimana intensifikasi nilai-nilai dan wawasan Islam berlaku dalam
masyarakat Indonesia, yang sangat cocok untuk kehidupan kita sebagai
masyarakat Indonesia.
Peneliti juga akan menilik dan mengambil serta membandingkan tafsir
yang ditulis oleh Prof. M. Quraish Shihab dengan tafsir karya Imad ad-Din
2
Harles Anwar dan Kari Sabara, Prinsip-Prinsip Khairu Ummah Berdasarkan Surah Ali Imran
Ayat 110, (STAIN Palang Karaya, 2012). 191-192
3
Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006). 13

2
Abu al-Fida’ Ismail Ibn Amar Ibn Katsir Ibn Zara’ al-Bushra al-Dimasiqy 4
atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ibnu Katsir. Karena Ibnu Katsir
merupakan Mufassir yang terkenal pada abad ke-8 H, yang mana beliau
menggunakan metode tafsir Tahlily dengan bentuk Bil Ma’tsur dan salah satu
Mufassir yang telah menyelesaikan tafsirnya secara keseluruhan ayat. Atas
dasar inilah peneliti tertarik untuk melakukan studi komparasi mengenai
konsep Khaira Ummah, dengan mengangkat judul “KONSEP KHAIRA
UMMAH MENURUT M. QURAISH SHIHAB DAN IBNU KATSIR”

2. Fokus Penelitian
Dari deskripsi yang dikemukakan diatas, dapatlah peneliti menyusun
kerangka penelitian yang relevan dengan judul tersebut sebagai fokus
penelitian yaitu:
1. Bagaimanakah perbedaan konsep Khaira Ummah antara M. Quraish
Shihab dan Ibnu Katsir?
2. Bagaimanakah keutamaan orang yang menjadi Khaira Ummah menurut
M. Quraish Shihab dan Ibnu Katsir?

3. Tujuan Penelitian
Berpijak dengan rumusan diatas dan sebagaimana lazimnya suatu kegiatan
yang harus mempunyai tujuan, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui perbedaan konsep Khaira Ummah antara M. Quraish
Shihab dan Ibnu Katsir.
2. Untuk mengetahui keutamaan-keutamaan orang yang menjadi Khaira
Ummah menurut M. Quraish Shihab dan Ibnu Katsir.

4. Manfaat Penelitian
Dengan adanya fokus penelitian juga tujuan penelitian, maka, aka nada
manfaat yang tercipta. Maka dari itu manfaat penelitian ini adalah:

4
Budi Ismail, Studi Qishash Dalam Penafsiran Ibnu Katsir Dan Quraish Shihab, (Universitas
Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2019). 39

3
1. Untuk menghilangkan rasa penasaran pada diri peneliti pribadi akan
konsep Khaira Ummah menurut kedua Mufassir, yaitu M. Quraish Shihab
dan Ibnu Katsir
2. Menjadikan penelitian ini sebagai bahan rujukan bagi peneliti lain guna
memperluas wawasan dalam meneliti sebuah penelitian diruang lingkup
yang sama.
3. Bagi pondok, bahwa hasil penelitian ini seharusnya menjadi sebuah
keharusan dalam memperbaiki akhlak dan moral para santri TMI Al-
Amien Prenduan dalam berperilaku dikehidupan sehari-hari.
4. Sebagai sumbangsih tambahan koleksi literatur di perpustakaan Al-Amien
Prenduan.

5. Alasan Memilih Judul


1. Alasan Obyektif
a. Pentingnya bagi para pembaca terutama para santri untuk mengetahui
konsep Khaira Ummah, mengingat pada akhir zaman ini banyak
akhlak yang rusak, agar dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
b. Agar peneliti dan seluruh kalangan pembaca dapat menerapkan dan
mengaplikasikan konsep Khaira Ummah dalam kehidupan
bermasyarakat sehingga dapat mewujudkan Baldatun Thayyibun wa
Rabbul Ghafur.
2. Alasan Subyektif
a. Karena ketertarikan peneliti terhadap konsep Khaira Ummah menurut
M. Quraish Shihab dan Ibnu Katsir yang sama-sama menafsirkan Al-
Qur’an berbentuk Tafsir Bil Ma’tsur.
b. Judul ini sesuai dengan minat dan rasa ingin tahu peneliti seputar
konsep Khaira Ummah yang apabila diterapkan dapat menjadikan dan
mendongkrak moral anak bangsa menjadi lebih baik.

6. Definisi Istilah
Peneliti perlu untuk mencantumkan definisi istilah dalam judul penelitian
ini, dengan maksud untuk menghindari perbedaan pengertian dan ketidak

4
jelasan makna agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami maksud
judul yang peneliti tetapkan. Untuk itu peneliti akan menyampaikan beberapa
pengertian yang ada dalam penelitian ini, yakni:

1. Konsep : Ide atau pengertian yang diabstrakkan dari


peristiwa konkret5

2. Khaira Ummah : Khaira berarti baik. Kebaikan ada dua macam


yakni, pertama kebaikan yang bersifat mutlak.
Kedua, kebaikan yang bersifat relatif.
Sedangkan Ummah artinya adalah makhluk
manusia; masyarakat; penganut suatu agama,
pemeluk agama6

7. Tinjauan Pustaka
8. Kajian Teoritik

Mendekati akhir zaman ini, rusaknya moral anak bangsa semakin


meningkat. Bahkan hingga para santri yang hidup dalam lingkungan yang
penuh pengawasan juga banyak yang berkelakuan tidak senonoh, tidak
pantas, sehingga tidak mencerminkan adab sopan santun yang identik dan
selalu melekat pada mereka yang bertitle santri. Salah satu penyebab
rusaknya moral anak bangsa ini banyaknya para ulama’ yang wafat secara
tiba-tiba, yang menjadikan berkurangnya tokoh panutan dalam bersikap
dan berakhlak. Terlebih umat Islam yang notabene disebutkan oleh Allah
sebagai Khaira Ummah di dalam surah Ali-Imran ayat 110, yang berisi
pernyataan bahwa umat nabi Muhammad Saw. adalah umat terbaik yang
dikeluarkan atau yang diciptakan oleh Allah Swt.
Akan tetapi, untuk menjadi Khaira Ummah terdapat beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi oleh manusia, yaitu, Amar Ma’ruf, Nahi
Munkar, serta beriman kepada Allah Swt. Itulah beberapa persyaratan
5
KBBI Offline v1.5.1
6
Faqih El Ilmi Nasution, Konsep Khaira Ummah Menurut M. Quraish Shihab dan Mahmud
Yunus, (Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2020). 5-6

5
untuk menjadi Khaira Ummah menurut surah Ali-Imran ayat 110.
Mungkin, dengan mendalami dan mengkaji ulang apa itu Khaira Ummah
dapat membenahi dan memperbaiki kerusakan dan penurunan moral anak
bangsa terutama para santri yang setiap harinya berkecimpung didunia
keilmuan, sehingga akan tercipta Baldatun Thayyibun Wa Rabbul Ghafur
yang akan membuat orang-orang yang tinggal didalamnya bisa menjadi
Khaira Ummah yang selalu melakukan Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan
selalu beriman kepada Allah Swt. dalam keadaan apapun.

9. Kajian Terdahulu

Penelitian ini pernah diteliti oleh Iva Rustiana pada tahun 2018,
dengan judul “Khaira Ummah Dalam Tafsir Sunni Dan Syi’ah” di UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta. Didalam penelitian tersebut, membahas
secara detail tentang konsep Khaira Ummah menurut dua aliran besar ilmu
kalam, yaitu aliran Sunni dan aliran Syi’ah.
Juga hasil penelitian Harles Anwar dan Kari Sabara yang berjudul
“Prinsip-Prinsip Khaira Ummah Berdasarkan Surah Ali-Imran Ayat 110”
di STAIN Palangka Raya, yang menerangkan secara rinci makna dan
persyaratan untuk menjadi Khaira Ummah.

10. Metode Penelitian


Metodologi penelitian yang peneliti gunakan dalam penyusunan karya
ilmiah ini adalah metodologis penelitian kualitatif dengan penjabaran sebagai
berikut:
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan sifat penelitian kualitatif pustaka
(Library Research). Menurut Muhtadi Abdul Mun’im, pendekatan
kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat, gambar,
atau bagian yang tidak diukur dengan angka.7 Dengan jenis penelitian non-

7
Muhtadi Abdul Mun’im, Metode Penelitian Untuk Pemula, (Al-Amien Prenduan: Mutiara
Press, 2013). 52

6
interaktif, sebuah analisis kebijakan yang fokus pada suatu hal yang telah
diputuskan dimasa lalu dan dimasa sekarang.

2. Sumber Data
a. Sumber Data Primer
Sumber data yang menjadi sumber utama bagi peneliti untuk
mendapatkan referensi dan litelatur yang berhubungan dengan
penelitian ini adalah buku yang berjudul “Kemudahan Dari Allah,
Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir” yang ditulis oleh Muhammad Nasib
Rifa’I, diterbitkan oleh Gema Insani, Jakarta. Dan buku “Tafsir Al-
Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an” terbitan Lentera
Hati, Jakarta. Karya M. Quraish Shihab.
b. Sumber Data Sekunder
Untuk menunjang sumber data primer, peneliti menggunakan
beberapa jurnal dan buku sebagai sumber data tambahan. Diantara
sumber data penunjang tersebut adalah jurnal yang berjudul “Prinsip-
Prinsip Khaira Ummah Berdasarkan Surah Ali-Imran Ayat 110” di
STAIN Palangka Raya, yang menerangkan secara rinci makna dan
persyaratan untuk menjadi Khaira Ummah.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pertama-tama, peneliti mengumpulkan informasi-informasi dari
buku-buku yang berhubungan, kemudian, peneliti menyusun penelitian
berdasar informasi, baik dari buku ataupun dari media-media pustaka
lainnya yang menyangkut masalah yang peneliti teliti.
4. Analisis Data
Analisis adalah serangkaian upaya sederhana tentang bagaimana
data penelitian pada gilirannya dikembangkan dan diolah kedalam
kerangka kerja sederhana. Data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis
untuk mendapatkan informasi, namun terlebih dahulu data tersebut

7
diseleksi atas dasar reliabilitasnya. Dalam penelitian ini menggunakan
teknik analisis data berupa analisis isi (Content analysis). Analisis isi
merupakan analisis ilmiah tentang isi pesan suatu data.

11. Sistematika Pembahasan


Untuk memperoleh pembahasan dalam penelitian ini, maka peneliti akan
menyampaikan sistematika pembahasan secara sistematis. Guna
mempermudah pembaca untuk menyimpulkan pengertian dan memahami
unsur-unsur pokok bab.

BAB I : PENDAHULUAN. Yang menerangkan tentang konteks


penelitian, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
alasan memilih judul, definisi istilah, metode penelitian, dan
sistematika pembahasan.

BAB II : LANDASAN TEORI. Di dalam bab ini, peneliti akan


menguraikan dan memaparkan landasan teori mengenai Khaira
Ummah menurut beberapa kalangan ulama lainnya.

BAB III : BIOGRAFI TOKOH. Pada bab ini, peneliti akan menguraikan
secara singkat dan padat mengenai kehidupan kedua Mufassir,
mulai dari latar belakang pendidikannya hingga mereka berhasil
menciptakan Maha Karya mereka.

BAB IV : PEMBAHASAN. Pada bab ini, peneliti akan membahas secara


rinci dan mendetail mengenai konsep Khaira Ummah menurut
kedua Mufassir mulai dari pendapat mereka, serta perbedaan dan
persamaannya.

BAB V : PENUTUP. Yang meliputi kesimpulan, dan beberapa saran


atau rekomendasi yang peneliti akan paparkan kepada para
pembaca.

8
9
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Khaira Ummah

Pengertian “khaira” ialah Dalam kamus bahasa Arab-Indonesia, kata (


‫ )خَ ْي ٌر‬berarti yang baik. Kebaikan ada dua macam yakni, pertama kebaikan yang
bersifat mutlak dan kedua, kebaikan yang bersifat relatif. Kata Khaira muncul
sebanyak 36 kali sementara kata Khair muncul sebanyak 135 kali. Sementara
dalam kamus bahasa Arab-Indonesia, Ummah (ٌ‫ )ُأ َّمة‬artinya adalah rakyat.
Sedangkan menurut kamus lengkap bahasa Indonesia, Ummah biasa ditulis
dengan kata umat (ٌ‫ )ُأ َّمة‬memiliki arti sebagai makhluk manusia; masyarakat;
penganut suatu agama, pemeluk agama.8
Secara explisit, al-Qur’an (QS. Ali-Imran [3]: 110) menyebut umat
Muhammad sebagai Khaira Ummah (umat terbaik). Tafsir al-Thabari dan al-
Jalalain menjelaskan, predikat Khaira Ummah melekat pada umat Islam
selama kaum Muslimin masih ber-amar ma’ruf, mencegah kemunkaran, dan
senantiasa beriman kepada Allah. Bila tiga ciri ini hilang, lenyap pula predikat
Khaira Ummah itu. Sebutan Khaira Ummah bagi umat Islam dalam al-Qur’an
tersebut, meminjam istilah Kuntowijoyo, merupakan grand theory yang mesti
diturunkan lagi dengan middle range theory agar bisa dimaknai secara operatif
dan membumi. Dalam pandangan Kuntowijoyo, ayat 110 surah Ali-Imran
mengajarkan prinsip “humanisasi,” “liberasi,” dan “trensendensi” sebagai pra-
syarat tercapainya umat terbaik. Ta’muruuna bi al-ma’ruuf (‫ف‬ ِ ْ‫)تَْأ ُمرُوْ نَ بِ ْالمَ ْأرُو‬
adalah prinsip “humanisasi” untuk memperlakukan manusia secara arif dan
ِ ‫ )تَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْال ُم ْن‬adalah bentuk “liberasi”
bijak. Tanhauna ‘an al-munkar (‫كَر‬
(pembebasan) manusia dari segala kemungkaran sosial, ekonomi, politik, dan
budaya. Adapun tu’minuuna billaahi (ِ‫ )تُْؤ ِمنُ}}}وْ نَ بِاهلل‬adalah refleksi sikap
trensendensi, ketundukan kepada Allah Swt.9

8
Faqih El Ilmi Nasution, Konsep Khaira Ummah Menurut M Quraish Shihab Dan Mahmud
Yunus, (Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2020), 5-6
9
Ahmad Muttaqin, Khaira Ummah Dan Ummatan Wasathan, Jurnal Kajian Islam, 2019. 2

10
Adapun menurut NU, yang merupakan organisasi keagamaan terbesar
di Indonesia, yang didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344 H bertepatan dengan
tanggal 31 Januari 1926 M oleh para Kiai pengasuh pesantren, membentuk
konsep yang disebut Mabadi'u Khaira Ummah.
Mabadi’u Khaira Ummah adalah gerakan pembentukan identitas dan
karakter warga Nahdlatul Ulama melalui penanaman nilai-nilai yang dapat
dijadikan prinsip-prinsip dasar untuk menjadi umat terbaik. Namun, karena
nilai-nilai yang terkandung dalam pemahaman keagamaan Nahdlatul Ulama itu
sangatlah banyak, maka dipilihlah nilai-nilai yang dapat dijadikan prinsip-
prinsip dasar atau “Mabadi” sebagai langkah awal bagi pembentukan identitas
dan karakter warga NU. Yaitu tiga butir akhlak yang dicetuskan pertama kali
oleh KH. Machfud Shiddiq, tiga butir akhlak tersebut adalah:
a. As-Sidqu yaitu selalu benar, tidak berdusta kecuali diizinkan oleh agama.
b. Al-Amanah Wal Wafa Bil'ahdi yaitu menetapi segala janji dan tidak
mengingkarinya.
c. Atta'awun yaitu saling tolong-menolong di antara anggota-anggota kader
atau sesama Muslim.10
Di dalam al-Qur’an term mengenai Ummah muncul sebanyak 62 kali,
Al-Qur’an menggunakan istilah Ummah dengan dua cara, yang pertama, istilah
Ummah memiliki pengertian dengan binatang yang ada di bumi. Makhluk Jin.
Serta waktu tertentu. Contoh dan teladan. Sedangkan yang kedua, Ummah
memiliki arti persekutuan masyarakat agamawi dan cabang-cabangnya seperti
ummatan washatan, khaira ummah, ummatan wahidah dan lain-lain.
Pengertian ummah yang kedua inilah yang menjadi pokok pembahasan
pada penelitian ini. Khaira ummah sendiri merupakan suatu golongan
masyarakat yang senantiasa menyerukan kepada kebaikan, mencegah kepada
yang munkar dan beriman kepada Allah. Khaira Ummah melekat dengan spirit
golongan masyarakat yang mampu mengaplikasikan Risalah al-Qur’an dalam

10
https://www.abusyuja.com/2020/12/pengertian-mabadi-khaira-ummah-dan.html (Diakses pada
tanggal 10 Oktober 2022, pada pukul 16:30 WIB)

11
kehidupannya, mendidik generasi mendatang berdasarkan petunjuk al-Qur’an,
mewujudkan kasih sayang dan kebaikan terhadap seluruh manusia.

B. Karakteristik dan Ciri-Ciri Khaira Ummah


Konsep Khaira Ummah merupakan konsep yang realistis dengan
bersendikan amar ma’ruf nahi munkar. Amar ma’ruf sendiri adalah mengajak
dan mendorong perbuatan baik yang bermanfaat bagi kehidupan di dunia dan
di akhirat kelak, sedangkan nahi munkar adalah menolak dan mencegah segala
hal yang dapat merugikan, merusak dan merendahkan nilai-nilai kehidupan.
Serta beriman kepada Allah dalam setiap keadaan.11
Bagi mereka yang mampu melaksanakan ketiga hal diatas, maka akan
terdapat beberapa karakteristik yang melekat erat dengan mereka dalam
kehidupan sehari-hari. Kembali ke NU, mereka membuat konsep Mabadi’u
Khaira Ummah dan menetapkan beberapa karakteristik yang bersangkutan
dengan konsep tersebut, sebagaimana berikut
1. Al-Shidqu (Kejujuran)
Al-Shidqu berarti kejujuran, kebenaran, kesungguhan, dan
keterbukaan. Adapun kejujuran adalah bersatunya kata dengan perbuatan,
dan juga sinkronnya ucapan dengan pikiran, apa yang diucapkan secara
lisan harus sama dengan yang terbersit di dalam hati atau batin. Jujur
dalam hal ini berarti tidak plin-plan dan tidak dengan sengaja
memutarbalikkan fakta atau memberikan informasi yang menyesatkan. Al-
Shidqu dalam menerima dan menyampaikan kebenaran itu bersifat
personal maupun kolektif, dan sekaligus bersifat internal maupun
eksternal. Artinya bahwa al-Shidqu itu harus menjadi prinsip dan sikap
hidup orang perorangan, baik terhadap dirinya sendiri (internal) maupun
terhadap pihak lain di luar dirinya (eksternal). Al-shidqu juga menjadi
prinsip dan sikap hidup kolektif sebuah keluarga, komunitas, kumpulan,

11
Agus Salim Chamidi, Raisa Ruchama Silmi Chamidi, Konsep Baru Pendidikan Karakter
Mabadi Khaira Ummah, Jurnal Ar-Rihlah, Vol. 4. (IAINU Kebumen, 2019). 175

12
masyarakat, atau sebuah bangsa, baik terhadap mereka sendiri (internal)
maupun pihak lain (eksternal).12
2. al-Amānah Wa Al-Wafa’ bi Al-‘Ahdi (dapat dipercaya, tepat janji)
Prinsip dan nilai al-amānah wa al-wafa bi al-‘ahdi ini memuat dua
istilah yang saling terkait, yakni, istilah al-amānah dan istilah al-wafa’ bi
al-’ahdi. Adapun istilah yang pertama, yaitu al-amânah bersifat lebih
umum, yang meliputi semua beban tugas yang harus dilaksanakan, baik
yang didahului dengan akad perjanjian maupun tidak. Sedangkan istilah
yang kedua, yaitu al-wafa’ bi al-’ahdi bersifat lebih khusus, yakni beban
tugas yang harus dipenuhi ketika sebelumnya telah diawali dengan
perjanjian atau kesepakatan.13
3. Al-Ta’āwun (Tolong Menolong)
Pengertian al-ta’āwun meliputi tolong-menolong, setia kawan, dan
gotong royong di dalam kebaikan dan taqwa. Imam al-Mawardi
mengaitkan pengertian al birr (kebaikan) dengan kerelaan manusia dan
takwa dengan ridla Allah Swt. memperoleh keduanya berarti memperoleh
kebahagiaan yang sempurna. Al-ta’āwun juga mengandung pengertian
timbal balik dari masing-masing pihak untuk saling memberi dan
menerima (take and give). Al-ta’āwun menjadikan seseorang hidup
dinamis dengan lingkungannya karena masing-masing akan menghargai,
menerima, dan menyempurnakan kekurangan orang dan pihak lain.14
4. Al-‘Adālah (Adil)
Al-’adâlah memiliki pengertian obyektif, proporsional dan taat
asas. Butir prinsip dan nilai al ’adâlah ini berpegang kepada kebenaran
obyektif, menempatkan segala sesuatu pada tempatnya secara
proporsional, dan berpegang dengan taat pada asas-asas yang berlaku.
Dengan prinsip ini distorsi penilaian yang mungkin dapat terjadi pun dapat
dihindari sejauh mungkin. Al-‘adālah merupakan prinsip dan nilai dasar

12
Ibid. 175-176
13
Ibid. 177
14
Ibid. 180

13
yang menempatkan obyektivitas pada kebenaran, proporsionalitas, dan
ketaatan asas sebagai sendi utama.15
5. Al-Istiqāmah (Konsisten, Ajeg)
Al-istiqâmah mengandung pengertian ajeg, berkesinambungan, dan
berkelanjutan. ‘Ajeg’ artinya tetap dan tidak bergeser dari jalur (tharīqah)
sesuai dengan ketentuan Allah Swt. dan rasul-Nya, ‘Kesinambungan’
artinya keterkaitan antara satu kegiatan dengan kegiatan yang lain dan
antara satu periode dengan periode yang lain sehingga kesemuanya
merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dan saling menopang
seperti sebuah bangunan. Sedangkan ‘berkelanjutan’ merupakan
pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut merupakan proses yang
berlangsung terus menerus tanpa mengalami kemandekan, yang
merupakan suatu proses maju (progressing) bukannya berjalan di tempat
(stagnant).16

C. Tafsir Al-Misbah
Tafsir Al-Mishbah adalah sebuah tafsir al-Qur’an lengkap 30 Juz
pertama dalam kurun waktu 30 tahun terakhir. Sebuah maha karya dari
mufassir Indonesia yaitu Prof. Muhammad Quraish Shihab. Warna
keIndonesiaan penulis memberi warna yang menarik dan khas serta sangat
relevan untuk memperkaya khazanah pemahaman dan penghayatan umat Islam
terhadap rahasia makna ayat Allah Swt.
M. Quraish Shihab memulai dengan menjelaskan tentang maksud-
maksud firman Allah Swt. sesuai kemampuan manusia dalam menafsirkan
sesuai dengan keberadaan seseorang pada lingkungan budaya dan kondisi
sosial dan perkembangan ilmu dalam menangkap pesan-pesan al-Qur’an.
Keagungan firman Allah dapat menampung segala kemampuan, tingkat,
kecederungan, dan kondisi yang berbeda-beda itu. Seorang mufassir dituntut
untuk menjelaskan nilai-nilai itu sejalan dengan perkembangan masyarakatnya,
sehingga al-Qur’an dapat benar-benar berfungsi sebagai petunjuk, pemisah
15
Ibid. 178-179
16
Ibid. 180-181

14
antara yang haq dan bathil serta jalan keluar bagi setiap problema kehidupan
yang dihadapi, Mufassir dituntut pula untuk menghapus kesalahpahaman
terhadap al-Qur’an atau kandungan ayat-ayat.17
M. Quraish Shihab juga memasukkan tentang kaum orientalis yang
mengkiritik tajam sistematika urutan ayat dan surah-surah al-Qur’an, sambil
melemparkan kesalahan kepada para penulis wahyu. Kaum orientalis
berpendapat bahwa ada bagian-bagian al-Qur’an yang ditulis pada masa awal
karier Nabi Muhammad Saw. Contoh bukti yang dikemukakannya antara lain
adalah: QS. Al-Ghasyiyah. Di sana gambaran mengenai hari kiamat dan nasib
orang-orang durhaka, kemudian dilanjutkan dengan gambaran orang-orang
yang taat.
Kemudian dia mengambil tokoh-tokoh para ulama tafsir, tokoh-
tokohnya seperti: Fakhruddin Ar-Razi (606 H/1210 M). Abu Ishaq asy-
Syathibi (w.790 H/1388 M), Ibrahim Ibn Umar al-Biqa’i (809-885 H/1406-
1480 M), Badruddin Muhammad ibn Abdullah Az-Zarkasyi (w.794 H) dan
lain-lain yang menekuni ilmu Munasabat al-Qur’an atau keserasian hubungan
bagian-bagian al-Qur’an.
Ada beberapa prinsip yang dipegang oleh M. Quraish Shihab dalam
karya tafsirnya, baik Tahlîly maupun maudû‘î, di antaranya bahwa al-Qur’an
merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Dalam al-Mishbâh, dia tidak
pernah luput dari pembahasan ilmu al-munâsabât yang tercermin dalam enam
hal:
 keserasian kata demi kata dalam satu surah;
 keserasian kandungan ayat dengan penutup ayat (fawâshil);
 keserasian hubungan ayat dengan ayat berikutnya;
 keserasian uraian awal/mukadimah satu surah dengan penutupnya;
 keserasian penutup surah dengan uraian awal/mukadimah surah
sesudahnya;
 Keserasian tema surah dengan nama surah.18
17
https://id.wikipedia.org/wiki/Tafsir_Al-Mishbah (Diakses pada tanggal 10 Oktober 2022, pada
pukul 16:50 WIB)
18
Ibid.

15
Tafsîr al-Mishbâh banyak mengemukakan ‘uraian penjelas’ terhadap
sejumlah mufassir ternama sehingga menjadi referensi yang mumpuni,
informatif, argumentatif. Tafsir ini tersaji dengan gaya bahasa penulisan yang
mudah dicerna segenap kalangan, dari mulai akademisi hingga masyarakat
luas. Penjelasan makna sebuah ayat tertuang dengan tamtsilan yang semakin
menarik atensi pembaca untuk menelaahnya.
Begitu menariknya uraian yang terdapat dalam banyak karyanya,
pemerhati karya tafsir Nusantara, Howard M. Federspiel, merekomendasikan
bahwa karya-karya tafsir M. Quraish Shihab pantas dan wajib menjadi bacaan
setiap Muslim di Indonesia sekarang. Dari segi penamaannya, al-Mishbah
berarti “lampu, pelita, atau lentera”, yang mengindikasikan makna kehidupan
dan berbagai persoalan umat diterangi oleh cahaya al-Qur’an. Penulisnya
mencitakan al-Qur’an agar semakin ‘membumi’ dan mudah dipahami. Tafsîr
al-Mishbâh merupakan tafsir Al-Quran lengkap 30 juz pertama dalam 30
tahun terakhir, yang ditulis oleh ahli tafsir terkemuka Indonesia: Prof. Dr. M.
Quraish Shihab. Ke-Indonesiaan penulis memberi warna yang menarik dan
khas serta sangat relevan untuk memperkaya khasanah pemahaman dan
penghayatan kita terhadap rahasia makna ayat-ayat Allah.19
Tafsir Al-Mishbah ini terdiri dari 15 volume:
1. Volume 1: Al-Fatihah s/d Al-Baqarah.
2. Volume 2: Ali-‘Imran s/d An-Nisa.
3. Volume 3: Al-Ma’idah.
4. Volume 4: Al-An’am.
5. Volume 5: Al-A’raf s/d At-Taubah.
6. Volume 6: Yunus s/d Ar-Ra’d.
7. Volume 7: Ibrahim s/d Al-Isra’.
8. Volume 8: Al-Kahf s/d Al-Anbiya’.
9. Volume 9: Al-Hajj s/d Al-Furqan.
10. Volume 10: Asy-Syu’ara s/d Al-‘Ankabut.
11. Volume 11: Ar-Rum s/d Yasin; Halaman.

19
Ibid.

16
12. Volume 12: Ash-Shaffat s/d Az-Zukhruf.
13. Volume 13: Ad-Dukhan s/d Al-Waqi’ah.
14. Volume 14: Al-Hadid s/d Al-Mursalat.
15. Volume 15: Juz ‘Amma.

D. Tafsir Al-Quran Al-‘Azhim


Tafsir Al Qur’an Al-‘Azhim merupakan tafsir yang terkenal dengan
bentuk Bil Al-Ma’tsur, tafsir ini menduduki peringkat kedua setelah tafsir At-
Thabari (Ibnu Jarir At-Thabary). Spesifikasi Umum tafsir ini adalah begitu
tingginya perhatian penulis terhadap segi periwayatan, yaitu menafsirkan
Kitabullah dengan hadits-hadits dan atsar-atsar yang langsung disandarkan
kepada para periwayatnya. Pengarangnya juga sangat memperhatikan sisi
penyebutan ayat-ayat yang serupa dengan ayat yang ingin ditafsirkannya, yang
dinamakan dengan Tafsir al-Qur`ân bi al-Qur`ân (penafsiran Al-Qur’an
dengan Al-Qur’an sendiri).Maka oleh karena itu tafsir ini tergolong kepada
tafsir Bil Al-Ma’tsur yang baik.
Dan imam al-Suyuthi dan al-Zarqani yang mengatakan: “Tidak ada
orang yang dapat menyusun tafsir dengan metode ini seperti karya Ibnu Katsir”
ia sangat konsisten dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, atau
mengambil riwayat dari sahabat dan para tabi’in dengan urutan sanad yang
lengkap. Pada kesempatan yang lain, al-Zarqani memberikan komentar, “Kitab
tafsir ini merupakan di antara kitab tafsir bi al-ma’tsur yang baik, atau bahkan
yang terbaik.20
Hal yang paling istimewa dari tafsir Ibnu Katsir adalah bahwa Ibnu
Katsir telah tuntas atau telah menyelesaikan penulisan tafsirnya hingga
keseluruhan ayat yang ada dalam al-Qur’an, dibanding mufassir lain seperti
Sayyid Rasyid Ridhaq (1282-1354 H) yang tidak sempat menyelesaikan
tafsirnya. Adapun sistematika yang ditempuh Ibnu Katsir dalm tafsirnya, yaitu
menafsirkan seluruh ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan susunannya dalam al-
Qur’an, ayat demi ayat, surah demi surah, dimulai dari surah al-Fatihah dan
20
Muhammad Ali ash Shâbûniy, At-Tibyan fi Ulumil Quran, (Dar Al-Mawahib Al-Islamiyah,
2016). 208

17
diakhiri dengan surah al-Nas. Dengan demikian, secara sistematika tafsir ini
menempuh tafsir Mushafi. Dalam penafsirannya, Ibnu Katsir menyajikan
sekelompok ayat yang berurutan dan dianggap berkaitan serta berhubungan
dalam tema kecil. Penafsiran per-kelompok ayat ini membawa pemahaman
adanya munasabah ayat dalam setiap kelompok ayat. Oleh karena itu, Ibnu
Katsir dalam menafsirkan ayat al-Qur’an lebih mengedepankan pemahaman
yang lebih utuh dalam memahami adanya munasabah antar al-Qur’an (tafsir al-
Qur’an bi al-Qur’an).21
Dalam tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, Imam Ibnu Katsir menjelaskan arti
kosa kata tidak selalu dijelaskan. Karena, kosa kata dijelaskannya ketika
dianggap perlu ketika dalam menafsirkan suatu ayat. Dalam menafsirkan suatu
ayat juga ditemukan kosa kata dari suatu lafaz, sedangkan pada lafaz yang lain
dijelaskan arti globalnya, karena mengandung suatu istilah dan bahkan
dijelaskan secara lugas dengan memperhatikan kalimat seperti dalam
menafsirkan kata “huda li al-Muttaqin” dalam surah al-Baqarah ayat 2.
Menurut Ibn Katsir, “huda” adalah sifat diri dari al-Qur’an itu sendiri yang
dikhususkan bagi “muttaqin” dan “mu’min” yang berbuat baik. Disampaikan
pula beberapa ayat yang menjadi latar belakang penjelasannya tersebut yaitu
surah Fushilat ayat 44, Isra ayat 82 dan Yunus ayat 57. Di samping itu, dalam
tafsir Ibnu Katsir terdapat beberapa corak tafsir. Hal ini dipengaruhi dari
beberapa bidang kedisiplinan ilmu yang dimilikinya. Adapun corak-corak tafsir
yang ditemukan dalam tafsir Ibnu Katsir yaitu (1) corak fiqih, (2) corak Ra’yi,
(3) corak Qira’at.22
Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim Terdiri dari 8 Jilid:
1. Jilid 1: Al-Fatihah s/d Al-Baqarah.
2. Jilid 2: Ali-Imran s/d An-Nisa’.
3. Jilid 3: Al-Maidah s/d Al-A’raf.
4. Jilid 4: Al-Anfal s/d An-Nahl.
5. Jilid 5: Al-Isra’ s/d Al-Mu’minun.
21
Budi Ismail, Studi Qishash Dalam Penafsiran Ibnu Katsir Dan Quraish Shihab, (Universitas
Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2019). 42
22
Ibid. 43

18
6. Jilid 6: An-Nur s/d Yasin.
7. Jilid 7: Al-Shaffat s/d Al-Waqi’ah.
8. Jilid 8: Al-Hadid s/d An-Nas.23

23
Maliki, Tafsir Ibn Katsir: Metode Dan Bentuk Penafsirannya, (UIN Sunan Kalijaga, 2018). 79

19
BAB III
BIOGRAFI TOKOH

A. Biografi M. Quraish Shihab


1. Riwayat Kehidupan
Seorang mufassir dan juga ulama yang luas ilmunya ini lahir di
Rappang, Sulawesi Selatan pada 16 Februari 1944. M Quraish Shihab
adalah putra keempat dari 12 bersaudara dari pasangan Abdurrahman
Shihab dan Asma Aburisy. M Quraish Shihab sangat mencintai ilmu-ilmu
al-Qur’an sejak kecil akibat pengaruh dan didikan ayahnya, seorang ahli
tafsir dan akademisi, bahkan ayahnya adalah seorang rektor di dua
perguruan tinggi Islam di Makassar.24
Ayahnya, Prof. KH. Abdurrahman Shihab adalah seorang ulama
dan guru besar dalam bidang tafsir. Abdurrahman Shihab dipandang
sebagai salah seorang tokoh pendidik yang memiliki reputasi baik
dikalangan masyarakat Sulawesi Selatan. Kontribusinya dalam bidang
pendidikan terbukti dari usahanya membina dua perguruan tinggi di Ujung
Pandang, yaitu Universitas Muslim Indonesia(UMI).25
M. Quraish Shihab dibesarkan dalam lingkungan Muslim yang
taat, pada usia sembilan tahun, ia sudah terbiasa mengikuti ayahnya ketika
mengajar. Ayahnya, Abdurrahman Shihab (1905-1986) merupakan sosok
yang banyak membentuk kepribadian bahkan keilmuan kelak,
menamatkan pendidikannya di Jammiyah al-Khair Jakarta, yaitu sebuah
lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia.
M. Quraish Shihab bukanlah satu-satunya pakar al-Qur’an dan
tafsir di Indonesia, tetapi kemampuannya menerjemahkan dan
meyampaikan pesan-pesan al-Qur’an dalam konteks kekinian dan masa
post-modern membuatnya lebih dikenal dan lebih unggul daripada pakar
al-Qur’an dan tafsir lainnya. Dalam hal penafsiran, ia cenderung
24
Faqih El Ilmi Nasution, Konsep Khaira Ummah Menurut M. Quraish Shihab dan Mahmud
Yunus, (Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2020). 7
25
Budi Ismail, Studi Qishash Dalam Penafsiran Ibnu Katsir Dan Quraish Shihab, (Universitas
Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2019). 44

20
menekankan pentingnya penggunaan metode tafsir Maudu’i (tematik),
yaitu penafsiran dengan cara menghimpun sejumlah ayat Al-quran yang
tersebar dalam berbagai surah yang membahas masalah yang sama,
kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh dari ayat-ayat tersebut dan
selanjutnya menarik kesimpulan sebagai jawaban terhadap masalah yang
menjadi pokok bahasan. Menurutnya, dengan metode ini dapat
diungkapkan pendapat-pendapat al-Qur’an tentang berbagai masalah
kehidupan, sekaligus dapat dijadikan bukti bahwa ayat al-Qur’an sejalan
dengan perkembangan iptek dan kemajuan peradaban masyarakat.26
Dengan melihat latar belakang keluarga yang sangat kuat dan
disiplin, maka sangat wajar jika kepribadian keagamaan, dan kecintaan
serta minat terhadap ilmu-ilmu agama dan studi al-Qur’an yang digeluti
oleh M. Quraish Shihab sejak kecil hingga kemudian didukung latar
belakang pendidikan yang dilaluinya mengantarkan menjadi seorang
muffasir.
Setelah kembali ke Indonesia, pada tahun 1984, M Quraish Shihab
ditugaskan di Fakultas Ushuluddin dan Program Pascasarjana IAIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta. Pada tahun 1995, ia dipercaya menjabat Rektor
IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Jabatan tersebut memberikan peluang
untuk merealisasikan gagasan-gagasanya, salah satu di antaranya
melakukan penafsiran dengan menggunakan pendekatan Multi-disipliner,
yaitu pendekatan yang melibatkan sejumlah ilmuwan dari berbagi bidang
spesialisasi. Menurutnya, hal ini akan lebih berhasil untuk
mengungkapkan petunjuk-petunjuk dari al-Qur’an secara maksimal.27
Jabatan lain di luar Kampus yang pernah diembannya, antara lain,
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat sejak 1984: anggota Lajnah
Pentashih Al-Qur’an Departemen Agama sejak 1989, selain itu ia banyak
berkecimpung dalam berbagai organisasi profesional, seperti pengurus
perhimpunan ilmu-ilmu Al-Qur’an Syari’ah, Pengurus Konsursium Ilmu-
26
Ibid. 47
27
Faqih El Ilmi Nasution, Konsep Khaira Ummah Menurut M. Quraish Shihab dan Mahmud
Yunus, (Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2020). 8

21
Ilmu Agama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan Asisten Ketua
Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Serta direktur
pendidikan Kader Ulama (PKU) yang merupakan usaha MUI untuk
membina kader-kader ulama di tanah air.
2. Riwayat Pendidikan
Pendidikan formalnya dimulai dari sekolah dasar di Ujung
pandang. Setelah itu ia melanjutkan ke sekolah lanjutan tingkat pertama di
kota Malang sambil “nyantri” di Pondok Pesantren Darul Hadits al-
Falaqiyah dikota yang sama. Untuk mendalami studi keislamannya, M.
Quraish Shihab dikirim oleh ayahnya ke al-Azhar, Cairo, pada tahun 1958
dan diterima di kelas dua Tsanawiyah. Setelah itu, ia melanjutkan studinya
ke Universitas al-Azhar pada Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir dan
Hadits. Pada tahun 1967 ia meraih gelar LC (setingkat sarjana S1)
Kemudian dia melanjutkan pendidikanya di Fakultas yang sama, sehingga
tahun 1969 ia meraih gelar MA untuk spesialis Tafsir Al-Qur’an dengan
judul al-I’jaz al-Tasri’ Li Al-Qur’an al-Karim.28
Pada tahun 1980 M. Quraish Shihab kembali melanjutkan
pendidikanya di Universitas al-Azhar, dan menulis disertasi yang berjudul
Nazm al-Durar Li al-Baqa’iy Tahqiq wa Dirasah sehingga pada tahun
1982 berhasi meraih gelar doktor dalam studi ilmu-ilmu Al-Qur’an dengan
yudisium Summa Cum laude, yang disertai dengan penghargaan tingkat 1
(Mumtaz Ma’a Martabat al-syaraf al-Ula). Dengan demikian ia tercatat
sebagai orang pertama dari Asia Tenggara yang meraih gelar tersebut.29
3. Karya-karya M. Quraish Shihab
Selain tafsir Al-Mishbah, masih banyak lagi karya-karya M.
Quraish Shihab, karena beliau selain dikenal sebagai pakar tafsir yang
kompeten, beliau juga dikenal sebagai penulis yang produktif. Karya-
karya beliau yang lain yaitu:

28
Budi Ismail, Studi Qishash Dalam Penafsiran Ibnu Katsir Dan Quraish Shihab, (Universitas
Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2019). 45
29
Ibid. 33

22
1. Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Berbagai Persoalan Umat
(Bandung: Mizan 1996)
2. Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan
Masyarakat (Bandung: Mizan, 1995)
3. Studi Kritis Al-Manar (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994)
4. Tafsir al-Manar: Keistimewan dan Kelemahannya (Ujung Pandang:
IAIN Alauddin, 1984)
5. Tafsir Ayat-Ayat Pendek (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999)
6. Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Departemen Agama RI, 1987)
7. Mahkota Tuntunan Illahi: Tafsir Surat al-Fatihah (Jakarta: Untagama,
1988)
8. Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan (Bandung: Mizan, 1994)
9. Untaian Permata buat Anakku: Pesan Al-Qur’an untuk Mempelai
(Bandung, Mizan, 1995)
10. Menyingkap Ta’bir Illahi: al-Asma’ al-Husna dalam Prespektif al-
Qur’an (Bandung: Mizan, 1998).
Dan masih banyak lagi karya beliau yang tidak memungkinkan bila
peneliti sebutkan seluruhnya. Pastinya beliau adalah ulama yang
berpikiran modern tetapi tetap berdasarkan hadits-hadits dan atsar-atsar
yang terjamin ke-Shahihannya.30

B. Biografi Ibnu Katsir


1. Riwayat Kehidupan
Nama lengkap Ibnu Katsir adalah Imad ad-Din Abu al-Fida’ Ismail
Ibn Amar Ibn Katsir Ibn Zara’ al-Bushra al-Dimasiqy. Beliau lahir di Desa
Mijdal dalam wilayah Bushra (Basrah) pada tahun 700 H/ 1301 M. Oleh
karena itu, ia mendapat predikat “al-Bushrawi‟ (orang Basrah). Ibnu
Katsir adalah anak dari Shihab ad-Din Abu Hafsh Amar Ibn Katsir Ibn
Dhaw Ibn Zara’ al-Quraisyi, yang merupakan seorang ulama terkemuka

30
Faqih El Ilmi Nasution, Konsep Khaira Ummah Menurut M. Quraish Shihab dan Mahmud
Yunus, (Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2020). 8

23
pada masanya. Ayahnya bermazhab Syafi‟i dan pernah mendalami
mazhab Hanafi.31
Menginjak masa kanak-kanak, ayahnya sudah meninggal dunia.
Kemudian Ibnu Katsir tinggal bersama kakaknya (Kamal ad-Din Abd
Wahhab) dari desanya ke Damaskus.32 Di kota inilah Ibnu katsir tinggal
hingga akhir hayatnya. Hal-hal yang sangat menguntungkan bagi Ibnu
katsir dalam pengembangan karir keilmuan, adalah kenyataan bahwa
dimasa pemerintah Dinasti Mamluk merupakan pusat studi Islam seperti
madrasah-madrasah, masjid-masjid berkembang pesat. Perhatian penguasa
pusat di Mesir maupun penguasa daerah Damaskus sangat besar terhadap
studi Islam. Banyak ulama yang ternama lahir pada masa ini, yang
akhirnya menjadi tempat Ibnu Katsir menimba ilmu.
Kealiman dan keshalihan sosok Ibnu Katsir telah diakui para ulama
di zamannya maupun ulama sesudahnya. Adz-Dzahabi berkata bahwa Ibnu
Katsir adalah seorang Mufti (pemberi fatwa), Muhaddits (ahli hadits),
ilmuan, ahli fiqih, ahli tafsir dan beliau mempunyai karangan yang banyak
dan bermanfaat. Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata bahwa beliau
adalah seorang yang disibukkan dengan hadits, menelaah matan-matan dan
rijalul hadistnya (perawinya), ingatannya sangat kuat, pandai membahas,
kehidupannya dipenuhi dengan menulis kitab, dan setelah wafatnya
manusia masih dapat mengambil manfaat yang sangat banyak dari karya-
karyanya.33
Salah seorang muridnya, Syihabuddin bin Hajji berkata, “Beliau
adalah seorang yang paling kuat hafalannya yang pernah aku temui
tentang matan (isi) hadits, dan paling mengetahui cacat hadits serta
keadaan para perawinya. Para sahahabat dan gurunya pun mengakui hal
itu. Ketika bergaul dengannya, aku selalu mendapat manfaat (kebaikan)
darinya.34
31
Budi Ismail, Studi Qishash Dalam Penafsiran Ibnu Katsir Dan Quraish Shihab, (Universitas
Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2019). 39
32
Ibid. 39
33
A, Rofiq, Studi Kitab Tafsir, (Jakarta: Gema Insani, 2006) 147
34
Ibid. 132

24
Ibnu Katsir meninggal dunia pada tahun 774 H di Damaskus dan
dikuburkan bersebelahan dengan makam gurunya, Ibnu Taimiyah. Meski
kini beliau telah lama tiada, tapi peninggalannya akan tetap berada di
tengah umat, menjadi rujukan terpercaya dalam memahami Al Qur’an
serta Islam secara umum. Umat masih akan terus mengambil manfaat dari
karya-karyanya yang sangat berharga.35
2. Riwayat Pendidikan
Ibnu Katsir memulai pengembaraan keilmuannya dengan banyak
bertemu dengan para ulama-ulama besar pada saat itu, termasuk Syaikh al-
Islam Ibnu Taimiyah, dan juga Baha al-Din al-Qasimy bin Asakir (w.
723), Ishaq bin Yahya al-Amidi (w. 728). Ibnu Katsir juga banyak
mendalami ilmu-ilmu keislaman lainnya, selain dalam bidang tafsir Ibnu
Katsir juga sangat menguasai bidang hadits, fiqih, dan sejarah. Hal itu
dibuktikan dengan banyak karya-karyanya yang berkaitan dengan hal
tersebut. Maka dari itu, sangat wajar jika dia diberi gelar sebagai mufassir,
muhaddits, faqīh, dan muarrikh.36
Ibnu Katsir tumbuh besar di kota Damaskus. Di sana, beliau
banyak menimba ilmu dari para ulama di kota tersebut, salah satunya
adalah Syaikh Burhanuddin Ibrahim al-Fazari. Beliau juga menimba ilmu
dari Isa bin Muth’im, Ibn Asyakir, Ibn Syairazi, Ishaq bin Yahya bin al-
Amidi, Ibn Zarrad, al-Hafizh adz-Dzahabi serta Ibnu Taimiyah. Selain itu,
beliau juga belajar kepada Syaikh Jamaluddin Yusuf bin Zaki al-Mazzi,
salah seorang ahli hadits di Syam. Syaikh al-Mazzi ini kemudian
menikahkan Ibnu Katsir dengan putrinya. Selain Damaskus, beliau juga
belajar di Mesir dan mendapat ijazah dari para ulama di sana. Berkat
kegigihan belajarnya, akhirnya beliau menjadi ahli tafsir ternama, ahli
hadits, sejarawan serta ahli fiqih besar abad ke-8 H. Kitab beliau dalam
bidang tafsir yaitu Tafsir Al-Qur’an al-‘Azhim menjadi kitab tafsir terbesar

35
Ibid. 147
36
Maliki, Tafsir Ibn Katsir: Metode Dan Bentuk Penafsirannya, (UIN Sunan Kalijaga, 2018). 76

25
dan tershahih hingga saat ini, di samping kitab tafsir Muhammad bin Jarir
ath-Thabari.
Para ulama mengatakan bahwa tafsir Ibnu Katsir adalah sebaik-
baik tafsir yang ada di zaman ini, karena ia memiliki berbagai
keistimewaan. Keistimewaan yang terpenting adalah menafsirkan al-
Qur’an dengan al-Qur’an (ayat dengan ayat yang lain), menafsirkan al-
Qur’an dengan as-Sunnah (Hadits), kemudian dengan perkataan para
salafush shalih (pendahulu kita yang shalih, yakni para shahabat, tabi’in
dan tabi’ut tabi’in), kemudian dengan kaidah-kaidah bahasa Arab.37
3. Karya-Karya Ibnu Katsir
Selain Tafsir Al-Qur’an al-‘Azhim, beliau juga menulis kitab-kitab
lain yang sangat berkualitas dan menjadi rujukan bagi generasi
sesudahnya, di antaranya adalah:
1. Al-Tafsir, sebuah kitab Tafsir bi al-Riwāyah yang terbaik, di mana
Ibnu katsir menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, kemudian
dengan hadits-hadits masyhur yang terdapat dalam kitab-kitab para
ahli hadits, disertai dengan sanadnya masing-masing.
2. al-Bidāyah wa al-Nihāyah, sebuah kitab sejarah yang berharga dan
terkenal, dicetak di Mesir di percetakan al-Sa`adah tahun 1358 H.
Dalam 14 Jilid. Dalam buku ini Ibnu katsir mencatat kejadian-kejadian
penting sejak awal penciptaan sampai peristiwa-peristiwa yang terjadi
pada tahun 768 H, yakni kurang lebih dari 6 tahun sebelum wafatnya.
3. al-Sirah, (ringkasan sejarah hidup Nabi Muhammad Saw.). Kitab ini
telah dicetak di Mesir tahun 1538 H, dengan judul, al-Fushul fi
Ikhtishari Sirat Rasul.
4. al-Sirah al-Nabawiyah (kelengkapan sejarah hidup Nabi Saw.).
5. Ikhtishar ‘Ulumul al-Hadist, Ibnu katsir meringkaskan kitab
Muqaddimah Ibn Shalah, yang berisi ilmu Musthalah al-Hadist. Kitab

37
https://ahlulhadist.com/2007/10/02/ibnu-katsir-701-774-h/ “Para Ulama Ahlul Hadits Biografi
Ahlul Hadits, Para Sahabat, Tabi’in dan Tabiut-Tabi’in Beserta Keluarga Rasulullah” (Diakses
pada tanggal 13 Oktober 2022, pada pukul 16:30 WIB)

26
ini telah di cetak di Makkah dan di Mesir, dengan penelitian yang
dilakukan oleh Syaikh Ahmad Muhammad Syakir pada tahun 1370 H.
6. Jami al-Masanid wa al-Sunan, kitab ini disebut oleh Syaikh
Muhammad Abdur Razzaq Hamzah dengan judul, ”al-Huda wa al-
Sunnah fi Ahadis al-Masanid wa al-Sunan”, di mana Ibnu katsir telah
menghimpun antara Musnad Imam Ahmad, al-Bazzar, Abu Ya’la dan
Ibnu Abi Syaibah dengan al-Kutub al-Sittah menjadi satu.
7. al-Takmil fi Ma`rifah al-Tsiqât wa al-Dhu’afa’i wa al-Majahil, di
mana Ibnu katsir menghimpun karya-karya gurunya, al-Mizzi dan al-
Dzahabi menjadi satu, yaitu Tahzib al-Kamal dan Mizan al-I`tidal, di
samping ada tambahan mengenai al-Jarh wa al-Ta`dil.
8. Musnad al-Syaikhain, Abi Bakar dan Umar, musnad ini terdapat di
Darul Kutub al-Mishriyah.
9. Risalah al-Jihad, di cetak di Mesir.
10. Thabaqat al-Syafi`iyah, bersama dengan Manaqib al-Syafi`i.
11. Iktishar, ringkasan dari kitab al-Madkhal ila Kitab al-Sunan karangan
al-Baihaqi
12. al-Muqaddimat, isinya tentang Musthalah al-Hadits.
13. Takhrij Ahadist Adillatit Tanbih, isinya membahas tentang furu’ dalam
madzab al-Syafi`i.
14. Takhrij Ahadistsi Mukhtashar Ibn Hajib, berisi tentang usul fiqh.
15. Syarah Shahih al-Bukhari, merupakan kitab penjelasan tentang hadits-
hadits Bukhari. Kitab ini tidak selesai, tetapi dilanjutkan oleh Ibnu
Hajar al-Asqalani (952 H./ 1449 M. )
16. al-Ahkam, kitab fiqh yang didasarkan pada Al-Qur’an dan hadist.
17. Fadillah Al-Qur’an, berisi tentang sejarah ringkasan Al-Qur’an. Kitab
ini di tempatkan pada halaman akhir Tafsir Ibnu Katsir.38

38
Nur Faizin Maswan, Kajian Diskriptif Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Menara Kudus, 2002). 43

27
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Konsep Khaira Ummah Menurut M. Quraish Shihab


Setelah menjelaskan kewajiban berdakwah atas umat Islam, pada ayat 104,
persatuan dan kesatuan mereka dituntut kini dikemukakan bahwa kewajiban
dan tuntutan itu pada hakikatnya lahir dari kedudukan umat ini sebagai sebaik-
baiknya umat. Ini yang membedakan mereka dengan Āhli Kitāb yang justru
mengambil sikap bertolak belakang dengan itu.39
Bagi orang yang ingin menjadi Khaira Ummah harus memiliki dan bisa
menjalankan beberapa persyaratannya, persyaratan itu lahir dari hakikat
bahwa umat Islam adalah umat terbaik yang diwujudkan atau dilahirkan ke
muka bumi. Tiga persyaratan tersebut yaitu:

1. Menyuruh Kepada Yang Makruf. (Al-Amru Bil Ma’ruf)

M. Quraish Shihab menafsirkan bahwa menyuruh kepada yang


Ma’ruf sebagai sesuatu hal yang dianggap baik bagi orang-orang didunia
dan masyarakat sekitar selagi sesuatu tersebut tidak bertentangan dengan
nilai-nilai ilahi. Dengan menyuruh kepada yang Ma’ruf juga dapat
menuntun kita sekalian umat Islam agar bisa menjunjung tinggi dan
memuliakan sifat-sifat Rabbaniyah sebagai refleksi dari pancaran nilai-
nilai ilahi agar dapat dan mampu tercermin didalam sifat-sifat yang ada
pada manusia yang mulia melalui Mu’amalah Ma’a An-Nass, yang
menjadikan manusia tersebut rahmat bagi seluruh alam.40

2. Mencegah Kepada Yang Munkar. (Nahi ‘An Munkar)

M. Quraish Shihab memaknai bahwa mencegah kepada yang


Munkar sebagai sesuatu hal yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur dan
budi pekerti. Seperti pemimpin yang dipilih dan ditunjuk oleh masyarakat
tidak boleh melakukan segala sesuatu sewenang-wenangnya, dikarenakan
39
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002). Vol. II. 221
40
Ibid. 222

28
hal tersebut bertentangan dengan nilai-nilai luhur yang ada, ini
menandakan bahwa mencegah kepada yang Munkar adalah hal yang harus
dilakukan oleh setiap individu, apalagi oleh orang yang memiliki
kekuasaan sehingga kontrol sosial dapat ditegakkan.41

4. Beriman Kepada Allah Swt. (Tu’minuuna Billahi)

M. Quraish Shihab mengartikan beriman kepada Allah ialah harus


dengan sebenar-benarnya iman. Atas dasar beriman kepada Allah itulah
kita tergerak untuk mengamalkan segala perintah-Nya dan sunnah-sunnah
Rasul-Nya. Disisi lain M. Quraish Shihab mengutip pendapat Mufassir
lain yaitu Sayyid Muhammad Husain ath-Thabathaba’I yang mengartikan
beriman kepada Allah sebagai bersatu padu berpegang teguh kepada tali
Allah dan tidak bercerai-berai.42
Ketika menafsirkan ketiga persyaratan diatas, M. Quraish Shihab juga
menyinggung bahwa Khaira Ummah ditujukan kepada umat islam secara
umum, baik dimasa Rasulullah ataupun sekarang. Akan tetapi tingkat
kebaikannya tidak dapat diduga dan dikira-kira, boleh jadi generasi dulu lebih
baik dibandingkan generasi sekarang, ataupun sebaliknya. Beliau menukil
hadits Nabi Saw. yang artinya: “Umatku bagaikan hujan, tidak diketahui
awalnya, pertengahannya, atau akhirnyakah yang baik.”43
M Quraish Shihab menjelaskan bahwa Khaira Ummah juga bisa dimiliki
oleh Āhli kitāb, karena ini meyangkut sifat Allah yang maha adil terhadap
sesama manusia meskipun dengan catatan mereka harus mengikuti keimanan
umat Islam dan mereka tidak bercerai-berai.44
M. Quraish Shihab juga menuturkan, bahwa barang siapa yang telah
memiliki dan dapat melaksanakan ketiga syarat diatas maka orang tersebut
akan mendapatkan keutamaan, yaitu: dapat menegakkan kontrol sosial yang
41
M. Quraish Shihab, Al-Lubab; Makna, Tujuan, dan Pelajaran Dari Surah-Surah Al-Qur’an,
(Tangerang: Lentera Hati, 2012). Vol. I. 129
42
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002). Vol I. 223
43
Ibid. 222
44
Faqih El Ilmi Nasution, Konsep Khaira Ummah Menurut M. Quraish Shihab dan Mahmud
Yunus, (Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2020). 13-14

29
baik sehingga akan tercipta Baldatun Thayyibatun Wa Rabbul Ghafur, yang
menjadikan penghuninya dapat hidup dengan tenang dan penuh
kesejahteraan.45

C. Konsep Khaira Ummah Menurut Ibnu Katsir


Surah Ali-Imran ayat 110 tersebut merupakan pasangan dari ayat 104 dari
surah itu sendiri, oleh karena itu persambungan kedua ayat bisa dilihat sebagai
semacam hubungan kausalitas (sebab-akibat), karena pelaksanaan perintah
dalam ayat terdahulu itu menyebabkan para pelaksananya diberi predikat umat
terbaik atau Khaira Ummah, tentunya dengan melaksanakan tugas ke
dakwahan yang identik dengan amar ma'ruf, nahi munkar, dalam kedua ayat
tersebut terjadi dua kali pengulangan substansi dengan redaksi yang sedikit
berbeda dari segi dhamir (kata ganti) dalam penyebutan amar ma'ruf, nahi
munkar meskipun tugas dakwah ini sama-sama ditujukan kepada satu umat,
yaitu Islam.46
Ibnu Katsir menuturkan, setidaknya ada tiga hal yang berkaitan dengan
Khaira ummah yang terdapat pada ayat 110 dalam surah Ali-Imran yaitu:

1. Paling Baik dan Paling Bermanfaat Bagi Orang Lain

Dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir menafsirkan bahwa Khaira Ummah


adalah orang-orang yang paling baik dan paling berguna bagi orang lain.
Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah sehubungan dengan ayat
“Kamu adalah umat terbaik yang dikeluarkan bagi manusia”, dia berkata:
“Kamu adalah sebaik-baik manusia atas manusia lainnya. Dahulu kamu
datang kepada mereka, sedang lehermu masih dibelenggu, sebelum kamu
masuk Islam”. Demikian pula menurut riwayat Ibnu Abbas dan sejumlah
Tabi’in.47

45
M. Quraish Shihab, Al-Lubab; Makna, Tujuan, dan Pelajaran Dari Surah-Surah Al-Qur’an,
(Tangerang: Lentera Hati, 2012). Vol. I. 129
46
Harles Anwar dan Kari Sabara, Prinsip-Prinsip Khaira Ummah Berdasarkan Surah Ali-Imran
Ayat 110, Jurnal Kajian Islam, 42 (Agustus). 192
47
Muhammad Nasib Ar-Rifa’I, Kemudahan Dari Allah; Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta:
Gema Insani, 2011). Jilid I. 426-427

30
2. Umat Terakhir Didunia Tapi Umat Pertama Yang Masuk Surga

Dalam hal ini, Ibnu Katsir juga menjelaskan bahwa umat Islam
adalah umat terakhir didunia, tetapi menjadi umat pertama diakhirat dan
umat pertama yang akan masuk kedalam surga, pendapat ini selaras
dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abdurrrazaq dari Abu Hurairah,
dari Nabi Saw. Bersabda: Kami adalah umat terakhir, namun merupakan
umat yang pertama masuk surga pada hari kiamat, walaupun mereka
diberi kitab sebelum kami dan kami diberi kitab sesudah mereka. Lalu
Allah menunjukkan kita kepada kebenaran yang diperselisihkan oleh
mereka, hari inilah yang merka perselisihkan itu. Kita menjadi manusia
yang diikuti manusia lain pada hari kiamat, termasuk diikuti oleh Yahudi
dan Nasrani.”48
Hal yang diperselisihkan adalah perihal hari mulia umat tersebut,
yang mana umat Islam diberi hari Jum’at oleh Allah sebagai hari mulia
mereka, sedangkan untuk Yahudi adalah hari Sabtu dan untuk Nasrani
adalah hari Ahad. Ini menandakan bahwa umat Islam lebih utama
dibandingkan umat yang lain, dikarenakan hari jum’at lebih awal dari hari
sabtu dan hari Ahad milik umat Yahudi dan Nasrani.

3. 70 Ribu Orang Masuk Surga Tanpa Hisab dan Menjadi Penghuni


Surga Terbanyak

Selain dua hal diatas, Ibnu katsir juga membahas bahwasanya akan
ada golongan dari umat islam yang akan memasuki surga tanpa adanya
hisab dan azab, dikarenakan mereka gemar melakukan ketiga hal yang
terdapat didalam surah Ali-Imran ayat 110 tersebut, yaitu, amar ma’ruf
nahi munkar dan Beriman kepada Allah Swt, dan menjadi seperempat
hingga dua pertiga orang-orang yang menghuni surga kelak.
Beliau mengutip hadits dari ash-Shahihain yang diriwayatkan oleh
Az-Zuhri dari Said bin Musayyab bahwa Abu Hurairah menceritakan
kepadanya, “saya mendengar Rasulullah Saw. bersabda: ‘Akan masuk
48
Ibid. 428-429

31
surga segolongan umatnya sebanyak 70 ribu orang. Wajahnya bersinar
seterang bulan pada malam purnama’ Abu Hurairah berkata, ‘Maka
Ukasyah bin Muhsin al-Asdi mengacungkan tangannya seraya berkata,
‘Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah kiranya Dia menjadikan aku
bagian dari mereka.’ Maka Rasulullah Saw. bersabda: ‘Ya Allah,
Jadikanlah dia sebagai bagian dari mereka’ kemudian seorang Anshar
Bangkit dan mengajukan permintaan yang sama. Maka beliau bersabda:
‘kamu sudah didahului oleh Ukasyah’”49
Juga hadits yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dari Abu
Hurairah, dia berkata “Setelah ayat ‘Segolongan dari umat terdahulu dan
segolongan dari umat kemudian’ diturunkan, Rasulullah Saw. bersabda:
‘Kamu adalah seperempat penghuni surga; kamu adalah sepertiga
penghuni surga; kamu adalah setengah penghuni surga; dan kamu adalah
dua pertiga penghuni surga.’”50
Ibnu Katsir menyebutkan bahwa ayat tersebut berlaku secara umum untuk
umat Islam secara keseluruhan pada seetiap generasi berdasar tingkatannya,
dan sebaik-baiknya generasi adalah para Sahabat Rasulullah Saw, kemudian
yang setelah mereka, lalu generasi berikutnya. Sebagaimana firman Allah
yang artinya: “Dan demikian (pula) kami telah menjadikan kamu (Umat
Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan)
manusia” (QS. Al-Baqarah: 143)
Itulah hal-hal yang berkaitan dengan Khaira Ummah, Ibnu Katsir
menuturkan bahwa barang siapa yang memiliki sifat-sifat yang terdapat dalam
surah Ali-Imran ayat 110 tersebut, berhak masuk kedalam golongan umat
yang mendapatkan pujian tersebut yang telah dipaparkan diatas, dikarenakan
hadits-hadits diatas berkaitan dan senada dengan hal tersebut51
Dan bagi mereka yang tidak memiliki ketiga sifat diatas maka ia seperti
Ahli Kitab yang dicela oleh Allah Swt. Melalui firman-Nya yang artinya:
“mereka tidak saling melarang dari kemunkaran yang mereka lakukan” (QS.
49
Ibid. 427
50
Ibid. 428
51
Ibid. 429

32
Al-Maidah: 79). Oleh karena itu, ketika Allah memeberikan pujian kepada
umat Islam atas sifat-sifat yang mereka miliki, Allah juga mencela para Ahli
Kitab yang mana seandainya mereka beriman terhadap apa yang diturunkan
kepada nabi Muhammad Saw. maka tentulah itu lebih baik bagi mereka akan
tetap sedikit dari mereka yang melakukannya dan kebanyakan dari mereka
berada dalam kesesatan, kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan.
Bagi mereka, selain mendapat pujian dari Allah Swt. juga mendapatkan
beberapa keutamaan, baik didunia maupun diakhirat, yaitu: menjadi saksi akan
perbuatan manusia diakhirat kelak, kemudian menjadi juara umat dalam
menuju kebaikan semasa hidup didunia dan menjadi semulia-mulianya umat
dibandingkan dengan umat yang lain yang pernah Allah Swt. ciptakan.52

D. Analisis Terhadap Konsep Khaira Ummah Menurut M. Quraish Shihab


dan Ibnu Katsir
1. Konsep Khaira Ummah Menurut M. Quraish Shihab dan Ibnu Katsir

Konsep Khaira Ummah menurut M. Quraish Shihab sebagai umat


terbaik yang dikeluarkan untuk manusia sejak nabi Adam hingga akhir
zaman dikarenakan sifat-sifatnya yang selalu berbuat baik yakni yang
dianggap baik oleh masyarakat juga sesuai dengan nilai-nilai ilahi dan
selalu mencegah perbuatan yang keji yakni yang bertentangan dengan
nilai-nilai ilahi dan beriman kepada Allah dengan cara mengikuti
tuntunan-Nya dan tuntunan rasul-Nya serta berpegang teguh pada tali
Allah dan tidak bercerai berai.
Sementara Ibnu Katsir menafsirkan bahwasanya Khaira Ummah
adalah yang paling baik dan paling bermanfaat bagi orang lain. Yang
paling baik disini memiliki maksud yaitu orang yang tenang, bertakwa
kepada Allah Swt, melakukan amar ma’ruf nahi munkar dan selalu
menjalin tali silaturrahim, sebagaimana hadits Nabi Saw. yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Durrah binti Abu Lahab, dia berkata,

52
Iva Rustiana, Khaira Ummah Dalam Tafsir Sunni Dan Syi’ah, (UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2018). 58-59

33
“Seseorang bangkit dan menuju Nabi Saw. ketika beliau berada diatas
mimbar, lalu bertanya, ‘Ya Rasulullah, siapakah manusia yang paling
baik?’ Beliau bersabda: ‘Manusia yang paling baik adalah yang paling
tenang, paling bertakwa, paling giat menyuruh kepada yang ma’ruf,
paling gencar melarang kemunkaran, dan paling rajin bersilaturrahmi’” 53

2. Persamaan dan Perbedaan Konsep Khaira Ummah Menurut M.


Quraish Shihab dan Ibnu Katsir

Kedua mufassir ini memiliki kesamaan dalam menafsirkan


bahwasanya Ahli Kitab dapat menjadi Khaira Ummah sebagaimana umat
Islam, dengan syarat mereka harus mau mengakui dan mengimani apa-apa
yang telah Allah turunkan kepada Nabi Muhammad Saw. akan tetapi,
banyak dari mereka yang tidak melakukannya sehingga Allah Swt.
menghina mereka dan membandingkan mereka dengan umat Islam,
sehingga mereka berada didalam kesesatan, kefasikan dan kehancuran
yang nyata. Maka dari itu Allah Swt. mengistimewakan umat Islam
dikarenakan mereka gemar melakukan Amar Ma’ruf, dan Nahi Munkar,
serta selalu beriman kepada Allah Swt. didalam setiap keadaan.
Tetapi mereka memiliki perbedaan dalam syarat-syarat untuk
menjadi bagian dari Khaira Ummah. M. Quraish Shihab menuturkan,
untuk menjadi Khaira Ummah haruslah melakukan ketiga syarat yang
terdapat didalam surah Ali Imran ayat 110 tersebut, yaitu melakukan amar
ma’ruf yang sesuai dengan nilai-nilai ilahi, dan mencegak kemunkaran
yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur yang ada, serta selalu
berpegang teguh kepada tali Allah didalam setiap keadaan. Dan barang
siapa yang tidak melakukan ketiga hal diatas, maka akan terjadi
kehancuran atas negeri mereka serta tidak diterimanya doa-doa mereka.
Sementara itu, Ibnu Katsir tidak menetapkan syarat-syarat untuk
menjadi Khaira Ummah. Beliau hanya menuturkan keutamaan-keutamaan
dan balasan-balasan bagi orang yang memiliki sifat-sifat yang terdapat
53
Muhammad Nasib Ar-Rifa’I, Kemudahan Dari Allah; Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta:
Gema Insani, 2011). Jilid I. 427

34
didalam surah Ali Imran ayat 110 tersebut. Beliau menafsirkan kata Khair
berdasarkan hadits Nabi Saw. yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari
Durrah binti Abu Lahab, dia berkata, “Seseorang bangkit dan menuju Nabi
Saw. ketika beliau berada diatas mimbar, lalu bertanya, ‘Ya Rasulullah,
siapakah manusia yang paling baik?’ Beliau bersabda: ‘Manusia yang
paling baik adalah yang paling tenang, paling bertakwa, paling giat
menyuruh kepada yang ma’ruf, paling gencar melarang kemunkaran, dan
paling rajin bersilaturrahmi.’”

35
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah menjelaskan mengenai pemaparan dan analisis terhadap penafsiran
M Quraish Shihab dan Ibnu Katsir mengenai Khaira Ummah, maka tibalah
pada beberapa kesimpulan terhadap penelitian ini, yaitu:
1. M. Quraish Shihab berpendapat bahwa umat Islam adalah umat terbaik
yang dikeluarkan untuk manusia sejak nabi Adam hingga akhir zaman
dikarenakan sifat-sifatnya yang selalu berbuat baik yakni yang dianggap
baik oleh masyarakat juga sesuai dengan nilai-nilai ilahi serta selalu
mencegah perbuatan yang keji yakni yang bertentangan dengan nilai-nilai
ilahi juga beriman kepada Allah dengan cara mengikuti tuntunan-Nya dan
tuntunan Rasul-Nya serta berpegang teguh pada tali Allah dan tidak
bercerai berai. Sementara Ibnu Katsir menafsirkan bahwasanya Khaira
Ummah adalah yang paling baik dan paling bermanfaat bagi orang lain.
Yang paling baik disini memiliki maksud yaitu orang yang tenang,
bertakwa kepada Allah Swt, melakukan amar makruf nahi munkar dan
selalu menjalin tali silaturrahim. Dengan ini, kedua Mufassir memiliki
persamaan dan perbedaan sebagai berikut:
a. Persamaan: M. Quraish Shihab dan Ibnu Katsir memiliki persamaan
dalam berpendapat bahwasanya para Ahli Kitab dapat menjadi Khaira
Ummah jika mereka beriman terhadap apa-apa yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad Saw.
b. Perbedaan: M. Quraish Shihab dan Ibnu Katsir memiliki perbedaan
dalam penetapan syarat-syarat untuk menjadi Khaira Ummah, yang
mana M. Quraish Shihab menetapkan tiga syarat untuk menjadi
Khaira Ummah yaitu: melakukan amar ma’ruf nahi munkar dan
beriman kepada Allah Swt. Sedangkan Ibnu Katsir hanya
menerangkan keutamaan-keutamaan bagi orang-orang yang memiliki
dan melaksanakan ketiga hal tersebut.

36
2. M. Quraish Shihab menyebutkan bahwa, bagi orang-orang yang telah
melaksanakan ketiga syarat tersebut akan mampu dan bisa menegakkan
kontrol sosial dengan baik, sehingga akan tercipta Baldatun Thayyibatun
Wa Rabbul Ghafur. Sedangkan Ibnu Katsir menuturkan bahwa orang yang
telah melakukan hal-hal yang terdapat didalam surah Ali-Imran ayat 110
akan menjadi semulia-mulianya umat yang pernah diciptakan dan akan
masuk kedalam golongan umat islam yang masuk tanpa hisab dan azab
dihari kiamat kelak dengan wajah seterang bulan purnama, dan setiap
orang akan membawa 70 ribu orang lainnya untuk masuk surga
bersamanya. Mereka juga akan menjadi saksi atas perbuatan manusia
diakhirat kelak.

B. Saran
Setelah peneliti mengadakan penelitian ini, maka diakhir peneliti ingin
menyampaikan beberapa saran untuk semua pihak. Adapun saran-saran
tersebut ialah:
1. Setelah mengetahui Konsep mengenai Khaira Ummah menurut kedua
mufassir, alangkah baiknya bila diamalkan dalam kehidupan sehari-hari
sehingga dapat menciptakan Baldatun Thayyibatun Wa Rabbul Ghafur.
2. Peneliti menyarankan agar adanya penelitian lebih lanjut mengenai Khaira
Ummah ini melalui penelitian lapangan dengan tema utama penelitan ini,
sehingga implementasi dari nilai-nilai Khaira Ummah mampu
diterjemahkan ke dalam kehidupan sehari-hari dalam upaya melihat sejauh
mana nilai-nilai Khaira Ummah diterapkan khususnya di pondok kita ini.
3. Menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk menggunakan metode
penelitian yang berbeda terkait penelitian ini agar mendapatkan hasil dan
kesimpulan yang lebih spesifik dan optimal.

C. Penutup
Sebagai penutup, peneliti sampaikan terima kasih sebanyak-banyaknya
kepada semua pihak yang membantu penyelesaian penelitian ini. Semoga apa
yang telah peneliti lakukan menjadi inventaris akhir penambah timbangan

37
amal kebaikan dan tercatat di sisi-Nya sebagai amal sholeh serta menjadi
investasi kehidupan akhirat kelak. Amien Ya Rabbal Alamien….
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Harles dan Kari Sabara. 2012. Prinsip-Prinsip Khaira Ummah
Berdasarkan Surah Ali Imran Ayat 110. Jurnal Kajian Islam, 42
(Agustus). 192-121
Ar-Rifa’I, Muhammad Nasib. 2011. Kemudahan Dari Allah; Ringkasan Tafsir
Ibnu Katsir. Jakarta: Gema Insani. 426-429
Ash Shâbûniy, Muhammad Ali. 2016. At-Tibyan fi Ulumil Quran. Mesir: Dar Al-
Mawahib Al-Islamiyah. 208
Chamidi, Agus Salim, Raisa Ruchama Silmi Chamidi. 2019 Konsep Baru
Pendidikan Karakter Mabadi Khaira Ummah. Jurnal Ar-Rihlah. Vol. 4.
IAINU Kebumen. 175-181
https://www.abusyuja.com/2020/12/pengertian-mabadi-khaira-ummah-dan.html
(Diakses pada tanggal 10 Oktober 2022, pada pukul 16:30 WIB)
https://id.wikipedia.org/wiki/Tafsir_Al-Mishbah (Diakses pada tanggal 10
Oktober 2022, pada pukul 16:50 WIB)
https://ahlulhadist.com/2007/10/02/ibnu-katsir-701-774-h/ “Para Ulama Ahlul
Hadits Biografi Ahlul Hadits, Para Sahabat, Tabi’in dan Tabiut-Tabi’in
Beserta Keluarga Rasulullah” (Diakses pada tanggal 13 Oktober 2022,
pada pukul 16:30 WIB)
Ismail, Budi. 2019. Studi Qishash Dalam Penafsiran Ibnu Katsir Dan Quraish
Shihab. Lampung: Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung. 39-45
KBBI Offline v1.5.1
Kuntowijoyo. 2006. Islam Sebagai Ilmu. Yogyakarta: Tiara Wacana. 13
Mun’im, Muhtadi Abdul. 2013. Metode Penelitian Untuk Pemula. Al-Amien
Prenduan: Mutiara Press. 52
Muttaqin, Ahmad. 2019. Khaira Ummah Dan Ummatan Wasathan. Jurnal Kajian
Islam. 2
Maswan, Nur Faizin. 2002. Kajian Diskriptif Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Menara
Kudus. 43
Maliki. 2018. Tafsir Ibn Katsir: Metode Dan Bentuk Penafsirannya. Yogyakarta:
UIN Sunan Kalijaga. 76-79
Nasution, Faqih El Ilmi. 2020. Konsep Khaira Ummah Menurut M. Quraish
Shihab dan Mahmud Yunus. Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta. 1-14

38
Rustiana, Iva. 2018. Khaira Ummah Dalam Tafsir Sunni Dan Syi’ah. Jakarta:
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. 58-59
Rofiq, Achmad. 2006. Studi Kitab Tafsir. Jakarta: Gema Insani. 147
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-
Qur’an. Jakarta: Lentera Hati. 221-223
Shihab, M. Quraish. 2012. Al-Lubab; Makna, Tujuan, dan Pelajaran Dari Surah-
Surah Al-Qur’an. Tangerang: Lentera Hati. 129

39

Anda mungkin juga menyukai