SKRIPSI
Oleh :
NIM : 1842115008
SAMARINDA
2022
KONSEP AL-NU<R DALAM KITA<B TAFSI<R AL-TUSTARI<
KARYA ABU< MUH}AMMAD SAHAL AL-TUSTARI<
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sultan Adji Muhammad Idris
Samarinda Sebagai Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Agama
Strata Satu (S. 1) Dalam Ilmu Ushuluddin
Oleh:
NIM : 1842115008
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah
UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Konsep Al-Nu>r Dalam Kita>b Tafsi<r Al-Tustari< Karya Abu> Muh}ammad Sahal Al-
Tustari<
Skripsi ini Telah Diterima Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Program Strata Satu (S.1) pada Fakultas Ushuluddin, Adab,
dan Dakwah (FUAD) UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda
Pada Tanggal 21 Desember 2022
Dekan,
iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
NIM : 1842115008
Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Konsep Al-Nu>r Dalam Kita>b Tafsi>r
Al-Tustari>> karya Abu> Muh}ammad Sahal Al-Tustari>>”, ini adalah hasil karya saya
sendiri. Jika ternyata skripsi ini merupakan karya orang lain, maka saya bersedia
Yang Menyatakan
v
RIWAYAT HIDUP PENULIS
NIM : 1842115008
Orang Tua
Ayah : Mulyono
vi
MOTTO
vii
Abstrak
Rahmaan Khairul Anwar, 2022. “Konsep Al-Nu>r Dalam Tafsi>r Al-Tustari> karya
Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari>. Skripsi, jurusan Qur’an Hadits Fakultas
Ushuluddin, Adab dan Dakwah Universitas Islam Negri Sultan Aji Muhammad Idris
(UINSI) Samarinda”. Penelitian ini dibimbing oleh Dr. Mursalim M. Ag dan Dr.
Fuad Fansuri, Lc., M. Th. I.
Al-Nu>r merupakan salah satu nama surah yang ada dalam Al-Qur’an. Secara
umum kata Al-Nu>r memiliki arti cahaya, terang atau dapat juga berarti sinar yang
menerangi. Kata Al-Nu>r tidak pernah habis untuk diperbincangkan, terlebih lagi
dikalangan kaum sufi. Istilah Al-Nur> pada kaum sufi biasanya dinisbatkan kepada
Nabi Muh}ammad SAW, yang dikenal dengan istilah Nu>r Muh}ammad atau Haqiqah
Muh}ammadiyah, yang berlandaskan QS. Al-Maida>h ayat 15 dan QS. Al-Nu>r ayat 35.
Untuk memahami makna Al-Nu>r tersebut peneliti menggunakan kita>b tafsi>r Al-
Tustari> karya Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari>. Kita>b tafsi>r ini merupakan kita>b
tafsi>r pertama yang menggunakan corak sufi dalam penafsi>rannya. Oleh sebab itu,
penelitian dalam tema Al-Nur> ini menjadi menarik untuk dikaji. Adapun tujuan dalam
penelitian ini, yaitu Pertama, untuk mengetahui term Al-Nu>r dalam kita>b tafsi>r Al-
Tustari> karya Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari>. Kedua, untuk mengetahui pola
penafsiran term Al-Nu>r dalam kita>b tafsi>r Al-Tustari>.
Penelitian ini bersifat kepustakaan dengan metode yang digunakan dalam
penelitian ini bersifat maudhu’i, adapun pendekatan yang digunakan menggunakan
kebahasaan yang bertujuan untuk menggali makna term Al-Nu>r yang ada dalam kita>b
tafsi>r Al-Tustari> karya Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari>.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan ada tujuh penafsiran term Al-Nu>r dalam
kita>b tafsi>r Al-Tustari> diataranya: QS. Al-Baqarah: 257, Al-Taubah: 32, Al-Nu>r: 35,
Al-Zumar: 69, Al-H}adid: 12 dan 13, Al-Saff: 8, Al-Tah}rim: 8. Adapun pola kita>b
tafsir Al-Tustari> peneliti menemukan keunikan pola penafsiran yang Abu> Muh}ammad
Sahal al-Tustari> perlihatkan saat menafsirkan surah Al-Nu>r ayat 35 yang beliau
tafsirkan sebagai Nu>r Muh}ammad. Peneliti menemukan 5 penafisran yang ditafsirkan
sebagai Nu>r Muh}ammad, meski dalam ayat tersebut tidak memiliki redaksi Al-Nu>r di
dalamnya diantaranya: QS. Al-Baqarah ayat 30, Al-A’raf 172, Hu>d ayat 40 serta Al-
Najm ayat 13 dan 16.
viii
KATA PENGANTAR
Alh}amdulillah. Segala puji syukur atas kehadirat Allah SWT agas segala
limpahan rahmat, nikmat, hidayah dan inayah-Nya yang tercurah kepada kita semua.
Atas limpahan rahmat-Nya, semua umat manusia dapat menggunakan potensi dan
anugerah yang ia berikan kepada manusia sebagai mahluk yang paling sempurna.
segala nikmat-Nya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dan terwujud dengan
segala keterbatasan dan kekurangan. Shalawat beserta salam tak lupa dihaturkan
kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai Nabi pembawa risalah agama Islam.
Karya skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
program studi Strata Satu (S.1) jurusan Qur’an Hadis, program Studi Ilmu Al-Qur’an
dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah, UINSI Samarinda guna
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Ibu saya Endang Puspita Sari dan bapak saya Mulyono yang telah memberikan
support berupa materi maupun non materi, karena berkat dukungan merekalah
ix
2. Prof. Dr. Mukhamad Ilyasin, M. Pd selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Dakwah.
5. Dr. Mursalim M.Ag selaku Pembimbing I dan Dr. Fuad Fansuri Lc., M. Th. I.
selesai.
6. Para dosen Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah UINSI Samarida yang
8. Kepada kaka saya Diah Prahesti Ayuningtias dan kaka ipar saya Muhammad
Yulian Eko, karena berkat semangat dan arahanya, saya bisa menyelesaikan
skripsi ini.
x
9. Sahabat baik saya Arini Hidayati yang memberi dukungan dan juga semangat
10. Teman-teman kos saya yang membuat saya bersemangat untuk menyelesaikan
11. Teman-teman seperjuangan di prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir angkatan 2018.
Terimakasih penulis juga haturkan untuk semua pihak yang telah membantu
peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat peneliti sebutkan satu
persatu. Akhir kata penulis semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan Rahmat dan
Ridho-Nya kepada kita semua, terutama kepada semua pihak yang tealah membantu
xi
TRANSLITERASI
xii
ه Ham H Ha
ء Hamzah ‘ Apostrof
ي Ya Y Ye
Hamzah ( )ءyang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda apapun.
Jika terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda (‘).
2. Vokal
Vokal bahasa Arab seperti halnya vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Vokal tunggal bahasa Arab
yang lambangnya berupa tanda atau harakat, maka transliterasinya adalah sebagai
berikut :
Aksara Arab Aksara Latin
Simbol Nama (Bunyi) Simbol Nama (Bunyi)
َا Fathah A a
َا Kasrah I i
َا Dhammah U u
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan
huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf yang meliputi :
Aksara Arab Aksara Latin
Simbol Nama (Bunyi) Simbol Nama (Bunyi)
َي fathah dan ya Ai a dan i
َو kasrah dan waw Au a dan u
Contoh :
َكيْف : kaifa bukan kayfa
َه ْول : haula bukan hawla
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ................................................................................................ i
HALAMAN JUDUL .................................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................................. iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................................... iv
RIWAYAT HIDUP PENULIS ................................................................................. vi
MOTTO .................................................................................................................... vii
ABSTRAK ............................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ............................................................................................... ix
PEDOMAN TRANSLITASI ................................................................................... xii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL.................................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xvii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan ........................................................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 5
E. Penegasan Isilah ............................................................................................. 6
F. Tinjauan Pustaka ............................................................................................ 7
G. Metodologi Penelitian .................................................................................. 11
H. Sistematika Penulisan ................................................................................. 13
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG Al-NU<R
A. Definisi Al-Nu>r dan Pandangan Para Ulama .............................................. 14
B. Nu>r Dalam Al-Qur’an .................................................................................. 15
xiv
C. Term Al-Nu>r Dalam Al-Qur’an ................................................................... 16
D. Klasifikasi Ayat-Ayat Al-Nu>r Berdasakan Priodisasinya ............................ 19
E. Klasifikasi Ayat-Ayat Berdasarkan Asba>bun Nuzu>l.................................... 25
BAB III
TINJAUAN UMUM TAFSI<R AL-TUSTARI<
A. Profil Mufassi>r ............................................................................................. 31
1. Biografi Sahal bin ‘Abdulla>h Al-Tustari>> ................................................. 31
2. Guru dan Murid Abu> Muh}ammad Al-Tustari>>.......................................... 36
3. Karya-karya Abu> Muh}ammad Al-Tustari>>................................................ 37
4. Pendapat Ulama Tentang Abu> Muh}ammad Al-Tustari>> ........................... 38
B. Metodologi Kita>b Tafsi>r Al-Tustari>> ............................................................ 39
1. Mengenal Kita>b Tafsi>r Al-Tustari>> ........................................................... 39
2. Teknik Penafsiran Tafsi>r Al-Tustari>> ........................................................ 41
2. Metode Tafsi>r Al-Tustari>> ......................................................................... 41
3. Corak Tafsi>r Al-Tustari>>............................................................................ 42
C. Pendapat Ulama mengenai Tafsi>r Al- Tustari>> ............................................. 43
BAB IV
AL-NU<R DALAM KITA<B TAFSI<R AL-TUSTARI<
A. Penafsiran Al-Nu>r Dalam Tafsi>r Al-Tustari> ................................................. 45
B. Bentuk Penafsiran Ayat-Ayat Al-Nu>r Dalam Kita>b Tafsi>r Al-Tustari>......... 58
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan ..................................................................................................... 65
B. Saran ........................................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 69
LAMPIRAN-LAMPIRAN ...................................................................................... 72
xv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
I. Kitab Tafsi>r Al-Tustari> ........................................................................................ 72
II. Isi penafsiran kita>b tafsi>r Al-Tustari> ................................................................... 72
III. kita>b Mu’jam Mufahras ...................................................................................... 75
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan sumber hukum yang pertama bagi umat Islam, namun selain
itu Al-Qur’an mempunyai banyak kelebihan yang diantaranya ialah keindahan sastra
bahasa yang tinggi sehingga ahli sastra sekalipun tidak mampu menandingi
keindahan bahasa yang ada dalam Al-Qur’an, dengan keindahan bahasanya itu dapat
memperjelas pernyataan yang terdapat pada kata demi kata tanpa mengurangi
Keindahan bahasanya itu dapat terlihat dari banyak kalimat-kalimat yang sama.1
Pengulangan kata yang terdapat dalam Al-Qur’an, salah satunya ialah kata Al-Nu>r
yang sering diartikan sebagai cahaya. Jika mengacu pada kita>b lisan Al-Arab kata Al-
Nu>r secara hakiki berarti cahaya atau terang, sedangkan secara kiasan bermakna Al-
Kaum sufi beranggapan bahwa hakikat Al-Qur’an tidak terbatas hanya pada
pengertin yang bermakna lahir saja, akan tetapi terdapat juga makna batin. Karena
makna zahir ialah makna yang umum, sedangkan makna batin ialah makan khusus
yang dikhendaki dan hanya diketahui oleh orang-orang yang mendapat petunjuk serta
pelajaran dari Allah SWT, dengan hikmah serta keridhaan-Nya. Menafsirkan Al-
Qur’an dengan bentuk ini tidak hanya cukup dari segi bahasa saja, akan tetapi ada
1
Ilham Mustafa and M. Zubir, "Nu>r Dalam Persefektif Al-Qur’an", Dalam Jurnal Al-Kauniyah,
Vol. 2, No. 1, Juni 2021. h. 1.
2
Ibn Manzhur, Lisan Al-'Arabiy (Bairut: Darul Lisan 'Arabiy, tth), JUZ. 3. h. 739.
1
2
aspek Al-Nu>r yang diberikan Allah SWT pada hati orang yang bersih jiwa dan
pikirannya. 3
Kaum sufi memberikan perhatian khusus mengenai kata Al-Nu>r, bagi mereka tema
Al-Nu>r memiliki peran penting dalam pencerahan jiwa manusia untuk menuntun serta
batin dari sebuah ayat. Pada buku yang berjudul Nu>r Muh}ammad Pintu Menuju Allah
yang ditulis oleh Sahabuddin, menurutkalangan sufi istilah Al-Nu>r sering dinisbatkan
kepada Nabi Muh}ammad SAW, karena dalam pandangan sufi Nu>r Muh}ammad
merupakan makhluk yang pertama kali diciptakan Allah SWT. Nu>r Muh}ammad tidak
hanya terdapat pada dalam diri Nabi Muh}ammad SAW, akan tetapi terdapat dalam
barulah tercapai dalam diri Nabi Muh}ammad SAW. Kaum sufi menyebutnya sebagai
Nu>r Muh}ammad secara historis sudah muncul sejak akhir abad pertama Hijrah,
pada saat itu Nabi Muh}ammad SAW ditanya oleh sahabat Ja>bir ibn ‘Abdillad
mengenai awal makhluk yang diciptakan Allah SWT, kemudian Nabi menjawab
“sesungguhnya Allah menjadikan Al-Nu>r Nabi engkau dari Al-Nu>r Nya sebelum
segala sesuatu”, tapi ini hanya dalam bentuk peristilahan harfiah. Selanjutnya
falsafah tasawuf mengenai terma Nu>r Muh}ammad awalnya digagas oleh Abu>
3
M. Husain al-Zahabi, Al-Tafsi>r Wa al-Mufassiru>n (Qairo: Maktabah Wahbah, 2000). h. 282.
4
Sahabuddin, Nu>r Muh}ammad, Pintu Menuju Allah: Telaah Atas Pemikiran Sufistik Syekh
Yusuf An-Nabhani (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 2002). h. 36.
3
Muh}ammad Sahal al-Tustari> pada abad ke-10 Masehi, yang kemudian dikembangkan
Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> memiliki nama lengkap Abu> Muh}ammad Sahal
bin ‘Abdulla>h bin Yu>nus bin Isa bin ‘Abdulla>h bin Ra>fi al-Tustari>. Lahir pada tahun
203 H dan wafat pada tahun 283 H. Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> adalah salah
satu ulama yang paling alim, zuhud, wara’ serta ahli ibadah. Beliau hidup pada tahun-
tahun yang melahirkan banyak ulama besar dalam bidang keilmuan. Adapun karya-
Ahlul al-Yaqi>n, Qas}as}ul al-Anbi>ya, dan tafsi>r Al-Tustari>.6 Pada kita>b tafsi>r yang
menggunakan corak sufi atau tasawuf. Tafsi>r ini merupakan model tafsi>r yang
memiliki ciri khas berupa dalil-dalil penafsiran sufi yang lurus, dan tafsi>r tersebut
sufi yang terkemuka dalam kepribafian sufi yang berlandaskan syariat serta jejak
Rasulullah SAW. 7
Poin yang akan disampaikan berkenaan dangan kita>b tafsi>r ini ialah berkaitan
dengan struktur atau komposis dari karya ini, yang terfokus pada penafsiran Abu>
Muh}ammad Sahal al-Tustari> terhadap ayat-ayat yang mengandung kata Al-Nu>r yang
5
Sahabuddin, Nu>r Muh}ammad, Pintu Menuju Allah..., h. 10.
6
Mani` Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsi>r: Kajian Kompreheshif Metode Para Ahli
Tafsi>r, rj. Faisal Shaleh Dan Syahdionar (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006).h. 54.
7
Mani` Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsi>r: Kajian Kompreheshif Metode Para Ahli
Tafsi>r, h. 55.
4
memiliki ciri khas yang mungkin tidak didapati oleh kita>b-kita>b lain. Diantaranya
Ketika menafsirakan ayat pada penggalan kata َ مثلَنورهAbu> Muh}ammad Sahal al-
Tustari> memaknainya sebagai Al-Nu>r dari Nabi Muh}ammad SAW, makna Al-Nu>r
inilah yang banyak menarik minat para ulama sesudahnya untuk diteliti dan juga
kita>b tafsi>r ini merupakan kita>b tafsi>r generasi pertama dalam bidang sufi.9
Berlandaskan hal di atas, tema Al-Nu>r menjadi hal yang menarik untuk diteliti,
terlebih lagi jika dilihat dari sudut pandang sufi. Peneliti disini menggunakan kita>b
tafsi>r Al-Tustari> karya Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari>, peneliti akan menghimpun
8
Jajasan Penjelenggara Penterdjemah/Pentafsir Al-Qoeraan (1967)/ Tim Penyempurnaan
Terjemahan Al-Qur’an (2016-2019), Al-Qur’an Dan Terjemahannya Edisi Penyempurnaan 2019,
(Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019). h. 504.
9
Sahabuddin, Nu>r Muh}ammad, Pintu Menuju Allah..., h.. 37.
5
menganalisisnya satu persatu hingga dapat menarik sebuah kesimpulan. Oleh karena
itu peneliti akan mengkajinya dengan judul “Konsep Al-Nu>r Dalam Kita>b Tafsi>r Al-
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penafsiran trem Al-Nu>r dalam kita>b tafsi>r Al-Tustari> karya Abu>
2. Bagaimana pola penafsiran Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari terhadap term Al-
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui penafsiran dari kata Al-Nu>r yang terdapat dalam kita>b tersebut.
2. Untuk mengetahui pola penafsiran term Al-Nu>r yang ada dalam kita>b tafsir Al-
Tustari>.
D. Manfaat Penelitian
Diharapkan dengan ada nya penelitian ini dapat memberikan manfaat, Adapun
1. Secara praktis
a. Untuk menambah keyakin serta keimanan sebagai umat Isalm kepada yang
2. Secara Praktis
a. Memberi pemahaman tentang penafsiran Al-Nu>r dari sudut pandang sufi, agar
pembaca dapat mengetahui makna bati dari ayat-ayat yang memiliki redaksi Al-
Nu>r.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi pembahasan yang telah ada
E. Penegasan Istilah
pengertian pada makna judul yang akan diteliti, yaitu “konsep Al-Nu>r dalam kitab
tafsi>r Al-Tustari> karya Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari>”, dari judul tersebut adalah :
1. Konsep
Konsep adalah susunan gagasan atau ide yang terkait antara satu dengan yang lain
sehingga dapat dijadikan dasar teori.10 Adapun konsep yang dimaksud dalam
penelitian disini adalah penafsiran dari Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> yang ada
dalam kita>b tafsi>r Al-Tustari> dalam menafsiran ayat-ayat yang memiliki redaksi Al-
10
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta, 2008). h.
802.
7
2. Al-Nu>r
Al-Nu>r adalah sesuatu yang dapat mengilangkan sesuatu yang sifatnya gelap atau
tidak jelas yang dapat dilihat menggunakan panca indra yaitu mata. Kata Al-Nu>r
dapat dimaknai dengan materi dan immaterial.11 Cahaya materi berupa cahaya yang
dapat dilihat oleh mata kepala dan cahaya immaterial berupa cahaya kebenaran,
keimanan serta pengetahuan yang dirasakan oleh hati. Al-Nu>r yang dimaksud dalam
penelitian ini merupakan Al-Nu>r dari sudut pandang sufi, yaitu dalam kitab tafsir Al-
3. Tafsi>r Al-Tustari>
Kita>b tafsi>r Al-Tustari> adalah model tafsi>r dengan criri nuansa sufi dengan dalil-
dalil sufi yang lurus. Kita>b tafsi>r Al-Tustari> merupakan kita>b generasi pertama dalam
bidang tafsi>r sufi, Pengarangnya merupakan seorang yang terkemuka dalam bidang
sufi yang berpegang pada syariat serta mengikuti jejak Rasululah SAW.12 Pada isi
kita>b Al-Tustari> terdapat komentar pengarang atas penafsiran sufi tersebut. Kita>b
tafsi>r Al-Tustari> ditulis oleh Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> yang merupakan salah
satu ulama sufi dan ahli dalam berbagai disiplin ilmu seperti, ilmu riya>d}ah, ilmu
11
Wardani, Lely, “Penafsiran Kata Nuur Dalam Surah An-Nuur Ayat 35 Menurut Muh}ammad
Quraish Shihab Dalam Tafsi>r Al-Misbah”, Skripsi. Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum IAIN
Padangsidimupan, 2019. h 50.
12
Ainul Fiqih, Muh., “Makna Ikhlas Dalam Tafsi>r Al-Tustari> Karya Sahl Ibn ‘Abdulla>h Al-
Tustari>”, IAIN Surakarta, 2017.
8
F. Kajian Pustaka
Mengenai telaah pustaka dalam pembahasan ini ialah kajian seputar literatur-
literatur yang isinya membahas tentang Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> dan
sumber yang telah ditelusuri terhadap literatur-literatur yang membahas dan mengkaji
Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> masih jarang ditemukan. Peneliti sejauh ini
Pertama, literatur berupa tesis yang berjudul “Otentisitas Tafsi>r Sufi Isyari (Studi
Tafsi>r Sahl al-Tustari>)” yang ditulis oleh Masduki. Ia seorang mahasiswa Universitas
Islam Negri Sunan Kalijaga Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam.13 Hasil dalam
skripsi tersebut memaparka karakteristik atau ciri khas yang membedakan kita>b
penafsiran Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> dengan kita>b-kita>b lain. Selain itu Abu>
karakteristik dari Tafsi>r Al-Tustari> ada empat asepek : pertama aspek zahir, kedua
aspek batin, ketiga aspek legal, dan yang terakhir aspek testimonial.
Kedua, literatur yang lain berupa jurnal dengan judul “Otoritas Penafsiran Sufistik
Sahl al-Tustari>” yang ditulis oleh M. Anwar Syarifuddin.14 Jurnal tersebut membahas
dari biografi Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> dan metode yang digunakan dalam
menafsirakan kita>b tafsi>r Al-Tustari> serta otoritas Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari>
13
Masduki, ‘Otentisitas Tafsi>r Sufi Isyari (Studi Tafsi>r al-Tustari)’, Tesis. Fakultas Ushuludin
dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2019. h. 1.
14
M. Anwar Syarifuddin, ‘Otoritas Penafsiran Sufistik Sahl Al-Tustari’, Dalam Jurnal Studi Al-
Qur’an (JSQ), Vol. II, No. 1, 2007. h. 1.
9
mengutamakan gaya hidup zuhud dan melatih jiwa spiritual sebagai ciri dari aliran
sufi.
Ketiga, literatur lain yang berupa jurnal yang ditulis oleh ‘Umar ‘Abidin dalam
sebuah Jurnal Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an dan Hadis dengan judul “Ta’wil Terhadap
Ayat Al-Qur’an Menurut Al-Tustari.”15 Dalam jurnal tersebut juga membahas dari
biografi Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> dan proses ta’wil dari Abu> Muh}ammad
peletak dasar dalam berkembangnya tafsi>r sufi berikutnya, yang telah menafsirkan
ayat-ayat Al-Qur’an dari makna lahir hingga makna batin dalam Al-Qur’an.
Kempat, Buku yang ditulis oleh sahabuddin dengan judul “Nu>r Muh}ammad Pintu
Menuju Allah”.16 Buku ini mebahas mengenai Al-Nu>r dari ranah tasawuf, yang mana
kaum sufi menisbatkan istilah Al-Nu>r kepada nabi Muh}ammad. sehingga menjadi
tasawuf berkedudukan sebagai jalan kepada Allah SWT, dengan meniadakan jarak
dengan Allah SWT. Jarak yang dimaksud bukan dalam ukuran ruang, tetapi ukuran
sifat, yang dimaksudkan ialah bergerak menuju Tuhan melalui sifat-sifat Nya dan
15
‘Umar Abidin, ‘Ta’wil Terhadap Ayat Al-Qur’an menurut Al-Tustari>’, Dalam Jurnal Studi
Ilmu-Ilmu al-Qur’an Dan Hadis, Vol. 15, No. 2, Juli 2014. h. 1.
16
Sahabuddin, Nu>r Muh}ammad, Pintu Menuju Allah: Telaah Atas..., h. 1.
10
Kelima, Buku yang ditulis oleh Nu>r Kholis, dengan judul “Nu>r Muh}ammad Dalam
Kebatinan Jawa (Tinjauan Sufistik Atas Konsep Suksma Sejati Dalam Serat Sangka
Al-Nu>r dalam pandangan sufi, dalam buku tersebut menjelaskan bahwa Nu>r
Muh}ammad merupakan manifestasi sifat Tuhan dalam diri manusia yang merupakan
Padangsidimpuan, dengan judul “Penafsiran Kata Nu>r Dalam Surah Al-Nu>r Ayat 35
tersebut membahas penafsiran surah Al-Nu>r ayat 35 dalam kitab tafsir Muhammad
Quraish Shihab. Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah
jenis penelitian kepustakaan dengan metode tematik. Hasil dari penelitian tersebut
menyimpulkan, dalam surah Al-Nu>r ayat 35 memiliki dua makna yaitu makna materi
dan immaterial. Cahaya materi berupa cahaya yang dapat dilihat oleh mata kepala dan
17
, Nur Kolis, “Nu>r Muh}ammad Dalam Serat Sasangka Jati Pangestu”, M. Nurdin. Jl. Pramuka
No. 155 Ponorogo: Lingkar Media jogja, 2016. h. 1.
18
Wardani, Lely, “Penafsiran Kata Nuur Dalam Surah An-Nuur Ayat 35 Menurut Muh}ammad
Quraish Shihab Dalam Tafsi>r Al-Misbah”, Skripsi. Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum IAIN
Padangsidimupan, 2019. h 1.
11
Ketujuh, Jurnal yang ditulis oleh Ilham Mustafa dan M. Zubir dalam judul “Nu>r
pengertian Al-Nu>r dari sudut pandang Al-Qur’an, serta indikasi dari kata Al-Nu>r
mengenai penelitian Al-Nu>r terlebih lagi dalam sudut pandang sufi yang menjadikan
perbedaan penelitian ini dari penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini peneliti
menggunakan tafsir sufi yaitu tafsir Al-Tustari> karya Abu> Muh}mmad Sahal al-
Tustari>.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian library research atau kepustakaan,20 yaitu
penelitian ini menelusuri dan menelaah khususnya pada tafsi>r Al-Tustari> karya Abu>
2. Pendekatan
19
Ilham Mustafa and M. Zubir, ‘Nu>r Dalam Persefektif Al-Qur’an..., h. 1.
20
Nugrahani Farida, Metode Penelitian Kualitatif Dalam Penelitian Pendidikan Bahasa
(Surakarta: Solo: Cakra Books, 2014). h. 4.
12
kebahasaan yang memfokuskan pada penafsiran term Al-Nu>r yang ada dalam kitab
tafsi>r Al-Tustari>, untuk melihat bagaimana penafsiran Abu> Muh}ammad Sahal al-
Tustari>.
3. Pengumpulan Data
Data primer adalah data yang diproleh dari sumber utama baik dari individu atau
perseorangan.22 Sesuai dengan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, Adapun
b. Tafsi>r al-Tustari> terbitan Royal Aal al-Bayt Institute For Islamic Thought
b. Jurnal artikel.
4. Analisis Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini mengguakan metode tematik atau
21
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 1992), h. 4.
22
Ma’ruf 'Abdullah, Metodologi Penelitian Kuantitatif (Jl. Plosokuning V No. 73 Minomartani,
Ngaglik, Sleman Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2015). h. 246.
23
Abdul Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i Dan Cara Penerapannya, terj. Rosihun
Anwar, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2002). h. 51.
13
analisis yakni peneliti yang menuturkan dan menganalisis dengan panjang lebar, yang
pelaksanaannya tidak hanya terbatas pada pengumpulan data, tetapi meliputi analisis
dan interpretasi data. Pada bagian ini, peneliti akan menjabarkan makna Al-Nu>r dalam
menganalisisnya.
H. Sistematika Penulisan
Penulisan ini akan terbadi menjadi lima bab yang terdapat sub-sub di dalamnya.
BAB II : berisi biografi dan metode penafsiran dari Abu> Muh}ammad al-Tustari>
BAB III : berisi definisi dari Al-Nu>r dalam pandangan ulama, perubahan bentuk
dari term Al-Nu>r, klasifikasi ayat berdasarkan priodisasi dan asba>bun Nuzu>lnya, serta
BAB IV : berisi penafsiran dan pola penafsiran Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari>
BAB V : penutup, yang memuat kesimpulan dari hasil penelitian dan saran.
BAB II
Al-Nu>r secara bahasa berasal dari kata نورdengan akar kata yang sama dari huruf-
huruf nun, wauw, dan ra yang merupakan kalimat mufrad dari kata na>r menjadi -ينور
نور- َ نارyang berarti “api atau gejolak, kurang stabil dan tidak konsisten”, menjadi
نيران- انوار- نورyang berarti cahaya atau terang dapat juga berarti sinar yang
menerangi. Namun keduanya terdapat perbedaan sifat fisik, dimana kata Al-Na>r lebih
cahaya. 1
Kata Al-Na>r arti asalnya adalah bersinar yakni penerang yang menerangi manusia
dan penggerak yang bergerak, cahaya yang dipergunakan untuk kenikmatan di dunia
yang bersifat fana’ (rusak) seperti api, kayu bakar, tembaga. Sedangkan kata Al-Nu>r
bermakna cahaya yang digunakan untuk kenikmatan di akhirat yang bersifat baqa’
(kekal) bagi orang-orang yang beriman yakni berupa rahmat keselamatan. Dinamakan
Al-Na>r dan Al-Nu>r, karena gerak dan penyebaran cahayanya sangat cepat.2
Berikut terdapat beberapa pendapat mengenai Al-Nu>r dari para ulama di antaranya:
1
A.W Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab Indonesia, Cet ke-14 (Surabaya, 1997). h. 157.
22
Siti Fatimah Fajrin, “Konsep Al-Na>r Dalam Al-Qur’an”, Skripsi. Fakultas Ushuluddin dan
Pemikiran Islam, 2017. h xvi.
15
16
sehingga dapat membantu penglihatan. Sinar itu ada dua macam, yaitu: Sinar
yang sifatnya duniawi dan Sinar yang bersifat ukhra>wi. Al-Nu>r yang bersifat
duniawi terbagi dua, yaitu yang terpancar dari hal-hal yang bersifat ketuhanan
seperti cahaya akal dan Al-Qur'an, dan yang dapat dirasakan dengan
penglihatan mata, yaitu yang terpancar dari benda-benda bersinar seperti bulan,
3. Menurut Ibnu Mandzur, Al-Nu>r memiliki bentuk jamak anwa>r dan ni>ran yang
memiliki arti cahaya. Nu>r juga merupakan lawan dari pada kegelapan.5
menunjukkan sesuatu yang nisbi (pasti) dan dapat di tangkap oleh panca
indra.
b. Kedua Al-Nu>r menurut orang khusus, cahaya tidak mengacu pada sesuatu
yang indrawi namun cahaya dikaitkan dengan “ruh melihat” (al-ruh al-
bashirah) daya yang harus ada dalam persepsi. Dalam pandangan orang
3
Sahabuddin, Nu>r Muh}ammad, Pintu Menuju Allah: Telaah Atas Pemikiran Sufistik Syekh
Yusuf An-Nabhani (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 2002). h. 34.
4
Nur Kolis, “Nu>r Muh}ammad Dalam Serat Sasangka Jati Pangestu”, M. Nurdin. Jl. Pramuka
No. 155 Ponorogo: Lingkar Media jogja, 2016. h. 43-44.
5
Ibnu Manzhur, Lisan Al-'Arabi (Mesir: al-Dar al- Mishriyah 1992). h. 99.
17
Dapat dipahami bahwa Al-Nu>r dapat bermakna cahaya atau sinar yang bisa dilihat
dengan panca indra yaitu mata, Al-Nu>r juga dapat dipahami dengan makna petunjuk
Al-Qur’an memiliki penyebutan lain untuk menunjukkan cahaya selain kata Al-
1. D}iya>’
Kata D}iya>’ memiliki arti memancarkan cahaya atau cahaya yang memancar
dengan kuat.7 Cahaya matahari dalam Al-Qur’an disebut juga sebagai D}iya>’ karena
memiliki cahaya yang kuat. Berbeda dengan bulan cahayanya disebut dengan Al-Nu>r
karena cahayanya tidak sekuat cahaya matahari. Dalam Al-Qur’an kata D}iya>’ dapat
ditemukan pada 5 surah yang berbeda diantaranya: QS. Yūnus: ayat 5, QS. Al-
Anbiyā’: ayat 48, QS. Al-Qas}as}: ayat 71, QS. Al-Baqarah: ayat 17 dan 20, dan QS.
ي ِ هو ٱله ِذى جعل ٱلشهمس ِضيآء وٱلأ َقمر نُورا وقَدهرهۥ منَا ِزَل لِتَ علَمو۟ا ع َدد ٱ
ِلسن
َ َ َ ُأ َ َُ َ ً َ َ َ ً َ َ َ َ َ أ َُ
ٰت لَِق أوٍم يَ أعلَ ُمو َن
ِ صل ٱ ألءاي
ِ ِ
َ اب ۚ َما َخلَ َق ٱ هَّللُ َٰذل
َ َ ُ ك إِهَل بِٱ أْلَ ِق ۚ يُ َف
ِ
َ َوٱ أْل َس
Terjemahan: “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan
bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi
6
Imam Abu Hamid Al-Ghazali, “Miskatul Anwar.” Trtj., Bahrudin Achmad, Ngaji Kitab
Miskatul Anwar Imam Al-Ghazali, Cet. I (Bekasi: Pustaka Al-Muqsith, 2021), h. 12.
7
A.W Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab Indonesia..., h. 671.
18
2. Sira>j
Kata Sira>j diambil dari kata sa, ra, ja yang berarti “indah” atau “hiasan”.9 Dalam
kamus Al-Qur’an kata Sira>j diartikan sebagai lampu yang menyala pada malam hari
dengan sumbu dan minyak, dan juga dapat bermakna sesuatu yang bersinar. Kata
Sira>j dapat ditemui sebanyak 5 kali dalam Al-Qur’an diantaranya: QS. Al-Furqān
ayat: 61, QS. Nūh ayat: 16, QS. Al-Naba’ ayat: 13, dan QS. Al-Ah}zāb ayat: 46.
sebanyak 194 kali yang meliputi kata Na>r sebanyak 145 kali, 11
dan kata Al-Nu>r
8
Jajasan Penjelenggara Penterdjemah/Pentafsir Al-Qoeraan (1967)/ Tim Penyempurnaan
Terjemahan Al-Qur’an (2016-2019), Al-Qur’an Dan Terjemahannya Edisi Penyempurnaan 2019,
(Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019). h. 286.
9
A.W Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab Indonesia..., h. 450.
10
Jajasan Penjelenggara Penterdjemah/Pentafsir Al-Qoeraan (1967)/ Tim Penyempurnaan
Terjemahan Al-Qur’an (2016-2019), Al-Qur’an Dan Terjemahannya Edisi Penyempurnaan 2019,
(Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019). h. 520.
11
Muh}ammad Fuad ’Abd Al Baqi, Al Mu’jam Al Mufahras Li Alfazh Al-Quran Al Karim (Dar
Al Kutub Al Mishriyyah, 1364 H), h. 723-725.
19
sebanyak 49 kali, yang tersebar dalam 39 ayat dan dalam 24 surah yang berbeda.12
TABEL I
2. نارَا Nuh} 25 1
Muh}ammad Fuad ’Abd Al Baqi, Al Mu’jam Al Mufahras Li Alfazh Al-Quran Al Karim (Dar
12
Dari tabel di atas dapat dilihat berbagai bentuk dari kata Al-Nu>r yang ada di dalam
Al-Qur’an, yaitu:
1. Lafadz Na>r ditemukan sebanyak 145 kali dalam Al-Qur’an dengan derivasi النار
dan نارا, disini peneliti hanya mengambil 2 contoh trem tersebut karena peneliti
2. Lafadz النورditemukan 21 kali pada surah yang berbeda yaitu, QS. Al-Baqarah (1):
257, QS. Al-Maida>h(5): 15, 16, 44, dan 46, QS. Al-An’a>m(6): 1, QS. Al-A’raf(7):
157, QS. Al-Taubah(9): 32, QS. Al-R’ad(13): 16, QS. Ibra>hi>m(15): 1, dan 5, QS.
Al-Nu>r(24): 35, dan 40, QS. Al-Ahza>b(33): 43, QS. Fa>tir(35): 20, QS. Al-
Zumar(39): 22, dan 69, QS. Al-H}adid(57): 9, QS. Al-S}aff(61): 8, QS. Al-
723-725.
21
3. Lafadz نوراditemukan 9 kali pada surah yang berbeda yaitu, QS. Al-Nisa>(4): 91,
QS. Al-An’a>m(6): 174, 122, QS. Yu>nus(10): 5, QS. Al-Syu>ra>(42): 52, QS. Al-
6. Lafadz نورهditemukan 3 kali pada surah yang berbeda yaitu, QS. Al-Taubah(9):
7. Lafadz نورهمditemukan 4 kali pada surah yang berbeda yaitu, QS. Al-Baqarah(1):
8. Lafadz المنيرditemukan 4 kali pada surah yang berbeda yaitu, QS. Al-Imra>n(3) :
9. Lafadz منيراditemukan 2 kali pada surah yang berbeda yaitu, QS. Al-Furqa>n(25):
Turunnya Al-Qur’an secara umum terbagi menjadi dua, yaitu ayat-ayat yang turun
di Mekah dan Madinah, dari sanalah muncul sebutan ayat Makkiyah dan
dengan membagi kedalam beberapa persefektif yaitu, Pertama dari persefektif masa
ayat yang turun sesudah Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Kedua, dari persefektif
22
Selengkapnya dapat dilihat dari ayat-ayat yang berbicara seputar Al-Nu>r yang telah
TABEL II
- - -
Mekkah I
Nuh} 71 16
Mekkah II Al-Furqa>n 25 61
Ibra>hi>m 14 1, 5
Al-Zumar 39 22, 69
Al-Luqma>n 31 20
Al-Syu>ra> 42 52
Mekkah III Yu>nus 10 5
Fa>tir 35 20, 25
Al-A’raf 7 157
Al-An’a>m 6 1, 91, 122
Al-Ra’d 13 16
Al-Baqarah 1 257
Madinah Al-Tagha>bun 64 8
Al-Imra>n 3 184
14
Muh}ammad Husni, ‘Studi Al-Qur’an: Teori Al Makkiyah Dan Al Madaniyah’, Dalam Jurnal
Al-Ibrah, Vol. 4 No. 2 Desember 2019. h. 70.
15
Peneliti menggunakan susunan klasifikasi surat-surat Al-Qur’an sebagaimana yang diajukan
Theodore Noldeke (seorang sarjana Jerman) yang membagi surat-surat Mekah ke dalam tiga priode,
yaitu periode awal, pertengahan, dan akhir, yang menjadi standar bagi sarjana-sarjana kemudian.
Tujuan Noldeke adalah menetapkan korelasi yang tepat antara relevansi Al-Qur’an dengan framework
biografis sirah. Lihat Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015). h. 117.
23
Al-S}aff 61 8
Al-H}adid 57 8, 9, 13, 16, 19
Al-Nisa> 4 174
Al-Tala>q 65 11
Al-Nu>r 24 35, 40
Al-H}ajj 22 8
Al-Ah}za>b 33 43
Al-Tah}ri>m 66 8
Al-Taubah 9 32, 46
Al-Maida>h 5 15, 16, 44, 46
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ayat-ayat yang berkaitan dengan Al-Nu>r
terbagi menjadi dua tempat, yaitu ayat yang turun di Makkah dan yang turun di
Madinah. Ayat-ayat yang tergolong pada Makkiyah berjumlah 16 ayat yang terdapat
pada 11 surah yang berbeda, sedangkan yang tergolong pada ayat-ayat Madaniyyah
berjumlah 22 ayat yang terdapat pada 13 surah yang berbeda. Di bawah ini peneliti
akan menyampaikan isi kandungan ayat-ayat sesuai dengan periodisasi dari turunnya
ayat, yaitu:
1. Makkiyah
Allah SWT yang menciptakan langit serta bumi dan bersemayam di atas
arsy, yang menjadikan matahari dan bulan bercahaya, (QS. Yu>nus: 5). Allah
pelita (QS. Nuh}: 16). Allah SWT menghiasi langit dengan bintang-bintang
Allah SWT yang telah menciptakan langit dan bumi dan menjadikan gelap
para orang-orang musyrik dan memberitahu mereka bahwa Allah SWT adalah
pencipta segala sesuatu, yang maha Esa dan Maha Perkasa (QS. Ar-Ra’d: 16).
musyrik Mekah (QS. Al-Syu’ara>: 69). Printah untuk mengimani dan juga
memuliakan Rasulullah SAW serta mengikuti apa yang terdapat dalam Al-
petunjuk dan meragukan Allah SWT telah menurunkankita>b kepada para Rasul
(QS. Al-An’a>m: 91). Kita>b yang diturunkan kepada Nabi Muhammad sebagai
petunjuk bagi manusia (QS. Ibra>hi>m: 1). Allah SWT memberikan perbedaan
Kisah tentang Nabi Musa AS yang menyinggung sikap buruk Firaun seperti
perbudakan dan pembunuhan anak-anak Bani Israil yang laki-laki, dan Nabi
Musa AS menolak asuhan Firaun di istana sebagai suatu nikmat (QS. Al-
Syu’ara>: 22). Allah SWT telah mengutus Nabi Musa AS kepada Bani Israil
25
2. Madaniyyah
257). orang-orang yang tidak mau beriman kepada Allah SWT, padahal Allah
dari sesatnya kegelapan menuju cahaya hidayah. (QS. Al-Tala>q: 8). Mengajak
munafik yang mencari penerangan dari cahaya orang yang beriman saat dalam
kegelapan hari kiamat. (QS. Al-H}adid: 13). Allah SWT menerangkan keadaan
agar khusyu terhadap sang pencipta serta merasa rendah karena keagunganNya
(QS. Al-H}adid: 16). Seruan kepada orang-orang yang beriman kepada Allah
26
SWTdan Rasul-Nya, untuk bertaubat dengan taubat yang benar dan ikhlas (QS.
Al-Tah}ri>m: 8). Orang-orang yang beriman terhadap Allah SWT dan Rasul-Nya
dengan keimanan yang sempurna (QS. Al-H}adid: 19). Allah SWT memberi
Allah SWT merupakan cahaya langit dan bumi yang mengatur segala urusan
Allah SWT dalam hati orang mukmin seperti lubang yang tak tembus, yang di
dunia (QS. Al-H}adid: 57). Para ahli kita>b berupaya memadamkan Al-Qur’an
dan Islam dengan membuat fitnah serta berita bohong (QS. Al-Taubah: 32).
kafir. Seperti dalam gelap gulita yang berada di laut yang tidak dapat dijangkau
kedalamannya serta diliputi awan gelap yang menutupi sinar matahri (QS. Al-
petunjuk yang nyata (QS. Al-Nisa>: 174). Rasulullah menjelaskan apa yang di
sembunyikan oleh ahlul kita>b selama ini melalui Al-Qur’an (QS. Al-Maida>h:
SWT dan membimbing ke jalan yang lurus (QS. Al-Maida>h: 16). Petunjuk
menjelaskan beberapa ayat saja, yaitu QS. Al-Baqarah(1): 257, QS. Al-
Taubah(9): 32, QS. Al-Zumar(39): 69, QS. Al-H}adid(57): 12, 13. QS. Al-
Secara bahasa asba>b an-Nuzu>l terdiri dari kata asba>b an-Nuzu>l. Kata asba>b
merupakan bentuk jamak dari kata sabab yang memiliki arti “sebab atau alasan”.
Sedangkan kata Nuzu>l memiliki arti “turun”. Asba>b an-Nuzu>l dalam ilmu Al-Qur’an
Rosihon adalah kejadian suatu pristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat-ayat Al-
Qur’an dalam rangka menjawab serta menyelesaikan masalah yang timbul dari suatu
kejadian.16
Para ulama berbeda pendapat mengenai persoalan apakah seluruh ayat Al-Qur’an
memiliki asba>b an-Nuzu>l atau tidak. Ada yang berpendapat bahwa tidak semua ayat
Al-Qur’an memiliki asba>b an-Nuzu>l. Sehingga turunnya ayat Al-Qur’an tanpa ada
yang melatar belakangi proses turunnya oleh suatu pristiwa. Ada juga yang memiliki
16
Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an..., h. 60.
28
pendapat bahwa semua ayat Al-Qur’an memiliki asba>b an-Nuzu>l. Pendapat tersebut
Terdapat satu riwayat dari Ibnu Ja>ri>r dari Muja>hi>d berkata “bahwasannya dahulu
sesuatu yang beriman kepada Nabi Isa AS dan kaum yang lain mengingkarinya,
maka Nabi Muh}ammad SAW diutus, orang-orang yang mengingkari Isa beriman
kepada Rasulullah, dan orang-orang yang beriman kepada Isa mengingkari Nabi,
17
Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an..., h. 61.
18
Jajasan Penjelenggara Penterdjemah/Pentafsir Al-Qoeraan..., h. 57.
19
Imam As-Suyuthi, Asba>bun Nuzu>l: Sebab-Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an. Vol. 1. (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2014.). h. 84.
29
2. Al-Maida>h ayat 15
Riwayat dari Ibnu Ja>rir dari ‘Ikrimah ia berkata, “Nabi Muhammd SAW pernah
Rasulullah bertanya kepada mereka, siapa dari kalian yang paling pandai?” lalu
menyumpahnya dengan Dzat yang menurunkanTaurat kepada Nabi Musa AS, serta
orang itu berkata “sesungguhnya ketika banyak orang dibunuh karena melakukan
zina, lantas kami hanya menghukum pelakunya dengan cambukan 100 kali dan
memotong habis rambut kepalanya.” Kemudian orang yang melakukan zina itu pun
3. Al-An’a>m ayat 91
20
Jajasan Penjelenggara Penterdjemah/Pentafsir Al-Qoeraan..., h. 148.
21
Imam As-Suyuthi, Asba>bun Nuzu>l: Sebab-Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an..., h. 197.
30
Diriwyatkan dari Ibnu Abi> Ha>ti>m dari Sa’i>d bin zuba>ir bahwasannya Nabi
Muh}ammad SAW pernah didebat seorang Yahudi yang bernama Ma>lik bin Shaif.
Lantas Nabi bertanya kepada orang Yahudi tersebut, “demi Tuhan yang telah
menurunkan Taurat kepada Musa, apakah ada kamu dapati di dalam Taurat jika
pendeta yang gemuk, kemudian ia marah dan berkata, “Allah tidak menurunkan
sesuatu hal pun kepada manusia” mendengar pernyataan tersebut teman-teman dari
orang tersebut bertriak, “celakalah kamu Apakah Allah juga tidak menurunkan
Diriwayat yang lain, Ibnu Ja>rir meriwayatkan dari jalur Ibnu Abi> T}halh}ah dari
Ibnu ‘Abba>s menyatakan jika orang-orang Yahudi berkata, “demi Allah, Allah tidak
menurunkan kita>b apa pun dari langit.” Maka ayat ini pun turun.23
22
Jajasan Penjelenggara Penterdjemah/Pentafsir Al-Qoeraan..., h. 180.
23
Imam As-Suyuthi, Asba>bun Nuzu>l: Sebab-Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an..., h. 230.
31
ِ َحيَ أي نَاهُ َو َج َعلأنَا لَهُ نُ ًورا َيَأ ِشي بِِه ِِف الن
هاس َك َم أن َمثَلُهُ ِِف أ ََوَم أن َكا َن َمأي تًا فَأ أ
ِ ِ ِ ِات لَيس ِِبارٍِج ِمنأ ها َك َذل
َ ك ُزي َن للأ َكاف ِر
ين َما َكانُوا يَ أع َملُو َن َ َ َ َ الظُّلُ َم ِ أ
Terjemahan : “Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami
hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan
cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa
dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali
tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir
itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.”24
Diriwayatkan oleh Abu> Asy-Syaikh dari Ibnu ‘Abba>s dalam firman Allah SWT,
“dan apakah orang yang sudah mati kemudian orang itu kami hidupkan kembali”
ayat ini turun pada ‘Umar dan Abu> Jahal, Ibnu Ja>rir meriwayatkan hadits yang senada
dari Al-D}hahha>k.25
5. Al-Ah}za>b ayat 43
ِ هو ٱله ِذى يصلِى علَي ُكم وم ٰلَٓئِ َكتُهۥ لِي أخ ِرج ُكم ِمن ٱلظُّلُ ٰم
ۚ ت إِ َِل ٱلنُّوِر َ َ َ ُ ُ ََ ُ َ َ أ أ َُ
ي َر ِح ًيما ِِ
َ َوَكا َن بِٱلأ ُم أؤمن
Terjemahan : “Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya
(memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari
kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang
kepada orang-orang yang beriman.”26
Diriwayatkan oleh ‘Abd bin H}umai>d dari Muja>hi>d ia mengatakan saat turun ayat
“sesungguhnya Allah dan malaikat-maikat Nya berselawat untuk Nabi...” Abu> Bakar
24
Jajasan Penjelenggara Penterdjemah/Pentafsir Al-Qoeraan..., h. 195.
25
Imam As-Suyuthi, Asba>bun Nuzu>l: Sebab-Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an..., h. 236.
26
Jajasan Penjelenggara Penterdjemah/Pentafsir Al-Qoeraan..., h. 610.
32
lantas berkata “ya Rasulullah, segala kebaikan yang Allah limpahkan kepadamu,
6. Al-H}adid 28
Diriwayatkan dari Ibnu Abi> Ha>tim dari Muqatil mengatakan saat ayat “mereka
ialah orang-orang yang memperoleh pahala sebanyak dua kali karena kesabaran
mereka” para ahli kita>b yang beriman lantas membanggakan diri dihadapan para
sahabat Nabi Muh}ammad SAW. Mereka mengatakan, “kami mendapatkan dua pahala
sedangkan kalian hanya mendapat satu pahala” hal itu membuat para sahabat berat
27
Imam Al-Suyuthi, Asba>bun Nuzu>l: Sebab-Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an..., h. 428.
28
Imam As-Suyuthi, Asba>bun Nuzu>l: Sebab-Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an..., h. 520.
BAB III
TINJAUAN UMUM TAFSI>R AL-TUSTARI<
A. Profil Mufassir
Nama lengkap Sahal bin ‘Abdulla>h al-Tustari> adalah Abu> Muh}ammad Sahal bin
‘Abdulla>h bin Yu>nus bin ‘Isa bin ‘Abdulla>h bin Ra>fi al-Tustari>. Ia bisa dipanggil
dengan sebutan Abu> Muh}ammad atau al-Tustari>, salah satu ulama sufi dan ahli ilmu
Abu> Muh}ammad Sahal bin ‘Abdulla>h bin Yu>nus bin ‘Isa bin ‘Abdulla>h bin Ra>fi
al-Tustari> lahir di Tustar yang terletak di kota Ahwaz, Iran pada tahun 203 H,2 dan
meninggal pada tahun 282 H di Bas}rah. Hidup di abad ke-3 H abad yang melahirkan
banyak ulama besar dalam bidang keilmuan.3 Mengenai tahun kelahiran Abu>
Muh}ammad Sahal al-Tustari> masih ada perdebatan mengenai hal itu, namun banyak
sumber yang menggunakan tahun 200 H dan 203 H. Arberry beranggapan 200 H,
Muh}ammad Sahal al-Tustari> lahir pada 200 H atau pada tahun 201 H sesuai dengan
keterangan dari Ibn al-Ati<r.4 Penulis lain mengatakan bahwa kelahiran Abu>
Muh}ammad Sahal al-Tustari> pada tahun 203 H, yang sesuai dengan hitungan mundur
1
Abu> Muh}ammad Sahal, Tafsi>r Al-Tustari (Lebanon: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah, 2007). h. 3.
2
‘Abdulla>h bin Yunis Al-Tustari, A. S.; bin Rafi, Tafsi>r Al-Tustari. Translated by Keeler, A. &
Keeler, A. Amman (Royal Aal al-Bayt Institute for Islamic thought, 2011). h. XV.
3
Mani’ Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsi>r : Kajian Komprehensif Metode Para Ahli Tafsi>r
/ Prof. Dr. Mani’ Abd Halim Mahmud; Penerjemah: Faisal Saleh, Syahdianor (Jakarta: Rajagrafindo
persada, 2006). h. 51.
4
Heri MS Farid, et.al, Ensiklopedi Tasawuf (Bandung: Angkasa, 2008). h. 1072.
33
34
dari tahun kematiannya yang berusia 80 tahun. Terdapat perbedaan pendapat pula
mengenai tahu meninggalnya, ada yang berpendapat Abu> Muh}ammad Sahal al-
Tustari> meninggal pada tahun 293 H, namun pendapat yang lebih tepat mengenai
kematiannya pada tahun 283 H ketika Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> berusia 80
Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> bercerita bahwa sejak usianya tiga tahun sudah
terbiasa bangun di malam hari dan melihat pamannya Muh}ammad Ibn Sawwar
melaksanakan salat malam. Akan tetapi, ketika pamannya mengetahui apa yang
“kembalilah tidur, kamu telah membuat hatiku gelisah”. Ketika usianya dirasa sudah
tepat, barulah pamannya bermaksud untuk mengenalkan ajaran tasawuf kepada Abu>
Muh}ammad Sahal al-Tustari> dengan bertanya, “apakah kamu dapat mengingat Allah
kalimat ini dalam hatimu tanpa menggerakkan lidahmu saat menjelang tidur malam,
tersebut Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> terus mengamalkannya. Atas ajaran dari
pamannya, Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> melakukannya hingga satu tahun dan
pamannya berkata, “hafalkan terus apa yang saya ajarkan kepadamu dan berzikirlah
dengan istiqamah sampai kamu masuk ke liang kubur, Sesungguhnya zikir tersebut
5
Muh. Ainul Fiqih, ‘Makna Ikhlas Dalam Tafsi>r Al-Tustari Karya Sahl Ibn 'Abdulla>h Al-
Tustari’, Skripsi. IAIN Surakarta, 2017.
35
zikir tersebut, Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> merasakan kelezatan dan manisnya
Setelah proses itu berlangsung beberapa tahun, kemudian rasa manis dan nyaman
itu semakin terasa merasuk ke sanubari Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> sampai
tingkat paling dalam, kemudian pamannya berkata, “jika seseorang senantiasa merasa
bahwa Allah SWT yang Maha Agung selalu melihat dan menyaksikannya, maka
pernyatan seperti itu, al-Tustari> pun selalu berkhalwat (menyepi) sehingga orang
Muh}ammad Sahal al-Tustari> berkata, “sungguh saya takut jika akan mengalami
membuat perjanjian dengan gurunya, bahwa Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> hanya
akan belajar satu jam saja di madrasah, setelah itu ia akan kembali kepada kebiasaan
semula (menyepi). Ketika mendengar pernyataan tersebut, Abu> Muh}ammad Sahal al-
Tustari> menuruti permintaan orang tuanya untuk belajar di madrasah dan ia mampu
menghafalkan Al-Qur’an pada usia enam atau tujuh tahun. Semenjak itu Abu>
Muh}ammad Sahal al-Tustari> melakukan ibadah lain nya seperti berpuasa setiap hari
yang dikenal dengan istilah s}au>m al-dahr dan hanya berbuka puasa dengan sepotong
6
Abu> Muh}ammad Sahal, Tafsi>r Al-Tustari..., h. 4.
7
Heri MS Farid, et.al, Ensiklopedi Tasawuf..., h. 1072.
36
roti gandum hingga menginjak umur dua belas tahun.8 Kemudian terlihat bagaimana
kecenderungan Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> terhadap jalan hidup sufi yang
semakin bertambah kuat. Hal ini ditandai ketika Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari>
berusia tiga belas tahun, ia mengalami krisis spiritual dalam bentuk pertanyaan
perjalanan ke Bas}rah untuk mengetahui apakah salah satu dari orang-orang terpelajar
Muh}ammad Sahal al-Tustari> tidak menemukan siapa pun yang bisa membantunya
barat sekarang), dimana ribat atau spiritual yang terkenal tempat berlindung dan retret
dikatakan telah didirikan oleh pengikut H}asan Al-Bas}ri>. Di sinilah Abu> Muh}ammad
Sahal al-Tustari> bertemu dengan Abu> Habib Hamza bin ‘Abdulla>h Al-‘Abbadani,
kepada Abu> H}abib Hamzah “Syekh, Apakah hati selalu bersujud?” Abu> Habib
Hamzah menjawab, “Ya, selamanya”. Atas dasar jawaban sederhana inilah Abu>
waktu, untuk belajar pengetahuannya dan adab sufi, yaitu disposisi dan mode
melakukan yang benar menuju kepada jalan mistik. Setelah belajar dari guru spiritual
8
Abu> Muh}ammad Sahal, Tafsi>r Al-Tustari..., h. 68.
37
mana selama sekitar dua puluh tahun dia menjalani kehidupan sendirian, sangat
menundukkan dirinya disiplin pertapa yang ketat dengan metode puasa yang terus-
menerus dan berat sekali. Semenjak itu, Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> banyak
melakukan puasa dan berbuka tiga malam sekali, kemudian lima malam sekali, tujuh
malam sekali, sampai pada akhirnya ia mampu berbuka puasa dua puluh lima malam
sekali, hal tersebut berlangsung sampai dua puluh tahun.9 Setelah itu Abu>
negeri dan desa beberapa tahun termasuk perjalanannya untuk menunaikan haji ke
dengan Dzu>n Nu>n al-Mis}hri di kota Mekkah. Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> tidak
diketahui secara umum menjadi murid Dzu>n Nu>n al-Mis}hri, ia tinggal bersamanya
dan tetap tinggal dalam pelayanan kepadanya untuk jangka waktu tertentu, tapi ada
sedikit keraguan bahwa sebuah asosiasi spiritual yang kuat didirikan di antara kedua
melakukan perjalanan ke Mesi>r untuk menemui Dzu>n Nu>n al-Mis}hri, dimana yang
SWT atau tawakal kepada Allah SWT, yang mana Sebenarnya ini adalah salah satu
doktrin kunci yang ditunjukkan Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> dalam komentar
9
Abu> Muh}ammad Sahal, Tafsi>r Al-Tustari.... h. 68.
38
Al-Qur'annya.10 Pengaruh Dzu>n Nu>n al-Mis}hri yang cukup dominan ini berbuah pada
tumbuhnya sikap hormat Sahal terhadap teman sejawatnya ini, yang bagi sebagian
kalangan disebut pula sebagai guru Sahal al-Tutari, sebagaimana ditunjukkan melalui
sikap Sahal yang enggan menerima murid sampai Dzu>n Nu>n al-Mis}hri meninggal
guru:11
a. Muh}ammad Ibn Sawwar, Ia juga merupakan paman dari Abu> Muh}ammad al-
b. Hamzah al-‘Abbadani.
g. Bisri> Al-H}arits}.
h. Sari> As-Saqati}.
10
‘Abdulla>h bin Yunis AL-Tustari, A. S.; bin Rafi, Tafsi>r Al-Tustari. Translated by Keeler..., h.
xvi.
11
Muh. Ainul Fiqih, ‘Makna Ikhlas Dalam Tafsi>r Al-Tustari Karya Sahl Ibn 'Abdulla>h Al-
Tustari..., h. 39.
39
belajar dan menetap bertahun-tahun, sementara yang lain hanya belajar dan menetap
dalam waktu singkat. Murid-murid yang belajar dan menetap lama adalah:12
Adapun murid-murid Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> yang belajar dan menetap
Setelah mencapai dari puncak ilmu pengetahuan dan kebersihan jiwa, Abu>
kebenaran dan hidayah Allah SWT. Dakwah yang ia lakukan bukan hanya sebatas
prilaku, ucapan, dan nasihat saja, akan tetapi Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari>
12
‘Abdulla>h bin Yunis Al-Tustari, A. S.; bin Rafi, Tafsi>r Al-Tustari. Translated by Keeler..., h.
xix.
13
‘Abdulla>h bin Yunis Al-Tustari, A. S.; bin Rafi, Tafsi>r Al-Tustari..., h. xix.
40
mewariskan banyak khazanah keilmuan dalam bentuk buku yang diantara karya-
b. Daqai>q al-Muh}ibbi>n.
c. Maw>a’iz} al-‘Arifi>n.
e. Qas}as}ul al-Anbi>ya’.
Muh}ammad Sahal al-Tustari> ialah hamba Allah SWT yang begitu rajin dalam
beribadah, Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> belajar kepada salah satu ulama
tinggal besama dengan gurunya dan selalu mengambil pelajaran terhadap apa
b. Imam Abu> ar-Rahman as-Sulami berkata, Imam Abu> Muh}ammad Sahal al-
Tustari> adalah salah seorang pemuka dan ulama di kaumnya, dan juga
14
Mani’ 'Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsi>r : Kajian Komprehensif..., h. 54.
15
Mani’ 'Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsi>r : Kajian Komprehensif..., h. 53.
41
merupakan seorang pemuka di kalangan ahli kala>m yang ahli dalam ilmu
seorang imam pada kaumnya yang tidak ada tandingannya pada masanya dalam
hal mu`amalat dan wara>’. Ia memiliki banya karamah dan juga pernah bertemu
Bermula dari latar belakang kehidupan Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> yang
perjalanan ke berbagai daerah dan kota hingga menjumpai banyak tokoh-tokoh sufi
dituangkan dalam Al-Qur’an dikenal dengan tafsi>r Al-Tustari>.17 Tafsi>r ini merupakan
tafsi>r yang termasuk dalam kategori tafsi>r sufi, dalam tafsi>r ini ia banyak
namun tafsi>rnya masih dianggap belum memuaskan karena belum lengkap dan
16
Sahl Al-Tustari>, Tafsi>r Al-Qur’an al-'Az}him (Kairo: Dar al-Kutub al-'Arabiyyah, 1329 H). h.
67.
17
Lenni Lestar, ‘Epistemologi Corak Penafsiran Sufistik’, Dalam Jurnal Syahadah, Vol. II, No.
1, 2014.
42
sehingga wajar jika penafsi>rannya masih sederhana dan tidak banyak penjelasannya.
Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> memberi memberi nama pada karya tafsi>rnya
tersebut dengan sebutan tafsi>r Al-Tustari>, kita>b tafsi>r ini dicetak dalam satu jilid dan
yang menyusun naskah teks dari kita>b tersebut adalah kedua murid dari Abu>
Muh}ammad Sahal al-Tustari> yang bernama Abu> Bakar Muh}ammad ibn al-‘Asat al-
Sijzi dan Abu> al-H}asan ‘Umar ibn Wasi>l al-‘Anbar.18 Tafsi>r karya Abu> Muh}ammad
Sahal al-Tustari> dicetak pertama kali oleh Muh}ammad Isma>il Press,di Kairo pada
1326 H dengan berjumlah sebanyak 240 halaman, yang disusun oleh Muh}ammad
Ba>dr ad-Di>n al-H}asani>. Tiga tahun setelahnya tafsi>r ini dicetak ulang di Maimaniyah
Press yang kemudian diterbitkan oleh Muh}ammad al-Zuhri> al-Gamrawi> di Kairo pada
1329 H.19
Naskah paling awal dari kitab tafsir Al-Tustari> menunjuk pada abad ke-6 H. Hal
karya ‘Abdulla>h Al-Sulami yang merujuk pada tafsir Al-Tustari>. Ini lah yang
mengidentifikasikan bahwa penulisan tersenut sudah ada pada akhir abad ke-4 H
18
Sahl Al-Tustari, Tafsir Al-Qur’an al-‘Az}him..., h. 17.
19
Gerhard Bowering, The Mystical Vision of Existence in Classical Islam: The Qur`anic
Hermeneutics of The Sufi Sahl At Tustari (New York: De Gruyter, 1979). h. 104.
20
Abdulla>h bin Yunis Al-Tustari, A. S.; bin Rafi, Tafsi>r Al-Tustari..., h. xxvi.
43
2. Teknik Penafsiran
Dalam kajian tafsi>r, ada empat teknik yang umumnya digunakan oleh para
mufassir, yaitu tafsi>r tahli>li> (tafsi>r analitis), tafsi>r ijma>li (tafsi>r global), tafsi>r muqa>ran
(tafsi>r komparatif), dan tafsi>r maudhu‘i (tafsi>r tematik).21 Pada bagian ini, kita>b tafsi>r
Al-Tustari> termasuk dalam teknik penyajian yang bersifat tahli>li>. Dalam menafsirkan
Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> mengacu pada urutan surat yang ada dalam model
dari surat Al-Fatihah hingga surat Al-Nas. Adapun kita>b-kita>b rujukan dari Tafsi>r Al-
Tustari> ialah, S}ah}ih} al-Bukha>ri, Tahz}i>b al-Tahz}ib, dan S}ah}ih} Muslim, Tafsi>r Ibn
Katsi>r dan al-Itqa>n fi< `Ulu>m Al-Qur`an, Qut al-Qulu>b fi Mu`amalah al-Mah}bu>b, dan
3. Metode
Metode tafsi>r yang dimaksud di sini adalah suatu perangkat dan tata kerja analisis
yang digunakan dalam proses penafsiran Al-Qur’an. Dalam hal ini, metode
21
Fahd Bin ‘Abd Al-Rahman Sulayman Al-Rumi, Prinsip Dasar Dan Metodologi Penafsiran
Al-Qur’an. h. 69.
22
Thameem 'Ushama, Metodologi Tafsi>r Al-Qur’an...., h. 5.
44
Dari ketiga metode tersebut, kita>b Tafsi>r Al-Tustari> menggunakan dua metode
penafsiran bi al-ma’sur dan tafsi>r tafsi>r bi al-ra’yi, hal ini dapat dilihat ketika Abu>
Muh}ammad al-Tustari> menafsirkan ayat dengan ayat atau ayat dengan hadts Nabi,
atau perkataan sahabat seperti, ketika ia menfsi>rkan surat al-Baqarah ayat 112. 23
Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> menafsirkan ayat di atas itu bukan menyerahkan
dirinya kepada Allah SWT, tetapi agamanya seperti dalam surat Al-Nisa> ayat 125,
....َُسلَ َم َو أج َهه ِ ِ
هن أ أ
َح َس ُن دينًا ّم أ
َوَم أن أ أ
Terjemahan: “Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang
yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah,...”25
mengikhlaskan agamanya secara murni kepada Allah SWT, yaitu Islam dan
syariatnya.
4. Corak
Corak tafsi>r ialah kekhususan suatu penafsiran yang merupakan dampak dari
23
Abu> Muh}ammad Sahal, Tafsi>r Al-Tustari>..., h. 32.
24
Jajasan Penjelenggara Penterdjemah/Pentafsir Al-Qoeraan..., h. 22.
25
Jajasan Penjelenggara Penterdjemah/Pentafsir Al-Qoeraan..., h. 132.
45
Qur’an,26 dalam kita>b Tafsi>r Al-Tustari> karya Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> ini
menggunakan corak sufistik, yang mana tafsi>r ini berusaha menjelaskan makna ayat-
ayat Al-Qur’an dari sudut esoterik (batin), berdasarkan isyarat yang tersi>rat dari
dalam su>luk seorang sufi nuansa tafsi>r sufi Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> dapat
oleh ayat tersebut adalah lautan hati yang di dalamnya terdapat bermacam-macam
mutiara atau permata dan lautan nafsu, yang keduanya saling bertemu di dalam diri
manusia.28
Ada beberapa ulama yang mengomentari kita>b Tafsi>r Al-Tustari> karya Abu>
makna dalam Al-Qur’an, yaitu lahir, batin, had, mat{la`. Pada suatu kesempatan ia
hanya menyebutkan makna lahiriah saja, karena penjelasan ayat tersebut sudah
jelas dan mudah dipahami di kalangan umum. Makna lahir adalah makna umum
26
Abdul Syukur, ‘Mengenal Corak Tafsir Al-Qur’an’, Dalam Jurnal El-Furqonia, Vol. 01 N o.
0 1 Agustus, 2015.
27
Jajasan Penjelenggara Penterdjemah/Pentafsir Al-Qoeraan..., h. 783.
28
‘Abdulla>h bin Yunis Al-Tustari, A. S. bin Rafi, Tafsir Al-Tustari. Translated by Keeler..., h.
216.
46
yang dapat dipahami oleh setiap orang yang mengetahui bahasa Arab, sedangkan
makna batin adalah makna khusus hanya dapat diketahui oleh orang-orang yang
2. ‘Abd H}ali>m Mah}mu>d dalam bukunya mengatakan bahwa Abu> Muh}ammad al-
Tustari> dalam menafsirkan Al-Qur’an tidak takli>d (ikut) kepada orang lain, tetapi
syariat, akhlak, alam, dan materi-materi lain yang dijelaskan di dalam Al-Qur’an.
Ia juga menafsirkan ayat sesuai dengan kesan yang diberikan ayat Al-Qur’an
tersebut kepada hatinya atau perasaan jiwa. Abu> Muh}ammad al-Tustari> juga tidak
mengatakan bahwa itulah penafsiran ayat tersebut atau satu-satunya penafsiran dan
3. Al-Syirbashi> mengambil kutipan dari buku al-Lam`u terdapat sebuah riwayat, Abu>
diberikan kemampuan memahami 1000 makna dari setiap huruf dalam Al-Qur’an,
merupakan kalam Ilahi> dan sifat-Nya”.31 Jadi manusia hanya dapat memahami
ayat Al-Qur’an sesuai dengan yang dilimpahkan Allah SWT ke dalam hati hamba-
29
Rosihon Anwar, Menelusuri Ruang Batin Al-Qur’an (T.tp: Penerbit Erlangga, 2010). h. 74.
30
Mani’ 'Abd H}alim Mah}mu>d, Metodologi Tafsir : Kajian Komprehensif..., h. 57.
31
Ah}mad Al-Syirbashi>, Sejarah Tafsir Qur’an (Jakarta: Penerbit Pustaka Firdaus, 2001). h. 137.
BAB IV
dalam kita>b Tafsi>r Al-Tustari>. Peneliti menemukan setidaknya ada tujuh makna yang
ٰۤ
ت اِ َِل الن أُّو ِۗر َواله ِذيأ َن َك َف ُرأٓوا اَأولِيَا ُؤُه ُمِ ِل اله ِذين اٰمنُوا ُُيأ ِرجهم ِمن الظُّلُ ٰم
َ اَ َّٰللُ َوِ ُّ أ َ َ أ ُ ُ أ
ٰۤ ۗ
ب النها ِۚر ُه أم فِأي َها ُ ص ٰح ك اَ أ َ ت اُوٰل ِٕى ِ الطهاغُوت ُُيأ ِرجوََّنُم ِمن النُّوِر اِ َِل الظُّلُ ٰم
أ ُ ُأ أ َ أ
ٰخلِ ُد أو َن
Terjemah : “Allah pelindung orang yang beriman. Dia mengeluarkan
mereka dari kegelapan kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir,
pelindung-pelindungnya adalah setan, yang mengeluarkan mereka dari
cahaya kepada kegelapan. Mereka adalah penghuni neraka. Mereka kekal di
dalamnya.” (Q.S. Al-Baqarah (1): 257).2
47
48
الكفر والضاللة و املعاصي والبدع إِل اإلَيان وهو النور الذي أثبته اْلق عز
وجل ِف قلو هبم وهو نور بصرية اليقي الذي به يستبصرون التوحيد والطاعة له
] قوله عز٤٠ : من نور] [النور، نورافماله،فيما أمر وَّنى[ومن َل َيعل هللا له
: قال سهل.] أي الشيطان٢٥٧[]وجل [والذين كفرواأولياوهم الطغوت
ْلن الشيطان َل يقدر على،ورأس الطوا غيت كلها النفس اْلمارة َبلسوء
فإن أحس منها مباهتم به ألقى إليها،اإلنسان إَلمن طريق هوى النفس
3
.الوسوسة
Pada ayat ini Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> menafsirkan kalimat َ ّللَاَ وليَ الَّذيْن
ه
ٰامن ْواia mengatakan Allah SWT melindungi hamba-hamba dengan Ridhonya. Dia
(Allah SWT) adalah pelindung mereka sesuai dengan pentunjuk yang telah diberikan
tentang keesaan-Nya. Maka dari itu petunjuk dari-Nya telah menyadarkan hamba-
hambanya bahwa tidak ada Tuhan lain selain Allah SWT. Karena petunjuknya juga
lah mereka di bawa keluar dari kegelapan menuju cahaya, dan dari kekafiran,
kesesatan, kemaksiatan dan bid’ah menuju kepada keimanan, yaitu cahaya dari Allah
SWT yang telah tertanam di dalam hati para hamba-Nya. Ini adalah cahaya keimanan
(Nu>r bas}i>rat al-yaqi>n) yang dengan itu mereka mencari petunjuk mengenai keesaan
Allah SWT (Tauhi>d) dan ketaatan kepada Allah SWT tentang apa yang diperintahkan
dan apa yang dilarang Allah SWT telah melimpahkan ke dalam hati mereka berupa
penglihatan keyakinan yang dapat menyingkap tauhid dan ketaatan dalam segala
3
Sahl Al-Tustari>, Tafsi>r Al-Qur’an al-'Az}him (Kairo: Dar al-Kutub al-'Arabiyyah, 1329 H). h.
37.
49
tidak diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tidaklah dia mempunyai cahaya
adalah cahaya keimanan yang membuat wajah orang-orang beriman menjadi berseri-
seri dan cahaya keimanan juga yang membimbing mereka kepada jalan Allah SWT
yang merupakan salah satu karunia dan kemulian terbesar dari Allah SWT.
dengan kebohongan dari lidah-lidah mereka. Akan tetapi Tuhan dengan segala
4
Al-Tustari, A. S.; bin Ra>fi, ‘Abdulla>h bin Yunis, Tafsir Al-Tustari..., h. 29.
5
Jajasan Penjelenggara Penterdjemah/Pentafsir Al-Qoeraan..., h. 264.
6
Sahl Al-Tustari>, Tafsi>r Al-Qur’an al-'Az}him..., h. 73.
50
menampakkan agama Allah SWT yakni agama Islam. Al-Nu>r dalam ayat ini diartikan
dengan Al-Nu>r yang bermakna Al-Qur’an dan agama Islam. Jadi maksud dalam ayat
ini adalah mereka (orang kafir) hendak menolak Al-Qur’an dengan mendustakannya
melalui perkataan-perkataan mereka, akan tetapi Allah SWT menghendaki yang lain,
7
Jajasan Penjelenggara Penterdjemah/Pentafsir Al-Qoeraan..., h. 504.
51
Al-Nu>r dalam ayat ini di tafsirkan Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> berikan
adalah Al-Nu>r yang di tujukan kepada Nu>r Muh}ammad.9 Yaitu yang menghiasi langit
dan bumi dengan cahaya. Cahaya (petunjuk)-Nya sama halnya dengan cahaya Nabi
Muh}ammad SAW, H}asan Al-Basri> berkata yang dia maksud adalah bahwa hati para
Nabi bercahaya sangat terang, cahaya mereka dapat di gambarkan layaknya seperti
cahaya dari-Nya. Dia berkata perumpamaan cahaya Al-Qur’an adalah pelita (misbah),
pelita yang lilinya (si>raj) adalah (ma’rifa), yang sumbunya (fat’il) adalah perintah-
kesucian, maka nyala cahaya itu semakin terang (d}iya>), dan semakin petunjuk-
petunjuk agama di jalankan (haqi>qa), maka lampu itu akan semakin bercahaya.
8
Sahl Al-Tustari>, Tafsi>r Al-Qur’an al-'Az}him..., h. 111-112.
9
‘Abdulla>h bin Yunis Al-TustarI, A. S.; bin Rafi, Tafsir Al-Tustari..., h. 138.
52
Al-Nu>r dengan penafsiran inilah, yang kemudian menjadi salah satu tema atau
pembahasan yang banyak mendapat perhatian oleh para ulama selanjutnya, karena di
samping makna Al-Nu>r ini terdengar baru dan unik dikalangan para ulama tafsi>r,
tetapi juga jika dilihat dari tahun ia hidup, yaitu pada awal abad ke-3 H dan kita>b
tafsi>rnya yang masih ada sampai sekarang, maka kemungkinan terbesar teori Nu>r
kali menguraikan dan menulisnya dalam kita>b tafsi>rnya, yang kemudian di ikuti oleh
sebagian ulama sesudahnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya kutipan dari
kitab tafsir Al-Tustari> dalam kitab tafsir H}aqa>’iq Al-Tafsi>r karya ‘Abdullah Al-
Sulami saat menafsiran surah Al-Nu>r ayat 35 yang mengutip pendapat Abu
ِ ُت أاْلَرض بِنُوِر رِهبا وو ِضع الأكِتَاب وِجيء َِبلنهبِيِي والشُّه َد ِاء وق
ض َي ِ َوأَ أشرق
َ َ َ َ َ َ ُ َ َُ َ َ ُ أ َ َ
بَأي نَ ُه أم َِب أْلَ ِق َوُه أم ََل يُظألَ ُمو َن
Terjemahan : "Dan terang benderanglah bumi (padang mahsyar) dengan
cahaya (keadilan) Tuhannya; dan diberikanlah buku (perhitungan
perbuatan masing-masing) dan didatangkanlah para nabi dan saksi-saksi
dan diberi keputusan di antara mereka dengan adil, sedang mereka tidak
dirugikan." (Q.S. Al-Zumar (39): 69).11
10
Al-Sulami, H}aqa>’iq Al-Tafsi>r : Tafsir Al-Qura’an Al-‘Azhim, (Beirut: Dar al-Kutub al-
‘Ilmiyah, 2001). h. 45.
11
Jajasan Penjelenggara Penterdjemah/Pentafsir Al-Qoeraan..., h. 679.
53
قلوب املؤمني يوم القيامة تشرق:] قال٩[] [وأشرقت اْلرض بنور رهبا:قوله
12 . واَلقتداء بسنة نبيهم صلى هللا عليه وسلم،بتوحيد سيدهم
Pada ayat ini, Abu> Muhmmad menafsirkan kalimat وأ ْشرقتَ ْاْل ْرضَ بنورَ ربهاia
mengatakan hati orang-orang beriman akan bersinar pada hari kebangkitan (yau>mil
Al-Qiua>mah) dengan cahaya (kesadaran mereka) tentang keesaan Tuhan mereka, dan
beriman yang pada hari kiamat nanti akan memancar dengan cahaya yang terang,
sehingga akan jelas keliatan mana orang-orang beriman dan mana orang-orang yang
tidak beriman, hal ini dikarenakan cahaya tersebut berasal dari keyakinan mereka
dengan Tuhannya dan mengikuti dengan sunnah Nabi Muh}ammad Saw. Yang
12
Sahl Al-Tustari>, Tafsi>r Al-Qur’an al-'Az}him..., h. 135.
54
yang kamu kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang besar.” (Q.S. Al-
H}adid (57): 12).13
ِ ِ س ِم أن ِ ِ ِ ول الأمنَافِ ُقو َن والأمنَافِ َق
يل
َ نُورُك أم ق نَ أقتَب أ وَن
َ آمنُوا انأظُُر
َ ين َ ات للهذ ُ ُ َ ُ ُ يَ أوَم يَ ُق
ُفِ ِيه الهر أْحَة ِ
ُب ََبطنُهٌ ََب ُب بَأي نَ ُه أم بِ ُسوٍر لَهَ ض ِر
ِ
ُ َأارجعُوا َوَراءَ ُك أم فَالأتَ ِم ُسوا نُ ًورا ف
اب ِِ ِ ِ ِ
ُ َوظَاه ُرهُ م أن قبَله الأ َع َذ
Terjemahan : “Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan
perempuan berkata kepada orang-orang yang beriman: "Tunggulah kami
supaya kami dapat mengambil sebahagian dari cahayamu". Dikatakan
(kepada mereka): "Kembalilah kamu ke belakang dan carilah sendiri
cahaya (untukmu)". Lalu diadakan di antara mereka dinding yang
mempunyai pintu. Di sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya
dari situ ada siksa.” (Q.S. Al-H}adid (57): 13).14
bahwa cahaya keimanan yang menyelamatkan dari api neraka, pada saat melewati
13
Jajasan Penjelenggara Penterdjemah/Pentafsir Al-Qoeraan..., h. 796.
14
Jajasan Penjelenggara Penterdjemah/Pentafsir Al-Qoeraan..., h. 796.
15
Sahl Al-Tustari>, Tafsi>r Al-Qur’an al-'Az}him..., h. 162.
55
jembatan (al-si>rat) para malaikat akan berkata kepada mereka “kembalilah dan
carilah cahaya dengan akalmu yang kamu gunakan selama ini untuk mengatur segala
urusanmu pada saat hidup di dunia, mereka pun kembali ke belakang, akan tetapi
tuhanmu menempatkan dinding di antara mereka dan akal- akal mereka sendiri, dan
menutup untuk mereka pilihan-pilihan yang benar, sehingga mereka tidak dapat
Dalam hal ini dijelaskan bahwa cahaya seorang mukmin itu akan bersinar
dihadapan mereka (orang-orang kafir) dan cahaya tersebut memiliki suatu pancaran
kharisma baik bagi mereka yang mengakuinya maupun yang tidak mengakuinya
sedangkan mereka yang tidak mengakuinya akan takut dan khawatir akan cahaya
beriman untuk menunggu mereka, agar mereka dapat menyebrangi jembatan (al-
si>rat) secara bersama, akan tetapi malaikat menolak mereka dan menyuruh mereka
untuk mencari cahayanya sendiri dengan akal pikiran yang mereka gunakan untuk
penghalang antara jiwa dan akal mereka, sehingga pilihan pun sudah tertutup dan
mereka tidak akan sampai kepada jalan petunjuk yang bisa menyelamatkan mereka
dan ketika mereka berjalan melintasi jembatan (al-si>rat), jatuhlah mereka kedalam
Mereka telah mengingkari hujja dari Nabi yang telah Nabi sampaikan kepada
mereka dengan lidah-lidah mereka, dan jiwa-jiwa mereka telah berpaling dari cahaya-
Nya. Tapi Allah SWT telah menguatkan (qayyada) sebagian jiwa-jiwa mereka untuk
menerima cahayaNya, yaitu orang-orang yang Allah SWT tuntun menuju rahmat-
Nya, dan Allah SWT menghiasi sebagian hati-hati dari mereka dengan cahaya
(ma’rifa)-Nya, serta dengan keyakinan yang teguh (tas}di>q). Maka mereka akan
mengorbankan seluruh jiwa raga mereka dan seluruh harta benda mereka untuk-Nya,
sama halnya seperti al-s}hiddi>q dan al-fa>ru>q dan para sahabat yang terpuji lainnya.
16
Jajasan Penjelenggara Penterdjemah/Pentafsir Al-Qoeraan..., h. 814.
17
Sahl Al-Tustari>, Tafsi>r Al-Qur’an al-'Az}him..., h. 167.
57
Ayat di atas dimaknai oleh Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> dalam kontek
SAW disimbolkan dengan “cahaya Allah”. Hal ini dikerenakan risalah yang berasal
dari Allah SWT laksana cahaya yang menerangi seluruh alam semesta, namun dalam
halangan dan rintangan terutama dari kaum kafir Quraisy. Hal inilah yang
disimbolkan dengan orang kafir yang hendak memadamkan cahaya Allah SWT.
18
Jajasan Penjelenggara Penterdjemah/Pentafsir Al-Qoeraan..., h. 827.
58
وحا] [ ]٨قال: قوله تعاِلَ[ :ي أَيُّها اله ِذين آمنُوا تُوبوا إِ َِل هِ
ص ً
اَّلل تَ أوبَةً نَ ُ َ َ ُ َ َ
التوبة النصوح أن َليرجعْ ،لنه صارمن مجلة اْلحبة ،واْلب َليدخل ِف شيء
َل حيبه اْلبيب .وقال :عالمة التائب أن َل تقله أرض وَلتظله مساء إَل هو
متعلق َبلعرش وصاحب العرش ،حىت يفارق الدنيا ،وَلأعرف ِف هذا الزمان
أقل من التوبة ،إذليس مناأحدأَنه ملك املوت إَلويقول :دعين أفعل كذاوكذا،
دعين أتنفس ساعةُ .ث قال :إن التائب اخللص ولو مقدار ساعة ،ولو مقدار
نفس واحدقبل موته ،يقال له :ماأسرع ماجئت به صحيحا ،وجئناحيث
جئت .قوله[ :يَ أوَم ََل ُُيأ ِزي ه
اَّللُ][ ]٨قالَ :ل ُيزيه ِف أمته ،وَليرد شفاعته.
ولقد أوحى هللا تعاِل إِل النيب صلى هللا علي وسلم فقال :إن أحببت جعلت
أمرأمتك إليك .فقالَ :يرب أنت خريهلم مين .فقال هللا تعاِل :اذا َل أخزيك
فيهم .قوله عزوجل[ :يَ ُقولُو َن َربهنَا أَأَتِ أم لَنَا نُ َورََن] [ ]٨فقالَ :ل يسقط اَلفتقار
إِل هللا عز وجل عن املومني ِف الدنيا وَلِف العقىب ،هم ِف اجلنة أشد افتقارا
إليه ،وإن كانوا ِف دار العز واْلمن والغىن لشو قهم إِل لقائه [،يَ ُقولُو َن َربهنَا أ أََتِ أم
َ19
لَنَا نُ َورََن][ ]٨وارزقنا لقاءك ،فإنه منور اْلنوار وغاية الطالب.
Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> berkata: orang-orang yang beriman tidak akan
terlepas dari Allah SWT sebagai tempat bergantung baik di dunia maupun di akhirat,
di surga mereka merupakan orang yang paling membutuhkan Allah SWT sebagai
tempat bergantung meskipun mereka telah berada di alam kemuliaan, keamanan dan
kekayaan karena kerinduan mereka untuk berjumpa dengan Tuhan, mereka berkata:
ya Rabb sempurnakanlah kepada kami cahaya kami dan berilah kami karunia untuk
19
Sahl Al-Tustari>, Tafsi>r Al-Qur’an al-'Az}him..., h. 171.
59
bisa berjumpa dengan-Mu. Maka sesungguhnya Allah SWT adalah cahaya di atas
Al-Nu>r dalam konteks ayat ini diartikan dengan Al-Nu>r karunia bagi orang
beriman di surga, karena karunia terbesar bagi orang-orang beriman di surga adalah
bisa berjumpa langsung dengan Sang pencipta yakni Allah SWT meskipun
kekayaan, tetapi tanpa bertemu dengan Allah SWT Sang pencipta semua tetap dirasa
belum sempurna karena Dialah cahaya di atas cahaya dan merupakan akhir dari
tersebut tidak menafsirkannya secara utuh atau keseluruhan ayat, dari 49 term Al-Nu>r
yang terdapat pada 24 surah yang berbeda peneliti menemukan hanya ada 7 surah
yang di antaranya : QS. Al-Baqarah ayat 257, QS. Al-Taubah ayat 32, QS. Al-Nu>r
ayat 35, QS. Al-Zumar ayat 69, QS. Al-Hadid ayat 12 dan 13, QS. Al-Saff ayat 8,
QS. Al-Tahrim ayat 8. Adapun ayat-ayat pada surah lainnya, yaitu seperti QS. Al-
Syura ayat 52, QS. Al-Hadid ayat 28 dan QS. Luqma>n ayat 20, yang juga memiliki
term Al-Nu>r Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> tidak menafsirkan tentang Al-Nu>r di
dalamnya, tetapi menafsirkan bagian potongan ayat yang lain dengan makna yang
lainnya. Adapun sisanya, sekitar 14 surah pada ayat-ayat yang lainnya bahkan tidak
Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> perlihatkan saat menafsirkan surah Al-Nu>r ayat 35
Nu>r Muh}ammad, meski dalam ayat tersebut tidak memiliki redaksi Al-Nu>r di
dalamnya, akan tetapi beliau menafsirkan ayat tersebut sebagai Al-Nu>r yang dapat
TABEL III
ٰۤ
ِ ِ ِ ِ ِ
اّن َجاع ٌل ِف أاَلَأرض َخلأي َفةً ۗ قَالُأٓوا اََأَت َع ُل فأي َها َم أن ِ ِ ٰ ِ ُّال رب ِ
ك للأ َمل ِٕى َكةِ ٰۤ أ
َ َ َ ََوا أذ ق
ّنٓ اَ أعلَ ُم َماِِال اق ۗ ك ل س ِ الدما ۚء وََنن نُسبِح ِِبم ِد َك ونُ َق
ِ يُّ أف ِس ُد فِي ها ويس ِف
أ َ َ َ َ ُ َ ك َ َ َ أ ُ َ ُ َأ
د ُ أ َ ََ أ
ََل تَ أعلَ ُم أو َن
Terjemah: “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para
malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata,
“Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan
menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan
menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa
yang tidak kamu ketahui”.20
menjadikan khalifah di bumi, berkata : Allah SWT Yang Maha Tinggi, sebelum Dia
(Allah SWT) menciptakan Adam Dia (Allah SWT) berkata kepada para malaikat aku
(Allah SWT) menjadikan khalifah di bumi, dan Dia (Allah SWT) menciptakan Adam
Dari penjelasan di atas mengatakan saat Allah SWT akan menjadikan khalifah di
bumi, Allah SWT terlebih dahulu menciptakan Adam AS yang berasal dari Nu>r
Muh}ammad.
20
Jajasan Penjelenggara Penterdjemah/Pentafsir Al-Qoeraan (1967)/ Tim Penyempurnaan
Terjemahan Al-Qur’an (2016-2019), Al-Qur’an Dan Terjemahannya Edisi Penyempurnaan 2019,
(Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019). h. 6.
21
‘Abdulla>h bin Yunis Al-Tustari, A. S.; bin Rafi, Tafsi>r Al-Tustari. Translated by Keeler, A. &
Keeler, A. Amman (Royal Aal al-Bayt Institute for Islamic thought, 2011). h. 16.
62
ىن ءَ َاد َم ِمن ظُ ُهوِرِه أم ذُ ِريهتَ ُه أم َوأَ أش َه َد ُه أم َعلَ ٰٓى أَن ُف ِس ِه أم ۢ ِ ُّوإِ أذ أَخ َذ رب
َِٓك من ب َ َ َ َ
ِِ ِ ِ ۟ ۟
يَ ت بَِربِ ُك أم ۖ قَالُوا بَلَ ٰى ۛ َش ِه أد ََنٓ ۛ أَن تَ ُقولُوا يَ أوَم ٱلأقيَ َٰمة إِ هَن ُكنها َع أن َٰه َذا ٰغَفل
ُ أَلَ أس
Terjemahan: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan
anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian
terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?"
Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi".
(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang
lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)". 22
Ayat di atas menurut Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> merupakan ayat yang
cahaya-Nya, dan ketika mencapai tabir keagungan Tuhan, cahaya itu bersujud
di hadapan Allah SWT dan dari sujud itu Tuhan menciptakan cahaya-cahaya
seperti kristal yang sangat besar, yang luar maupun dalamnya (bercahaya
terang), dan di dalamnya ada ruh Muha}mmad SAW. Kemudian dia berdiri
22
Jajasan Penjelenggara Penterdjemah/Pentafsir Al-Qoeraan..., h. 236.
23
‘Abdulla>h bin Yunis Al-TustarI, A. S.; bin Rafi, Tafsir Al-Tustari..., h. 77.
63
b. Tingkatan kedua, Adam AS. Allah SWT menciptakannya dari Nu>r Muḥammad
dan Dia (Allah SWT) menciptakan Muh{ammad dari tanah liat seperti Adam.
c. Tingkatan ketiga, keturunan Adam. Allah SWT Maha Perkasa dan Maha
Agung, menciptakan para pencari rahmat (muri>du>n) dari cahaya Adam, dan Dia
mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka. Seperti Firman Allah
bahwa awal yang pertama diciptakan Allah SWT adalah Nu>r Muh}ammad yang
bahwa Allah SWT menciptakan “sumber mata air” dalam hati Nabi Muh{ammad
24
Jajasan Penjelenggara Penterdjemah/Pentafsir Al-Qoeraan..., h. 311.
64
SAW, yang diliputi dengan cahaya rahmat bagi umatnya, karena Allah SWT
memuliakan Muh{ammad SAW dengan hal ini. Dengan demikian cahaya para Nabi
berasal dari Nu>r Muh{ammad. Demikian juga cahaya malaikat, cahaya dunia dan
cahaya akhirat berasal dari Nu>r Muh{ammad. Barangsiapa yang ingin mencapai
Abu> Muh}ahmmad Sahal al-Tustari> menafsirkan ayat ini, pada mulanya ketika
Allah SWT Yang Maha Suci dan Maha Tinggi Dia, menciptakannya (Muh}ammad)
sebagai cahaya di antara cahaya (Nūran fī amūd Al-Nūr), di masa jauh sebelum
menyaksikan yang gaib di dalam yang gaib (mushāhadat al-ghayb bi’l-ghayb). Dia
Sidratul Muntaha" (surah 53:14), yaitu pohon di mana pengetahuan setiap orang
berakhir.27
25
‘Abdulla>h bin Yunis Al-Tustari, A. S.; bin Rafi, Tafsi>r Al-Tustari.., h. 90.
26
Jajasan Penjelenggara Penterdjemah/Pentafsir Al-Qoeraan..., h. 772.
27
‘Abdulla>h bin Yunis Al-TustarI, A. S.; bin Rafi, Tafsir Al-Tustari..., h. 213.
65
Ayat di atas menjelaskan ketika pertama kalinya Allah SWT menciptakan Nabi
Muh}ammad SAW sebagai sebuah cahaya yang berada pada suatu intisari beribu-ribu
keimanan dan ketersingkapan alam gaib dengan alam gaib itu sendiri.28
ِ إِ أذ ي أغ َشى ٱ
لس أد َرةَ َما يَ أغ َش ٰى َ
Terjemahan :“(Muh{ammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha> diliputi
oleh sesuatu yang meliputinya.” (QS. Al-Najm (53): 16).29
dari Nu>r Muh}ammad, ketika dia (Muh}ammad SAW) beribadah Itu bisa disamakan
dengan ngengat emas, yang Tuhan gerakkan ke arah-Nya dari keajaiban rahasia-Nya.
Semua ini adalah untuk meningkatkan dia (Muḥammad SAW) dalam keteguhan
(thabāt) untuk masuknya rahmat (mawārid) yang dia terima dari Allah SWT.
perjalanan isra miraj Nabi Muh}ammad SAW, saat beliau sampai di ujung langit yaitu
di sidratul Muntaha> beliau lantas beribadah disana dan dari ibadah tersebut
dengan ayat-ayat Al-Nu>r dalam kita>b Al-Tustari>, peneliti melihat adanya perbedaan
diantara penafsiran beliau saat menafsirkan ayat-ayat yang memiliki term Al-Nu>r di
28
‘Abdulla>h bin Yunis Al-TustarI, A. S.; bin Rafi, Tafsir Al-Tustari..., h. 213.
29
Jajasan Penjelenggara Penterdjemah/Pentafsir Al-Qoeraan..., h. 773.
66
dalamnya, yaitu pada surah Al-Nu>r ayat 35 yang beliau tafsirkan sebagai Nu>r
Muh}ammad. Akan tetapi, dalam konteks lain di beberpa ayat yang tidak memiliki
redaksi Al-Nu>r di dalamnya beliau menafsirkan ayat tersebut sebagai Al-Nu>r, seperti
yang sudah di jelaskan pada penjelasan di atas. Dalam hal ini terlihat penafsiran
beliau tidak hanya dari segi makna secara tekstual ayat akan tetapi beliau menafsirkan
ayat secara kontekstual, yang mana dalam hal ini dapat di pengaruhi dari keilmuan
tafsi>r Al-Tustari> karya Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> peneliti tidak melihat
adanya patokan tertentu dari Abu> Muh}ammad Sahal al-Tustari> dalam menafsirkan
ayat-ayat yang memiliki term Al-Nu>r yang beliau tafsirkan, tidak semua ayat yang
mengandung redaksi Al-Nu>r akan beliau tafsirkan tentang Al-Nu>r, hal ini menunjukan
bahwa beliau hanya menafsirkan ayat-ayat tersebut sesuai dengan indikasi yang
Peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa ada tujuh penafsiran term Al-Nu>r
dalam kita>b tersebut diataranya: QS. Al-Baqarah ayat 257 Al-Nu>r adalah Cahaya
Keimanan, QS. Al-Taubah ayat 32 Al-Nu>r adalah Agama Islam, QS. Al-Nu>r ayat 35
Nu>r adalah Nu>r Muh}ammad, QS. Al-Zumar ayat 69 Al-Nu>r adalah hati orang-orang
beriman, QS. Al-H}adid ayat 12 dan 13 Al-Nu>r adalah cahaya penyelamat orang
mukmin di akhirat, QS. Al-S}aff ayat 8 Al-Nu>r adalah cahaya kenabian, QS. Al-
Tahrim ayat 8 Al-Nu>r adalah karunia bagi orang yang beriman. Adapun beberapa
penafsiran yang diluar term Al-Nu>r yang di tafsirkan sebagai Al-Nu>r diantaranya: QS.
Al-Baqarah ayat 30, QS. Al-A’raf ayat 172, QS. Hud ayat 40, QS. Al-Najm 13 dan
16.
67
68
B. Saran
Setelah mengkaji kita>b tafsir Al-Tustari> makna yang terdapat dalam Al-Qur’an
tidak terbatas dari makan zahir saja akan tetapi Al-Qur’an juga memiliki makna batin
yang jarang diketahui oleh para masyarakat umum. Oleh sebab itu adanya penelitian
ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk para peneliti kedepannya, agar lebih
Buku :
‘Abd Halim Mahmud, Mani`, “Metodologi Tafsi>r: Kajian Kompreheshif Metode Para
Ahli Tafsi>r”, Terj. Faisal Shaleh Dan Syahdionar. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2006.
‘Abdullah, Ma’ruf, “Metodologi Penelitian Kuantitatif” Jl. Plosokuning V No. 73
Minomartani, Ngaglik, Sleman. Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2015.
Al-Ashfah}ani>, Al-Ra>ghib, “Mufradat Alfuz Al-Qur’an”. Damaskus: Dar al-Qalam,
1992.
Al-Ghazali, Imam Abu Hamid, “Miskatul Anwar.” Terj., Bahrudin Achmad, Ngaji
Kitab Miskatul Anwar Imam Al-Ghazali, Cet. I(Bekasi: Pustaka Al-Muqsith,
2021.
Arfan Baraja, ‘Abbas, “Ayat–Ayat Kauniyah”. Malang: UIN-Malang Press, 2009.
Al-Farmawi>, ‘Abdul Hayy. Metode Tafsi>r Maudhu’i dan Cara Penerapannya: Terj.
Rosihon Anwar. Bandung CV Pustaka Setia, 2002.
Al-Tustari>, A. S.; bin Rafi, ‘Abdulla>h bin Yunis, “Tafsi>r Al-Tustari>. Translated by
Keeler, A. & Keeler, A. Amman”. Royal Aal al-Bayt Institute for Islamic
thought, 2011.
Al-Tustari>, Sahl, “Tafsi>r Al-Qur’an al-‘Az}him”. Kairo: Dar Al-Kutub aurnal
‘Arabiyyah, 1329 H.
Al-Sula>mi>, H}aqa>’iq Al-Tafsi>r : Tafsir Al-Qura’an Al-‘Azhim, Beirut: Dar al-Kutub al-
‘Ilmiyah, 2001.
Al-Suyuth}i>, Imam, Asba>bun Nuzu>l: “Sebab-Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an”. Vol.
1. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2014.
Al-Z}ahabi, M. Husain, Al-Tafsi>r Wa al-Mufassi>run. Qairo: Maktabah Wahbah, 2000.
Al-Syirba>shi>, Ah}mad, “Sejarah Tafsi>r Qur’an”. Jakarta: Penerbit Pustaka Firdaus,
2001.
Anwar, Rosihon, “Menelusuri Ruang Batin Al-Qur’an”. T.tp: Penerbit Erlangga,
2010.
Anwar, Rosihon, “Ulum Al-Qur’an”. Bandung: CV Pustaka Setia, 2015.
Bowering, Gerhard, “The Mystical Vision of Existence in Classical Islam: The
Qur`anic Hermeneutics of The Sufi Sahl At Tustari>”. New York: De Gruyter,
1979.
69
70
Jurnal :
Abidin, ‘Umar, “Ta’wil Terhadap Ayat Al-Qur’an MenurutAl-Tustari>”, Dalam
Jurnal Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an Dan Hadis, Vol. 15, No. 2, Juli 2014.
Lestar, Lenni, “Epistemologi Corak Penafsiran Sufistik”, Dalam Jurnal Syahadah,
Vol. II, No. 1, 2014.
Husni, Muh}ammad, “Studi Al-Qur’an: Teori Al-Makkiyah Dan Al-Madaniyah”,
Dalam Jurnal Al-Ibrah, Vol. 4 No. 2 Desember 2019.
Mustafa, Ilham, and M. Zubir, “Nu>r Dalam Persefektif Al-Qur’an”, Dalam Jurnal Al-
Kauniyah, Vol. 2, No. 1, Juni 2021.
Syarifuddin, M. Anwar, “Otoritas Penafsiran Sufistik Sahl Al-Tustari>”, Dalam Jurnal
Studi Al-Qur’an (JSQ), Vol. II, No. 1, 2007.
Syukur, ‘Abdul, “Mengenal Corak Tafsi>r Al-Qur’an”, Dalam Jurnal El-Furqonia,
Vol. 01 No. 01 Agustus, 2015.
Skripsi :
Ainul Fiqih, Muh., “Makna Ikhlas Dalam Tafsi>r Al-Tustari> Karya Sahl Ibn ‘Abdulla>h
Al-Tustari>”, IAIN Surakarta, 2017.
Wardani, Lely, “Penafsiran Kata Nuur Dalam Surah An-Nuur Ayat 35 Menurut
Muh}ammad Quraish Shihab Dalam Tafsi>r Al-Misbah”, Skripsi. Fakultas
Syariah dan Ilmu Hukum IAIN Padangsidimupan, 2019.
Tesis :
Masduki, “Otentisitas Tafsi>r Sufi Isyari (Studi Tafsi>r al-Tustari>)”, Tesis. Fakultas
Ushuludin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2019.
72
Lampiran I
Kita>b Tafsi>r Al-Tustari>
73
Lampiran II
Isi penafsiran kita>b tafsi>r Al-Tustari>
Surah Al Baqarah 30
Surah Hud 40
Lampiran III
kita>b Mu’jam Mufahras