BAHAN AJAR
Tim Penyusun
Penanggung Jawab ꓽ Ir. Ari Pitoyo Sumarno, S.A.P., M.M., CIPA., CIT.
Ketua Tim ꓽ Ir. Mirad Fahri, M.Sc
Wakil Ketua ꓽ Anggi Khairina Hanum Hasibuan, M.Si
Anggota : - Elva Stiawan, S.Pd., M.Si
- Dr. Dita Ariyanti, S.Si., M.Si
- Tedi Kurniadi, S.Si., M.Si
- Dewi Anggraini Septaningsih, S.Si., M.Si
- Sekar Ilma Tiarani, S.Si
- Ersha Mayori, S.Si., M.Han
Prodi Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pertahanan Republik Indonesia
2023
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan hidayahnya sehingga tim penulis dapat menyusun “Buku
Ajar Ilmu Kimia Forensik untuk MBKM”dengan baik. Buku ini
membahas mengenai aplikasi kimia terhadap berhubungan dengan
hokum pada bidang forensik.
Tim Penulis
3
DAFTAR ISI
SAMPUL .........................................................................................2
KATA PENGANTAR ....................................................................... 3
DAFTAR ISI .................................................................................... 4
BAB I: Dasar-dasar Ilmu Forensik .................................................. 5
BAB 2: Dasar-Dasar Hukum .........................................................17
BAB 3: Ilmu Pembuktian ...............................................................28
BAB 4: Dasar-dasar Kimia Forensik ............................................. 47
BAB 5: Toksikologi ........................................................................73
4
BAB I
Dasar-dasar Ilmu Forensik
1.1 Pendahuluan
Hasil dari usaha untuk melibatkan sains dalam proses penyelidikan
kasus forensik didapatkan para ilmuwan ketika berhasil membentuk
suatu organisasi forensik, American Academy of Forensic Science
(AAFS), pada kuartal terakhir abad ke-19. Dari penjelasan di atas,
dapat kita ketahui bahwa memang sejak awal kehadiran forensik yang
diisi para saintis dan ilmu sosial humaniora menjadi salah satu bagian
penting. Hal ini termasuk juga dalam aktivitas, seperti memberikan
kesaksian ahli di pengadilan, menyelidiki kasus pidana, serta
membantu sistem hukum dalam beberapa masalah tertentu dalam
sistem peradilan (Barker & Douglas, 2013). Pendapat yang
disampaikan Barker dan Douglas (2013) di atas merupakan bentuk
kontribusi yang dilakukan para ilmuwan sosial humaniora bagi dunia
forensik, khususnya dalam hal pengungkapan kasus tertentu dalam
sistem peradilan pidana.
Pada dasarnya peranan ilmu sosial humaniora dalam dunia
forensik akan lebih memberikan penjelasan teoritis melalui para ahli
profesional untuk memberikan suatu keterangan berdasarkan masing-
masing cabang keilmuan yang diahli. Maka, kehadiran para ahli sosial
humaniora ini memberikan tambahan pengetahuan dan keterampilan
baru dalam melakukan proses investigasi forensik di Indonesia
sehingga proses investigasi forensik tidak lagi bergantung hanya pada
bukti-bukti yang berupa bukti fisik. Kontribusi nyata ahli forensik dalam
bidang keilmuan sosial humaniora di Indonesia diperlihatkan pada
beberapa contoh penyelesaian kasus kejahatan di peradilan. Seperti
para ahli psikologi sosial atau yang sering juga dikultuskan sebagai
psikologi forensik, banyak berperan andil dalam pelbagai kasus
kejahatan yang terjadi di Indonesia.
Sebut saja beberapa kasus kejahatan seperti kasus “Kopi Sianida,
Jessica-Mirna” dimana para ahli psikologi forensik di sini sangat
memiliki peranan penting dalam memberikan kesaksian sesuai
keahliannya di proses persidangan. Kasus lain seperti “Ryan Jombang”
5
dimana para ahli forensik dari keilmuan sosial humaniora menunjukkan
banyak peranan dalam penyelesaian kasus di persidangan. Beberapa
contoh di atas telah menunjukkan pada kita bahwa perkembangan ilmu
forensik telah menghasilkan banyak pembaharuan pada dunia forensik
itu sendiri. Namun, tidak dapat dipungkiri penerapan forensik dari
cabang keilmuan sosial humaniora memiliki sedikit tantangan dalam
penerapannya karena pengadilan sendiri harus menentukan dan
memastikan bahwa ahli yang akan memberikan kesaksian atau
melakukan proses investigasi forensik benar-benar dapat menjelaskan
dan memahami fakta-fakta dari satu kasus (Foote & Jane, 2005: 69).
Hal ini menjadi salah satu permasalahan dikarenakan jumlah ahli
yang masih sedikit dalam konteks Indonesia. Dari penjelasan di atas,
dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya ilmu forensik telah
mengalami perkembangan dengan masuknya disiplin-disiplin ilmu,
khususnya dari bidang sosial humaniora, yang memberi peningkatan
daya analisis dan reabilitas dari hasil investigasi forensik yang
dilakukan.
1.2 Definisi Ilmu Forensik
Forensik (berasal dari bahasa latin forensis, yang berarti “dari luar”
dan sinonim dengan kata forum, yang berarti “tempat umum”) adalah
mempelajari proses penegakan keadilan melalui proses penerapan
ilmu pengetahuan, atau suatu bidang ilmu yang digunakan untuk
mendukung sains. Menurut Forensik KBBI:
1. Forensik adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari
penerapan fakta medis pada masalah hukum,
2. Pembedahan berkaitan dengan mengidentifikasi mayat untuk
keadilan dan keadilan.
Menurut Sulianta (2008), forensik adalah proses ilmiah (berbasis
ilmu) untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan bukti yang
relevan dengan adanya gugatan di pengadilan. Di sisi lain, menurut
Watson, forensik merupakan salah satu bidang yang menerapkan
analisis ilmiah pada sistem peradilan dan seringkali menjadi salah satu
alat bukti kejahatan. Pakar forensik menganalisis dan menafsirkan bukti
yang ditemukan di TKP. Bukti ini mungkin termasuk darah, air liur, serat,
6
bekas ban, obat-obatan, alkohol, serpihan cat, dan residu senjata. Dari
beberapa definisi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa definisi
forensik memiliki beberapa kata kunci kunci:
1. Forensik adalah cabang ilmu
2. Forensik menerapkan analisis ilmiah
3. Analisis bukti forensik
4. Ilmuwan Forensik
Menafsirkan Bukti di Pengadilan Sejarah forensik kembali ribuan tahun.
Teknologi sidik jari merupakan salah satu yang pertama dikembangkan
dan digunakan. Penggunaan teknologi sidik jari pada awalnya
digunakan oleh orang Cina kuno untuk mengidentifikasi dokumen bisnis.
Kemudian, pada tahun 1892, seorang "eugenicist" (pendukung dan
sering berprasangka buruk dari sistem klasifikasi ilmiah) bernama Sir
Francis Galton mendirikan sistem penelitian pertama untuk
mengklasifikasikan sidik jari. Kemudian pada tahun 1896 Sir Edward
Henry mengembangkan sistemnya sendiri berdasarkan cluster sidik jari,
aliran, pola dan berbagai fitur. Sistem Klasifikasi Henry telah menjadi
standar untuk teknologi sidik jari kriminal di seluruh dunia. Pada tahun
1835, Henry Goddard dari Scotland Yard adalah orang pertama yang
menggunakan analisis fisik untuk menemukan hubungan antara peluru
yang digunakan oleh pembunuh dan senjata api, tetapi ini belum akurat.
Pada 1920-an, dokter Amerika Calvin Goddard menemukan mikroskop,
yang meningkatkan akurasi pengujian peluru dengan membuatnya
lebih mudah untuk membandingkan peluru yang ditemukan dengan
kotak senjata api yang cocok. Kemudian, pada tahun 1970-an, tim
ilmuwan di Aerospace di California mengembangkan metode untuk
mendeteksi residu tembakan menggunakan pemindaian mikroskop
elektron, dan pada tahun 1836, seorang ahli kimia Skotlandia bernama
James Marsh telah mengembangkan bahan kimia yang mendeteksi
arsenik.
Forensik (berasal dari bahasa latin forensis, yang berarti “dari
luar” dan sinonim dengan kata forum, yang berarti “tempat umum”)
adalah mempelajari proses penegakan keadilan melalui proses
7
penerapan ilmu pengetahuan, atau suatu bidang ilmu yang digunakan
untuk mendukung sains. Menurut Forensik KBBI:
1. Forensik adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari
penerapan fakta medis pada masalah hukum,
2. Pembedahan berkaitan dengan mengidentifikasi mayat untuk
keadilan dan keadilan.
Menurut Sulianta (2008), forensik adalah proses ilmiah (berbasis
ilmu) untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan bukti yang
relevan dengan adanya gugatan di pengadilan. Di sisi lain, menurut
Watson, forensik merupakan salah satu bidang yang menerapkan
analisis ilmiah pada sistem peradilan dan seringkali menjadi salah satu
alat bukti kejahatan. Pakar forensik menganalisis dan menafsirkan bukti
yang ditemukan di TKP. Bukti ini mungkin termasuk darah, air liur, serat,
bekas ban, obat-obatan, alkohol, serpihan cat, dan residu senjata. Dari
beberapa definisi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa definisi
forensik memiliki beberapa kata kunci:
1. Forensik adalah cabang ilmu
2. Forensik menerapkan analisis ilmiah
3. Analisis bukti forensik
4. Ilmuwan Forensik
Menafsirkan Bukti di Pengadilan Sejarah forensik kembali ribuan
tahun. Teknologi sidik jari merupakan salah satu yang pertama
dikembangkan dan digunakan. Penggunaan teknologi sidik jari pada
awalnya digunakan oleh orang Cina kuno untuk mengidentifikasi
dokumen bisnis. Kemudian, pada tahun 1892, seorang "eugenicist"
(pendukung dan sering berprasangka buruk dari sistem klasifikasi
ilmiah) bernama Sir Francis Galton mendirikan sistem penelitian
pertama untuk mengklasifikasikan sidik jari. Kemudian pada tahun 1896
Sir Edward Henry mengembangkan sistemnya sendiri berdasarkan
cluster sidik jari, aliran, pola dan berbagai fitur. Sistem Klasifikasi Henry
telah menjadi standar untuk teknologi sidik jari kriminal di seluruh dunia.
Pada tahun 1835, Henry Goddard dari Scotland Yard adalah orang
pertama yang menggunakan analisis fisik untuk menemukan hubungan
antara peluru yang digunakan oleh pembunuh dan senjata api, tetapi ini
8
belum akurat. Pada 1920-an, dokter Amerika Calvin Goddard
menemukan mikroskop, yang meningkatkan akurasi pengujian peluru
dengan membuatnya lebih mudah untuk membandingkan peluru yang
ditemukan dengan kotak senjata api yang cocok. Kemudian, pada
tahun 1970-an, tim ilmuwan di Aerospace di California
mengembangkan metode untuk mendeteksi residu tembakan
menggunakan pemindaian mikroskop elektron, dan pada tahun 1836,
seorang ahli kimia Skotlandia bernama James Marsh telah
mengembangkan bahan kimia yang mendeteksi arsenik.
1.3 Cabang Ilmu Forensik
Forensik tidak hanya tentang membedah korban kecelakaan, bunuh
diri, keracunan, dan sebagainya, faktanya, lingkup forensik tak sebatas
tentang membedah mayat. Forensik sendiri memiliki arti debat atau
perdebatan. Yang dalam hal ini dikaitkan dengan perdebatan di dalam
penegakan keadilan. Forensik sendiri merupakan cabang ilmu-ilmu
yang ada di dunia. Forensik merupakan penerapan dari ilmu-ilmu
tersebut.
Ilmu-ilmu yang mendukung forensik adalah kedokteran, farmasi,
kimia, biologi, fisika, dan psikologi. Kriminalisme adalah cabang dari
forensik. Bidang forensik lainnya termasuk forensik, toksikologi forensik,
kedokteran gigi forensik, psikiatri forensik, entomologi forensik,
antropologi forensik, balistik forensik, fotografi forensik, dan serologi
forensik/biologi molekuler. Biologi molekuler forensik lebih dikenal
dengan istilah “DNA forensik”.
Kriminologi adalah penerapan atau penggunaan ilmu pengetahuan
dalam pengenalan, pengumpulan/penemuan, identifikasi, individualisasi,
dan evaluasi barang bukti fisik dengan menggunakan metode dan
teknik ilmiah untuk tujuan hukum dan keadilan (Sampurna 2000). Tentu
saja, spesialis forensik adalah ilmuwan forensik yang menyelidiki
(menganalisis) berbagai jenis bukti fisik dan mengidentifikasi, mengukur,
dan mendokumentasikan bukti fisik. Hasil analisis dievaluasi, ditafsirkan
dan dibuat sebagai laporan (pernyataan ahli) untuk tujuan hukum atau
peradilan (Eckert 1980). Penjahat harus dilatih atau dididik untuk
menyelidiki TKP dan memiliki kemampuan untuk dengan cepat
9
mengidentifikasi dan mengumpulkan bukti fisik sebelum mereka dapat
melakukan tugasnya. Dalam kasus kriminal, kriminologi, seperti
forensik lainnya, berkontribusi pada upaya untuk memberikan bukti
melalui prinsip dan metode ilmiah.
Forensik adalah aplikasi atau penggunaan obat untuk penegakan
hukum dan pengadilan. Forensik adalah ilmu yang mempelajari tentang
orang atau organ tubuh manusia dalam kaitannya dengan kasus pidana.
Di Inggris, kedokteran forensik pada awalnya dikenal sebagai kantor
koroner. Koroner adalah dokter medis yang memeriksa mayat,
melakukan otopsi forensik jika perlu, dan melakukan semua
pemeriksaan dan tes. Forensik 3 memperkenalkan kematian akibat
kekerasan dan melakukan investigasi untuk menentukan sifat kematian.
Di Amerika Serikat, ini juga disebut "pemeriksaan medis". Sistem ini
tidak berbeda jauh dengan sistem koroner Inggris. Sebagai bidang
forensik berkembang, tidak hanya berurusan dengan mayat (atau
otopsi), tetapi juga dengan orang yang hidup. Peran forensik dalam hal
ini meliputi melakukan otopsi forensik, mengidentifikasi mayat, dan
menyelidiki waktu kematian untuk menentukan apa yang sebenarnya
terjadi, apakah alami atau tidak wajar. telah terjadi. Penelitian "Time to
die" tentang kekerasan non-kekerasan seperti kekerasan seksual,
kekerasan terhadap anak di bawah umur, kekerasan dalam rumah
tangga, layanan silsilah, dan forensik di negara maju juga
mengkhususkan diri di bidang kecelakaan lalu lintas yang disebabkan
oleh narkoba. Subjek ini dikenal sebagai "pengobatan lalu lintas" di
Jerman. Dalam praktiknya, forensik tidak dapat dipisahkan dari bidang
ilmu lain seperti toksikologi forensik, serologi/biologi molekuler forensik,
kedokteran gigi forensik, dan bidang ilmu lainnya.
Toksikologi adalah studi tentang efek dan efek berbahaya dari
bahan kimia (racun) pada mekanisme biologis. Racun adalah senyawa
kimia yang dapat memiliki efek berbahaya pada organisme hidup.
Toksisitas suatu senyawa ditentukan oleh dosis, konsentrasi toksikan
pada reseptor, jenis zat, keadaan organisme atau sistem biologis,
paparan organisme, dan mekanisme kerjanya. Secara khusus,
toksikologi berkaitan dengan sifat fisiko-kimia racun, efek psikologisnya
10
pada organisme, metode untuk menganalisis racun kualitatif dan
kuantitatif dari zat biologis atau non-biologis, dan metode untuk
menghindari bahaya keracunan.Penelitian penanggulangan penelitian.
Berdasarkan penerapan LOOMIS (1978), toksikologi dibagi menjadi
tiga kelompok utama: toksikologi lingkungan, toksikologi ekonomi dan
toksikologi forensik. Toksikologi forensik berkaitan dengan aplikasi atau
penggunaan toksikologi untuk tujuan peradilan. Tugas utama
toksikologi forensik adalah analisis kualitatif dan kuantitatif zat beracun
sebagai bukti dalam proses pengadilan pidana (forensik). Toksikologi
forensik menerapkan ilmu untuk analisis racun sebagai bukti kejahatan.
Toksikologi forensik menggabungkan prinsip-prinsip dasar kimia analitik
dan toksikologi. Bidang penelitian toksikologi forensik adalah: Analisis
dan evaluasi racun mematikan, analisis keberadaan alkohol, obat-
obatan terlarang dalam cairan tubuh atau di udara yang Anda hirup.
jalan, kekerasan). kejahatan, konsumsi doping), analisis obat-obatan
terlarang dalam darah dan urin dalam kasus penyalahgunaan narkoba
dan obat-obatan terlarang lainnya.
Odontologi Forensik. Kedokteran gigi forensik, bidang keilmuan ini
dikembangkan oleh gigi, restorasi gigi, gigi palsu (penggantian gigi
yang rusak), struktur sinus maksilaris, rahang, dan struktur tulang
palatal (langit-langit keras di ujung). lidah), pola trabekular, pola
akumulasi kerak gigi, tengkuk, kerutan bibir, anatomi dan penampilan
mulut secara keseluruhan Morfologi wajah stabil atau konstan pada
setiap individu. Dari ciri-ciri di atas menjadi acuan untuk menentukan
identitas (mayat tak dikenal). Memungkinkan gundukan kartu gigi
korban, bekas gigitan dan bekas bibir digunakan sebagai bukti dalam
penyelesaian kejahatan.
Psikiatri forensik, seorang psikiater, memainkan peran yang
sangat besar dalam memecahkan berbagai masalah kriminal.
Psikogram dapat digunakan untuk mendiagnosis masalah perilaku,
kepribadian, dan kesehatan mental, menggambarkan sikap (profil)
kriminal, dan memandu penyelidik. Pembunuhan mungkin memerlukan
psikoanalisis oleh psikiater, psikolog, atau koroner untuk memeriksa
tindakan dan peristiwa yang mendahului kejahatan atau bunuh diri.
11
Masalah psyche (jiwa) dapat mempengaruhi atau mendorong
seseorang untuk melakukan kejahatan atau bunuh diri.
Entomologi forensik, \adalah ilmu tentang serangga. Ilmu ini
mempelajari jenis-jenis serangga yang hidup pada bangkai luar
ruangan pada tahapan waktu tertentu. Ahli entomologi forensik dapat
menyimpulkan berapa lama mayat berada di TKP berdasarkan spesies
serangga yang ada di sekitar mayat (TKP).
Antropolog forensik ahli dalam mengidentifikasi sisa-sisa tulang,
tengkorak, dan mumi. Tes dapat memberikan informasi tentang jenis
kelamin, ras, perkiraan usia, dan waktu kematian. Antropologi forensik
juga membantu dalam studi kasus manusia hidup. Menentukan bentuk
tengkorak bayi untuk mengganti anak di rumah sakit bersalin. Balistik
forensik, bidang ilmiah ini memainkan peran yang sangat penting.
Balistik forensik, cabang ilmu ini berperan sangat penting dalam
menyelesaikan kasus kriminal yang melibatkan senjata api dan bahan
peledak. Balistik forensik memeriksa senjata yang digunakan dalam
kejahatan, jarak dan arah tembakan, apakah senjata yang digunakan
dalam kejahatan masih berfungsi dengan baik, dan senjata yang
digunakan dalam kejahatan. Tes peluru anak yang ditemukan di TKP
dapat digunakan untuk lebih akurat menentukan jenis senjata api yang
digunakan dalam kejahatan. Area ini berisi pistol yang digunakan untuk
membandingkan dua peluru dari tubuh korban dengan dua peluru dari
senjata api yang konon digunakan dalam kejahatan untuk menentukan
apakah pistol itu benar-benar digunakan dalam kejahatan.Diperlukan
peralatan khusus, termasuk mikroskop yang Dalam hal ini, Anda juga
perlu mengidentifikasi jenis kartrid yang salah tempat. Penyelidikan
membutuhkan analisis kimia dan fisik untuk memeriksa senjata api dan
barang bukti yang tertinggal. Misalnya menganalisis peredaran logam
seperti antimon (Sb) dan timbal (Pb) di tangan penjahat dan tersangka
untuk menemukan pelaku kejahatan. Atau, analisis distribusi asap
(jelaga) pada pakaian untuk mengidentifikasi area tembakan. Di bidang
ini, kami sering bekerja sama dengan forensik untuk menganalisis
dampak cedera pada korban dalam rekonstruksi kejahatan senjata api.
12
Serologi dan Biologi Molekuler Forensik. Dengan perkembangan
pesat akhir-akhir ini di bidang biologi molekuler (imunologi dan
genetika), penggunaan bidang ini dalam prosedur forensik telah
meningkat sangat pesat. Baik darah maupun cairan tubuh lainnya
adalah bukti kejahatan yang paling umum digunakan/diterima. Dalam
ujian, seperti kecanduan dokter koroner diduga bekerja dengan ahli
toksikologi forensik dalam penyelidikan. Dalam hal ini, bukti terkuat
adalah darah dan/atau cairan tubuh lainnya. Ahli toksikologi forensik
melakukan analisis toksikologi sampel biologis untuk mencari senyawa
beracun yang dicurigai. Seorang ahli toksikologi forensik menggunakan
temuan koroner selama otopsi mayat dan hasil analisisnya untuk
menafsirkan temuan dan menarik kesimpulan tentang keterlibatan
racun dalam kejahatan yang dicurigai.
Sejak awal, penggunaan serologi/biologi molekuler di bidang
forensik terutama berfungsi untuk mengidentifikasi orang (pengurutan
identitas individu), baik pelaku maupun korban. Sistem golongan darah
(sistem ABO) pada awalnya dikembangkan untuk tujuan investigasi
(menelusuri asal dan penyebab noda darah di TKP). Perkembangan
genetika (DNA analysis) yang pesat akhir-akhir ini telah membuktikan
bahwa setiap individu memiliki DNA sidik jari yang unik, sehingga
kedepannya DNA fingerprinting akan menggantikan peran sidik jari
ketika sidik jari tidak dapat diperoleh. perlunya analisis DNA dalam
penyelidikan pembunuhan mutilasi (tubuh terpotong-potong) dan tes
paternitas (ayah asli).
Tujuan dari analisis biologis serologis/molekuler di bidang forensik
adalah:
- Menganalisis darah untuk menentukan penyebabnya (darah
manusia atau hewan atau warna getah tumbuhan, pelaku atau
korban, atau darah orang yang tidak terlibat dalam kejahatan).
- Memeriksa cairan tubuh lainnya (misalnya air liur, air mani atau
sperma vagina, rambut, potongan kulit) untuk mengidentifikasi
sumbernya ("asal").
- Tes imunologis atau DNA individu untuk mengonfirmasi identitas
individu
13
Farmasi Forensik, bidang kefarmasian, termasuk dalam dunia
kesehatan, yang erat kaitannya dengan produk dan layanan kesehatan.
Apotek adalah seni dan ilmu meracik dan menyerahkan obat-obatan
serta memberikan informasi tentang obat-obatan kepada masyarakat.
Seperti disebutkan sebelumnya, forensik dapat dipahami melalui
penerapannya pada masalah hukum (berkaitan dengan hukum).
Menggabungkan dua pengertian ini, forensik farmasi dapat diartikan
sebagai penerapan farmasi pada masalah hukum (hukum) (Anderson,
2000). Apoteker forensik adalah seorang apoteker yang profesinya
terkait dengan proses peradilan, proses regulasi, atau penegakan
hukum (sistem peradilan pidana) (Anderson, 2000).
Bidang forensik farmasi meliputi farmasi klinis, aspek administrasi
kefarmasian, dan farmasi dasar. Apoteker forensik adalah orang yang
berspesialisasi dalam pengetahuan tentang praktik kefarmasian.
Keterampilan praktis yang diujikan meliputi farmakologi klinik,
manajemen pengobatan, reaksi obat yang merugikan (dangerous
reaction), pemeriksaan dan evaluasi pasien (assessment), konseling
pasien, pemantauan pasien, dan sistem distribusi obat dan alat
kesehatan. Apoteker forensik memiliki kualifikasi dan pengalaman yang
tinggi dalam mengkaji dan menganalisis bukti medis (rekam/rekam
medis, dll) dalam kasus-kasus tersebut dan menyajikan hasil analisis
tersebut sebagai penjelasan atas efek samping obat, kesalahan
pengobatan atau keluhan lain (tuntutan hukum). Dibutuhkan oleh
pasien atau pihak lain.
Di bidang forensik lain masih banyak lagi bidang forensik selain
yang disebutkan di atas, yang diterapkan di bidang teknik, seperti
bidang studi di bidang lain seperti penelitian ilmiah, jaringan, IT, dan
akuntan forensik.
1.4 Peranan Forensik
Peranan Forensik dalam Penyelesaian Kasus Pidana
Perdanakusuma (1984) membagi forensik menjadi tiga kelompok
berdasarkan perannya dalam memecahkan kasus pidana. Golongan ini
mencakup hukum pidana dan KUHAP. Kejahatan sebagai masalah
hukum merupakan aspek pertama dari kejahatan itu sendiri. Kejahatan
14
adalah perbuatan yang melanggar hukum. 2Ilmu forensik yang
memperlakukan kejahatan sebagai masalah teknis. Kejahatan
dianggap sebagai masalah teknis. Hal ini karena kejahatan
memerlukan bantuan teknis dalam menggunakan alat selain hukum
pidana dan ilmu proses pidana mengenai bentuk perbuatannya dan alat
yang digunakannya. Kelompok ini mencakup kriminologi, forensik,
forensik, fisika forensik, toksikologi forensik, serologi forensik/biologi
molekuler, kedokteran gigi forensik, dan tomologi forensik. Sebagai
aturan, laboratorium forensik termasuk disiplin forensik, forensik dan
forensik. Sementara bidang kimia forensik mencakup analisis racun
(toksikologi forensik), fisika forensik memiliki cakupan disiplin ilmu
yang jauh lebih luas, termasuk balistik forensik, ilmu sidik jari, dan
fotografi forensik. Ketika suatu kejahatan dilakukan, pertanyaan-
pertanyaan biasanya muncul:
- Dimana itu terjadi?
- Kapan itu terjadi?
- Alat mana yang melakukan ini?
- Bagaimana dengan ini?
- Mengapa perbuatan itu dilakukan?
Soal peristiwa apa yang terjadi adalah jenis kejahatan yang terjadi,
seperti pembunuhan atau bunuh diri. Dengan bantuan forensik atau
bidang ilmu lainnya, kita dapat menyimpulkan bahwa bunuh diri adalah
penyebabnya. Oleh karena itu, penyidik tidak perlu melakukan
penyidikan lebih lanjut untuk menentukan siapa pelaku peristiwa
tersebut. Karena kematian itu disebabkan oleh perbuatannya sendiri.
Ilmu forensik yang memperlakukan kejahatan sebagai masalah
kemanusiaan. Kelompok ini mencakup kriminologi, psikologi forensik,
dan psikiatri/neurologi forensik. Kejahatan adalah masalah manusia
yang menjadi pelaku dan dihukum. Dalam melakukan perbuatannya,
seseorang tidak dapat dipisahkan dari jasad (tubuh) dan ruhnya.
Selanjutnya, kodrat manusia hidup sebagai makhluk sosial
15
1.5 Kesimpulan
Ilmu forensik adalah ilmu terapan sains yang dapat membantu
dalam penerapan dalam memecahkan kasus-kasus hukum. Berbagai
cabang ilmu forensic antara lain, odontology forensic kedokteran
forensic, kimia forensic, fisika, serologi/ biologi forensik.
1.6 Evaluasi
1. Sebutkan kata kunci definisi kimia forenik!
2. Sebutkan Cabang ilmu forensik!
3. Ilmu Antropologi berfungsi untuk…….
4. Ilmu Farmasi Forensik berfungsi untuk…..
5. Biologi Forensik bertugas untuk memeriksa……
16
BAB 2
Dasar-Dasar Hukum
2.1 Pendahuluan
Proses penentuan hidup atau mati sangat penting bagi hukum.
Dalam banyak hal. Pada tahun 1765 Blackstone menyatakan: Tidak
hanya melindungi kebahagiaan anggota, tetapi juga meningkatkannya.
Apa pun yang diperlukan untuk mendukung mereka,” ia melanjutkan
penelitiannya. Ini berarti bahwa "hak untuk hidup dan keanggotaan"
kematian manusia, baik kematian sipil maupun kematian wajar. dia
berkata Ini hampir tidak menyebutkan kematian alami, tetapi
menekankan bahwa ada kematian sipil (sipil). Diberikan ketika
seseorang diusir dari lingkungan atau mengikuti suatu agama.
Monastisisme, di mana dia benar-benar meninggal dalam hukum. dan
ahli waris memiliki hak miliknya.
17
manusia sehingga membuat terang suatu tindak pidana yang terjadi.
Kehidupan, hidup atau mati, tidak dapat menjadi subjek property. Ahli
waris tidak berhak untuk memiliki jenazah dari pendahulunya sebagai
property dan sebagai Meskipun pelaksana tidak mempunyai hak
properti atas jenazah, mereka boleh mendapatkan hak untuk memaksa
yang lain untuk menyerahkan jenazah sehingga pemakaman Setelah
pemakaman, jenazah menjadi bagian dari tanah dimana sah
dikuburkan secara pemakaman dari jenazah, atau tanpa pengecualian
hukum membedah jenazah meskipun dengan Atau mereka juga akan
dinyatakan berbuat tidak baik jika mengabaikan kewajiban suaminya
atas dasar bahwa dia memiliki hak atas kepemilikan jenazah tersebut
tanpa prosedur. Proses penentuan atas siapa yang memiliki hak
menjadi sangat vital karena seseorang dapat memperhatikan autopsi
yang mempunyai bukti, dan kecenderungan umum yang telah terjadi
pada autopsi dan kasus-kasus kepemilikan hak atas jenazah, sehingga
otorisasi autopsy dapat dilakukan atas jenazah.
18
sekadar dapat digunakan sebagai pegangan bagi orang yang belajar
hukum, maka definisi hukum dapat dikemukakan sebagai berikut:
“Hukum adalah segala peraturan-peraturan baik tertulis atau tidak
tertulis yang berisi perintah dan larangan yang berlakunya dapat
dipaksakan dan biasanya disertai dengan sanksi bagi yang
membuatnya.” Pengertian hukum menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) adalah peraturan atau adat yang secara resmi
dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah.
19
3. Istilah yang digunakan
Tentang perdamaian
Dalam perkara perdata, selama belum diputus oleh hakim,
selalu dapat ditawarkan perdamaian untuk mengakhiri perkara,
sedangkan dalam perkara pidana tidak boleh dilakukan perdamaian.
Tentang sumpah
Dalam perkara perdara, mengenal sumpah decissoire yaitu
sumpah yang dimintakan oleh pihak yang satu kepada pihak yang
lain atau lawannya tentang kebenaran suatu peristiwa sedangkan
dalam perkara pidana tidak mengenal sumpah tersebut.
Tentang hukuman
20
2.2 Forensik dan Hukum Pidana
Ilmu forensik dapat memberikan bantuannya dalam
hubungannya dengan proses peradilan dalam hal:
1. Pemeriksaan di tempat kejadian perkara, ini biasanya
dimintakan oleh pihak yang berwajib dalam hal dijumpai
seseorang yang dalam keadaan meninggal dunia. Pemeriksaan
oleh ahli forensik ini akan sangat penting dalam hal menentukan
jenis kematian dan sekaligus untuk mengetahui sebab-sebab
dari kematiannya tersebut, sangat berguna bagi pihak yang
berwajib untuk memproses atau tidaknya menuntut hukum.
Dalam hal ini ahli forensik akan membuat visum at repertum
sebelum mayat dikuburkan.
2. Pemeriksaan terhadap korban yang luka oleh ahli forensik
dimaksudkan untuk mengetahui ada atau tidaknya
penganiayaan, menentukan ada atau tidaknya kejahatan atau
pelanggaran kesusilaan, untuk mengetahui umur seseorang dan
untuk menetukan kepastian seorang bayi yang meninggal dalam
kandungan seorang ibu.
21
b. Ilmu kimia forensik termasuk toksikologi
c. Ilmu fisika forensik antara lain:
Balistik, daktiloskopi, identifikasi, fotografi dan
sebagainya.Ketiga ilmu tersebut lazim disebut
“kriminalistik”.
3. Ilmu-ilmu forensik yang menangani kejahatan sebagai
masalah manusia:8
a. Kriminologi
b. Psikologi forensik, dan
c. Psikiatri neurologi forensik
22
Burgerlijk Wetboek voor Indonesiae disingkat BW dalam Buku
Keempat dan Reglement Catatan Sipil memuat pula peraturan-
peraturan Hukum Acara Perdata, kaidah-kaidah mana sejak semula
hanya berlaku untuk golongan penduduk tertentu, yang baginya berlaku
Hukum Perdata barat. Hukum Acara Perdata terdapat dalam Undang-
undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1970 No. 74), Undang-undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 1985
tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1985 No. 73), Undang-undang Rpublik Indonesia No. 2 Tahun
1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1986 No. 20), Undang-undang Republik Indonesia No. 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1989 No. 49) dan dalam Undang-undang Republik Indonesia No.
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, serta peraturan pelaksanaannya
(Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975).
Sedang yang mengatur persoalan banding, khususnya untuk
wilayah Jawa dan Madura berlaku Undang-undang 1947 No. 20
tentang Pengadilan Peradilan Ulangan, yang mulai berlaku pada tangal
24 Juni 1947. Berdasarkan yurisprudensi Undang-undang 1947 No. 20,
kini berlaku juga untuk wilayah di luar Jawa dan Madura. Selain itu,
untuk beberapa masalah yang tidak diatur dalam HIR dan RBg, apabila
benar-benar dirasakan perlu dan berguna bagi praktek pengadilan,
dapat peraturan-peraturan yang terdapat dalam Reglement of de
Burgerlijke Rechtsvordering, disingkat RV. Misalnya, perihal
penggabungan (voeging), penjaminan (vrijwaring), intervensi
(interventie) dan rekes sipil (request civieel).
Juga surat Edaran Mahkmah Agung, disingkat SEMA, khusus
ditujukan kepada pengadilan-pengadilan bawahannya (Pengadilan
Tinggi dan Pengadilan Negeri), yang berisikan instruksi dan
petunjukpetunjuk bagi para hukum dalam menghadapi perkara perdata,
mempengaruhi Hukum Acara Perdata. Misalnya SEMA No. 02 Tahun
1964 yang berisikan instruksi penghapusan sandera (gijzeling), sedang
SEMA No. 13 Tahun 1964, SEMA No. 06 Tahun 1975 dan No. 03
23
Tahun 1978 memberi petunjuk tentang putusan yang dapat dijalankan
lebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad).
Supomo dalam bukunya “Hukum Acara Perdata Pengadilan
Negeri” menerangkan bahwa pembuktian mempunyai arti luas dan arti
terbatas. Di dalam arti luas membuktikan berarti memperkuat
kesimpulan hakim dengan syarat-syarat bukti yang sah. Di dalam arti
yang terbatas membuktikan hanya diperlukan apabila yang
dikemukakan oleh penggugat itu dibantah oleh tergugat. Apabila yang
tidak dibantah itu tidak perlu dibuktikan. Kebenaran dari apa yang tidak
dibantah tidak perlu dibuktikan.
Sudikno Mertokusumo dalam bukunya “Hukum Acara Perdata
Indonesia” mengatakan bahwa membuktikan mengandung beberapa
pengertian yaitu arti logis, konvensional dan yuridis. Membuktikan
dalam arti logis adalah memberikan kepastian yang bersifat mutlak,
karena berlaku bagi setiap orang dan tidak memungkinkan adanya
bukti lawan. Untuk membuktikan dalam arti konvensional, di sini pun
berarti juga memberi kepastian, hanya saja bukan kepastian mutlak,
melainkan kepastian nisbi atau relatif sifatnya dan membuktikan dalam
arti yuridis tidak lain berarti memberi dasar yang cukup kepada hakim
yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna memberi kepastian
tentang kebenaran peristiwa yang diajukan. Ada suatu proses perdata,
salah satu tugas hakim adalah untuk menyelidiki apakah suatu
hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan.
Perihal tersebut di jawab oleh Pasal 164 HIR yang menyebutkan 5
macam alat-alat bukti, ialah : a. Bukti surat; b. Bukti saksi; c.
Persangkaan; d. Pengakuan; e. Sumpahan. Pada prakteknya, masih
terdapat satu macam alat bukti lagi yang sering dipergunakan ialah
“pengetahuan hakim”. Yang dimaksud dengan “pengetahuan hakim”
adalah hal atau keadaan yang diketahuinya sendiri oleh hakim dalam
sidang, misalnya hakim melihat sendiri pada waktu melakukan
pemeriksaan setempat bahwa benar ada barang-barang penggugat
yang di rusak oleh tergugat dan sampai seberapa jauh kerusakannya
itu. Perihal pengetahuan hakim tersebut di atas, Mahkamah Agung
dengan keputusannya tertanggal 10 April 1957 No. 213 k/Sip/1955
24
telah memberi pendapatnya sebagai berikut : “hakim-hakim
berdasarkan pasal 138 ayat (1) bersambung dengan pasal 164
Herziene Indonesisch Reglement tidak ada keharusan mendengar
penerangan seorang ahli, sedang penglihatan hakim pada suatu tanda
tangan di dalam sidang boleh dipakai hakim itu sebagai pengetahuan
sendiri di dalam usaha pembuktian”. Melihat putusan tersebut di atas
nampak jelas, bahwa “pengetahuan hakim” merupakan alat bukti.
2.7 Penyidik dan Penyelidikan
Penyidik menurut Pasal 1 butir ke-1 KUHAP adalah pejabat
polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil
tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk
melakukan penyidikan. KUHAP lebih jauh lagi mengatur tentang
penyidik dalam Pasal 6, yang memberikan batasan pejabat penyidik
dalam proses pidana. Adapun batasan pejabat dalam tahap
penyidikan tersebut adalah pejabat penyidik POLRI dan Pejabat
penyidik negeri sipil.
Penyidik pembantu selain diatur dalam Pasal 1 butir ke 1
KUHAP danPasal 6 KUHAP, terdapat lagi Pasal 10 yang mengatur
tentang adanya penyidik pembantu disamping penyidik. Untuk
mengetahui siapa yang dimaksud dengan orang yang berhak
sebagai penyidik ditinjau dari segi instansi maupun kepangkatan,
ditegaskan dalam Pasal 6 KUHAP. Dalampasal tersebut ditentukan
instansi dan kepangkatan seorang pejabat penyidik. Bertitik tolak
dari ketentuan Pasal 6 KUHAP yang dimaksud, yang berhak
diangkat sebagai pejabat penyidik antara lain adalah:
a. Pejabat Penyidik Polri Agar seorang pejabat
kepolisian dapat diberi jabatan sebagai penyidik, maka harus
memenuhi syarat kepangkatan sebagaimana hal itu ditegaskan
dalam Pasal 6 ayat (2) KUHAP. Menurut penjelasan Pasal 6
ayat (2), kedudukan dan kepangkatan yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah, diselaraskan dan diseimbangkan dengan
kedudukan dan kepangkatan penuntut umum dan hakim
peradilan umum. Peraturan Pemerintah yang mengatur masalah
kepangkatan penyidik adalah berupa PP Nomor 27 Tahun 1983.
25
Syarat kepangkatan dan pengangkatan pejabat penyidikan
antara lain adalah sebagai berikut:
b. Pejabat Penyidik Penuh Pejabat polisi yang dapat diangkat
sebagai pejabat “penyidik penuh”, harus memenuhi syarat-
syarat kepangkatan danpengangkatan,yaitu:
1) Sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan
Dua Polisi;
2) Atau yang berpangkat bintara dibawah Pembantu
Letnan Dua apabila dalam suatu sektor kepolisian tidak
ada pejabat penyidik yang berpangkat Pembantu Letnan
Dua;
3) Ditunjuk dan diangkat oleh Kepala Kepolisian
Republik Indonesia
c. Penyidik Pembantu
Pasal 10 KUHAP menentukan bahwa Penyidik Pembantu
adalah Pejabat Kepolisan Negara Republik Indonesia yang
diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara menurut syarat-
syarat yang diatur denganperaturanpemerintah. Pejabat polisi
yang dapat diangkat sebagai “penyidik pembantu” diatur
didalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun1983
jo. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010. Menurut
ketentuan ini, syarat kepangkatan untuk dapat diangkat
sebagai pejabat penyidik pembantu:
1) Sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua Polisi;
2) Atau pegawai negeri sipil dalam lingkungan Kepolisian
Negara dengan syarat sekurang-kurangnya berpangkat
Pengatur Muda (Golongan II/a);
3) Diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia atas
usul komandan atau pimpinan kesatuan masing-masing.
4. Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Penyidik Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b
KUHAP, yaitu pegawai negeri sipil yang mempunyai fungsi dan
Wewenang dalam menangani tindak pidana
26
Kesimpulan
Evaluasi
27
BAB 3
Ilmu Pembuktian
3.1 Pendahuluan
Setiap akan dilakukannya suatu penyidikan, langkah awal dari
penyidikan tersebut adalah penyidik harus mengecek apakah benar
telah terjadi suatu tindak pidana dan selanjutnya melakukan
penanganan tempat kejadian perkara, sehingga dapat dikatakan setiap
tindak pidana dapat dilakukan penanganan tempat kejadian perkara,
namun ada juga tindak pidana yang tidak memerlukan penanganan
tempat kejadian perkara yakni dalam hal tindak pidana yang ringan
serta mudah pembuktiannya yang tidak harus meninjau ketempat
kejadian perkara tersebut berlangsung untuk mencari bukti misalnya
penipuan, penghinaan, penganiayaan ringan dan sebagainya.
Adapun tindak pidana yang sering dan memang sangat memerlukan
penanganan tempat kejadian perkara adalah:
1. kasus kebakaran yakni agar kita bisa memastikan bahwa apakah
kebakaran tersebut benar merupakan suatu tindak pidana atau
hanya kejadian yang tidak disengaja atau pun hanya karena
konsleting listrik pada kasus ini penyidik dibantu oleh ahli sehingga
dari bantuan ahli tersebut kita dapat menemukan nya suatu bukti
dari kebakaran tersebut.
2. pembunuhan maupun pembunuhan berencana juga dilakukan
pengolahan tempat kejadian perkara disebabkan korban telah
meninggal sehingga penyidik mengalami kesulitan jika tidak
langsung melakukan pengolahan tempat kejadian perkara guna
mengetahui kejadian tersebut dengan sebenarnya.
3. Pencurian ataupun pencurian dengan pemberatan, penganiayaan
khususnya penganiayaan berat yang menghilangkan nyawa orang
lain , pemerkosaan, penemuan mayat, laka lantas namun dalam
laka lantas dilakukan secara tersendiri oleh Polantas dan
sebagainya
3.2 Barang Bukti
Saat menangkap atau menahan tersangka apabila masih ada di
tempat kejadian perkara serta mengumpulkan bukti-bukti agar dengan
28
bukti-bukti demikian tersangka dapat diketahui dan ditemukan apabila
sudah melarikan diri dan dengan bukti-bukti tersebut tersangka dapat
dihukum. Menurut M karjadi, didalam bukunya tentang Tindakan dan
Penyidikan Pertama di Tempat Kejadian Perkara, didalam menangani
tempat kejadian perkara, bukti yang terdapat ditempat kejadian perkara
dapat dibagi menjadi dua: bukti hidup,yakni saksi-saksi yang terdiri dari
manusia yang kemudian akan memberikan keterangan apa yang telah
mereka lihat, dengar, rasa, raba, bau atau yang mereka alami. bukti
mati, yakni barang-barang bukti yang pekak tidak dapat berbicara dan
semua bekas-bekas kejadian tersebut.
1. Bukti Hidup
Dalam mengumpulkan keterangan dari para saksi maka penyidik
harus diam yakni sedikit berbicara dan hanya yang perlu saja yang
berupa pertanyaanpertanyaan yang ditanyakan kepada para saksi
dimana penyidik tidak boleh melakukan atau memikirkan dugaan,
sangkaan, atau sesuatu dengan kira-kira. Penyidik harus melihat,
mendengar,dan apa yang ia ketahui dikumpulkan baik-baik dan baru
diolah untuk mendapatkan kesimpulan dari kejadian tersebut,
keterangan-keterangan saksi itu dicatat karena jika kemudian ada
perbedaan karena jika kemudian ada perbedaan dengan keterangan
para saksi dipengadilan maka penyidik dapat menerangkan dengan
sumpah disidang pengadilan.
Apabila seorang saksi yang sedang sekarat/akan mati maka
penyidik harus segera mendengar kesaksiannya sebab ada
kemungkinan saksi itu dapat menyebut satu dua patah kata yang
penting dalam pengusutan/penyidikan.
2. Bukti Mati
Bukti mati itu adalah semua apa saja yang terdapat di tempat
kejadian perkara, juga bekas-bekas seperti jejak-jejak kaki, sidik jari,
bekas darah, sebuah pistol, pisau yang merupakan bukti mati, malah
jarak juga merupakan bukti mati, misalnya dengan menentukan letak
sebuah pistol dengan letak arah dan jarak tangan sikorban, akan dapat
disidik apa peristiwa itu kejahatan, kecelakaan, ataupun bunuh diri.
29
Walaupun barang bukti/benda sitaan secara yuridis formal bukan
berstatus sebagai alat bukti yang sah, bahkan merupakan benda mati
yang tidak dapat berbicara. Akan tetapi dalam praktik penegakan
hukum barang bukti tersebut ternyata dapat dikembangkan dan dapat
memberikan keterangan yang berfungsi untuk pengambilan dan
pengumpulan bukti mati pada saat pemeriksaan tempat kejadian
perkara dilakukan dengan cara, penyidik melakukan penyitaan barang
bukti dan pengambilan jejak (bila ditemukan seperti sidik jari/lutut,darah,
sperma dll) di tempat kejadian perkara dan setelah itu membuat berita
acara penyitaannya yang nantinya berguna pada saat dipersidangan.
bernilai sebagai alat bukti yang sah dalam bentuk keterangan saksi,
keterangan ahli (visum et repertum(VER)) dan keterangan terdakwa.
Misalnya sebuah benda berupa senjata api atau senjata tajam
setelah diambil/disita dari tempat kejadian perkara menjadi barang bukti
kemudian ditunjukkan dan ditanyakan kepada saksi dan saksi tersebut
memberikan keterangan bahwa bukti tersebut oleh tersangka telah
digunakan untuk melakukan pembunuhan/ penganiayaan. Kemudian
keterangan saksi diperkuat dengan keterangan tersangka yang
membenarkan keterangan saksi tersebut. Demikian pula mayat korban
pembunuhan setalah dilakukan pemeriksaan ilmiah oleh ahli
kedokteran kehakiman (laboratorium forensik) kemudian hasil
pemeriksaannya dituangkan kedalam visum et repertum yang isi nya
bersesuaian dan memperkuat keterangan saksi atau tersangka, maka
barang bukti/benda sitaan/benda mati yang berubah bentuk menjadi
VER yang dengan sendirinya mempunyai nilai dan kekuatan sebagai
alat bukti yang sah dalam bentuk keterangan ahli.
Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa barang bukti/benda
sitaan meskipun bukan merupakan alat bukti yang sah tetapi dalam
praktek penegakan hukum ternyata dapat dikembangkan dan
mempunyai manfaat/kegunaan dalam upaya pembuktian atau setidak-
tidaknya dapat berfungsi sebagai sarana untuk mendukung dan
memperkuat keyakinan hakim73 sebagaimana yang terdapat pada
pasal 181 KUHAP yang berbunyi:
30
1. hakim ketua sidang memperlihatkan kepada terdakwa segala barang
bukti dan menyatakan kepadanya apakah ia mengenal benda itu
dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 45 undang-undang ini.
2. jika perlu benda itu diperlihatkan juga oleh hakim ketua sidang
kepada saksi.
3. apabila dianggap perlu untuk pembuktian, hakim ketua sidang
membacakan atau memperlihatkan surat atau berita acara kepada
terdakwa atau saksi dan selanjutnya minta keterangan seperlunya
tentang hal itu.
Disamping itu dengan diajukannya barang bukti didepan
persidangan, maka hakim melalui putusannya dapat secara sekaligus
menetapkan status hokum dari barang bukti yang diambil pada saat
pemeriksaan tempat kejadian perkara yakni dapat ditetapkan kepada
pihak yang paling berhak atau dirampas untuk kepentingan negara atau
untuk dimusnahkan atau dirusak sehingga tidak dapat dipergunakan lagi.
Sehingga dalam pengambilan dan pengumpulan barang bukti harus
dilakukan dengan cara yang benar disesuaikan dengan bentuk/macam
barang bukti yang akan diambil/dikumpulkan yang dapat berupa benda
padat, cair dan gas. Adapun yang dapat diambil dan dikumpulkan
barang bukti oleh penyidik dalam kasus-kasus yakni:
A. Jika tindak pidana dengan/ disertai pembongkaran dan memasuki
tempat tertutup.
1. jalur masuk/ keluar pelaku adalah bekas ban kendaraan ataupun
bekas kaki/sepatu/sandal
2. Ceceran puntung/bungkus rokok, sandal, saputangan dan lain-
lain. Tetesan atau bekas tetesan darah.
3. Pada tempat masuk/keluar (jendela,pintu) adalah sidik jari, bekas
kaki, bekas alat pembongkar (obeng, linggis dan lain-lain),
rambut.
4. Didalam TKP (ditempat-tempat diperkirakan terjadi kontak
dengan pelaku) adalah sidik jari, bekas kaki, barang-barang yang
tertinggal dari pelaku puntung/bungkus rokok, saputangan,
sarung tangan, korek api, kancing pakaian, rambut, tanah dan
31
lain-lain. Bekas gigitan pada makanan/ buah-buahan, darah,
peluru senjata tajam/senjata api, tali, alat pemukul dan lain-lain.
5. Pada korban mati adalah darah, pakaian, bekas-bekas
perlawanan seperti rambut, hasil goresan kuku, serat
pakaian,luka-luka atau cedera atau korban, benda-benda asing
bukan berasal dari tubuh, pengambilan sidik jari pada kulit tangan,
badan dan bekas cekikan pada leher.
6. Pada pelaku/orang yang dicurigai (termasuk tempat kediamannya)
adalah darah, pakaian-pakaian, sepatu, sandal, (termasuk tanah,
rumput yang melekat),sidik jari, cakaran kuku,dan bekas gigitan,
rambut dan bekas-bekas luka, kendaraan tersangka, alat-alat
senjata yang ada kaitannya dengan pelaku/tersangka yang
dicurigai
B. Jika pada kasus pembakaran (kebakaran yang disengaja),
kebakaran (kelalaian) antara lain harus diambil dan dikumpulkan
barang bukti sebagai berikut:
1. Di jalur mendekat/keluar adalah ceceran bahan bakar, minyak
tanah, bensin, thiner dan lain-lain. Ceceran alat pembakar seperti
korek api, kain, kayu. Ceceran tempat bahan bakar seperti kaleng,
botol kaca/plastik. Jejak kaki/sepatu/sandal, puntung rokok.
2. Di tempat kejadian perkara adalah bekas/sisa bahan bakar
seperti minyak tanah, bensin, thiner, bahan peledak. Bekas atau
sisa obat pembara seperti korek api, detonator/fuse. Potongan
kawat listrikyang sambungannya tidak sempurna, sekering dan
kotak sekering.sambungan pipa gas/klep pengaman yang bocor.
Gas, sisa/hasil bakar. Sisa kompor/lampu/obat nyamuk.
3. Pada tersangka (termasuk tempat kediamannya) adalah
bekas/sisa dan bau bahan bakar. Sisa alat pembakar seperti
rokok.76
C. jika pada tindak pidana narkotika/obat bius barang bukti yang dapat
diambil adalah sebagai berikut:
1. Pada korban adalah bahan/obat-obatanyang diduga narkotika
baik jenis maupun wujudnya. Obat-obatan yang diduga
berbahaya. Alat-alat suntikan. Bekas-bekas suntikan.
32
2. Di tempat kejadian perkara adalah catatan-catatan tiker serta
halhal lainnya. Bahan obat-obatan yang diduga narkotika baik
jenis maupun wujudnya. Obat-obatan berbahaya, alat-alat
suntikan, bekas bungkus/sampul obat, alat isap (sedot).
3. Pada tersangka (termasuk tempat kediamannya) adalah
bahan/obat-obatan yang diduga narkotika baik jenis maupun
wujudnya. Obat-obatan bahan berbahaya, alat-alat suntikan,
bekas bungkusan/sampul obat.
D. Jika kasus yang ada hubungannya dengan racun maka bukti yang
dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Pada korban adalah muntahan, data kesehatan (medical history)
yang bisa didapat pada dokter/ RS dimana korban pernah
berobat. Obat-obatan/racun (pada badan atau pakaian).
2. Ditempat kejadian perkara adalah obat-obatan berbahaya. Sisa
makanan/minuman. Sisa racun termasuk racun
tikus/serangga/tumbuh-tumbuhan. Desinfektan (karbol, glysol).
3. Pada tersangka adalah obat obatan berbahaya serta sisa racun.
E. Jika kasus yang terjadi merupakan kejahatan susila barang bukti
yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Pada korban adalah noda darah, sperma. Rambut, serat pakaian.
Pakaian termasuk pakaian dalam. Bekas-bekas perlawanan
seperti benda yang melekat dikuku/tangan.
2. Ditempat kejadian perkara adalah noda darah, sperma. Sidik jari,
bekas kaki. Rambut, tanah yang tercecer. Barang-barang yang
tertinggal dari pelaku seperti sapu tangan, kertas-kertas,
puntung rokok, korek api, botol minuman. Bekas-bekas
perlawanan.
3. Pada tersangka (termasuk tempat kediamannya) adalah noda
darah, sperma, rambut. Pakaian yang dicurigai. Rokok dan korek
api. Bekas-bekas perlawanan korban, rumput, tanah yang
melekat pada pakaian/sepatu.serta sidik jari dan cetakan
kaki/sepatu/sandal.
F. Jika kasus yang terjadi merupakan tindak pidana pemalsuan surat
barang bukti yang dapat diambil adalah sebagai berikut: Alat tulis
33
menulis. Bekas-bekas kertas korban. Klise-klise untuk cetakan.
Tinta-tinta, kanvas, dokumen atau surat berharga. Contoh-contoh
tanda tangan. Cap-cap palsu (stempel). Alat-alat cetak.
G. Jika kasus yang terjadi merupakan kecelakaan lalu lintas (sengaja
atau tidak, termasuk tabrak lari) bukti yang dapat diambil adalah
sebagai berikut:
1. Pada korban adalah (termasuk kendaraan miliknya) barang atau
benda yang terpindah dari kendaraan bermotor lawan seperti cat
pakaian korban serta pakaian korban.
2. Ditempat kejadian perkara adalah bekas rem dan jejak-jejak lain
dari kendaraan. Cat mobil, minyak oli, pecahan kaca.
Pecahanpecahan kasar dari kendaraan bermotor. Pada
kendaraan motor yang dicurigai. Barang yang terpindah dari
korban atau kendaraannya seperti serat pakaian, darah kering,
rambut, daging/kulit korban. Bekas kerusakan yang baru terjadi
contoh cat mobil, minyak oli dan rem serta kaca.
Jika pengambilan dan pembungkusan barang bukti yang
memerlukan bantuan ahli (seperti identifikasi, labfor dan dokter forensik)
maka cara pengambilannya adalah:
A. Jika kejahatan yang menggunakan pisau, pisau yang digunakan
ada sidik jarinya maka cara pengambilannya adalah:
1. Menggunakan tali yang diikatkan pada pangkal, pisau dapat
diangkat dengan mempergunakan ujung ibu jari dan telunjuk,
jangan sekali-sekali menggenggamnya.
2. Letakkan diatas sehelai karton tebal, ikat dengan kawat yang
halus atau benang yang kuat.
3. Masukkan pisau yang telah terikat pada karton tersebut kedalam
kotak yang sesuai sehingga tidak dapat bergeser.
4. Bungkus, segel dan beri label untuk kepentingan pemeriksaan
identifikasi.
B. Jika senjata api yang diperkirakan terdapat sidik jari maka:
1. Pungutlah senjata api tersebut dengan mempergunakan ujung
ibu jari dan jari telunjuk pada bagian pelindung penarik,
kemudian angkat perlahan-lahan.
34
2. Letakkan senjata api tersebut pada sehelai karton yang tebal,
ikat dengan benang atau tali yang cukup kuat pada bagaian
pemegang dan pangkal larasnya.
3. Apa bila pada ujung laras senjata api didapat bekas-bekas
sobekan kain, rambut maka ini harus dijaga jangan sampai
rusak atau hilang.
4. Pada ujung laras hendaknya ditutup dengan kertas dan diikat
agar tidak kemasukan kotoran.
5. Masukkan senjata api tersebut pada sebuah kotak yang sesuai
ukurannya agar tidak dapat bergerak.
6. Kemudian tutup, bungkus, segel dan beri label.
C. Jika anak peluru yang ditemukan di tempat kejadian perkara maka:
1. Ambil dengan hati-hati menggunakan ujung telunjuk dan ibu jari
pada kedua ujung anak peluru tersebut dan jangan sampai
menambah goresan.
2. Jika ditemukan lebih dari satu peluru pisahkan satu dengan yang
lain, bungkus satu persatu dengan terlebih dahulu dibalut kapas.
D. Jika terdapat selongsong peluru maka: dalam kepentingan
pembuktian selongsong ada pada bagian dasar, maka cara
mengambilnya dengan menggunakan alat (lidi, pensil dll)
dimasukkan dalam lubang selongsong dan dimasukkan kedalam
kantong pelastik.
E. Jika serbuk/ mesiu maka:
1. Parafin/lilin yang telah dicairkan, balutkan atau tumpahkan pada
bagian yang terdapat mesiunya.
2. Setelah kering buka parafin tersebut dan masukkan pada
kantong plastik yang bersih bungkus, segel dan beri label.
F. Jika peluru yang belum terpakai maka:
1. Caranya sama dengan anak peluru dan selongsong.
2. Jika masih terdapat didalam selinder supay dibiarkan dan jangan
dikeluarkan.
3. Jika masih terdapat dalam magazen maka magazen tersebut
harus dikeluarkan dari senjatanya, dengan menggunakan alas
sapu tangan dan jangan merusak/mengjilangkan sidik jari yang
35
mungkin terdapat pada senjatanya, bungkus, segel dan beri
label.
G. Jika pecahan logam, peluru/serpihan (bahan peledak, kaca dll)
1. Membungkus secara terpisah baik menurut jenisnya, waktu
maupun tempat diketemukannya.
2. Pengambilan dan pengumpulannya sama seperti pada anak
peluru, bungkus, segel dan beri label.
H. Pada pakaian sikorban maka:
1. Dibungkus tersendiri terutama bila ada lubang peluru, sobek
karena pisau, noda darah, sperma pada pakaian tersebut.
2. Bungkus segel dan beri label.
I. Jika dokumen atau surat maka:
1. Semua dokumen yang ada hubungannya dengan tindak pidana
dan yang disita harus dijaga keasliannya. jangan sampai terjadi
kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan akibat kecerobohan
cara mengambil, mengumpulkan dan menyimpan.
2. Lipatlah sesuai dengan lipatan aslinya.
3. Jangan mengadaka coret-coretan pada dokumen tersebut.
4. Jika hendak memberi tanda pada sampul dimana dokumen
tersebut disimpan, simpan pada sampul/amplop.kemudian
bungkus, diikat, label dan segel.
J. Jika pada rambut maka:
1. Pungutlah rambut-rambut dengan menggunakan pinset.
2. Tempatkan rambut tersebut pada sehelai kertas putih kemudian
lipatlah kertas tersebut sehingga rambut itu terjepi ditengahnya.
3. Masukkanlah lipatan kertas itu kedalam kotak/kantong tutup
rapat-rapat, bungkus, segel dan beri label.
K. Jika pada sperma maka cara pengambilannya adalah:
1. Jika masih basah usahakan untuk dapat dipindahkan kedalam
botol kaca dan tutup rapat.
2. Jika sudah kering biarkan pada tempatnya semula, bungkus
bersama tempatnya, beri label dan segel.
L. Jika pada darah maka cara pengambilannya adalah:
36
1. Darah basah yang ditemukan pada benda-benda lunak antara
lain pakaian, sprei, selimut, keset dll.
a. jumlah kecil: potong/guntinglah setengah dari pada tempat
masukkan kedalam botol kemudian cairkan saline (larutan
garam dapur NaCl 0.9%) dan tutup rapat, bungkus, beri
label dan segel.
b. jumlah besar: pindahkan darah yang tergenag itu kedalam
botol/bejana dengan menggunakan pipet tambahkan cairan
saline kedalamnya kira-kira 1/5 dari jumlah darahnya,
2. Darah basah yang ditemukan pada benda keras antara lain ubin,
\besi dan batu.
a. jumlah kecil: usahakan memindahkan sebanyak mungkin
darah tersebut didalam botol yang bersih, berikan cairan
saline 1.5 dari arah yang ada tutup yang rapat, bungkus beri
label dan segel. Sisanya biarkan mengering kemudian korek
dengan pisau/silet secukupnya. Masukkan dalam lipatan
kertas putih, masukkan dalam amplop, beri label dan segel.
b. jumlah besar: contoh darah yang diambil dalam jumlah yang
lebih banyak, caranya sama dengan pada darah jumlah yang
kecil.
3. Darah kering yang diketemukan pada benda-benda lunak antara
lain pakaian, sprei, selimut, keset dll.
a. jumlah kecil: ambil dan bungkus barang/bagian barang
dimana darah kering melekat beri label dan segel
b. jumlah banyak caranya sama dalam pegambilan darah yang
basah.
4. Darah kering yang ditemukan pada benda keras antara lain ubin,
besi dan batu.
a. Jumlah kecil: kerik seluruhnya masukkan kedalam
bejana/botol tuangkan cairan saline secukupnya an butol
ditutup rapat bungkus dan beri label dan segel.
b. Jumlah besar: kerik sebanyak mungkin dan seterusnya
caranya sama seperti pengambilan darah yang basah.
37
5. cairan yang lain cara pengambilannya dan pengawetan dapat
dilakukan sama dengan cara pengambilan darah dan sperma.
M. Jika sisa makanan/muntahan makanan.
Pindahkan kedalam botol/kantong plastik yang diangkat dengan
cara menggunakan sendok atau alat lain kemudian ditutup/diikat
dan disegel.
N. Untuk jejak jari, jejak jari terbagi menjadi 3 jenis yakni :
1. Jejak jari yang nyata (langsung dapat dilihat, miaslnya jejak jari
berasal dari jari-jari yang kotor karena tanah, oli, darah dll)
2. Jejak jari plastik(akibat dari pada barang –barang lunak yang
terpegang misalnya: coklat, mentega, sabun. Sehinga
menimbulkan lekukan-lekukan yang menggambarkan jari
dengan garis-garis pilarnya)
3. Jejak jari laten( jejak jari yang perlu dikembangkan terlebih
dahulu sebelum dapat dilihat) jenis ini merupakan jejak jari
terbanyk yang dapat dijumpai di TKP, jejak jari ini sangat tinggi
nilai buktinya dalam suatu perkara tindak pidana karena:tidak
ada orang memiliki sidik jari yang sama, sidik jari tidak pernah
berubah seumur hidup, sidik jari dapat dirumus. Cara
pengambilan jejak jari yang ditemukan di TKP dilakukan
sebagai berikut:
a. Potret jejak jari yang ditemukan (bila laten harus
dikembangkan terlebih dahulu dengan metode serbuk atau
metode kimia).
b. Angkat (lifting), jejak jari yang ditemukan dengan lifter bagi
jejak jari latent yang telah dikembangkan dengan serbuk,
kemudian tempelkan pada kartu “pendapatan sidik jari dari
TKP”.
c. Cetak jejak jari plastis yang ditemukan dengan silikon dan
turunkan hasil cetakannya dalam kotak yang sesuai dengan
ukurannya.
d. Bagi jejak jari nyata, usahakan untuk dikirim bersama
benda/barang, bila mana ia melekat. Bila benda/barang
tersebut terlalu besar untuk dibawah seluruhnya, lakukan
38
pemotongan dan potongan benda/barang tersebutlah yang
harus dikirimkan.
O. Jejak alat/perkakas (Tool marks).
Alat-alat/perkakas yang digunakan dalam kejahatan, hampir selalu
meninggalkan bekas di tempat kejadian perkara. Pada umumnya
berupa goresan. Goresan atau lekukan pada benda-benda tertentu
yang menjadi sasaran tindak kejahatan. jejak-jejak/alat perkakas ini
membawa segala ciri atau tanda-tanda istimewa yang ada pada
alat/perkakas aslinya ( misalnya: obeng yang telah rusak ujungnya,
meninggalkan jejak bekas yang berbeda dengan obeng lain yang
masih baru atau yang kerusakannya berbeda). cara mengambil
jejak alat perkakas ini dengan cara menuang dan mencetaknya
dengan silikon.
P. Jejak kaki/sepatu, ban mobil.Diatas permukaan tanah yang lembek
gembur, atau berpasir injakan kaki/sepatu dan gilasan roda
kendaraan meninggalkan bekas berupa cetakan dari pada bentuk
asalnya. jejak ini merupakan alat bukti yang dapat menunjang
pengungkapan suatu tindak pidana karena dapat dilakukan
perbandingan antara jejak yang ditemukan kemudian didalam
penyidikan. cara pengambilan jejak ini adalah dengan
mencetak/menuangnya dengan gips.
Q. Pengambilan dan pengumpulan barang bukti gas.
Disebabkan oleh cara pengambilan dan pengawetan sukar
dilakukan, serta banyak jenis gas yng sangat membahayakan
manusia dan makhluk hidup lainnya maka dalam pemeriksaan
harus didatangkan ahli, yang dapat dilakukan oleh petugas
lapangan dengan memperhatikan bahaya yang mungkin ada, yaitu
dengan mengumpulkan gas termasuk gas hasil kebakaran dengan
cara mengumpulkan dalam kantong plastik dari nilon dibeberapa
tempat di tempat kejadian perkara.
3.3 Tempat Kejadian Perkara
Tempat Kejadian Perkara yang selanjutnya disingkat TKP adalah
tempat terjadinya gangguan baik karena pelanggaran maupun tindak
pidana. Penanganan TKP tidak semudah seperti apa yang
39
dibayangkan oleh kebanyakan orang, sebab apabila pada awal
penanganan TKP, sudah menyimpang/salah dari ketentuan teknis yang
berlaku, TKP akan rusak dan hal-hal penting menyangkut jejak dan
barang bukti telah berubah, maka akan sulit bagi kita untuk dapat
menentukan langkah proses penyidikan lebih lanjut. Suatu tindak
terutama yang menyangkut jiwa dan keselamatan orang, tentu dapat
mengundang perhatian masyarakat yang ingin mengetahui tentang
banyak hal, juga pada kenyataannya sering menjadi penghalang dan
bahkan makin mempersulit proses penyidikan suatu tindak pidana.
Hasrat dan rasa keingintahuan masyarakat. Untuk dapat
mengungkap kasus suatu tindak pidana secara tuntas bisa diawali dari
TKP, karena tindakan pertama yang dilakukan di Tempat Kejadian
Perkara, baik yang dilakukan secara perorangan maupun kelompok
(team) adalah kegiatan yang tidak terpisahkan dalam proses
penyidikan suatu perkara dan merupakan langkah awal untuk dapat
mengungkapkan tindak pidana yang terjadi atau dengan kata lain
TPTKP adalah usaha permulaan yang sangat penting untuk menyidik
lebih lanjut peristiwa yang terjadi.
Berhasil tidaknya penyidikan lebih lanjut sebagian “BESAR”
tergantung pada kecepatan dan ketepatan dari Penyidik / Penyidik
Pembantu/Penyelidik melakukan TPTKP. Mengingat TKP merupakan
salah satu “SUMBER” keterangan yang penting dan bukti-bukti yang
harus diolah dalam usaha mengungkap tindak pidana yang terjadi,
maka kemampuan penguasaan teknik dan taktik penanganan TKP
sangat diperlukan, utamanya bagi anggota Polri dan tidak ada salahnya
jika Kepolisian Khusus, PPNS dan masyarakat mengetahui cara-cara
praktis tentang TPTKP. Bagi anggota Polri, agar TKP merupakan
bagian pokok dan merupakan pangkal pengungkapan perkara pidana,
karena di TKP dapat ditemukan interaksi antara Pelaku, Korban dan
Alat bukti dan dapat diberdayakan benar-benar merupakan Sumber
Keterangan dan Kesaksian, baik secara obyektif maupun subyektif.
3.4 Tahap Pembuktian
Setelah polisi mendapat informasi adanya suatu peristiwa yang
diduga tindak pidana yang berasal dari pengaduan ataupun laporan
40
dari masyarakat maka sebelum melakukan penanganan, harus ada
terlebih dahulu tata cara dalam penanganan tempat kejadian perkara
agar tidak terjadi kesulitan yang nantinya akan dialami penyidik dalam
mencari bukti adanya suatu tindak pidana pada saat penanganan
tempat kejadian perkara karena telah dijalankan dengan prosedur yang
berlaku, adapun penanganan tempat kejadian perkara secara garis
besar nya terdiri dari dua bagian yakni tindakan pertama di tempat
kejadian perkara yakni :
tindakan kepolisian yang dilakukan segera setelah menerima, laporan
bahwa telah terjadi tindak pidana, dengan maksud untukmelakukan
pertolongan/perlindungan kepada korban dan pengamanan dan
mempertahankan status quo guna persiapan serta kelancaran
pelaksanaan pengolahan tempat kejadian perkara.
Pengolahan tempat kejadian perkara yakni tindakan
penyidik/penyidik pembantu untuk memasuki tempat kejadian perkara
dalam rangka melakukan pemeriksaan TKP mencari informasi tentang
terjadinya tindak pidana mengumpulkan/ mengambil/ membawa
barang-barang bukti yang diduga ada hubungannya dengan tindak
pidana yang terjadi untuk diambil alih penguasaannya atau menyimpan
barang bukti tersebut guna kepentingan pembuktian.
Setelah kita mengetahui pembagian secara besarnya proses
penanganan tempat kejadian perkara maka tata cara pengananan
tempat kejadian perkara meliputi:
1. Persiapan penanganan TKP
Berfungsi mempersiapkan segala sesuatu baik personel maupun
alat yang telah disesuaikan dengan hasil laporan yang diterima
oleh penyidik. Dalam kegiatan ini penyidik telah memiliki gambaran
umum terkait dengan Tempat Kejadian Perkara sehingga dapat
mempersiapkan segala sesuatunya dengan rinci.
2. Tindakan pertama di tempat kejadian perkara.
Angota/petugas Polri yang datang pertama di tempat kejadian
perkara sebelum mengadakan pengolahan tempat kejadian perkara
segera melakukan tindakan sebagai berikut:
a. Memberikan perlindungan dan pertolongan kepada korban.
41
b. Menutup dan mengamankan tempat kejadian perkara yakni
mempertahankan status quo dengan cara:
1. membuat batas/tanda garis polisi (police line) di tempat
kejadian perkara dengan tali khusus atau alat lain dimulai
dari jalur yang diperkirakan merupakan arah masuknya
pelaku, melingkari sekitar letak korban atau tempat yang
dapat diperkirakan akan didapatkan barang-barang bukti,
kemudian yang diperkirakan merupakan arah keluarnya
pelaku meninggalkan tempat kejadian perkara dan
memberikan arah tanda keluar masuknya pelaku.
2. memerintahkan orang yang berada di tempat kejadian
perkara pada waktu terjadinya tindak pidana untuk tidak
meninggalkan tempat kejadian perkara dan
mengumpulkannya diluar batas yang telah dibuat.
3. melarang menangkap pelaku yang diperkirakan masih
berada disekitar tempat kejadian perkara.
4. meminta bantuan masyarakat setempat (RT, RW, kepala
desa dll) dalam melakukan pengamanan tempat kejadian
perkara dan membubarkan massa yang berkerumun.
5. berupaya mengamankan barang bukti dan jangan sekali-
sekali menambah/ mengurangi barang bukti yang ada di
tempat kejadian perkara.
6. berusaha untuk mencari barang bukti saksi dan keterangan
lain tentang peristiwa yang terjadi.
c. Segera menghubungi/ memberitahukan kepada satuan yang
terdekat dengan mempergunakan alat komunikasi yang ada.
Sehingga yang menjadi hal utama dalam tindakan pertama
tempat kejadian perkara menjaga agar tempat kejadian tetap
terjaga seperti semula dan melaporkan hasil yang ada di tempat
kejadian perkara guna tindak lanjut berikutnya.
3. Pengolahan tempat kejadian perkara.
Adapun tata cara dalam melakukan pengolahan tempat kejadian
perkara dilakukan dengan tindakan-tindakan sebagai berikut:
a. Melakukan pengamatan umum;
42
Melakukan pengamatan umum yakni pengamatan yang
diarahkan terhadap hal-hal/obyek-obyek sebagai berikut:
1. jalan masuk/keluarnya sipe laku. adanya kejanggalan-
kejangga yang didapati di tempat kejadian perkara dan
sekitarnya.
2. Keadaan cuaca waktu kejadian.
3. Alat-alat yang mungkin dipergunakan/ditinggalkan oleh si
pelaku.
4. Tanda-tanda atau bekas perlawanan/kekerasan
Hasil dari pengamatan tersebut diatas dimaksudkan untuk dapat
memperkirakan modus operandi, motif, waktu kejadian dan
menentukan langkah-langka mana yang harus terlebih dahulu
dilakukan
b. Melakukan pemotretan dan pembuatan sketsa;
- Pemotretan
Pemotretan dilakukan dengan maksud untuk:
a. Mengabadikan situasi TKP termasuk korban dan barang
bukti lain pada saat diketemukan.
b. Memberikan gambaran nyata tentang situasi dan kondisi
tempat kejadian perkara.
c. Membantu dan melengkapi kekurangan dalam
pengolahan TKP termasuk kekurangan-kekurangan
dalam pencatatan dan pembuatan sketsa.
Objek pemotretan adalah:
a. Tempat kejadian perkara secara keseluruhan dan berbagai
sudut.
b. Detail/close-up terhadap setiap obyek dalam TKP yang
diperlukan untuk penyidikan (digunakan skala/penggaris,
dapat dilakukan bersama dengan penanganan barang bukti)
c. Setelah dilakukan pemotretan maka penyidik harus
membuat catatan sebagai penjelasan hasil pemotretan yang
memuat:
- Hari, tanggal, bulan, tahun dan jam pemotretan.
- Merkdan type kamera, lensa dan film.
43
- Speed kamera dan diagfragmanya.
- Sumber cahaya.
- Filter yang digunakan.
- Jarak kamera terhadap objek ( dilengkapi sketsa kasar
TKP
- yang memuat letak kamera dan obyek yang dipotret).
- Tinggi kamera.
- Nama, pangkat, NRP petugas yang melakukan
pemotretan.
- Pembuatan sketsa
Pembuatan sketsa dimaksudkan untuk :
a. Menggambarkan tempat kejadian perkara seteliti mungkin.
b. Sebagai bahan untuk mengadakan rekonstruksi jika
diperlukan.
Sketsa merupakan sebagai lampiran berita acara pemeriksaan
di tempat kejadian perkara maka pembuatan sketsa tersebut
dilakukan sebagai berikut: mempergunakan kertas berukuran (kertas
milimeter). Menentukan tanda/ arah utara kompas. Dibuat dengan
skala. Untuk setiap obyek diberi tanda dengan huruf balok dan
dijelaskan pada keterangan gambar. Mengukur jarak benda-benda
bergerak dengan cara menghubungkan dua titik pada benda-benda
tidak bergerak yang digunakan sebagai patokan. Untuk otentikasi
sketsa dituliskan/cantumkan:
1. Nama pembuat
2. Tanggal pembuatan
3. Peristiwa apa
4. Dimana terjadi.
c. Melakukan penanganan korban, saksi dan pelaku;
penanganan korban (yang telah mati)
a. pemotretan mayat menurut letak dan posisinya dilakukan
secara umum ataupun close-up yang dilakukan dari berbagai
arah sesuai dengan pemotretan kriminil yang ditujukan pada
bagian badan yang ada tanda-tanda yang mencurigakan.
44
b. meneliti dan mengamankan bukti-bukti yang berhubungan
dengan mayat yang terdapat pada tubuh atau yang melekat
pada pakaian korban dengan memperhatikan tanda-tanda
kematian seperti pembunuhan, tenggelam, keracunan,
terbakar, gantung diri/bunuh diri.
c. memanfaatkan bantuan teknis dokter yang didatangkan
dengan menanyakan:
- Jangka waktu/lama kematian berdasarkan pengamatan
tanda- tanda kematian antara lain kaku mayat, lebab
mayat dan tanda- tanda pembusukan.
- Cara kematian.
- Sebab-sebab kematian korban.
- Kemungkinan adanya perubahan posisi mayat pada
waktu diperiksa dibandingkan dengan posisi semula pada
saat terjadinya kematian.
- memberikan tanda garis pada letak posisi mayat sebelum
dikirimkan kerumah sakit. setelah diambil sidik jarinya
segera di kirim kerumah sakit untuk dimintakan Visum Et
Repertum dengan terlebih dahulu diberi label pada ibu jari
kakinya atau bagian tubuh lain.
penanganan saksi
pada penanganan saksi berfungsi untuk mengumpulkan
keterangan saksi dengan cara:
a. melakukan interview/ wawancara dengan mengajukan
pertanyaan kepada orang-orang/ pihak-pihak yang
diperkirakan/ diduga melihat, mendengar, dan
mengetahui kejadian tersebut.
b. berdasarkan keterangan-keterangan yang didapat dari
hasil interview yang dilakukan dapat diperoleh
beberapa orang yang dapat digolongkan sebagai saksi
dan atau orang-orang yang diduga sebagai tersangka.
c. melakukan pemeriksaan singkat terhadap saksi dan
orang-orang yang diduga sebagai tersangka guna
45
mendapatkan keterangan dan petunjuk-petunjuk lebih
lanjut.
d. melakukan pemeriksaan terhadap korban, keadaan
korban, sikap korban atau dibawa ke rumah
sakit/dokter ahli untuk dimintakan visum et repertum.
penanganan pelaku.
Tahap penanagan pelaku adalah sebagai berikut:
a. melakukan penangkapan, penggeledahan badan, dan
pengamanannya.
b. meneliti dan mengamankan bukti-bukti yang terdapat
pada pelaku dan atau melekat pada pakaiannya.
c. melakukan pemeriksaan singkat untuk memperoleh
keterangan sementara mengenai hal-hal baik yang
dilakukannya sendiri maupun keterlibatan orang lain
sehubungan dengan kejadian.46
d. Melakukan penanganan barang bukti.
Penanganan barang bukti.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penanganan barang
bukti:
1. setiap terjadi kontak fisik antara dua obyek akan selalu
terjadi
2. pemindahan material dari masing-masing obyek,
walaupun jumlahnya mungkin sangat kecil/sedikit.
Karenanya pelaku pasti meninggalkan jejak/bekas di
tempat kejadian perkara dan atau pada tubuh korban.
makin jarang dan tidak wajar suatu barang ditempat
kejadian perkara, makin tinggi nilainya sebagai barang
bukti.
3. barang-barang yang umum terdapat akan mempunyai
nilai tinggi sebagai barang bukti bila terdapat karakteristik
yang tidak umum dari barang tersebut.
46
4. harus selalu beranggapan bahwa barang tidak berarti bagi
kita mungkin sangat berharga sebagai barang bukti bagi
orang yang ahli
5. barang-barang yang dikumpulkan apabila diperoleh
secara bersama-sama dan sebanyak mungkin macamnya
serta dihubungkan satu sama lain dapat menghasilkan
bukti yang berharga
6. dilakukan di tempat kejadian perkara dan sekitarnya
apabila perlu dengan disertai penggeledahan badan yang
dilakukan dengan secara teliti, cermat dan tekun.
d. Pengambilan dan pengumpulan barang bukti
Pencarian barang bukti terhadap barang bukti yang sulit
diketemukan oleh petugas polri dilapangan, maka sejak tahap
pengolahan tempat kejadian perkara sampai dengan pemeriksaan
secara ilmiah sebaiknya dilakukan oleh pemeriksaan ahli dari
identifikasi, labfor, dan dokfor polri sesuai dengan bidang tugasnya.
Pencarian barang bukti ditempat kejadian perkara dapat dilakukan
dengan beberapa metode yakni:
a. Metode Spiral
Dalam metode spiral, caranya adalah tiga orang petugas
atau lebih menjelajahi tempat kejadian secara beriring,
masing-masing berderet kebelakang (yang satu dibelakang
yang lain) dengan jarak tertentu, mulai pencarian pada
bagian luar spiral kemudian bergerak melingkar mengikuti
bentuk spiral berputar kearah dalam49, metode ini baik untuk
daerah yang lapang bersemak atau berhutan.
b. Metode Zone
caranya adalah luasnya tempat kejadian perkara di bagi
menjadi empat bagian dan dari tiap bagian dibagi-bagi
menjadi empat bagian, jadi masing-masing 1/16 bagian dari
luas tempat kejadian perkaraseluruhnya. Untuk tiap-tiap 1/16
bagian tersebut ditunjuk dua sampai empat orang petugas
untuk menggeledahnya. Metode ini baik diterapkan untuk
pekarangan, rumah atau tempat tertutup.
47
c. Metode Stri
d. caranya adalah tiga orang petugas masing-masing
berdampingan yang satu dengan yang lain dalam jarak yang
sama dan tertentu (sejajar) kemudian bergerak serentak dari
sisi lebar yang satu kesisi lain di tempat kejadian perkara.
Apa bila dalam gerakan tersebut sampai di ujung sisi lebar
yang lain maka masing-masing berputar kearah semula.
Metode ini baik untuk daerah yang berlereng.
e. Metode Roda
Dalam hal ini, tempat atau ruangan dianggap sebagai suatu
lingkaran, caranya adalah beberapa petugas bergerak
bersama-sama kearah luar dimulai dari titik tengah tempat
kejadian, dimana masing-masing petugas menuju kearah
sasarannya sendiri-sendiri sehingga merupakan arah penjuru
mata angin. Dalam mencari bukti-bukti tersebut, diperlukan
ketelitian disamping Metode ini baik untuk ruangan.imajinasi
para penyidik, kalau misalnya ruang yang diperiksa itu ialah
ruang tertutup, maka harus diperhatikan kotoran pada lantai,
cat, kloset, pakaian, tirai, gorden, dll
f. Metode kotak diperlua
caranya adalah dimulai dari titik tenga tempat kejadian
perkara dalam bentuk kotak sesuai kekuatan personil yang
kemudian dapat dikembangkan atau diperluas sesuai dengan
kebutuhan sampai seluruh TKP dapat ditangani.
d. Pengakhiran penanganan tempat kejadian perkara.
1. konsolidasi. Setelah pengolahan TKP selesai dilaksanakan maka
dilakukan pengecekan terhadap personel, perlengkapan dan
segala hal yang diketahui ditemukan dan dilakukan di TKP dan
untuk mengetahui sejauh mana penanganan TKP sudah dilakukan.
2. pembukaan/ pembebasan tempat kejadian perkara. Pembukaan/
pembebasan TKP dilakukan oleh Bamapta/Pamapta setelah
mendapat pemberitahuan dari penyidik bahwa pengolahan TKP
telah selesai. Dalam hal petugas pengolahan TKP baik dari reserse
maupun dari bantuan tehnis(identifikasi, labfor dan dokfor) masih
48
memerlukan waktu untuk pengolahan TKP, maka
pembukaan/pembebasan TKP selanjutnya dapat dilakukan oleh
penyidik setelah mendapat pemberitahuan dari penyidik atau
bantuan tehnis dari identifikasi, labor, dokfor bahwa pengolahan
TKP telah selesai.
3. pembuatan berita acara pemeriksaan di tempat kejadian perkara.
Berita acara pemeriksaan di tempat kejadian perkara dibuat oleh
penyidik /penyidik pembantu yang melakukan pengolahan tempat
kejadian perkara.adalah yang merupakan:
a. hasil yang ditemukan di tempat kejadian perkara baik di TKP itu
sendiri, korban, saksi-saksi, tersangka maupun barang bukti.
tindakan yang dilakukan oleh petugas ( tindakan pertama TKP
dan pengolahan TKP) terhadap hasil yang ditemukan di tempat
kejadian perkara.
b. sebagai bahan untuk pelaksanaan dan pengembangan
penyidikan selanjutnya.
c. bahan bagi penyidik selanjutnnya.
d. bahan evaluasi bagi atasan.
Disamping berita acara pemeriksaan di TKP,dibuat pula:
1. Berita Acara Penemuan dan Penyitaan barang bukti di TKP.
2. Berita Acara Penemuan dan Pengambilan jejak di TKP (sidik
3. jari, darah, sperma, dan lain-lain) bila ditemukan.
4. Berita Acara Memasuki rumah di TKP (jika di dalam rumah).
5. Berita Acara Pemotretan di TKP.
6. Berita Acara lain-lain sesuai tindakan yang dilakukan.
4. evakuasi kegiatan. Hal ini dilakukan khusus terhadap tempat
kejadian tertentu yang memerlukan penanganan TKP lanjutan
karena sifat dan kualitasnya dinilai tinggi perlu melakukan evakuasi
terhadap kegiatan yang telah dilakukan.
49
Pidana (UU No. 8 Tahun 1981) yang menyebutkan adanya beberapa
alat-alat bukti yang sah, antara lain:
a. Keterangan saksi;
Pasal 1 butir 26 KUHAP menyebutkan “saksi adalahorang yang
dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,
penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia
dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri”. Pasal 1
butir 27 KUHAP menyatakan “keterangan saksi adalah salah
satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan
dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar
sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut
alasan dari pengetahuannya itu.” Ad..
b. Keterangan ahli;
Pasal 1 butir 28 KUHAP menyatakan “keterangan ahli adalah
keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian
khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang
suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.”
Penjelasan pasal 186 KUHAP menguraikan: Keterangan ahli ini
dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh
penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu
bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu
ia menerima jabatan atau pekerjaan. Jika hal itu tidak diberikan
pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut 18 umum,
maka pada pemeriksaan disidang, diminta untuk memberikan
keterangan dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan.
Keterangan tersebut diberikan setelah ia mengucapkan sumpah
atau janji dihadapan hakim.9 Ad.
c. Surat;
Pengertian surat telah diuraikan dalam pasal 187 KUHAP, yang
berbunyi sebagai berikut: Surat sebagaimana tersebut padaa
Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau
dikuatkan dengan sumpah, adalah: a. Berita acara dan surat
lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang
50
berwenang atau yang dibuat dihadapanny, yang memuat
keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar,
dilihat atau dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas
dan tegas tentang keterangannya itu; b. Surat yang dibuat
menurut ketentuan peraturan perundangundangan atau surat
yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam
tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang
diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau atau sesuatu
keadaan; c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat
pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau
sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya; d.
Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya
dengan isi dari alat pembuktian yang lain. Ad
d. Petunjuk;
Pengertian petunjuk telah diuraikan dalam pasal 188 KUHAP,
yaitu sebagai berikut: (1). Petunjuk adalah perbuatan, kejadian
atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik yang satu
dengan yang lain, maupun 9 Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana. Pasal 186 Tentang Penjelasan Keterangan Ahli
19 dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah
terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.. Petunjuk
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh
dari: a. keterangan saksi; b. surat; c. keterangan terdakwa.
Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam
setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi
bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh
kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya. Ad
e. Keterangan terdakwa
Pengertian keterangan terdakwa telah diuraikan dalam pasal
189 KUHAP, yaitu sebagai berikut: (1). keterangan terdakwa
ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan
yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.
(2). keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat
digunakan untuk membantu menemukan bukti sidang, asalkan
51
keterangan itu didukung oleh suatu niat bukti yang sah
sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepanya. 20 (3).
Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya
sendiri. (4). Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk
membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang
didakwakan kepanya,melainkan harus disertai alat bukti yang
lain.
52
ialah ”yang dilihat dan yang ditemukan”. Jadi visum et repertum adalah
suatu keterangan dokter tentang apa yang dilihat dan ditemukan di
dalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang luka atau
terhadap mayat. Hal tersebut merupakan kesaksian tertulis. Menurut
pendapat Dr. Tjan Han Tjong, visum et repertum merupakan suatu hal
yang dalam pembuktian karena menggantikan sepenuhnya corpus
delicti (tanda bukti).
53
a. Visum et repertum tempat kejadian perkara (TKP) Visum ini dibuat
setelah dokter selesai melaksanakan pemeriksaan ditempat
kejadian perkara.
b. Visum et repertum penggalian jenazah Visum ini dibuat setelah
dokter selesai melaksanakan penggalian jenazah.
c. Visum et repertum psikiatri Visum ini dilakukan pada terdakwa yang
pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan menunjukkan gejala-
gejala penyakit jiwa.
d. Visum et repertum barang bukti Misalnya visum terhadap barang
bukti yang ditemukan yang ada hubungannya dengan tindak pidana,
contohnya darah, bercak mani, selongsong peluru, pisau.
54
2. Berita Acara Pemeriksaan
BAP juga merupakan salah satu alat bukti surat. Hal ini sesuai
dengan Pasal 187 huruf a KUHAP, yang berbunyi:
berita acara dan surat lainnya dalam bentuk resmi yang dibuat
oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di
hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau
keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri,
disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang
keterangannya itu;
Menurut ketentuan dari Pasal 75 ayat (1) KUHAP, BAP dibuat untuk
tindakan-tindakan dalam suatu perkara pidana, adapun bunyi pasal
tersebut selengkapnya adalah:
a. Pemeriksaan tersangka;
b. Penangkapan;
c. Penahanan;
d. Penggeledahan;
e. Pemasukan rumah;
f. Penyitaan benda;
55
g. Pemeriksaan surat;
h. Pemeriksaan saksi;
i. Pemeriksaan di tempat kejadian
j. Pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan; dan
k. Pelaksanaan tindakan lain sesuai dengan ketentuan dalam
undang-undang ini.
Pendapat ahli juga turut menegaskan bahwa BAP merupakan alat
bukti surat. Sebagaimana disampaikan dalam Kekuatan Pembuktian
BAP Saksi di Persidangan, R. Soesilo dalam berbagai bukunya
menyatakan pendapatnya sebagai berikut:
56
BAP yang dibuat oleh penyidik dengan putusan hakim saling
berkaitan erat dalam suatu perkara pidana. BAP bukan hanya sekedar
pedoman bagi hakim untuk memeriksa suatu perkara pidana melainkan
juga sebagai alat bukti yang memiliki kekuatan pembuktian. Hal ini
sebagaimana diatur dalam Pasal 183 KUHAP yang menyatakan:
Di sinilah letak peran hakim sebagai hakim yang aktif dalam mencari
kebenaran materiil, yang merupakan ciri khas hakim pada sistem
peradilan pidana negara yang menganut sistem civil law.
57
spontan akan langsung mendatangi tempat kejadian perkara
untuk melihat secara langsung kejadian tersebut dan tidak
jarang masyarakat memegang ataupun melakukan tindakan-
tindakan lain ditempat kejadian perkara, sehingga tanpa
disadari oleh masyarakat, dengan adanya keberadaan
mereka didekat ataupun disekitar tempat kejadian perkara
yang belum dilakukan tindakan pertama ataupun pengolahan
tempat kejadian perkara akan merusak jejak-jejak ataupun
bukti-bukti lain yang sebenarnya sangat menentukan/penting
terhadap kejadian tersebut dan akan terkontaminasi/
bercampur.dengan jejak masyarakat itu sendiri. Dengan
tercampurnya jejak masyarakat dengan jejak pelaku tindak
pidana akan menyulitkan penyidik ataupun para ahli yang
akan menangani tempat kejadian perkara sehingga akan
sulit mencari dan mendapatkan bukti yang sebenarnya dan
menjadi kendala yang sangat sering terjadi dalam
penanganan
tempat kejadian perkara.
2. faktor waktu.
Semakin cepatnya suatu peristiwa/tindak pidana diketahui
maka akan semakin memudahkan penyidik dalam
menemukan bukti-bukti yang ada pada tempat kejadian
perkara sebab kejadian tersebut masih baru terjadi sehingga
bukti-bukti yang ada pada tempat kejadian perkara masih
utuh dan kemungkinan untuk rusak ataupun menghilang
dapat dihindari.
Namun jika kejadian tersebut baru diketahui setelah cukup
lama terjadi maka akan besar kemungkinan bukti-bukti yang
ada pada tempat kejadian perkara sudah menghilang
ataupun rusak, misalnya dalam hal kasus penemuan mayat
yang diduga meninggal karena suatu tindak pidana tetapi
baru diketahui setelah mayat telah membusuk serta pada
waktu yang cukup lama tersebut terjadi hujan yang deras
58
sehingga merusak dan menghilangkan jejak ataupun sidik
jari dari sipelaku tindak pidana.
3. faktor cuaca.
Faktor cuaca akan menjadi kendala yang sangat besar
terutama jika tindak pidana tersebut terjadi diluar ruangan
yang tertutup sehingga secara langsung benda-benda, jejak-
jejak ataupun bukti-bukti lain akan berhadapan dengan
cuaca.
Misalnya dalam melakukan pengolahan tempat kejadian
perkara untuk mencari bukti tidak pidana pembunuhan pada
tempat kejadian perkara yang berada diluar ruangan/ tempat
yang terbuka dan pada saat pengolahannya terjadi hujan
yang lebat sehingga akan merusak bahkan akan
menghilangkan jejak-jejak ataupun bekas-bekas terjadinya
suatu tindak pidana misalnya jika korban yang sudah
meninggal mengeluarkan darah, darah tersebut telah
tercampur dengan air ataupun darah tersebut tersapu oleh
derasnya air hujan sehingga tidak ada lagi bekas darah yang
tertinggal ditempat kejadian perkara. Ataupun bekas jejak
kaki pelaku tersapu oleh derasnya hujan sehingga juga tidak
lagi meninggalkan bekas jejak kaki.
B. Kendala Dari Dalam Kepolisian (Kendala Internal)
Adapun kendala yang timbul dari dalam kepolisian sendiri (internal)
adalah:
1. kurang teliti atau lengah terhadap suatu objek.
Penyidik yang sedang melakukan proses pengolahan pada tempat
kejadian terkadang dalam mencari bukti-bukti yang terdapat pada
tempat kejadian perkara bisa saja kurang teliti, mengabaikan
ataupun menghiraukan sesuatu tanda-tanda, benda-benda, jejak-
jejak dan sebagainya, yang sebenarnya jika dilakukan dengan teliti
dan menganggap penting terhadap apa saja atau seluruh yang ada
di tempat kejadian perkara akan membuat jelas dan terang tentang
telah terjadinya suatu tindak pidana. Hal demikian dapat terjadi
karena disebabkan kekurangtahuan ataupun kurang pengalaman
59
serta kurangnya pendidikan yang didapat penyidik sehingga pada
akhirnya akan menyulitkan penyidik sendiri dalam mengungkap
suatu tindak pidana. padahal walaupun pengolahan tempat
kejadian perkara dapat diulang kembali apabila diperlukan namun
sebenarnya untuk dapat menentukan dan mencari bukti hanya bisa
sekali saja sebab dalam penanganan yang pertamalah benda-
benda ataupun bukti-bukti lain masih tetap dalam keadaan asli
belum tercampur dengan yang lain. Jika dilakukan kembali
penanganan tempat kejadian perkara walaupun sedikit
perubahannya tetapi tetatp saja benda-benda sekitar tempat
kejadian perkara telah tercampur dengan jejak ataupun hal-hal
yang lain.
2. Minimnya Sarana dan Prasarana
Harus diakui, guna mendukung proses pengolahan tempat kejadian
perkara harus didukung dengan sarana dan prasarana yang
lengkap, sehingga akan mempermudah penyidik dalam melakukan
penanganan dan pencarian bukti yang ada ditempat kejadia
perkara. Namun dalam kenyataannya banyak terjadi kendala dalam
hal sarana dan prasarana, misalnya dalam hal sarana agar sampai
ketempat kejadian perkara dibutuhkan kendaraan, disediakan mobil
patroli namun sudah dalam keadaan rusak sehingga tidak bisa
dipakai. Sehingga terkadang harus menggunakan kendaraan
pribadi jika ada, sehingga tidak efisien dalam hal waktu, sehingga
dengan telah diketahuinya kejadian tindak pidana oleh masyarakat
luas maka akan kemungkinan jejak-jejak yang ada pada tempat
kejadian tersebut telah terkontaminasi dengan jejak masyarakat
sebelum dilakukannya penutupan lokasi tersebut dengan garis
polisi yang disebabkan keterlambatan polisi yang datang hanya
karena ketiadaannya sarana transportasi. Dan hal ini mungkin saja
terjadi. Dalam hal prasarana yakni alat-alat yang mendukung
dilakukannya proses penanganan tempat kejadian perkara dalam
hal pencarian bukti adanya tindak pidana, peralatan yang dimiliki
sangat minim diluar dari standar yang ada, sehingga jika akan
melakukan penanganan dan pencarian bukti harus menggunakan
60
peralatan yang apa adanya saja, sehingga hasilnya dalam
melakukan penanganan tempat kejadian perkara kurang efektif
Rangkuman
Penyimpanan sampel forensik haruslah disesuaikan dengan barang
bukti yang ada. Salah dalam menempatkan sampel dapat
berpengaruh terhadap pembuktiannya.
Evaluasi
1. Jelaskan cara mengambil sampel darah!
2. Jelaskan cara menyimpan sampel berupa organ!
3. Jelaskan hal apa saja yang dapat menyembabkan investigasi
menjadi kurang efektif!
61
BAB 4
Dasar-dasar Kimia Forensik
4.1 Pendahuluan
Kimia forensik (atau juga disebut kimia kriminal) adalah aplikasi
ilmu kimia dan sub-bidangnya, toksikologi forensik, dalam ranah hukum.
Seorang kimiawan forensik dapat membantu identifikasi material yang
tidak diketahui yang ditemukan di tempat kejadian
perkara (TKP).[1] Spesialis forensik dalam bidang ini memiliki sejumlah
metode dan peralatan yang berbeda untuk membantu mengidentifikasi
bahan yang belum diketahui. Metode spesifik umum untuk bidang ini
mencakup kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC), kromatografi gas-
spektrometri massa (GC-MS), spektroskopi serapan
atom (AAS), spektroskopi inframerah transformasi Fourier (FTIR),
dan kromatografi lapisan tipis. Rentang metode yang beragam menjadi
penting karena sifat destruktif beberapa instrumen dan probabilitas
jumlah zat yang tidak diketahui yang dapat ditemukan di TKP. Jika
memungkinkan, metode nondestruktif harus selalu dicoba terlebih
dahulu untuk mempertahankan barang bukti dan untuk menentukan
protokol terbaik ketika digunakan metode destruktif.
62
mendeteksi serta menentukan beragam kuantitas dari bahan yang
berbeda-beda.
63
yang lebih luas, karena ini digunakan baik oleh militer maupun
perusahaan peledakan.
64
Gambar 4.2 Sebotol ekstrak striknina pernah mudah didapat di apotek.
65
Bunsen dan fisikawan Gustav Kirchhoff menemukan
spektroskop pertama. Percobaan mereka dengan spektroskopi
menunjukkan bahwa zat tertentu menciptakan spektrum unik ketika
dipapar cahaya pada panjang gelombang tertentu. Dengan
menggunakan spektroskopi, kedua ilmuwan mampu mengidentifikasi
zat berdasarkan spektrum, menyajikan suatu metode identifikasi untuk
bahan yang tidak diketahui.
4.3 Modernisasi
66
pada tahun 1930an dengan penemuan spektrometer yang mampu
mengukur sinyal yang dihasilkan dengan cahaya inframerah (IR).
Spektrometer IR generasi awal menggunakan monokromator dan
hanya mampu mengukur absorpsi sinar dalam pita panjang gelombang
yang sangat sempit. Hingga kemudian dilakukan peng
gandengan interferometer dengan spektrometer IR pada tahun 1949
oleh Peter Fellgett yang dapat mengukur spektrum inframerah lengkap
sekaligus.Fellgett juga menggunakan transformasi Fourier, suatu
metode matematis yang dapat memecah sinyal menjadi frekuensi-
frekuensi penyusunnya, sehingga sejumlah data aneh yang diterima
dari analisis inframerah lengkap menjadi masuk akal. Sejak saat itu,
instrumen spektroskopi inframerah transformasi Fourier (FTIR) menjadi
kritikal dalam analisis forensik benda asing karena sifatnya yang
nondestruktif dan sangat cepat penggunaannya.
67
Salah satu perkembangan kimia forensik yang paling penting
datang pada tahun 1955 dengan penemuan kromatografi gas-
spektrometri massa (GC-MS) oleh Fred McLafferty dan Roland Gohlke.
Penggandengan (coupling) kromatografi gas dengan spektrometer
massa memungkinkan identifikasi zat dalam skala yang lebih
luas. Analisis GC-MS diakui secara luas sebagai "standar emas" dalam
analisis forensik karena sensitivitas dan fleksibilitasnya di samping
kemampuannya mengkuantifikasi kadar zat yang ada.
4.4 Metode
1. Spektroskopi
68
Dua teknik spektroskopi mandiri yang utama untuk kimia forensik
adalah FTIR dan spektroskopi AA. FTIR adalah sebuah proses
nondestruktif yang menggunakan sinar inframerah untuk
mengidentifikasi suatu zat. Teknik sampling pantulan total
terlemahkan (attenuated total reflectance) menghilangkan kebutuhan
preparasi zat sebelum analisis.[20] Kombinasi teknik nondestruktif dan
tanpa preparasi membuat analisis ATR FTIR suatu tahap awal yang
cepat dan mudah dalam analisis benda asing. Untuk memfasilitasi
identifikasi positif terhadap suatu zat, instrumen FTIR dilengkapi
dengan basis data yang dapat dicari untuk spektrum dikenal yang
cocok dengan spektrum sampel. Namun, analisis FTIR suatu campuran,
jika memungkinkan, menghadapi kesulitan tertentu karena sifat
kumulatif (penumpukan) respon alat. Ketika menganalisis suatu zat
asing yang mengandung lebih dari satu zat, spektrum yang dihasilkan
akan berupa kombinasi dari spektrum tunggal masing-masing
komponennya.[21] Sementara spektrum campuran umum telah ada di
dalam berkas, campuran novel dapat menjadi tantangan untuk
dipecahkan. Hal ini membuat identifikasi FTIR menjadi tak dapat
diterima. Namun, instrumen dapat digunakan untuk menentukan
struktur kimia umum yang ada, sehingga memungkinkan kimiawan
forensik menentukan metode analisis terbaik dengan instrumen lain.
Misalnya, suatu gugus alkil akan menghasilkan puncak pada bilangan
gelombang antara 2.950 dan 2.850 cm−1.[22]
69
analisis.[24] Berdasarkan alasan ini, dan karena sifat destruktif metode
ini, AAS harus digunakan sebagai teknik konfirmasi setelah pengujian
terdahulu, uji pendahuluan, telah mengindikasikan keberadaan unsur
tertentu dalam sampel. Konsentrasi unsur dalam sampel sebanding
dengan jumlah sinar yang diserap ketika dibandingkan dengan
blangko. AAS berguna dalam kasus dugaan keracunan logam
berat seperti keracunan arsen, timbal, raksa, dan kadmium. Penentuan
konsentrasi zat dalam sampel dapat menentukan apakah logam berat
merupakan penyebab kematian.
2. Kromatografi
70
keterbatasan analisis TLC adalah komponen harus dapat larut dalam
larutan apapun yang digunakan untuk membawa naik komponen pada
plat analisis.[26] Larutan ini disebut fasa gerak. Kimiawan forensik dapat
membandingkan sampel dengan standar dengan cara mengukur jarak
tempuh masing-masing komponen. Jarak tempuh ini, ketika
dibandingkan terhadap titik awal, dikenal sebagai faktor retensi (Rf)
untuk masing-masing komponen terekstraksi. Jika masing-masing nilai
Rf sampel cocok dengan standar, ini mengindikasikan identitas barang
bukti tersebut.
71
GC-MS berada dalam rentang pikogram (10−12). GC-MS juga mampu
mengkuantifikasi zat yang dapat digunakan oleh kimiawan forensik
untuk menentukan pengaruh zat terhadap seseorang. Instrumen GC-
MS memerlukan sekitar 1.000 kali lebih banyak zat untuk dikuantifikasi
dibandingkan jumlah yang diperlukan untuk dideteksi; batas
kuantifikasi (limit of quantification, LoQ) biasanya dalam
rentang nanogram (10−9).
Kesimpulan
Evaluasi
72
BAB 5
Toksikologi Forensik
5.1 Pendahuluan
Toksikologi forensik adalah studi tentang farmakodinamika, atau
apa yang dilakukan zat terhadap tubuh, dan farmakokinetika, atau apa
yang dilakukan tubuh terhadap zat. Untuk menentukan secara akurat
efek obat tertentu terhadap tubuh manusia, toksikolog forensik harus
menyadari beragam tingkat toleransi yang dapat dibangun oleh individu
dan juga indeks terapeutik untuk beragam obat-obatan. Toksikolog
diberi tugas untuk menentukan apakah toksin yang ditemukan dalam
tubuh merupakan penyebab suatu kejadian, berkontribusi terhadap
suatu kejadian, atau apakah kadarnya terlalu rendah untuk memberikan
pengaruh.[30] Sementara penentuan toksin spesifik dapat menyita waktu
karena sejumlah zat yang berbeda dapat menyebabkan cedera atau
kematian, petunjuk tertentu dapat mempersempit kemungkinan
tersebut. Misalnya, keracunan karbon monoksida akan terdeteksi dari
warna darah yang merah terang sementara kematian akibat hidrogen
sulfida akan menyebabkan otak menjadi berwarna hijau. Toksikolog
juga menyadari berbagai metabolit dapat dihasilkan dari proses
metabolisme obat tertentu di dalam tubuh. Misalnya, toksikolog dapat
memastikan bahwa seseorang mengkonsumsi heroin dengan melihat
adanya 6-monoasetilmorfin dalam sampel, yang merupakan satu-
satunya hasil metabolisme heroin.
73
pengujian baru dan diinput ke dalam basis data instrumen.
Berdasarkan alasan ini, toksikolog mempelajari berbagai gejala spesifik
berdasarkan klasifikasi obat yang dapat diidap oleh seseorang. Bahkan
jika hasil pengujian adalah negatif, gejala dapat menunjukkan
penyebab untuk pencarian lanjutan. Zat-zat, beserta residunya, yang
ditemukan selama pencarian ini dapat diuji dan dibandingkan dengan
sampel originalnya, sehingga tercipta suatu metode baru yang
disimpan untuk digunakan di kemudian hari.
Spektroskopi Elektroforesis
Uji warna
inframerah kapiler
Spektrometri Spektroskopi
Kromatografi gas
massa fluoresensi
Spektroskopi
Spektrometri
resonansi Immunoassay
mobilitas ion
magnet inti
Spektroskopi
Kromatografi cair Analisis titik lebur
Raman
Identifikasi farmasi
Kromatografi lapisan
tipis
Hanya Cannabis:
Pengujian
makroskopis
dan mikroskopis
74
mengenai standar yang harus diikuti oleh para ilmuwan praktisi forensik.
Untuk kimiawan forensik, Kelompok Kerja Ilmiah Analisis Obat Sitaan
(Scientific Working Group for the Analysis of Seized Drugs, SWGDRUG)
memberikan rekomendasi jaminan kualitas dan pengendalian kualitas
bahan yang diuji. Identifikasi sampel asing, protokol telah
dikelompokkan ke dalam tiga kategori berdasarkan kemungkinan
terjadinya positif palsu (false positive). Instrumen dan protokol dalam
kategori A dianggap yang terbaik untuk mengidentifikasi secara unik
bahan yang tidak diketahui, diikuti oleh kategori B dan kemudian C.
Untuk memastikan akurasi identifikasi, SWGDRUG merekomendasikan
bahwa beberapa pengujian menggunakan instrumen yang berbeda
dilakukan pada setiap sampel, yang menggunakan satu teknik kategori
A dan setidaknya satu teknik lainnya. Jika teknik kategori A tidak
tersedia, atau kimiawan forensik memutuskan untuk tidak
menggunakannya, SWGDRUG merekomendasikan bahwa setidaknya
digunakan tiga teknik, dua di antaranya harus dari kategori B.
Instrumen kombinasi, seperti GC-MS, dianggap dua uji terpisah selama
hasilnya dibandingkan dengan nilai-nilai yang diketahui secara
individual. Sebagai contoh, waktu elusi GC akan dibandingkan dengan
nilai-nilai yang dikenal bersama dengan MS spektrum. Jika keduanya
cocok dengan zat yang dikenal, tidak diperlukan pengujian lebih lanjut.
75
berada di luar kisaran ini instrumen harus diuji untuk memastikan
bahwa instrumen dapat mengukur kuantitas tersebut secara akurat
76
analisis. Untuk mempersempit peluang dari target analisis, biasanya
target dapat digali dari informasi penyebab kasus forensik (keracunan,
kematian tidak wajar akibat keracunan, tindak kekerasan dibawah
pengaruh obat-obatan), yang dapat diperoleh dari laporan pemeriksaan
di tempat kejadian perkara (TKP), atau dari berita acara penyidikan
oleh polisi penyidik. Sangat sering dalam analisis toksikologi forensik
tidak diketemukan senyawa induk, melainkan metabolitnya. Sehingga
dalam melakukan analisis toksikologi forensik, senyawa matabolit juga
merupakan target analisis. Sampel dari toksikologi forensik pada
umumnya adalah spesimen biologi seperti: cairan biologis (darah, urin,
air ludah), jaringan biologis atau organ tubuh.
77
Prosedur ini dilakukan bertujuan untuk memberikan rantai
perlindungan/pengamanan spesimen (chain of custody). Beberapa hal
yang perlu diperhitungkan dalam tahapan penyiapan sampel adalah:
jenis dan sifat biologis spesimen, fisikokimia dari spesimen, serta tujuan
analisis. Dengan demikian akan dapat merancang atau memilih metode
penanganan sampel, jumlah sampel yang akan digunakan, serta
memilih metode analisis yang tepat.
78
pelarut atau berdasarkan kelarutan analit pada kedua pelarut tersebut.
Pada ekstraksi cair-padat analit dilewatkan pada kolom yang berisi
adsorben fase padat (SPE, Si-Gel C-18, Extrelut®, Bund Elut Certify®,
dll), kemudian dielusi dengan pelarut tertentu, biasanya diikuti dengan
modifikasi pH pelarut.
79
glukuronida, asetilkodein, kodein, kodein-6-glukuronida, dihidrokodein
serta metabolitnya, serta senyawa turunan opiat lainnya yang
mempunyai inti morfin.
80
pertimbangan, bukan untuk menarik kesimpulan, karena kemungkinan
antibodi yang digunakan dapat bereaksi dengan berbagai senyawa
yang memiliki baik bentuk struktur molekul maupun bangun yang
hampir sama. Reaksi silang ini tentunya memberikan hasil positif palsu.
Obat batuk yang mengandung pseudoefedrin akan memberi reaksi
positif palsu terhadap test immunoassay dari anti bodi-metamfetamin.
Oleh sebab itu hasil reaksi immunoassay (screening test) harus
dilakukan uji pemastian (confirmatori test). b) kromatografi lapis tipis
(KLT) : KLT adalah metode analitik yang relatif murah dan mudah
pengerjaannya, namun KLT kurang sensitif jika dibandungkan dengan
teknik immunoassay. Untuk meningkatkan sensitifitas KLT sangat
disarankan dalam analisis toksikologi forensik, uji penapisan dengan
KLT dilakukan paling sedikit lebih dari satu sistem pengembang dengan
penampak noda yang berbeda. Dengan menggunakan
spektrofotodensitometri analit yang telah terpisah dengan KLT dapat
dideteksi spektrumnya (UV atau fluoresensi). Kombinasi ini tentunya
akan meningkatkan derajat sensitifitas dan spesifisitas dari uji
penapisan dengan metode KLT. Secara simultan kombinasi ini dapat
digunakan untuk uji pemastian. 2.3. Uji pemastian “confirmatory test”
Uji ini bertujuan untuk memastikan identitas analit dan menetapkan
kadarnya. Konfirmatori test paling sedikit sesensitif dengan uji
penapisan, namun harus lebih spesifik. Umumnya uji pemastian
menggunakan teknik kromatografi yang dikombinasi dengan teknik
detektor lainnya, seperti: kromatografi gas - spektrofotometri massa
(GC-MS), kromatografi cair kenerja tinggi (HPLC) dengan diode-array
detektor, kromatografi cair - spektrofotometri massa (LC-MS), KLT-
Spektrofotodensitometri, dan teknik lainnya. Meningkatnya derajat
spesifisitas pada uji ini akan sangat memungkinkan mengenali identitas
analit, sehingga dapat menentukan secara spesifik toksikan yang ada.
81
kemudian jika perlu diderivatisasi. Isolat akan dilewatkan ke kolom CG,
dengan perbedaan sifat fisikokima toksikan dan metabolitnya, maka
dengan GC akan terjadi pemisahan toksikan dari senyawa
segolongannya atau metabolitnya. Pada prisipnya pemisahan
menggunakan GC, indeks retensi dari analit yang terpisah adalah
sangat spesifik untuk senyawa tersebut, namun hal ini belum cukup
untuk tujuan analisis toksikologi forensik. Analit yang terpisah akan
memasuki spektrofotometri massa (MS), di sini bergantung dari metode
fragmentasi pada MS, analit akan terfragmentasi menghasilkan pola
spektrum massa yang sangat kharakteristik untuk setiap senyawa. Pola
fragmentasi (spetrum massa) ini merupakan sidik jari molekular dari
suatu senyawa. Dengan memadukan data indeks retensi dan spektrum
massanya, maka identitas dari analit dapat dikenali dan dipastikan.
Dengan teknik kombinasi HPLC-diode array detektor akan
memungkinkan secara simultan mengukur spektrum UV-Vis dari analit
yang telah dipisahkan oleh kolom HPLC.
82
- melalui jalur apa paparan tersebut terjadi (jalur oral, injeksi,
inhalasi)?
83
toksikologi forensik pada pembuktian kasus penyalahgunaan heroin
ilegal akan mungkin diketemukan morfin dan kodein.
84
tersebut memiliki konsekuen hukum yang berbeda. Metabolit
glukuronida dari morfin dan kodein tidak dimasukkan ke dalam
senyawa narkotika.
85
Seorang toksikolog forensik dituntut juga dapat menerangkan absorpsi
toksikan dan transportasi/distribusi melalui sirkulasi sistemik menuju
organ-jaringan sampai dapat menimbulkan efek yang fatal. Interpretasi
ini diturunkan dari data konsentrasi toksikan baik di darah maupun di
jaringan-jaringan.
86
jumlah kecil sianida juga diabsorpsi dan dibangkitkan selama merokok.
Oleh sebab itu Made Agus Gelgel Wirasuta 53 mendeteksi sianida di
darah pada tingkat dibawah konsentrasi toksik, masih dapat ditolerir
sebagai tanpa efek toksik. Beberapa logam berat, seperti arsen, timbal,
dan merkuri tidak diperlukan untuk fungsi normal tubuh. Keberadaan
logam tersebut dibawah tingkat konsentrasi toksik mengindikasikan
bahwa korban telah terpapar logam berat akibat polusi lingkungan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi respon individu terhadap tingkat
konsentrasi toksik (seperti: usia, jenis kelamin/status hormonal, berat
badan, status nutrisi, genetik, status immunologi, kelainan patologik
dan penyakit bawaan, kelainan fungsi organ, sifat farmakokinetik dari
toksikan) seharusnya juga dipertimbangkan dalam menginterpretasikan
hasil analisis, yang bertujuan mencari faktor penyebab keracunan.
87
toksokinetik, toksodinamik, dan dengan membandingkan hasil analisis
dengan laporan kasus yang sama dari beberapa pustaka atau
pengalaman sendiri, seorang ahli toksikologi membuat interpretasi akhir
dari suatu kasus.
Kesimpulan
Evaluasi
88
1. Kerjakan tugas ini secara berkelompok
89
BAB 6
90
Memperbesar evapo-tranpirasi, sehinggga mempengaruhi
terhadap gerakan air dala tanah.
Mempercepat reaksi kimia dalam tanah.
Pengaruh iklim secara tegas dapat bekerja sama dengan faktor lain
dalam pembentikan tanah. Di daerah lembab, curah hujan yang
melimpah memberikan lingkungan yang menguntungkan bagi
pertumbuhan pohon-pohon seperti yang terjadi pada hutan hujan tropis.
Iklim memberikan sebagian pengaruhnya melalui faktor pembentukan
tanah yang lain yaitu organisma atau jasad hidup.
2. Organisme
Pada organisme akan mempengaruhi proses pembentukan dan
perkembangan tanah dengan berbagai macam cara, yaitu penyebaran
flora dan fauna sebagian besar tergantung kepada iklim, dan topografi.
Penimbunan bahan organik, pencampuran profil, peredaran unsur hara
dan kemantapan struktur semuanya dimungkinkan oleh organisme
dalam tanah. Jadi sangat jelas bahwa sifat dan jumlah organisme yang
hidup di dalam tanah dan di atas tanah akan berperan pada macam
tanah yang berkembang.
3. Tofografi
Topografi berpengaruh atas pembentukan tanah yaitu pengaruh
kelerengan atas kecekungan tanah, modifikasi pengaruh iklim, dan
kelembaban.Topografi dapat mempercepat atau menghambat iklim.
Jika di daerah yang datar kecepatan gerak air yang berlebihan
akan jauh lebih kecil daripada di daerah yang bergelombang.
4. Bahan Induk
Tanah terbentuk dari bahan batuan yang mengalami pelapukan.
Kebanyakan telah mengalami erosi yang kemudian dibawa oleh air,
angin, es atau gravitasi ke tempat lain yang akan membentuk
deposit. Bahan deposit tersebut bersifat tidak padu. Dari bahan
deposit yang tidak padu inilah pada umumnya akan disebut
sebagai bahan induk tanah.
5. Waktu
Waktu menentukan tahap-tahap pelapukan dan proses pembentukan
tanah yang berjalan sangat lama. Tahap awal terjadi pencampuran
91
bahan organik, perubahan kimia, dan mineralogi serta fisika tanah,
sehingga akan membentuk horizon yang jelas yaitu keadaan tanah
yang tidak berubah dalam waktu yang lama. Jika bahan mengalami
penghancuran disertai dengan panjang waktu yang sebenarnya
mempunyai peranan sangat penting dalam pembentukan tanah.
6.1.2 Pengumpulan Benda Bukti Tanah
Cara pengumpulan sampel tanah terdiri dari dua yaitu :
1. Sampel tanah yang terdapat pada korban/ pelaku dimana
ditemukannya tanah yang melekat pada sepatu , kendaraan yang
di gunakaan pada saat kejadian. Sampel tanah tersebut diambil
menggunakan swab kemudian di masukkan dalam kantong
sampel / tempat sampel . kemudian sampel tanah di serahakan
kepada petugas penyidik untuk di lakukan pemeriksaan analisis
tanah.
2. Sampel tanah yang terdapat pada lokasi kejadian diambil dengan
sebagai berikut :
a. Tanah yang diambil hanya permukaannya saja.
b. Pengambilan sampel tanah paling sedikit dari 3 tempat atau
lokasi.
c. sampel tanah yang diperlukan paling sedikit 25 gram.
d. sampel tanah di masukkan kedalam kantong sampel terpisah.
e. Masing – masing kantong sampel di beri tanda atau kode
tempat pengambilan sampel.
f. Tempatkan sampel tanah tersebut pada kardus / peti.
g. Kemudian dikirim di laboratorium forensik untuk dilakukan
analisis tanah.
6.1.3 Pemeriksaan dan Analisis Tanah Demi Kepentingan Forensik
1. Secara visual (menentukan tekstur tanah).
a. Diambil sampel tanah tersebut.
b. Diletakkan sampel tanah tersebut pada telapak tangan atau
dengan
memijit – mijit tanah tersebut diantara jari telunjuk dan ibu
jari dengan bantuan sedikit air.
c. Diperhatikan adanya rasa kasar atau licin/ lengket.
92
d. Digulung- gulung sambil melihat daya tahan terhadap
tekanan.
e. Dicatat hasil pengamatan.
2. Menentukan Struktur Tanah
a. Diambil sampel tanah.
b. Dipecahkan atau memisahkan dengan jari.
c. Diamati tipe tanah, ukuran, dan kemampuan
agregat/derajat dengan kaca pembesar.
d. Dicatat hasil pengamatan.
1. Menentukan Konsisteni Tanah
a. Diambil sampel tanah.
b. Dipijit tanah dalam berbagai keadaan kandungan air seperti
basah, lembab, kering.
c. Ditentukan konsistensinya berdasarkan kekuatan
bongkahan.
d. Dicatat hasil pengamatan.
2. Menentukan Warna Tanah
a. Diambil sampel tanah. Kemudian disamakan warna tanah
yg ditemukan ditempat kejadian dengan tanah yg
ditemukan pada korban atau pelaku.
b. Dicatat hasil pengamatan.
3. Penentuan PH
a. Dimasukkan tiap- tiap sampel tanah pada wadah yang
berbeda dan wadah tersebut diberi label/kode.
b. Ditambahkan air murni (pH netral).
Selain metode di atas, terdapat metode lain yang dapat
digunakan untuk mendeteksi adanya jenazah yang dikuburkan pada
suatu areal tanah, dengan mendeteksi adanya gas menggunakan
detektor gas. Pada proses pembusukannya, tubuh jenazah akan
mengeluarkan berbagai gas seperti H2S yang akan terdeteksi oleh alat
detector, menggunakan metode deteksi jenazah melalui pengambilan
sampel tanah untuk dianalisis kendungan dan komposisi tanahnya,
menggunakan
93
metode stratigrafi, yaitu dengan cara memperhatikan segala bentuk
gangguan yang terjadi pada susunan alami horizon-horizon tanahnya
6.1.4. Jejak
Jejak mencakup tanda apa pun yang dihasilkan saat satu objek
bersentuhan dengan objek lain, meninggalkan semacam lekukan atau
cetakan. Bukti yang ditemui meliputi jejak alas kaki, bekas ban, dan
tanda yang dibuat oleh alat dan instrumen serupa.
1. Kesan Alas Kaki
Setiap kali seseorang mengambil langkah, kesan alas kaki
berpotensi tertinggal di permukaan. Kesan seperti itu mungkin dua
dimensi, cetakan tertinggal di permukaan datar dalam beberapa bahan
yang diendapkan, atau tiga dimensi, terbentuk di permukaan lunak
seperti tanah. Banyak teknik tersedia untuk peningkatan dan pemulihan
kesan alas kaki, meskipun metode non-destruktif harus selalu
digunakan terlebih dahulu jika memungkinkan.
Kesan dua dimensi seringkali dapat diperlakukan dengan cara
yang sama seperti sidik jari. Penggunaan bubuk halus secara lembut
dapat menimbulkan jejak kaki pada permukaan datar. Bahan kimia dan
pewarna tertentu dapat meningkatkan kesan pada permukaan seperti
kaca atau ubin. Namun kertas dan permukaan berpori serupa hanya
akan menyerap bahan kimia tersebut, membuat kesan tidak berguna.
Penerapan sumber cahaya alternatif dapat meningkatkan kesan alas
kaki dua dimensi. Sumber cahaya harus diposisikan untuk memberikan
cahaya insiden sudut rendah, menciptakan bayangan untuk
memberikan kontras.
Salah satu metode yang lebih umum untuk memulihkan impresi
tiga dimensi adalah dengan membuat cetakan impresi, biasanya
menggunakan gips Paris, batu gigi, atau bahan pengecoran serupa.
Plester dicampur dengan air dalam jumlah yang sesuai dan dituangkan
dengan lembut ke dalam cetakan. Setelah diatur, itu dapat dihapus dan
diambil untuk keperluan pemeriksaan dan perbandingan.
Jejak dalam debu jelas sangat halus, meskipun dapat dipulihkan
dengan hati-hati menggunakan perawatan elektrostatis. Pengangkat
elektrostatis melewatkan tegangan melintasi lapisan tipis film konduktif,
94
yang terdiri dari lapisan bawah plastik isolasi hitam dengan lapisan atas
aluminium foil. Muatan elektrostatik menyebabkan partikel tayangan
melompat ke bagian bawah hitam, memulihkan kesan debu. Karena
batu gigi mengeluarkan panas saat mengeras, jelas tidak cocok untuk
membuat cetakan di salju. Dalam hal ini ada produk aerosol, seperti
Snow Impression Wax. Ini diterapkan pada cetakan berkali-kali dengan
interval satu hingga dua menit dan kemudian dibiarkan kering. Kesan
kemudian dapat dilemparkan seperti biasa. Sebagai alternatif, belerang
tepung dapat digunakan untuk mencetak cetakan salju. Ini direbus
untuk menghasilkan senyawa pengecoran panas yang, setelah
bersentuhan dengan salju dingin, mengeras untuk menghasilkan
cetakan yang detail.
Jejak alas kaki apa pun yang dikumpulkan dari TKP mungkin
tidak berguna kecuali ada sampel tersangka yang tersedia untuk
perbandingan. Dengan mengoleskan lapisan minyak ringan ke bagian
bawah sepatu dan menekannya ke dalam lembaran karet busa yang
diresapi minyak, kesan uji dapat dihasilkan. Alternatifnya, sol bawah
diminyaki dan ditekan ke kertas putih biasa, yang kemudian ditaburi
dengan bubuk hitam halus yang mirip dengan yang digunakan untuk
mengembangkan cetakan laten. Jika kesan tiga dimensi ingin diperoleh,
sebaiknya, jika memungkinkan, diproduksi dengan menggunakan
metode dan media yang sama dengan kesan aslinya.
Bahkan jika tidak ada sampel lain yang tersedia untuk
perbandingan, jejak sepatu yang dipulihkan dapat menghasilkan
informasi yang sangat banyak. Hampir semua item alas kaki akan
memiliki sol bawah dengan pola khas, yang semakin banyak dirancang
oleh produsen agar spesifik untuk mereka. Di beberapa lokasi, pola
seperti itu telah disimpan dalam basis data untuk tujuan perbandingan.
Meskipun pola-pola ini identik untuk merek dan jenis sepatu yang sama,
tingkat individualitas tertentu dapat diberikan dari proses pembuatan
atau pemakaian umum. Saat sepatu dipakai, detail tertentu memudar di
tempat yang berbeda, tergantung pada berat dan gaya berjalan
pemakainya, dan kerusakan tertentu dapat terjadi. Ukuran sepatu, yang
dapat dengan mudah diperoleh dengan memeriksa kesan yang
95
diperoleh kembali, mungkin berguna, meskipun bukan sebagai
pengidentifikasi positif.
2. Kesan Ban
Karena kendaraan mungkin ada di TKP, sebelum, selama atau
setelah kejahatan, jejak ban dapat ditemukan di TKP, biasanya
tertinggal di tanah. Peningkatan dan koleksi ini mirip dengan kesan alas
kaki. Jika jejak ban ditemukan di lokasi, kesan yang sesuai dengan ban
yang berlawanan juga harus dicari, karena jarak antara keduanya dapat
memberikan informasi lebih lanjut mengenai kendaraan yang
bersangkutan.
3. Tanda Instrumen
Instrumen dan alat yang digunakan selama kejahatan sering
meninggalkan bekas di tempat kejadian, yang mungkin bermanfaat
dalam membangun hubungan antara objek tertentu dan tempat
kejadian. Instrumen umum yang ditemui terbagi dalam dua kategori;
alat potong dan alat tuas. Instrumen pemotong umum termasuk pisau,
pemangkas baut dan bor, dengan obeng dan jemmies menjadi alat
pengungkit yang umum. Instrumen semacam itu akan sering
mengalami kerusakan parah saat digunakan, memberikan ciri khas
yang mungkin meninggalkan kesan khas di tempat kejadian. Pemeran
dapat dibuat dari kesan di tempat kejadian, biasanya menggunakan
sejenis karet silikon. Ini kemudian dapat digunakan untuk dibandingkan
dengan tayangan atau instrumen lain untuk membuat kecocokan dan
menentukan alat mana yang digunakan. Gips itu sendiri akan menjadi
negatif dari tanda aslinya, sehingga tidak boleh langsung dibandingkan
dengan alat yang dicurigai. Sebaliknya instrumen yang dicurigai dapat
digunakan untuk membuat sejumlah tanda tes pada media sejenis.
Edmond Locard, pendiri Institute of Criminalistics di University of
Lyon, Prancis, mengembangkan apa yang kemudian dikenal sebagai
Prinsip Pertukaran Locard. Ini menyatakan bahwa "setiap kontak
meninggalkan jejak", menyiratkan bahwa penjahat akan meninggalkan
dan dan mengambil bukti jejak ketika berada di TKP. Jejak bukti sering
mengacu pada sampel kecil suatu zat, terutama serat, rambut, pecahan
kaca, dan serpihan cat. TKP biasanya berisi jejak bukti, sering kali
96
disebabkan oleh pelaku yang secara tidak sadar bersentuhan dengan
permukaan dan meninggalkan atau mengambil partikulat.
Keberadaan jejak bukti sangat tergantung pada kegigihannya,
karena beberapa partikel dan zat akan lebih mudah berada di
permukaan dan untuk jangka waktu yang lebih lama daripada yang lain.
Sejauh mana bukti akan bertahan tergantung pada ukuran dan bentuk
partikel, jumlah yang disimpan, aktivitas antara pengendapan dan
pemulihan, sifat lingkungan, dan jumlah waktu yang berlalu. Partikel
kecil akan bertahan lebih lama dari partikel yang lebih besar, karena
mereka lebih cenderung bersarang di permukaan material. Permukaan
yang tidak beraturan, seperti kain dan kayu tertentu, akan lebih mudah
mengumpulkan partikulat daripada permukaan yang halus, karena
mungkin ada celah kecil untuk melekatnya partikel.
Ketika jejak bukti ditemukan, banyak faktor harus
dipertimbangkan. Keteraturan suatu bahan sangat penting, karena
barang yang sangat umum mungkin tidak terlalu berguna. Ini adalah
bukti jejak yang tidak biasa atau unik untuk lingkungan atau
pemandangan tertentu yang akan menjadi sangat penting untuk
penyelidikan. Beberapa bentuk bukti jejak mungkin sangat tidak biasa
di tempat kejadian, sehingga memberi mereka arti khusus. Harus
dipertimbangkan bahwa kurangnya bukti jejak dapat mengindikasikan
pembersihan ekstensif oleh pelaku atau peristiwa tersebut tidak terjadi
di lokasi tersebut.
Berbagai metode digunakan dalam pengumpulan jejak bukti,
metode yang digunakan tergantung pada jenis dan sifat bukti. Barang
yang lebih besar, seperti serat panjang, dapat dikumpulkan dengan
tangan atau pinset. Salah satu metode pemulihan yang paling
sederhana adalah mengocok item di atas selembar kertas atau wadah.
Namun hal ini tidak memungkinkan untuk lokasi yang tepat dari barang
bukti yang akan didokumentasikan. Beberapa partikel tidak akan
terlepas dengan mengocok benda tersebut, oleh karena itu menyikat
benda tersebut mungkin diperlukan. Metode pengumpulan bukti jejak
yang umum adalah teknik rekaman, khususnya bermanfaat dalam
kasus serat dan rambut. Sepotong pita perekat bening ditempelkan ke
97
permukaan, dikupas, dan diletakkan di atas kartu pendukung. Hal ini
memungkinkan catatan dibuat dari lokasi yang tepat dari bukti jejak.
Pengangkatan vakum adalah metode pengumpulan jejak yang sangat
berguna. Adegan dibagi menjadi kisi-kisi yang lebih kecil untuk tujuan
kemudahan dan dokumentasi. Vakum digunakan di setiap kisi dengan
filter yang berbeda setiap saat. Setiap filter individu kemudian dapat
dikemas dan dianalisis secara terpisah, memungkinkan lokasi grid yang
tepat dari item bukti untuk dicatat. Metode ini tidak setepat pita perekat,
tetapi ideal untuk mengumpulkan partikulat.
4. Serat
Umumnya ditemukan di banyak TKP, serat akan alami atau
sintetis. Serat alami umumnya diperoleh dari sumber hewani atau
tumbuhan, dengan contoh umum termasuk kapas, sutra, dan wol.
Mereka umumnya melingkar pada penampang dan memiliki kutikula
skalar. Mereka cenderung mudah dipindahkan dan sering terjalin
dengan serat lain, membuatnya lebih tahan lama. Penerapan panas
dapat menyebabkannya melengkung. Namun sejak pengembangan
nilon pada tahun 1939, serat buatan semakin banyak menggantikan
serat alami khususnya pada garmen. Sebagian besar serat alami
memiliki penampilan khas yang dapat dideteksi menggunakan
mikroskop. Namun sutra dan serat sintetis diproduksi dengan menarik
keluar dan memadatkan cairan, memberikannya permukaan yang halus
dan sayangnya tidak dapat dibedakan. Serat-serat ini dapat
menampilkan berbagai bentuk penampang meskipun jarang melingkar,
dan hampir selalu diwarnai dan kurang bertahan pada permukaan.
Contoh umum serat sintetis adalah poliester, nilon, dan rayon.
Serat jarang dapat digunakan untuk membuat identifikasi positif
yang tepat. Perbandingan berdampingan antara sampel standar dan
sampel TKP umumnya dilakukan terlebih dahulu untuk
membandingkan warna dan diameter serat. Fitur morfologi yang dapat
membantu perbandingan termasuk striasi, lubang pada permukaan
serat, pigmentasi, dan bentuk serat melalui tampilan penampang.
Sampel standar harus diambil dari TKP untuk kemudian
dibandingkan dengan sampel tersangka. Dengan menggunakan
98
mikrospektrofotometri, cahaya dapat dilewatkan melalui serat, sebagian
diserap dan sebagian melewati serat. Dengan memeriksa panjang
gelombang mana yang diserap, sifat dan warna serat dapat ditentukan.
Spektrometri massa kromatografi gas (GC-MS) digunakan untuk
mempelajari komposisi kimia serat dengan menganalisis sampel untuk
membentuk komponen individual. Namun ini adalah metode destruktif
yang seharusnya hanya digunakan setelah analisis non-destruktif.
5. Rambut
Sekitar 100 helai rambut secara alami ditumpahkan oleh kepala
manusia setiap hari, oleh karena itu sering ditemukan di TKP. Rambut
manusia mengalami serangkaian tiga fase pertumbuhan. Anagen
adalah tahap pertumbuhan, yang dapat berlangsung hingga enam
tahun. Tahap katagen mengikuti ini, yang pada dasarnya merupakan
fase transisi yang berlangsung selama beberapa minggu. Terakhir
adalah tahap istirahat, telogen, yang bisa bertahan hingga enam bulan.
Memeriksa rambut yang terkumpul dapat membantu menentukan pada
tahap apa dalam siklus ini rambut itu. Jika rambut dicabut selama tahap
anagen, akarnya akan berbentuk bulat, meruncing, dan kemungkinan
besar akan ada jaringan folikel yang menempel. Selama tahap catagen
akar rambut panjang dan tipis. Akhirnya pada tahap telogen, akarnya
berbentuk tongkat dan rambut akan rontok secara alami. Berdasarkan
fitur morfologi, para ahli dapat mengklasifikasikan setiap rambut
manusia yang ditemukan sebagai salah satu dari enam jenis; kepala,
wajah, alis/bulu mata, tubuh, aksila (ketiak), dan kemaluan. Rambut
terdiri dari medula (inti dalam), korteks (lapisan sekeliling), dan kutikula
(lapisan penutup). Korteks mengandung butiran pigmen yang
menentukan warna rambut. Kutikula luar menyerupai satu lapisan sisik
yang tumpang tindih.
Korteks rambut mengelilingi medula dan terdiri dari butiran
pigmen dan gelembung udara kecil yang dikenal sebagai fusi. Kutikula
adalah lapisan yang menutupi rambut, yang terdiri dari serangkaian
sisik yang tumpang tindih. Pola sisik ini mungkin koronal, kelopak atau
umbrikat, polanya sangat berguna dalam membentuk spesies. Pola
skala koronal simetris dan tumpang tindih, umumnya tidak ditampilkan
99
pada rambut manusia (Cheyko & Petreco, 2003). Sisik kelopak juga
tidak ditemukan pada manusia dan penampilannya menyerupai sisik
reptil. Akhirnya sisik umbrikasi, yang tumpang tindih tanpa pola yang
jelas, paling sering ditemukan pada rambut manusia.
Medula, bagian tengah rambut, sangat berguna karena berbagai
alasan. Medula itu sendiri dapat diklasifikasikan sebagai tidak ada,
terfragmentasi, terputus, atau terus menerus. Sebagian besar rambut
kepala manusia tidak memiliki medula atau medula yang terfragmentasi,
kecuali individu dari ras mongoloid, yang biasanya memiliki medula
yang terus menerus. Jika rambut berasal dari hewan, medula
kemungkinan akan terus menerus atau terputus. Indeks medula,
dinyatakan sebagai rasio diameter batang terhadap diameter medula,
dapat digunakan untuk membedakan antara rambut manusia dan
hewan. Medula pada bulu hewan akan mencapai lebih dari setengah
diameternya, sedangkan pada rambut manusia hanya membutuhkan
sekitar sepertiga.
Pemeriksaan rambut yang ditemukan dapat membantu
menentukan asal rambut, berdasarkan panjang, bentuk, ukuran, warna,
dan tampilan mikroskopisnya. Rambut dari kepala sering kali memiliki
ujung yang terbelah atau terpotong, dan mungkin telah dilakukan
perubahan, seperti pewarna atau aplikasi kimia lainnya. Rambut
kemaluan terlihat kasar dan kurus, dengan medula yang terus menerus
hingga terputus. Rambut wajah juga terlihat kasar, seringkali dengan
penampang segitiga. Sedangkan bulu anggota badan lebih pendek dan
berbentuk seperti busur.
Pemeriksaan mikroskopis rambut manusia memungkinkan untuk
diklasifikasikan ke dalam salah satu dari tiga kelompok ras. Rambut
Kaukasoid atau Eropa cenderung memiliki kekasaran halus hingga
sedang dalam berbagai warna. Mereka biasanya lurus atau
bergelombang, memiliki penampang bulat atau oval, dan menampilkan
butiran pigmen berukuran sedang yang terdistribusi secara merata.
Berukuran sedang, umumnya lurus atau bergelombang. Rambut
Mongoloid / Asia biasanya kasar, lurus, dan penampang melingkar,
dengan diameter lebih lebar dan kutikula lebih tebal. Butiran pigmen
100
berukuran sedang dan dikelompokkan dalam tambalan daripada
didistribusikan secara merata. Rambut Negroid cenderung keriting
dengan penampang pipih atau oval dan butiran pigmen yang lebih
besar.
Usia seseorang tidak dapat ditentukan secara akurat dari
analisis rambut, meskipun ada beberapa indikator yang mungkin
berguna. Misalnya, rambut bayi cenderung sangat halus dan biasanya
mengandung sedikit indikator ras. Itu juga lebih kecil kemungkinannya
untuk diwarnai. Rambut orang lanjut usia mungkin menunjukkan tanda-
tanda kehilangan pigmen dan biasanya memiliki diameter yang
bervariasi.
Jika sehelai rambut dicabut secara paksa, akar akan tetap
memiliki jaringan bantalan yang matang untuk pembuatan profil DNA
nuklir. Namun jika tidak ada akar, masih mungkin untuk mengekstraksi
DNA mitokondria. Saat rambut tumbuh dari folikel di kulit, zat apa pun
yang masuk ke tubuh akan sering diserap ke dalam rambut, oleh
karena itu rambut dapat dianalisis keberadaan berbagai bahan kimia.
Obat dan racun apa pun yang diminum oleh individu dapat muncul di
rambut, seperti logam tertentu dari tindikan tubuh. Sebaliknya,
kekurangan bahan tertentu juga bisa menjadi signifikan, seperti jumlah
nutrisi vital yang tidak mencukupi. Lokasi yang tepat dari zat-zat
tersebut di dalam rambut dapat bertindak sebagai semacam garis
waktu, membantu para ahli dalam menentukan kapan zat tersebut
masuk ke dalam tubuh. Meskipun analisis rambut dapat menunjukkan
adanya unsur dan senyawa tertentu, tes lebih lanjut harus dilakukan
untuk memastikannya, seperti tes darah atau urin.
Mungkin perlu mengumpulkan sejumlah rambut dari korban atau
tersangka untuk tujuan perbandingan. Rambut yang dikumpulkan dari
TKP dibandingkan dengan sampel standar dengan menggunakan
mikroskop pembanding, memungkinkan mereka untuk dilihat
berdampingan. Untuk mempelajari penampang, rambut dapat
disematkan dalam lilin parafin dan diiris menjadi bagian tipis untuk
diperiksa. Langkah pertama dalam pemeriksaan rambut adalah
menentukan apakah itu milik manusia atau hewan. Dengan koleksi
101
lengkap sampel referensi yang tersedia, dimungkinkan untuk
menentukan spesies rambut berdasarkan penampilannya. Rambut
manusia cenderung melingkar pada penampang, umumnya
membuatnya mudah dikenali.
6. Kaca
Kaca adalah produk fusi anorganik, yang pada dasarnya terdiri
dari memanaskan campuran pasir (silikon dioksida, SiO2), batu kapur
(kalsium karbonat), dan soda (natrium karbonat), bersama dengan
berbagai kotoran. Jenis kaca yang berbeda diproduksi dengan cara
yang berbeda, dan cara pembuatan kaca menyebabkannya berperilaku
berbeda. Kaca jendela, mungkin jenis yang paling umum, umumnya
dijumpai sebagai lembaran datar transparan yang terdiri dari kaca
soda-lime. Ini tidak tahan suhu tinggi atau perubahan suhu mendadak,
dan dapat rusak oleh zat korosif. Kaca temper, yang biasa digunakan
pada jendela penumpang kendaraan, jauh lebih kuat. Kekuatan ini
dicapai dengan memasukkan gaya ekstra di setiap sisi kaca melalui
pemanasan dan pendinginan yang cepat selama pembuatan. Saat
benturan, kaca pecah menjadi kotak-kotak kecil, membuatnya sangat
berguna untuk digunakan sebagai jendela samping dan belakang pada
mobil. Namun kaca laminasi diproduksi dengan lapisan plastik di antara
lembaran kaca, yang menahannya jika pecah. Ini sering digunakan di
kaca depan mobil dan jendela toko. Berbagai bentuk kaca diwarnai
dengan penambahan sejumlah kecil logam, seperti kobalt untuk
pewarna biru dan kromium untuk warna hijau.
Karena sifat kaca dan perilakunya, dimungkinkan untuk
menentukan apakah dua potong kaca berasal dari sumber yang sama.
Kepadatan dan indeks bias kaca keduanya dapat digunakan untuk
membedakan antara fragmen. Massa jenis ditentukan dengan
menimbang sampel dan mengukur volumenya, dengan menggunakan
rumus massa jenis = massa/volume. Kepadatan dua pecahan kaca
juga dapat ditentukan dengan menangguhkan kaca dalam cairan untuk
menentukan kerapatannya. Indeks bias kaca adalah kemampuannya
untuk membelokkan cahaya yang melewatinya, sehingga
memungkinkan untuk mengidentifikasi jenis kaca berdasarkan nomor
102
yang ditetapkan, menggunakan alat GRIM (Glass Refractive Index
Measurement). Namun harus diperhitungkan bahwa kaca akan
mengubah indeks biasnya saat dipanaskan.
Potongan pecahan kaca dapat direkonstruksi secara fisik untuk
membentuk objek atau panel aslinya. Dengan mempelajari kaca ini,
penyelidik mungkin dapat menentukan dari sisi kaca mana benturan itu
berasal. Ketika sebuah proyektil mengenai permukaan panel kaca,
kaca tersebut sedikit tertekuk sebelum pecah. Hal ini menyebabkan
retakan radial terjadi pada sisi kaca yang berlawanan dengan titik
tumbukan. Jika patahan ini bertemu dengan garis patahan yang sudah
ada sebelumnya, patahan ini akan berakhir, sehingga memungkinkan
untuk menentukan urutan terjadinya patahan. Proyektil yang bergerak
cepat, seperti peluru, akan meninggalkan lubang berbentuk kawah di
panel kaca, sedangkan proyektil yang bergerak lambat biasanya akan
menghancurkan seluruh panel. Pecahan kaca kecil sering ditemukan
pada pakaian pelaku, atau orang lain yang berdiri di sekitarnya saat
kaca pecah. Sedangkan sebagian besar kaca akan jatuh ke dalam
akibat benturan, pecahan akan menyembur ke arah yang berlawanan,
yang dikenal sebagai backscatter. Pecahan ini akan melekat pada
pakaian dan alas kaki bahkan setelah dicuci. Namun sekitar 90%
pecahan kaca terlepas dari pakaian dalam waktu 24 jam setelah
pengendapan.
7. Cat
Cat adalah cairan buatan pabrik yang mengering untuk
membentuk lapisan tipis dan keras. Ini terdiri dari sejumlah konstituen
utama. Ini adalah pembawa, pigmen, pengubah, ekstender dan
pengikat. Pembawa adalah zat yang mengeras pada penguapan
pelarut, yang biasanya berupa cairan organik. Pigmen memberi warna
pada cat, seringkali menjadi zat khusus untuk warna tertentu. Pigmen
biru dan hijau biasanya disebabkan oleh senyawa organik, sedangkan
warna merah, kuning, dan putih cenderung berasal dari senyawa
anorganik. Pengubah umumnya mengontrol sifat-sifat cat, seperti
fleksibilitas, kilap, dan ketahanan chip. Extender, seperti namanya,
menambah volume pada cat dan meningkatkan cakupannya. Akhirnya,
103
pengikat adalah resin alami atau sintetis yang menstabilkan dan
menyempurnakan cat.
Analisis cat dapat dilakukan dalam tiga bentuk; mekanik, fisik
dan kimia. Analisis mekanis akan mencoba membuat kecocokan antara
serpihan cat, mirip dengan menyusun kembali teka-teki jigsaw. Analisis
kimia bertujuan untuk menetapkan komposisi yang tepat dari sampel
menggunakan berbagai teknik kromatografi. Analisis fisik cat berkaitan
dengan warna, tekstur, ketebalan, kenampakan, dan pola terjadinya.
Semua ini dapat ditentukan dengan menggunakan mikroskop.
Cat mobil seringkali dapat ditelusuri kembali ke merek tertentu
dan bahkan model, terutama bermanfaat dalam insiden tabrak lari di
mana serpihan cat dari mobil tersangka tertinggal di TKP. Karena
setiap pabrikan mobil akan mencampur cat dengan formula tertentu,
dua warna yang tampaknya identik sebenarnya dapat memiliki
komposisi yang berbeda. Pecahan ini mungkin telah dipindahkan ke
pakaian korban, ke kendaraan lain, atau ditinggalkan begitu saja di
tanah setelah terjadi benturan.
Kesimpulan
Evaluasi
104
BAB 7
7.1. Kebakaran
7.1.2. Pengapian
106
sumber penyalaan eksternal. Ini diukur dengan memanaskan sampel,
mempelajari suhu pusat bahan dan mendokumentasikan suhu di mana
pengapian terjadi secara spontan.
Titik picu api, titik nyala, dan suhu penyalaan spontan adalah
suhu terendah di mana suatu bahan dapat menyala ketika dipanaskan
secara eksperimental, meskipun suhu sebenarnya ini dapat bervariasi
dan sebaiknya hanya digunakan sebagai pedoman. Bahan bakar yang
berbeda juga memiliki batas mudah terbakar yang lebih rendah dan
lebih tinggi, konsentrasi gas mudah terbakar terendah dan tertinggi
yang diperlukan untuk pembakaran. Jika konsentrasi berada di luar
kisaran mudah terbakar ini, pembakaran umumnya tidak akan terjadi.
Zat seperti hidrogen memiliki rentang mudah terbakar yang luas,
membuatnya sangat berbahaya.
107
percikan api. Fenomena tersebut terjadi sebagai akibat dari reaksi
kimia eksotermik yang terjadi di dalam material, melepaskan panas.
Dalam kasus di mana material ditumpuk bersama, panas tidak dapat
hilang secara efektif sehingga suhu di dalam material naik. Kenaikan
suhu menyebabkan reaksi kimia menjadi lebih cepat, menghasilkan
lebih banyak panas. Temperatur dapat naik hingga titik nyala material
tercapai, menyebabkan pengapian. Pembakaran spontan cenderung
dicirikan oleh sumber api yang tampak menjadi pusat material, karena
panas lebih mudah hilang dari permukaan, sehingga mengakibatkan
pusat mencapai suhu tertinggi. Kain lap yang dibasahi minyak, serbuk
gergaji, atau tumpukan jerami diketahui dapat terbakar secara spontan.
108
Informasi mengenai kebakaran dapat diperoleh dari para saksi.
Saksi mungkin dapat memberikan perincian tempat sebelum kebakaran
selain perincian api itu sendiri, seperti aktivitas yang mencurigakan atau
penyebaran api yang nyata dan warna asap. Penonton bahkan
mungkin telah mengambil foto atau rekaman video dari kejadian
tersebut di ponsel atau kamera mereka. Pemilik bangunan/area
mungkin dapat merinci isi dan tata letak bangunan serta fakta-fakta
terkait lainnya. Namun harus selalu dipertimbangkan bahwa saksi sipil
mungkin tidak dapat diandalkan dan bahkan dapat terlibat dalam
insiden kebakaran. Petugas layanan darurat, seperti polisi dan
pemadam kebakaran, jauh lebih dapat diandalkan sebagai saksi.
Petugas pemadam kebakaran khususnya mungkin dapat memberikan
informasi yang berguna tentang kemungkinan asal api dan kondisi yang
tidak biasa. Petugas pemadam kebakaran juga harus diwawancarai
untuk mengidentifikasi gangguan yang terjadi di tempat kejadian
selama upaya pemadaman kebakaran.
109
menyakiti seseorang atau propertinya, masalah kesehatan mental, atau
untuk menyembunyikan kejahatan sebelumnya. .
110
masalah keuangan atau bisnis dicari, yang akan memberikan bukti
lebih lanjut dalam bentuk motif.
111
Busur listrik terjadi ketika dua konduktor bersentuhan setelah
isolasi kabel rusak. Kerusakan ini dapat terjadi karena berbagai alasan,
terutama panas berlebih, beban berlebih, kerusakan mekanis, atau
cacat produksi. Jika kabel menjadi terlalu panas, mungkin karena
gulungan kabel, panas tidak akan dapat hilang dan insulasi dapat
meleleh, memungkinkan konduktor bersentuhan. Overloading terjadi
ketika lebih banyak daya ditarik melalui kabel daripada yang dirancang
untuk ditangani, seperti jika terlalu banyak colokan yang dimasukkan ke
dalam satu soket. Ini juga dapat terjadi melalui pemasangan sekering
atau ukuran kabel yang salah. Ini juga akan menyebabkan isolasi
meleleh. Kerusakan mekanis dapat terjadi melalui kerusakan langsung
atau gerakan terus menerus, melemahkan kabel pada titik tertentu dan
dengan demikian memungkinkan kontak antar konduktor. Demikian
pula, kerusakan mungkin merupakan akibat dari cacat dalam proses
pembuatan. Busur ditandai dengan manik-manik pada kabel yang
disebabkan oleh peleburan kawat. Perlu diperhatikan bahwa meskipun
busur listrik dapat menyebabkan kebakaran, kebakaran juga dapat
menyebabkan busur api.
112
merupakan sumber bahan bakar potensial. Furnitur berlapis kain
umumnya terdiri dari rangka, bahan pengisi seperti busa, dan kain
penutup luar.
7.1.9. Flashover
113
bukaan jendela atau pintu atau karena keruntuhan struktural, masuknya
oksigen dapat mengakibatkan terjadinya ledakan yang dikenal sebagai
flashover yang diinduksi ventilasi. Namun flashover tidak akan terjadi
jika bahan bakar tidak mencukupi, produksi panas tidak memadai,
terlalu sedikit ventilasi atau terlalu banyak aliran panas keluar dari
kompartemen.
114
akselerator, karena zat serupa juga dapat dihasilkan melalui
dekomposisi termal berbagai bahan alami dan sintetis yang mungkin
ditemukan di tempat kejadian.
115
7.2 Bahan Peledak
7.2.1. Pengertian
116
Ledakan fisik mungkin merupakan pelepasan tekanan secara tiba-tiba,
seperti ledakan wadah gas.
Ada dua jenis bahan peledak: bahan peledak rendah dan bahan
peledak tinggi. Bahan peledak rendah dicirikan oleh kemampuannya
untuk membakar dengan cara yang sama seperti bahan mudah
terbakar lainnya. Mereka memberikan efek melempar atau mendorong
saat ledakan terjadi, dengan kecepatan depan ledakan di bawah
400ms-1. Contoh bahan peledak rendah, juga dikenal sebagai propelan,
termasuk bubuk mesiu dan nitroselulosa. Bahan peledak tinggi jauh
lebih berbahaya, memiliki lebih banyak efek menghancurkan dan
meledak dengan kecepatan antara 100 dan 8500 meter per detik.
Mereka memiliki kecepatan depan ledakan 400ms-1, dan dapat
mencapai hingga 19000ms-1. Bahan peledak tinggi dapat bersifat
primer atau sekunder. Bahan peledak tinggi primer sangat sensitif,
contohnya adalah nitrogliserin. Bahan peledak sekunder sebaliknya
cukup sensitif, dengan contoh termasuk PETN dan TNT.
117
dan detonator dimasukkan, dan bahan peledak tinggi atau rendah
dapat digunakan. Bagian dari bom ini biasanya selamat dari
ledakan dan mungkin menyimpan bukti seperti sidik jari dan detail
pembuatnya.
Bom Surat & Paket – Biasanya berisi sejumlah kecil bahan peledak
tinggi yang dikemas di dalam surat atau paket yang tidak mencolok.
Bom semacam itu sering menghasilkan bukti forensik karena
perangkat tersebut jarang menyebabkan kebakaran sehingga lebih
sedikit bukti yang dihancurkan.
118
7.2.3. Investigasi Awal
119
itu kecelakaan, seperti kebocoran gas. Penyelidik akan mencari tanda-
tanda potensi kebocoran gas dan sejenisnya, tetapi juga untuk indikator
penggunaan bom.
120
Penyelidikan tidak terbatas pada tempat kejadian ledakan itu
sendiri, tetapi dapat diperluas ke rumah-rumah tersangka. Rumah
dapat diperiksa dan dianalisis untuk setiap indikasi konstruksi bom,
termasuk pecahan bom dan bahan peledak. Permukaan akan diusap
untuk mendeteksi keberadaan jejak residu bahan peledak, baik
menggunakan indikator kimia atau untuk mengumpulkan sampel untuk
analisis laboratorium lebih lanjut.
121
mengidentifikasi sisa bahan peledak. Berikut adalah penjelasan terkait
kerja detektor bahan peledak:
2. Anjing
122
ionisasi elektrospray sekunder (SESI-MS), dapat mendukung pelatihan
anjing untuk deteksi ledakan.
3. Lebah madu
123
banyak aplikasi menuntut agar analisis lengkap diselesaikan dalam
waktu kurang dari satu menit.
6. Spektrometri
7.4 Senjata
124
selongsong peluru, peluru, peluru tajam, bahan pelacak, dan bahan
apa pun yang rusak oleh proyektil.
Studi tentang senjata api dan balistik senjata api sering dibagi
menjadi balistik internal, eksternal dan terminal. Balistik internal
mengacu pada proses di dalam senjata api, jarak waktu antara
penembak menarik pelatuk dan peluru keluar dari moncong senjata.
Setelah ini, balistik eksternal menangani penerbangan peluru antara
meninggalkan senjata api dan menyerang target. Akhirnya, balistik
terminal, juga dikenal sebagai balistik tumbukan, mengacu pada studi
tentang proyektil yang mengenai sasaran.
125
Cara pengisian senjata api setelah setiap tembakan akan
bervariasi tergantung pada jenis senjatanya. Beberapa senjata api
adalah aksi baut, artinya baut mengeluarkan kartrid bekas dan, saat
mendorong ke depan, mengambil kartrid baru dan menempatkannya di
dalam bilik, memiringkan pelatuk selama proses ini. Senjata api aksi
manual memerlukan pemuatan ulang manual melalui alat mekanis
seperti tuas atau aksi pompa. Dalam senjata yang dioperasikan mundur
atau ditiup balik, tekanan yang dihasilkan oleh propelan yang
dinyalakan mendorong mundur baut. Senjata api yang dioperasikan
dengan gas termasuk port gas dan, sampai peluru melewati titik ini di
laras, bautnya terkunci. Sejumlah gas bocor ke port ini dan membuka
kunci baut, memungkinkannya bergerak mundur. Ini mengeluarkan
wadah kartrid bekas dan memuat yang lain. Terakhir, dalam senjata
silinder yang berputar, tekanan pada pelatuk menyebabkan silinder
yang berisi selongsong peluru berputar, memposisikan selongsong
peluru baru sehingga dapat ditembakkan.
126
senapan dan bahkan pabrikannya. Gumpalan tertentu, yaitu yang
terbuat dari plastik, mungkin memiliki lekukan yang menunjukkan
ukuran pelet yang ditembakkan dari senjata. Senapan dapat berupa
tembakan tunggal, aksi tuas, aksi pompa, aksi baut, atau pemuatan
sendiri. Mekanisme senjata udara sangat berbeda. Piston ditekan ke
bawah silinder, seringkali dengan pegas terkompresi. Ini menciptakan
semburan udara bertekanan tinggi yang memaksa proyektil turun dari
laras dan keluar dari senjata.
127
yang berlebihan, menyebabkan peluru meluncur di atas rifling peluru
dan menghasilkan tingkat putaran yang rendah.
128
memungkinkan untuk memuat ulang dengan cepat dan dengan
demikian laju tembakan yang tinggi.
Machine Gun: Ini memiliki rate of fire yang sangat tinggi dengan
waktu reload yang cepat dan kekuatan yang besar. Mereka
umumnya hanya digunakan oleh militer.
129
meninggalkan moncong senjata api. Efek ini dikenal sebagai
tersedak.
7.4.3 Peluru
130
Jaket logam penuh melibatkan logam seperti tembaga yang
digunakan untuk menutupi seluruh permukaan luar peluru. Peluru yang
sepenuhnya berjaket sering menampilkan akurasi dan penetrasi yang
tinggi. Beberapa peluru semi-jaket, dengan penutup tembaga parsial
dengan ujung timah berongga atau tumpul. Dalam hal ini hidung peluru
terbuka dan jenis peluru ini dapat berubah bentuk menjadi 'bentuk
jamur', menghasilkan kerusakan yang lebih besar. Peluru juga dapat
dibuka, meskipun proyektil ini memiliki kecepatan peluru yang rendah
dan tidak menembus terlalu dalam.
131
sebelumnya, pistol yang memuat sendiri akan mengeluarkan kotak dari
senjata, sedangkan revolver mempertahankan selongsongnya sampai
penembak melepaskannya secara manual. Namun tidak adanya kotak
selongsong peluru bukanlah tanda yang akurat dari jenis senjata api
yang digunakan, karena pelaku mungkin telah mengambil kotak
tersebut dari tempat kejadian sebelum pergi.
132
4.4. Senapan
133
mengubah nomor seri. Berbagai teknik dan reagen telah digunakan
untuk mengembalikan angka asli ini dengan sukses.
134
halus ini akan mengendap di permukaan terdekat dan mudah terbawa
dari tempat kejadian. Adanya residu tersebut dapat memberikan kaitan
yang kuat antara tersangka atau objek dengan lokasi penembakan,
oleh karena itu berbagai metode pendeteksian tembakan dan residu
lainnya telah dikembangkan.
135
maka secara teori pola sisa tembakan akan semakin terkonsentrasi,
sedangkan tembakan yang ditembakkan dari jarak yang lebih jauh akan
menghasilkan pola yang lebih luas. Penelitian juga telah dilakukan
untuk mempelajari komposisi kimia sisa tembakan dalam menentukan
jarak tembak. Teknik analitik telah digunakan untuk menganalisis
komposisi unsur residu tembakan yang dihasilkan selama pelepasan
senjata api pada jarak yang bervariasi. Upaya telah dilakukan untuk
menghasilkan model matematis dimana jarak tembak dapat ditentukan
berdasarkan unsur-unsur dan jumlah relatifnya yang ada dalam residu.
Namun perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan residu tembakan
dalam menetapkan jarak tembak hanya dapat memberikan perkiraan
jarak terbaik.
136
Beberapa senjata api memungkinkan pengguna untuk memilih tarikan
pelatuk normal atau tarikan pelatuk ringan (pemicu rambut); oleh
karena itu penting juga untuk mengetahui apakah senjata api memiliki
fitur ini dan pengaturan mana yang dipilih.
137
lubang kecil yang rapi dengan sedikit retakan kaca, sedangkan peluru
berkecepatan rendah akan menyebabkan lebih banyak kerusakan pada
kaca. Mempelajari retakan yang menyebar yang terbentuk di sekitar
lubang peluru juga dapat membantu menentukan urutan tumbukan
peluru. Jika garis yang memancar bertemu dengan retakan yang sudah
ada sebelumnya, itu akan berhenti, menunjukkan bahwa itu dihasilkan
setelah retakan yang sudah ada sebelumnya.
138
perbandingan dengan barang bukti. Sekali lagi, ini hanya boleh
dilakukan oleh orang yang kompeten di lingkungan yang aman, dan
kadang-kadang mungkin perlu menggunakan alat tembak jarak jauh
daripada menggunakan senjata api dengan tangan. Saat berhadapan
dengan senjata yang memuat sendiri yang mengeluarkan wadah
selongsong peluru, arah dan jarak yang ditempuh oleh selongsong
peluru harus didokumentasikan. Uji tembak senjata yang dicurigai
hanya boleh dilakukan setelah tes forensik lainnya selesai (sidik jari,
usap, dll). Mungkin juga diperlukan untuk mengukur tekanan pemicu
senjata. Setelah itu, senjata harus diperiksa sekali lagi untuk
memastikan tidak dimuat sebelum dikembalikan ke penyimpanan.
11.4.9. Database
139
EVALUASI
1. Pewarna untuk kerosin(minyak C. Korban tewas sebelum
tanah) dapat dianalisis bertemu target
menggunakan……
D. Target berada disana dan
A. GC memungkinkan membunuh
korban
B. TLC
4. HPLC tidak digunakan
C. AES
dalam…
D. XRF
A. Pemeriksaan kafein dalam
2. TNT kepanjangan dari jamu kuat
140
7. Komponen dari RDX adalah…. D. Stimulan
A. TNT dan amonium nitrat 12. Which of the following are not
narcotics?
B. TNT dan amonium pikrat
A. Codeine, LSD and cocaine
C. PETN dan amonium pikrat B. paracetamol, nicotine and
caffeine.
D. PETN dan Amonium nitrat
C. PCP, LSD and MDMA
9. Bubuk hitam yang digunakan (ecstacy).
dalam senjata mengandung D. Heroin and morphine.
bahan oksidator berupa? 13. Thin Layer Chromatography
can be used for:
A. Chlorite
A. Drug analysis
B. Nitrat B. Dye analysis
C. Hair analysis
C. Karbonat
D. None of the above
D. Sulfat 14. Alkaloid yang dihasilkan dari
buah opium adalah….
10. Bahan inhalasi yang serng
disalah gunakan termasuk A. Heroin
golongan…..
B. Codeine
A. Narkotika
C. Morphin
B. Halusinogen
D. Dexedrine
C. Depresan
141
15. Gas yang dihasilkan berua A. Pemeriksaan lampu
bau seperti telur busuk dari jasad
B. Pemeriksaan fotografi
merupakan….
C. Pemeriksaan UV
A. Klorida
D. Pemeriksaan infrared
B. Ammonia
19. Database forensik mengatur
C. Natrium sulfida
segala barang bukti yakni….
D. Hidrogen sulfida
A. Cat otomotif
16. Fingerprint yang tertinggal di
B. Bentuk peluru
tkp Q
C. Bentuk gigi
A. Latent print
D. Semua benar
B. Pattern
20. Kadar alkohol yang diijinkan
C. Loop
ada didalam tubuh adalah…….
D. Arch persen
A. Daktiloskopi A. Buku
A. B. Cek
142
22. Kombinasi oksigen dengan sebuah objek. Cahaya yang
bahan bakar yang mampu dapat membentuk gelombang
menghasilkan energi tinggi tampak disebut….
disebut…..
A. Radiasi elektromagnetik
A. Combustion
B. Energi sintetis
B. Ignittion
C. Ultraviolet
C. Liberation
D. Gelombang magnetik
D. Explosion
26. Area yang sangan tepat
23. Saat investigator memeriksa dimana rata-rata petugas
tempat kebakaran hal yang perlu bersaksi bahwa mereka
diperhatikan lebih dahulu memperoleh satu set cetakan
adalah…… laten dari TKP, tetapi untuk
menghubungkannya dengan
A. Lokasi jasad
tersangka yang diketahui
B. Titik api dan pusa kebakaran biasanya membutuhkan ahli
bersertifikat AFIS. dalam
C. Mengambil gambar dan sketsa
beberapa keadaan, pengadilan
D. Memeriksa saksi akan mengizinkan petugas biasa
untuk bersaksi. biasanya, foto-
24. Mana bagian dari jejak sepatu
foto yang diperbesar atau
ini yang bukan menjadi tanda
pameran lain menunjukkan poin-
pemeriksaan…
poin perbandingan yang menjadi
A. Brand dasar kesimpulan. Penjelasan ini
membahas tentang….
B. Ukuran
A. Daktiloskopi
C. Lekuk sepatu
B. Pemeriksaan sidik jari
D. Warna
C. Penemuan sidik jari
25. Mata kita sesitif dengan
cahaya. Keberadaanya mebuat D. Cetakan jari
kita mengetahui bentuk dari
143
27. Manakah dari berikut ini yang B. Heroin
merupakan bidang yang luas
C. Kokain
yang sebagian besar melibatkan
studi tentang lokasi kecelakaan, D. Pots
analisis kegagalan struktural, dan
30. Manakah dari zat adiktif
kadang-kadang ledakan atau
berikut yang diperiksa melalui
kebakaran. Keahlian biasanya
penciuman….
terdiri dari pendapat tentang
masalah utama, yaitu A. Alkohol
menentukan pihak mana yang
B. Depresan
bertanggung jawab dan/atau lalai.
C. Amfetamin
A. Pihak keamanan
D. Kokain
B. Pihak analisis resiko
31. Bagian besar dari bom
C. Forensik bidang teknik
molotov mengandung….
D. Managemen keamanan
A. Valin
industri
B. Lead azide
28. Test yang tepat untuk
membedakan kanabinol dan C. Gasolin
tetrakanabinol pada ganja
D. Etil alkohol
menggunakan….
32. Bahan inert dalam tablet
A. KLT
amonium fosfat dimana
B. UV-Vis digunakan inisiator gas fosfat
adalah….
C. AAS
A. Amonium karbamat
D. Mikroskop
B. Difenilamin
29. Resin yang didapat dari
marijuana dan mengandung C. Kalium klorida
tetrakanabinol utuh disebut….
D. Sodium klorida
A. Hashis
144
33. Type umum sidik jari manusia D. Distilation method
adalah…
37. Analgesik bekerja untuk
A. Komposit
A. Meningkatkan nafsu makan
B. Whorl
B. Meningkatkan rasa sakit
C. Loop
C. Meningkatkan detak jantung
D. Arch
D. Menyebabkan kantuk
34. Manakah dari pernyataan
38. Golongan darah yang umum
berikut yang benar:
adalah….
A. Ganja memiliki zat utama
A. A
tetrakanabinol
B. B
B. Cat mobil dapat dideteksi
komposisinya melalui mikroskop C. O
145
C. Sharpnels all inner the body C. Methaqualone
146
49. Derivat LSD berasal dari 50. Bidang manakahyang
tanaman…. memeriksa tanah
A. Nicotinian tabacum A. Fisika dan teknik
B. Biologi
B. Cannabis sativa L
C. Balistik
C. Papaver somniferum D. Document examine
D. Moringa oliefera
147
DAFTAR PUSTAKA
1 – Almeida, A A. Magaljaes, T. Santos, A. Sousa, A V. Vieira, D N.
Firing Distance Estimation through the Analysis of the Gunshot
Residue Deposit Pattern Around the Bullet Entrance Hole by
Inductively Coupled Plasma Mass Spectrometry – An
Experimental Study. American Journal of Forensic Medicine and
Pathology. 2007, 28(1), 24-30.
Firearms Act 1968, https://aboutforensics.co.uk/impression-evidence/
Fourth International Conference on, pp. 62-67. IEEE, 2015.
http://mimbarhukum.com/pengertian-perkara-perbedaan-perkara-
perdata-dengan-pidana/
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt57f2f9bce942f/perbe
daan-pokok-hukum-pidana-dan-hukum-perdata/
148
Wirasuta, Gel-gel.Pengantar Menuju Ilmu Forensik.
https://adoc.pub/pengantar-menuju-ilmu-forensik-oleh-i-made-
agus-gelgel-wiras.html (diakses 28 september 2022)
149