Anda di halaman 1dari 149

1

BAHAN AJAR

ILMU KIMIA FORENSIK

Tim Penyusun

Penanggung Jawab ꓽ Ir. Ari Pitoyo Sumarno, S.A.P., M.M., CIPA., CIT.
Ketua Tim ꓽ Ir. Mirad Fahri, M.Sc
Wakil Ketua ꓽ Anggi Khairina Hanum Hasibuan, M.Si
Anggota : - Elva Stiawan, S.Pd., M.Si
- Dr. Dita Ariyanti, S.Si., M.Si
- Tedi Kurniadi, S.Si., M.Si
- Dewi Anggraini Septaningsih, S.Si., M.Si
- Sekar Ilma Tiarani, S.Si
- Ersha Mayori, S.Si., M.Han

Prodi Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pertahanan Republik Indonesia
2023

2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan hidayahnya sehingga tim penulis dapat menyusun “Buku
Ajar Ilmu Kimia Forensik untuk MBKM”dengan baik. Buku ini
membahas mengenai aplikasi kimia terhadap berhubungan dengan
hokum pada bidang forensik.

Buku ini dapat disusun dengan baik berkat kerjasama dan


bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itukami menyampaikan
banyak terima kasih kepada segenap pihak yang telah berkontribusi
secara maksimal dalam penyelesaian buku ini.

Tim Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam


penulisan buku, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat maupun isi.
Oleh karena itu penulis menerima segala kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca.

Akhir kata semoga buku ini dapat menambah khazanah ilmu


pengetahuan dan memberikan manfaat khususnya bagi prodi Sarjana
Kimia Militer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Militer,
Universitas Pertahanan Republik Indonesia.

Sentul, Desember 2022

Tim Penulis

3
DAFTAR ISI

SAMPUL .........................................................................................2
KATA PENGANTAR ....................................................................... 3
DAFTAR ISI .................................................................................... 4
BAB I: Dasar-dasar Ilmu Forensik .................................................. 5
BAB 2: Dasar-Dasar Hukum .........................................................17
BAB 3: Ilmu Pembuktian ...............................................................28
BAB 4: Dasar-dasar Kimia Forensik ............................................. 47
BAB 5: Toksikologi ........................................................................73

BAB 6: Jejak tanah ....................................................................... 90

BAB 7: Kebakaran, Senjata dan Bahan Peldak ..........................105

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................149

4
BAB I
Dasar-dasar Ilmu Forensik
1.1 Pendahuluan
Hasil dari usaha untuk melibatkan sains dalam proses penyelidikan
kasus forensik didapatkan para ilmuwan ketika berhasil membentuk
suatu organisasi forensik, American Academy of Forensic Science
(AAFS), pada kuartal terakhir abad ke-19. Dari penjelasan di atas,
dapat kita ketahui bahwa memang sejak awal kehadiran forensik yang
diisi para saintis dan ilmu sosial humaniora menjadi salah satu bagian
penting. Hal ini termasuk juga dalam aktivitas, seperti memberikan
kesaksian ahli di pengadilan, menyelidiki kasus pidana, serta
membantu sistem hukum dalam beberapa masalah tertentu dalam
sistem peradilan (Barker & Douglas, 2013). Pendapat yang
disampaikan Barker dan Douglas (2013) di atas merupakan bentuk
kontribusi yang dilakukan para ilmuwan sosial humaniora bagi dunia
forensik, khususnya dalam hal pengungkapan kasus tertentu dalam
sistem peradilan pidana.
Pada dasarnya peranan ilmu sosial humaniora dalam dunia
forensik akan lebih memberikan penjelasan teoritis melalui para ahli
profesional untuk memberikan suatu keterangan berdasarkan masing-
masing cabang keilmuan yang diahli. Maka, kehadiran para ahli sosial
humaniora ini memberikan tambahan pengetahuan dan keterampilan
baru dalam melakukan proses investigasi forensik di Indonesia
sehingga proses investigasi forensik tidak lagi bergantung hanya pada
bukti-bukti yang berupa bukti fisik. Kontribusi nyata ahli forensik dalam
bidang keilmuan sosial humaniora di Indonesia diperlihatkan pada
beberapa contoh penyelesaian kasus kejahatan di peradilan. Seperti
para ahli psikologi sosial atau yang sering juga dikultuskan sebagai
psikologi forensik, banyak berperan andil dalam pelbagai kasus
kejahatan yang terjadi di Indonesia.
Sebut saja beberapa kasus kejahatan seperti kasus “Kopi Sianida,
Jessica-Mirna” dimana para ahli psikologi forensik di sini sangat
memiliki peranan penting dalam memberikan kesaksian sesuai
keahliannya di proses persidangan. Kasus lain seperti “Ryan Jombang”
5
dimana para ahli forensik dari keilmuan sosial humaniora menunjukkan
banyak peranan dalam penyelesaian kasus di persidangan. Beberapa
contoh di atas telah menunjukkan pada kita bahwa perkembangan ilmu
forensik telah menghasilkan banyak pembaharuan pada dunia forensik
itu sendiri. Namun, tidak dapat dipungkiri penerapan forensik dari
cabang keilmuan sosial humaniora memiliki sedikit tantangan dalam
penerapannya karena pengadilan sendiri harus menentukan dan
memastikan bahwa ahli yang akan memberikan kesaksian atau
melakukan proses investigasi forensik benar-benar dapat menjelaskan
dan memahami fakta-fakta dari satu kasus (Foote & Jane, 2005: 69).
Hal ini menjadi salah satu permasalahan dikarenakan jumlah ahli
yang masih sedikit dalam konteks Indonesia. Dari penjelasan di atas,
dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya ilmu forensik telah
mengalami perkembangan dengan masuknya disiplin-disiplin ilmu,
khususnya dari bidang sosial humaniora, yang memberi peningkatan
daya analisis dan reabilitas dari hasil investigasi forensik yang
dilakukan.
1.2 Definisi Ilmu Forensik
Forensik (berasal dari bahasa latin forensis, yang berarti “dari luar”
dan sinonim dengan kata forum, yang berarti “tempat umum”) adalah
mempelajari proses penegakan keadilan melalui proses penerapan
ilmu pengetahuan, atau suatu bidang ilmu yang digunakan untuk
mendukung sains. Menurut Forensik KBBI:
1. Forensik adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari
penerapan fakta medis pada masalah hukum,
2. Pembedahan berkaitan dengan mengidentifikasi mayat untuk
keadilan dan keadilan.
Menurut Sulianta (2008), forensik adalah proses ilmiah (berbasis
ilmu) untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan bukti yang
relevan dengan adanya gugatan di pengadilan. Di sisi lain, menurut
Watson, forensik merupakan salah satu bidang yang menerapkan
analisis ilmiah pada sistem peradilan dan seringkali menjadi salah satu
alat bukti kejahatan. Pakar forensik menganalisis dan menafsirkan bukti
yang ditemukan di TKP. Bukti ini mungkin termasuk darah, air liur, serat,
6
bekas ban, obat-obatan, alkohol, serpihan cat, dan residu senjata. Dari
beberapa definisi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa definisi
forensik memiliki beberapa kata kunci kunci:
1. Forensik adalah cabang ilmu
2. Forensik menerapkan analisis ilmiah
3. Analisis bukti forensik
4. Ilmuwan Forensik
Menafsirkan Bukti di Pengadilan Sejarah forensik kembali ribuan tahun.
Teknologi sidik jari merupakan salah satu yang pertama dikembangkan
dan digunakan. Penggunaan teknologi sidik jari pada awalnya
digunakan oleh orang Cina kuno untuk mengidentifikasi dokumen bisnis.
Kemudian, pada tahun 1892, seorang "eugenicist" (pendukung dan
sering berprasangka buruk dari sistem klasifikasi ilmiah) bernama Sir
Francis Galton mendirikan sistem penelitian pertama untuk
mengklasifikasikan sidik jari. Kemudian pada tahun 1896 Sir Edward
Henry mengembangkan sistemnya sendiri berdasarkan cluster sidik jari,
aliran, pola dan berbagai fitur. Sistem Klasifikasi Henry telah menjadi
standar untuk teknologi sidik jari kriminal di seluruh dunia. Pada tahun
1835, Henry Goddard dari Scotland Yard adalah orang pertama yang
menggunakan analisis fisik untuk menemukan hubungan antara peluru
yang digunakan oleh pembunuh dan senjata api, tetapi ini belum akurat.
Pada 1920-an, dokter Amerika Calvin Goddard menemukan mikroskop,
yang meningkatkan akurasi pengujian peluru dengan membuatnya
lebih mudah untuk membandingkan peluru yang ditemukan dengan
kotak senjata api yang cocok. Kemudian, pada tahun 1970-an, tim
ilmuwan di Aerospace di California mengembangkan metode untuk
mendeteksi residu tembakan menggunakan pemindaian mikroskop
elektron, dan pada tahun 1836, seorang ahli kimia Skotlandia bernama
James Marsh telah mengembangkan bahan kimia yang mendeteksi
arsenik.
Forensik (berasal dari bahasa latin forensis, yang berarti “dari
luar” dan sinonim dengan kata forum, yang berarti “tempat umum”)
adalah mempelajari proses penegakan keadilan melalui proses

7
penerapan ilmu pengetahuan, atau suatu bidang ilmu yang digunakan
untuk mendukung sains. Menurut Forensik KBBI:
1. Forensik adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari
penerapan fakta medis pada masalah hukum,
2. Pembedahan berkaitan dengan mengidentifikasi mayat untuk
keadilan dan keadilan.
Menurut Sulianta (2008), forensik adalah proses ilmiah (berbasis
ilmu) untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan bukti yang
relevan dengan adanya gugatan di pengadilan. Di sisi lain, menurut
Watson, forensik merupakan salah satu bidang yang menerapkan
analisis ilmiah pada sistem peradilan dan seringkali menjadi salah satu
alat bukti kejahatan. Pakar forensik menganalisis dan menafsirkan bukti
yang ditemukan di TKP. Bukti ini mungkin termasuk darah, air liur, serat,
bekas ban, obat-obatan, alkohol, serpihan cat, dan residu senjata. Dari
beberapa definisi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa definisi
forensik memiliki beberapa kata kunci:
1. Forensik adalah cabang ilmu
2. Forensik menerapkan analisis ilmiah
3. Analisis bukti forensik
4. Ilmuwan Forensik
Menafsirkan Bukti di Pengadilan Sejarah forensik kembali ribuan
tahun. Teknologi sidik jari merupakan salah satu yang pertama
dikembangkan dan digunakan. Penggunaan teknologi sidik jari pada
awalnya digunakan oleh orang Cina kuno untuk mengidentifikasi
dokumen bisnis. Kemudian, pada tahun 1892, seorang "eugenicist"
(pendukung dan sering berprasangka buruk dari sistem klasifikasi
ilmiah) bernama Sir Francis Galton mendirikan sistem penelitian
pertama untuk mengklasifikasikan sidik jari. Kemudian pada tahun 1896
Sir Edward Henry mengembangkan sistemnya sendiri berdasarkan
cluster sidik jari, aliran, pola dan berbagai fitur. Sistem Klasifikasi Henry
telah menjadi standar untuk teknologi sidik jari kriminal di seluruh dunia.
Pada tahun 1835, Henry Goddard dari Scotland Yard adalah orang
pertama yang menggunakan analisis fisik untuk menemukan hubungan
antara peluru yang digunakan oleh pembunuh dan senjata api, tetapi ini
8
belum akurat. Pada 1920-an, dokter Amerika Calvin Goddard
menemukan mikroskop, yang meningkatkan akurasi pengujian peluru
dengan membuatnya lebih mudah untuk membandingkan peluru yang
ditemukan dengan kotak senjata api yang cocok. Kemudian, pada
tahun 1970-an, tim ilmuwan di Aerospace di California
mengembangkan metode untuk mendeteksi residu tembakan
menggunakan pemindaian mikroskop elektron, dan pada tahun 1836,
seorang ahli kimia Skotlandia bernama James Marsh telah
mengembangkan bahan kimia yang mendeteksi arsenik.
1.3 Cabang Ilmu Forensik
Forensik tidak hanya tentang membedah korban kecelakaan, bunuh
diri, keracunan, dan sebagainya, faktanya, lingkup forensik tak sebatas
tentang membedah mayat. Forensik sendiri memiliki arti debat atau
perdebatan. Yang dalam hal ini dikaitkan dengan perdebatan di dalam
penegakan keadilan. Forensik sendiri merupakan cabang ilmu-ilmu
yang ada di dunia. Forensik merupakan penerapan dari ilmu-ilmu
tersebut.
Ilmu-ilmu yang mendukung forensik adalah kedokteran, farmasi,
kimia, biologi, fisika, dan psikologi. Kriminalisme adalah cabang dari
forensik. Bidang forensik lainnya termasuk forensik, toksikologi forensik,
kedokteran gigi forensik, psikiatri forensik, entomologi forensik,
antropologi forensik, balistik forensik, fotografi forensik, dan serologi
forensik/biologi molekuler. Biologi molekuler forensik lebih dikenal
dengan istilah “DNA forensik”.
Kriminologi adalah penerapan atau penggunaan ilmu pengetahuan
dalam pengenalan, pengumpulan/penemuan, identifikasi, individualisasi,
dan evaluasi barang bukti fisik dengan menggunakan metode dan
teknik ilmiah untuk tujuan hukum dan keadilan (Sampurna 2000). Tentu
saja, spesialis forensik adalah ilmuwan forensik yang menyelidiki
(menganalisis) berbagai jenis bukti fisik dan mengidentifikasi, mengukur,
dan mendokumentasikan bukti fisik. Hasil analisis dievaluasi, ditafsirkan
dan dibuat sebagai laporan (pernyataan ahli) untuk tujuan hukum atau
peradilan (Eckert 1980). Penjahat harus dilatih atau dididik untuk
menyelidiki TKP dan memiliki kemampuan untuk dengan cepat
9
mengidentifikasi dan mengumpulkan bukti fisik sebelum mereka dapat
melakukan tugasnya. Dalam kasus kriminal, kriminologi, seperti
forensik lainnya, berkontribusi pada upaya untuk memberikan bukti
melalui prinsip dan metode ilmiah.
Forensik adalah aplikasi atau penggunaan obat untuk penegakan
hukum dan pengadilan. Forensik adalah ilmu yang mempelajari tentang
orang atau organ tubuh manusia dalam kaitannya dengan kasus pidana.
Di Inggris, kedokteran forensik pada awalnya dikenal sebagai kantor
koroner. Koroner adalah dokter medis yang memeriksa mayat,
melakukan otopsi forensik jika perlu, dan melakukan semua
pemeriksaan dan tes. Forensik 3 memperkenalkan kematian akibat
kekerasan dan melakukan investigasi untuk menentukan sifat kematian.
Di Amerika Serikat, ini juga disebut "pemeriksaan medis". Sistem ini
tidak berbeda jauh dengan sistem koroner Inggris. Sebagai bidang
forensik berkembang, tidak hanya berurusan dengan mayat (atau
otopsi), tetapi juga dengan orang yang hidup. Peran forensik dalam hal
ini meliputi melakukan otopsi forensik, mengidentifikasi mayat, dan
menyelidiki waktu kematian untuk menentukan apa yang sebenarnya
terjadi, apakah alami atau tidak wajar. telah terjadi. Penelitian "Time to
die" tentang kekerasan non-kekerasan seperti kekerasan seksual,
kekerasan terhadap anak di bawah umur, kekerasan dalam rumah
tangga, layanan silsilah, dan forensik di negara maju juga
mengkhususkan diri di bidang kecelakaan lalu lintas yang disebabkan
oleh narkoba. Subjek ini dikenal sebagai "pengobatan lalu lintas" di
Jerman. Dalam praktiknya, forensik tidak dapat dipisahkan dari bidang
ilmu lain seperti toksikologi forensik, serologi/biologi molekuler forensik,
kedokteran gigi forensik, dan bidang ilmu lainnya.
Toksikologi adalah studi tentang efek dan efek berbahaya dari
bahan kimia (racun) pada mekanisme biologis. Racun adalah senyawa
kimia yang dapat memiliki efek berbahaya pada organisme hidup.
Toksisitas suatu senyawa ditentukan oleh dosis, konsentrasi toksikan
pada reseptor, jenis zat, keadaan organisme atau sistem biologis,
paparan organisme, dan mekanisme kerjanya. Secara khusus,
toksikologi berkaitan dengan sifat fisiko-kimia racun, efek psikologisnya
10
pada organisme, metode untuk menganalisis racun kualitatif dan
kuantitatif dari zat biologis atau non-biologis, dan metode untuk
menghindari bahaya keracunan.Penelitian penanggulangan penelitian.
Berdasarkan penerapan LOOMIS (1978), toksikologi dibagi menjadi
tiga kelompok utama: toksikologi lingkungan, toksikologi ekonomi dan
toksikologi forensik. Toksikologi forensik berkaitan dengan aplikasi atau
penggunaan toksikologi untuk tujuan peradilan. Tugas utama
toksikologi forensik adalah analisis kualitatif dan kuantitatif zat beracun
sebagai bukti dalam proses pengadilan pidana (forensik). Toksikologi
forensik menerapkan ilmu untuk analisis racun sebagai bukti kejahatan.
Toksikologi forensik menggabungkan prinsip-prinsip dasar kimia analitik
dan toksikologi. Bidang penelitian toksikologi forensik adalah: Analisis
dan evaluasi racun mematikan, analisis keberadaan alkohol, obat-
obatan terlarang dalam cairan tubuh atau di udara yang Anda hirup.
jalan, kekerasan). kejahatan, konsumsi doping), analisis obat-obatan
terlarang dalam darah dan urin dalam kasus penyalahgunaan narkoba
dan obat-obatan terlarang lainnya.
Odontologi Forensik. Kedokteran gigi forensik, bidang keilmuan ini
dikembangkan oleh gigi, restorasi gigi, gigi palsu (penggantian gigi
yang rusak), struktur sinus maksilaris, rahang, dan struktur tulang
palatal (langit-langit keras di ujung). lidah), pola trabekular, pola
akumulasi kerak gigi, tengkuk, kerutan bibir, anatomi dan penampilan
mulut secara keseluruhan Morfologi wajah stabil atau konstan pada
setiap individu. Dari ciri-ciri di atas menjadi acuan untuk menentukan
identitas (mayat tak dikenal). Memungkinkan gundukan kartu gigi
korban, bekas gigitan dan bekas bibir digunakan sebagai bukti dalam
penyelesaian kejahatan.
Psikiatri forensik, seorang psikiater, memainkan peran yang
sangat besar dalam memecahkan berbagai masalah kriminal.
Psikogram dapat digunakan untuk mendiagnosis masalah perilaku,
kepribadian, dan kesehatan mental, menggambarkan sikap (profil)
kriminal, dan memandu penyelidik. Pembunuhan mungkin memerlukan
psikoanalisis oleh psikiater, psikolog, atau koroner untuk memeriksa
tindakan dan peristiwa yang mendahului kejahatan atau bunuh diri.
11
Masalah psyche (jiwa) dapat mempengaruhi atau mendorong
seseorang untuk melakukan kejahatan atau bunuh diri.
Entomologi forensik, \adalah ilmu tentang serangga. Ilmu ini
mempelajari jenis-jenis serangga yang hidup pada bangkai luar
ruangan pada tahapan waktu tertentu. Ahli entomologi forensik dapat
menyimpulkan berapa lama mayat berada di TKP berdasarkan spesies
serangga yang ada di sekitar mayat (TKP).
Antropolog forensik ahli dalam mengidentifikasi sisa-sisa tulang,
tengkorak, dan mumi. Tes dapat memberikan informasi tentang jenis
kelamin, ras, perkiraan usia, dan waktu kematian. Antropologi forensik
juga membantu dalam studi kasus manusia hidup. Menentukan bentuk
tengkorak bayi untuk mengganti anak di rumah sakit bersalin. Balistik
forensik, bidang ilmiah ini memainkan peran yang sangat penting.
Balistik forensik, cabang ilmu ini berperan sangat penting dalam
menyelesaikan kasus kriminal yang melibatkan senjata api dan bahan
peledak. Balistik forensik memeriksa senjata yang digunakan dalam
kejahatan, jarak dan arah tembakan, apakah senjata yang digunakan
dalam kejahatan masih berfungsi dengan baik, dan senjata yang
digunakan dalam kejahatan. Tes peluru anak yang ditemukan di TKP
dapat digunakan untuk lebih akurat menentukan jenis senjata api yang
digunakan dalam kejahatan. Area ini berisi pistol yang digunakan untuk
membandingkan dua peluru dari tubuh korban dengan dua peluru dari
senjata api yang konon digunakan dalam kejahatan untuk menentukan
apakah pistol itu benar-benar digunakan dalam kejahatan.Diperlukan
peralatan khusus, termasuk mikroskop yang Dalam hal ini, Anda juga
perlu mengidentifikasi jenis kartrid yang salah tempat. Penyelidikan
membutuhkan analisis kimia dan fisik untuk memeriksa senjata api dan
barang bukti yang tertinggal. Misalnya menganalisis peredaran logam
seperti antimon (Sb) dan timbal (Pb) di tangan penjahat dan tersangka
untuk menemukan pelaku kejahatan. Atau, analisis distribusi asap
(jelaga) pada pakaian untuk mengidentifikasi area tembakan. Di bidang
ini, kami sering bekerja sama dengan forensik untuk menganalisis
dampak cedera pada korban dalam rekonstruksi kejahatan senjata api.

12
Serologi dan Biologi Molekuler Forensik. Dengan perkembangan
pesat akhir-akhir ini di bidang biologi molekuler (imunologi dan
genetika), penggunaan bidang ini dalam prosedur forensik telah
meningkat sangat pesat. Baik darah maupun cairan tubuh lainnya
adalah bukti kejahatan yang paling umum digunakan/diterima. Dalam
ujian, seperti kecanduan dokter koroner diduga bekerja dengan ahli
toksikologi forensik dalam penyelidikan. Dalam hal ini, bukti terkuat
adalah darah dan/atau cairan tubuh lainnya. Ahli toksikologi forensik
melakukan analisis toksikologi sampel biologis untuk mencari senyawa
beracun yang dicurigai. Seorang ahli toksikologi forensik menggunakan
temuan koroner selama otopsi mayat dan hasil analisisnya untuk
menafsirkan temuan dan menarik kesimpulan tentang keterlibatan
racun dalam kejahatan yang dicurigai.
Sejak awal, penggunaan serologi/biologi molekuler di bidang
forensik terutama berfungsi untuk mengidentifikasi orang (pengurutan
identitas individu), baik pelaku maupun korban. Sistem golongan darah
(sistem ABO) pada awalnya dikembangkan untuk tujuan investigasi
(menelusuri asal dan penyebab noda darah di TKP). Perkembangan
genetika (DNA analysis) yang pesat akhir-akhir ini telah membuktikan
bahwa setiap individu memiliki DNA sidik jari yang unik, sehingga
kedepannya DNA fingerprinting akan menggantikan peran sidik jari
ketika sidik jari tidak dapat diperoleh. perlunya analisis DNA dalam
penyelidikan pembunuhan mutilasi (tubuh terpotong-potong) dan tes
paternitas (ayah asli).
Tujuan dari analisis biologis serologis/molekuler di bidang forensik
adalah:
- Menganalisis darah untuk menentukan penyebabnya (darah
manusia atau hewan atau warna getah tumbuhan, pelaku atau
korban, atau darah orang yang tidak terlibat dalam kejahatan).
- Memeriksa cairan tubuh lainnya (misalnya air liur, air mani atau
sperma vagina, rambut, potongan kulit) untuk mengidentifikasi
sumbernya ("asal").
- Tes imunologis atau DNA individu untuk mengonfirmasi identitas
individu
13
Farmasi Forensik, bidang kefarmasian, termasuk dalam dunia
kesehatan, yang erat kaitannya dengan produk dan layanan kesehatan.
Apotek adalah seni dan ilmu meracik dan menyerahkan obat-obatan
serta memberikan informasi tentang obat-obatan kepada masyarakat.
Seperti disebutkan sebelumnya, forensik dapat dipahami melalui
penerapannya pada masalah hukum (berkaitan dengan hukum).
Menggabungkan dua pengertian ini, forensik farmasi dapat diartikan
sebagai penerapan farmasi pada masalah hukum (hukum) (Anderson,
2000). Apoteker forensik adalah seorang apoteker yang profesinya
terkait dengan proses peradilan, proses regulasi, atau penegakan
hukum (sistem peradilan pidana) (Anderson, 2000).
Bidang forensik farmasi meliputi farmasi klinis, aspek administrasi
kefarmasian, dan farmasi dasar. Apoteker forensik adalah orang yang
berspesialisasi dalam pengetahuan tentang praktik kefarmasian.
Keterampilan praktis yang diujikan meliputi farmakologi klinik,
manajemen pengobatan, reaksi obat yang merugikan (dangerous
reaction), pemeriksaan dan evaluasi pasien (assessment), konseling
pasien, pemantauan pasien, dan sistem distribusi obat dan alat
kesehatan. Apoteker forensik memiliki kualifikasi dan pengalaman yang
tinggi dalam mengkaji dan menganalisis bukti medis (rekam/rekam
medis, dll) dalam kasus-kasus tersebut dan menyajikan hasil analisis
tersebut sebagai penjelasan atas efek samping obat, kesalahan
pengobatan atau keluhan lain (tuntutan hukum). Dibutuhkan oleh
pasien atau pihak lain.
Di bidang forensik lain masih banyak lagi bidang forensik selain
yang disebutkan di atas, yang diterapkan di bidang teknik, seperti
bidang studi di bidang lain seperti penelitian ilmiah, jaringan, IT, dan
akuntan forensik.
1.4 Peranan Forensik
Peranan Forensik dalam Penyelesaian Kasus Pidana
Perdanakusuma (1984) membagi forensik menjadi tiga kelompok
berdasarkan perannya dalam memecahkan kasus pidana. Golongan ini
mencakup hukum pidana dan KUHAP. Kejahatan sebagai masalah
hukum merupakan aspek pertama dari kejahatan itu sendiri. Kejahatan
14
adalah perbuatan yang melanggar hukum. 2Ilmu forensik yang
memperlakukan kejahatan sebagai masalah teknis. Kejahatan
dianggap sebagai masalah teknis. Hal ini karena kejahatan
memerlukan bantuan teknis dalam menggunakan alat selain hukum
pidana dan ilmu proses pidana mengenai bentuk perbuatannya dan alat
yang digunakannya. Kelompok ini mencakup kriminologi, forensik,
forensik, fisika forensik, toksikologi forensik, serologi forensik/biologi
molekuler, kedokteran gigi forensik, dan tomologi forensik. Sebagai
aturan, laboratorium forensik termasuk disiplin forensik, forensik dan
forensik. Sementara bidang kimia forensik mencakup analisis racun
(toksikologi forensik), fisika forensik memiliki cakupan disiplin ilmu
yang jauh lebih luas, termasuk balistik forensik, ilmu sidik jari, dan
fotografi forensik. Ketika suatu kejahatan dilakukan, pertanyaan-
pertanyaan biasanya muncul:
- Dimana itu terjadi?
- Kapan itu terjadi?
- Alat mana yang melakukan ini?
- Bagaimana dengan ini?
- Mengapa perbuatan itu dilakukan?
Soal peristiwa apa yang terjadi adalah jenis kejahatan yang terjadi,
seperti pembunuhan atau bunuh diri. Dengan bantuan forensik atau
bidang ilmu lainnya, kita dapat menyimpulkan bahwa bunuh diri adalah
penyebabnya. Oleh karena itu, penyidik ​ ​ tidak perlu melakukan
penyidikan lebih lanjut untuk menentukan siapa pelaku peristiwa
tersebut. Karena kematian itu disebabkan oleh perbuatannya sendiri.
Ilmu forensik yang memperlakukan kejahatan sebagai masalah
kemanusiaan. Kelompok ini mencakup kriminologi, psikologi forensik,
dan psikiatri/neurologi forensik. Kejahatan adalah masalah manusia
yang menjadi pelaku dan dihukum. Dalam melakukan perbuatannya,
seseorang tidak dapat dipisahkan dari jasad (tubuh) dan ruhnya.
Selanjutnya, kodrat manusia hidup sebagai makhluk sosial

15
1.5 Kesimpulan
Ilmu forensik adalah ilmu terapan sains yang dapat membantu
dalam penerapan dalam memecahkan kasus-kasus hukum. Berbagai
cabang ilmu forensic antara lain, odontology forensic kedokteran
forensic, kimia forensic, fisika, serologi/ biologi forensik.
1.6 Evaluasi
1. Sebutkan kata kunci definisi kimia forenik!
2. Sebutkan Cabang ilmu forensik!
3. Ilmu Antropologi berfungsi untuk…….
4. Ilmu Farmasi Forensik berfungsi untuk…..
5. Biologi Forensik bertugas untuk memeriksa……

16
BAB 2
Dasar-Dasar Hukum
2.1 Pendahuluan
Proses penentuan hidup atau mati sangat penting bagi hukum.
Dalam banyak hal. Pada tahun 1765 Blackstone menyatakan: Tidak
hanya melindungi kebahagiaan anggota, tetapi juga meningkatkannya.
Apa pun yang diperlukan untuk mendukung mereka,” ia melanjutkan
penelitiannya. Ini berarti bahwa "hak untuk hidup dan keanggotaan"
kematian manusia, baik kematian sipil maupun kematian wajar. dia
berkata Ini hampir tidak menyebutkan kematian alami, tetapi
menekankan bahwa ada kematian sipil (sipil). Diberikan ketika
seseorang diusir dari lingkungan atau mengikuti suatu agama.
Monastisisme, di mana dia benar-benar meninggal dalam hukum. dan
ahli waris memiliki hak miliknya.

Pada hukum perdata modern, keputusan pengadilan bertindak atas


nama penggugat membutuhkan orang dan waktu, Pelaksanaan hak
oleh orang yang selamat dari orang yang meninggal. Oleh karena itu,
bukti kematian juga dalam konteks ini Orang-orang dan waktu mereka
dapat membuat perubahan besar secara finansial. setidaknya
hukumSecara eksplisit meminta bukti kematian untuk tujuan
menghindari penipuanMalu pembagian warisan. Dalam konteks hukum
pidana, pembuktian identitas dilakukan dengan gambar dan keduanya.

Mengidentifikasi keadaan di sekitar orang-orang adalah bagian


penting dari penegakan hukum. Sebenarnya, itu (verifikasi identitas)
sebagian dasar penuntutan pembunuhan yang korbannya adalah
manusia dan benar-benar dibunuh. Selain itu, waktu kematian juga
dapat menjadi faktor penentu dalam keputusan Memproses tindak
pidana, terutama untuk membuktikan keterlibatan tersangka. Bukti
tentangPenyebab kematian sangat kompleks dan dapat menjadi subjek
pengawasan ketat di pengadilan pidana. Ilmu forensik sangat
membantu aparat penegak hukum untuk mengungkapkan suatu tindak
pidana yang terjadi mulai dari tingkat penyidikan sampai pada tahap
pengadilan terhadap kasus yang berhubungan dengan tubuh atau jiwa

17
manusia sehingga membuat terang suatu tindak pidana yang terjadi.
Kehidupan, hidup atau mati, tidak dapat menjadi subjek property. Ahli
waris tidak berhak untuk memiliki jenazah dari pendahulunya sebagai
property dan sebagai Meskipun pelaksana tidak mempunyai hak
properti atas jenazah, mereka boleh mendapatkan hak untuk memaksa
yang lain untuk menyerahkan jenazah sehingga pemakaman Setelah
pemakaman, jenazah menjadi bagian dari tanah dimana sah
dikuburkan secara pemakaman dari jenazah, atau tanpa pengecualian
hukum membedah jenazah meskipun dengan Atau mereka juga akan
dinyatakan berbuat tidak baik jika mengabaikan kewajiban suaminya
atas dasar bahwa dia memiliki hak atas kepemilikan jenazah tersebut
tanpa prosedur. Proses penentuan atas siapa yang memiliki hak
menjadi sangat vital karena seseorang dapat memperhatikan autopsi
yang mempunyai bukti, dan kecenderungan umum yang telah terjadi
pada autopsi dan kasus-kasus kepemilikan hak atas jenazah, sehingga
otorisasi autopsy dapat dilakukan atas jenazah.

Maksud dan Tujuan Hukum. Hukum adalah peraturan berupa norma


dan sanksi yang dibuat dengan tujuan mengatur tingkah laku manusia
untuk menjaga ketertiban, keadilan, dan mencegah terjadinya
kekacauan. Hukum merupakan peraturan atau adat yang secara resmi
dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah.

Hukum juga dapat diartikan sebagai undang-undang dan peraturan


untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat. Ketaatan kepada
peraturan dan hukum adalah sebuah konsep yang harus diwujudkan
dalam diri setiap warga negara. Semakin seseorang itu taat hukum,
maka bisa disimpulkan kalau tingkat kesadaran hukumnya juga tinggi.

Adanya beberapa macam definisi hukum yang diberikan oleh para


sarjana di atas menunjukkan betapa sulitnya membuat definisi hukum
yang tepat dan mencakup seluruh objeknya. Hal tersebut membuktikan
tentang kebenaran ucapan Immanuel Kant yang mengatakan bahwa
sejak kurang lebih 200 tahun yang lalu masih saja para sarjana hukum
mencari-cari suatu definisi tentang hukum. Meskipun demikian, untuk

18
sekadar dapat digunakan sebagai pegangan bagi orang yang belajar
hukum, maka definisi hukum dapat dikemukakan sebagai berikut:
“Hukum adalah segala peraturan-peraturan baik tertulis atau tidak
tertulis yang berisi perintah dan larangan yang berlakunya dapat
dipaksakan dan biasanya disertai dengan sanksi bagi yang
membuatnya.” Pengertian hukum menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) adalah peraturan atau adat yang secara resmi
dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah.

Menurut Immanuel Kant dalam buku Inleading Tot De Rechtswetsnlhap,


hukum adalah keseluruh-an syarat-syarat yang dengan ini kehendak
bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak
bebas dari orang lain. Ada-pun Ridwan Halim dalam bukunya yang
berjudul. Pengantar Tata Hukum Indonesia, mengatakan bahwa hukum
merupakan peraturan-pera-turan baik yang tertulis maupun yang tidak
tertulis yang pada dasarnya berlaku dan diakui orang sebagai
peraturan yang harus ditaati dalam hidup manusia. Menurut Aristoteles,
hukum adalah tempat masyarakat ditaati. Implementasi di anggotanya
sendiri.

Hukum pidana dan perdata. Menurut Abdulkadir Muhammad (1990:


26-28), perbedaan perkara perdata dengan perkara pidana dapat dilihat
dari berbagai aspek, yaitu:

Dasar timbulnya perkara. Perkara perdata timbul karena terjadi


pelanggaran terhadap hak seseorang seperti diatur dalam hukum
perdata. Sedangkan Perkara pidana timbul karena terjadi pelanggaran
terhadap perbuatan pidana yang telah ditetapkan dalam hukum pidana.
Perbuatan pidana tersebut bersifat merugikan negara, mengganggu
ketertiban umum, dan mengganggu kewibawaan pemerintah.

Inisiatif berperkara. Dalam perkara perdata, inisiatif berperkara


berasal dari pihak yang merasa dirugikan. Sedangkan dalam perkara
pidana, inisiatif berperkara berasal dari pihak penguasa negara melalui
aparaturnya yaitu Polisi dan Jaksa Penuntut Umum.

19
3. Istilah yang digunakan

Dalam perkara perdata, pihak yang mengajukan perkara ke


muka hakim disebut “Penggugat”, sedangkan pihak lawannya
adalah “Tergugat”. Dalam perkara pidana, pihak yang mengajukan
perkara ke muka hakim disebut Jaksa Penuntut Umum. Pihak yang
disangka melakukan kejahatan/perbuatan pidana disebut
“Tersangka”, dan apabila pemeriksaannya diteruskan ke
Pengadilan, maka pihak yang disangka melakukan kejahatan
disebut “Terdakwa”.

Tugas hakim dalam acara

Dalam perkara perdata, tugas hakim adalah mencari


kebenaran sesungguhnya dan sebatas dari apa yang dikemukakan
dan dituntut oleh pihak-pihak. Sedangkan dalam perkara pidana,
tugas hakim yaitu mencari kebenaran sesungguhnya, tidak terbatas
pada apa yang dilakukan oleh terdakwa, hakim mengejar
kebenaran materiil.

Tentang perdamaian
Dalam perkara perdata, selama belum diputus oleh hakim,
selalu dapat ditawarkan perdamaian untuk mengakhiri perkara,
sedangkan dalam perkara pidana tidak boleh dilakukan perdamaian.
Tentang sumpah
Dalam perkara perdara, mengenal sumpah decissoire yaitu
sumpah yang dimintakan oleh pihak yang satu kepada pihak yang
lain atau lawannya tentang kebenaran suatu peristiwa sedangkan
dalam perkara pidana tidak mengenal sumpah tersebut.
Tentang hukuman

Dalam perkara perdata, hukuman yang diberikan oleh hakim


kepada pihak yang kalah berupa kewajiban untuk memenuhi suatu
prestasi. Disisi lain, dalam perkara pidana, hukuman yang diberikan
kepada terdakwa berupa hukuman badan.

20
2.2 Forensik dan Hukum Pidana
Ilmu forensik dapat memberikan bantuannya dalam
hubungannya dengan proses peradilan dalam hal:
1. Pemeriksaan di tempat kejadian perkara, ini biasanya
dimintakan oleh pihak yang berwajib dalam hal dijumpai
seseorang yang dalam keadaan meninggal dunia. Pemeriksaan
oleh ahli forensik ini akan sangat penting dalam hal menentukan
jenis kematian dan sekaligus untuk mengetahui sebab-sebab
dari kematiannya tersebut, sangat berguna bagi pihak yang
berwajib untuk memproses atau tidaknya menuntut hukum.
Dalam hal ini ahli forensik akan membuat visum at repertum
sebelum mayat dikuburkan.
2. Pemeriksaan terhadap korban yang luka oleh ahli forensik
dimaksudkan untuk mengetahui ada atau tidaknya
penganiayaan, menentukan ada atau tidaknya kejahatan atau
pelanggaran kesusilaan, untuk mengetahui umur seseorang dan
untuk menetukan kepastian seorang bayi yang meninggal dalam
kandungan seorang ibu.

Ilmu forensik sangat membantu aparat penegak hukum


untuk mengungkapkan suatu tindak pidana yang terjadi mulai dari
tingkat penyidikan sampai pada tahap pengadilan terhadap kasus
yang berhubungan dengan tubuh atau jiwa manusia sehingga
membuat terang suatu tindak pidana yang terjadi. Hubungan ilmu
forensik dan penyidikan

Dilihat dari sisi peranannya dalam penyelesaian kasus-kasus


kejahatan. Maka ilmu-ilmu forensik dibagi dalam 3 golongan:
1. Ilmu-ilmu forensik yang menangani kejahatan sebagai
masalah yuridis,yaitu:
a. Hukum pidana
b. Hukum acara pidana
2. Ilmu-ilmu forensiik yang menangani kejahata sebagai masalah
teknis,yaitu:
a. Ilmu kedokteran forensik

21
b. Ilmu kimia forensik termasuk toksikologi
c. Ilmu fisika forensik antara lain:
Balistik, daktiloskopi, identifikasi, fotografi dan
sebagainya.Ketiga ilmu tersebut lazim disebut
“kriminalistik”.
3. Ilmu-ilmu forensik yang menangani kejahatan sebagai
masalah manusia:8
a. Kriminologi
b. Psikologi forensik, dan
c. Psikiatri neurologi forensik

Ditinjau dari aspek tersebut di atas, dapat dikatakan pula bahwa


suatu “kejahatan” disamping merupakan masalah yuridis sekaligus
juga merupakan masalah teknis dan masalah manusia. Dengan
demikian sebenarnya, mekipun hukum pidana dan hukum acara
pidana memegang peranan penting dalam penyelesaian
penanganan masalah kasus kriminal, akan tetapi tidaklah berarti,
bahwa dengan mempergunakan kedua ilmu itu di dalam
menyelesaikan kasus kriminal akan selalu dapat dihasilkan suatu
penyelesaian yang benar-benar tuntas, sehingga mencerminkan
tegaknya kebenaran dan keadilan.
2.6 Forensik dan Hukum Perdata
Dalam kaidah hukum yang ditentukan itu, setiap orang diharuskan
untuk bertingkah laku sedemikian rupa, sehingga kepentingan anggota
masyrakat lainnya akan terjaga dan dilindungi dan apabila kaidah
hukum tersebut dilanggar, maka kepada yang bersangkutan akan
dikenakan sanksi atau hukuman. Perlu ditegaskan, bahwa yang
dimaksud dengan kepentingan adalah hak-hak dan kewajiban-
kewajiban perdata, yang diatur dalam Hukum Perdata materiil. Sebagai
lawan Hukum Perdata materiil adalah Hukum Perdata formil.
Hukum Acara Perdata juga disebut Hukum Perdata formil, yaitu
mengatur cara bagaimana melaksanakan hak-hak dan kewajiban-
kewajiban perdata sebagaimana yang diatur dalam Hukum Perdata
materiil.

22
Burgerlijk Wetboek voor Indonesiae disingkat BW dalam Buku
Keempat dan Reglement Catatan Sipil memuat pula peraturan-
peraturan Hukum Acara Perdata, kaidah-kaidah mana sejak semula
hanya berlaku untuk golongan penduduk tertentu, yang baginya berlaku
Hukum Perdata barat. Hukum Acara Perdata terdapat dalam Undang-
undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1970 No. 74), Undang-undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 1985
tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1985 No. 73), Undang-undang Rpublik Indonesia No. 2 Tahun
1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1986 No. 20), Undang-undang Republik Indonesia No. 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1989 No. 49) dan dalam Undang-undang Republik Indonesia No.
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, serta peraturan pelaksanaannya
(Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975).
Sedang yang mengatur persoalan banding, khususnya untuk
wilayah Jawa dan Madura berlaku Undang-undang 1947 No. 20
tentang Pengadilan Peradilan Ulangan, yang mulai berlaku pada tangal
24 Juni 1947. Berdasarkan yurisprudensi Undang-undang 1947 No. 20,
kini berlaku juga untuk wilayah di luar Jawa dan Madura. Selain itu,
untuk beberapa masalah yang tidak diatur dalam HIR dan RBg, apabila
benar-benar dirasakan perlu dan berguna bagi praktek pengadilan,
dapat peraturan-peraturan yang terdapat dalam Reglement of de
Burgerlijke Rechtsvordering, disingkat RV. Misalnya, perihal
penggabungan (voeging), penjaminan (vrijwaring), intervensi
(interventie) dan rekes sipil (request civieel).
Juga surat Edaran Mahkmah Agung, disingkat SEMA, khusus
ditujukan kepada pengadilan-pengadilan bawahannya (Pengadilan
Tinggi dan Pengadilan Negeri), yang berisikan instruksi dan
petunjukpetunjuk bagi para hukum dalam menghadapi perkara perdata,
mempengaruhi Hukum Acara Perdata. Misalnya SEMA No. 02 Tahun
1964 yang berisikan instruksi penghapusan sandera (gijzeling), sedang
SEMA No. 13 Tahun 1964, SEMA No. 06 Tahun 1975 dan No. 03
23
Tahun 1978 memberi petunjuk tentang putusan yang dapat dijalankan
lebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad).
Supomo dalam bukunya “Hukum Acara Perdata Pengadilan
Negeri” menerangkan bahwa pembuktian mempunyai arti luas dan arti
terbatas. Di dalam arti luas membuktikan berarti memperkuat
kesimpulan hakim dengan syarat-syarat bukti yang sah. Di dalam arti
yang terbatas membuktikan hanya diperlukan apabila yang
dikemukakan oleh penggugat itu dibantah oleh tergugat. Apabila yang
tidak dibantah itu tidak perlu dibuktikan. Kebenaran dari apa yang tidak
dibantah tidak perlu dibuktikan.
Sudikno Mertokusumo dalam bukunya “Hukum Acara Perdata
Indonesia” mengatakan bahwa membuktikan mengandung beberapa
pengertian yaitu arti logis, konvensional dan yuridis. Membuktikan
dalam arti logis adalah memberikan kepastian yang bersifat mutlak,
karena berlaku bagi setiap orang dan tidak memungkinkan adanya
bukti lawan. Untuk membuktikan dalam arti konvensional, di sini pun
berarti juga memberi kepastian, hanya saja bukan kepastian mutlak,
melainkan kepastian nisbi atau relatif sifatnya dan membuktikan dalam
arti yuridis tidak lain berarti memberi dasar yang cukup kepada hakim
yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna memberi kepastian
tentang kebenaran peristiwa yang diajukan. Ada suatu proses perdata,
salah satu tugas hakim adalah untuk menyelidiki apakah suatu
hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan.
Perihal tersebut di jawab oleh Pasal 164 HIR yang menyebutkan 5
macam alat-alat bukti, ialah : a. Bukti surat; b. Bukti saksi; c.
Persangkaan; d. Pengakuan; e. Sumpahan. Pada prakteknya, masih
terdapat satu macam alat bukti lagi yang sering dipergunakan ialah
“pengetahuan hakim”. Yang dimaksud dengan “pengetahuan hakim”
adalah hal atau keadaan yang diketahuinya sendiri oleh hakim dalam
sidang, misalnya hakim melihat sendiri pada waktu melakukan
pemeriksaan setempat bahwa benar ada barang-barang penggugat
yang di rusak oleh tergugat dan sampai seberapa jauh kerusakannya
itu. Perihal pengetahuan hakim tersebut di atas, Mahkamah Agung
dengan keputusannya tertanggal 10 April 1957 No. 213 k/Sip/1955
24
telah memberi pendapatnya sebagai berikut : “hakim-hakim
berdasarkan pasal 138 ayat (1) bersambung dengan pasal 164
Herziene Indonesisch Reglement tidak ada keharusan mendengar
penerangan seorang ahli, sedang penglihatan hakim pada suatu tanda
tangan di dalam sidang boleh dipakai hakim itu sebagai pengetahuan
sendiri di dalam usaha pembuktian”. Melihat putusan tersebut di atas
nampak jelas, bahwa “pengetahuan hakim” merupakan alat bukti.
2.7 Penyidik dan Penyelidikan
Penyidik menurut Pasal 1 butir ke-1 KUHAP adalah pejabat
polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil
tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk
melakukan penyidikan. KUHAP lebih jauh lagi mengatur tentang
penyidik dalam Pasal 6, yang memberikan batasan pejabat penyidik
dalam proses pidana. Adapun batasan pejabat dalam tahap
penyidikan tersebut adalah pejabat penyidik POLRI dan Pejabat
penyidik negeri sipil.
Penyidik pembantu selain diatur dalam Pasal 1 butir ke 1
KUHAP danPasal 6 KUHAP, terdapat lagi Pasal 10 yang mengatur
tentang adanya penyidik pembantu disamping penyidik. Untuk
mengetahui siapa yang dimaksud dengan orang yang berhak
sebagai penyidik ditinjau dari segi instansi maupun kepangkatan,
ditegaskan dalam Pasal 6 KUHAP. Dalampasal tersebut ditentukan
instansi dan kepangkatan seorang pejabat penyidik. Bertitik tolak
dari ketentuan Pasal 6 KUHAP yang dimaksud, yang berhak
diangkat sebagai pejabat penyidik antara lain adalah:
a. Pejabat Penyidik Polri Agar seorang pejabat
kepolisian dapat diberi jabatan sebagai penyidik, maka harus
memenuhi syarat kepangkatan sebagaimana hal itu ditegaskan
dalam Pasal 6 ayat (2) KUHAP. Menurut penjelasan Pasal 6
ayat (2), kedudukan dan kepangkatan yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah, diselaraskan dan diseimbangkan dengan
kedudukan dan kepangkatan penuntut umum dan hakim
peradilan umum. Peraturan Pemerintah yang mengatur masalah
kepangkatan penyidik adalah berupa PP Nomor 27 Tahun 1983.
25
Syarat kepangkatan dan pengangkatan pejabat penyidikan
antara lain adalah sebagai berikut:
b. Pejabat Penyidik Penuh Pejabat polisi yang dapat diangkat
sebagai pejabat “penyidik penuh”, harus memenuhi syarat-
syarat kepangkatan danpengangkatan,yaitu:
1) Sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan
Dua Polisi;
2) Atau yang berpangkat bintara dibawah Pembantu
Letnan Dua apabila dalam suatu sektor kepolisian tidak
ada pejabat penyidik yang berpangkat Pembantu Letnan
Dua;
3) Ditunjuk dan diangkat oleh Kepala Kepolisian
Republik Indonesia
c. Penyidik Pembantu
Pasal 10 KUHAP menentukan bahwa Penyidik Pembantu
adalah Pejabat Kepolisan Negara Republik Indonesia yang
diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara menurut syarat-
syarat yang diatur denganperaturanpemerintah. Pejabat polisi
yang dapat diangkat sebagai “penyidik pembantu” diatur
didalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun1983
jo. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010. Menurut
ketentuan ini, syarat kepangkatan untuk dapat diangkat
sebagai pejabat penyidik pembantu:
1) Sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua Polisi;
2) Atau pegawai negeri sipil dalam lingkungan Kepolisian
Negara dengan syarat sekurang-kurangnya berpangkat
Pengatur Muda (Golongan II/a);
3) Diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia atas
usul komandan atau pimpinan kesatuan masing-masing.
4. Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Penyidik Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b
KUHAP, yaitu pegawai negeri sipil yang mempunyai fungsi dan
Wewenang dalam menangani tindak pidana

26
Kesimpulan

Forensik dapat bekerja dalam setiap kasus hukum sesuai dengan


bidang acaranya. Forensik mampu mempermudah mencari tahu
penyebab kematian dan mengetahui siapa yang bersalah baik dalam
hukum pidana maupun perdata

Evaluasi

1. Apa hubungan forensik dengan hukum pidana!

2. Jelaskan hubungan forensik dalam kasus perdata!\

3. Apa beda penyidik dan penyelidik? Tuliskan hukum yang berlaku!

27
BAB 3
Ilmu Pembuktian
3.1 Pendahuluan
Setiap akan dilakukannya suatu penyidikan, langkah awal dari
penyidikan tersebut adalah penyidik harus mengecek apakah benar
telah terjadi suatu tindak pidana dan selanjutnya melakukan
penanganan tempat kejadian perkara, sehingga dapat dikatakan setiap
tindak pidana dapat dilakukan penanganan tempat kejadian perkara,
namun ada juga tindak pidana yang tidak memerlukan penanganan
tempat kejadian perkara yakni dalam hal tindak pidana yang ringan
serta mudah pembuktiannya yang tidak harus meninjau ketempat
kejadian perkara tersebut berlangsung untuk mencari bukti misalnya
penipuan, penghinaan, penganiayaan ringan dan sebagainya.
Adapun tindak pidana yang sering dan memang sangat memerlukan
penanganan tempat kejadian perkara adalah:
1. kasus kebakaran yakni agar kita bisa memastikan bahwa apakah
kebakaran tersebut benar merupakan suatu tindak pidana atau
hanya kejadian yang tidak disengaja atau pun hanya karena
konsleting listrik pada kasus ini penyidik dibantu oleh ahli sehingga
dari bantuan ahli tersebut kita dapat menemukan nya suatu bukti
dari kebakaran tersebut.
2. pembunuhan maupun pembunuhan berencana juga dilakukan
pengolahan tempat kejadian perkara disebabkan korban telah
meninggal sehingga penyidik mengalami kesulitan jika tidak
langsung melakukan pengolahan tempat kejadian perkara guna
mengetahui kejadian tersebut dengan sebenarnya.
3. Pencurian ataupun pencurian dengan pemberatan, penganiayaan
khususnya penganiayaan berat yang menghilangkan nyawa orang
lain , pemerkosaan, penemuan mayat, laka lantas namun dalam
laka lantas dilakukan secara tersendiri oleh Polantas dan
sebagainya
3.2 Barang Bukti
Saat menangkap atau menahan tersangka apabila masih ada di
tempat kejadian perkara serta mengumpulkan bukti-bukti agar dengan
28
bukti-bukti demikian tersangka dapat diketahui dan ditemukan apabila
sudah melarikan diri dan dengan bukti-bukti tersebut tersangka dapat
dihukum. Menurut M karjadi, didalam bukunya tentang Tindakan dan
Penyidikan Pertama di Tempat Kejadian Perkara, didalam menangani
tempat kejadian perkara, bukti yang terdapat ditempat kejadian perkara
dapat dibagi menjadi dua: bukti hidup,yakni saksi-saksi yang terdiri dari
manusia yang kemudian akan memberikan keterangan apa yang telah
mereka lihat, dengar, rasa, raba, bau atau yang mereka alami. bukti
mati, yakni barang-barang bukti yang pekak tidak dapat berbicara dan
semua bekas-bekas kejadian tersebut.
1. Bukti Hidup
Dalam mengumpulkan keterangan dari para saksi maka penyidik
harus diam yakni sedikit berbicara dan hanya yang perlu saja yang
berupa pertanyaanpertanyaan yang ditanyakan kepada para saksi
dimana penyidik tidak boleh melakukan atau memikirkan dugaan,
sangkaan, atau sesuatu dengan kira-kira. Penyidik harus melihat,
mendengar,dan apa yang ia ketahui dikumpulkan baik-baik dan baru
diolah untuk mendapatkan kesimpulan dari kejadian tersebut,
keterangan-keterangan saksi itu dicatat karena jika kemudian ada
perbedaan karena jika kemudian ada perbedaan dengan keterangan
para saksi dipengadilan maka penyidik dapat menerangkan dengan
sumpah disidang pengadilan.
Apabila seorang saksi yang sedang sekarat/akan mati maka
penyidik harus segera mendengar kesaksiannya sebab ada
kemungkinan saksi itu dapat menyebut satu dua patah kata yang
penting dalam pengusutan/penyidikan.
2. Bukti Mati
Bukti mati itu adalah semua apa saja yang terdapat di tempat
kejadian perkara, juga bekas-bekas seperti jejak-jejak kaki, sidik jari,
bekas darah, sebuah pistol, pisau yang merupakan bukti mati, malah
jarak juga merupakan bukti mati, misalnya dengan menentukan letak
sebuah pistol dengan letak arah dan jarak tangan sikorban, akan dapat
disidik apa peristiwa itu kejahatan, kecelakaan, ataupun bunuh diri.

29
Walaupun barang bukti/benda sitaan secara yuridis formal bukan
berstatus sebagai alat bukti yang sah, bahkan merupakan benda mati
yang tidak dapat berbicara. Akan tetapi dalam praktik penegakan
hukum barang bukti tersebut ternyata dapat dikembangkan dan dapat
memberikan keterangan yang berfungsi untuk pengambilan dan
pengumpulan bukti mati pada saat pemeriksaan tempat kejadian
perkara dilakukan dengan cara, penyidik melakukan penyitaan barang
bukti dan pengambilan jejak (bila ditemukan seperti sidik jari/lutut,darah,
sperma dll) di tempat kejadian perkara dan setelah itu membuat berita
acara penyitaannya yang nantinya berguna pada saat dipersidangan.
bernilai sebagai alat bukti yang sah dalam bentuk keterangan saksi,
keterangan ahli (visum et repertum(VER)) dan keterangan terdakwa.
Misalnya sebuah benda berupa senjata api atau senjata tajam
setelah diambil/disita dari tempat kejadian perkara menjadi barang bukti
kemudian ditunjukkan dan ditanyakan kepada saksi dan saksi tersebut
memberikan keterangan bahwa bukti tersebut oleh tersangka telah
digunakan untuk melakukan pembunuhan/ penganiayaan. Kemudian
keterangan saksi diperkuat dengan keterangan tersangka yang
membenarkan keterangan saksi tersebut. Demikian pula mayat korban
pembunuhan setalah dilakukan pemeriksaan ilmiah oleh ahli
kedokteran kehakiman (laboratorium forensik) kemudian hasil
pemeriksaannya dituangkan kedalam visum et repertum yang isi nya
bersesuaian dan memperkuat keterangan saksi atau tersangka, maka
barang bukti/benda sitaan/benda mati yang berubah bentuk menjadi
VER yang dengan sendirinya mempunyai nilai dan kekuatan sebagai
alat bukti yang sah dalam bentuk keterangan ahli.
Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa barang bukti/benda
sitaan meskipun bukan merupakan alat bukti yang sah tetapi dalam
praktek penegakan hukum ternyata dapat dikembangkan dan
mempunyai manfaat/kegunaan dalam upaya pembuktian atau setidak-
tidaknya dapat berfungsi sebagai sarana untuk mendukung dan
memperkuat keyakinan hakim73 sebagaimana yang terdapat pada
pasal 181 KUHAP yang berbunyi:

30
1. hakim ketua sidang memperlihatkan kepada terdakwa segala barang
bukti dan menyatakan kepadanya apakah ia mengenal benda itu
dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 45 undang-undang ini.
2. jika perlu benda itu diperlihatkan juga oleh hakim ketua sidang
kepada saksi.
3. apabila dianggap perlu untuk pembuktian, hakim ketua sidang
membacakan atau memperlihatkan surat atau berita acara kepada
terdakwa atau saksi dan selanjutnya minta keterangan seperlunya
tentang hal itu.
Disamping itu dengan diajukannya barang bukti didepan
persidangan, maka hakim melalui putusannya dapat secara sekaligus
menetapkan status hokum dari barang bukti yang diambil pada saat
pemeriksaan tempat kejadian perkara yakni dapat ditetapkan kepada
pihak yang paling berhak atau dirampas untuk kepentingan negara atau
untuk dimusnahkan atau dirusak sehingga tidak dapat dipergunakan lagi.
Sehingga dalam pengambilan dan pengumpulan barang bukti harus
dilakukan dengan cara yang benar disesuaikan dengan bentuk/macam
barang bukti yang akan diambil/dikumpulkan yang dapat berupa benda
padat, cair dan gas. Adapun yang dapat diambil dan dikumpulkan
barang bukti oleh penyidik dalam kasus-kasus yakni:
A. Jika tindak pidana dengan/ disertai pembongkaran dan memasuki
tempat tertutup.
1. jalur masuk/ keluar pelaku adalah bekas ban kendaraan ataupun
bekas kaki/sepatu/sandal
2. Ceceran puntung/bungkus rokok, sandal, saputangan dan lain-
lain. Tetesan atau bekas tetesan darah.
3. Pada tempat masuk/keluar (jendela,pintu) adalah sidik jari, bekas
kaki, bekas alat pembongkar (obeng, linggis dan lain-lain),
rambut.
4. Didalam TKP (ditempat-tempat diperkirakan terjadi kontak
dengan pelaku) adalah sidik jari, bekas kaki, barang-barang yang
tertinggal dari pelaku puntung/bungkus rokok, saputangan,
sarung tangan, korek api, kancing pakaian, rambut, tanah dan
31
lain-lain. Bekas gigitan pada makanan/ buah-buahan, darah,
peluru senjata tajam/senjata api, tali, alat pemukul dan lain-lain.
5. Pada korban mati adalah darah, pakaian, bekas-bekas
perlawanan seperti rambut, hasil goresan kuku, serat
pakaian,luka-luka atau cedera atau korban, benda-benda asing
bukan berasal dari tubuh, pengambilan sidik jari pada kulit tangan,
badan dan bekas cekikan pada leher.
6. Pada pelaku/orang yang dicurigai (termasuk tempat kediamannya)
adalah darah, pakaian-pakaian, sepatu, sandal, (termasuk tanah,
rumput yang melekat),sidik jari, cakaran kuku,dan bekas gigitan,
rambut dan bekas-bekas luka, kendaraan tersangka, alat-alat
senjata yang ada kaitannya dengan pelaku/tersangka yang
dicurigai
B. Jika pada kasus pembakaran (kebakaran yang disengaja),
kebakaran (kelalaian) antara lain harus diambil dan dikumpulkan
barang bukti sebagai berikut:
1. Di jalur mendekat/keluar adalah ceceran bahan bakar, minyak
tanah, bensin, thiner dan lain-lain. Ceceran alat pembakar seperti
korek api, kain, kayu. Ceceran tempat bahan bakar seperti kaleng,
botol kaca/plastik. Jejak kaki/sepatu/sandal, puntung rokok.
2. Di tempat kejadian perkara adalah bekas/sisa bahan bakar
seperti minyak tanah, bensin, thiner, bahan peledak. Bekas atau
sisa obat pembara seperti korek api, detonator/fuse. Potongan
kawat listrikyang sambungannya tidak sempurna, sekering dan
kotak sekering.sambungan pipa gas/klep pengaman yang bocor.
Gas, sisa/hasil bakar. Sisa kompor/lampu/obat nyamuk.
3. Pada tersangka (termasuk tempat kediamannya) adalah
bekas/sisa dan bau bahan bakar. Sisa alat pembakar seperti
rokok.76
C. jika pada tindak pidana narkotika/obat bius barang bukti yang dapat
diambil adalah sebagai berikut:
1. Pada korban adalah bahan/obat-obatanyang diduga narkotika
baik jenis maupun wujudnya. Obat-obatan yang diduga
berbahaya. Alat-alat suntikan. Bekas-bekas suntikan.
32
2. Di tempat kejadian perkara adalah catatan-catatan tiker serta
halhal lainnya. Bahan obat-obatan yang diduga narkotika baik
jenis maupun wujudnya. Obat-obatan berbahaya, alat-alat
suntikan, bekas bungkus/sampul obat, alat isap (sedot).
3. Pada tersangka (termasuk tempat kediamannya) adalah
bahan/obat-obatan yang diduga narkotika baik jenis maupun
wujudnya. Obat-obatan bahan berbahaya, alat-alat suntikan,
bekas bungkusan/sampul obat.
D. Jika kasus yang ada hubungannya dengan racun maka bukti yang
dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Pada korban adalah muntahan, data kesehatan (medical history)
yang bisa didapat pada dokter/ RS dimana korban pernah
berobat. Obat-obatan/racun (pada badan atau pakaian).
2. Ditempat kejadian perkara adalah obat-obatan berbahaya. Sisa
makanan/minuman. Sisa racun termasuk racun
tikus/serangga/tumbuh-tumbuhan. Desinfektan (karbol, glysol).
3. Pada tersangka adalah obat obatan berbahaya serta sisa racun.
E. Jika kasus yang terjadi merupakan kejahatan susila barang bukti
yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Pada korban adalah noda darah, sperma. Rambut, serat pakaian.
Pakaian termasuk pakaian dalam. Bekas-bekas perlawanan
seperti benda yang melekat dikuku/tangan.
2. Ditempat kejadian perkara adalah noda darah, sperma. Sidik jari,
bekas kaki. Rambut, tanah yang tercecer. Barang-barang yang
tertinggal dari pelaku seperti sapu tangan, kertas-kertas,
puntung rokok, korek api, botol minuman. Bekas-bekas
perlawanan.
3. Pada tersangka (termasuk tempat kediamannya) adalah noda
darah, sperma, rambut. Pakaian yang dicurigai. Rokok dan korek
api. Bekas-bekas perlawanan korban, rumput, tanah yang
melekat pada pakaian/sepatu.serta sidik jari dan cetakan
kaki/sepatu/sandal.
F. Jika kasus yang terjadi merupakan tindak pidana pemalsuan surat
barang bukti yang dapat diambil adalah sebagai berikut: Alat tulis
33
menulis. Bekas-bekas kertas korban. Klise-klise untuk cetakan.
Tinta-tinta, kanvas, dokumen atau surat berharga. Contoh-contoh
tanda tangan. Cap-cap palsu (stempel). Alat-alat cetak.
G. Jika kasus yang terjadi merupakan kecelakaan lalu lintas (sengaja
atau tidak, termasuk tabrak lari) bukti yang dapat diambil adalah
sebagai berikut:
1. Pada korban adalah (termasuk kendaraan miliknya) barang atau
benda yang terpindah dari kendaraan bermotor lawan seperti cat
pakaian korban serta pakaian korban.
2. Ditempat kejadian perkara adalah bekas rem dan jejak-jejak lain
dari kendaraan. Cat mobil, minyak oli, pecahan kaca.
Pecahanpecahan kasar dari kendaraan bermotor. Pada
kendaraan motor yang dicurigai. Barang yang terpindah dari
korban atau kendaraannya seperti serat pakaian, darah kering,
rambut, daging/kulit korban. Bekas kerusakan yang baru terjadi
contoh cat mobil, minyak oli dan rem serta kaca.
Jika pengambilan dan pembungkusan barang bukti yang
memerlukan bantuan ahli (seperti identifikasi, labfor dan dokter forensik)
maka cara pengambilannya adalah:
A. Jika kejahatan yang menggunakan pisau, pisau yang digunakan
ada sidik jarinya maka cara pengambilannya adalah:
1. Menggunakan tali yang diikatkan pada pangkal, pisau dapat
diangkat dengan mempergunakan ujung ibu jari dan telunjuk,
jangan sekali-sekali menggenggamnya.
2. Letakkan diatas sehelai karton tebal, ikat dengan kawat yang
halus atau benang yang kuat.
3. Masukkan pisau yang telah terikat pada karton tersebut kedalam
kotak yang sesuai sehingga tidak dapat bergeser.
4. Bungkus, segel dan beri label untuk kepentingan pemeriksaan
identifikasi.
B. Jika senjata api yang diperkirakan terdapat sidik jari maka:
1. Pungutlah senjata api tersebut dengan mempergunakan ujung
ibu jari dan jari telunjuk pada bagian pelindung penarik,
kemudian angkat perlahan-lahan.
34
2. Letakkan senjata api tersebut pada sehelai karton yang tebal,
ikat dengan benang atau tali yang cukup kuat pada bagaian
pemegang dan pangkal larasnya.
3. Apa bila pada ujung laras senjata api didapat bekas-bekas
sobekan kain, rambut maka ini harus dijaga jangan sampai
rusak atau hilang.
4. Pada ujung laras hendaknya ditutup dengan kertas dan diikat
agar tidak kemasukan kotoran.
5. Masukkan senjata api tersebut pada sebuah kotak yang sesuai
ukurannya agar tidak dapat bergerak.
6. Kemudian tutup, bungkus, segel dan beri label.
C. Jika anak peluru yang ditemukan di tempat kejadian perkara maka:
1. Ambil dengan hati-hati menggunakan ujung telunjuk dan ibu jari
pada kedua ujung anak peluru tersebut dan jangan sampai
menambah goresan.
2. Jika ditemukan lebih dari satu peluru pisahkan satu dengan yang
lain, bungkus satu persatu dengan terlebih dahulu dibalut kapas.
D. Jika terdapat selongsong peluru maka: dalam kepentingan
pembuktian selongsong ada pada bagian dasar, maka cara
mengambilnya dengan menggunakan alat (lidi, pensil dll)
dimasukkan dalam lubang selongsong dan dimasukkan kedalam
kantong pelastik.
E. Jika serbuk/ mesiu maka:
1. Parafin/lilin yang telah dicairkan, balutkan atau tumpahkan pada
bagian yang terdapat mesiunya.
2. Setelah kering buka parafin tersebut dan masukkan pada
kantong plastik yang bersih bungkus, segel dan beri label.
F. Jika peluru yang belum terpakai maka:
1. Caranya sama dengan anak peluru dan selongsong.
2. Jika masih terdapat didalam selinder supay dibiarkan dan jangan
dikeluarkan.
3. Jika masih terdapat dalam magazen maka magazen tersebut
harus dikeluarkan dari senjatanya, dengan menggunakan alas
sapu tangan dan jangan merusak/mengjilangkan sidik jari yang
35
mungkin terdapat pada senjatanya, bungkus, segel dan beri
label.
G. Jika pecahan logam, peluru/serpihan (bahan peledak, kaca dll)
1. Membungkus secara terpisah baik menurut jenisnya, waktu
maupun tempat diketemukannya.
2. Pengambilan dan pengumpulannya sama seperti pada anak
peluru, bungkus, segel dan beri label.
H. Pada pakaian sikorban maka:
1. Dibungkus tersendiri terutama bila ada lubang peluru, sobek
karena pisau, noda darah, sperma pada pakaian tersebut.
2. Bungkus segel dan beri label.
I. Jika dokumen atau surat maka:
1. Semua dokumen yang ada hubungannya dengan tindak pidana
dan yang disita harus dijaga keasliannya. jangan sampai terjadi
kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan akibat kecerobohan
cara mengambil, mengumpulkan dan menyimpan.
2. Lipatlah sesuai dengan lipatan aslinya.
3. Jangan mengadaka coret-coretan pada dokumen tersebut.
4. Jika hendak memberi tanda pada sampul dimana dokumen
tersebut disimpan, simpan pada sampul/amplop.kemudian
bungkus, diikat, label dan segel.
J. Jika pada rambut maka:
1. Pungutlah rambut-rambut dengan menggunakan pinset.
2. Tempatkan rambut tersebut pada sehelai kertas putih kemudian
lipatlah kertas tersebut sehingga rambut itu terjepi ditengahnya.
3. Masukkanlah lipatan kertas itu kedalam kotak/kantong tutup
rapat-rapat, bungkus, segel dan beri label.
K. Jika pada sperma maka cara pengambilannya adalah:
1. Jika masih basah usahakan untuk dapat dipindahkan kedalam
botol kaca dan tutup rapat.
2. Jika sudah kering biarkan pada tempatnya semula, bungkus
bersama tempatnya, beri label dan segel.
L. Jika pada darah maka cara pengambilannya adalah:

36
1. Darah basah yang ditemukan pada benda-benda lunak antara
lain pakaian, sprei, selimut, keset dll.
a. jumlah kecil: potong/guntinglah setengah dari pada tempat
masukkan kedalam botol kemudian cairkan saline (larutan
garam dapur NaCl 0.9%) dan tutup rapat, bungkus, beri
label dan segel.
b. jumlah besar: pindahkan darah yang tergenag itu kedalam
botol/bejana dengan menggunakan pipet tambahkan cairan
saline kedalamnya kira-kira 1/5 dari jumlah darahnya,
2. Darah basah yang ditemukan pada benda keras antara lain ubin,
\besi dan batu.
a. jumlah kecil: usahakan memindahkan sebanyak mungkin
darah tersebut didalam botol yang bersih, berikan cairan
saline 1.5 dari arah yang ada tutup yang rapat, bungkus beri
label dan segel. Sisanya biarkan mengering kemudian korek
dengan pisau/silet secukupnya. Masukkan dalam lipatan
kertas putih, masukkan dalam amplop, beri label dan segel.
b. jumlah besar: contoh darah yang diambil dalam jumlah yang
lebih banyak, caranya sama dengan pada darah jumlah yang
kecil.
3. Darah kering yang diketemukan pada benda-benda lunak antara
lain pakaian, sprei, selimut, keset dll.
a. jumlah kecil: ambil dan bungkus barang/bagian barang
dimana darah kering melekat beri label dan segel
b. jumlah banyak caranya sama dalam pegambilan darah yang
basah.
4. Darah kering yang ditemukan pada benda keras antara lain ubin,
besi dan batu.
a. Jumlah kecil: kerik seluruhnya masukkan kedalam
bejana/botol tuangkan cairan saline secukupnya an butol
ditutup rapat bungkus dan beri label dan segel.
b. Jumlah besar: kerik sebanyak mungkin dan seterusnya
caranya sama seperti pengambilan darah yang basah.

37
5. cairan yang lain cara pengambilannya dan pengawetan dapat
dilakukan sama dengan cara pengambilan darah dan sperma.
M. Jika sisa makanan/muntahan makanan.
Pindahkan kedalam botol/kantong plastik yang diangkat dengan
cara menggunakan sendok atau alat lain kemudian ditutup/diikat
dan disegel.
N. Untuk jejak jari, jejak jari terbagi menjadi 3 jenis yakni :
1. Jejak jari yang nyata (langsung dapat dilihat, miaslnya jejak jari
berasal dari jari-jari yang kotor karena tanah, oli, darah dll)
2. Jejak jari plastik(akibat dari pada barang –barang lunak yang
terpegang misalnya: coklat, mentega, sabun. Sehinga
menimbulkan lekukan-lekukan yang menggambarkan jari
dengan garis-garis pilarnya)
3. Jejak jari laten( jejak jari yang perlu dikembangkan terlebih
dahulu sebelum dapat dilihat) jenis ini merupakan jejak jari
terbanyk yang dapat dijumpai di TKP, jejak jari ini sangat tinggi
nilai buktinya dalam suatu perkara tindak pidana karena:tidak
ada orang memiliki sidik jari yang sama, sidik jari tidak pernah
berubah seumur hidup, sidik jari dapat dirumus. Cara
pengambilan jejak jari yang ditemukan di TKP dilakukan
sebagai berikut:
a. Potret jejak jari yang ditemukan (bila laten harus
dikembangkan terlebih dahulu dengan metode serbuk atau
metode kimia).
b. Angkat (lifting), jejak jari yang ditemukan dengan lifter bagi
jejak jari latent yang telah dikembangkan dengan serbuk,
kemudian tempelkan pada kartu “pendapatan sidik jari dari
TKP”.
c. Cetak jejak jari plastis yang ditemukan dengan silikon dan
turunkan hasil cetakannya dalam kotak yang sesuai dengan
ukurannya.
d. Bagi jejak jari nyata, usahakan untuk dikirim bersama
benda/barang, bila mana ia melekat. Bila benda/barang
tersebut terlalu besar untuk dibawah seluruhnya, lakukan
38
pemotongan dan potongan benda/barang tersebutlah yang
harus dikirimkan.
O. Jejak alat/perkakas (Tool marks).
Alat-alat/perkakas yang digunakan dalam kejahatan, hampir selalu
meninggalkan bekas di tempat kejadian perkara. Pada umumnya
berupa goresan. Goresan atau lekukan pada benda-benda tertentu
yang menjadi sasaran tindak kejahatan. jejak-jejak/alat perkakas ini
membawa segala ciri atau tanda-tanda istimewa yang ada pada
alat/perkakas aslinya ( misalnya: obeng yang telah rusak ujungnya,
meninggalkan jejak bekas yang berbeda dengan obeng lain yang
masih baru atau yang kerusakannya berbeda). cara mengambil
jejak alat perkakas ini dengan cara menuang dan mencetaknya
dengan silikon.
P. Jejak kaki/sepatu, ban mobil.Diatas permukaan tanah yang lembek
gembur, atau berpasir injakan kaki/sepatu dan gilasan roda
kendaraan meninggalkan bekas berupa cetakan dari pada bentuk
asalnya. jejak ini merupakan alat bukti yang dapat menunjang
pengungkapan suatu tindak pidana karena dapat dilakukan
perbandingan antara jejak yang ditemukan kemudian didalam
penyidikan. cara pengambilan jejak ini adalah dengan
mencetak/menuangnya dengan gips.
Q. Pengambilan dan pengumpulan barang bukti gas.
Disebabkan oleh cara pengambilan dan pengawetan sukar
dilakukan, serta banyak jenis gas yng sangat membahayakan
manusia dan makhluk hidup lainnya maka dalam pemeriksaan
harus didatangkan ahli, yang dapat dilakukan oleh petugas
lapangan dengan memperhatikan bahaya yang mungkin ada, yaitu
dengan mengumpulkan gas termasuk gas hasil kebakaran dengan
cara mengumpulkan dalam kantong plastik dari nilon dibeberapa
tempat di tempat kejadian perkara.
3.3 Tempat Kejadian Perkara
Tempat Kejadian Perkara yang selanjutnya disingkat TKP adalah
tempat terjadinya gangguan baik karena pelanggaran maupun tindak
pidana. Penanganan TKP tidak semudah seperti apa yang
39
dibayangkan oleh kebanyakan orang, sebab apabila pada awal
penanganan TKP, sudah menyimpang/salah dari ketentuan teknis yang
berlaku, TKP akan rusak dan hal-hal penting menyangkut jejak dan
barang bukti telah berubah, maka akan sulit bagi kita untuk dapat
menentukan langkah proses penyidikan lebih lanjut. Suatu tindak
terutama yang menyangkut jiwa dan keselamatan orang, tentu dapat
mengundang perhatian masyarakat yang ingin mengetahui tentang
banyak hal, juga pada kenyataannya sering menjadi penghalang dan
bahkan makin mempersulit proses penyidikan suatu tindak pidana.
Hasrat dan rasa keingintahuan masyarakat. Untuk dapat
mengungkap kasus suatu tindak pidana secara tuntas bisa diawali dari
TKP, karena tindakan pertama yang dilakukan di Tempat Kejadian
Perkara, baik yang dilakukan secara perorangan maupun kelompok
(team) adalah kegiatan yang tidak terpisahkan dalam proses
penyidikan suatu perkara dan merupakan langkah awal untuk dapat
mengungkapkan tindak pidana yang terjadi atau dengan kata lain
TPTKP adalah usaha permulaan yang sangat penting untuk menyidik
lebih lanjut peristiwa yang terjadi.
Berhasil tidaknya penyidikan lebih lanjut sebagian “BESAR”
tergantung pada kecepatan dan ketepatan dari Penyidik / Penyidik
Pembantu/Penyelidik melakukan TPTKP. Mengingat TKP merupakan
salah satu “SUMBER” keterangan yang penting dan bukti-bukti yang
harus diolah dalam usaha mengungkap tindak pidana yang terjadi,
maka kemampuan penguasaan teknik dan taktik penanganan TKP
sangat diperlukan, utamanya bagi anggota Polri dan tidak ada salahnya
jika Kepolisian Khusus, PPNS dan masyarakat mengetahui cara-cara
praktis tentang TPTKP. Bagi anggota Polri, agar TKP merupakan
bagian pokok dan merupakan pangkal pengungkapan perkara pidana,
karena di TKP dapat ditemukan interaksi antara Pelaku, Korban dan
Alat bukti dan dapat diberdayakan benar-benar merupakan Sumber
Keterangan dan Kesaksian, baik secara obyektif maupun subyektif.
3.4 Tahap Pembuktian
Setelah polisi mendapat informasi adanya suatu peristiwa yang
diduga tindak pidana yang berasal dari pengaduan ataupun laporan
40
dari masyarakat maka sebelum melakukan penanganan, harus ada
terlebih dahulu tata cara dalam penanganan tempat kejadian perkara
agar tidak terjadi kesulitan yang nantinya akan dialami penyidik dalam
mencari bukti adanya suatu tindak pidana pada saat penanganan
tempat kejadian perkara karena telah dijalankan dengan prosedur yang
berlaku, adapun penanganan tempat kejadian perkara secara garis
besar nya terdiri dari dua bagian yakni tindakan pertama di tempat
kejadian perkara yakni :
tindakan kepolisian yang dilakukan segera setelah menerima, laporan
bahwa telah terjadi tindak pidana, dengan maksud untukmelakukan
pertolongan/perlindungan kepada korban dan pengamanan dan
mempertahankan status quo guna persiapan serta kelancaran
pelaksanaan pengolahan tempat kejadian perkara.
Pengolahan tempat kejadian perkara yakni tindakan
penyidik/penyidik pembantu untuk memasuki tempat kejadian perkara
dalam rangka melakukan pemeriksaan TKP mencari informasi tentang
terjadinya tindak pidana mengumpulkan/ mengambil/ membawa
barang-barang bukti yang diduga ada hubungannya dengan tindak
pidana yang terjadi untuk diambil alih penguasaannya atau menyimpan
barang bukti tersebut guna kepentingan pembuktian.
Setelah kita mengetahui pembagian secara besarnya proses
penanganan tempat kejadian perkara maka tata cara pengananan
tempat kejadian perkara meliputi:
1. Persiapan penanganan TKP
Berfungsi mempersiapkan segala sesuatu baik personel maupun
alat yang telah disesuaikan dengan hasil laporan yang diterima
oleh penyidik. Dalam kegiatan ini penyidik telah memiliki gambaran
umum terkait dengan Tempat Kejadian Perkara sehingga dapat
mempersiapkan segala sesuatunya dengan rinci.
2. Tindakan pertama di tempat kejadian perkara.
Angota/petugas Polri yang datang pertama di tempat kejadian
perkara sebelum mengadakan pengolahan tempat kejadian perkara
segera melakukan tindakan sebagai berikut:
a. Memberikan perlindungan dan pertolongan kepada korban.
41
b. Menutup dan mengamankan tempat kejadian perkara yakni
mempertahankan status quo dengan cara:
1. membuat batas/tanda garis polisi (police line) di tempat
kejadian perkara dengan tali khusus atau alat lain dimulai
dari jalur yang diperkirakan merupakan arah masuknya
pelaku, melingkari sekitar letak korban atau tempat yang
dapat diperkirakan akan didapatkan barang-barang bukti,
kemudian yang diperkirakan merupakan arah keluarnya
pelaku meninggalkan tempat kejadian perkara dan
memberikan arah tanda keluar masuknya pelaku.
2. memerintahkan orang yang berada di tempat kejadian
perkara pada waktu terjadinya tindak pidana untuk tidak
meninggalkan tempat kejadian perkara dan
mengumpulkannya diluar batas yang telah dibuat.
3. melarang menangkap pelaku yang diperkirakan masih
berada disekitar tempat kejadian perkara.
4. meminta bantuan masyarakat setempat (RT, RW, kepala
desa dll) dalam melakukan pengamanan tempat kejadian
perkara dan membubarkan massa yang berkerumun.
5. berupaya mengamankan barang bukti dan jangan sekali-
sekali menambah/ mengurangi barang bukti yang ada di
tempat kejadian perkara.
6. berusaha untuk mencari barang bukti saksi dan keterangan
lain tentang peristiwa yang terjadi.
c. Segera menghubungi/ memberitahukan kepada satuan yang
terdekat dengan mempergunakan alat komunikasi yang ada.
Sehingga yang menjadi hal utama dalam tindakan pertama
tempat kejadian perkara menjaga agar tempat kejadian tetap
terjaga seperti semula dan melaporkan hasil yang ada di tempat
kejadian perkara guna tindak lanjut berikutnya.
3. Pengolahan tempat kejadian perkara.
Adapun tata cara dalam melakukan pengolahan tempat kejadian
perkara dilakukan dengan tindakan-tindakan sebagai berikut:
a. Melakukan pengamatan umum;
42
Melakukan pengamatan umum yakni pengamatan yang
diarahkan terhadap hal-hal/obyek-obyek sebagai berikut:
1. jalan masuk/keluarnya sipe laku. adanya kejanggalan-
kejangga yang didapati di tempat kejadian perkara dan
sekitarnya.
2. Keadaan cuaca waktu kejadian.
3. Alat-alat yang mungkin dipergunakan/ditinggalkan oleh si
pelaku.
4. Tanda-tanda atau bekas perlawanan/kekerasan
Hasil dari pengamatan tersebut diatas dimaksudkan untuk dapat
memperkirakan modus operandi, motif, waktu kejadian dan
menentukan langkah-langka mana yang harus terlebih dahulu
dilakukan
b. Melakukan pemotretan dan pembuatan sketsa;
- Pemotretan
Pemotretan dilakukan dengan maksud untuk:
a. Mengabadikan situasi TKP termasuk korban dan barang
bukti lain pada saat diketemukan.
b. Memberikan gambaran nyata tentang situasi dan kondisi
tempat kejadian perkara.
c. Membantu dan melengkapi kekurangan dalam
pengolahan TKP termasuk kekurangan-kekurangan
dalam pencatatan dan pembuatan sketsa.
Objek pemotretan adalah:
a. Tempat kejadian perkara secara keseluruhan dan berbagai
sudut.
b. Detail/close-up terhadap setiap obyek dalam TKP yang
diperlukan untuk penyidikan (digunakan skala/penggaris,
dapat dilakukan bersama dengan penanganan barang bukti)
c. Setelah dilakukan pemotretan maka penyidik harus
membuat catatan sebagai penjelasan hasil pemotretan yang
memuat:
- Hari, tanggal, bulan, tahun dan jam pemotretan.
- Merkdan type kamera, lensa dan film.
43
- Speed kamera dan diagfragmanya.
- Sumber cahaya.
- Filter yang digunakan.
- Jarak kamera terhadap objek ( dilengkapi sketsa kasar
TKP
- yang memuat letak kamera dan obyek yang dipotret).
- Tinggi kamera.
- Nama, pangkat, NRP petugas yang melakukan
pemotretan.
- Pembuatan sketsa
Pembuatan sketsa dimaksudkan untuk :
a. Menggambarkan tempat kejadian perkara seteliti mungkin.
b. Sebagai bahan untuk mengadakan rekonstruksi jika
diperlukan.
Sketsa merupakan sebagai lampiran berita acara pemeriksaan
di tempat kejadian perkara maka pembuatan sketsa tersebut
dilakukan sebagai berikut: mempergunakan kertas berukuran (kertas
milimeter). Menentukan tanda/ arah utara kompas. Dibuat dengan
skala. Untuk setiap obyek diberi tanda dengan huruf balok dan
dijelaskan pada keterangan gambar. Mengukur jarak benda-benda
bergerak dengan cara menghubungkan dua titik pada benda-benda
tidak bergerak yang digunakan sebagai patokan. Untuk otentikasi
sketsa dituliskan/cantumkan:
1. Nama pembuat
2. Tanggal pembuatan
3. Peristiwa apa
4. Dimana terjadi.
c. Melakukan penanganan korban, saksi dan pelaku;
 penanganan korban (yang telah mati)
a. pemotretan mayat menurut letak dan posisinya dilakukan
secara umum ataupun close-up yang dilakukan dari berbagai
arah sesuai dengan pemotretan kriminil yang ditujukan pada
bagian badan yang ada tanda-tanda yang mencurigakan.

44
b. meneliti dan mengamankan bukti-bukti yang berhubungan
dengan mayat yang terdapat pada tubuh atau yang melekat
pada pakaian korban dengan memperhatikan tanda-tanda
kematian seperti pembunuhan, tenggelam, keracunan,
terbakar, gantung diri/bunuh diri.
c. memanfaatkan bantuan teknis dokter yang didatangkan
dengan menanyakan:
- Jangka waktu/lama kematian berdasarkan pengamatan
tanda- tanda kematian antara lain kaku mayat, lebab
mayat dan tanda- tanda pembusukan.
- Cara kematian.
- Sebab-sebab kematian korban.
- Kemungkinan adanya perubahan posisi mayat pada
waktu diperiksa dibandingkan dengan posisi semula pada
saat terjadinya kematian.
- memberikan tanda garis pada letak posisi mayat sebelum
dikirimkan kerumah sakit. setelah diambil sidik jarinya
segera di kirim kerumah sakit untuk dimintakan Visum Et
Repertum dengan terlebih dahulu diberi label pada ibu jari
kakinya atau bagian tubuh lain.
 penanganan saksi
pada penanganan saksi berfungsi untuk mengumpulkan
keterangan saksi dengan cara:
a. melakukan interview/ wawancara dengan mengajukan
pertanyaan kepada orang-orang/ pihak-pihak yang
diperkirakan/ diduga melihat, mendengar, dan
mengetahui kejadian tersebut.
b. berdasarkan keterangan-keterangan yang didapat dari
hasil interview yang dilakukan dapat diperoleh
beberapa orang yang dapat digolongkan sebagai saksi
dan atau orang-orang yang diduga sebagai tersangka.
c. melakukan pemeriksaan singkat terhadap saksi dan
orang-orang yang diduga sebagai tersangka guna

45
mendapatkan keterangan dan petunjuk-petunjuk lebih
lanjut.
d. melakukan pemeriksaan terhadap korban, keadaan
korban, sikap korban atau dibawa ke rumah
sakit/dokter ahli untuk dimintakan visum et repertum.
 penanganan pelaku.
Tahap penanagan pelaku adalah sebagai berikut:
a. melakukan penangkapan, penggeledahan badan, dan
pengamanannya.
b. meneliti dan mengamankan bukti-bukti yang terdapat
pada pelaku dan atau melekat pada pakaiannya.
c. melakukan pemeriksaan singkat untuk memperoleh
keterangan sementara mengenai hal-hal baik yang
dilakukannya sendiri maupun keterlibatan orang lain
sehubungan dengan kejadian.46
d. Melakukan penanganan barang bukti.
 Penanganan barang bukti.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penanganan barang
bukti:
1. setiap terjadi kontak fisik antara dua obyek akan selalu
terjadi
2. pemindahan material dari masing-masing obyek,
walaupun jumlahnya mungkin sangat kecil/sedikit.
Karenanya pelaku pasti meninggalkan jejak/bekas di
tempat kejadian perkara dan atau pada tubuh korban.
makin jarang dan tidak wajar suatu barang ditempat
kejadian perkara, makin tinggi nilainya sebagai barang
bukti.
3. barang-barang yang umum terdapat akan mempunyai
nilai tinggi sebagai barang bukti bila terdapat karakteristik
yang tidak umum dari barang tersebut.

46
4. harus selalu beranggapan bahwa barang tidak berarti bagi
kita mungkin sangat berharga sebagai barang bukti bagi
orang yang ahli
5. barang-barang yang dikumpulkan apabila diperoleh
secara bersama-sama dan sebanyak mungkin macamnya
serta dihubungkan satu sama lain dapat menghasilkan
bukti yang berharga
6. dilakukan di tempat kejadian perkara dan sekitarnya
apabila perlu dengan disertai penggeledahan badan yang
dilakukan dengan secara teliti, cermat dan tekun.
d. Pengambilan dan pengumpulan barang bukti
Pencarian barang bukti terhadap barang bukti yang sulit
diketemukan oleh petugas polri dilapangan, maka sejak tahap
pengolahan tempat kejadian perkara sampai dengan pemeriksaan
secara ilmiah sebaiknya dilakukan oleh pemeriksaan ahli dari
identifikasi, labfor, dan dokfor polri sesuai dengan bidang tugasnya.
Pencarian barang bukti ditempat kejadian perkara dapat dilakukan
dengan beberapa metode yakni:
a. Metode Spiral
Dalam metode spiral, caranya adalah tiga orang petugas
atau lebih menjelajahi tempat kejadian secara beriring,
masing-masing berderet kebelakang (yang satu dibelakang
yang lain) dengan jarak tertentu, mulai pencarian pada
bagian luar spiral kemudian bergerak melingkar mengikuti
bentuk spiral berputar kearah dalam49, metode ini baik untuk
daerah yang lapang bersemak atau berhutan.
b. Metode Zone
caranya adalah luasnya tempat kejadian perkara di bagi
menjadi empat bagian dan dari tiap bagian dibagi-bagi
menjadi empat bagian, jadi masing-masing 1/16 bagian dari
luas tempat kejadian perkaraseluruhnya. Untuk tiap-tiap 1/16
bagian tersebut ditunjuk dua sampai empat orang petugas
untuk menggeledahnya. Metode ini baik diterapkan untuk
pekarangan, rumah atau tempat tertutup.
47
c. Metode Stri
d. caranya adalah tiga orang petugas masing-masing
berdampingan yang satu dengan yang lain dalam jarak yang
sama dan tertentu (sejajar) kemudian bergerak serentak dari
sisi lebar yang satu kesisi lain di tempat kejadian perkara.
Apa bila dalam gerakan tersebut sampai di ujung sisi lebar
yang lain maka masing-masing berputar kearah semula.
Metode ini baik untuk daerah yang berlereng.
e. Metode Roda
Dalam hal ini, tempat atau ruangan dianggap sebagai suatu
lingkaran, caranya adalah beberapa petugas bergerak
bersama-sama kearah luar dimulai dari titik tengah tempat
kejadian, dimana masing-masing petugas menuju kearah
sasarannya sendiri-sendiri sehingga merupakan arah penjuru
mata angin. Dalam mencari bukti-bukti tersebut, diperlukan
ketelitian disamping Metode ini baik untuk ruangan.imajinasi
para penyidik, kalau misalnya ruang yang diperiksa itu ialah
ruang tertutup, maka harus diperhatikan kotoran pada lantai,
cat, kloset, pakaian, tirai, gorden, dll
f. Metode kotak diperlua
caranya adalah dimulai dari titik tenga tempat kejadian
perkara dalam bentuk kotak sesuai kekuatan personil yang
kemudian dapat dikembangkan atau diperluas sesuai dengan
kebutuhan sampai seluruh TKP dapat ditangani.
d. Pengakhiran penanganan tempat kejadian perkara.
1. konsolidasi. Setelah pengolahan TKP selesai dilaksanakan maka
dilakukan pengecekan terhadap personel, perlengkapan dan
segala hal yang diketahui ditemukan dan dilakukan di TKP dan
untuk mengetahui sejauh mana penanganan TKP sudah dilakukan.
2. pembukaan/ pembebasan tempat kejadian perkara. Pembukaan/
pembebasan TKP dilakukan oleh Bamapta/Pamapta setelah
mendapat pemberitahuan dari penyidik bahwa pengolahan TKP
telah selesai. Dalam hal petugas pengolahan TKP baik dari reserse
maupun dari bantuan tehnis(identifikasi, labfor dan dokfor) masih
48
memerlukan waktu untuk pengolahan TKP, maka
pembukaan/pembebasan TKP selanjutnya dapat dilakukan oleh
penyidik setelah mendapat pemberitahuan dari penyidik atau
bantuan tehnis dari identifikasi, labor, dokfor bahwa pengolahan
TKP telah selesai.
3. pembuatan berita acara pemeriksaan di tempat kejadian perkara.
Berita acara pemeriksaan di tempat kejadian perkara dibuat oleh
penyidik /penyidik pembantu yang melakukan pengolahan tempat
kejadian perkara.adalah yang merupakan:
a. hasil yang ditemukan di tempat kejadian perkara baik di TKP itu
sendiri, korban, saksi-saksi, tersangka maupun barang bukti.
tindakan yang dilakukan oleh petugas ( tindakan pertama TKP
dan pengolahan TKP) terhadap hasil yang ditemukan di tempat
kejadian perkara.
b. sebagai bahan untuk pelaksanaan dan pengembangan
penyidikan selanjutnya.
c. bahan bagi penyidik selanjutnnya.
d. bahan evaluasi bagi atasan.
Disamping berita acara pemeriksaan di TKP,dibuat pula:
1. Berita Acara Penemuan dan Penyitaan barang bukti di TKP.
2. Berita Acara Penemuan dan Pengambilan jejak di TKP (sidik
3. jari, darah, sperma, dan lain-lain) bila ditemukan.
4. Berita Acara Memasuki rumah di TKP (jika di dalam rumah).
5. Berita Acara Pemotretan di TKP.
6. Berita Acara lain-lain sesuai tindakan yang dilakukan.
4. evakuasi kegiatan. Hal ini dilakukan khusus terhadap tempat
kejadian tertentu yang memerlukan penanganan TKP lanjutan
karena sifat dan kualitasnya dinilai tinggi perlu melakukan evakuasi
terhadap kegiatan yang telah dilakukan.

3.5 Alat Bukti


Sebagaimana diketahui bahwa alat-alat pembuktian didalam pidana
sudah diatur dalam pasal 184 ayat 1 Undang-undang Hukum Acara

49
Pidana (UU No. 8 Tahun 1981) yang menyebutkan adanya beberapa
alat-alat bukti yang sah, antara lain:

a. Keterangan saksi;
Pasal 1 butir 26 KUHAP menyebutkan “saksi adalahorang yang
dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,
penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia
dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri”. Pasal 1
butir 27 KUHAP menyatakan “keterangan saksi adalah salah
satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan
dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar
sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut
alasan dari pengetahuannya itu.” Ad..
b. Keterangan ahli;
Pasal 1 butir 28 KUHAP menyatakan “keterangan ahli adalah
keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian
khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang
suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.”
Penjelasan pasal 186 KUHAP menguraikan: Keterangan ahli ini
dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh
penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu
bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu
ia menerima jabatan atau pekerjaan. Jika hal itu tidak diberikan
pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut 18 umum,
maka pada pemeriksaan disidang, diminta untuk memberikan
keterangan dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan.
Keterangan tersebut diberikan setelah ia mengucapkan sumpah
atau janji dihadapan hakim.9 Ad.
c. Surat;
Pengertian surat telah diuraikan dalam pasal 187 KUHAP, yang
berbunyi sebagai berikut: Surat sebagaimana tersebut padaa
Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau
dikuatkan dengan sumpah, adalah: a. Berita acara dan surat
lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang

50
berwenang atau yang dibuat dihadapanny, yang memuat
keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar,
dilihat atau dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas
dan tegas tentang keterangannya itu; b. Surat yang dibuat
menurut ketentuan peraturan perundangundangan atau surat
yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam
tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang
diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau atau sesuatu
keadaan; c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat
pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau
sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya; d.
Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya
dengan isi dari alat pembuktian yang lain. Ad
d. Petunjuk;
Pengertian petunjuk telah diuraikan dalam pasal 188 KUHAP,
yaitu sebagai berikut: (1). Petunjuk adalah perbuatan, kejadian
atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik yang satu
dengan yang lain, maupun 9 Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana. Pasal 186 Tentang Penjelasan Keterangan Ahli
19 dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah
terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.. Petunjuk
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh
dari: a. keterangan saksi; b. surat; c. keterangan terdakwa.
Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam
setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi
bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh
kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya. Ad
e. Keterangan terdakwa
Pengertian keterangan terdakwa telah diuraikan dalam pasal
189 KUHAP, yaitu sebagai berikut: (1). keterangan terdakwa
ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan
yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.
(2). keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat
digunakan untuk membantu menemukan bukti sidang, asalkan
51
keterangan itu didukung oleh suatu niat bukti yang sah
sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepanya. 20 (3).
Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya
sendiri. (4). Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk
membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang
didakwakan kepanya,melainkan harus disertai alat bukti yang
lain.

3.6 Visum Et Repertum dan Berita Acara Pemeriksaan


1. Visum Et Repertum

Visum et Repertum adalah istilah yang dikenal dalam Ilmu


Kedokteran Forensik, biasanya dikenal dengan nama “Visum”. Visum
berasal dari bahasa Latin, bentuk tunggalnya adalah “visa”. Dipandang
dari arti etimologi atau tata bahasa, kata “visum” atau “visa” berarti
tanda melihat atau melihat yang artinya penandatanganan dari barang
bukti tentang segala sesuatu hal yang ditemukan, disetujui, dan
disahkan, sedangkan “Repertum” berarti melapor yang artinya apa
yang telah didapat dari pemeriksaan dokter terhadap korban.

Secara etimologi visum et repertum adalah apa yang dilihat dan


ditemukan. Penegak hukum mengartikan visum et repertum sebagai
laporan tertulis yang dibuat dokter berdasarkan sumpah atas
permintaan yang berwajib untuk kepentingan peradilan tentang segala
hal yang dilihat dan ditemukan menurut pengetahuan yang
sebaikbaiknya. Dengan adanya ketentuan ini, maka sumpah yang
telah diikrarkan dokter waktu menamatkan pendidikannya, dianggap
sebagai sumpah yang sah untuk kepentingan membuat VeR, biar lafal
dan maksudnya berbeda.

Visum et Repertum (VeR) adalah suatu keterangan tertulis yang


dibuat oleh dokter atas sumpah yang diucapkan pada waktu 14
berakhirnya pelajaran kedokteran, mempunyai daya bukti yang sah di
pengadilan, selama keterangan itu memuat segala sesuatu yang
diamati (terutama yang dilihat dan ditemukan pada benda yang
diperiksa). 7 Pengertian yang terkandung dalam visum et repertum

52
ialah ”yang dilihat dan yang ditemukan”. Jadi visum et repertum adalah
suatu keterangan dokter tentang apa yang dilihat dan ditemukan di
dalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang luka atau
terhadap mayat. Hal tersebut merupakan kesaksian tertulis. Menurut
pendapat Dr. Tjan Han Tjong, visum et repertum merupakan suatu hal
yang dalam pembuktian karena menggantikan sepenuhnya corpus
delicti (tanda bukti).

Seperti diketehui dalam perkara pidana yang menyangkut


perusakan tubuh dan kesehatan serta membinasakan nyawa manusia,
maka tubuh manusia merupakan corpus delicti. Dengan berbagai
pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa visum et repertum
sangat penting bagi penyidikan suatu perkara yang diduga sebagai
tindak pidana pembunuhan. Seperti halnya dalam kasus yang terjadi di
Blitar tahun 2016. Dalam kasus tersebut pihakpenyidik melakukan
visum dikarenakan menurutnya kematian dari Nurhadi itu tidak wajar.
Pembongkaran mayat bapak satu anak ini 7 dilakukan Polres Blitar,
untuk kepentingan otopsi. Sebab kakak kandung korban, Sutrisno (65),
tak terima kematian adiknya dan menduga tidak wajar. Hal tersebut
dilansir dari Surat Kabar Surya Malang pada tahun 2016. 2. Macam-
macam Visum et Repertum (VeR) Ada beberapa jenis visum et
repertum, yaitu: 1. Visum et repertum korban hidup (a). Visum et
repertum Visum et repertum diberikan bila korban setelah diperiksa
didapatkan lukanya tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk
menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian. (b). Visum et
repertum sementara Visum et repertum sementara diberikan apabila
setelah diperiksa korban perlu dirawat atau diobservasi. Karena korban
belum sembuh, visum et repertum sementara tidak memuat kualifikasi
luka. (c). Visum et repertum lanjutan Visum et repertum lanjutan
diberikan apabila setelah dirawat atau observasi korban sembuh,
korban belum sembuh, pindah rumah sakit, korban belum sembuh
pulang paksa, dan korban meninggal dunia.

Jenis-jenis visum et repertum antara lain:

53
a. Visum et repertum tempat kejadian perkara (TKP) Visum ini dibuat
setelah dokter selesai melaksanakan pemeriksaan ditempat
kejadian perkara.
b. Visum et repertum penggalian jenazah Visum ini dibuat setelah
dokter selesai melaksanakan penggalian jenazah.
c. Visum et repertum psikiatri Visum ini dilakukan pada terdakwa yang
pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan menunjukkan gejala-
gejala penyakit jiwa.
d. Visum et repertum barang bukti Misalnya visum terhadap barang
bukti yang ditemukan yang ada hubungannya dengan tindak pidana,
contohnya darah, bercak mani, selongsong peluru, pisau.

Pihak yang berhak meminta visum et repertum antara lain:

a. Penyidik Penyidik adalah pejabat kepolisian negara Republik


Indonesia dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi
wewenang khusus oleh undang-undang. Sedangkan untuk pejabat
kepolisian negara berpangkat serendah-rendahnya Inspektur Dua
Polisi, sedangkan 16 pangkat terendah untuk penyidik pembantu
adalah Brigadir Dua Polisi.
b. Hakim Pidana Hakim pidana biasanya tidak langsung minta visum
et repertum pada dokter, tetapi memerintahkan kepada jaksa untuk
melengkapi berita acara pemeriksaan dengan visum et repertum.
Kemudian jaksa melimpahkan permintaan hakim kepada penyidik.

Visum et repertum berkedudukan sebagai salah satu alat bukti


yang sah dalam proses pembuktian perkara pidana terhadap
kesehatan dan jiwa manusia. Dalam VeR terdapat uraian hasil
pemeriksaan medis yang tertuang dalam bagian pemberitaan, yang
karenanyadapat dianggap sebagai pengganti barang bukti. VeR juga
memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil
pemeriksaan medis yang tertuang dalam bagian kesimpulan.

54
2. Berita Acara Pemeriksaan

Berita acara pemeriksaan (“BAP”) adalah catatan yang berisi


mengenai semua kejadian dalam penyidikan yang berhubungan
dengan pemeriksaan di tingkat penyidikan berupa pemeriksaan
terhadap tersangka, pemeriksaan terhadap saksi, pemeriksaan
terhadap ahli dan penghentian penyidikan.[1] BAP ini dijadikan jaksa
penuntut umum sebagai dasar untuk membuat dakwaan. Oleh karena
itu jaksa penuntut umum harus ikut aktif dalam menentukan arah
penyidikan.

BAP juga merupakan salah satu alat bukti surat. Hal ini sesuai
dengan Pasal 187 huruf a KUHAP, yang berbunyi:

Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c,


dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah,
adalah:

berita acara dan surat lainnya dalam bentuk resmi yang dibuat
oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di
hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau
keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri,
disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang
keterangannya itu;

Menurut ketentuan dari Pasal 75 ayat (1) KUHAP, BAP dibuat untuk
tindakan-tindakan dalam suatu perkara pidana, adapun bunyi pasal
tersebut selengkapnya adalah:

Berita acara dibuat untuk setiap tindakan tentang:

a. Pemeriksaan tersangka;
b. Penangkapan;
c. Penahanan;
d. Penggeledahan;
e. Pemasukan rumah;
f. Penyitaan benda;

55
g. Pemeriksaan surat;
h. Pemeriksaan saksi;
i. Pemeriksaan di tempat kejadian
j. Pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan; dan
k. Pelaksanaan tindakan lain sesuai dengan ketentuan dalam
undang-undang ini.
Pendapat ahli juga turut menegaskan bahwa BAP merupakan alat
bukti surat. Sebagaimana disampaikan dalam Kekuatan Pembuktian
BAP Saksi di Persidangan, R. Soesilo dalam berbagai bukunya
menyatakan pendapatnya sebagai berikut:

Sesungguhnya berita acara itu dapat disamakan dengan suatu


keterangan saksi yang tertulis, bahwa nilainya sebagai alat bukti
besar daripada kesaksian untuk membuktikan kesalahan
terdakwa, oleh karena berita acara itu dibuat oleh pegawai penyidik
yang oleh undang-undang diwajibkan untuk itu. Pada hakekatnya berita
acara itu adalah suatu keterangan saksi yang oleh undang-undang
diberi nilai sebagai bukti yang sah.

Hal ini juga sejalan dengan pendapat Teguh Samudera, yang


menyatakan bahwa BAP adalah golongan akta autentik yang dibuat
oleh pegawai umum, yakni pejabat penyidik yang bersangkutan yang
merupakan laporan tentang sesuatu perbuatan atau kejadian resmi
yang telah dilakukan olehnya.[2]

Pada saat pemeriksaan kepada tersangka dianggap cukup, maka


penyidik akan segera membuat BAP dengan persyarat-persyaratan
sebagaimana diatur dalam Pasal 121 KUHAP, yang menyatakan:

“Penyidik atas kekuatan sumpah jabatannya segera membuat berita


acara yang diberikan tanggal dan memuat tindak pidana yang
dipersangkakan, dengan menyebut waktu, tempat dan keadaan pada
waktu tindak pidana dilakukan, nama dan tempat tinggal dari tersangka
dan atau saksi, keterangan mereka, catatan mengenai akta dan atau
benda serta segala sesuatu yang dianggap perlu untuk kepentingan
penyelesaian perkara.”

56
BAP yang dibuat oleh penyidik dengan putusan hakim saling
berkaitan erat dalam suatu perkara pidana. BAP bukan hanya sekedar
pedoman bagi hakim untuk memeriksa suatu perkara pidana melainkan
juga sebagai alat bukti yang memiliki kekuatan pembuktian. Hal ini
sebagaimana diatur dalam Pasal 183 KUHAP yang menyatakan:

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila


dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa
terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Maka, dalam suatu perkara pidana BAP sangatlah penting dan


berpengaruh terhadap pertimbangan untuk hakim dalam memberikan
putusan, apakah nantinya hakim akan memberikan putusan pidana,
lepas dan atau bebas.

Di sinilah letak peran hakim sebagai hakim yang aktif dalam mencari
kebenaran materiil, yang merupakan ciri khas hakim pada sistem
peradilan pidana negara yang menganut sistem civil law.

3.7 Kendala Pada TKP


Kendala-kendala yang dihadapi polisi sebagai penyidik dalam
pencarian bukti pada saat penanganan tempat kejadian tempat perkara
yakni dimulai dari adanya laporan ataupun pengaduan dari masyarakat,
tindakan pertama serta pengolahan tempat kejadian perkara secara
besarnya terbagi atas 2 kendala, yakni kendala dari luar kepolisian
(kendala eksternal) dan kendala dari dalam kepolisian sendiri (kendala
internal).
A. kendala Dari Luar Kepolisian (Kendala Eksternal)
Kendala yang timbul dari luar kepolisian (eksternal) yakni:
1. kekurang tahuan masyarakat akan pentingnya penanganan
TKP.
Pada umumnya jika terjadi suatu tindak pidana dan telah
diketahui oleh masyarakat, maka masyarakat yang berada
disekitar tempat kejadian perkara dengan rasa keingintahuan
yang sangat besar terhadap kejadian tersebut secara

57
spontan akan langsung mendatangi tempat kejadian perkara
untuk melihat secara langsung kejadian tersebut dan tidak
jarang masyarakat memegang ataupun melakukan tindakan-
tindakan lain ditempat kejadian perkara, sehingga tanpa
disadari oleh masyarakat, dengan adanya keberadaan
mereka didekat ataupun disekitar tempat kejadian perkara
yang belum dilakukan tindakan pertama ataupun pengolahan
tempat kejadian perkara akan merusak jejak-jejak ataupun
bukti-bukti lain yang sebenarnya sangat menentukan/penting
terhadap kejadian tersebut dan akan terkontaminasi/
bercampur.dengan jejak masyarakat itu sendiri. Dengan
tercampurnya jejak masyarakat dengan jejak pelaku tindak
pidana akan menyulitkan penyidik ataupun para ahli yang
akan menangani tempat kejadian perkara sehingga akan
sulit mencari dan mendapatkan bukti yang sebenarnya dan
menjadi kendala yang sangat sering terjadi dalam
penanganan
tempat kejadian perkara.
2. faktor waktu.
Semakin cepatnya suatu peristiwa/tindak pidana diketahui
maka akan semakin memudahkan penyidik dalam
menemukan bukti-bukti yang ada pada tempat kejadian
perkara sebab kejadian tersebut masih baru terjadi sehingga
bukti-bukti yang ada pada tempat kejadian perkara masih
utuh dan kemungkinan untuk rusak ataupun menghilang
dapat dihindari.
Namun jika kejadian tersebut baru diketahui setelah cukup
lama terjadi maka akan besar kemungkinan bukti-bukti yang
ada pada tempat kejadian perkara sudah menghilang
ataupun rusak, misalnya dalam hal kasus penemuan mayat
yang diduga meninggal karena suatu tindak pidana tetapi
baru diketahui setelah mayat telah membusuk serta pada
waktu yang cukup lama tersebut terjadi hujan yang deras

58
sehingga merusak dan menghilangkan jejak ataupun sidik
jari dari sipelaku tindak pidana.
3. faktor cuaca.
Faktor cuaca akan menjadi kendala yang sangat besar
terutama jika tindak pidana tersebut terjadi diluar ruangan
yang tertutup sehingga secara langsung benda-benda, jejak-
jejak ataupun bukti-bukti lain akan berhadapan dengan
cuaca.
Misalnya dalam melakukan pengolahan tempat kejadian
perkara untuk mencari bukti tidak pidana pembunuhan pada
tempat kejadian perkara yang berada diluar ruangan/ tempat
yang terbuka dan pada saat pengolahannya terjadi hujan
yang lebat sehingga akan merusak bahkan akan
menghilangkan jejak-jejak ataupun bekas-bekas terjadinya
suatu tindak pidana misalnya jika korban yang sudah
meninggal mengeluarkan darah, darah tersebut telah
tercampur dengan air ataupun darah tersebut tersapu oleh
derasnya air hujan sehingga tidak ada lagi bekas darah yang
tertinggal ditempat kejadian perkara. Ataupun bekas jejak
kaki pelaku tersapu oleh derasnya hujan sehingga juga tidak
lagi meninggalkan bekas jejak kaki.
B. Kendala Dari Dalam Kepolisian (Kendala Internal)
Adapun kendala yang timbul dari dalam kepolisian sendiri (internal)
adalah:
1. kurang teliti atau lengah terhadap suatu objek.
Penyidik yang sedang melakukan proses pengolahan pada tempat
kejadian terkadang dalam mencari bukti-bukti yang terdapat pada
tempat kejadian perkara bisa saja kurang teliti, mengabaikan
ataupun menghiraukan sesuatu tanda-tanda, benda-benda, jejak-
jejak dan sebagainya, yang sebenarnya jika dilakukan dengan teliti
dan menganggap penting terhadap apa saja atau seluruh yang ada
di tempat kejadian perkara akan membuat jelas dan terang tentang
telah terjadinya suatu tindak pidana. Hal demikian dapat terjadi
karena disebabkan kekurangtahuan ataupun kurang pengalaman
59
serta kurangnya pendidikan yang didapat penyidik sehingga pada
akhirnya akan menyulitkan penyidik sendiri dalam mengungkap
suatu tindak pidana. padahal walaupun pengolahan tempat
kejadian perkara dapat diulang kembali apabila diperlukan namun
sebenarnya untuk dapat menentukan dan mencari bukti hanya bisa
sekali saja sebab dalam penanganan yang pertamalah benda-
benda ataupun bukti-bukti lain masih tetap dalam keadaan asli
belum tercampur dengan yang lain. Jika dilakukan kembali
penanganan tempat kejadian perkara walaupun sedikit
perubahannya tetapi tetatp saja benda-benda sekitar tempat
kejadian perkara telah tercampur dengan jejak ataupun hal-hal
yang lain.
2. Minimnya Sarana dan Prasarana
Harus diakui, guna mendukung proses pengolahan tempat kejadian
perkara harus didukung dengan sarana dan prasarana yang
lengkap, sehingga akan mempermudah penyidik dalam melakukan
penanganan dan pencarian bukti yang ada ditempat kejadia
perkara. Namun dalam kenyataannya banyak terjadi kendala dalam
hal sarana dan prasarana, misalnya dalam hal sarana agar sampai
ketempat kejadian perkara dibutuhkan kendaraan, disediakan mobil
patroli namun sudah dalam keadaan rusak sehingga tidak bisa
dipakai. Sehingga terkadang harus menggunakan kendaraan
pribadi jika ada, sehingga tidak efisien dalam hal waktu, sehingga
dengan telah diketahuinya kejadian tindak pidana oleh masyarakat
luas maka akan kemungkinan jejak-jejak yang ada pada tempat
kejadian tersebut telah terkontaminasi dengan jejak masyarakat
sebelum dilakukannya penutupan lokasi tersebut dengan garis
polisi yang disebabkan keterlambatan polisi yang datang hanya
karena ketiadaannya sarana transportasi. Dan hal ini mungkin saja
terjadi. Dalam hal prasarana yakni alat-alat yang mendukung
dilakukannya proses penanganan tempat kejadian perkara dalam
hal pencarian bukti adanya tindak pidana, peralatan yang dimiliki
sangat minim diluar dari standar yang ada, sehingga jika akan
melakukan penanganan dan pencarian bukti harus menggunakan
60
peralatan yang apa adanya saja, sehingga hasilnya dalam
melakukan penanganan tempat kejadian perkara kurang efektif

Rangkuman
Penyimpanan sampel forensik haruslah disesuaikan dengan barang
bukti yang ada. Salah dalam menempatkan sampel dapat
berpengaruh terhadap pembuktiannya.
Evaluasi
1. Jelaskan cara mengambil sampel darah!
2. Jelaskan cara menyimpan sampel berupa organ!
3. Jelaskan hal apa saja yang dapat menyembabkan investigasi
menjadi kurang efektif!

61
BAB 4
Dasar-dasar Kimia Forensik

4.1 Pendahuluan
Kimia forensik (atau juga disebut kimia kriminal) adalah aplikasi
ilmu kimia dan sub-bidangnya, toksikologi forensik, dalam ranah hukum.
Seorang kimiawan forensik dapat membantu identifikasi material yang
tidak diketahui yang ditemukan di tempat kejadian
perkara (TKP).[1] Spesialis forensik dalam bidang ini memiliki sejumlah
metode dan peralatan yang berbeda untuk membantu mengidentifikasi
bahan yang belum diketahui. Metode spesifik umum untuk bidang ini
mencakup kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC), kromatografi gas-
spektrometri massa (GC-MS), spektroskopi serapan
atom (AAS), spektroskopi inframerah transformasi Fourier (FTIR),
dan kromatografi lapisan tipis. Rentang metode yang beragam menjadi
penting karena sifat destruktif beberapa instrumen dan probabilitas
jumlah zat yang tidak diketahui yang dapat ditemukan di TKP. Jika
memungkinkan, metode nondestruktif harus selalu dicoba terlebih
dahulu untuk mempertahankan barang bukti dan untuk menentukan
protokol terbaik ketika digunakan metode destruktif.

Bersama-sama dengan spesialis forensik lainnya, kimiawan


forensik sering bersaksi di pengadilan sebagai saksi ahli terkait temuan
mereka. Pekerjaan yang dilakukan oleh kimiawan forensik terikat pada
seperangkat standar yang telah diatur oleh berbagai agen dan badan
pengatur, termasuk Kelompok Kerja Analisis Obat Sitaan (bahasa
Inggris: Working Group on the Analysis of Seized Drugs). Sebagai
tambahan dalam prosedur operasi standar yang diajukan oleh
kelompok kerja tersebut, agensi tertentu memiliki standar tersendiri
terkait dengan jaminan mutu dan pengendalian mutu untuk hasil dan
peralatan mereka. Untuk memastikan akurasi laporan mereka,
kimiawan forensik secara rutin memeriksa dan memverifikasi kelayakan
peralatan mereka sehingga beroperasi dengan baik dan tetap dapat

62
mendeteksi serta menentukan beragam kuantitas dari bahan yang
berbeda-beda.

4.2 Peran dalam investigasi

Gambar4.1 Kimiawan mampu mengidentifikasi bahan


peledak ANFO pada TKP pemboman Oklahoma City.

Penyelidikan kimiawan forensik dapat memberi arah kepada


penyelidik untuk menggali lebih dalam, dan mereka dapat menguatkan
atau menyangkal kecurigaan penyelidik. Dalam kasus ditemukan benda
asing di tempat kejadian perkara (TKP), identifikasi benda tersebut
dapat memberi tahu penyelidik apa yang dicari selama masa
penyelidikan. Sebagai contoh, selama penyelidikan kebakaran,
kimiawan forensik dapat menentukan jenis pemercepat kebakaran yang
digunakan, apakah bensin or minyak tanah; jika benar, ini mengarah
pada dugaan kebakaran disengaja.[3] Kimiawan forensik dapat juga
mempersempit daftar tersangka pada orang-orang yang memiliki akses
pada benda yang digunakan dalam tindak kriminal. Misalnya, dalam
investigasi bahan peledak, identifikasi RDX atau C-4 akan mengarah
pada keterlibatan militer karena benda-benda ini adalah bahan peledak
militer. Sebaliknya, identifikasi TNT akan membangun daftar tersangka

63
yang lebih luas, karena ini digunakan baik oleh militer maupun
perusahaan peledakan.

Selama investigasi kasus keracunan, deteksi racun spesifik


dapat member ide kepada detektif tentang apa yang mereka cari ketika
mewawancarai tersangka potensial. Misalnya, kasus kematian
karena risin (ricin) akan mengarahkan penyelidik untuk mencari
prekursor risin, benih tanaman jarak, sementara kematian
akibat striknina (strychnine) akan mengarahkan penyelidik untuk
mencari pohon striknina atau pembelian benih secara online.

Kimiawan forensik juga membantu menguatkan atau


menyanggah kecurigaan penyelidik dalam kasus narkoba atau alkohol.
Oleh karena peralatan yang digunakan oleh kimiawan forensik dapat
mendeteksi benda hingga kadar yang sangat rendah, kuantitas benda
tersebut menjadi relevan pada penyelidikan. Ini dapat menjadi penting
dalam tindak kriminal seperti mengemudi di bawah pengaruh karena
ada batasan kandungan alkohol darah untuk menentukan atau
memperberat hukuman.[5] Dalam kasus overdosis, kuantitas obat yang
ditemukan dalam sistem seseorang dapat menguatkan atau
menyanggah kecurigaan overdosis sebagai penyebab kematian.

4.2 Sejarah awal

64
Gambar 4.2 Sebotol ekstrak striknina pernah mudah didapat di apotek.

Sepanjang sejarah, ketersediaan racun memudahkan seseorang


melakukan tindak pembunuhan. Arsen, deadly nightshade,
racun hemlock, striknina, dan kurare adalah sederetan racun yang
digunakan sepanjang sejarah.Tanpa metode penentuan yang akurat
ketika ditemukan bahan kimia tertentu, penebar racun sering kali tidak
pernah dihukum atas tindak kejahatannya Hingga akhirnya pada awal
abad ke-19 kimiawan berhasil mendeteksi secara efektif racun untuk
pertama kalinya. Pada tahun 1836, salah satu kontribusi besar pertama
pada kimia forensik diperkenalkan oleh James Marsh. Ia
menciptakan uji Marsh untuk mendeteksi arsen yang sering berhasil
digunakan dalam percobaan pembunuhan. Sejak saat itu pula
toksikologi forensik mulai diakui sebagai disiplin ilmu tersendiri. Mathieu
Orfila, "bapak toksikologi", membuat gebrakan dalam bidang ini pada
awal abad ke-19. Ia membantu mengembangkan pengujian yang dapat
menentukan keberadaan darah dan yang pertama kali menggunakan
teknik mikroskopi dalam analisis darah dan semen (air mani). Orfila
juga merupakan kimiawan pertama yang sukses mengklasifikasikan
bahan kimia yang berbeda ke dalam kategori-kategori seperti korosif,
narkotika, dan astringen (astringent).

Pengembangan selanjutnya dalam deteksi racun muncul pada tahun


1850 ketika sebuah metode yang valid untuk mendeteksi alkaloid
sayuran dalam jaringan manusia diciptakan oleh kimiawan Jean Stas.
Metode Stas dengan cepat diadopsi dan sukses digunakan di
pengadilan untuk menjatuhkan hukuman kepada Count Hippolyte Visart
de Bocarmé atas pembunuhan saudara iparnya menggunakan
racun nikotin. Stas berhasil mengisolasi alkaloid dari organ korban yang
membuktikan Count Bocarmé membunuh saudara iparnya. Protokol
Stas sering digunakan untuk pengujian- pengujian terkait dengan
kafeina, kuinina, morfin, striknina, atropin, dan opium.

Sejumlah besar instrumentasi untuk analisis kimia forensik juga


dimulai sepanjang periode ini. Pada tahun 1859, kimiawan Robert

65
Bunsen dan fisikawan Gustav Kirchhoff menemukan
spektroskop pertama. Percobaan mereka dengan spektroskopi
menunjukkan bahwa zat tertentu menciptakan spektrum unik ketika
dipapar cahaya pada panjang gelombang tertentu. Dengan
menggunakan spektroskopi, kedua ilmuwan mampu mengidentifikasi
zat berdasarkan spektrum, menyajikan suatu metode identifikasi untuk
bahan yang tidak diketahui.

Pengembangan krusial lainnya dalam bidang ini ditemukan pada


tahun 1906 oleh botanis Mikhail Tsvet: ia mengembangkan
kromatografi kertas, asal muasal pengembangan kromatografi lapisan
tipis, untuk memisahkan dan menguji protein tumbuhan
penyusun klorofil. Kemampuannya memisahkan campuran menjadi
komponen-komponen tunggalnya memungkinkan kimiawan forensik
untuk menguji bagian-bagian bahan yang tidak diketahui terhadap
basis data produk-produk yang dikenal. Dengan menyocokkan faktor
retensi komponen yang dipisahkan dengan nilai yang telah diketahui,
bahan-bahan dapat diidentifikasi. Seiring berjalannya waktu, teknik
kromatografi telah semakin canggih dengan diperkenalkannya
kromatografi cair dan gas.

4.3 Modernisasi

Gambar 4.3 Sebuah unit GC-MS dengan pintu terbuka. Kromatograf


gas di sebelah kanan dan the spektrometer massa di sebelah kiri.

Kimiawan forensik modern bersandar pada sejumlah instrumen


untuk mengidentifikasi material asing yang dijumpai di TKP. Abad ke-20
banyak dijumpai sejumlah perkembangan teknologi yang
memungkinkan kimiawan mendeteksi kadar material yang lebih rendah
dengan lebih akurat. Perkembangan besar pertama abad ini datang

66
pada tahun 1930an dengan penemuan spektrometer yang mampu
mengukur sinyal yang dihasilkan dengan cahaya inframerah (IR).
Spektrometer IR generasi awal menggunakan monokromator dan
hanya mampu mengukur absorpsi sinar dalam pita panjang gelombang
yang sangat sempit. Hingga kemudian dilakukan peng
gandengan interferometer dengan spektrometer IR pada tahun 1949
oleh Peter Fellgett yang dapat mengukur spektrum inframerah lengkap
sekaligus.Fellgett juga menggunakan transformasi Fourier, suatu
metode matematis yang dapat memecah sinyal menjadi frekuensi-
frekuensi penyusunnya, sehingga sejumlah data aneh yang diterima
dari analisis inframerah lengkap menjadi masuk akal. Sejak saat itu,
instrumen spektroskopi inframerah transformasi Fourier (FTIR) menjadi
kritikal dalam analisis forensik benda asing karena sifatnya yang
nondestruktif dan sangat cepat penggunaannya.

Spektroskopi dikembangkan lebih lanjut pada 1955 dengan


penemuan spektrofotometer serapan atom (atomic absorption, AA)
modern oleh Alan Walsh. Analisis AA dapat mendeteksi unsur spesifik
yang menyusun suatu sampel sekaligus menentukan konsentrasinya,
sehingga memungkinkan deteksi logam berat seperti arsen dan
kadmium dengan mudah.

Perkembangan dalam bidang kromatografi hadir pada tahun


1953 dengan penemuan kromatografi gas oleh Anthony T.
James dan Archer John Porter Martin, yang memungkinkan pemisahan
campuran cairan volatil dengan komponen-komponen yang memiliki
titik didih berdekatan. Campuran cairan nonvolatil dapat dipisahkan
dengan kromatografi cair; namun zat dengan waktu retensi yang
berdekatan tidak dapat dipisahkan hingga ditemukan kromatografi cair
kinerja tinggi (KCKT) atau high-performance liquid
chromatography (HPLC) oleh Csaba Horváth pada tahun 1970.
Instrumen HPLC modern mampu mendeteksi dan memisahkan zat-zat
dengan konsentrasi rendah hingga level bagian per trilyun.

67
Salah satu perkembangan kimia forensik yang paling penting
datang pada tahun 1955 dengan penemuan kromatografi gas-
spektrometri massa (GC-MS) oleh Fred McLafferty dan Roland Gohlke.
Penggandengan (coupling) kromatografi gas dengan spektrometer
massa memungkinkan identifikasi zat dalam skala yang lebih
luas. Analisis GC-MS diakui secara luas sebagai "standar emas" dalam
analisis forensik karena sensitivitas dan fleksibilitasnya di samping
kemampuannya mengkuantifikasi kadar zat yang ada.

4.4 Metode

Kimiawa forensik mengandalkan banyak instrumen untuk


mengidentifikasi benda asing yang ditemukan di TKP. Metode yang
berbeda-beda dapat digunakan untuk menentukan identitas zat yang
sama, dan terserah kepada para penguji untuk menetapkan metode
yang akan menghasilkan hasil terbaik. Aspek-aspek tertentu yang
harus disadari oleh kimiawan forensik ketika melakukan suatu
pengujian adalah durasi pengujian instrumen tertentu untuk menguji
sebuah zat dan sifat destruktif instrumen tersebut. Jika memungkinkan,
metode nondestruktif harus selalu dilakukan terlebih dahulu demi
mempertahankan barang bukti untuk pengujian selanjutnya.[19] Teknik-
teknik nondestruktif dapat juga digunakan untuk mempersempit
kemungkinan, dan membuat pemilihan penggunaan metode destruktif
pertama secara tepat.[19]

1. Spektroskopi

Gambar 4.4 Spektrum ATR FTIR heksana menunjukkan


persen transmitansi (%T) vs bilangan gelombang (cm−1).

68
Dua teknik spektroskopi mandiri yang utama untuk kimia forensik
adalah FTIR dan spektroskopi AA. FTIR adalah sebuah proses
nondestruktif yang menggunakan sinar inframerah untuk
mengidentifikasi suatu zat. Teknik sampling pantulan total
terlemahkan (attenuated total reflectance) menghilangkan kebutuhan
preparasi zat sebelum analisis.[20] Kombinasi teknik nondestruktif dan
tanpa preparasi membuat analisis ATR FTIR suatu tahap awal yang
cepat dan mudah dalam analisis benda asing. Untuk memfasilitasi
identifikasi positif terhadap suatu zat, instrumen FTIR dilengkapi
dengan basis data yang dapat dicari untuk spektrum dikenal yang
cocok dengan spektrum sampel. Namun, analisis FTIR suatu campuran,
jika memungkinkan, menghadapi kesulitan tertentu karena sifat
kumulatif (penumpukan) respon alat. Ketika menganalisis suatu zat
asing yang mengandung lebih dari satu zat, spektrum yang dihasilkan
akan berupa kombinasi dari spektrum tunggal masing-masing
komponennya.[21] Sementara spektrum campuran umum telah ada di
dalam berkas, campuran novel dapat menjadi tantangan untuk
dipecahkan. Hal ini membuat identifikasi FTIR menjadi tak dapat
diterima. Namun, instrumen dapat digunakan untuk menentukan
struktur kimia umum yang ada, sehingga memungkinkan kimiawan
forensik menentukan metode analisis terbaik dengan instrumen lain.
Misalnya, suatu gugus alkil akan menghasilkan puncak pada bilangan
gelombang antara 2.950 dan 2.850 cm−1.[22]

Spektroskopi serapan atom (AAS) adalah teknik destruktif yang


mampu menentuksn unsur-unsur penyusun sampel yang dianalisis.
AAS melakukan analisis ini dengan memasukkan sampel ke dalam
suatu sumber panas ekstra tinggi, sehingga terjadi pemecahan ikatan
atom dalam zat, dan membebaskan atom-atomnya. Setelah atomisasi,
radiasi dalam bentuk sinar dilewatkan melalui sampel sehingga
memaksa atom-atom melompat ke tingkat energi yang lebih tinggi.
Kimiawan forensik dapat menguji masing-masing unsur dengan
menggunakan panjang gelombang sinar terkait yang memaksa atom
unsur melompat ke tingkat energi yang lebih tinggi selama

69
analisis.[24] Berdasarkan alasan ini, dan karena sifat destruktif metode
ini, AAS harus digunakan sebagai teknik konfirmasi setelah pengujian
terdahulu, uji pendahuluan, telah mengindikasikan keberadaan unsur
tertentu dalam sampel. Konsentrasi unsur dalam sampel sebanding
dengan jumlah sinar yang diserap ketika dibandingkan dengan
blangko. AAS berguna dalam kasus dugaan keracunan logam
berat seperti keracunan arsen, timbal, raksa, dan kadmium. Penentuan
konsentrasi zat dalam sampel dapat menentukan apakah logam berat
merupakan penyebab kematian.

2. Kromatografi

Gambar 4.5 Kromatogram HPLC tablet Excedrin. Puncak-puncak dari


kiri ke kanan adalah asetaminofen, aspirin, dan kafeina.

Teknik spektroskopi berguna ketika sampel yang diuji adalah


murni, atau campuran yang sangat umum. Ketika suatu campuran yang
tidak diketahui dilakukan analisis, ia harus dipecah menjadi bagian-
bagian tunggalnya. Teknik kromatografi dapat digunakan untuk
memecah campuran menjadi komponen-komponennya sehingga
memungkinkan masing-masing bagian dianalisis secara terpisah.
Kromatografi lapisan tipis (thin-layer chromatography TLC) adalah
alternatif cepat menuju metode kromatografi yang lebih kompleks.

TLC dapat digunakan untuk menganalisis tinta dan pewarna


dengan mengekstraksi komponen-komponen tunggalnya.[26] Ini dapat
digunakan untuk menyelidiki catatan atau serat yang tertinggal di TKP
karena masing-masing produk perusahaan memiliki perbedaan tipis
dan perbedaan tersebut dapat dilihat menggunakan TLC. Satu-satunya

70
keterbatasan analisis TLC adalah komponen harus dapat larut dalam
larutan apapun yang digunakan untuk membawa naik komponen pada
plat analisis.[26] Larutan ini disebut fasa gerak. Kimiawan forensik dapat
membandingkan sampel dengan standar dengan cara mengukur jarak
tempuh masing-masing komponen. Jarak tempuh ini, ketika
dibandingkan terhadap titik awal, dikenal sebagai faktor retensi (Rf)
untuk masing-masing komponen terekstraksi. Jika masing-masing nilai
Rf sampel cocok dengan standar, ini mengindikasikan identitas barang
bukti tersebut.

Kromatografi cair kinerja tinggi dapat digunakan untuk mengekstraksi


komponen-komponen tunggal dari suatu campuran yang dilarutkan
dalam suatu larutan. HPLC digunakan untuk campuran nonvolatil yang
tidak sesuai untuk kromatografi gas. Ini berguna dalam analisis obat
karena farmasi yang merupakan kombinasi obat akan terpisah
komponen-komponennya, atau terelusi, pada waktu yang berbeda-
beda sehingga memungkinkan untuk memverifikasi masing-masing
komponennya. Eluat dari kolom HPLC kemudian diumpankan ke dalam
berbagai detektor yang dapat menganalisis zat lebih lanjut. Jenis
detektor yang paling umum adalah spektrometer ultraungu–sinar
tampak sedangkan detektor yang paling canggih adalah spektrometer
massa.[27] Pemilihan detektor yang digunakan bergantung pada
temuannya dan presisi yang diperlukan untuk jenis pekerjaan yang
dilakukan.

Kromatografi gas (GC) bekerja seperti fungsi kromatografi cair,


tetapi ini digunakan untuk campuran volatil (mudah menguap). Dalam
kimia forensik, instrumen GC paling banyak menggunakan spektrometri
massa sebagai detektor. GC-MS dapat digunakan dalam
penyelidikan arson, kasus keracunan, dan ledakan untuk menentukan
dengan tepat apa yang digunakan. Secara teoretis, instrumen GC-MS
dapat mendeteksi zat dengan konsentrasi dalam
rentang femtogram (10−15).[28] Namun, pada praktiknya, karena rasio
sinyal terhadap derau dan faktor pembatas lainnya, sepanjang sejarah
instrumentasi GC, batas deteksi (limit of detection, LoD) praktis untuk

71
GC-MS berada dalam rentang pikogram (10−12). GC-MS juga mampu
mengkuantifikasi zat yang dapat digunakan oleh kimiawan forensik
untuk menentukan pengaruh zat terhadap seseorang. Instrumen GC-
MS memerlukan sekitar 1.000 kali lebih banyak zat untuk dikuantifikasi
dibandingkan jumlah yang diperlukan untuk dideteksi; batas
kuantifikasi (limit of quantification, LoQ) biasanya dalam
rentang nanogram (10−9).

Kesimpulan

Ilmu kimia forensik telah membantu dalam proses menganalisis sampel.


Metode analisis kimia telah banyak dikembangkan dan digunakan
dalam pemeriksaan forensik. Modernisasi instrumen pemeriksaan juga
mempengaruhi hasil interpretasi dan kesesuaian metoda untuk kimia
forensik.

Evaluasi

1. Jelaskan metode GC-MS!

2. Jelaskan Metode spektroskopi!

3. Jelaskan fungsi TLC dalam kimia forensik!

72
BAB 5

Toksikologi Forensik

5.1 Pendahuluan
Toksikologi forensik adalah studi tentang farmakodinamika, atau
apa yang dilakukan zat terhadap tubuh, dan farmakokinetika, atau apa
yang dilakukan tubuh terhadap zat. Untuk menentukan secara akurat
efek obat tertentu terhadap tubuh manusia, toksikolog forensik harus
menyadari beragam tingkat toleransi yang dapat dibangun oleh individu
dan juga indeks terapeutik untuk beragam obat-obatan. Toksikolog
diberi tugas untuk menentukan apakah toksin yang ditemukan dalam
tubuh merupakan penyebab suatu kejadian, berkontribusi terhadap
suatu kejadian, atau apakah kadarnya terlalu rendah untuk memberikan
pengaruh.[30] Sementara penentuan toksin spesifik dapat menyita waktu
karena sejumlah zat yang berbeda dapat menyebabkan cedera atau
kematian, petunjuk tertentu dapat mempersempit kemungkinan
tersebut. Misalnya, keracunan karbon monoksida akan terdeteksi dari
warna darah yang merah terang sementara kematian akibat hidrogen
sulfida akan menyebabkan otak menjadi berwarna hijau. Toksikolog
juga menyadari berbagai metabolit dapat dihasilkan dari proses
metabolisme obat tertentu di dalam tubuh. Misalnya, toksikolog dapat
memastikan bahwa seseorang mengkonsumsi heroin dengan melihat
adanya 6-monoasetilmorfin dalam sampel, yang merupakan satu-
satunya hasil metabolisme heroin.

Penciptaan obat-obat baru yang terus berlangsung, baik legal


maupun gelap, memaksa toksikolog untuk tetap memutakhirkan diri
dengan penelitian-penelitian dan metode-metode baru untuk menguji
zat-zat baru ini. Aliran formulasi baru berarti bahwa hasil tes negatif
tidak selalu mengesampingkan obat. Dalam rangka menghindari
deteksi, pabrikan obat gelap sering mengubah sedikit struktur kimianya.
Senyawa-senyawa ini masih memiliki efek yang sama terhadap tubuh
tetapi tidak ditemukan saat dicari dalam basis data instrumen. Sejalan
dengan penemuan senyawa-senyawa baru, dibuatlah pengujian-

73
pengujian baru dan diinput ke dalam basis data instrumen.
Berdasarkan alasan ini, toksikolog mempelajari berbagai gejala spesifik
berdasarkan klasifikasi obat yang dapat diidap oleh seseorang. Bahkan
jika hasil pengujian adalah negatif, gejala dapat menunjukkan
penyebab untuk pencarian lanjutan. Zat-zat, beserta residunya, yang
ditemukan selama pencarian ini dapat diuji dan dibandingkan dengan
sampel originalnya, sehingga tercipta suatu metode baru yang
disimpan untuk digunakan di kemudian hari.

Tabel 5.1 Kategori analisis SWGDRUG

Kategori A Kategori B Kategori C

Spektroskopi Elektroforesis
Uji warna
inframerah kapiler

Spektrometri Spektroskopi
Kromatografi gas
massa fluoresensi

Spektroskopi
Spektrometri
resonansi Immunoassay
mobilitas ion
magnet inti

Spektroskopi
Kromatografi cair Analisis titik lebur
Raman

Difraktometri sinar Spektroskopi


Uji mikrokristalin
X ultraungu

Identifikasi farmasi

Kromatografi lapisan
tipis

Hanya Cannabis:
Pengujian
makroskopis
dan mikroskopis

Demi mempertahankan profesionalisme tetap tinggi dalam


bidang forensik, pedoman telah diatur oleh berbagai badan pemerintah

74
mengenai standar yang harus diikuti oleh para ilmuwan praktisi forensik.
Untuk kimiawan forensik, Kelompok Kerja Ilmiah Analisis Obat Sitaan
(Scientific Working Group for the Analysis of Seized Drugs, SWGDRUG)
memberikan rekomendasi jaminan kualitas dan pengendalian kualitas
bahan yang diuji. Identifikasi sampel asing, protokol telah
dikelompokkan ke dalam tiga kategori berdasarkan kemungkinan
terjadinya positif palsu (false positive). Instrumen dan protokol dalam
kategori A dianggap yang terbaik untuk mengidentifikasi secara unik
bahan yang tidak diketahui, diikuti oleh kategori B dan kemudian C.
Untuk memastikan akurasi identifikasi, SWGDRUG merekomendasikan
bahwa beberapa pengujian menggunakan instrumen yang berbeda
dilakukan pada setiap sampel, yang menggunakan satu teknik kategori
A dan setidaknya satu teknik lainnya. Jika teknik kategori A tidak
tersedia, atau kimiawan forensik memutuskan untuk tidak
menggunakannya, SWGDRUG merekomendasikan bahwa setidaknya
digunakan tiga teknik, dua di antaranya harus dari kategori B.
Instrumen kombinasi, seperti GC-MS, dianggap dua uji terpisah selama
hasilnya dibandingkan dengan nilai-nilai yang diketahui secara
individual. Sebagai contoh, waktu elusi GC akan dibandingkan dengan
nilai-nilai yang dikenal bersama dengan MS spektrum. Jika keduanya
cocok dengan zat yang dikenal, tidak diperlukan pengujian lebih lanjut.

Standar dan kontrol diperlukan dalam pengendalian mutu dari


berbagai instrumen yang digunakan untuk menguji sampel. Oleh
karena sifat pekerjaan mereka berada dalam ranah hukum, kimiawan
harus memastikan bahwa instrumen mereka bekerja secara akurat.
Untuk melakukan hal ini, kontrol yang telah dikenal diuji secara
berurutan dengan sampel yang tidak diketahui. Dengan
membandingkan pembacaan kontrol dengan profilnya, dapat
diputuskan bahwa instrumen telah bekerja dengan baik pada saat
pengujian sampel yang tidak diketahui. Standar juga digunakan untuk
memvalidasi batas deteksi dan kuantifikasi instrumen untuk berbagai
zat umum. Kuantitas hitung harus berada dalam rentang yang
digunakan untuk menguji standar agar dapat dikonfirmasi. Jika hasilnya

75
berada di luar kisaran ini instrumen harus diuji untuk memastikan
bahwa instrumen dapat mengukur kuantitas tersebut secara akurat

Tujuan lain dari analisis toksikologi forensik adalah membuat


suatu rekaan rekostruksi suatu peristiwa yang terjadi, sampai sejauh
mana obat atau racun tersebut dapat mengakibatkan perubahan prilaku
(menurunnya kemampuan mengendarai, yang dapat mengakibatkan
kecelakaan yang fatal, atau tindak kekerasan dan kejahatan). Berikut
ini adalah gambaran kasus-kasus yang umumnya di negara maju
memerlukan pemeriksaan toksikologi forensik, meliputi tiga kelompok
besar yaitu: a) kematian akibat keracunan, yang meliputi: kematian
mendadak, kematian di penjara, kematian pada kebakaran, dan
kematian medis yang disebabkan oleh efek samping obat atau
kesalahan penanganan medis, b) kecelakaan fatal maupun tidak fatal,
yang dapat mengancam keselamatan nyawa sendiri ataupun orang lain,
yang umumnya diakibatkan oleh pengaruh obat-obatan, alkohol, atau
pun narkoba, c) penyalahgunaan narkoba dan kasus-kasus keracunan
yang terkait dengan akibat pemakaian obat, makanan, kosmetika, alat
kesehatan, dan bahan berbahaya kimia lainnya, yang tidak memenuhi
standar kesehatan (kasus-kasus forensik farmasi).

Langkah-langkah analisis toksikologi forensik Secara umum


tugas analisis toksikolog forensik (klinik) dalam melakukan analisis
dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu: 1) penyiapan sampel
“sample preparation”, 2) analisis meliputi uji penapisan “screening test”
atau dikenal juga dengan “general unknown test” dan uji konfirmasi
yang meliputi uji identifikasi dan kuantifikasi, 3) langkah terakhir adalah
interpretasi temuan analisis dan penulisan laporan analisis. Berbeda
dengan kimia analisis lainnya (seperti: analisis senyawa obat dan
makanan, analisis kimia klinis) pada analisis toksikologi forensik pada
umumnya analit (racun) yang menjadi target analisis, tidak diketahui
dengan pasti sebelum dilakukan analisis.

Tidak sering hal ini menjadi hambatan dalam penyelenggaraan


analisis toksikologi forensik, karena seperti diketahui saat ini terdapat
ribuan atau bahkan jutaan senyawa kimia yang mungkin menjadi target

76
analisis. Untuk mempersempit peluang dari target analisis, biasanya
target dapat digali dari informasi penyebab kasus forensik (keracunan,
kematian tidak wajar akibat keracunan, tindak kekerasan dibawah
pengaruh obat-obatan), yang dapat diperoleh dari laporan pemeriksaan
di tempat kejadian perkara (TKP), atau dari berita acara penyidikan
oleh polisi penyidik. Sangat sering dalam analisis toksikologi forensik
tidak diketemukan senyawa induk, melainkan metabolitnya. Sehingga
dalam melakukan analisis toksikologi forensik, senyawa matabolit juga
merupakan target analisis. Sampel dari toksikologi forensik pada
umumnya adalah spesimen biologi seperti: cairan biologis (darah, urin,
air ludah), jaringan biologis atau organ tubuh.

Preparasi sampel adalah salah satu faktor penentu keberhasilan


analisis toksikologi forensik disamping kehadalan penguasaan metode
analisis instrumentasi. Berbeda dengan analisis kimia lainnya, hasil
indentifikasi dan kuantifikasi dari analit bukan merupakan tujuan akhir
dari analisis toksikologi forensik. Seorang toksikolog forensik dituntut
harus mampu menerjemahkan apakah analit (toksikan) yang
diketemukan dengan kadar tertentu dapat dikatakan sebagai penyebab
keracunan (pada kasus kematian).

Penyiapan Sampel Spesimen untuk analisis toksikologi forensik


biasanya diterok oleh dokter, misalnya pada kasus kematian tidak wajar
spesimen dikumpulkan oleh dokter forensik pada saat melakukan
otopsi. Spesimen dapat berupa cairan biologis, jaringan, organ tubuh.
Dalam pengumpulan spesimen dokter forensik memberikan label pada
masing-masing bungkus/wadah dan menyegelnya. Label seharusnya
dilengkapi dengan informasi: nomer indentitas, nama korban,
tanggal/waktu otopsi, nama spesimen beserta jumlahnya. Pengiriman
dan penyerahan spesimen harus dilengkapi dengan surat berita acara
menyeran spesimen, yang ditandatangani oleh dokter forensik.
Toksikolog forensik yang menerima spesimen kemudian memberikan
dokter forensik surat tanda terima, kemudian menyimpan
sampel/spesimen dalam lemari pendingin “freezer” dan menguncinya
sampai analisis dilakukan.

77
Prosedur ini dilakukan bertujuan untuk memberikan rantai
perlindungan/pengamanan spesimen (chain of custody). Beberapa hal
yang perlu diperhitungkan dalam tahapan penyiapan sampel adalah:
jenis dan sifat biologis spesimen, fisikokimia dari spesimen, serta tujuan
analisis. Dengan demikian akan dapat merancang atau memilih metode
penanganan sampel, jumlah sampel yang akan digunakan, serta
memilih metode analisis yang tepat.

Penanganan sampel perlu mendapat perhatian khusus, karena


sebagian besar sampel adalah materi biologis, sehingga sedapat
mungkin mencegah terjadinya penguraian dari analit. Pemilihan metode
ekstraksi ditentukan juga oleh analisis yang akan dilakukan, misal pada
uji penapisan sering dilakukan ekstraksi satu tahap, dimana pada tahap
ini diharapkan semua analit dapat terekstraksi. Bahkan pada uji
penapisan menggunakan teknik “immunoassay” sampel tidak perlu
diekstraksi dengan pelarut tertentu. Sampel urin pada umumnya dapat
langsung dilakukan uji penapisan dengan menggunakan teknik
immunoassay. Namun tidak jarang harus mendapatkan perlakuan awal,
seperti pengaturan pH dan sentrifuga, guna menghilangkan kekeruhan.
Pemisahan sel darah dan serum sangat diperlukan pada persiapan
sebelum dilakukan uji penapisan pada darah.

Serum pada umumnya dapat langsung dilakukan uji penapisan


menggunakan teknik immunoassay. Tidak jarang sampel darah, yang
diterima sudah mengalami hemolisis atau menggupal, dalam hal ini
darah dilarutkan dengan metanol, dan kemudian disentrifuga,
sepernatannya dapat langsung dilakukan uji penapisan menggunakan
teknik immunoassay. Ekstraksi satu tahap sangat diperlukan apabila uji
penapisan tidak menggunakan teknik immunoassay, misal
menggunakan kromatografi lapis tipis dengan reaksi penampak bercak
tertentu. Atau juga ekstraksi bertingkat “metode Stas-OttoGang” untuk
melalukan pemisahan analit berdasarkan sifat asam-basanya. Metode
ekstraksi dapat berupa ekstraksi cair-cair, menggunakan dua pelarut
yang terpisah, atau ekstraksi cair-padat. Prinsip dasar dari pemisahan
ekstraksi cair-cair berdasarkan koefisien partisi dari analit pada kedua

78
pelarut atau berdasarkan kelarutan analit pada kedua pelarut tersebut.
Pada ekstraksi cair-padat analit dilewatkan pada kolom yang berisi
adsorben fase padat (SPE, Si-Gel C-18, Extrelut®, Bund Elut Certify®,
dll), kemudian dielusi dengan pelarut tertentu, biasanya diikuti dengan
modifikasi pH pelarut.

Penyiapan sampel yang baik sangat diperlukan pada uji


pemastian “identifikasi dan kuantifikasi”, terutama pada teknik
kromatografi. Karena pada umumnya materi biologik merupakan
materik yang komplek, yang terdiri dari berbagai campuran baik
senyawa endogen maupun senyawa eksogen “xenobiotika”.

Penyiapan sampel umumnya meliputi hidrolisis, ekstraski, dan


pemurnian analit. Prosedur ini haruslah mempunyai efesiensi dan
selektifitas yang tinggi. Perolehan kembali yang tinggi pada ekstraksi
adalah sangat penting untuk menyari semua analit, sedangkan
selektiitas yang tinggi diperlukan untuk menjamin pengotor atau
senyawa penggangu terpisahkan dari analit. Pada analisis
menggunakan GC/MS, penyiapan sampel termasuk derivatisasi analit
secara kimia, seperi salilisasi, metilisasi, dll. Derivatisasi ini pada
umumnya bertujuan untuk meningkatkan volatilitas analit atau
meningkatkan kepekaan analisis.

5.3 Uji Penapisan “Screening test”


Uji penapisan untuk menapis dan mengenali golongan senyawa
(analit) dalam sampel. Disini analit digolongkan berdasarkan baik sifat
fisikokimia, sifat kimia maupun efek farmakologi yang ditimbulkan. Obat
narkotika dan psikotropika secara umum dalam uji penapisan
dikelompokkan menjadi golongan opiat, kokain, kannabinoid, turunan
amfetamin, turunan benzodiazepin, golongan senyawa anti dipresan tri-
siklik, turunan asam barbiturat, turunan metadon. Pengelompokan ini
berdasarkan struktur inti molekulnya. Sebagai contoh, disini diambil
senyawa golongan opiat, dimana senyawa ini memiliki struktur dasar
morfin, beberapa senyawa yang memiliki struktur dasar morfin seperti,
heroin, mono-asetil morfin, morfin, morfin-3-glukuronida, morfin-6-

79
glukuronida, asetilkodein, kodein, kodein-6-glukuronida, dihidrokodein
serta metabolitnya, serta senyawa turunan opiat lainnya yang
mempunyai inti morfin.

Uji penapisan seharusnya dapat mengidentifikasi golongan analit


dengan derajat reabilitas dan sensitifitas yang tinggi, relatif murah dan
pelaksanaannya relatif cepat. Terdapat teknik uji penapisan yaitu: a)
kromatografi lapis tipis (KLT) yang dikombinasikan dengan reaksi
warna, b) teknik immunoassay. Teknik immunoassay umumnya
memiliki sifat reabilitas dan sensitifitas yang tinggi, serta dalam
pengerjaannya memerlukan waktu yang relatif singkat, namun alat dan
bahan dari teknik ini semuanya harus diimpor, sehingga teknik ini
menjadi relatif tidak murah.

Dibandingkan dengan immunoassay, KLT relatif lebih murah,


namun dalam pengerjaannya memerlukan waktu yang relatif lebih lama.
a) teknik immunoassay: Teknik immunoassay adalah teknik yang
sangat umum digunakan dalam analisis obat terlarang dalam materi
biologi. Teknik ini menggunakan “anti-drug antibody” untuk
mengidentifikasi obat dan metabolitnya di dalam sampel (materi
biologik). Jika di dalam matrik terdapat obat dan metabolitnya (antigen-
target) maka dia akan berikatan dengan “anti-drug antibody”, namun
jika tidak ada antigentarget maka “anti-drug antibody” akan berikatan
dengan “antigen-penanda”. Terdapat berbagai metode / teknik untuk
mendeteksi ikatan antigenantibodi ini, seperti “enzyme linked
immunoassay” (ELISA), enzyme multiplied immunoassay technique
(EMIT), fluorescence polarization immunoassay (FPIA), cloned
enzyme-donor immunoassay (CEDIA), dan radio immunoassay (RIA).
Pemilihan teknik ini sangat tergantung pada beban kerja (jumlah
sampel per-hari) yang ditangani oleh laboratorium toksikologi. Misal
dipasaran teknik ELISA atau EMIT terdapat dalam bentuk single test
maupun multi test. Untuk laboratorium toksikologi dengan beban kerja
yang kecil pemilihan teknik single test immunoassay akan lebih tepat
ketimbang teknik multi test, namun biaya analisa akan menjadi lebih
mahal. Hasil dari immunoassay test ini dapat dijadikan sebagai bahan

80
pertimbangan, bukan untuk menarik kesimpulan, karena kemungkinan
antibodi yang digunakan dapat bereaksi dengan berbagai senyawa
yang memiliki baik bentuk struktur molekul maupun bangun yang
hampir sama. Reaksi silang ini tentunya memberikan hasil positif palsu.
Obat batuk yang mengandung pseudoefedrin akan memberi reaksi
positif palsu terhadap test immunoassay dari anti bodi-metamfetamin.
Oleh sebab itu hasil reaksi immunoassay (screening test) harus
dilakukan uji pemastian (confirmatori test). b) kromatografi lapis tipis
(KLT) : KLT adalah metode analitik yang relatif murah dan mudah
pengerjaannya, namun KLT kurang sensitif jika dibandungkan dengan
teknik immunoassay. Untuk meningkatkan sensitifitas KLT sangat
disarankan dalam analisis toksikologi forensik, uji penapisan dengan
KLT dilakukan paling sedikit lebih dari satu sistem pengembang dengan
penampak noda yang berbeda. Dengan menggunakan
spektrofotodensitometri analit yang telah terpisah dengan KLT dapat
dideteksi spektrumnya (UV atau fluoresensi). Kombinasi ini tentunya
akan meningkatkan derajat sensitifitas dan spesifisitas dari uji
penapisan dengan metode KLT. Secara simultan kombinasi ini dapat
digunakan untuk uji pemastian. 2.3. Uji pemastian “confirmatory test”
Uji ini bertujuan untuk memastikan identitas analit dan menetapkan
kadarnya. Konfirmatori test paling sedikit sesensitif dengan uji
penapisan, namun harus lebih spesifik. Umumnya uji pemastian
menggunakan teknik kromatografi yang dikombinasi dengan teknik
detektor lainnya, seperti: kromatografi gas - spektrofotometri massa
(GC-MS), kromatografi cair kenerja tinggi (HPLC) dengan diode-array
detektor, kromatografi cair - spektrofotometri massa (LC-MS), KLT-
Spektrofotodensitometri, dan teknik lainnya. Meningkatnya derajat
spesifisitas pada uji ini akan sangat memungkinkan mengenali identitas
analit, sehingga dapat menentukan secara spesifik toksikan yang ada.

Prinsip dasar uji konfirmasi dengan menggunakan teknik CG-MS


adalah analit dipisahkan menggunakan gas kromatografi kemudian
selanjutnya dipastikan identitasnya menggunakan teknik
spektrfotometrimassa. Sebelumnya analit diisolasi dari matrik biologik,

81
kemudian jika perlu diderivatisasi. Isolat akan dilewatkan ke kolom CG,
dengan perbedaan sifat fisikokima toksikan dan metabolitnya, maka
dengan GC akan terjadi pemisahan toksikan dari senyawa
segolongannya atau metabolitnya. Pada prisipnya pemisahan
menggunakan GC, indeks retensi dari analit yang terpisah adalah
sangat spesifik untuk senyawa tersebut, namun hal ini belum cukup
untuk tujuan analisis toksikologi forensik. Analit yang terpisah akan
memasuki spektrofotometri massa (MS), di sini bergantung dari metode
fragmentasi pada MS, analit akan terfragmentasi menghasilkan pola
spektrum massa yang sangat kharakteristik untuk setiap senyawa. Pola
fragmentasi (spetrum massa) ini merupakan sidik jari molekular dari
suatu senyawa. Dengan memadukan data indeks retensi dan spektrum
massanya, maka identitas dari analit dapat dikenali dan dipastikan.
Dengan teknik kombinasi HPLC-diode array detektor akan
memungkinkan secara simultan mengukur spektrum UV-Vis dari analit
yang telah dipisahkan oleh kolom HPLC.

Seperti pada metode GC-MS, dengan memadukan data indeks


retensi dan spektrum UV-Vis analit, maka dapat mengenali identitas
analit. Disamping melakukan uji indentifikasi potensial positif analit
(hasil uji penapisan), pada uji ini juga dilakukan penetapan kadar dari
analit. Data analisis kuantitatif analit akan sangat berguna bagi
toksikolog forensik dalam menginterpretasikan hasil analisis, dengan
kaitannya dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul baik
dari penyidik maupun hakim sehubungan dengan kasus yang terkait.
Misal analisis toksikologi forensik ditegakkan bertujuan untuk
memastikan dugaan kasus kematian akibat keracunan atau diracuni,
pertanyaan-pertanyaan yang mungkin muncul pada kasus ini adalah:

- senyawa racun apa yang terlibat?

- berapa besar dosis yang digunakan?

- kapan paparan tersebut terjadi (kapan racun tersebut mulai kontak


dengan korban)?

82
- melalui jalur apa paparan tersebut terjadi (jalur oral, injeksi,
inhalasi)?

Dalam praktis analisis menggunakan teknik GC-MS, LC-MS,


atau HPLC-Diode array detektor memerlukan biaya analisis yang relatif
mahal ketimbang KLT-Spektrofotodensitometri. Sehingga disarankan
dalam perencanaan pengadaan/pemilihan peralatan suatu laboratorium
toksikologi seharusnya mempertimbangkan biaya operasional
penanganan sampel. Hal ini pada kenyataannya sering menjadi faktor
penghambat dalam penyelenggaraan laboratorium toksikologi. Karena
pada kenyataanya telah diatur dalam KUHAP, bahwa biaya yang
ditimbulkan akibat pemeriksaan atau penyidikan dibebankan pada
negara, namun pada kenyataanya sampai saat negara belum mampu
memikul beban tersebut.

5.4 Interpretasi temuan analisis


Temuan analisis sendiri tidak mempunyai makna yang berarti
jika tidak dijelaskan makna dari temuan tersebut. Seorang toksikolog
forensik berkewajiban menerjemahkan temuan tersebut berdasarkan
kepakarannya ke dalam suatu kalimat atau laporan, yang dapat
menjelaskan atau mampu menjawab pertanyaan yang muncul
berkaitan dengan permasalahan/kasus yang dituduhkan. Berkaitan
dengan analisis penyalahgunaan obatobatan terlarang, mengacu pada
hukum yang berlaku di Indonesia (UU no 5 th 1997 tentang spikotropika
dan UU no 22 th 1997 tentang Narkotika), interpretasi temuan analisis
oleh seorang toksikolog forensik adalah merupakan suatu keharusan
(Wirasuta, 2005).

Heroin menurut UU no 22 tahun 1997 termasuk narkotika


golongan I, namun metabolitnya (morfin) masuk ke dalam narkotika
golongan II. Dilain hal kodein (narkotika golongan III) di dalam tubuh
akan sebagian termetabolisme menjadi morfin. Namun pada
kenyataannya heroin illegal juga mengandung acetilkodein, yang
merupakan hasil asetilasi dari kodein, sehingga dalam analisis

83
toksikologi forensik pada pembuktian kasus penyalahgunaan heroin
ilegal akan mungkin diketemukan morfin dan kodein.

Menurut UU narkotika ini (pasal 84 dan 85), menyatakan bahwa


penyalahgunaan narkotika golongan I, II, dan III memiliki konsekuensi
hukum yang berbeda, sehingga interpretasi temuan analisis toksikologi
forensik, khususnya dalam kaitan menjawab pertanyaan narkotika apa
yang telah dikonsumsi, adalah sangat mutlak dalam penegakan hukum.
Terdapat beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh toksikolog
forensik dalam melakukan analisis: Senyawa apa yang terlibat dalam
tindak kriminal tersebut (senyawa apa yang menyebabkan keracunan,
menurunnya kemampuan mengendarai kendaraan dalam berlalulintas,
atau narkoba apa yang telah disalah gunakan)? Berapa besar dosisnya?
Efek apa yang ditimbulkan? Kapan tubuh korban terpapar oleh
senyawa tersebut?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat terungkap dari hasil


analisis toksikologi dan didukung oleh penguasaan ilmu pendukung
lainnya seperti farmakologi dan toksikologi, biotransformasi, dan
farmakokinetik. Data temuan hasil uji penapisan dapat dijadikan
petunjuk bukan untuk menarik kesimpulan bahwa seseorang telah
terpapar atau menggunakan obat terlarang. Sedangkan hasil uji
pemastian (confirmatory test) dapat dijadikan dasar untuk memastikan
atau menarik kesimpulan apakah sesorang telah menggunakan obat
terlarang yang dituduhkan.

Pernyataan ini terdengar sangatlah mudah, namun pada


praktisnya banyak faktor yang mempengaruhi. Untuk lebih jelasnya
disini akan diberikan suatu perumpamaan kasus, misal dari hasil uji
penapisan menggunakan teknik immunoassay diperoleh dalam sampel
darah dan urin tertuduh memberikan reaksi positif terhadap golongan
opiat. Hasil ini tidak cukup untuk membuktikan (menuduh) terdakwa
telah mengkonsumsi obat terlarang narkotika golongan opiat, karena
obat batuk dentromertofan mungkin memberikan reaksi positif. Dilain
hal senyawa golongan opiat terdistribusi ke dalam golongan narkotika I
sampai III, dimana menurut UU Narkotika, penyalahgunaan golongan

84
tersebut memiliki konsekuen hukum yang berbeda. Metabolit
glukuronida dari morfin dan kodein tidak dimasukkan ke dalam
senyawa narkotika.

Kenyataan ini akan membuat interpretasi toksikologi forensik,


yang hanya berdasarkan data hasil analisis uji penapisan, menjadi lebih
komplek. Dilain hal banyak senyawa obat, dimana metabolitnya
memungkinkan memberi reaksi positif (reaksi silang) terhadap test anti-
amfetamin-antibodi. Senyawa obat tersebut antara lain: a) golongan
obat bebas yang digunakan sebagai dekongestan dan anoreksia,
seperti: efedrin, pseudoefedrin dan fenilpropanolamin; b) golongan
keras (dengan resep): benzofetamin, fenfluramine, mefentermin,
fenmeterzine, dan fentermine; c) obat / senyawa obat, dimana
amfetamin atau metamfetamin sebagai metabolitnya, seperti:
etilamfetamin, clobenzorex, mefenorex, dimetilamfetamin, dll (United
Nation, 1995).

Pada interpretasi hasil analisis pada kasus kematian, seorang


toksikolog forensik dituntut mampu menjawab pertanyaan spesifik
seperti: rute pemakaian toksikan, apakah konsentrasi toksikan yang
ditetapkan cukup sebagai menyebabkan kematian atau penyebab
keracunan.

Penetapan rute pemakaian biasanya diperoleh dari analisis


berbagai spesimen, dimana pada umumnya konsentrasi toksikan yang
lebih tinggi ditemukan di daerah rute pemakaian. Jika ditemukan
toksikan dalam jumlah besar di saluran pencernaan dan hati, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa paparan melalui jalur oral. Demikian
juga apabila konsentrasi yang tinggi ditemukan di paru-paru atau pada
organ viseral lainnya mengindikasikan paparan melalui inhalasi. Bekas
suntikan yang baru pada permukaan tubuh (seperti telapak tangan,
lengan, dll), yang ditemukan pada kasus kematian akibat
penyalahgunaan narkotika, merupakan petujuk paparan melalui injeksi.
Ditemukannya toksikan dalam konsentrasi yang cukup tinggi baik di
saluran pencernaan maupun di darah, dapat dijadikan cukup bukti
untuk menyatakan toksikan tersebut sebagai penyebab kematian.

85
Seorang toksikolog forensik dituntut juga dapat menerangkan absorpsi
toksikan dan transportasi/distribusi melalui sirkulasi sistemik menuju
organ-jaringan sampai dapat menimbulkan efek yang fatal. Interpretasi
ini diturunkan dari data konsentrasi toksikan baik di darah maupun di
jaringan-jaringan.

Hasil analisis urin biasanya kurang berarti dalam menentukan


efek toksik/psikologi dari suatu toksikan. Secara umum hasil analisis
urin menyatakan adanya paparan toksikan sebelum kematian. Dari
jumlah volume urin dan konstelasi jumlah toksikan dan metabolitnya di
dalam kantung kemih, dengan berdasarkan data laju eksresi toksikan
dan metabolitnya, maka dimungkinkan untuk menurunkan informasi
lamanya waktu paparan telah terjadi sebelum kematian (Wirasuta
2004).

Kebanyakan efek farmakologik/psikologi xenobiotika


berhubungan dengan tingkat konsentrasinya di darah dan tempat
kerjanya (reseptor). Oleh sebab itu tingkat konsentrasi di darah adalah
sebagai indikator penting dalam mencari faktor penyebab
kematian/keracunan. Dalam menginterpretasikan tingkat konsentrasi di
dalam darah dan jaringan sebaiknya memperhatikan tingkat efek
spikologis yang sebenarnya dan semua faktor yang berpengaruh dari
setiap tingkat konsentrasi yang diperoleh dari spesimen. Interpretasi
tingkat konsentrasi dalam darah dan jaringan dapat dibagi menjadi tiga
katagori: normal atau terapeutik, toksik, dan lethal.

Tingkat konsentrasi normal dinyatakan sebagai keadaan,


dimana tidak menimbulkan efek toksik pada organisme. Tingkat
konsentrasi toksik berhubungan dengan gejala membahayankan nyawa,
seperti: koma, kejang-kejang, kerusakan hati atau ginjal. Tingkat
konsentrasi kematian dinyatakan sebagai konsentrasi yang dapat
menyebabkan kematian. Contoh: sianida pada konsentrasi yang tinggi
(0,17-2,22 mg/l, diketemukan pada kematian akibat keracunan sianida),
dinyatakan sebagai penyebab keracunan. Sedangkan pada konsentrasi
yang sangat kecil (0,004 mg/l pada orang sehat dan 0,006 mg/l pada
perokok), sianida berperan dalam pembentukan vitamin B12. Dalam

86
jumlah kecil sianida juga diabsorpsi dan dibangkitkan selama merokok.
Oleh sebab itu Made Agus Gelgel Wirasuta 53 mendeteksi sianida di
darah pada tingkat dibawah konsentrasi toksik, masih dapat ditolerir
sebagai tanpa efek toksik. Beberapa logam berat, seperti arsen, timbal,
dan merkuri tidak diperlukan untuk fungsi normal tubuh. Keberadaan
logam tersebut dibawah tingkat konsentrasi toksik mengindikasikan
bahwa korban telah terpapar logam berat akibat polusi lingkungan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi respon individu terhadap tingkat
konsentrasi toksik (seperti: usia, jenis kelamin/status hormonal, berat
badan, status nutrisi, genetik, status immunologi, kelainan patologik
dan penyakit bawaan, kelainan fungsi organ, sifat farmakokinetik dari
toksikan) seharusnya juga dipertimbangkan dalam menginterpretasikan
hasil analisis, yang bertujuan mencari faktor penyebab keracunan.

Faktor lain yang juga harus mendapat perhatian adalah


fenomena farmakologi seperti toleransi. Toleransi adalah suatu
keadaan menurunnya respon tubuh terhadap toksikan sebagai hasil
paparan yang berulang sebelumnya, biasanya dalam waktu yang lama.
Penurunan respon dapat diakibatkan oleh adaptasi selular pada suatu
konsentrasi toksikan, yang dapat berakibat pada penekanan efek
farmakologis yang diinginkan. Hal ini sering dijumpai pada kasus
kematian akibat menyalahgunaan heroin, dimanakan ditemukan
tumpang tindih rentang konsentrasi morfin di darah pada kasus “lethal
related heroine (0,010 - 2,200 µg/ml, rataan: 0,277 µg/ml)” dan “non-
lethal related heroine (0,010 -0,275 µg/ml, rataan: 0,046 µg/ml)”
(Wirasuta 2004). Konsetrasi morfin yang tinggi mungkin tidak
mengakibatkan efek toksik pada junkis yang telah berulang memakai
heroin, sedangkan pada konsentrasi yang sama mungkin menimbulkan
efek kematian pada orang yang baru menggunkan.

Bahaya kematian sering dijumpai pada pemakaian dosis tinggi


oleh pencadu, yang memulai kembali menggunakan heroin setelah
lama berhenti menggunakannya, dimana dosisnya didasarkan
pengalaman pribadi saat efek tolerasi masih timbul. Melalui
pengamatan ulang riwayat kasus, memperhatikan semua faktor

87
toksokinetik, toksodinamik, dan dengan membandingkan hasil analisis
dengan laporan kasus yang sama dari beberapa pustaka atau
pengalaman sendiri, seorang ahli toksikologi membuat interpretasi akhir
dari suatu kasus.

Dalam menginterpretasikan hasil temuannya seorang toksikolog


forensik harus mengulas kembali efek toksik dan farmakologi yang
ditimbulkan oleh analit, baik efek tunggal dari opiate dan benzodiazepin
maupun efek kombinasi yang ditimbulkan dalam pemakaian bersama
antara opiat dan benzodiazepin. Menyacu informasi konsentrasi toksik
(“lethal concentration”) dapat diduga penyebab kematian dari korban.
Efek toksik yang ditimbulkan oleh pemakaian heroin adalah dipresi
saluran pernafasan.

Keracunan oleh heroin ditandai dengan adanya udema paru-


paru. Sedangkan pemakaian diazepam secara bersamaan akan
meningkatkan efek heroin dalam penekanan sistem pernafasan. Hal ini
akan mempercepat kematian. Guna mengetahui obat apa yang telah
dikonsumsi oleh korban, berdasarkan hasil analisis dan alur
metabolisme dari suatu senyawa obat, seorang toksikolog forensik
akan merunut balik apa yang telah dikonsumsi korban. Di darah dan
urin terdapat morfin dan kodein baik dalam bentuk bebas maupun
terikat dengan glukuronidnya namun di urin terdeteksi juga 6-
asetilmorfin. Heroin di dalam tubuh dalam waktu yang sangat singkat
akan termetabilisme menjadi 6-asetilmorfin, dan kemudian membentuk
morfin. Morfin akan terkonjugasi menjadi morfinglukuronidanya. Dari
hasil analisis seorang toksikolog forensik sudah dapat menyimpulkan
bahwa korban telah mengkonsumsi heroin.

Kesimpulan

Toksikologi forensik tidak hanya membahas mengenai keracunan, juga


dalam penyalahgunaan alkohol dan pemalsuan makanan. Dalam hal ini
pemeriksaan dilaksanakan mulai dari skreening hingga evaluasi. Dalam
menentukan penyebab kematian

Evaluasi

88
1. Kerjakan tugas ini secara berkelompok

2. Evaluasi kasus kematian dari tokoh berikut, kemudian buatlah


laporan diskusi serta bahan presentasinya.

- Kasus keracuna Munir

- Kasus kopi Mirna

- Kasus kercunan alkohol oplosan

- Kasus penyalah gunaan NAPZA

89
BAB 6

Tanah dan jejak

6.1.1. Definisi Tanah

Tanah adalah kumpulan dari bagian-bagian padat yang tidak


terikat antara satu dengan yang lain (diantaranya mungkin material
organik) dan rongga-rongga diantara bagian-bagian tersebut berisi
udara dan air. Menurut Harry Cristady Hardiyatmo (2002) tanah adalah
himpunan mineral, bahan organik dan endapan-endapan yang relative
lepas (loose), yang terletak diatas batuan dasar (bedrock). Ikatan
antara butiran yang relative lemah dapat disebabkan oleh karbonat, zat
organic atau oksida-oksida yang mengendap diantara partikel-partikel.
Ruang diantara partikel-partikel dapat berisi air, udara maupun
keduanya. Proses pelapukan batuan atau proses geologi lainnya yang
terjadi di dekat permukaan bumi membentuk tanah. Pembentukan
tanah dari batuan induknya, dapat berupa proses fisik maupun kimia.
Proses pembentukan tanah secara fisik yang mengubah batuan
menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, terjadi akibat pengaruh erosi,
angin, air, es, manusia, atau hancurnya pertikel tanah akibat perubahan
suhu atau cuaca. Partikel-partikel mungkin berbentuk bulat, bergerigi
maupun bentuk-bentuk diantaranya. Umumnya pelapukan akibat
proses kimia dapat terjadi oleh pengaruh oksigen, karbon dioksida, air
(terutama yang mengandung asam atau alkali) dan proses-proses
kimia yang lain.
Ada Lima faktor yang menentukan pembentukan dan
perkembangan tanah, yaitu:
1. Iklim
Iklim merupakan faktor yang sangat penting dalam proses
pembentukan tanah. Suhu dan curah hujan sangat berpengaruh
terhadap intensita reaksi kimia dan fisika didalam tanah yang
menentukan watak pelapukan yang terjadi, yang selanjutnya
berpengaruh terhadap perkembangan profil tanah. Pengaruh suhu
terhadap pembentukan tanah dapat terjadi dalam dua cara:

90
 Memperbesar evapo-tranpirasi, sehinggga mempengaruhi
terhadap gerakan air dala tanah.
 Mempercepat reaksi kimia dalam tanah.
Pengaruh iklim secara tegas dapat bekerja sama dengan faktor lain
dalam pembentikan tanah. Di daerah lembab, curah hujan yang
melimpah memberikan lingkungan yang menguntungkan bagi
pertumbuhan pohon-pohon seperti yang terjadi pada hutan hujan tropis.
Iklim memberikan sebagian pengaruhnya melalui faktor pembentukan
tanah yang lain yaitu organisma atau jasad hidup.
2. Organisme
Pada organisme akan mempengaruhi proses pembentukan dan
perkembangan tanah dengan berbagai macam cara, yaitu penyebaran
flora dan fauna sebagian besar tergantung kepada iklim, dan topografi.
Penimbunan bahan organik, pencampuran profil, peredaran unsur hara
dan kemantapan struktur semuanya dimungkinkan oleh organisme
dalam tanah. Jadi sangat jelas bahwa sifat dan jumlah organisme yang
hidup di dalam tanah dan di atas tanah akan berperan pada macam
tanah yang berkembang.
3. Tofografi
Topografi berpengaruh atas pembentukan tanah yaitu pengaruh
kelerengan atas kecekungan tanah, modifikasi pengaruh iklim, dan
kelembaban.Topografi dapat mempercepat atau menghambat iklim.
Jika di daerah yang datar kecepatan gerak air yang berlebihan
akan jauh lebih kecil daripada di daerah yang bergelombang.
4. Bahan Induk
Tanah terbentuk dari bahan batuan yang mengalami pelapukan.
Kebanyakan telah mengalami erosi yang kemudian dibawa oleh air,
angin, es atau gravitasi ke tempat lain yang akan membentuk
deposit. Bahan deposit tersebut bersifat tidak padu. Dari bahan
deposit yang tidak padu inilah pada umumnya akan disebut
sebagai bahan induk tanah.
5. Waktu
Waktu menentukan tahap-tahap pelapukan dan proses pembentukan
tanah yang berjalan sangat lama. Tahap awal terjadi pencampuran
91
bahan organik, perubahan kimia, dan mineralogi serta fisika tanah,
sehingga akan membentuk horizon yang jelas yaitu keadaan tanah
yang tidak berubah dalam waktu yang lama. Jika bahan mengalami
penghancuran disertai dengan panjang waktu yang sebenarnya
mempunyai peranan sangat penting dalam pembentukan tanah.
6.1.2 Pengumpulan Benda Bukti Tanah
Cara pengumpulan sampel tanah terdiri dari dua yaitu :
1. Sampel tanah yang terdapat pada korban/ pelaku dimana
ditemukannya tanah yang melekat pada sepatu , kendaraan yang
di gunakaan pada saat kejadian. Sampel tanah tersebut diambil
menggunakan swab kemudian di masukkan dalam kantong
sampel / tempat sampel . kemudian sampel tanah di serahakan
kepada petugas penyidik untuk di lakukan pemeriksaan analisis
tanah.
2. Sampel tanah yang terdapat pada lokasi kejadian diambil dengan
sebagai berikut :
a. Tanah yang diambil hanya permukaannya saja.
b. Pengambilan sampel tanah paling sedikit dari 3 tempat atau
lokasi.
c. sampel tanah yang diperlukan paling sedikit 25 gram.
d. sampel tanah di masukkan kedalam kantong sampel terpisah.
e. Masing – masing kantong sampel di beri tanda atau kode
tempat pengambilan sampel.
f. Tempatkan sampel tanah tersebut pada kardus / peti.
g. Kemudian dikirim di laboratorium forensik untuk dilakukan
analisis tanah.
6.1.3 Pemeriksaan dan Analisis Tanah Demi Kepentingan Forensik
1. Secara visual (menentukan tekstur tanah).
a. Diambil sampel tanah tersebut.
b. Diletakkan sampel tanah tersebut pada telapak tangan atau
dengan
memijit – mijit tanah tersebut diantara jari telunjuk dan ibu
jari dengan bantuan sedikit air.
c. Diperhatikan adanya rasa kasar atau licin/ lengket.
92
d. Digulung- gulung sambil melihat daya tahan terhadap
tekanan.
e. Dicatat hasil pengamatan.
2. Menentukan Struktur Tanah
a. Diambil sampel tanah.
b. Dipecahkan atau memisahkan dengan jari.
c. Diamati tipe tanah, ukuran, dan kemampuan
agregat/derajat dengan kaca pembesar.
d. Dicatat hasil pengamatan.
1. Menentukan Konsisteni Tanah
a. Diambil sampel tanah.
b. Dipijit tanah dalam berbagai keadaan kandungan air seperti
basah, lembab, kering.
c. Ditentukan konsistensinya berdasarkan kekuatan
bongkahan.
d. Dicatat hasil pengamatan.
2. Menentukan Warna Tanah
a. Diambil sampel tanah. Kemudian disamakan warna tanah
yg ditemukan ditempat kejadian dengan tanah yg
ditemukan pada korban atau pelaku.
b. Dicatat hasil pengamatan.
3. Penentuan PH
a. Dimasukkan tiap- tiap sampel tanah pada wadah yang
berbeda dan wadah tersebut diberi label/kode.
b. Ditambahkan air murni (pH netral).
Selain metode di atas, terdapat metode lain yang dapat
digunakan untuk mendeteksi adanya jenazah yang dikuburkan pada
suatu areal tanah, dengan mendeteksi adanya gas menggunakan
detektor gas. Pada proses pembusukannya, tubuh jenazah akan
mengeluarkan berbagai gas seperti H2S yang akan terdeteksi oleh alat
detector, menggunakan metode deteksi jenazah melalui pengambilan
sampel tanah untuk dianalisis kendungan dan komposisi tanahnya,
menggunakan

93
metode stratigrafi, yaitu dengan cara memperhatikan segala bentuk
gangguan yang terjadi pada susunan alami horizon-horizon tanahnya
6.1.4. Jejak
Jejak mencakup tanda apa pun yang dihasilkan saat satu objek
bersentuhan dengan objek lain, meninggalkan semacam lekukan atau
cetakan. Bukti yang ditemui meliputi jejak alas kaki, bekas ban, dan
tanda yang dibuat oleh alat dan instrumen serupa.
1. Kesan Alas Kaki
Setiap kali seseorang mengambil langkah, kesan alas kaki
berpotensi tertinggal di permukaan. Kesan seperti itu mungkin dua
dimensi, cetakan tertinggal di permukaan datar dalam beberapa bahan
yang diendapkan, atau tiga dimensi, terbentuk di permukaan lunak
seperti tanah. Banyak teknik tersedia untuk peningkatan dan pemulihan
kesan alas kaki, meskipun metode non-destruktif harus selalu
digunakan terlebih dahulu jika memungkinkan.
Kesan dua dimensi seringkali dapat diperlakukan dengan cara
yang sama seperti sidik jari. Penggunaan bubuk halus secara lembut
dapat menimbulkan jejak kaki pada permukaan datar. Bahan kimia dan
pewarna tertentu dapat meningkatkan kesan pada permukaan seperti
kaca atau ubin. Namun kertas dan permukaan berpori serupa hanya
akan menyerap bahan kimia tersebut, membuat kesan tidak berguna.
Penerapan sumber cahaya alternatif dapat meningkatkan kesan alas
kaki dua dimensi. Sumber cahaya harus diposisikan untuk memberikan
cahaya insiden sudut rendah, menciptakan bayangan untuk
memberikan kontras.
Salah satu metode yang lebih umum untuk memulihkan impresi
tiga dimensi adalah dengan membuat cetakan impresi, biasanya
menggunakan gips Paris, batu gigi, atau bahan pengecoran serupa.
Plester dicampur dengan air dalam jumlah yang sesuai dan dituangkan
dengan lembut ke dalam cetakan. Setelah diatur, itu dapat dihapus dan
diambil untuk keperluan pemeriksaan dan perbandingan.
Jejak dalam debu jelas sangat halus, meskipun dapat dipulihkan
dengan hati-hati menggunakan perawatan elektrostatis. Pengangkat
elektrostatis melewatkan tegangan melintasi lapisan tipis film konduktif,
94
yang terdiri dari lapisan bawah plastik isolasi hitam dengan lapisan atas
aluminium foil. Muatan elektrostatik menyebabkan partikel tayangan
melompat ke bagian bawah hitam, memulihkan kesan debu. Karena
batu gigi mengeluarkan panas saat mengeras, jelas tidak cocok untuk
membuat cetakan di salju. Dalam hal ini ada produk aerosol, seperti
Snow Impression Wax. Ini diterapkan pada cetakan berkali-kali dengan
interval satu hingga dua menit dan kemudian dibiarkan kering. Kesan
kemudian dapat dilemparkan seperti biasa. Sebagai alternatif, belerang
tepung dapat digunakan untuk mencetak cetakan salju. Ini direbus
untuk menghasilkan senyawa pengecoran panas yang, setelah
bersentuhan dengan salju dingin, mengeras untuk menghasilkan
cetakan yang detail.
Jejak alas kaki apa pun yang dikumpulkan dari TKP mungkin
tidak berguna kecuali ada sampel tersangka yang tersedia untuk
perbandingan. Dengan mengoleskan lapisan minyak ringan ke bagian
bawah sepatu dan menekannya ke dalam lembaran karet busa yang
diresapi minyak, kesan uji dapat dihasilkan. Alternatifnya, sol bawah
diminyaki dan ditekan ke kertas putih biasa, yang kemudian ditaburi
dengan bubuk hitam halus yang mirip dengan yang digunakan untuk
mengembangkan cetakan laten. Jika kesan tiga dimensi ingin diperoleh,
sebaiknya, jika memungkinkan, diproduksi dengan menggunakan
metode dan media yang sama dengan kesan aslinya.
Bahkan jika tidak ada sampel lain yang tersedia untuk
perbandingan, jejak sepatu yang dipulihkan dapat menghasilkan
informasi yang sangat banyak. Hampir semua item alas kaki akan
memiliki sol bawah dengan pola khas, yang semakin banyak dirancang
oleh produsen agar spesifik untuk mereka. Di beberapa lokasi, pola
seperti itu telah disimpan dalam basis data untuk tujuan perbandingan.
Meskipun pola-pola ini identik untuk merek dan jenis sepatu yang sama,
tingkat individualitas tertentu dapat diberikan dari proses pembuatan
atau pemakaian umum. Saat sepatu dipakai, detail tertentu memudar di
tempat yang berbeda, tergantung pada berat dan gaya berjalan
pemakainya, dan kerusakan tertentu dapat terjadi. Ukuran sepatu, yang
dapat dengan mudah diperoleh dengan memeriksa kesan yang
95
diperoleh kembali, mungkin berguna, meskipun bukan sebagai
pengidentifikasi positif.
2. Kesan Ban
Karena kendaraan mungkin ada di TKP, sebelum, selama atau
setelah kejahatan, jejak ban dapat ditemukan di TKP, biasanya
tertinggal di tanah. Peningkatan dan koleksi ini mirip dengan kesan alas
kaki. Jika jejak ban ditemukan di lokasi, kesan yang sesuai dengan ban
yang berlawanan juga harus dicari, karena jarak antara keduanya dapat
memberikan informasi lebih lanjut mengenai kendaraan yang
bersangkutan.
3. Tanda Instrumen
Instrumen dan alat yang digunakan selama kejahatan sering
meninggalkan bekas di tempat kejadian, yang mungkin bermanfaat
dalam membangun hubungan antara objek tertentu dan tempat
kejadian. Instrumen umum yang ditemui terbagi dalam dua kategori;
alat potong dan alat tuas. Instrumen pemotong umum termasuk pisau,
pemangkas baut dan bor, dengan obeng dan jemmies menjadi alat
pengungkit yang umum. Instrumen semacam itu akan sering
mengalami kerusakan parah saat digunakan, memberikan ciri khas
yang mungkin meninggalkan kesan khas di tempat kejadian. Pemeran
dapat dibuat dari kesan di tempat kejadian, biasanya menggunakan
sejenis karet silikon. Ini kemudian dapat digunakan untuk dibandingkan
dengan tayangan atau instrumen lain untuk membuat kecocokan dan
menentukan alat mana yang digunakan. Gips itu sendiri akan menjadi
negatif dari tanda aslinya, sehingga tidak boleh langsung dibandingkan
dengan alat yang dicurigai. Sebaliknya instrumen yang dicurigai dapat
digunakan untuk membuat sejumlah tanda tes pada media sejenis.
Edmond Locard, pendiri Institute of Criminalistics di University of
Lyon, Prancis, mengembangkan apa yang kemudian dikenal sebagai
Prinsip Pertukaran Locard. Ini menyatakan bahwa "setiap kontak
meninggalkan jejak", menyiratkan bahwa penjahat akan meninggalkan
dan dan mengambil bukti jejak ketika berada di TKP. Jejak bukti sering
mengacu pada sampel kecil suatu zat, terutama serat, rambut, pecahan
kaca, dan serpihan cat. TKP biasanya berisi jejak bukti, sering kali
96
disebabkan oleh pelaku yang secara tidak sadar bersentuhan dengan
permukaan dan meninggalkan atau mengambil partikulat.
Keberadaan jejak bukti sangat tergantung pada kegigihannya,
karena beberapa partikel dan zat akan lebih mudah berada di
permukaan dan untuk jangka waktu yang lebih lama daripada yang lain.
Sejauh mana bukti akan bertahan tergantung pada ukuran dan bentuk
partikel, jumlah yang disimpan, aktivitas antara pengendapan dan
pemulihan, sifat lingkungan, dan jumlah waktu yang berlalu. Partikel
kecil akan bertahan lebih lama dari partikel yang lebih besar, karena
mereka lebih cenderung bersarang di permukaan material. Permukaan
yang tidak beraturan, seperti kain dan kayu tertentu, akan lebih mudah
mengumpulkan partikulat daripada permukaan yang halus, karena
mungkin ada celah kecil untuk melekatnya partikel.
Ketika jejak bukti ditemukan, banyak faktor harus
dipertimbangkan. Keteraturan suatu bahan sangat penting, karena
barang yang sangat umum mungkin tidak terlalu berguna. Ini adalah
bukti jejak yang tidak biasa atau unik untuk lingkungan atau
pemandangan tertentu yang akan menjadi sangat penting untuk
penyelidikan. Beberapa bentuk bukti jejak mungkin sangat tidak biasa
di tempat kejadian, sehingga memberi mereka arti khusus. Harus
dipertimbangkan bahwa kurangnya bukti jejak dapat mengindikasikan
pembersihan ekstensif oleh pelaku atau peristiwa tersebut tidak terjadi
di lokasi tersebut.
Berbagai metode digunakan dalam pengumpulan jejak bukti,
metode yang digunakan tergantung pada jenis dan sifat bukti. Barang
yang lebih besar, seperti serat panjang, dapat dikumpulkan dengan
tangan atau pinset. Salah satu metode pemulihan yang paling
sederhana adalah mengocok item di atas selembar kertas atau wadah.
Namun hal ini tidak memungkinkan untuk lokasi yang tepat dari barang
bukti yang akan didokumentasikan. Beberapa partikel tidak akan
terlepas dengan mengocok benda tersebut, oleh karena itu menyikat
benda tersebut mungkin diperlukan. Metode pengumpulan bukti jejak
yang umum adalah teknik rekaman, khususnya bermanfaat dalam
kasus serat dan rambut. Sepotong pita perekat bening ditempelkan ke
97
permukaan, dikupas, dan diletakkan di atas kartu pendukung. Hal ini
memungkinkan catatan dibuat dari lokasi yang tepat dari bukti jejak.
Pengangkatan vakum adalah metode pengumpulan jejak yang sangat
berguna. Adegan dibagi menjadi kisi-kisi yang lebih kecil untuk tujuan
kemudahan dan dokumentasi. Vakum digunakan di setiap kisi dengan
filter yang berbeda setiap saat. Setiap filter individu kemudian dapat
dikemas dan dianalisis secara terpisah, memungkinkan lokasi grid yang
tepat dari item bukti untuk dicatat. Metode ini tidak setepat pita perekat,
tetapi ideal untuk mengumpulkan partikulat.
4. Serat
Umumnya ditemukan di banyak TKP, serat akan alami atau
sintetis. Serat alami umumnya diperoleh dari sumber hewani atau
tumbuhan, dengan contoh umum termasuk kapas, sutra, dan wol.
Mereka umumnya melingkar pada penampang dan memiliki kutikula
skalar. Mereka cenderung mudah dipindahkan dan sering terjalin
dengan serat lain, membuatnya lebih tahan lama. Penerapan panas
dapat menyebabkannya melengkung. Namun sejak pengembangan
nilon pada tahun 1939, serat buatan semakin banyak menggantikan
serat alami khususnya pada garmen. Sebagian besar serat alami
memiliki penampilan khas yang dapat dideteksi menggunakan
mikroskop. Namun sutra dan serat sintetis diproduksi dengan menarik
keluar dan memadatkan cairan, memberikannya permukaan yang halus
dan sayangnya tidak dapat dibedakan. Serat-serat ini dapat
menampilkan berbagai bentuk penampang meskipun jarang melingkar,
dan hampir selalu diwarnai dan kurang bertahan pada permukaan.
Contoh umum serat sintetis adalah poliester, nilon, dan rayon.
Serat jarang dapat digunakan untuk membuat identifikasi positif
yang tepat. Perbandingan berdampingan antara sampel standar dan
sampel TKP umumnya dilakukan terlebih dahulu untuk
membandingkan warna dan diameter serat. Fitur morfologi yang dapat
membantu perbandingan termasuk striasi, lubang pada permukaan
serat, pigmentasi, dan bentuk serat melalui tampilan penampang.
Sampel standar harus diambil dari TKP untuk kemudian
dibandingkan dengan sampel tersangka. Dengan menggunakan
98
mikrospektrofotometri, cahaya dapat dilewatkan melalui serat, sebagian
diserap dan sebagian melewati serat. Dengan memeriksa panjang
gelombang mana yang diserap, sifat dan warna serat dapat ditentukan.
Spektrometri massa kromatografi gas (GC-MS) digunakan untuk
mempelajari komposisi kimia serat dengan menganalisis sampel untuk
membentuk komponen individual. Namun ini adalah metode destruktif
yang seharusnya hanya digunakan setelah analisis non-destruktif.
5. Rambut
Sekitar 100 helai rambut secara alami ditumpahkan oleh kepala
manusia setiap hari, oleh karena itu sering ditemukan di TKP. Rambut
manusia mengalami serangkaian tiga fase pertumbuhan. Anagen
adalah tahap pertumbuhan, yang dapat berlangsung hingga enam
tahun. Tahap katagen mengikuti ini, yang pada dasarnya merupakan
fase transisi yang berlangsung selama beberapa minggu. Terakhir
adalah tahap istirahat, telogen, yang bisa bertahan hingga enam bulan.
Memeriksa rambut yang terkumpul dapat membantu menentukan pada
tahap apa dalam siklus ini rambut itu. Jika rambut dicabut selama tahap
anagen, akarnya akan berbentuk bulat, meruncing, dan kemungkinan
besar akan ada jaringan folikel yang menempel. Selama tahap catagen
akar rambut panjang dan tipis. Akhirnya pada tahap telogen, akarnya
berbentuk tongkat dan rambut akan rontok secara alami. Berdasarkan
fitur morfologi, para ahli dapat mengklasifikasikan setiap rambut
manusia yang ditemukan sebagai salah satu dari enam jenis; kepala,
wajah, alis/bulu mata, tubuh, aksila (ketiak), dan kemaluan. Rambut
terdiri dari medula (inti dalam), korteks (lapisan sekeliling), dan kutikula
(lapisan penutup). Korteks mengandung butiran pigmen yang
menentukan warna rambut. Kutikula luar menyerupai satu lapisan sisik
yang tumpang tindih.
Korteks rambut mengelilingi medula dan terdiri dari butiran
pigmen dan gelembung udara kecil yang dikenal sebagai fusi. Kutikula
adalah lapisan yang menutupi rambut, yang terdiri dari serangkaian
sisik yang tumpang tindih. Pola sisik ini mungkin koronal, kelopak atau
umbrikat, polanya sangat berguna dalam membentuk spesies. Pola
skala koronal simetris dan tumpang tindih, umumnya tidak ditampilkan
99
pada rambut manusia (Cheyko & Petreco, 2003). Sisik kelopak juga
tidak ditemukan pada manusia dan penampilannya menyerupai sisik
reptil. Akhirnya sisik umbrikasi, yang tumpang tindih tanpa pola yang
jelas, paling sering ditemukan pada rambut manusia.
Medula, bagian tengah rambut, sangat berguna karena berbagai
alasan. Medula itu sendiri dapat diklasifikasikan sebagai tidak ada,
terfragmentasi, terputus, atau terus menerus. Sebagian besar rambut
kepala manusia tidak memiliki medula atau medula yang terfragmentasi,
kecuali individu dari ras mongoloid, yang biasanya memiliki medula
yang terus menerus. Jika rambut berasal dari hewan, medula
kemungkinan akan terus menerus atau terputus. Indeks medula,
dinyatakan sebagai rasio diameter batang terhadap diameter medula,
dapat digunakan untuk membedakan antara rambut manusia dan
hewan. Medula pada bulu hewan akan mencapai lebih dari setengah
diameternya, sedangkan pada rambut manusia hanya membutuhkan
sekitar sepertiga.
Pemeriksaan rambut yang ditemukan dapat membantu
menentukan asal rambut, berdasarkan panjang, bentuk, ukuran, warna,
dan tampilan mikroskopisnya. Rambut dari kepala sering kali memiliki
ujung yang terbelah atau terpotong, dan mungkin telah dilakukan
perubahan, seperti pewarna atau aplikasi kimia lainnya. Rambut
kemaluan terlihat kasar dan kurus, dengan medula yang terus menerus
hingga terputus. Rambut wajah juga terlihat kasar, seringkali dengan
penampang segitiga. Sedangkan bulu anggota badan lebih pendek dan
berbentuk seperti busur.
Pemeriksaan mikroskopis rambut manusia memungkinkan untuk
diklasifikasikan ke dalam salah satu dari tiga kelompok ras. Rambut
Kaukasoid atau Eropa cenderung memiliki kekasaran halus hingga
sedang dalam berbagai warna. Mereka biasanya lurus atau
bergelombang, memiliki penampang bulat atau oval, dan menampilkan
butiran pigmen berukuran sedang yang terdistribusi secara merata.
Berukuran sedang, umumnya lurus atau bergelombang. Rambut
Mongoloid / Asia biasanya kasar, lurus, dan penampang melingkar,
dengan diameter lebih lebar dan kutikula lebih tebal. Butiran pigmen
100
berukuran sedang dan dikelompokkan dalam tambalan daripada
didistribusikan secara merata. Rambut Negroid cenderung keriting
dengan penampang pipih atau oval dan butiran pigmen yang lebih
besar.
Usia seseorang tidak dapat ditentukan secara akurat dari
analisis rambut, meskipun ada beberapa indikator yang mungkin
berguna. Misalnya, rambut bayi cenderung sangat halus dan biasanya
mengandung sedikit indikator ras. Itu juga lebih kecil kemungkinannya
untuk diwarnai. Rambut orang lanjut usia mungkin menunjukkan tanda-
tanda kehilangan pigmen dan biasanya memiliki diameter yang
bervariasi.
Jika sehelai rambut dicabut secara paksa, akar akan tetap
memiliki jaringan bantalan yang matang untuk pembuatan profil DNA
nuklir. Namun jika tidak ada akar, masih mungkin untuk mengekstraksi
DNA mitokondria. Saat rambut tumbuh dari folikel di kulit, zat apa pun
yang masuk ke tubuh akan sering diserap ke dalam rambut, oleh
karena itu rambut dapat dianalisis keberadaan berbagai bahan kimia.
Obat dan racun apa pun yang diminum oleh individu dapat muncul di
rambut, seperti logam tertentu dari tindikan tubuh. Sebaliknya,
kekurangan bahan tertentu juga bisa menjadi signifikan, seperti jumlah
nutrisi vital yang tidak mencukupi. Lokasi yang tepat dari zat-zat
tersebut di dalam rambut dapat bertindak sebagai semacam garis
waktu, membantu para ahli dalam menentukan kapan zat tersebut
masuk ke dalam tubuh. Meskipun analisis rambut dapat menunjukkan
adanya unsur dan senyawa tertentu, tes lebih lanjut harus dilakukan
untuk memastikannya, seperti tes darah atau urin.
Mungkin perlu mengumpulkan sejumlah rambut dari korban atau
tersangka untuk tujuan perbandingan. Rambut yang dikumpulkan dari
TKP dibandingkan dengan sampel standar dengan menggunakan
mikroskop pembanding, memungkinkan mereka untuk dilihat
berdampingan. Untuk mempelajari penampang, rambut dapat
disematkan dalam lilin parafin dan diiris menjadi bagian tipis untuk
diperiksa. Langkah pertama dalam pemeriksaan rambut adalah
menentukan apakah itu milik manusia atau hewan. Dengan koleksi
101
lengkap sampel referensi yang tersedia, dimungkinkan untuk
menentukan spesies rambut berdasarkan penampilannya. Rambut
manusia cenderung melingkar pada penampang, umumnya
membuatnya mudah dikenali.
6. Kaca
Kaca adalah produk fusi anorganik, yang pada dasarnya terdiri
dari memanaskan campuran pasir (silikon dioksida, SiO2), batu kapur
(kalsium karbonat), dan soda (natrium karbonat), bersama dengan
berbagai kotoran. Jenis kaca yang berbeda diproduksi dengan cara
yang berbeda, dan cara pembuatan kaca menyebabkannya berperilaku
berbeda. Kaca jendela, mungkin jenis yang paling umum, umumnya
dijumpai sebagai lembaran datar transparan yang terdiri dari kaca
soda-lime. Ini tidak tahan suhu tinggi atau perubahan suhu mendadak,
dan dapat rusak oleh zat korosif. Kaca temper, yang biasa digunakan
pada jendela penumpang kendaraan, jauh lebih kuat. Kekuatan ini
dicapai dengan memasukkan gaya ekstra di setiap sisi kaca melalui
pemanasan dan pendinginan yang cepat selama pembuatan. Saat
benturan, kaca pecah menjadi kotak-kotak kecil, membuatnya sangat
berguna untuk digunakan sebagai jendela samping dan belakang pada
mobil. Namun kaca laminasi diproduksi dengan lapisan plastik di antara
lembaran kaca, yang menahannya jika pecah. Ini sering digunakan di
kaca depan mobil dan jendela toko. Berbagai bentuk kaca diwarnai
dengan penambahan sejumlah kecil logam, seperti kobalt untuk
pewarna biru dan kromium untuk warna hijau.
Karena sifat kaca dan perilakunya, dimungkinkan untuk
menentukan apakah dua potong kaca berasal dari sumber yang sama.
Kepadatan dan indeks bias kaca keduanya dapat digunakan untuk
membedakan antara fragmen. Massa jenis ditentukan dengan
menimbang sampel dan mengukur volumenya, dengan menggunakan
rumus massa jenis = massa/volume. Kepadatan dua pecahan kaca
juga dapat ditentukan dengan menangguhkan kaca dalam cairan untuk
menentukan kerapatannya. Indeks bias kaca adalah kemampuannya
untuk membelokkan cahaya yang melewatinya, sehingga
memungkinkan untuk mengidentifikasi jenis kaca berdasarkan nomor
102
yang ditetapkan, menggunakan alat GRIM (Glass Refractive Index
Measurement). Namun harus diperhitungkan bahwa kaca akan
mengubah indeks biasnya saat dipanaskan.
Potongan pecahan kaca dapat direkonstruksi secara fisik untuk
membentuk objek atau panel aslinya. Dengan mempelajari kaca ini,
penyelidik mungkin dapat menentukan dari sisi kaca mana benturan itu
berasal. Ketika sebuah proyektil mengenai permukaan panel kaca,
kaca tersebut sedikit tertekuk sebelum pecah. Hal ini menyebabkan
retakan radial terjadi pada sisi kaca yang berlawanan dengan titik
tumbukan. Jika patahan ini bertemu dengan garis patahan yang sudah
ada sebelumnya, patahan ini akan berakhir, sehingga memungkinkan
untuk menentukan urutan terjadinya patahan. Proyektil yang bergerak
cepat, seperti peluru, akan meninggalkan lubang berbentuk kawah di
panel kaca, sedangkan proyektil yang bergerak lambat biasanya akan
menghancurkan seluruh panel. Pecahan kaca kecil sering ditemukan
pada pakaian pelaku, atau orang lain yang berdiri di sekitarnya saat
kaca pecah. Sedangkan sebagian besar kaca akan jatuh ke dalam
akibat benturan, pecahan akan menyembur ke arah yang berlawanan,
yang dikenal sebagai backscatter. Pecahan ini akan melekat pada
pakaian dan alas kaki bahkan setelah dicuci. Namun sekitar 90%
pecahan kaca terlepas dari pakaian dalam waktu 24 jam setelah
pengendapan.
7. Cat
Cat adalah cairan buatan pabrik yang mengering untuk
membentuk lapisan tipis dan keras. Ini terdiri dari sejumlah konstituen
utama. Ini adalah pembawa, pigmen, pengubah, ekstender dan
pengikat. Pembawa adalah zat yang mengeras pada penguapan
pelarut, yang biasanya berupa cairan organik. Pigmen memberi warna
pada cat, seringkali menjadi zat khusus untuk warna tertentu. Pigmen
biru dan hijau biasanya disebabkan oleh senyawa organik, sedangkan
warna merah, kuning, dan putih cenderung berasal dari senyawa
anorganik. Pengubah umumnya mengontrol sifat-sifat cat, seperti
fleksibilitas, kilap, dan ketahanan chip. Extender, seperti namanya,
menambah volume pada cat dan meningkatkan cakupannya. Akhirnya,
103
pengikat adalah resin alami atau sintetis yang menstabilkan dan
menyempurnakan cat.
Analisis cat dapat dilakukan dalam tiga bentuk; mekanik, fisik
dan kimia. Analisis mekanis akan mencoba membuat kecocokan antara
serpihan cat, mirip dengan menyusun kembali teka-teki jigsaw. Analisis
kimia bertujuan untuk menetapkan komposisi yang tepat dari sampel
menggunakan berbagai teknik kromatografi. Analisis fisik cat berkaitan
dengan warna, tekstur, ketebalan, kenampakan, dan pola terjadinya.
Semua ini dapat ditentukan dengan menggunakan mikroskop.
Cat mobil seringkali dapat ditelusuri kembali ke merek tertentu
dan bahkan model, terutama bermanfaat dalam insiden tabrak lari di
mana serpihan cat dari mobil tersangka tertinggal di TKP. Karena
setiap pabrikan mobil akan mencampur cat dengan formula tertentu,
dua warna yang tampaknya identik sebenarnya dapat memiliki
komposisi yang berbeda. Pecahan ini mungkin telah dipindahkan ke
pakaian korban, ke kendaraan lain, atau ditinggalkan begitu saja di
tanah setelah terjadi benturan.

Kesimpulan

Tanah merupakan bahan pemeriksaan yang penting pada ilmu forensik.


Jejak dan barang yang tercampur dalam tanah juga dapat dijadikan
barang bukti. Dalam forensik tanah yang merupakan campuran mineral,
bahan organik dan material lain. Analisis tanah dapat dilakukan secara
fisika maupun kimiawi.

Evaluasi

1. Jelaskan cara pemeriksaan jejak tanah!

2. Jelaskan cara pemeriksaan ph tanah!

3. Sebutkan cara mengumpulkan bukti dari tanah!

104
BAB 7

Kebakaran, Senjata Api dan Bahan Peledak

7.1. Kebakaran

Investigasi kebakaran melibatkan pemeriksaan semua insiden


terkait kebakaran setelah petugas pemadam kebakaran memadamkan
api. Praktiknya mirip dengan pemeriksaan TKP di mana TKP harus
dilestarikan dan bukti dikumpulkan dan dianalisis, tetapi dengan banyak
kesulitan dan bahaya tambahan. Investigasi akan mencakup survei
yang cermat terhadap lokasi yang rusak untuk menentukan asal api
dan akhirnya menentukan penyebabnya. Namun untuk memeriksa dan
mengevaluasi lokasi kebakaran secara efektif, penyelidik harus
memiliki pengetahuan terperinci tentang kimia dan perilaku api serta
pengaruhnya.

7.1.1. Sifat Kimia Api

Kebakaran terjadi akibat reaksi eksotermis pembakaran


(burning), menghasilkan panas dan cahaya. Agar kebakaran terjadi,
tiga komponen vital harus ada: sumber bahan bakar, oksidan (O2) dan
energi yang cukup dalam bentuk panas. Bersama-sama ini membentuk
segitiga api. Faktor keempat juga dapat dijelaskan – reaksi berantai
kimia mandiri – untuk menghasilkan tetrahedron api. Tidak adanya
salah satu dari kondisi ini akan mengakibatkan api tidak menyala atau
padam melalui smothering (penghilangan oksigen), pendinginan
(penghilangan panas) atau kelaparan (penghilangan bahan bakar).

Bahan padat dan cair tidak benar-benar terbakar, tetapi proses


pemanasan menyebabkannya menghasilkan uap yang dapat terbakar.
Ini adalah proses pirolisis. Melalui produk pirolisis ini akan terbentuk
zat-zat yang mudah terbakar dan mudah menguap dengan berat
molekul rendah yang disebabkan oleh penguraian bahan oleh api.

Warna api dapat bervariasi tergantung pada bahan yang terlibat


dalam pembakaran. Warna nyala api pada dasarnya ditentukan oleh
panjang gelombang cahaya yang dipancarkan, yang bervariasi
tergantung bahannya. Misalnya, api merah/kuning/oranye biasanya
105
ditemui ketika ada karbon. Zat anorganik dapat menghasilkan
perbedaan warna yang lebih jelas, seperti tembaga yang akan
menimbulkan nyala hijau.

Panas yang dihasilkan oleh api dapat menyebar dengan salah


satu dari tiga cara; konveksi, konduksi dan radiasi. Konveksi adalah
perpindahan panas melalui sirkulasi udara, dan hanya terjadi pada
cairan dan gas. Contoh konveksi adalah panas dari api yang naik dan
memanaskan langit-langit ruangan. Konduksi adalah perpindahan
panas melalui media melalui kontak langsung, seperti api yang
memanaskan balok logam yang memindahkan panas ke tempat lain.
Radiasi adalah pancaran panas sebagai radiasi infra merah tanpa
media, seperti api yang memanaskan dan menyalakan sofa di dekatnya.

7.1.2. Pengapian

Pengapian akan terjadi ketika semua kondisi yang diperlukan


untuk menyalakan api terjadi, menghasilkan api yang membara atau
menyala. Ini sering disebabkan oleh penambahan panas ke bahan
bakar di udara, yang dapat disebabkan oleh berbagai sumber seperti
reaksi kimia eksotermik, gesekan, radiasi matahari, dan listrik.

Temperatur yang diperlukan untuk penyalaan terjadi bervariasi


tergantung pada bahan bakar. Titik nyala adalah suhu minimum di
mana bahan bakar dinyalakan sesaat di udara oleh sumber pengapian
eksternal. Namun ini tidak serta merta mempertahankan pembakaran
dan menghasilkan api. Nyala api atau titik api adalah suhu minimum di
mana uap yang cukup dihasilkan untuk memungkinkan pembakaran
berlanjut. Ini biasanya beberapa derajat lebih tinggi dari titik nyala. Titik
nyala dan titik nyala suatu zat dapat ditentukan dengan menempatkan
sejumlah kecil sampel dalam wadah kedap udara, secara bertahap
meningkatkan suhunya sambil menambahkan sumber pengapian
secara berkala, dan kemudian mengukur titik di mana titik nyala dan
titik nyala tercapai.

Suhu penyalaan spontan, juga dikenal sebagai titik penyalaan


otomatis, adalah suhu terendah di mana suatu zat akan menyala tanpa

106
sumber penyalaan eksternal. Ini diukur dengan memanaskan sampel,
mempelajari suhu pusat bahan dan mendokumentasikan suhu di mana
pengapian terjadi secara spontan.

Titik picu api, titik nyala, dan suhu penyalaan spontan adalah
suhu terendah di mana suatu bahan dapat menyala ketika dipanaskan
secara eksperimental, meskipun suhu sebenarnya ini dapat bervariasi
dan sebaiknya hanya digunakan sebagai pedoman. Bahan bakar yang
berbeda juga memiliki batas mudah terbakar yang lebih rendah dan
lebih tinggi, konsentrasi gas mudah terbakar terendah dan tertinggi
yang diperlukan untuk pembakaran. Jika konsentrasi berada di luar
kisaran mudah terbakar ini, pembakaran umumnya tidak akan terjadi.
Zat seperti hidrogen memiliki rentang mudah terbakar yang luas,
membuatnya sangat berbahaya.

7.1.3 Bara Api

Tidak semua jenis api menghasilkan nyala api. Bara merupakan


salah satu bentuk pembakaran tanpa api yang terjadi pada permukaan
bahan berupa zat selulosa yang dapat membentuk arang padat.
Kehadiran api yang membara ditandai dengan pembakaran yang
sangat terlokalisasi dan produksi asap tebal dan tinggal. Suhu
permukaan dapat dikaitkan dengan warna membara. Misalnya,
permukaan berwarna merah tua menunjukkan suhu 500-600oC,
sedangkan permukaan berwarna putih menunjukkan suhu lebih dari
1400oC. Tingkat propagasi tergantung pada bahan yang terbakar dan
jumlah oksigen yang tersedia. Hanya konsentrasi oksigen yang rendah
yang diperlukan untuk pembakaran yang membara, tetapi jika oksigen
yang cukup disediakan, api yang membara kemudian dapat
menghasilkan nyala api. Rokok adalah penyebab umum kebakaran
yang membara ketika dibiarkan bersentuhan dengan furnitur berlapis
kain, misalnya.

7.1.4. Pembakaran spontan

Pembakaran spontan mengacu pada penyalaan tiba-tiba suatu


bahan tanpa sumber penyalaan eksternal seperti nyala api atau

107
percikan api. Fenomena tersebut terjadi sebagai akibat dari reaksi
kimia eksotermik yang terjadi di dalam material, melepaskan panas.
Dalam kasus di mana material ditumpuk bersama, panas tidak dapat
hilang secara efektif sehingga suhu di dalam material naik. Kenaikan
suhu menyebabkan reaksi kimia menjadi lebih cepat, menghasilkan
lebih banyak panas. Temperatur dapat naik hingga titik nyala material
tercapai, menyebabkan pengapian. Pembakaran spontan cenderung
dicirikan oleh sumber api yang tampak menjadi pusat material, karena
panas lebih mudah hilang dari permukaan, sehingga mengakibatkan
pusat mencapai suhu tertinggi. Kain lap yang dibasahi minyak, serbuk
gergaji, atau tumpukan jerami diketahui dapat terbakar secara spontan.

7.1.5. Investigasi TKP

Tujuan utama dari penyelidikan kebakaran adalah untuk


menetapkan asal (tempat) kebakaran, menentukan kemungkinan
penyebabnya, dan dengan demikian menyimpulkan apakah kejadian itu
tidak disengaja, alami atau disengaja. Sangat penting untuk
menetapkan penyebab untuk memastikan peristiwa serupa tidak terjadi
(dalam kasus alami atau tidak disengaja) atau untuk memungkinkan
dilakukannya penyelidikan hukum (dalam kasus kebakaran yang
disengaja).

Perhatian awal sehubungan dengan lokasi kejadian kebakaran


adalah keselamatan. Pemandangan seperti itu memiliki faktor risiko
yang meningkat dengan kemungkinan bahaya termasuk bahan yang
dipanaskan, keruntuhan struktur, listrik dan saluran gas yang rusak,
puing, asbes, produk pembakaran berbahaya dan zat beracun lainnya.
Penilaian risiko yang dinamis harus dilakukan, tempat kejadian harus
dinyatakan aman dan semua orang yang memasuki tempat kejadian
harus mengenakan pakaian pelindung yang sesuai seperti topi
pengaman, pakaian terusan tahan api, sepatu bot berlapis baja, sarung
tangan tebal dan, dalam beberapa kasus, masker wajah. . Pasokan gas
dan listrik harus dimatikan sebelum penyelidikan dimulai.

108
Informasi mengenai kebakaran dapat diperoleh dari para saksi.
Saksi mungkin dapat memberikan perincian tempat sebelum kebakaran
selain perincian api itu sendiri, seperti aktivitas yang mencurigakan atau
penyebaran api yang nyata dan warna asap. Penonton bahkan
mungkin telah mengambil foto atau rekaman video dari kejadian
tersebut di ponsel atau kamera mereka. Pemilik bangunan/area
mungkin dapat merinci isi dan tata letak bangunan serta fakta-fakta
terkait lainnya. Namun harus selalu dipertimbangkan bahwa saksi sipil
mungkin tidak dapat diandalkan dan bahkan dapat terlibat dalam
insiden kebakaran. Petugas layanan darurat, seperti polisi dan
pemadam kebakaran, jauh lebih dapat diandalkan sebagai saksi.
Petugas pemadam kebakaran khususnya mungkin dapat memberikan
informasi yang berguna tentang kemungkinan asal api dan kondisi yang
tidak biasa. Petugas pemadam kebakaran juga harus diwawancarai
untuk mengidentifikasi gangguan yang terjadi di tempat kejadian
selama upaya pemadaman kebakaran.

Idealnya, saksi mata harus diwawancarai oleh individu yang


objektif yang berpengalaman dalam mewawancarai sedemikian rupa
sehingga informasi yang mereka berikan tidak terpengaruh.

Insiden kebakaran harus diperlakukan sebagai TKP di mana


area tersebut harus dikontrol secara ketat oleh barikade untuk
menyimpan bukti dan memungkinkan akses hanya untuk personel yang
berwenang, dengan TKP dan bukti didokumentasikan sepenuhnya.
Rencana tempat harus dibuat jika memungkinkan untuk memasukkan
lokasi objek, meskipun harus dipertimbangkan bahwa gangguan
mungkin telah terjadi selama upaya pemadaman kebakaran.

7.1.6. Pembakaran (Arson)

Ada banyak indikasi penyalaan api yang disengaja, juga dikenal


sebagai pembakaran. Kasus pembakaran sangat penting bagi
penyelidik forensik, dan insiden semacam itu dapat muncul karena
berbagai alasan, seperti penipuan asuransi, terorisme, upaya untuk

109
menyakiti seseorang atau propertinya, masalah kesehatan mental, atau
untuk menyembunyikan kejahatan sebelumnya. .

Indikasi pembakaran yang sangat signifikan adalah kurangnya


bukti yang menunjukkan kebakaran yang tidak disengaja atau alami,
meskipun ada kemungkinan bahwa penyebab kebakaran yang tidak
disengaja pun telah dihancurkan dan tidak dapat dipastikan. Tanda-
tanda masuk paksa ke tempat tersebut dapat menunjukkan
pembakaran, ditampilkan melalui jendela pecah, pintu paksa, peralatan
yang ditemukan di tempat kejadian, atau menonaktifkan alarm
penyusup.

Cairan yang mudah terbakar biasanya digunakan oleh pelaku


pembakaran untuk mempercepat kebakaran, terutama patroli, solar,
minyak tanah, dan terpentin. Penggunaan akselerator disarankan oleh
pola pembakaran yang sangat terlokalisasi dengan batas yang jelas
antara area yang terbakar dan yang tidak terbakar, beberapa tempat
kebakaran atau tanda jejak, dan deteksi uap hidrokarbon menggunakan
anjing pelacak atau detektor hidrokarbon. Wadah cairan yang mudah
terbakar juga dapat ditemukan di tempat kejadian. Namun harus
diperhitungkan bahwa cairan yang mudah terbakar mungkin ada untuk
tujuan yang tidak bersalah, oleh karena itu perlu untuk menentukan
apakah akselerator tersebut disimpan di tempat sebelum kebakaran.
Paket bahan bakar lain juga dapat digunakan, seperti koran, yang
mungkin ditumpuk dan dinyalakan secara mencurigakan. Jika alat
pembakar digunakan untuk menyalakan api, bukti alat tersebut dapat
ditemukan di antara puing-puing. Selain itu jika banyak perangkat
digunakan, mereka dapat ditemukan utuh jika gagal meledak.

Penyelidik harus berusaha untuk memastikan isi bangunan


sebelum kebakaran. Penghapusan barang-barang dari tempat, seperti
saham bisnis atau objek nilai sentimental atau moneter, merupakan
indikasi kuat dari pembakaran, umumnya terkait dengan kasus
penipuan asuransi. Pemilik tempat harus diselidiki dan kemungkinan

110
masalah keuangan atau bisnis dicari, yang akan memberikan bukti
lebih lanjut dalam bentuk motif.

Kebakaran kadang-kadang dimulai untuk menyembunyikan


pelanggaran yang dilakukan sebelumnya. Namun jika api dinyalakan
untuk menyembunyikan pembunuhan, sangat tidak mungkin tubuh
korban benar-benar hancur total, karena ini membutuhkan suhu
ratusan derajat Celcius selama 2-3 jam. Dalam beberapa kasus, pelaku
pembakaran mungkin berusaha melindungi penyebab kebakaran atau
berusaha membuatnya tampak alami atau tidak disengaja. Misalnya,
mereka mungkin mulai menembak di dekat peralatan atau menumpuk
koran di dekat sumber api potensial. Pembakar dapat memblokir
jendela untuk melindungi api sampai api berkembang, atau sebaliknya
membuka pintu untuk memberikan ventilasi. Mereka juga dapat
menempatkan benda-benda untuk menghalangi pintu masuk ke
gedung dan upaya pemadaman kebakaran. Dalam kasus dugaan
pembakaran, mengamati atau memotret orang yang melihatnya
mungkin terbukti bermanfaat. Pembakar diketahui kembali ke tempat
kejadian untuk menyaksikan kebakaran dan penyelidikan. Indikator
tertentu di lokasi kebakaran mungkin tidak hanya menyarankan
pembakaran, tetapi juga dapat memberikan wawasan tentang
kemungkinan motif dari individu yang bertanggung jawab. Orang-orang
yang terkait dengan tempat itu harus diwawancarai dan diselidiki untuk
mencari kemungkinan motif pembakaran.

7.1.7 Kebakaran Listrik

Ketika arus listrik melewati hambatan material apa pun akan


ditemui, menghasilkan panas. Kabel listrik biasanya diproduksi dan
dipasang sedemikian rupa sehingga panas yang dihasilkan relatif
rendah dan akan hilang. Namun ada beberapa kejadian di mana panas
yang dihasilkan dapat mencapai suhu yang cukup untuk menyebabkan
penyalaan. Listrik adalah penyebab umum kebakaran yang tidak
disengaja, seringkali melalui terjadinya busur listrik.

111
Busur listrik terjadi ketika dua konduktor bersentuhan setelah
isolasi kabel rusak. Kerusakan ini dapat terjadi karena berbagai alasan,
terutama panas berlebih, beban berlebih, kerusakan mekanis, atau
cacat produksi. Jika kabel menjadi terlalu panas, mungkin karena
gulungan kabel, panas tidak akan dapat hilang dan insulasi dapat
meleleh, memungkinkan konduktor bersentuhan. Overloading terjadi
ketika lebih banyak daya ditarik melalui kabel daripada yang dirancang
untuk ditangani, seperti jika terlalu banyak colokan yang dimasukkan ke
dalam satu soket. Ini juga dapat terjadi melalui pemasangan sekering
atau ukuran kabel yang salah. Ini juga akan menyebabkan isolasi
meleleh. Kerusakan mekanis dapat terjadi melalui kerusakan langsung
atau gerakan terus menerus, melemahkan kabel pada titik tertentu dan
dengan demikian memungkinkan kontak antar konduktor. Demikian
pula, kerusakan mungkin merupakan akibat dari cacat dalam proses
pembuatan. Busur ditandai dengan manik-manik pada kabel yang
disebabkan oleh peleburan kawat. Perlu diperhatikan bahwa meskipun
busur listrik dapat menyebabkan kebakaran, kebakaran juga dapat
menyebabkan busur api.

Jika dugaan penyebab kebakaran adalah peralatan listrik,


peralatan tersebut harus diselidiki secara menyeluruh, dengan catatan
detail seperti merek, model, dan nomor seri disimpan. Pakar harus
terlebih dahulu menyimpulkan apakah alat dihidupkan atau dimatikan,
apakah ada catu daya, dan apakah catu daya aktif atau sekring putus.
Sayangnya alat yang telah menyebabkan kebakaran kemungkinan
besar akan mengalami banyak kerusakan sehingga memastikan
penyebab kebakaran mungkin sangat sulit atau bahkan tidak mungkin.
Mungkin perlu berkonsultasi dengan ahli untuk mendapatkan saran.

7.1.8. Kebakaran Pelapis

Penyebaran api, sejauh mana ia tumbuh dan produk pirolisis


yang terbentuk sebagian bergantung pada jenis bahan bakar yang
tersedia. Dalam kebakaran kompartemen di rumah dan bangunan lain,
sering kali terdapat furnitur berlapis kain dalam jumlah besar, termasuk
tempat tidur, kasur, sofa, kursi berlengan, dan futon, yang semuanya

112
merupakan sumber bahan bakar potensial. Furnitur berlapis kain
umumnya terdiri dari rangka, bahan pengisi seperti busa, dan kain
penutup luar.

Berbagai masalah telah dihadapi dengan furnitur berlapis kain


dalam kebakaran, terutama bahan yang mudah terbakar yang
digunakan dalam pembuatannya dan toksisitas bahan yang digunakan.
Pada tahun 1970-an-1980-an digunakan sejenis pengisi busa yang
menghasilkan asap beracun saat dibakar. Peraturan Furnitur dan
Furnitur (Keselamatan Kebakaran) 1988 menerapkan berbagai standar
tahan api untuk furnitur berlapis kain seperti sofa, tempat tidur, dan
kursi berlengan. Mengikuti undang-undang ini, furnitur berlapis modern
harus menyertakan label dengan informasi tahan api. Selain itu, furnitur
modern sering diproduksi menggunakan tekstil tahan api. Misalnya,
nitrogen dan klorin menghambat laju pembakaran tekstil sehingga
sering digunakan untuk merawat kain. Zat lain ditambahkan untuk
meningkatkan jumlah arang dan dengan demikian menciptakan
penghalang panas untuk mencegah api menyebar lebih jauh.

7.1.9. Flashover

Flashover adalah fenomena yang diketahui terjadi pada


kebakaran kompartemen setelah serangkaian peristiwa, yang pada
akhirnya mengakibatkan keterlibatan penuh kompartemen dalam
kebakaran. Flashover yang diinduksi radiasi adalah salah satu bentuk
khusus dari ini. Saat api menyala di dalam ruangan dan semburan api
tidak dapat keluar, lapisan gas panas yang dihasilkan oleh api naik dan
terbentuk di langit-langit, meningkatkan suhu bagian atas ruangan.
Flameover dapat terjadi, yang merupakan penyebaran api horizontal
yang cepat. Dengan meningkatnya suhu, laju radiasi panas meningkat.
Temperatur pada titik ini bisa mencapai sekitar 600oC, dengan
pancaran panas mengalir hingga ke lantai. Segera api di langit-langit
dapat mencapai antara 750 dan 850oC. Pada titik ini semua bahan
mudah terbakar yang ada di dalam ruangan dapat mencapai suhu
penyalaan sendiri dan terbakar. Proses ini dikenal sebagai flashover
yang diinduksi radiasi. Selain itu, jika kompartemen dibobol melalui

113
bukaan jendela atau pintu atau karena keruntuhan struktural, masuknya
oksigen dapat mengakibatkan terjadinya ledakan yang dikenal sebagai
flashover yang diinduksi ventilasi. Namun flashover tidak akan terjadi
jika bahan bakar tidak mencukupi, produksi panas tidak memadai,
terlalu sedikit ventilasi atau terlalu banyak aliran panas keluar dari
kompartemen.

7.1.10. Kebakaran Luar Ruangan

Saat menyelidiki kebakaran di luar ruangan, ada berbagai


perbedaan dari kebakaran kompartemen yang harus dipertimbangkan.
Api yang menyala di permukaan yang datar dan terbuka akan bergerak
keluar menuju bahan bakar yang tersedia sambil menghasilkan gas
panas di atas api. Dengan asumsi api dikelilingi oleh sumber bahan
bakar yang sama dan tidak ada angin yang diperhitungkan,
kemungkinan besar api akan menyebar dalam pola melingkar. Api pada
permukaan miring kemungkinan besar akan menyebar ke arah
menanjak, asalkan ada sumber bahan bakar, menghasilkan sebaran
berbentuk kipas.

7.1.11 Pengumpulan & Analisis Bukti

Dalam pengumpulan bukti selama investigasi TKP, metode


pengawetan dan anti-kontaminasi ketat yang sama yang digunakan
dalam investigasi TKP harus digunakan. Pada kasus dugaan
pembakaran, sampel dikumpulkan dari tempat kejadian untuk analisis
akselerator. Penggunaan akselerator tidak selalu jelas, oleh karena itu
peneliti mungkin perlu menggunakan anjing pendeteksi atau penciuman
hidrokarbon untuk mendeteksi zat yang mudah menguap ini.
Pengendara hidrokarbon adalah pendeteksi uap yang digunakan untuk
menemukan keberadaan bahan bakar dan uap pelarut yang terkait
dengan cairan yang mudah terbakar. Perangkat awal menerapkan
kertas atau kristal yang diolah yang berubah warna saat terkena
hidrokarbon, sedangkan perangkat yang lebih modern pada dasarnya
adalah kromatografi gas portabel atau detektor ionisasi nyala. Namun
perangkat ini hanya dapat bertindak sebagai uji pendahuluan untuk

114
akselerator, karena zat serupa juga dapat dihasilkan melalui
dekomposisi termal berbagai bahan alami dan sintetis yang mungkin
ditemukan di tempat kejadian.

Setelah kemungkinan daerah telah ditemukan, sampel uji api


dikumpulkan dari titik penyalaan yang dicurigai. Selain itu, sampel
kontrol juga harus diperoleh, yang terdiri dari bahan yang sama dengan
sampel kebakaran tetapi dikumpulkan dari area yang tidak
terkontaminasi bahan bakar yang dicurigai, dan sampel kontrol negatif.
Saat mengumpulkan sampel akselerator yang mungkin, sampel
permukaan dapat dikumpulkan, namun dalam beberapa kasus, lantai
hangus mungkin terlalu parah. Dalam hal ini sampel dapat dikumpulkan
dari alur antara atau di bawah papan lantai atau bahkan dari tanah di
bawah papan lantai.

Semua sampel yang mengandung zat yang berpotensi mudah


menguap harus disimpan dalam wadah kedap udara seperti wadah
logam, stoples kaca, atau kantong plastik kedap air. Semua sampel
harus disimpan dan diserahkan secara terpisah. Analisis sampel volatil
umumnya dilakukan dengan menggunakan teknik yang dikenal sebagai
analisis headspace. Metode umum yang digunakan dalam penggunaan
analisis headspace menggunakan sepotong arang aktif atau bahan
penyerap serupa yang disimpan dalam wadah kedap udara dengan
sampel yang mudah menguap. Senyawa volatil ditarik ke dalam bahan
ini baik secara pasif maupun dinamis dan kemudian didesorbsi untuk
dianalisis.

Kromatografi gas adalah teknik yang paling umum digunakan


dalam analisis puing-puing api. Hal ini memungkinkan zat-zat yang
mudah menguap, baik dari sampel curah atau jejak, untuk dipisahkan,
ditampilkan dalam bentuk kromatogram, dan diidentifikasi. Teknik ini
juga mampu mengisolasi dan mengidentifikasi campuran berbagai
senyawa. Penggunaan kromatografi gas tidak hanya memungkinkan
sampel untuk diidentifikasi, tetapi juga memungkinkan banyak sampel
dibandingkan untuk menentukan apakah mereka adalah zat yang sama
atau tidak.

115
7.2 Bahan Peledak

7.2.1. Pengertian

Ledakan terjadi sebagai akibat dari reaksi kimia yang


melepaskan sejumlah besar energi fisik atau kimia yang disertai
dengan cahaya, panas, dan suara dalam waktu singkat. Penyebab
ledakan bisa berkisar dari kecelakaan sederhana di rumah hingga
insiden teroris besar. Di sisi lain, penyelidikan yang rumit harus
dilakukan untuk menetapkan keadaan yang tepat dari peristiwa
tersebut.

Konstruksi bom bisa sangat sederhana, beberapa hanya


membutuhkan pengatur waktu atau remote control untuk membuat
percikan awal, yang menyulut bom dan memicu ledakan. Resep untuk
membuat bom semacam itu sudah tersedia secara online. Kekuatan
bom bisa sangat bervariasi, beberapa menghasilkan sedikit daya dan
lainnya menyebabkan pemusnahan massal, tergantung pada reaktan
kimia yang digunakan dan konstruksi perangkat itu sendiri.

Tali peledak (detonator) adalah bagian umum dari banyak alat


peledak. Ini adalah tabung plastik yang diisi dengan bahan peledak
bubuk, misalnya PETN (pentaerythritol tetranitrate), yang biasa
digunakan untuk menghubungkan muatan melalui transmisi gelombang
kejut detonasi atau sebagai bahan peledak itu sendiri. Perangkat
peledak sering berisi penguat, komponen yang memperkuat dan
mengirimkan gelombang kejut antara detonator dan muatan utama.
Banyak bom memerlukan semacam pemicu untuk memulai peledakan,
sehingga pengatur waktu atau perangkat remote control biasanya
digunakan. Ini memulai muatan awal, yang kemudian menyalakan
bahan peledak dan meledakkan bom.

7.2.2. Jenis Bahan Peledak

Ledakan mungkin memiliki unsur kimia dan fisik. Yang pertama


berkaitan dengan energi kimia yang tersimpan dalam molekul bahan
peledak yang menghasilkan panas, cahaya, suara, dan energi kinetik.

116
Ledakan fisik mungkin merupakan pelepasan tekanan secara tiba-tiba,
seperti ledakan wadah gas.

Detonasi adalah ledakan subsonik dengan kecepatan lebih


besar dari kecepatan suara pada material tersebut, dengan gelombang
tekanan hingga 8500 meter per detik. Ini terjadi pada bahan peledak
tinggi. Ledakan cenderung memiliki efek menghancurkan, dan ledakan
yang sangat kental akan menyebabkan kawah yang sangat besar.

Deflagrasi adalah jenis pembakaran subsonik yang terjadi lebih


lambat dari kecepatan suara pada material tersebut, menciptakan
gelombang tekanan hingga 1000 meter per detik atau kurang. Biasanya
disebarkan oleh konduktivitas termal dan umum terjadi pada sebagian
besar kebakaran setiap hari. Bahan peledak terkondensasi yang
mengalami deflagrasi menghasilkan panas ekstrem yang akan
melelehkan benda-benda di sekitarnya.

Ada dua jenis bahan peledak: bahan peledak rendah dan bahan
peledak tinggi. Bahan peledak rendah dicirikan oleh kemampuannya
untuk membakar dengan cara yang sama seperti bahan mudah
terbakar lainnya. Mereka memberikan efek melempar atau mendorong
saat ledakan terjadi, dengan kecepatan depan ledakan di bawah
400ms-1. Contoh bahan peledak rendah, juga dikenal sebagai propelan,
termasuk bubuk mesiu dan nitroselulosa. Bahan peledak tinggi jauh
lebih berbahaya, memiliki lebih banyak efek menghancurkan dan
meledak dengan kecepatan antara 100 dan 8500 meter per detik.
Mereka memiliki kecepatan depan ledakan 400ms-1, dan dapat
mencapai hingga 19000ms-1. Bahan peledak tinggi dapat bersifat
primer atau sekunder. Bahan peledak tinggi primer sangat sensitif,
contohnya adalah nitrogliserin. Bahan peledak sekunder sebaliknya
cukup sensitif, dengan contoh termasuk PETN dan TNT.

Berbagai bahan peledak biasanya ditemui, konstruksi dan


mekanismenya khusus untuk penggunaannya:

 Bom Pipa – Konstruksi sederhana umumnya terdiri dari pipa


pendek dengan kedua ujungnya ditutup. Salah satu ujungnya dibor

117
dan detonator dimasukkan, dan bahan peledak tinggi atau rendah
dapat digunakan. Bagian dari bom ini biasanya selamat dari
ledakan dan mungkin menyimpan bukti seperti sidik jari dan detail
pembuatnya.

 Bom Kendaraan – Ini umumnya menggunakan bahan peledak


rendah dalam jumlah besar dengan penguat bahan peledak tinggi.
Bom ditempatkan di dalam kendaraan yang umumnya dapat
ditinggalkan secara halus di lokasi target yang sering menyebabkan
kehancuran besar. Biasanya dimungkinkan untuk setidaknya
mengidentifikasi merek dan model kendaraan yang digunakan dan
bahkan mungkin pemiliknya.

 Bom Surat & Paket – Biasanya berisi sejumlah kecil bahan peledak
tinggi yang dikemas di dalam surat atau paket yang tidak mencolok.
Bom semacam itu sering menghasilkan bukti forensik karena
perangkat tersebut jarang menyebabkan kebakaran sehingga lebih
sedikit bukti yang dihancurkan.

 Ranjau – Ini adalah perangkat tersembunyi yang mengandung


bahan peledak tinggi, yang biasa digunakan oleh militer. Ranjau
sering disembunyikan dan diledakkan saat disentuh. Banyak bukti
forensik seringkali dapat diperoleh dari perangkat tersebut.

 Pembom Bunuh Diri – Pelaku bom bunuh diri, biasanya seseorang


yang mengenakan rompi bahan peledak atau membawa alat,
terutama dimanfaatkan oleh organisasi teroris. Jenis bom ini
memungkinkan bahan peledak untuk benar-benar berjalan ke lokasi
target dan ditempatkan cukup dekat sehingga dapat menyebabkan
kehancuran maksimum. Identitas pelaku pengeboman seringkali
dapat dipastikan dari rekaman CCTV dan keterangan saksi. Bagian
dari pembom bahkan dapat ditemukan, karena tubuh bagian atas
dan kepala terkadang selamat dari ledakan dan ditemukan jauh dari
pusat ledakan. Banyak organisasi teroris akan mempublikasikan
atau mengiklankan identitas pengebom setelah peristiwa tersebut
terjadi.

118
7.2.3. Investigasi Awal

Awal investigasi, Lokasi ledakan harus dianggap aman sebelum


petugas dapat melanjutkan penyelidikan mereka. Seperti dalam
penyelidikan kebakaran, pertimbangan harus diberikan pada integritas
struktural bangunan, bahan berbahaya seperti kaca dan logam, dan zat
yang mudah terbakar atau beracun. Dalam kasus pengeboman selalu
ada kemungkinan bahwa perangkat kedua telah ditempatkan, baik bom
yang tidak meledak seperti yang direncanakan atau yang dirancang
khusus untuk mencelakai orang yang menanggapi insiden tersebut.
Oleh karena itu, area tersebut harus dianggap aman secara struktural,
ahli harus dipanggil untuk menemukan bahan peledak lebih lanjut, dan
pakaian pelindung yang sesuai harus dipakai. Seperti halnya TKP,
penjagaan akan ditempatkan di sekitar area untuk menyimpan bukti
dan mengontrol siapa yang dapat memasuki TKP. Diameter penjagaan
akan tergantung pada insiden, karena perangkat yang tidak meledak
membutuhkan penjagaan yang lebih kecil karena tidak ada puing yang
terlibat.

Awalnya penyelidikan akan menetapkan apakah ledakan benar-


benar terjadi. Ledakan akan mengakibatkan kerusakan spesifik yang
terjadi di area sekitarnya, yang keberadaannya dapat mengindikasikan
bahwa insiden semacam itu telah terjadi. Oleh karena itu penyelidik
akan mencari kerusakan karakteristik ini. Tekstil akan mengambil
bahan tertentu saat mengalami panas yang disebabkan oleh ledakan,
dengan banyak yang meleleh dan sekali lagi mengeras, menunjukkan
kerusakan yang dipukuli. Permukaan yang sedikit lebih jauh, seperti
atap dan kendaraan stasioner, cenderung mengumpulkan endapan
jelaga dari material yang terbakar selama ledakan. Tekanan dan panas
ledakan akan menyebabkan kerusakan khusus pada permukaan di
dekatnya, jenis kerusakan khusus pada material. Setelah dikonfirmasi,
asal ledakan akan ditemukan. Kehadiran dan kedalaman kerusakan
tertentu atau kawah dapat menunjukkan asal, atau tempat terjadinya
ledakan. Kemudian harus ditetapkan apakah insiden itu disebabkan
oleh bahan peledak yang ditempatkan secara berbahaya atau apakah

119
itu kecelakaan, seperti kebocoran gas. Penyelidik akan mencari tanda-
tanda potensi kebocoran gas dan sejenisnya, tetapi juga untuk indikator
penggunaan bom.

Sebelum dan selama penyelidikan, setiap saksi atas kejadian


tersebut akan diwawancarai. Laporan saksi berguna untuk
mengumpulkan informasi tentang setiap kejadian yang mengarah ke
ledakan, detail ledakan itu sendiri, dan hal lain yang mungkin relevan,
seperti penampakan individu yang mencurigakan.

Selama penyelidikan lokasi ledakan, penyelidik harus mencari


kemungkinan pecahan, karena banyak bom yang dilemparkan jauh dari
pusat gempa karena panas dan energi kinetik yang dihasilkan.
Fragmen dapat ditemukan di atap rumah, di bawah puing-puing lain,
dan bahkan tertanam di benda atau korban lain. Semua fragmen harus
dikumpulkan untuk memastikan bom dapat direkonstruksi. Fragmen
tersebut juga dapat membawa sidik jari milik pelaku. Komponen yang
dicari di TKP meliputi detonator, kaset, kabel, pengatur waktu, sakelar,
dan baterai. Setelah semua komponen yang ada dikumpulkan, para
ahli mungkin dapat menentukan jenis alat peledak apa yang digunakan,
termasuk konstruksinya dan bagaimana alat itu dipicu. Jenis bahan
peledak yang digunakan, konstruksinya, atau komponen khusus yang
digunakan mungkin berguna untuk menemukan pembuat bom,
terutama jika rangkaian ledakan telah terjadi dalam jangka waktu
tertentu. Demikian pula, organisasi teroris tertentu mungkin diketahui
menggunakan jenis bahan peledak tertentu. Investigasi mungkin sering
dilakukan terhadap pembelian zat-zat tertentu baru-baru ini. Bahan
peledak umumnya diatur secara ketat oleh pemerintah, sehingga
bendera dapat dikibarkan ketika seseorang membeli bahan kimia
tertentu. Namun bahan yang digunakan dalam bom sering kali dicuri
atau diselundupkan ke dalam negeri, sehingga komponennya mungkin
lebih sulit dilacak. Selain itu, bom dapat dibuat dari produk sehari-hari,
sehingga melacak pembelian bahan tersebut ke individu tertentu
bukanlah pilihan yang tepat.

120
Penyelidikan tidak terbatas pada tempat kejadian ledakan itu
sendiri, tetapi dapat diperluas ke rumah-rumah tersangka. Rumah
dapat diperiksa dan dianalisis untuk setiap indikasi konstruksi bom,
termasuk pecahan bom dan bahan peledak. Permukaan akan diusap
untuk mendeteksi keberadaan jejak residu bahan peledak, baik
menggunakan indikator kimia atau untuk mengumpulkan sampel untuk
analisis laboratorium lebih lanjut.

7.2.4. Mendeteksi Bahan Peledak

Sepanjang penyelidikan berbagai teknik dapat digunakan untuk


mendeteksi residu bahan peledak, baik jejak yang ditinggalkan oleh alat
peledak atau bahan yang digunakan dalam produksi bahan peledak.
Penggunaan anjing terlatih khusus mungkin merupakan salah satu
metode tertua untuk mendeteksi bahan peledak. Anjing-anjing ini dilatih
untuk menggunakan indra penciumannya yang luar biasa untuk
mendeteksi dan menemukan keberadaan bahan peledak yang sangat
kecil sekalipun. Mereka sama-sama dapat digunakan di TKP itu sendiri
untuk mendeteksi lebih banyak alat peledak atau residu, dan di rumah
tersangka untuk menentukan apakah lokasi tersebut mengandung jejak
zat tersebut. Anjing juga dapat diinstruksikan untuk mendeteksi aroma
ledakan pada orang dan pakaian mereka. Anda dapat membaca lebih
lanjut tentang anjing terlatih ini di halaman anjing pendeteksi.

Mirip dengan anjing terlatih adalah perangkat 'pencium'


elektronik. Bahan peledak umumnya memancarkan komponen volatil
tertentu yang dapat dideteksi oleh perangkat. Udara ditarik melalui filter,
menyebabkan komponen terkumpul di tempat yang kemudian dapat
dianalisis, memberikan beberapa indikasi komposisinya. Namun
beberapa bahan peledak, seperti bahan peledak plastik, tidak mudah
dideteksi oleh perangkat ini, oleh karena itu gigi taring mungkin lebih
berguna dalam hal ini. Teknik deteksi harus selalu digunakan secara
serempak daripada secara eksklusif. Jauh dari TKP, teknik analitik
standar dapat digunakan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi bahan
peledak. Spektrometri massa dan kromatografi gas sering digunakan
dalam analisis sampel yang dikumpulkan dari tempat kejadian untuk

121
mengidentifikasi sisa bahan peledak. Berikut adalah penjelasan terkait
kerja detektor bahan peledak:

1. Kolorimetri & kolorimetri otomatis

Penggunaan kit uji kolorimetri untuk deteksi bahan peledak


adalah salah satu metode yang paling mapan, paling sederhana, dan
paling banyak digunakan untuk mendeteksi bahan peledak. Deteksi
kolorimetri bahan peledak melibatkan pengaplikasian reagen kimia ke
bahan atau sampel yang tidak diketahui dan mengamati reaksi warna.
Reaksi warna yang umum diketahui dan menunjukkan kepada
pengguna jika ada bahan peledak yang ada dan dalam banyak kasus
kelompok bahan peledak dari mana bahan tersebut berasal. Kelompok
utama bahan peledak adalah bahan peledak nitroaromatik, ester nitrat,
dan nitrat, serta bahan peledak berbasis nitrat anorganik. Kelompok
lain termasuk klorat dan peroksida yang bukan bahan peledak berbasis
nitro. Karena bahan peledak biasanya mengandung nitrogen, deteksi
sering didasarkan pada bercak senyawa nitrogen. Akibatnya, uji
kolorimetri tradisional memiliki kelemahan: beberapa senyawa eksplosif
(seperti aseton peroksida) tidak mengandung nitrogen sehingga lebih
sulit dideteksi.

2. Anjing

Anjing terlatih khusus dapat digunakan untuk mendeteksi bahan


peledak menggunakan hidungnya yang sangat sensitif terhadap aroma.
Meskipun sangat efektif, kegunaannya menurun saat anjing menjadi
lelah atau bosan. Anjing-anjing ini dilatih oleh penangan yang terlatih
khusus untuk mengidentifikasi bau dari beberapa bahan peledak yang
umum dan memberi tahu penangannya ketika mereka mendeteksi
salah satu dari bau tersebut. Anjing-anjing menunjukkan 'pukulan'
dengan mengambil tindakan yang dilatih untuk mereka berikan 
umumnya respons pasif, seperti duduk dan menunggu. Anjing
pendeteksi bahan peledak pertama kali digunakan di Aljazair pada
tahun 1959 di bawah komando Jenderal Constantine.. Studi terbaru
menunjukkan bahwa teknik analisis uap spektrometri massa, seperti

122
ionisasi elektrospray sekunder (SESI-MS), dapat mendukung pelatihan
anjing untuk deteksi ledakan.

3. Lebah madu

Pendekatan ini memadukan antara lebah madu dengan


perangkat lunak komputer video canggih untuk memantau lebah untuk
reaksi strategis. Lebah terlatih melayani selama 2 hari, setelah itu
mereka dikembalikan ke sarangnya. Sistem yang terbukti ini belum
tersedia secara komersial. Perusahaan bioteknologi Inscentinel
mengklaim bahwa lebah lebih efektif daripada anjing pelacak.

4. Deteksi aroma mekanis

Beberapa jenis mesin telah dikembangkan untuk mendeteksi


tanda jejak untuk berbagai bahan peledak. Teknologi yang paling
umum untuk aplikasi ini, seperti yang terlihat di bandara AS, adalah
spektrometri mobilitas ion (IMS). Metode ini mirip dengan spektrometri
massa (MS), di mana molekul terionisasi dan kemudian dipindahkan
dalam medan listrik dalam ruang hampa, kecuali bahwa IMS beroperasi
pada tekanan atmosfer. Waktu yang dibutuhkan sebuah ion, dalam IMS,
untuk bergerak pada jarak tertentu dalam medan listrik menunjukkan
rasio ukuran-ke-muatan ion tersebut: ion dengan penampang melintang
yang lebih besar akan bertumbukan dengan lebih banyak gas pada
tekanan atmosfer dan akan , oleh karena itu, lebih lambat.

5. Kromatografi gas (GC)

GC sering digabungkan dengan metode deteksi yang dibahas di


atas untuk memisahkan molekul sebelum deteksi. Hal ini tidak hanya
meningkatkan kinerja detektor tetapi juga menambahkan dimensi lain
dari data, karena waktu yang dibutuhkan molekul untuk melewati GC
dapat digunakan sebagai indikator identitasnya. Sayangnya, GC
biasanya membutuhkan gas botolan, yang menimbulkan masalah
logistik karena botol harus diisi ulang. Kolom GC yang dioperasikan di
lapangan rentan terhadap degradasi dari gas atmosfer dan oksidasi,
serta pendarahan fase diam. Kolom juga harus sangat cepat, karena

123
banyak aplikasi menuntut agar analisis lengkap diselesaikan dalam
waktu kurang dari satu menit.

6. Spektrometri

Teknologi berdasarkan spektrometer mobilitas ion (IMS)


termasuk spektrometri mobilitas perangkap ion (ITMS), dan
spektrometri mobilitas diferensial (DMS). Memperkuat polimer fluoresen
(AFP) menggunakan pengenalan molekuler untuk "mematikan" atau
memadamkan fluoresensi polimer. Chemiluminescence sering
digunakan pada 1990-an, tetapi kurang umum dibandingkan IMS.
Beberapa upaya sedang dilakukan untuk mengecilkan, memperkuat
dan membuat MS terjangkau untuk aplikasi lapangan; seperti polimer
aerosol yang berpendar biru di bawah sinar UV tetapi tidak berwarna
ketika bereaksi dengan gugus nitrogen.

Salah satu teknik membandingkan pengukuran sinar ultraviolet,


inframerah, dan cahaya tampak yang dipantulkan pada beberapa area
dari bahan yang dicurigai. Ini memiliki keunggulan dibandingkan
metode penciuman karena sampel tidak perlu disiapkan. Ada hak paten
untuk detektor bahan peledak portabel yang menggunakan metode ini.
Spektrometri massa dipandang sebagai teknik spektrometri baru yang
paling relevan. Beberapa pabrikan memiliki produk yang sedang dalam
pengembangan, baik di AS, Eropa, dan Israel, termasuk Laser-Detect
di Israel, FLIR

7.4 Senjata

Investigasi senjata api adalah spesialisasi ilmu forensik yang


berfokus pada pemeriksaan senjata api dan mata pelajaran terkait.
Terkait erat dengan ini adalah balistik, yang berkaitan dengan jalur
penerbangan proyektil, sering dikaitkan dengan ilmu forensik selama
penyelidikan senjata api. Bidang studi ini mempelajari jalur peluru dari
saat meninggalkan senjata api hingga mengenai sasaran. Selama
penyelidikan di mana penggunaan senjata api dicurigai, sejumlah
artefak dapat dikumpulkan untuk diperiksa, termasuk senjata api, kotak

124
selongsong peluru, peluru, peluru tajam, bahan pelacak, dan bahan
apa pun yang rusak oleh proyektil.

Studi tentang senjata api dan balistik senjata api sering dibagi
menjadi balistik internal, eksternal dan terminal. Balistik internal
mengacu pada proses di dalam senjata api, jarak waktu antara
penembak menarik pelatuk dan peluru keluar dari moncong senjata.
Setelah ini, balistik eksternal menangani penerbangan peluru antara
meninggalkan senjata api dan menyerang target. Akhirnya, balistik
terminal, juga dikenal sebagai balistik tumbukan, mengacu pada studi
tentang proyektil yang mengenai sasaran.

7.4.1 Mekanisme Senjata Api

Meskipun ada berbagai jenis senjata api, teori dasar di balik


bagaimana proyektil ditembakkan cukup umum – senjata tersebut
bertujuan untuk mengubah energi kimia menjadi energi kinetik untuk
mengeluarkan proyektil dari senjata api.

Sebuah putaran pertama kali dimuat dan dikunci ke dalam


pelanggaran. Putaran ini terdiri dari wadah kartrid luar, peluru,
beberapa bentuk propelan, dan tutup perkusi. Pin tembak umumnya
ditahan secara mekanis dan, saat senjata api dikokang, pegas pin
tembak dikompresi. Saat pelatuk ditarik, pin tembak yang dipasang
palu dipaksa ke depan untuk menembus lubang kecil di permukaan
sungsang, mengenai cangkir primer. Ini mengandung campuran bahan
kimia sensitif yang cepat terbakar, menghasilkan gas panas yang
cukup untuk menyalakan propelan. Saat bubuk mesiu dinyalakan,
terjadi ekspansi gas yang, terkurung dalam ruang kecil, akhirnya
memaksa peluru turun ke laras senjata api. Setelah pelepasan,
sejumlah kejadian terkait wadah selongsong bekas dapat terjadi
tergantung pada jenis senjata api. Jika senjata api memuat sendiri, baut
akan bergerak ke belakang dan menarik wadah selongsong peluru
keluar dari bilik, yang menyebabkannya terlontar dari senjata. Namun
dalam senjata seperti revolver, selongsong peluru akan tetap berada di
senjata api sampai penembak melepaskannya.

125
Cara pengisian senjata api setelah setiap tembakan akan
bervariasi tergantung pada jenis senjatanya. Beberapa senjata api
adalah aksi baut, artinya baut mengeluarkan kartrid bekas dan, saat
mendorong ke depan, mengambil kartrid baru dan menempatkannya di
dalam bilik, memiringkan pelatuk selama proses ini. Senjata api aksi
manual memerlukan pemuatan ulang manual melalui alat mekanis
seperti tuas atau aksi pompa. Dalam senjata yang dioperasikan mundur
atau ditiup balik, tekanan yang dihasilkan oleh propelan yang
dinyalakan mendorong mundur baut. Senjata api yang dioperasikan
dengan gas termasuk port gas dan, sampai peluru melewati titik ini di
laras, bautnya terkunci. Sejumlah gas bocor ke port ini dan membuka
kunci baut, memungkinkannya bergerak mundur. Ini mengeluarkan
wadah kartrid bekas dan memuat yang lain. Terakhir, dalam senjata
silinder yang berputar, tekanan pada pelatuk menyebabkan silinder
yang berisi selongsong peluru berputar, memposisikan selongsong
peluru baru sehingga dapat ditembakkan.

Senapan tersedia sebagai laras tunggal atau laras ganda.


Senjata laras tunggal dapat diklasifikasikan lebih lanjut sebagai
tembakan tunggal, aksi baut, aksi pompa, aksi tuas, atau pemuatan
sendiri. Senapan laras ganda yang ditemui mungkin berisi engsel di
laras, memungkinkan penembak membuka senjata untuk mengisi ulang
selongsong peluru. Kedua jenis senjata ini tunduk pada penurunan
larasnya oleh penjahat, menghasilkan senapan "gergajian". Ujung dari
banyak laras shotgun dirancang untuk memasukkan fitur yang dikenal
sebagai choke, yaitu pengurangan diameter laras. Hal ini bertujuan
untuk memfokuskan tembakan pelet agar tidak menyebar terlalu
banyak saat ditembakkan. Kemungkinan shotgun yang berbeda akan
menunjukkan tingkat choke yang berbeda.

Amunisi senapan bisa sangat berbeda satu sama lain. Kartrid


modern terdiri dari dasar logam yang mengandung primer dan sisi
plastik atau kertas dengan gumpalan di antara tembakan dan propelan.
Pemeriksaan gumpalan, yang meninggalkan moncong bersama
dengan tembakan yang ditembakkan, dapat menunjukkan lubang

126
senapan dan bahkan pabrikannya. Gumpalan tertentu, yaitu yang
terbuat dari plastik, mungkin memiliki lekukan yang menunjukkan
ukuran pelet yang ditembakkan dari senjata. Senapan dapat berupa
tembakan tunggal, aksi tuas, aksi pompa, aksi baut, atau pemuatan
sendiri. Mekanisme senjata udara sangat berbeda. Piston ditekan ke
bawah silinder, seringkali dengan pegas terkompresi. Ini menciptakan
semburan udara bertekanan tinggi yang memaksa proyektil turun dari
laras dan keluar dari senjata.

Menelusuri jalur terbang peluru dapat memberikan detail penting


selama investigasi forensik, yaitu dari arah mana proyektil ditembakkan.
Ini seringkali penting dalam merekonstruksi rangkaian peristiwa di
seluruh insiden. Menetapkan jalur peluru mungkin tidak mudah, karena
banyak faktor yang harus dipertimbangkan. Hambatan udara dan
gravitasi memengaruhi jalur terbang peluru, menyebabkannya
memproyeksikan busur ke bawah daripada garis lurus. Kondisi
lingkungan seperti angin kencang juga bisa sedikit mengubah
penerbangan peluru. Bagaimana penerbangan peluru akan
terpengaruh akan tergantung pada kecepatan awal peluru, karena
peluru dengan kecepatan lebih tinggi akan kurang terpengaruh, begitu
juga dengan bentuk peluru. Banyak faktor yang dapat menyebabkan
karakteristik penerbangan peluru yang tidak normal.

Jatuh adalah fenomena yang berkaitan dengan


ketidakseimbangan penerbangan, yang disebabkan oleh peluru yang
terkena rifling yang rusak atau telah rusak. Masalah lainnya adalah
'yaw', efek yang mengacu pada penyimpangan peluru dari jalur linier.
Hal ini dapat disebabkan oleh rifling yang rusak, pemuatan yang buruk,
atau peluru yang dilemparkan dengan buruk. Pemilihan dan pemuatan
peluru juga bisa menimbulkan masalah. Jika pengguna senjata api
memuat senjata dengan peluru dengan kaliber yang salah, peluru
tersebut mungkin tidak mencapai kecepatan putaran yang akan
memastikan stabilitas, mengakibatkan gesekan bor yang berlebihan
yang pada akhirnya menyebabkan kecepatan peluru yang rendah.
Pilihan peluru yang salah juga dapat menyebabkan kecepatan lubang

127
yang berlebihan, menyebabkan peluru meluncur di atas rifling peluru
dan menghasilkan tingkat putaran yang rendah.

9.4.4. Jenis Senjata Api

Di Inggris, Undang-Undang Senjata Api tahun 1968 menggambarkan


senjata api sebagai "senjata laras mematikan dengan deskripsi apa pun,
dari mana setiap tembakan, peluru, atau misil lainnya dapat dilepaskan".
Ini mencakup 4 kelas utama senjata yang dikendalikan: senjata api,
senapan, senjata terlarang, dan senjata udara.

 Senjata Api: Bagian ini mencakup berbagai senjata, termasuk aksi


baut dan senapan tarik lurus.

 Senapan: Shotgun digolongkan sebagai smooth bore gun dengan


panjang laras minimal 24 inci dengan diameter maksimal 2 inci. Ia
tidak memiliki magasin atau magasin yang tidak dapat dilepas yang
tidak dapat menampung lebih dari dua selongsong peluru, dan ini
bukan senjata revolver. Apa pun selain ini akan digolongkan
sebagai senjata S5.

 Senjata yang Dilarang: Bagian ini mencakup senjata api yang


disamarkan sebagai objek lain, roket atau amunisi yang
sebelumnya tidak dikategorikan, amunisi dan senjata militer, dan
senapan mesin. Pada tahun 1997, amandemen dibuat untuk
tindakan ini dengan menambahkan amunisi yang diperluas, seperti
peluru berongga, ke S5.

 Senjata Udara: Pegas ini, senjata pneumatik atau karbon dioksida


yang diisi sebelumnya juga dikendalikan oleh tindakan ini. Mereka
menggunakan udara bertekanan tinggi, sering kali diberi tekanan
oleh piston yang dipaksa oleh pegas terkompresi, untuk mendorong
proyektil ke bawah dan keluar dari laras senjata api.

Semua kategori di atas dapat dibagi lagi menjadi berbagai macam


senjata, beberapa di antaranya dirinci di bawah ini.

 Semi-Otomatis: Setelah dikokang, senjata ini akan memuat sendiri


dari magasinnya, yang dapat menampung puluhan. Ini

128
memungkinkan untuk memuat ulang dengan cepat dan dengan
demikian laju tembakan yang tinggi.

 Revolver: Revolver adalah jenis pistol yang menyimpan amunisi


dalam drum yang berputar, menahan antara 5 dan 7 tembakan.
Setelah setiap tembakan, silinder diputar dan tembakan berikutnya
disejajarkan dengan laras. Larasnya yang relatif pendek berarti
cukup tidak akurat dan memiliki waktu muat ulang yang lambat.

 Senapan: Pada dasarnya senjata api laras panjang yang terutama


dirancang untuk penggunaan jarak jauh dalam peperangan atau
berburu. Senapan tersedia sebagai tembakan tunggal, pemuatan
sendiri, aksi manual, aksi baut atau otomatis, meskipun yang paling
sering ditemui adalah pemuatan sendiri. Bentuk lain dari senapan
adalah senapan serbu laras pendek, yang biasa digunakan di
militer

 Senapan mesin ringan: Senjata pemuatan cepat dengan laju


tembakan tinggi, tersedia sebagai tembakan tunggal atau
sepenuhnya otomatis. SMG yang tidak akurat adalah senjata
magasin yang dapat menampung hingga sekitar 100 putaran,
dirancang untuk tembakan terus menerus.

 Machine Gun: Ini memiliki rate of fire yang sangat tinggi dengan
waktu reload yang cepat dan kekuatan yang besar. Mereka
umumnya hanya digunakan oleh militer.

 Shotgun: Senjata yang kuat dan membosankan dengan jangkauan


pendek dan akurasi rendah. Itu dapat menembakkan sejumlah jenis
amunisi, termasuk peluru padat atau pelet. Meskipun ada banyak
jenis senapan, laras tunggal atau ganda paling sering ditemui.
Senapan laras tunggal dapat berupa tembakan tunggal, memuat
sendiri, atau aksi manual. Larasnya secara tradisional panjang
tetapi terkadang disingkat untuk menghasilkan senapan 'digergaji'
untuk membantu penyembunyian. Ujung laras mungkin sedikit
meruncing untuk mengurangi penyebaran tembakan saat

129
meninggalkan moncong senjata api. Efek ini dikenal sebagai
tersedak.

7.4.3 Peluru

Salah satu metode utama untuk mengkategorikan peluru


didasarkan pada kalibernya. Kaliber mengacu pada diameter peluru,
yang dapat dinyatakan dalam berbagai istilah, termasuk milimeter
(sistem metrik), inci (sistem kekaisaran) atau 100 inci (sistem Amerika).
Misalnya, peluru 9mm juga dapat disebut sebagai peluru kaliber 0,35
inci atau 0,35. Namun harus dipertimbangkan bahwa kaliber peluru
tidak serta merta membuktikan kaliber senjata yang digunakan untuk
menembakkannya, karena terkadang selongsong peluru terlalu besar
atau dua kecil dapat digunakan.

Peluru umumnya terdiri dari logam, meskipun bahan seperti


plastik atau karet dapat digunakan. Inti peluru paling sering terdiri dari
timah, karena sangat padat namun mudah dibentuk sehingga
menghasilkan segel kedap gas di laras saat ditembakkan. Namun ini
juga berarti bahwa ia akan mudah berubah bentuk saat terkena
benturan, oleh karena itu biasanya dikombinasikan dengan bahan lain,
sering kali tembaga, timah atau antimon, untuk memastikannya tahan
terhadap tekanan.

Penggunaan peluru timah juga dapat menyebabkan masalah


yang dikenal sebagai “leading”, di mana gesekan antara peluru dan
laras mengakibatkan perpindahan logam ke laras, yang pada akhirnya
menyebabkan akurasi yang kurang. Oleh karena itu tembaga sering
digunakan untuk menutupi peluru untuk mengurangi cacat timbal dan
meningkatkan efek senapan. Untuk alasan ini timbal sering
digabungkan dengan logam lain seperti tembaga, timah atau antimon
untuk memperkuat proyektil. Pelumasan juga dapat diterapkan pada
permukaan peluru. Namun teknik-teknik ini hanya dapat mengurangi
masalah pengarahan, oleh karena itu peluru biasanya tertutup dalam
beberapa bentuk 'jaket'.

130
Jaket logam penuh melibatkan logam seperti tembaga yang
digunakan untuk menutupi seluruh permukaan luar peluru. Peluru yang
sepenuhnya berjaket sering menampilkan akurasi dan penetrasi yang
tinggi. Beberapa peluru semi-jaket, dengan penutup tembaga parsial
dengan ujung timah berongga atau tumpul. Dalam hal ini hidung peluru
terbuka dan jenis peluru ini dapat berubah bentuk menjadi 'bentuk
jamur', menghasilkan kerusakan yang lebih besar. Peluru juga dapat
dibuka, meskipun proyektil ini memiliki kecepatan peluru yang rendah
dan tidak menembus terlalu dalam.

Kartrid senapan berbeda secara signifikan dari peluru. Mereka


umumnya diisi dengan pelet atau tembakan, yang merupakan bola
logam bundar kecil. Shotgun juga dapat menembakkan proyektil
tunggal yang lebih besar. Kartrid senapan juga dapat berisi sejumlah
gumpalan, yang dirancang untuk memberikan semacam segel gas di
lubangnya. Gumpalan ini dapat ditemukan di tempat kejadian atau
bahkan tertanam di target, dan dapat dianalisis secara kimiawi untuk
memberikan detail propelan dan primer.

Pemeriksaan selongsong peluru, kotak logam yang pas berisi


peluru, propelan, dan primer, dapat memberikan informasi penting
untuk penyelidikan. Komposisi sebagian besar wadah kartrid adalah
kuningan, paduan seng dan tembaga, ideal karena kerapatannya yang
rendah, meskipun logam lain dapat digunakan. Mirip dengan kaliber,
bilik mengacu pada bentuk dan ukuran kartrid. Primer, diadakan di
tutup primer / perkusi di dasar kotak kartrid, terdiri dari sejumlah kecil
bahan peledak, bahan bakar, dan pengoksidasi. Primer modern
umumnya terdiri dari timbal styphnate, barium nitrate dan antimony
sulfide, meskipun zat yang digunakan dapat bervariasi. Propelan,
sering disebut sebagai "bubuk mesiu", adalah campuran bahan peledak
yang dirancang untuk menyala dan menghasilkan gas panas yang
cukup untuk mengeluarkan proyektil dari senjata api.

Dalam beberapa kasus kotak selongsong peluru dapat


ditemukan di lokasi penembakan, meskipun hal ini seringkali
tergantung pada jenis senjata yang digunakan. Seperti yang dinyatakan

131
sebelumnya, pistol yang memuat sendiri akan mengeluarkan kotak dari
senjata, sedangkan revolver mempertahankan selongsongnya sampai
penembak melepaskannya secara manual. Namun tidak adanya kotak
selongsong peluru bukanlah tanda yang akurat dari jenis senjata api
yang digunakan, karena pelaku mungkin telah mengambil kotak
tersebut dari tempat kejadian sebelum pergi.

Awalnya, kotak kartrid apa pun yang diambil dari tempat


kejadian harus diukur secara akurat di semua dimensi untuk membantu
perbandingan di masa mendatang. Pemeriksaan setiap kotak
selongsong peluru yang ditemukan dapat memberikan petunjuk tentang
senjata api yang digunakan selama penembakan. Misalnya, kartrid
yang dirancang untuk digunakan dalam revolver memiliki pelek dasar
yang menonjol, sedangkan yang dirancang untuk senjata api yang
dapat memuat sendiri tidak.

Kasing kartrid juga memiliki fitur yang lebih membedakan yang


dapat digunakan untuk mengidentifikasinya. Headstamp adalah
lekukan yang dihasilkan di dasar banyak kartrid selama proses
pembuatan. Penandaan ini kemudian dapat digunakan untuk melacak
kartrid kembali ke pabrikan dan menentukan pembuatan dan jenis
amunisi. Berbagai sumber tersedia untuk membantu mengidentifikasi
cap kepala. Saat pin penembakan mengenai wadah selongsong peluru,
terjadi lekukan khas yang dapat digunakan untuk menghubungkan
selongsong peluru ke senjata api tertentu, mirip dengan perbandingan
tanda senapan (dibahas di bawah). Tanda lain yang harus dicari
termasuk ejektor, ekstraktor, dan tanda wajah sungsang. Senjata api
seringkali memiliki desain pin tembak, ekstraktor, dan ejektor yang
berbeda, oleh karena itu pemeriksaan dan perbandingan tanda yang
dihasilkan oleh alat ini dapat membantu menentukan senjata api yang
digunakan. Perlu dicatat bahwa wadah kartrid dapat diisi ulang dengan
peluru baru dan propelan baru serta primer dan digunakan kembali,
dalam hal ini kartrid mungkin memiliki banyak tanda tambahan. Selain
itu, kotak selongsong peluru yang ditemukan dari lokasi penembakan
harus diperiksa sidik jarinya dan bukti forensik serupa.

132
4.4. Senapan

Selama proses pembuatan laras senjata api, serangkaian tanah


dan alur spiral diproduksi di sepanjang bagian dalam laras, yang
dikenal sebagai rifling. Tanah mengacu pada bagian yang terangkat
dari lekukan spiral ini, sedangkan alur adalah bagian yang lebih rendah
di antara tanah ini. Senapan, yang merupakan salah satu dari banyak
jenis, akan dipotong dengan putaran kiri atau kanan, menentukan
apakah peluru akan berputar searah jarum jam atau berlawanan arah
jarum jam. Saat peluru melewati laras, tanda-tanda ini menyebabkan
proyektil berputar, meningkatkan stabilitas dan akurasi sekaligus
meninggalkan tanda karakteristik pada peluru itu sendiri. Lekukan yang
ada pada permukaan peluru unik untuk laras yang menyebabkannya,
membuat pola rifling ideal untuk mencocokkan peluru dengan senjata
api tertentu. Peluru sering dilihat berdampingan menggunakan
mikroskop pembanding, yang memungkinkan pola rifling dikontraskan
dan kesamaan apa pun dicatat. Jenis dan jumlah alur spiral, ukurannya,
dan apakah mereka berputar searah jarum jam atau berlawanan arah
jarum jam dapat membantu mempersempit pencarian senjata yang
digunakan. Mengukur kaliber peluru dan sudut alur dapat
memungkinkan perhitungan putaran per meter dan dengan demikian
memberikan rincian lebih lanjut dari rifling senjata api tertentu.

7.4.5. Pemulihan Nomor Seri

Selama proses pembuatan, senjata api yang diproduksi secara


legal dicap dengan nomor seri pengenal yang unik, biasanya pada
laras atau tindakan. Angka-angka ini dicap ke dalam senjata api,
sebuah proses yang juga mengesankan angka-angka di bawah
permukaan logam. Meskipun penjahat dapat mencoba untuk
menghapus nomor seri ini untuk menghindari senjata dilacak,
dimungkinkan untuk mengembalikan nomor seri ini ke keadaan di mana
mereka dapat terbaca. Nomor seri sering kali dihapus dengan
pengarsipan atau penggilingan, yang tidak serta merta menghilangkan
angka di bawah permukaan. Alternatifnya, pelaku dapat mencoba

133
mengubah nomor seri. Berbagai teknik dan reagen telah digunakan
untuk mengembalikan angka asli ini dengan sukses.

Pereaksi Fry adalah zat yang terdiri dari asam klorida,


tembaga(II) klorida, etanol dan air, yang biasa digunakan pada besi dan
baja. Reagen lain tersedia untuk digunakan pada jenis logam lainnya.
Awalnya logam dipoles untuk menghaluskan permukaan, sebuah
proses yang dengan sendirinya dapat mengembalikan sebagian digit.
Setelah itu, reagen etsa kemudian dioleskan menggunakan kapas,
menghilangkan goresan dan tanda yang menutupi nomor. Proses ini
dapat diulang hingga seluruh nomor seri dipulihkan. Namun metode
etsa kimia bisa sangat memakan waktu dan jelas merusak bukti.

Metode alternatif mengembalikan nomor seri pada besi atau baja


adalah metode Magnaflux. Seperti pada metode etsa kimia, permukaan
yang akan dirawat dihaluskan terlebih dahulu. Sebuah magnet
kemudian dipasang di belakang area tersebut dan campuran serbuk
besi yang dicampur dengan minyak ringan ditambahkan ke permukaan.
Potongan-potongan logam kecil ini mudah-mudahan akan mengatur
dirinya sendiri untuk memvisualisasikan setiap digit. Teknik ini sangat
bermanfaat karena sifatnya yang tidak merusak, namun tidak efektif
pada semua jenis logam. Mirip dengan nomor seri adalah tanda bukti,
tanda yang dicetak pada senjata api khusus untuk pabrikan atau
fasilitas pengujian. Jejak unik ini diterapkan pada senjata sebelum
dilepaskan dan setelah pekerjaan perbaikan signifikan dilakukan pada
senjata api.

7.4.6. Residu Tembakan

Ketika senjata api dilepaskan, awan gas dan partikel halus


dilepaskan yang terdiri dari residu tembakan (GSR), terkadang disebut
sebagai partikel pelepasan senjata api (FDR) atau residu pelepasan
kartrid (CDR). Campuran tersebut sering kali mengandung partikulat
organik dan anorganik, bahan organik terdiri dari propelan yang tidak
terbakar dan sebagian terbakar serta bahan anorganik yang dihasilkan
oleh gas panas yang bekerja pada peluru. Saat dilepaskan, partikel

134
halus ini akan mengendap di permukaan terdekat dan mudah terbawa
dari tempat kejadian. Adanya residu tersebut dapat memberikan kaitan
yang kuat antara tersangka atau objek dengan lokasi penembakan,
oleh karena itu berbagai metode pendeteksian tembakan dan residu
lainnya telah dikembangkan.

Residu tembakan awalnya dikumpulkan dengan menggunakan


penyeka, mencuci item dengan asam encer, pengangkat film atau pita
perekat. Setelah dikumpulkan, residu ini dapat dianalisis dan
dibandingkan baik secara fisik maupun kimiawi. Awalnya uji warna
seperti uji parafin sebelumnya digunakan, meskipun sensitivitas dan
spesifisitasnya kurang sehingga tidak lagi digunakan. Metode lebih
lanjut seperti uji Greiss dikembangkan untuk mendeteksi residu
tembakan, namun segera ditetapkan bahwa teknik ini tidak cukup
sensitif dan hasil positif dapat disebabkan oleh nitrit apa pun.

Pemindaian mikroskop elektron dengan spektroskopi sinar-X


dispersif energi telah berhasil digunakan dalam memvisualisasikan dan
mendeteksi partikel kecil yang terkait dengan senjata api. Teknik ini
memungkinkan morfologi partikel diamati dan komposisi kimianya
ditetapkan.

Analisis aktivasi neutron (NAA) adalah teknik yang terutama


digunakan untuk menentukan konsentrasi elemen dan telah digunakan
dalam analisis residu dari senjata api. Namun penggunaan teknik ini
sangat mahal dan memerlukan akses ke reaktor nuklir yang tidak
tersedia untuk semua organisasi. Spektroskopi serapan atom tanpa api
(FAAS) sebagian besar menggantikan penggunaan NAA karena
memiliki berbagai keunggulan dan biaya dengan harga yang lebih
masuk akal.

7.4.7. Penentuan Jarak

Saat senjata dilepaskan, berbagai residu tembakan akan


dikeluarkan ke permukaan terdekat. Pemeriksaan residu tembakan
telah digunakan untuk menentukan jarak dari mana senjata api
dilepaskan. Misalnya, semakin dekat senjata api dengan sasaran,

135
maka secara teori pola sisa tembakan akan semakin terkonsentrasi,
sedangkan tembakan yang ditembakkan dari jarak yang lebih jauh akan
menghasilkan pola yang lebih luas. Penelitian juga telah dilakukan
untuk mempelajari komposisi kimia sisa tembakan dalam menentukan
jarak tembak. Teknik analitik telah digunakan untuk menganalisis
komposisi unsur residu tembakan yang dihasilkan selama pelepasan
senjata api pada jarak yang bervariasi. Upaya telah dilakukan untuk
menghasilkan model matematis dimana jarak tembak dapat ditentukan
berdasarkan unsur-unsur dan jumlah relatifnya yang ada dalam residu.
Namun perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan residu tembakan
dalam menetapkan jarak tembak hanya dapat memberikan perkiraan
jarak terbaik.

7.4.7.Investigasi Adegan Pemotretan

Beberapa hal yang hendak ditetapkan berkaitan dengan lokasi


penembakan, yakni jumlah tembakan yang ditembakkan, arah asal
proyektil, serta jenis amunisi dan senjata api yang digunakan.
Pemeriksaan menyeluruh atas adegan pengambilan gambar seringkali
penting untuk rekonstruksi peristiwa yang akurat. Lokasi yang tepat dari
peluru bekas dan kotak selongsong peluru dan bahkan senjata api itu
sendiri harus didokumentasikan secara menyeluruh sebelum bukti
dikumpulkan. Demikian pula, lokasi kerusakan peluru juga harus difoto
dan, jika memungkinkan, dikumpulkan. Pemeriksaan post-mortem
korban mungkin diperlukan untuk mengambil peluru dan fragmen.

Tersangka insiden penembakan dapat mengklaim bahwa


senjata api tersebut dilepaskan secara tidak sengaja, baik secara tidak
sengaja oleh individu atau karena kerusakan senjata. Berbagai tes
dapat dilakukan pada senjata api yang dicurigai untuk membantu
menetapkan detail penembakan. Tekanan pemicu berhubungan
dengan gaya yang dibutuhkan untuk menarik pelatuk dan
menembakkan senjata. Dalam beberapa kasus senjata api dengan
tarikan pelatuk ringan dapat mengakibatkan pelepasan yang tidak
disengaja, jadi dengan menghitung tekanan pelatuk, dimungkinkan
untuk menentukan kemungkinan pelatuk ditarik secara tidak sengaja.

136
Beberapa senjata api memungkinkan pengguna untuk memilih tarikan
pelatuk normal atau tarikan pelatuk ringan (pemicu rambut); oleh
karena itu penting juga untuk mengetahui apakah senjata api memiliki
fitur ini dan pengaturan mana yang dipilih.

Senjata api seringkali dilengkapi dengan berbagai mekanisme


keamanan. Pemeriksaan senjata api harus mencakup penyelidikan
mekanisme ini untuk menyimpulkan apakah ada fitur keselamatan yang
tidak berfungsi. Investigasi yang dikenal sebagai uji gemuruh juga
dapat dilakukan, di mana senjata api dikenai serangkaian benturan
yang melibatkan berbagai permukaan Investigasi yang dikenal sebagai
uji gemuruh juga dapat dilakukan, di mana senjata api dikenai
serangkaian benturan yang melibatkan berbagai permukaan dan jarak
untuk menentukan apakah tindakan tersebut dapat mengakibatkan
senjata api dilepaskan.Interaksi Proyektil-Permukaan Efek yang
ditimbulkan saat peluru mengenai target akan bervariasi tergantung
pada banyak faktor, terutama bahan dari target.

Kayu – Ketika peluru menembus benda kayu, lubang masuk


umumnya akan rapi tetapi lubang keluar sering bergerigi dan pecah.
Jenis kayu akan menyebabkan variasi pada lubang peluru, karena kayu
keras biasanya tidak menunjukkan banyak serpihan.

Kaca – Efek peluru pada kaca akan sangat bervariasi tergantung


pada jenis kacanya. Beberapa bentuk kaca akan pecah begitu saja,
sedangkan pada kesempatan lain proyektil akan melewatinya,
meninggalkan lubang peluru. Kaca laminasi, seperti yang digunakan
pada kaca depan mobil, diproduksi dengan lapisan plastik yang diapit di
tengahnya. Oleh karena itu, jika ditembus peluru, meskipun kacanya
akan pecah, seringkali akan disatukan dalam lembaran. Kaca temper
akan pecah menjadi banyak bagian kecil yang kusam. Beberapa
bentuk kaca, seperti yang digunakan di bank atau oleh militer, tahan
peluru dan umumnya tidak pecah saat ditembakkan.

Kecepatan proyektil juga akan menghasilkan efek yang


bervariasi. Putaran berkecepatan tinggi sering kali menghasilkan

137
lubang kecil yang rapi dengan sedikit retakan kaca, sedangkan peluru
berkecepatan rendah akan menyebabkan lebih banyak kerusakan pada
kaca. Mempelajari retakan yang menyebar yang terbentuk di sekitar
lubang peluru juga dapat membantu menentukan urutan tumbukan
peluru. Jika garis yang memancar bertemu dengan retakan yang sudah
ada sebelumnya, itu akan berhenti, menunjukkan bahwa itu dihasilkan
setelah retakan yang sudah ada sebelumnya.

Logam – Bergantung pada jenis logam yang dikomposisikan


oleh permukaan, peluru dapat memantul dari target, penyok atau
tersangkut di bahan, atau menghasilkan lubang peluru. Jika peluru
menembus logam, lubang masuk umumnya akan cukup rapi. Setiap
lubang keluar akan menonjol keluar sedikit dengan cara seperti corong.

Kain – Peluru cenderung melewati kain, menghasilkan cincin


penghapus peluru dan, jika cukup dekat, menyimpan residu tembakan
di sekitar lubang peluru. Jenis serat yang berbeda akan dipengaruhi
secara berbeda oleh interaksi dengan peluru. Kain alami cenderung
sobek, menghasilkan tepi lubang peluru yang berjumbai, sedangkan
serat sintetis dapat sedikit meleleh

7.4.8. Pemeriksaan senjata api.

Sebelum pemeriksaan senjata api apa pun dapat dilakukan,


pertama-tama harus dipastikan bahwa senjata tersebut tidak dimuat
dan aman untuk ditangani. Pemeriksaan ini harus dilakukan oleh
individu yang terlatih dengan baik. Selama pemeriksaan awal senjata
api, sejumlah detail harus diperhatikan. Ini termasuk keadaan senjata
saat diterima, jenisnya, merek dan modelnya, nomor seri dan ukiran
unik lainnya dan hal lain yang dianggap penting oleh penyelidik. Sangat
penting untuk mendokumentasikan apakah senjata itu terkunci atau
dikokang, posisi pengaman, dan berapa banyak selongsong peluru
yang tersisa di silinder atau magasin senjata api.

Dalam beberapa kasus, mungkin perlu memuat dan bahkan


menguji coba senjata ke dalam air atau blok gelatin untuk mendapatkan
peluru uji dan wadah selongsong peluru, seringkali untuk tujuan

138
perbandingan dengan barang bukti. Sekali lagi, ini hanya boleh
dilakukan oleh orang yang kompeten di lingkungan yang aman, dan
kadang-kadang mungkin perlu menggunakan alat tembak jarak jauh
daripada menggunakan senjata api dengan tangan. Saat berhadapan
dengan senjata yang memuat sendiri yang mengeluarkan wadah
selongsong peluru, arah dan jarak yang ditempuh oleh selongsong
peluru harus didokumentasikan. Uji tembak senjata yang dicurigai
hanya boleh dilakukan setelah tes forensik lainnya selesai (sidik jari,
usap, dll). Mungkin juga diperlukan untuk mengukur tekanan pemicu
senjata. Setelah itu, senjata harus diperiksa sekali lagi untuk
memastikan tidak dimuat sebelum dikembalikan ke penyimpanan.

Salah satu fokus utama penyelidikan senjata api sering kali


adalah untuk menentukan apakah senjata tersebut bertanggung jawab
atas penembakan yang dimaksud atau tidak. Berbagai bukti yang
ditemukan dari lokasi penembakan dapat digunakan untuk menetapkan
hal ini, termasuk amunisi bekas, kotak selongsong peluru, sisa
tembakan dan ciri-ciri luka atau kerusakan peluru lainnya. Bukti ini
dapat membantu mempersempit pencarian senjata yang digunakan.
Misalnya, jika pelet senapan yang tersebar ditemukan di suatu tempat,
kemungkinan penyelidik sedang mencari beberapa bentuk senapan.
Namun harus diperhatikan bahwa senjata dapat dimodifikasi untuk
menembakkan berbagai macam amunisi, sehingga penyelidik harus
selalu berpikiran terbuka.

11.4.9. Database

Basis data telah diproduksi untuk menyimpan gambar peluru dan


kotak selongsong peluru, memungkinkan perbandingan dan kecocokan
dibuat. Di Inggris, Layanan Ilmu Forensik dan Asosiasi Kepala Polisi
mendirikan Database Intelijen Forensik Senjata Api Nasional, sebuah
sistem yang memungkinkan informasi tentang senjata dan senjata api
disimpan dan dianalisis. Ini kemudian digantikan oleh database Badan
Intelijen Balistik Nasional. FBI mensponsori database Drugfire, sebuah
sistem otomatisasi negara yang menggabungkan input gambar oleh
pengguna dengan perpustakaan referensi.

139
EVALUASI
1. Pewarna untuk kerosin(minyak C. Korban tewas sebelum
tanah) dapat dianalisis bertemu target
menggunakan……
D. Target berada disana dan
A. GC memungkinkan membunuh
korban
B. TLC
4. HPLC tidak digunakan
C. AES
dalam…
D. XRF
A. Pemeriksaan kafein dalam
2. TNT kepanjangan dari jamu kuat

A. Trinitrattoluena B. Kadar glukosa dalam madu

B. Trinitrotoluea C. Pemeriksaan Pb dalam air

C. Trinitrinititoluena D. Hormon adrenalin dalam obat


kuat pria
D. Triditoluena
5. Pernyataan :titik menyala zat
cair lebih besar dari titik pijar ( fire
point)

Alasan : fire point butuh panas


lebih yang berasal dari gas untuk
terus menyala

6. Berapa titik nyala paling ringan


3. Kesimpulan dari hasil DNA
yang dibutuhkan oleh produk
diatas adalah……
petroleum?
A. Target (suspect) ada saat
A. Dibawah 00
korban (victim) tewas dan
berjauhan B. Dibawah 210

B. Korban tidak bertemu target C. Dibawah 550

D. Lebih dari 550

140
7. Komponen dari RDX adalah…. D. Stimulan

A. Siklotrimetilen trinitramin 11. Komposisi utama gelas


adalah…..
B. Siklotetrametilen tetranitramin
A. Soda
C. Trinitrotoluena
B. Silika
D. Nitroguanidin
C. Boron
8. Komponen utama picatrol
adalah…. D. Sitrun

A. TNT dan amonium nitrat 12. Which of the following are not
narcotics?
B. TNT dan amonium pikrat
A. Codeine, LSD and cocaine
C. PETN dan amonium pikrat B. paracetamol, nicotine and
caffeine.
D. PETN dan Amonium nitrat
C. PCP, LSD and MDMA
9. Bubuk hitam yang digunakan (ecstacy).
dalam senjata mengandung D. Heroin and morphine.
bahan oksidator berupa? 13. Thin Layer Chromatography
can be used for:
A. Chlorite
A. Drug analysis
B. Nitrat B. Dye analysis
C. Hair analysis
C. Karbonat
D. None of the above
D. Sulfat 14. Alkaloid yang dihasilkan dari
buah opium adalah….
10. Bahan inhalasi yang serng
disalah gunakan termasuk A. Heroin
golongan…..
B. Codeine
A. Narkotika
C. Morphin
B. Halusinogen
D. Dexedrine
C. Depresan

141
15. Gas yang dihasilkan berua A. Pemeriksaan lampu
bau seperti telur busuk dari jasad
B. Pemeriksaan fotografi
merupakan….
C. Pemeriksaan UV
A. Klorida
D. Pemeriksaan infrared
B. Ammonia
19. Database forensik mengatur
C. Natrium sulfida
segala barang bukti yakni….
D. Hidrogen sulfida
A. Cat otomotif
16. Fingerprint yang tertinggal di
B. Bentuk peluru
tkp Q
C. Bentuk gigi
A. Latent print
D. Semua benar
B. Pattern
20. Kadar alkohol yang diijinkan
C. Loop
ada didalam tubuh adalah…….
D. Arch persen

17. Berikut ini adalah lekukan A. 0.04


dalam fingerprint patter kecuali….
B. 0.05
A. Loop
C. 0.07
B. Arch
D. 0.08
C. Whorl
21. Dokumen yang diperiksa
D. Roll biasanya berupa…..

A. Daktiloskopi A. Buku

A. B. Cek

18. Dalam pemeriksaan dokumen C. Kontrak


uang palsu seringkali digunakan
D. Semua benar
lampu dalam pemeriksaan yang
disebut….

142
22. Kombinasi oksigen dengan sebuah objek. Cahaya yang
bahan bakar yang mampu dapat membentuk gelombang
menghasilkan energi tinggi tampak disebut….
disebut…..
A. Radiasi elektromagnetik
A. Combustion
B. Energi sintetis
B. Ignittion
C. Ultraviolet
C. Liberation
D. Gelombang magnetik
D. Explosion
26. Area yang sangan tepat
23. Saat investigator memeriksa dimana rata-rata petugas
tempat kebakaran hal yang perlu bersaksi bahwa mereka
diperhatikan lebih dahulu memperoleh satu set cetakan
adalah…… laten dari TKP, tetapi untuk
menghubungkannya dengan
A. Lokasi jasad
tersangka yang diketahui
B. Titik api dan pusa kebakaran biasanya membutuhkan ahli
bersertifikat AFIS. dalam
C. Mengambil gambar dan sketsa
beberapa keadaan, pengadilan
D. Memeriksa saksi akan mengizinkan petugas biasa
untuk bersaksi. biasanya, foto-
24. Mana bagian dari jejak sepatu
foto yang diperbesar atau
ini yang bukan menjadi tanda
pameran lain menunjukkan poin-
pemeriksaan…
poin perbandingan yang menjadi
A. Brand dasar kesimpulan. Penjelasan ini
membahas tentang….
B. Ukuran
A. Daktiloskopi
C. Lekuk sepatu
B. Pemeriksaan sidik jari
D. Warna
C. Penemuan sidik jari
25. Mata kita sesitif dengan
cahaya. Keberadaanya mebuat D. Cetakan jari
kita mengetahui bentuk dari

143
27. Manakah dari berikut ini yang B. Heroin
merupakan bidang yang luas
C. Kokain
yang sebagian besar melibatkan
studi tentang lokasi kecelakaan, D. Pots
analisis kegagalan struktural, dan
30. Manakah dari zat adiktif
kadang-kadang ledakan atau
berikut yang diperiksa melalui
kebakaran. Keahlian biasanya
penciuman….
terdiri dari pendapat tentang
masalah utama, yaitu A. Alkohol
menentukan pihak mana yang
B. Depresan
bertanggung jawab dan/atau lalai.
C. Amfetamin
A. Pihak keamanan
D. Kokain
B. Pihak analisis resiko
31. Bagian besar dari bom
C. Forensik bidang teknik
molotov mengandung….
D. Managemen keamanan
A. Valin
industri
B. Lead azide
28. Test yang tepat untuk
membedakan kanabinol dan C. Gasolin
tetrakanabinol pada ganja
D. Etil alkohol
menggunakan….
32. Bahan inert dalam tablet
A. KLT
amonium fosfat dimana
B. UV-Vis digunakan inisiator gas fosfat
adalah….
C. AAS
A. Amonium karbamat
D. Mikroskop
B. Difenilamin
29. Resin yang didapat dari
marijuana dan mengandung C. Kalium klorida
tetrakanabinol utuh disebut….
D. Sodium klorida
A. Hashis

144
33. Type umum sidik jari manusia D. Distilation method
adalah…
37. Analgesik bekerja untuk
A. Komposit
A. Meningkatkan nafsu makan
B. Whorl
B. Meningkatkan rasa sakit
C. Loop
C. Meningkatkan detak jantung
D. Arch
D. Menyebabkan kantuk
34. Manakah dari pernyataan
38. Golongan darah yang umum
berikut yang benar:
adalah….
A. Ganja memiliki zat utama
A. A
tetrakanabinol
B. B
B. Cat mobil dapat dideteksi
komposisinya melalui mikroskop C. O

C. DNA manusia dan sapi sama D. AB

D. Semua makhluk hidup 39. The specimen that is


memiliki golongan dara ABO preferably used in the
determination of abused drugs
35. Bentuk dasar dari serbuk
is….
senjata berasal dari…
A. Blood
A. Blackpowder
B. Hair
B. Charcoal
C. Urine
C. Whitepowder
D. All
D. Nantrium nitrat
40. How can a wound caused by
36. Soil may be examined by….
bomb explosion be identified?
A. Macroetching method
A. Presence of powder burns in
B. Density gradient method body

C. Crytallization method B. Severe tearing in clothing

145
C. Sharpnels all inner the body C. Methaqualone

D. All of these D. GHB

41. Pernyataan: fingerprinting 45. Kunci pemeriksaan tinta


dapat memilah manusia secara adalah..
spesifik
A. Pigmen
Alasan: karena fingerprint orang
B. Coretan
berbeda 1:10.000.000 populasi
C. Wadah tinta
42. Manakah yang termasuk
racun hepatotoxic? D. Komponen kimia yang
digunakan
A. Amphetamine
46. Which of the following can be
B. Morfin
made from the poppy plant?
C. Atropin
A. Morphine
D. Alkohol
B. Codeine
43. Pemabuk berat di buktikan
C. Heroin
dengan….
D. All of the above
A. Setara dengan presentase
alkohol normal 47. Which of the following is true
about alcohol?
B. Duakali presentase alkohol
A. It’s not a drug
normal
B. It’s a stimulant
C. 8% dari presntase alkohol C. It’s the most popular drug
D. Only b and c
D. 12/13 dari presentase alkohol
48. Zat berikut dapat menjadi
normal
racun jika berikatan dengan
44. Bahan utama dari madrax hemoglobin dan timbal adalah…
adalah A. Antibodi
B. Heroin
A. PCP
C. Karbon monoksida
B. STP D. GCMS

146
49. Derivat LSD berasal dari 50. Bidang manakahyang
tanaman…. memeriksa tanah
A. Nicotinian tabacum A. Fisika dan teknik
B. Biologi
B. Cannabis sativa L
C. Balistik
C. Papaver somniferum D. Document examine

D. Moringa oliefera

147
DAFTAR PUSTAKA
1 – Almeida, A A. Magaljaes, T. Santos, A. Sousa, A V. Vieira, D N.
Firing Distance Estimation through the Analysis of the Gunshot
Residue Deposit Pattern Around the Bullet Entrance Hole by
Inductively Coupled Plasma Mass Spectrometry – An
Experimental Study. American Journal of Forensic Medicine and
Pathology. 2007, 28(1), 24-30.
Firearms Act 1968, https://aboutforensics.co.uk/impression-evidence/
Fourth International Conference on, pp. 62-67. IEEE, 2015.
http://mimbarhukum.com/pengertian-perkara-perbedaan-perkara-
perdata-dengan-pidana/

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt57f2f9bce942f/perbe
daan-pokok-hukum-pidana-dan-hukum-perdata/

Jackson, A. R. W, Jackson, J. M., 2011. Forensic Science. Essex:


Pearson Education Limited.
Njowito hamdani. 1992. Ilmu Kedokteran Kehakiman. Edisi kedua.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 23 8 Atang
Raharjo, Budi. 2013. “SEKILAS MENGENAI FORENSIK DIGITAL.”
Jurnal Sosioteknologi 384-387. Sulianta, Feri. 2008. Komputer
Forensik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Ranoemihardjo. 1983. Ilmu Kedokteran Kehakiman (Forensic Science).


Edisi Kedua. Bandung: Taristo. Hal. 44 14
Wahanggara, Victor, and Yudi Prayudi. “Malware Detection through
Call System on Android Smartphone Using Vector Machine
Method.” In Cyber Security, Cyber Warfare, and Digital Forensic
(CyberSec), 2015
Watson, Stephanie. n.d. How Forensic Lab Techniques Work.
Accessed Desember 4, 2017.
https://science.howstuffworks.com/forensic-lab-technique1.htm.
White, P. C., 2004. Crime Scene to Court: The Essentials of Forensic
Science. Cambridge: The Royal Society of Chemistry.

148
Wirasuta, Gel-gel.Pengantar Menuju Ilmu Forensik.
https://adoc.pub/pengantar-menuju-ilmu-forensik-oleh-i-made-
agus-gelgel-wiras.html (diakses 28 september 2022)

149

Anda mungkin juga menyukai